• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN PASAR INDUK KOTA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGELOLAAN PASAR INDUK KOTA MEDAN"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

PENYUSUNAN MODEL MANAJEMEN

PENGELOLAAN PASAR I NDUK

KOTA MEDAN

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

(2)

KATA PENGANTAR

Kota Medan memiliki momentum pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang besar, salah satu alasannya adalah merupakan pusat koleksi dan distribusi sayur dan buah terbesar di Sumatera Utara bahkan di Sumatera Bagian Utara.

Peluang ini betul-betul dimanfaatkan dengan baik. Langkah pertama adalah definitifnya pembangunan Pasar I nduk Kota Medan di Kecamatan Medan Tuntungan, lengkap dengan detail perencanaan dan berbagai studi pendukung. Mengacu pada perspektif pertumbuhan ruang, pemilihan lokasi ini ideal karena berada di pintu masuk kota, menghadap ke hinterland penghasil sayur dan buah di Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang, serta dekat dengan calon Central Business Distrcit (CBD) Polonia.

Ada satu langkah lagi yang harus dilakukan, yakni mencari model manajemen pengelolaan Pasar I nduk Kota Medan yang tepat melalui sebuah studi. Diharapkan hasil studi ini mampu mencari beberapa alternatif model manajemen terbaik dari sejumlah alternatif yang tersedia sebagai rekomendasi bagi Pemerintah Kota Medan.

Pengelolaan pasar induk yang tepat sangat dibutuhkan untuk membentuk fungsi pasar sebagai penjamin kelancaran arus barang sehingga terjadi stabilitas permintaan dan penawaran pada satu titik keseimbangan harga.

Lebih jauh lagi, pengelolaan pasar induk yang tepat diharapkan dapat mendorong pengorganisasian produksi oleh para pedagang melalui efisiensi biaya faktor produksi, menjamin ketersediaan barang dalam jangka panjang guna mencegah fluktuasi harga, dan mempertahankan serta meningkatkan perekonomian lokal.

Semoga hasil studi ini dapat membawa manfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan dengan eksistensi Pasar I nduk Sayur dan Buah di Kota Medan, tentunya didukung oleh berbagai saran dan masukan yang konstruktif.

Medan, Agustus 2010

Bappeda Kota Medan

Kepala,

I r. Syaiful Bahri

(3)

DAFTAR I SI

No. Teks Hal.

KATA PENGANTAR i

DAFTAR I SI ii

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR ix

I . PENDAHULUAN I - 1

1. Latar Belakang I - 1

2. Maksud dan Tujuan I - 3

2.1. Maksud I - 3

2.2. Tujuan I - 4

2.3. Sasaran I - 4

I I . METODOLOGI I I - 1

1. Alur Berpikir I I - 1

2. Metodologi I I - 3

I I I . GAMBARAN EKONOMI MAKRO KOTA MEDAN I I I - 1

1. Geografis Kota Medan I I I - 1

2. Demografi Kota Medan I I I - 4

2.1. Kondisi Demografis I I I - 4

2.2. Komposisi Penduduk I I I - 6

3. Kondisi Ekonomi I I I - 8

3.1. I ndikator Makro Pembangunan Kota I I I - 9 3.2. I ndikator Ekonomi Makro I I I - 13

I V. TI NJAUAN TEORI TI S I V - 1

(4)

No. Teks Hal.

2. Pemaknaan Tentang Pasar I V - 4

3. Pasar Tradisional I V - 6

3.1. Fungsi Pasar Tradisional I V - 9

3.2. Keberadaan Pasar Tradisional I V - 10 3.3. I dentifikasi Pasar Tradisional I V - 10 3.4. Penataan dan Pengelolaan Pasar Tradisional I V - 12 4. Pasar sebagai Fungsi Sosial I V - 13 5. Tarik Menarik Kepentingan Kapital dan Sosial I V - 14

6. Peran Pasar Primer I V - 16

6.1. Pembentukan Harga yang Wajar I V - 16 6.2. Pengaturan Produksi/ Pasokan (Supply) I V - 17 6.3. Mengoptimalkan Mekanisme Distribusi I V - 18

6.4. Sumber I nformasi I V - 18

6.5. Pendorong Percepatan Pertumbuhan Ekonomi I V - 19

7. Fungsi Pasar Primer I V - 19

7.1. Pembersihan dan Pemilahan (Cleaning,Sorting and Grading) I V - 19

7.2. Pelelangan I V - 20

7.3. Pergudangan, Pengepakan & Transportasi I V - 20 7.4. Area Perdagangan Sekunder I V - 21

7.5. Fasilitas Pendukung I V - 21

7.6. Sarana Pameran I V - 22

8. Peran Strategis Pasar Primer I V - 22

9. Konsep Pengelolaan Pasar I V - 22

V. KONSEP PENGEMBANGAN PASAR I NDUK KOTA MEDAN V - 1

1. Dasar Perencanaan V - 1

VI . HASI L STUDI PERBANDI NGAN VI - 1

(5)

No. Teks Hal.

1.1. Aspek Kelembagaan VI - 1

1.2. Aspek Regulasi VI - 2

1.3. Aktivitas VI - 2

1.4. Peran dan Manfaat Pasar I nduk VI - 3

1.5. Permasalahan VI - 3

1.6. Sarana dan Prasarana VI - 4

1.7. Model Pengelolaan Pasar I nduk VI - 4 2. Pasar I nduk Kramat Jati, Jakarta VI - 5

2.1. Aspek Kelembagaan VI - 5

2.2. Aspek Regulasi VI - 7

2.3. Aktivitas VI - 7

2.4. Peran dan Manfaat Pasar I nduk VI - 8

2.5. Permasalahan VI - 8

2.6. Model Pengelolaan Pasar I nduk VI - 8

VI I . KONDI SI HARAPAN MODEL MANAJEMEN PENGELOLAAN

PASAR I NDUK KOTA MEDAN VI I - 1

1. Kriteria Kelembagaan VI I - 1

1.1. Kelembagaan VI I - 2

1.2. Kemitraan VI I - 2

1.3. Fokus Pelayanan VI I - 2

1.4. Aspek Manajerial Pasar I nduk VI I - 3

2. Visi dan Misi VI I - 5

2.1. Visi VI I - 5

2.2. Misi VI I - 5

3. Tugas Pokok dan Fungsi VI I - 6

3.1. Tugas Pokok VI I - 6

3.2. Fungsi VI I - 6

(6)

No. Teks Hal.

4.1. Tahap I : Sosialisasi, Advokasi dan Pemasaran VI I - 7 4.2. Tahap I I : Pemberian I nsentif VI I - 7 4.3. Tahap I I I : Operasionalisasi Pasar Secara Reguler VI I - 7

VI I I . ANALI SA MODEL MANAJEMEN PENGELOLAAN PASAR

I NDUK KOTA MEDAN VI I I - 1

1. Alternatif Kelembagaan Manajemen Pasar I nduk Kota Medan VI I I - 1

1.1. Alternatif I VI I I - 1

1.2. Alternatif I I VI I I - 2

1.3. Alternatif I I I VI I I - 2

1.4. Alternatif I V VI I I - 3

1.5. Alternatif V VI I I - 4

2. Parameter Manajemen Pengelolaan Pasar I nduk VI I I - 5 3. Pembobotan Tingkat Kepentingan Parameter VI I I - 6 4. Analisa Kelebihan dan Kekurangan Setiap Parameter

untuk Setiap Alternatif VI I I - 8

4.1. Alternatif I VI I I - 8

4.2. Alternatif I I VI I I - 11

4.3. Alternatif I I I VI I I - 14

4.4. Alternatif I V VI I I - 16

4.5. Alternatif V VI I I - 18

5. Penilaian Akhir VI I I - 21

5.1. Alternatif I VI I I - 21

5.2. Alternatif I I VI I I - 21

5.3. Alternatif I I I VI I I - 22

5.4. Alternatif I V VI I I - 22

5.5. Alternatif V VI I I - 23

(7)

No. Teks Hal.

I X. REKOMENDASI MODEL MANAJEMEN PENGELOLAAN PASAR I NDUK

KOTA MEDAN I X - 1

1. Pilihan Model Manajemen Pertama I X - 1

1.1. Struktur Organisasi I X - 1

1.2. Fungsi Manajemen I X - 3

2. Pilihan Model Manajemen Kedua I X - 4

2.1. Struktur Organisasi I X - 4

2.2. Fungsi Manajemen I X - 5

DAFTAR PUSTAKA I X - 8

(8)

DAFTAR TABEL

No. Teks Hal.

3.1. Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan I I I - 3 3.2. Jumlah, Laju Pertambahan dan Kepadatan Penduduk Kota Medan

Tahun 2005 – 2008 I I I - 4

3.3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kota Medan

Tahun 2008 I I I - 7

3.4. I ndikator Kinerja Makro Bidang Ekonomi I I I - 11 3.5. I ndikator Kinerja Bidang Makro Kesejahteraan Rakyat I I I - 12 3.6. Produk Domestik Regional Bruto Kota Medan Atas Dasar Harga

Berlaku Tahun 2005 – 2008 (milyar Rp.) I I I - 14 3.7. Struktur PDRB menurut Lapangan Usaha Tahun 2005 – 2008 I I I - 16 3.8. Produk Domestik Regional Bruto Kota Medan Atas Dasar

Harga Konstan 2000 Tahun 2005 – 2008 (milyar Rp.) I I I - 17 3.9. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan Tahun 2005 – 2008 I I I - 18 3.10. PDRB Perkapita Kota Medan Menurut Harga Berlaku dan Konstan

2000 Tahun 2005 – 2008 I I I - 19 3.11. Laju I nflasi Kota Medan Menurut Komoditi Tahun 2005 – 2008 I I I - 20 3.12. Nilai Ekspor dan I mpor Melalui Wilayah Kota Medan Tahun 2005 –

2008 I I I - 22

3.13. Perkiraan Nilai I nvestasi Menurut Lapangan Usaha di Kota Medan

(9)

No. Teks Hal.

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Hal.

2.1. Alur Berfikir Penyusunan Model Manajemen Pengelolaan

Pasar I nduk Kota Medan I I - 2

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi dan perkembangan suatu wilayah atau kota dipengaruhi oleh beberapa sistem aktivitas. Salah satu sistem aktivitas yang berpengaruh adalah perdagangan, karena tingkat kemajuan di bidang ekonomi dapat dilihat dari skala kegiatan di sektor perdagangan sebagai salah satu indikatornya.

Aktivitas perdagangan selalu membutuhkan fasilitas berupa ruang dengan prasarana dan sarana yang memadai untuk mewadahi aktivitas tersebut. Salah satu fasilitas tersebut adalah pasar.

Pasar merupakan tempat berkumpulnya sejumlah pembeli dan penjual di mana terjadi transaksi jual-beli barang-barang yang ada di sana, bentuknya dapat berupa pasar tradisional, pasar induk, pertokoan, atau pusat perdagangan.

Pasar juga selalu menjadi focus point dari suatu kota yang berfungsi sebagai suatu pusat pertukaran barang-barang. Dalam suatu kota, pasar berkembang berawal dari sekumpulan pedagang yang menjual barang dagangannya secara berkelompok dengan memilih lokasi-lokasi yang strategis.

(12)

Sebagai I bu Kota Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan merupakan pusat koleksi dan distribusi terbesar di Sumatera Utara bahkan Sumatera Bagian Utara (Sumbagut). Hal ini membuat para produsen produk pertanian di Sumbagut mengalirkan barang-barang dagangannya ke Medan.

Oleh karena itu dibutuhkan satu tempat untuk mengumpulkan produk lokal / regional di satu tempat dan kemudian di distribusikan kembali ke sejumlah pasar yang tersebar di Kota Medan dan sekitarnya. Tempat tersebut adalah pasar induk sayur yang rencananya akan dibangun di Kecamatan Medan Tuntungan. Kebutuhan akan pasar induk sayuran semakin meningkat karena pasar yang selama ini berperan semacam pasar induk sayur di Pusat Pasar sudah tidak mampu lagi menjalankan fungsinya dengan maksimal.

Umumnya semua pasar induk di I ndonesia menghadapi berbagai masalah seperti terbatasnya ruang pada lapak yang sempit, tidak teratur, tidak sehat, kotor, kurangnya tempat sampah, terlalu banyaknya pedagang pinggir jalan, lemahnya pengelolaan, dan ketiadaan fasilitas penyimpanan serta infrastruktur pasar yang tidak memadai.

Untuk menjawab tantangan tersebut dibutuhkan suatu kajian kelembagaan tentang model manajemen pengeolaan pasar induk yang paling memadai untuk Kota Medan.

Kajian terhadap kelembagaan pengelolaan pasar induk tidak terlepas dari dibutuhkannya dukungan maksimal terhadap fungsi pasar yakni :

1. Model pengelolaan pasar dapat menjamin lancarnya arus barang dan kenyamaman berbelanja sehingga terjadi stabilitas permintaan dan penawaran pada satu titik keseimbangan untuk mendapatan stabilitas harga.

(13)

3. Model pengelolaan pasar dapat menjamin ketersediaan persediaan barang untuk waktu yang agak panjang untuk mencegah fluktuasi harga.

4. Model pengelolaan pasar juga dapat mempertahankan dan meningkatkan tingkat perekonomian lokal.

Kelembagaan adalah wujud suatu kultur dalam mengelola permasalahan, berbicara tentang :

1. Penetapan peran dan wewenang setiap pihak yang terlibat di pasar induk 2. Penetapan persyaratan bagi setiap pihak yang terlibat di pasar induk 3. Penetapan ruang

4. Penetapan klasifikasi pasar, dimana telah ditetapkan sebelumnya bahwa pasar induk yang direncanakan di Medan Tuntungan memiliki klasifikasi : a. Sifat kegiatan merupakan pasar induk

b. Lingkup pelayanan merupakan pasar regional Sumatera Utara c. Potensi pasar merupakan Potensi Pasar A.

d. Waktu kegiatan merupakan pasar siang – malam

5. Bentuk hubungan antara Pemerintah Kota Medan – Pengelola Pasar I nduk – Pedagang - Pembeli

6. Desain sumber penerimaan 7. Bentuk-bentuk pengeluaran

8. Bentuk-bentuk pembinaan pedagang 9. Bentuk pengendalian dan pengawasan

2. Maksud dan Tujuan

2.1. Maksud

(14)

2.2. Tujuan

Tujuan dari studi ini adalah menganalisis alternatif model yang tersedia dan memilih model manajemen pasar induk terbaik sebagai rekomendasi bagi Pemerintah Kota Medan.

2.3. Sasaran

Sasaran yang ingin dicapai dari Penyusunan Model Manajemen Pengelolaan Pasar I nduk Kota Medan adalah sebagai berikut :

1. Terselenggaranya pengelolaan pasar induk Kota Medan secara efektif dan efisien.

2. Meningkatnya volume perdagangan antara hinterland Kota Medan / Sumatera Utara dengan masyarakat Kota Medan dan sekitarnya.

(15)

BAB I I

METODOLOGI

1. Alur Berpikir

Alur berpikir Penyusunan Model Manajemen Pengelolaan Pasar I nduk Kota Medan dibagi kedalam empat tahap, yakni :

1. Tahap I dentifikasi dan Perumusan Masalah 2. Tahap Studi

a. Studi Pustaka

i. I dentifikasi regulasi ii. Landasan teoritis

iii. Standar pengelolaan pasar b. Studi Lapangan

i. Kajian kelembagaan di Kota Medan ii. I dentifikasi kondisi harapan

iii. Tinjauan lokasi c. Studi Banding

i. Studi banding ke Pasar I nduk Kramat Jati ii. Studi banding ke Pasar I nduk Tangerang 3. Analisis

(16)

Rumusan Masalah

Bagaimana menetapkan satu model manajemen pengelola pasar induk Kota Medan yang memenuhi harapan masyarakat, pedagang dan Pemerintah Kota Medan

Latar Belakang

Kondisi Aktual :

1. Kota Medan membutuhkan pasar induk yang akan sangat berperan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat, menyangga perekonomian, sumber penerimaan Pemko Medan

2. Pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat meningkat sehingga eksistensi pasar induk sangat dibutuhkan untuk menampung aktivitas perdagangan dalam kapasitas ruang dan pengelolaan yang memadai.

3. Pusat Pasar di Medan Kota saat ini sudah tidak memadai lagi berperan seperti layaknya pasar induk bagi Kota Medan.

Urgensi :

1. Diperlukan pasar induk yang mampu menampung aktivitas perdagangan terutama untuk produk pertanian dari daerah hinterland Kota Medan dan Sumatera Utara untuk kemudian didistribusikan ke seluruh Kota Medan dan sekitarnya.

2. Diperlukan model manajemen pengelola pasar induk Kota Medan yang sesuai dengan karakter daerah, karakter masyarakat, karakter perdagangan, dan menguntungkan bagi semua pihak.

Originalitas :

1. Menentukan sejumlah alternatif model manajemen pengelolaan pasar induk untuk dapat mengatasi berbagai masalah klasik pada sebuah pasar sehingga mampu menampung, mengelola, dan membina para pedagang serta mampu memberikan kenyamanan dan keamanan belanja kepada masyarakat.

Studi Pustaka

1. Identfikasi regulasi 2. Landasan teoritis 3. Standar

pengelolaan pasar

Studi Lapangan

1. Kajian Kelembagaan di Kota Medan 2. Identifikasi kondisi

harapan 3. Tinjauan lokasi

Studi Banding

1. Studi banding ke Pasar Induk Kramat Jati 2. Studi banding ke

Pasar Induk Tangerang

Analisa

1. Developer 2. Pengelola 3. Sifat Usaha 4. Format Kerjasama 5. Aset dan Saham 6. Biaya Pengelolaan 7. Biaya Pengembangan

Kesimpulan

(17)

2. Metodologi

Metodologi yang digunakan pada Penyusunan Model Manajemen Pengelolaan Pasar I nduk Kota Medan adalah :

1. Penetapan alternatif pilihan, yakni alternatif I (kelembagaan berada dibawah Pemko Medan sebagai Unit Pelaksana Teknis – Pasar I nduk), alternatif I I (pengelolaan pasar induk oleh PD Pasar Kota Medan), alternatif I I I (membentuk kerjasama pengelolaan pasar induk dengan pihak swasta), alternatif I V (dikerjasamakan dengan pihak swasta dalam bentuk Build – Operate – Transfer / BOT), alternatif V (dibangun dan dijual oleh swasta, dikelola oleh PD Pasar Kota Medan)

2. Penetapan paremeter yang digunakan dalam melakukan analisa adalah : a. Lahan

b. Developer c. Pengelola d. Sifat usaha

e. Format kerjasama f. Aset dan saham g. Biaya pengelolaan h. Biaya pengembangan

3. Penetapan Bobot Tingkat Kepentingan

Untuk keperluan analisa, setiap parameter diberi bobot berdasarkan tingkat kepentingan evaluasi kelembagaan. Pembobotan diperlukan untuk mendapatkan akurasi dalam membandingkan dan mengevaluasi setiap pilihan kelembagaan. Pembobotan dalam setiap parameter bertujuan memberikan jalan mengambil keputusan memilih mana pilihan kelembagaan yang lebih baik satu terhadap yang lain. Pada setiap parameter diberi bobot berbeda tergantung tingkat kepentingannya atau tingkat problematikanya. Faktor dalam pembobotan diasumsikan sebagai berikut :

(18)

ƒ Setiap parameter menggambarkan bobot yang spesifik.

ƒ Parameter pada setiap pilihan, diberi nilai skala 1 hingga 5, dimana nilai

1 (satu) menggambarkan kondisi yang sangat diharapkan dan 5 (lima) menggambarkan kondisi yang sangat tidak diharapkan untuk kriteria tersebut. Jumlah total terendah merupakan pilihan kelembagaan yang paling memungkinkan untuk dikembangkan. Penjelasan tentang faktor bobot 1 – 5 adalah berikut dibawah ini.

a. Bobot Tingkat Kepentingan 5:

Bobot Tingkat Kepentingan 5 memperlihatkan faktor utama manajemen, dan atau teknis, dan atau keuangan dan atau kombinasi semuanya, bahwa akan memberikan “ dampak fatal “ terhadap kelanjutan pengembangan di masa depan, menyebabkan pilihan tersebut tidak layak.

b. Bobot Tingkat Kepentingan 4:

Bobot Tingkat Kepentingan 4 memperlihatkan adanya faktor utama manajemen, dan atau teknis, dan atau keuangan, dan atau kombinasi semuanya tetapi belum dikategorikan “dampak fatal“, tetapi memperlihatkan kondisi jangka panjang yang kurang layak terhadap jalanya pilihan tersebut.

c. Bobot Tingkat Kepentingan 3:

Bobot Tingkat Kepentingan 3 memperlihatkan adanya faktor utama manajemen, dan atau teknis, dan atau keuangan, dan atau kombinasi semuanya. Memperlihatkan resiko dan atau dampak teknis dan keuangan yang tidak bisa dihindarkan pada saat melaksanakan pilihan tersebut. Diperlukan berbagai penyesuaian kedepan dalam berbagai hal guna menghindarkan “dampak fatal” dan menghindari kondisi pengembangan yang kurang layak.

d. Bobot Tingkat Kepentingan 2:

(19)

pengembangan model pilihan yang diambil. Tidak akan menyebabkan “dampak fatal” atau kondisi yang kurang layak pada proses operasional nanti.

e. Bobot Tingkat Kepentingan 1:

Bobot Tingkat Kepentingan 1 memperlihatkan konsekwensi negatif yang kecil dari faktor manajemen, dan atau teknis, dan atau keuangan, dan atau kombinasi semuanya. Memperlihatkan potensi yang besar dalam perspektif pengembangan kedepan.

4. Penilaian, Penilaian diberikan setelah menelaah analisa setiap kelelebihan dan kekurangan setiap parameter. Nilainya memiliki kisaran antara 1 – 5 dengan penjelasan berikut :

a. Nilai 1 (satu) adalah parameter yang memiliki kelebihan saja, tanpa kekurangan.

b. Nilai 2 (dua) adalah parameter yang memiliki point kelebihan lebih banyak daripada point kekurangan.

c. Nilai 3 (tiga) adalah parameter yang memiliki point kelebihan seimbang dengan point kelemahannya.

d. Nilai 4 (empat) adalah parameter yang memiliki point kekurangan lebih banyak dibandingkan point kelebihannya.

e. Nilai 5 (lima) adalah parameter yang hanya memiliki kekurangan saja.

5. Skor, adalah hasil perkalian dalam setiap parameter antara Bobot Tingkat Kepentingan dengan Nilai. Untuk seluruh parameter dalam setiap alternatif total skor dijumlahkan.

6. Ranking, menunjukkan hasil perbandingan setiap pilihan kelembagaan, diurutkan dari jumlah total skor terendah hingga tertinggi. Urutan ranking adalah sebagai berikut :

(20)

BAB I I I

GAMBARAN EKONOMI MAKRO KOTA MEDAN

Kondisi perekonomian suatu daerah dapat menjadi cerminan bagaimana tumbuh dan berkembangnya daerah tersebut khususnya dari perspektif ekonomi dan dapat pula menjadi cerminan tingkat kebutuhan daerah tersebut akan berbagai hal dimasa yang akan datang. Untuk itu diperlukan sebuah analisis ekonomi makro kota Medan sebagai salah satu dasar pertimbangan bagaimana kebutuhan masyarakat kota Medan dimasa yang akan datang khususnya terhadap keberadaan sebuah Pasar I nduk untuk memenuhi kebutuhan akan sayur-mayur, buah-buahan bahkan rempah-rempah dengan mempertimbangkan berbagai hal seperti pertumbuhan penduduk, luar wilayah kota Medan, trend pendapatan perkapita, tingkat pendidikan dan kesehatan yang semakin membaik dan sebagainya. Oleh karena itu bab ini menjadi penting untuk analisis-analisis yang akan dilakukan di bab-bab berikutnya.

1. Geografis Kota Medan

Sebagai salah satu daerah otonom dengan status kota, maka kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis baik secara regional maupun nasional. Bahkan sebagai ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan sering digunakan sebagai barometer dan tolok ukur dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat dengan kota-kota/ negara seperti Pulau Penang, Kuala Lumpur, Malaysia dan Singapura.

(21)

jumlah penduduk dan letak geografis serta peranan regional yang relatif terus berkembang semakin besar dan strategis, Kota Medan juga memiliki keterbatasan ruang.

Luas Kota Medan dapat dikatakan relatif kecil dibandingkan dengan luasan beberapa kota besar lainnya secara regional/ nasional. Keterbatasan ruang lebih dirasakan karena bentuk wilayah administratif Kota Medan yang sangat ramping di tengah, sehingga secara alami dapat menjadi tantangan penghambat pengembangan perkotaan ke wilayah utara, khususnya di bidang penyediaan sarana prasarana kota. Kondisi tersebut juga menyebabkan cenderung kurang seimbang dan terintegrasinya ruang kota di Bagian Utara dengan Bagian Selatan. Namun demikian, sebagai salah satu pusat perekonomian regional terpenting di pulau Sumatera dan salah satu dari tiga Kota Metropolitan terbesar di I ndonesia, Kota Medan memiliki kedudukan, fungsi dan peranan strategis sebagai pintu gerbang utama bagi kegiatan jasa perdagangan dan keuangan secara regional/ internasional di kawasan barat I ndonesia, dengan dukungan faktor – faktor dominan yang dimilikinya.

Secara administratif Kota Medan berbatasan dengan :

• Sebelah Utara

• Sebelah Timur

• Sebelah Selatan

• Sebelah Barat

: berbatasan dengan Selat Malaka

: berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

Berdasarkan batas-batas administratif kota tersebut di atas, maka walaupun luas wilayah Kota Medan relatif kecil, tetapi Kota Medan dikelilingi lingkungan regional dengan basis ekonomi Sumber Daya Alam (SDA) yang relatif besar dan beragam.

(22)

58 persen. Kecepatan angin rata-rata sebesar 0.48 m/ detik, sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya adalah 104,3 mm. Hari hujan di Kota Medan pada tahun 2003 rata-rata per bulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya 299,5 mm.

Sungai-sungai yang melintas di Kota Medan memiliki pengaruh sosial ekonomi dan lingkungan yang cukup besar pada perkembangan fisik Kota Medan. Sungai-sungai ini digunakan sebagai sumber air untuk masyarakat yang menduduki daerah sekitar sungai, sekaligus berfungsi sebagai drainase primer dalam rangka pengendalian banjir serta tempat pembuangan air hujan. Kota Medan secara hidrologi dipengaruhi dan dikelilingi oleh beberapa sungai besar dan anak sungai seperti Sungai Percut, Sungai Deli, Sungai Babura, Sei Belawan dan sungai-sungai lainnya.

Tabel 3.1. Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan

No Kecamatan Luas (Ha) Persentase Kelurahan Lingkungan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Medan Tuntungan Medan Johor Medan Amplas Medan Denai Medan Area Medan Kota Medan Maimun Medan Polonia Medan Baru Medan Selayang Medan Sunggal Medan Helvetia Medan Petisah Medan Barat Medan Timur Medan Perjuangan Medan Tembung Medan Deli Medan Labuhan Medan Marelan Medan Belawan 2.068 1.458 1.119 905 552 584 298 901 584 1.281 1.544 1.316 533 682 776 409 799 2.084 3.667 2.382 2.625 7,80 5,50 4,22 3,41 2,08 2,20 1,12 3,40 2,20 4,83 5,82 4,96 2,01 2,57 2,93 1,54 3,01 7,86 13,83 8,99 9,90 9 6 7 6 12 12 6 5 6 6 6 7 7 6 11 9 7 6 6 5 6 75 81 77 82 172 146 66 46 64 63 88 88 69 98 128 128 95 105 99 88 143

26.510 100.00 151 2.001

(23)

Berdasarkan ketentuan perundang – undangan, administrasi Kota Medan dipimpin oleh Walikota/ Wakil Walikota yang dipilih secara langsung. Kota Medan saat ini terdiri dari 21 Kecamatan dengan 151 Kelurahan, yang terbagi atas 2.001 lingkungan.

2. Demografi Kota Medan

2.1. Kondisi Demografis

Secara demografis Kota Medan memiliki ciri penting yaitu kemajemukan yang meliputi unsur agama, suku, etnis budaya dan adat istiadat. Hal ini telah mendorong terbangunnya karakter sebagian besar penduduk Kota Medan yang bersifat terbuka. Kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian semakin menurun. Berbagai faktor yang mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran tersebut adalah perubahan pola pikir masyarakat dan perubahan kemajuan secara sosial ekonomi. Disisi lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan yang semakin memadai juga mempengaruhi tingkat kematian.

Tabel 3.2. Jumlah, Laju Pertambahan dan Kepadatan Penduduk Kota Medan Tahun 2005 -2008

Indikator Tahun

2005 2006 2007 2008 a)

[1] [2] [3] [4] [5]

Jumlah Penduduk (jiwa) 2.036.185 2.067.288 2.083.156 2.102.105

Laju Pertumbuhan Penduduk (%) 1,50 1,53 0,77 0,91

Luas Wilayah (KM2) 265,10 265,10 265,10 265,10

Kepadatan Penduduk per-km2 7.681 7.798 7.858 7.929 Sumber : BPS Kota Medan

(24)

Berdasarkan Tabel 3.2 di atas diperoleh informasi bahwa ada peningkatan jumlah penduduk Kota Medan dari 2.036.185 jiwa pada tahun 2005 menjadi 2.067.288 jiwa pada tahun 2006, 2.083.156 jiwa pada tahun 2007 dan terus bertambah menjadi 2.102.105 jiwa pada tahun 2008. Laju pertumbuhan berkisar 1.5% pada tahun 2005 dan tahun 2006, 0,77% pada tahun 2007 dan 0,91% pada tahun 2008. Walaupun meningkat namun tidak terlalu mencolok, bahkan laju pertumbuhan penduduk cenderung menunjukkan trend penurunan sejak tahun 2008. Diketahui, faktor alami yang mempengaruhi peningkatan laju pertambahan penduduk adalah tingkat kelahiran, kematian, dan arus urbanisasi. Oleh karenanya, upaya-upaya pengendalian kelahiran melalui program Keluarga Berencana (KB) terus dipertahankan untuk menekan angka kelahiran.

Seiring bertambahnya jumlah penduduk, maka terjadi peningkatan kepadatan penduduk dari 7.681 jiwa/ km2 pada tahun 2005, 7.798 jiwa/ km2 pada tahun 2006, 7.858 jiwa/ km2 pada tahun 2007 dan pada tahun 2008 menjadi 7.929 jiwa/ km2. Tingkat kepadatan tersebut relatif tinggi, sehingga termasuk salah satu permasalahan yang harus diantisipasi. Apalagi dengan semakin menyempitnya luas lahan yang ada sehingga berpeluang terjadi ketidakseimbangan antara daya dukung dan daya tampung lingkungan yang ada. Kombinasi antara kepadatan,

commuters (penglaju), para pencari kerja dan peran Pemerintah Kota Medan sebagai pusat pelayanan regional menyebabkan tuntutan akan pelayanan dasar menjadi meningkat.

(25)

berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan pelayanan umum yang harus disediakan secara keseluruhan.

Faktor lain yang secara umum mempengaruhi semakin menurunnya angka pertumbuhan penduduk pada periode 2005-2008 adalah peningkatan derajat pendidikan masyarakat Kota Medan. Pada umumnya peningkatan derajat pendidikan masyarakat secara langsung meningkatkan rata-rata pendidikan generasi muda, yang merupakan calon orangtua yang memasuki kehidupan rumah tangga. Melalui tingkat pendidikan yang semakin memadai, apresiasi dan pandangan masyarakat terkait dengan upaya peningkatan kesejahteraan semakin meningkat. Adanya anggapan mengenai jumlah anggota keluarga yang tidak besar akan memudahkan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, karena beban ekonomi yang harus dipikul menjadi lebih ringan, mendorong Pasangan Usia Subur (PUS) cenderung mengikuti konsep Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Bahkan sebagian PUS baru memilih untuk menunda kelahiran dengan berbagai alasan ekonomi (bekerja) ataupun alasan sosial dan psikologis lainnya.

2.2. Komposisi Penduduk

Sebagai salah satu faktor penting dalam pembangunan, maka komposisi penduduk Kota Medan berpengaruh terhadap formulasi kebijakan pembangunan kota, baik menjadi subjek maupun objek pembangunan. Keterkaitan komposisi penduduk dengan upaya-upaya pembangunan kota yang dilaksanakan, didasarkan kepada kebutuhan pelayanan yang harus disediakan kepada masing-masing kelompok usia penduduk, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan bahkan pelayanan kesejahteraan sosial ekonomi lainnya.

(26)

dan sarana pelayanan kesehatan usia balita, prasarana dan sarana pendidikan anak usia dini baik secara kualitas maupun kuantitas.

Tabel 3. 3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kota Medan Tahun 2008a)

 

Golongan Umur

Laki-laki Perempuan Jumlah Jiwa Persen Jiwa Persen Jiwa Persen [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7]

0 – 4 84.810 8,16 91.367 8,60 176.177 8,38

5 – 9 92.185 8,87 95.124 8,95 187.309 8,91

10 –14 93.039 8,95 100.949 9,50 193.988 9,23

15 –19 111.233 10,70 101.109 9,52 212.342 10,10

20 – 24 117.217 11,27 122.707 11,55 239.924 11,41

25 – 29 100.014 9,62 104.256 9,81 204.270 9,72

30 – 34 84.210 8,10 71.636 6,74 155.846 7,41

35 – 39 74.973 7,21 87.525 8,24 162.498 7,73

40 – 44 76.490 7,36 77.476 7,29 153.966 7,32

45 – 49 57.116 5,49 51.494 4,85 108.610 5,17

50 – 54 47.039 4,52 52.619 4,95 99.658 4,74

55 – 59 35.710 3,43 38.265 3,60 73.975 3,52

60 – 64 26.999 2,60 23.025 2,17 50.024 2,38

65 + 38.672 3,72 44.846 4,22 83.518 3,97

Jumlah 1.039.707 100,00 1.062.398 100,00 2.102.105 100,00

Sumber : BPS Kota Medan

Keterangan : a) Angka sementara penduduk pertengahan tahun 2008

Pada kelompok usia anak-anak dan remaja, kebijakan dan program pembangunan kota yang ditempuh selama ini diarahkan pada peningkatan status gizi anak, pengendalian tingkat kenakalan anak dan remaja, peningkatan kualitas pendidikan dan lain-lain. Upaya ini terus dilakukan untuk mempersiapkan masa depan anak-anak dan remaja guna mendukung terbentuknya sumber daya manusia yang semakin berkualitas.

(27)

Kota Medan angka beban tanggungan berkisar 44, atau sekitar setiap 44 orang ditanggung oleh 100 orang produktif.

Jumlah penduduk Kota Medan saat ini diperkirakan 2,1 juta jiwa lebih, dan diproyeksikan mencapai 2,139 juta jiwa pada tahun 2010, ditambah beban arus penglaju akan menjadi beban pembangunan yang harus ditangani secara terpadu dan komprehensif. Di samping itu sangat diperlukan pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas dan pengarahan mobilitas penduduk yang sesuai dengan pertumbuhan ekonomi wilayah.

Berdasarkan jumlah, struktur, distribusi serta kondisi sosial ekonomi, beberapa masalah pokok kependudukan dapat disajikan sebagai berikut :

1. Kecenderungan adanya penurunan fluktuasi laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2006, tahun 2007 dan tahun 2008.

2. Kecenderungan peningkatan arus ulang alik ke Kota Medan yang berimplikasi kepada pemenuhan fasilitas sosial yang dibutuhkan.

3. Masalah kemiskinan, tenaga kerja dan permasalahan sosial lain yang dipengaruhi oleh iklim perekonomian nasional dan global.

4. Penyediaan pelayanan pendidikan, kesehatan dan pelayanan dasar lainnya termasuk sarana dan prasarana permukiman.

3. Kondisi Ekonomi

(28)

kegiatan-kegiatan teknis operasional dalam pembangunan kota pada masa yang akan datang.

Penyajian indikator makro kinerja pembangunan kota tersebut didasarkan juga atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 yang secara eksplisit mewajibkan pengelolaan anggaran mengacu kepada keberhasilan dan prestasi kinerja. Berdasarkan hal tersebut, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan kota, tidak hanya harus dapat memberikan argumentasi input yang digunakan, juga menguraikan output, outcome, benefit dan impact yang dihasilkan, sebagai tolok ukur kinerja dalam pembangunan kota.

Berdasarkan hal tersebut maka penyajian, indikator kinerja pembangunan kota tahun 2008 ini, diharapkan dapat memberikan gambaran secara makro berbagai hasil, manfaat dan dampak pembangunan kota yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Medan berserta seluruh stakeholder yang terlibat, baik unsur masyarakat, swasta, pers, kaum profesional dan komponen pembangunan kota lainnya selama tahun 2008.

 

3.1. I ndikator Makro Pembangunan Kota

I ndikator kinerja makro pembangunan kota yang digunakan dalam mengukur capaian pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan kota selama tahun 2008 dikelompokkan menjadi 2 (dua) bidang yaitu :

1. I ndikator Kinerja Makro pembangunan kota untuk bidang ekonomi

2. I ndikator Kinerja Makro pembagunan kota untuk bidang kesejahteraan rakyat

(29)

nilai tambah barang dan jasa akhir yang dihasilkan (nilai barang dan jasa akhir dikurangi biaya untuk menghasilkannya atau disebut biaya antara) oleh unit-unit produksi yang berada di wilayah Kota Medan, dalam jangka waktu satu tahun. Unit-unit produksi tersebut dikelompokkan ke dalam sembilan lapangan usaha, yaitu :

1. Pertanian, yang terdiri dari tanaman bahan makanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan;

2. Pertambangan dan penggalian; 3. I ndustri pengolahan;

4. Listrik, gas dan air bersih; 5. Konstruksi;

6. Perdagangan, hotel dan restoran/ rumah makan; 7. Transportasi dan komunikasi;

8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan

9. Jasa kemasyarakatan termasuk jasa pelayanan pemerintah dan jasa perorangan.

(30)

I nformasi turunan dari PDRB selain pertumbuhan ekonomi adalah PDRB perkapita dan struktur ekonomi. PDRB perkapita dihitung dengan cara membagi jumlah PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Angka PDRB perkapita memperlihatkan rata-rata pendapatan yang diterima oleh masing-masing penduduk, yang mengindikasikan gambaran tingkat kemakmuran penduduk.

Sedangkan struktur ekonomi menunjukkan pengelompokan PDRB menurut unit-unit produksi utama yaitu primer, sekunder dan tertier. I ndikator kinerja makro lain yang berkaitan dengan perekonomian adalah tingkat inflasi, ekspor dan impor. Melalui indikator ekonomi ini diperoleh gambaran keberhasilan atau hasil kinerja pembangunan kota, dalam mewujudkan kemajuan dan peningkatan kemakmuran masyarakat.

Selanjutnya indikator kinerja makro untuk bidang kesejahteraan rakyat mencakup indikator kinerja pembangunan Kota Medan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, yang ditinjau dari aspek kependudukan, kesehatan, pendidikan dan ketenagakerjaan. Beberapa pengertian indikator kinerja makro bidang kesejahteraan rakyat disajikan sebagai berikut :

Tabel 3. 4. I ndikator Kinerja Makro Bidang Ekonomi

Aspek

Indikator Kinerja Makro

Nama Indikator Keterangan Indikator

[1] [2] [3]

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB Kota Medan

Jumlah seluruh nilai tambah bruto yang ditimbulkan/dihasilkan oleh berbagai sektor/lapangan usaha yang melakukan usahanya di wilayah Medan.

Nilai Tambah Bruto (NTB)

Nilai produksi atau nilai output dari barang dan jasa yang dihasilkan dikurangi biaya antara yang digunakan dalam proses produksi. Komponen NTB terdiri dari : faktor pendapatan, penyusutan modal tetap dan pajak tak langsung netto.

PDRB atas dasar harga berlaku

(31)

Aspek

Indikator Kinerja Makro

Nama Indikator Keterangan Indikator

[1] [2] [3]

PDRB atas dasar harga konstan

Jumlah seluruh nilai tambah bruto yang dihasilkannya pada setiap tahun dengan penilaian berdasarkan suatu harga pada tahun tertentu (tahun dasar). Untuk saat ini digunakan tahun dasar 2000.

Distribusi PDRB menurut sektor/lapangan usaha

Perbandingan antara NTB suatu sektor terhadap total NTB, yang juga dapat menggambarkan struktur ekonomi atau peranan suatu sektor terhadap perekonomian wilayah.

Pertumbuhan Ekonomi Nilai yang menunjukkan pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan.

PDRB Perkapita Nilai PDRB dibagi dengan jumlah penduduk, yang menggambarkan nilai PDRB per jiwa

Inflasi Inflasi Gambaran kecenderungan umum tentang

perkembangan harga barang Ekspor-Impor Batasan tentang ekspor-impor Kota

Medan

Arus barang keluar dan masuk secara administratif melewati wilayah kepabeanan baik melalui Bandara Polonia maupun Pelabuhan Laut Belawan

Surplus perdagangan Selisih nilai ekspor dengan impor

Tabel 3.5. I ndikator Kinerja Bidang Makro Kesejahteraan Rakyat

Aspek

Indikator Kinerja Makro

Nama Indikator Keterangan Indikator

[1] [2] [3]

Kependudukan Pertumbuhan Penduduk

Menunjukkan perubahan secara persentase penduduk akhir tahun tertentu dibanding dengan tahun sebelumnya. Perhitungan ini biasanya dilakukan dengan metode eksponensial

Pendidikan

Angka Partisipasi Kasar (APK)

Menunjukkan perbandingan antara jumlah siswa pada level pendidikan tertentu dengan penduduk pada level pendidikan tertentu dikalikan 100 %.

Misal : APK SD-MI adalah banyaknya murid yang sekolah SD-MI dibagi jumlah penduduk usia sekolah 7-12 tahun dikalikan 100

Angka Partisipasi Murni (APM)

Menunjukkan perbandingan antara jumlah siswa pada level pendidikan tertentu yang berusia pada level sekolah tertentu dengan penduduk usia pada level pendidikan tertentu dikalikan 100 %. Misal : APM SD-MI adalah banyaknya murid yang sekolah SD-MI

dengan usia 7-12 tahun dibagi jumlah penduduk usia sekolah 7-12 tahun dikalikan 100 %

Angka Partisipasi Sekolah (APS)

Menunjukkan perbandingan antara jumlah penduduk usia level pendidikan tertentu yang masih sekolah dengan penduduk pada usia level pendidikan tertentu dikalikan 100 %.

Misal : APS 7-12 tahun adalah banyaknya penduduk usia 7-12 tahun yand masih sekolah dibagi jumlah penduduk usia sekolah 7-12 tahun dikalikan 100 %

Angka Melek Huruf Menunjukkan besarnya persentase penduduk 10 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis.

Ketenagakerjaan

Angkatan Kerja Penduduk berusia 15 tahun keatas yang bekerja atau mencari pekerjaan.

Bukan Angkatan Kerja

(32)

Aspek

Indikator Kinerja Makro

Nama Indikator Keterangan Indikator

[1] [2] [3]

Angkatan Kerja kerja) atau angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja (15 tahun keatas)

Tingkat Pengangguran Terbuka

Persentase penduduk yang mencari kerja terhadap angkatan kerja.

Kesehatan

Tingkat Kelahiran Bayi

Menunjukkan banyaknya bayi lahir hidup pada setiap 1.000 kelahiran

Tingkat Kematian Bayi

Menunjukkan banyaknya kematian bayi berumur dibawah satu tahun per 1.000 kelahiran hidup

Angka Harapan Hidup

Menunjukkan perkiraan rata-rata lama hidup yang dapat dicapai penduduk.

Indikator Pembangunan Manusia

Indeks Pengetahuan Indeks yang ditunjukkan dengan indikator berupa rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf penduduk berusia 15 tahun ke atas.

Indeks Kelangsungan Hidup

Indeks yang dinyatakan dengan indikator berupa angka harapan hidup

Indeks Daya Beli Indeks yang dinyatakan dengan indikator berupa rata-rata penge-luaran perkapita yang telah disesuaikan.

3.2. I ndikator Ekonomi Makro

Kegiatan ekonomi daerah sangat terkait dengan kemampuan setiap orang atau siapapun untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kesejahteraannya, baik kemampuan untuk berproduksi maupun mengkonsumsi berbagai barang dan jasa yang dibutuhkan. Mengingat keterkaitan yang begitu tinggi antara kemajuan, kemakmuran dan kesejahteraan baik kemampuan untuk berproduksi atau mengkonsumsi berbagai barang dan jasa yang dibutuhkan, maka aspek ekonomi secara umum dijadikan salah satu ukuran penting untuk menilai kemajuan, kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

(33)

(PDRB), PDRB Perkapita, pertumbuhan ekonomi, inflasi dan ekspor-impor, dan lain lain.

Sebagai ukuran makro yang sangat luas dimanfaatkan dalam analisis ekonomi pembangunan, evaluasi dengan menggunakan indikator ekonomi ini sekaligus sangat membantu untuk mengamati apakah kebijakan-kebijakan pembangunan kota dalam bidang ekonomi yang selama ini diterapkan telah sesuai atau belum, efektif atau tidak, ketika disepadankan dengan rencana-rencana ekonomi yang telah ditetapkan, sehingga menggambarkan kemajuan dan peningkatan kemakmuran masyarakat sebagaimana diharapkan.

3.2.1. Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB) Atas Harga Berlaku

Selama periode 2005-2008, perkembangan perekonomian Kota Medan, cenderung tumbuh secara positip ditandai oleh peningkatan PDRB atas harga berlaku masing-masing Rp 42,79 triliun tahun 2005, Rp 48,85 triliun tahun 2006, Rp 55,46 triliun tahun 2007 dan Rp 64,42 triliun tahun 2008, atau meningkat rata-rata sebesar 14,62% / tahun. Bila diamati lebih jauh, peningkatan PDRB (ADHB) tahun 2008 merupakan yang tertinggi dalam 3 tahun terakhir, yaitu mencapai 16,16% .

Tabel 3.6. Produk Domestik Regional Bruto Kota Medan Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005 – 2008 (milyar Rp.)

Sektor/Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 a) [1] [2] [3] [4] [5]

1. Pertanian 1.306,92 1.427,43 1.580,64 1.864,27

2. Pertambangan dan Penggalian 2,60 3,28 3,09 2,89

3. Industri Pengolahan 7.094,92 7.960,60 9.029,33 10.253,01

4. Listrik, Gas dan Air 917,53 1.102,66 1.040,73 1.204,40

5. Konstruksi 3.502,80 4.795,79 5.420,08 6.195,96

(34)

Sektor/Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 a) [1] [2] [3] [4] [5]

7. Transportasi dan Telekomunikasi 7.979,78 9.164,62 10.548,09 14.284,59

8. Keuangan dan Jasa Perusahaan 6.063,88 6.550,50 7.833,88 8.899,82

9. Jasa-jasa 4.652,21 5.152,23 5.893,30 6.630,65

PDRB 42.792,45 48.849,95 55.455,58 64.421,79 Sumber : BPS Kota Medan

Keterangan : a) Angka Sementara

Berdasarkan Tabel 3.6 diketahui bahwa selama tahun 2008, kondisi perekonomian daerah mengalami peningkatan pada berbagai sektor/ lapangan usaha. Kontribusi terbesar diperoleh dari subsektor transportasi dan telekomunikasi (35,2% ), disusul subsektor I ndustri pengolahan (13,3% ), subsektor Keuangan dan jasa perusahaan (12.8% ). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perekonomian Kota Medan digerakkan oleh seluruh kelompok sektor yaitu primer, sekunder dan tersier secara simultan.

3.2.2. Struktur Ekonomi

Pembangunan ekonomi daerah dalam periode jangka panjang (mengikuti pertumbuhan PDRB), membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor non primer, khususnya industri pengolahan dengan increasing return to scale

(35)

Tabel 3. 7. Struktur PDRB menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2008

Sektor/Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 a) [1] [2] [3] [4] [5]

I. Primer 3,06 2,93 2,86 2,90

Pertanian 3,05 2,92 2,85 3,82

Pertambangan dan

Penggalian 0,01 0,01 0,01 0,01 II. Sekunder 26,91 28,37 27,93 27,40 Industri Pengolahan 16,58 16,30 16,28 20,99

Listrik, Gas dan Air 2,14 2,26 1,88 2,47

Konstruksi 8,19 9,82 9,77 12,68

III. Tersier 70,03 68,70 69,21 69,70 Perdagangan, Hotel dan

Restoran 26,34 25,98 25,44 30,88 Transportasi dan

Telekomunikasi 18,65 18,76 19,02 29,24 Keuangan dan Jasa

Perusahaan 14,17 13,41 14,13 18,22 Jasa-jasa 10,87 10,55 10,63 13,57 PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS Kota Medan

Keterangan : a) Angka Sementara

Berdasarkan perbandingan peranan dan kontribusi antar lapangan usaha terhadap PDRB pada kondisi harga berlaku tahun 2005-2008 menunjukkan, lapangan usaha utama seperti lapangan usaha perdagangan/ hotel/ restoran, lapangan usaha transportasi/ telekomunikasi serta lapangan usaha industri pengolahan, cenderung dominan dalam perekonomian Kota Medan.

Kontribusi masing-masing sektor terhadap PDRB sebagaimana ditampilkan pada Tabel 3.7 menunjukkan bahwa kontribusi tertinggi disumbangkan oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu 30,88% . Kemudian diikuti oleh sektor transportasi dan telekomunikasi sebesar 29,24% , sektor industri pengolahan sebesar 20,99% dan sektor keuangan dan jasa perusahaan sebesar 18,22% .

(36)

karena itu, yang diperlukan pada masa yang akan datang adalah peningkatan kualitas struktur perekonomian daerah yang ada sehingga secara masif maupun akif menciptakan produktifitas nilai tambah dan penciptaan lapangan kerja yang lebih merata di masing-masing sektor.

3.2.3. Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB) Atas Dasar Harga Konstan

Berdasarkan perkembangan PDRB atas dasar harga konstan 2000, selama periode 2005-2008 juga terjadi peningkatan, yang menggambarkan kondisi tetap tumbuhnya sektor-sektor produksi, ekonomi daerah secara riil.

Peningkatan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2006 ke tahun 2007 sekitar 7,78% dan 6,71% pada tahun 2007 ke tahun 2008. Peningkatan PDRB atas dasar harga konstan 2000 tahun 2007 dan 2008 terjadi pada hampir semua sektor kecuali sektor penggalian dan pertambangan. Adanya peningkatan PDRB (ADHK) ini diharapkan dapat menggambarkan peningkatan income perkapita dan daya beli masyarakat secara riil, sehingga secara kualitas menggambarkan juga peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Tabel 3. 8. Produk Domestik Regional Bruto Kota Medan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2005 – 2008 (milyar Rp.)

Sektor/Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 a) [1] [2] [3] [4] [5]

1. Pertanian 670,58 673,09 707,71 727,81

2. Pertambangan dan

Penggalian 0,78 0,73 0,66 0,57 3. Industri Pengolahan 3.842,15 4.095,43 4.344,56 4.438,71

4. Listrik, Gas dan Air 413,36 435,64 423,39 466,68

5. Konstruksi 2.712,63 3.011,37 3.205,06 3.424,17

6. Perdagangan, Hotel dan

Restoran 6.850,44 7.271,81 7.703,59 7.831,99 7. Transportasi dan

Telekomunikasi 4.637,20 5.255,76 5.813,39 6.992,84 8. Keuangan dan Jasa

Perusahaan 3.507,54 3.685,67 4.158,05 4.280,57 9. Jasa-jasa 2.637,69 2.804,95 2.996,51 3.159,53

PDRB 25.272,36 27.234,45 29.352,92 31.322,87 Sumber : BPS Kota Medan

(37)

3.2.4. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi daerah. Karena jumlah penduduk bertambah terus dan berarti kebutuhan ekonomi juga terus bertambah, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap waktu. Hal ini dapat diperoleh melalui peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau sering disebut PDRB atas dasar harga konstan setiap tahun. Jadi dalam pengertian ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDRB atas dasar harga konstan.

Berdasarkan peningkatan PDRB atas dasar harga konstan 2000, pertumbuhan ekonomi Kota Medan selama periode 2005-2008 meningkat rata-rata 7,30% per tahun. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai, selain relatif tinggi juga menunjukkan pertumbuhan yang cukup stabil, terutama secara distributif.

Tabel 3.9. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan Tahun 2005-2008

Sektor/Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 a) [1] [2] [3] [4] [5]

1. Pertanian 1,30 0,37 5,14 2,84

2. Pertambangan dan Penggalian 0,88 (6,05) (10,20) (13,49)

3. Industri Pengolahan 3,14 6,59 6,08 2,17

4. Listrik, Gas dan Air 2,27 5,39 (2,81) 10,22

5. Konstruksi 7,52 11,01 6,43 6,84

6. Perdagangan, Hotel dan

Restoran 10,45 6,15 5,94 1,67 7. Transportasi dan

Telekomunikasi 7,62 13,34 10,61 20,29 8. Keuangan dan Jasa

Perusahaan 4,89 5,08 12,82 2,95 9. Jasa-jasa 7,54 6,34 6,83 5,44

PDRB 6,98 7,76 7,78 6,71 Sumber : BPS Kota Medan

Keterangan : a) Angka Sementara

(38)

pada tahun 2008. Hal ini dimaklumi karena adanya fenomena kenaikan harga barang dan jasa serta pengaruh dari krisis global.

Berdasarkan Tabel 3.9 diketahui bahwa laju pertumbuhan ekonomi tahun 2008 sebesar 6,71% sedikit lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi tahun 2007. Lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan tertinggi untuk tahun 2008 adalah sektor transportasi dan komunikasi sebesar 20,29% , sedangkan pertumbuhan secara negatif terjadi pada subsektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 13,49% .

3.2.5. PDRB Perkapita

PDRB perkapita merupakan indikator ekonomi makro penting lainnya yang menggambarkan tingkat kemakmuran penduduk Kota Medan, secara rata-rata sebagai akibat adanya proses pembangunan kota yang dilakukan. Walaupun PDRB perkapita tidak dapat dijadikan dasar untuk melihat sepenuhnya kesejahteraan masyarakat suatu daerah, tetapi minimal dapat dijadikan indikator yang sangat sederhana untuk melihat apakah perubahan perekonomian daerah dapat mengimbangi perubahan penduduk.

Tabel 3.10. PDRB Perkapita Kota Medan Menurut Harga Berlaku dan Konstan 2000 Tahun 2005-2008

PDRB 2005 2006 2007 2008 a) [1] [2] [3] [4] [5]

PDRD Perkapita adh Berlaku (Juta Rp.) 21,02 23,63 26,62 30,65

Perubahan (%) 13,14 13,14 12,66 15,12

PDRD Perkapita adh Konstan 2000 (Juta Rp.) 13,14 13,17 14,09 14,90

Perubahan (%) 6,61 6,61 6,96 5,75 Sumber : BPS Kota Medan

Keterangan : a) Angka Sementara

(39)

ekonomi daerah. Hal tersebut menunjukkan bahwa proporsi pertambahan jumlah penduduk Kota Medan masih lebih tinggi dibandingkan proporsi pertambahan PDRB atas dasar harga konstan.

PDRB perkapita Kota Medan selama tahun 2005-2008 atas dasar harga berlaku mengalami peningkatan rata-rata sekitar 13% / tahun yakni dari Rp 21,02 juta pada tahun 2005 perkapita/ tahun menjadi Rp 30,65 juta perkapita/ tahun pada tahun 2008.

3.2.6. I nflasi

Perkembangan inflasi di Kota Medan selama periode tahun 2005-2008 sebagaimana tahun-tahun sebelumnya juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi, mekanisme pasar dan kebijakan Pemerintah Pusat. Selama periode tahun 2008, tingkat inflasi mencapai sebesar 10,63% , inflasi Kota Medan ini cenderung lebih tinggi dari inflasi selama tahun 2007 sebesar 6,42% . Sedangkan menurut komoditi, yang mempengaruhi inflasi tahun 2008 cenderung didominasi oleh bahan makanan dan pendidikan, rekreasi dan olahraga.

Upaya mencapai tingkat inflasi yang terkendali tidak terlepas dari upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah Kota, dunia usaha dan masyarakat, untuk menjamin keseimbangan sisi permintaan dan penawaran, sehingga permintaan total tidak jauh melebihi penawaran total. Kondisi perekonomian global yang tidak stabil secara tidak langsung juga menekan perekonomian Kota Medan dengan ditandai adanya kenaikan angka inflasi dari tahun 2006 sampai tahun 2008.

Tabel 3.11. Laju I nflasi Kota Medan Menurut Komoditi Tahun 2005-2008

Komoditi 2005 2006 2007 2008 a) [1] [2] [3] [4] [5] 1. Bahan Makanan 23,80 4,58 11,32 12,57

2. Makanan Jadi, Minuman/ Rokok dan

(40)

Komoditi 2005 2006 2007 2008 a) [1] [2] [3] [4] [5] 3. Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan

Bakar 17,11 10,50 3,67 3,27 4. Sandang 8,72 8,80 14,98 9,85

5. Kesehatan 4,88 8,22 0,04 0,04

6. Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 3,52 8,02 12,19 12,22

7. Transportasi dan Komunikasi 62,21 1,21 1,87 1,86

UMUM 22,91 5,97 6,42 10,63

Sumber : BPS Kota Medan Keterangan : a) Angka Sementara

Untuk memonitor dan mengendalikan angka inflasi tersebut, Pemerintah Kota Medan melalui BPS secara berkala (bulanan) membuat laporan perubahan indeks harga konsumen, melalui pengamatan terhadap harga-harga umum, sehingga jika terjadi gejolak harga dapat diantisipasi secara dini. Untuk itu juga, dilakukan koordinasi secara intensif dengan instansi terkait sehingga program-program yang sifatnya antisipatif dapat dilakukan oleh masing-masing pihak.

3.2.7. Ekspor dan I mpor

(41)

Medan yang melalui Pelabuhan Laut Belawan dan Bandara Polonia selama empat tahun terakhir, 2005-2008 menunjukkan kondisi yang meningkat, dengan nilai ekspor 3,86 milyar USD dolar pada tahun 2005, meningkat menjadi 4,52 milyar USD pada tahun 2006, 5,50 milyar USD tahun 2007 dan pada tahun 2008 menjadi 7,43 milyar USD, atau tumbuh rata-rata sebesar 23.12% / tahun. Kinerja ekspor ini diharapkan tidak hanya merupakan indikasi semakin bergairahnya perekonomian kota, tetapi juga akan dapat mendorong peningkatan produksi produk-produk lain yang berorientasi ekspor.

Tabel 3.12. Nilai Ekspor dan I mpor Melalui Wilayah Kota Medan Tahun 2005-2008

PDRB 2005 2006 2007 2008 a)

[1] [2] [3] [4] [5]

1. Ekspor (Nilai fob, Miliyar USD) 3,86 4,52 5,50 7,43

2. Impor (Nilai cif, Miliyar USD) 1,00 1,17 1,50 3,06

3. Surplus Perdagangan (Miliyar USD) 2,86 3,35 4,10 4,37 Sumber : BPS Kota Medan

Keterangan : a) Angka Sementara

(42)

3,35 milyar USD, pada tahun 2007 naik menjadi 4,10 milyar USD, dan pada tahun 2008 sebesar 4,37 milyar USD.

3.2.8. I nvestasi

I nvestasi mempunyai arti secara luas dalam kegiatan perekonomian daerah, dan seringkali dikaitkan dengan kegiatan untuk menanamkan uang/ modal dengan mengharapkan suatu keuntungan secara ekonomi/ finansial sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas produksi di masa yang akan datang. I nvestasi merupakan salah satu unsur penggerak pertumbuhan ekonomi daerah, selain pertumbuhan dan perkembangan dari faktor-faktor produksi yang lain. Untuk itu, investasi yang dimaksud disini adalah dalam pengertian penambahan/ pembentukan barang modal tetap dan perubahan stok, baik berupa barang jadi maupun barang setengah jadi.

Kota Medan yang mempunyai letak geografis, potensi demografis yang cukup strategis dan didukung dengan kebijakan yang bersahabat dengan pasar, mendorong terbentuknya iklim dan lingkungan berinvestasi yang semakin kondusif. Beberapa hal yang cukup berpengaruh terhadap peningkatan investasi adalah persepsi terhadap kondisi keamanan dan ketertiban umum yang relatif kondusif.

(43)

Tabel 3.13. Perkiraan Nilai I nvestasi Menurut Lapangan Usaha di Kota Medan Tahun 2005 – 2008 (milyar Rp.)

Sektor/Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 a) [1] [2] [3] [4] [5]

1. Pertanian 161,49 60,57 63,77 67,50

2. Pertambangan dan Penggalian 3,04 0,52 0,56 0,55

3. Industri Pengolahan 1.652,18 1.610,71 1.826,63 1.894,97

4. Listrik, Gas dan Air 643,01 476,77 534,66 549,11

5. Konstruksi 1.905,68 1.232,66 1.374,07 1.403,52

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 2.558,45 1.823,85 2.007,57 2.026,71

7. Transportasi dan Telekomunikasi 1.840,56 1.760,05 1.927,55 1.930,75

8. Keuangan dan Jasa Perusahaan 636,11 692,67 771,33 747,95

9. Jasa-jasa 466,78 519,82 583,57 660,76

Jumlah 9.867,31 8.177,63 9.089,71 9.281,81 Sumber : Diolah dari berbagai sumber

Keterangan : a) Angka Sementara

Rata-rata perkembangan investasi pada tahun 2007-2008 di Kota Medan secara total sebesar 6,63% . Perkembangan tertinggi pada sektor jasa sebesar 12,7% dan terendah pada sektor penggalian sebesar 2,3% .

Tabel 3.14. Statistik Makro Ekonomi Kota Medan Tahun 2005-2008

INDIKATOR TAHUN

2005 2006 2007 2008 a) [1] [2] [3] [4] [5]

1. PDRB ADHB (milyar Rp) 42.792,45 48.849,95 55.455,58 64.421,79

2. PDRB ADHK 2000 (milyar Rp) 25.272,36 27.234,45 29.352,92 31.322,87

3. PDRB ADHB Perkapita (Juta Rp) 21,02 23,63 26,62 30,65

4. PDRB ADHK 2000 Perkapita (Juta Rp) 12,41 13,17 14,09 14,90

5. Pertumbuhan Ekonomi (%) 6,98 7,76 7,78 6,71

6. Inflasi (%) 22,91 5,97 6,42 10,63

7. Ekspor (fob, milyar USD) 3,86 4,52 5,50 7,43

8. Impor (cif, milyar USD)) 1,00 1,17 1,50 3,06

9. Surplus Perdagangan (milyar USD) 2,86 3,35 4,10 4,37 Sumber : BPS Kota Medan

(44)

BAB I V

TI NJAUAN TEORI TI S

1. Defenisi dan Berbagai Konsep Pasar

Menurut Penny (1990), pasar merupakan tempat para penjual dan pembeli bertemu untuk berdagang barang dan jasa. Saat ini pasar berkembang jauh lebih luas dan lebih penting sebagai penentu bagi produksi dan distribusi. Operasi dan pertukaran pasar dipengaruhi oleh jalannya prinsip resiprositas (timbal-balik) dan prinsip redistribusi. Bentuk pasar cenderung terus memainkan peranan sosial yang penting, meskipun mengandung kelemahan-kelemahan sebagai suatu lembaga dan banyak kekurangan kebijaksanaan sosial yang didasarkan pada teori pasar, pasar akan tetap ada. Pasar harus terus diperbaiki untuk melayani keperluan manusia dan untuk menjamin agar interaksi antara pasar dan lembaga sosial lainnya menuju kebaikan bersama. Kajian pasar tidak akan lengkap tanpa memperhatikan konteks lembaga-lembaga lain yang relevan.

Terbentukya pasar karena adanya kebutuhan manusia terhadap barang dan jasa yang berbeda-beda, karena itu untuk memuaskannya kebutuhan tersebut kemudian manusia melakukan transaksi keluar dari daerah pemukimannya. Pendapat lain mengatakan bahwa pasar terjadi karena adanya surplus produksi. Sebagian barang dikonsumsi dan selebihnya dijual. Semakin tinggi tingkat teknologi suatu masyarakat maka akan semakin besar peran pasar dalam kehidupan masyarakatnya. (Sjahrir, 1999).

(45)

sesuatu untuk dijual di pasar atau jual beli dilakukan di pasar sesekali. Bentuk ini banyak ditemukan pada masyarakat agraris. Sedangkan pada masyarakat yang dikuasai pasar mempunyai pasar dan tempat pasar. Prinsip-prinsip pasar berupa jual beli barang menurut kekuatan permintaan dan penawaran yang menentukan semua keputusan penting dalam produksi, distribusi, dan pertukaran.

Pada masyarakat prakapitalis, produsen biasanya berfungsi sebagai pedagang yang menjual produknya sekaligus. Harga biasanya ditetapkan dengan cara tawar-menawar sampai diperoleh kesepakatan. Pada masyarakat kapitalisme modern harga barang dan jasa ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran yang abstrak.

Polanyi membedakan tiga mode ekonomi, tiga cara kelembagaan pasar mengorganisasi produksi dan distribusi: (1) cara timbal balik (resiprocity mode) (2) cara redistributif (3) pertukaran pasar (market exchange). Pada cara resiprositas, hubungan kekerabatan memerankan peran penting. Siapa yang memproduksi, dengan cara apa, berapa jumlah, dan bagaimana hasil akhir dibagikan. Cara redistributif menekankan adanya lembaga kunci berupa pimpinan kelompok atau politik. Transaksi ekonomi dilakukan dengan menaikkan pajak dan menggunakannya utuk pengeluaran pemerintah. Pertukaran pasar merupakan cara paling baru dalam sejarah pertukaran yang berkembang dari pertukaran antar suku sampai pertukaran antar negara. (Penny, 1990)

(46)

Para ekonom Barat beranggapan bahwa sistem ekonomi pasar telah berhasil menghilangkan bayangan bencana kelaparan. Sistem pasar bebas menjamin pertumbuhan ekonomi yang terus menerus sehingga melebihi keperluan untuk kebutuhan dasar termasuk pangan. Para ahli teori pasar tetap melihat operasi pasar bebas sebagai jalan menuju kemakmuran.

Mereka tidak melihat adanya kelaparan massal yang dapat terjadi dalam perekonomian pasar. Akan tetapi kenyataannya bencana kelaparan terjadi dalam perekonomian dengan pertukaran lewat pasar. Bencana kelaparan besar yang terjadi di I rlandia pada tahun 1840 merupakan contoh bencana yang disebabkan sistem pasar di negara barat.

Situasi persaingan pasar, dengan peran tangan tersembunyi diperkirakan telah menciptakan mekanisme untuk mempertemukan kepentingan-kepentingan individu dengan kepentingan-kepentingan masyarakat. Masyarakat harus memberikan peluang untuk timbulnya pasar, tetapi tidak perlu mencampurinya. Jika transaksi selesai dilakukan maka harga-harga yang ada itu mencerminkan cara dan persyaratan yang diterima oleh kedua belah pihak.

Pandangan neoklasik melihat pasar sebagai bentuk persaingan sempurna tanpa ada campur tangan dari kekuasaan. Campur tangan kekuasaan itu harus dihilangkan. Tetapi kenyataan di kenyataan di lapangan terjadi banyak distorsi-distorsi. Etzioni (1992) melihat adanya aktor-aktor ekonomi yang berusaha menggunakan kekuasaannya secara langsung di pasar dan secara tidak langsung dengan mempengaruhi campur tangan pemerintah di pasar. Manipulasi pemerintah oleh aktor-aktor ekonomi tampak pada monopoli, oligopoli yang dipengaruhi politik. Oleh karena itu untuk memahami transaksi di dalam ekonomi harus dipahami struktur hubungan kekuasaan di antara para partisipan pasar.

(47)

permasalahan sosial yang seharusnya menjadi bahan pertimbangan. Dalam konsep neoklasik, aktor ekonomi adalah individu.

Proses ekonomi merupakan tingkah laku produksi dan konsumsi individu sebagai tanggapan terhadap perubahan-perubahan kekuatan pasar yang dicerminkan oleh tingkat harga. Dia memberikan alternatif pendekatan baru kepada kesejahteraan ekonomi dengan menggunakan prinsip ekonomi Polanyi. Prinsip ini lebih lengkap, lebih realistis dan bernilai. Masing-masing individu berbeda keadaannya dan kemampuannya. Dalam masyarakat modern tindakan ekonomi individu ditentukan oleh pertimbangan yang bermacam-macam. Anggota keluarga, dan kelompok lain dengan prinsip timbal balik yang kuat, masih tunduk pada pemerintah, redistribusi pemerintah, memperoleh manfaat dari pelayanan pemerintah, dan semua orang masih ikut serta dalam kegiatan pasar sebagai pembeli dan penjual. Dengan melihat komponen hidup ekonomi demikian memberikan kerangka sosial untuk memahami dan menilai manfaat kegiatan ekonomi.

I ntervensi pasar tidak selalu merugikan masyarakat. Rustiani (1994) mengungkap pengaruh pasar terhadap kehidupan petani sayur di Desa Pasir Halang, Bandung. Pengaruh pasar ekspor (sistem agribisnis) berdampak pada perubahan dalam kelembagaan yang berkaitan dengan penguasaan lahan dan struktur ketenagakerjaan. Ketika muncul pasar ekspor petani tidak lagi menyerahkan lahannya, tetapi menggarap lahannya sendiri melalui sistem bagi hasil. Dengan adanya pasar yang jelas petani bisa melakukan estimasi terhadap hasil produksi. Meskipun untuk memenuhi kebutuhan pasar, petani harus mengikuti proses produksi untuk menghasilkan produk yang standar. Dampak lain dari pasar ekspor ini adalah masuknya tenaga perempuan yang menangani kegiatan pascapanen seperti pengepakan sayur-mayur untuk ekspor.

2. Pemaknaan tentang Pasar

(48)

bersumber dari pemaknaan tentang konsep pasar sebagai tempat berlangsungnya transaksi ekonomi. Konsep tentang pasar dapat dipahami dari berbagai perspektif, seperti perspektif ekonomi, sosial, budaya, bahkan politik. Dalam perspektif ekonomi, konsep tentang pasar (dalam pengertian luas, sebagai tempat bertemunya permintaan dan penawaran) terbentuk sebagai salah satu implikasi dari proses perubahan masyarakat menuju masyarakat kapitalis. Boeke (1910) merupakan salah satu ahli ekonomi yang mencoba menerangkan fenomena terbentuknya pasar dalam kerangka pertumbuhan ekonomi dalam masyarakat prakapitalistik dengan masyarakat kapitalistik.

Menurutnya, perbedaan yang paling mendasar antara masyarakat prakapitalistik dengan masyarakat kapitalistik terletak dalam hal orientasi kegiatan ekonominya. Masyarakat dalam tingkatan prakapitalistik berupaya untuk mempertahankan tingkat pendapatan yang diperolehnya, sedangkan masyarakat dalam tingkatan kapitalistik tinggi berupaya untuk mendapatkan laba maksimum (Boeke, 1953).

Perbedaan orientasi ekonomi tersebut melahirkan nilai-nilai sosial dan budaya yang membentuk pemahaman terhadap keberadaan pasar dalam kedua kategori masyarakat tersebut. Dalam masyarakat kapitalistik, individu secara otonom menentukan keputusan bebas. Dalam masyarakat seperti itu, pasar merupakan kolektivitas keputusan bebas antara produsen dan konsumen (Sastradipoera, 2006: 101). Jika keputusan produsen ditentukan oleh biaya alternatif, harapan laba, dan harapan harga pasar, maka keputusan konsumen ditentukan oleh daya beli, pendapatan minus tabungan, harga dan harapan harga komoditas, serta faktor individual (minat, kebutuhan, dll).

(49)

Nilai kolektivitas menjadi pembeda dalam pemahaman tentang konsepsi pasar di kalangan masyarakat prakapitalistik dan masyarakat kapitalistik. Bagi masyarakat prakapitalistik yang ciri-cirinya tampak dalam kelompok masyarakat yang masih berpatokan pada kolektivitas, kegiatan ekonomi yang berlangsung di pasar (dalam arti tempat bertemunya penjual dan pembeli) masih sangat diwarnai oleh nuansa kultural yang menekankan pentingnya tatap muka, hubungan personal antara penjual dan pembeli (yang ditandai oleh loyalitas ‘langganan’), serta kedekatan hubungan sosial (yang ditandai konsep ‘tawar-menawar harga’ dalam membeli barang atau konsep ‘berhutang’). Karakteristik semacam ini pada kenyataannya tidak hanya ditemukan dalam masyarakat perdesaan sebagaimana ditesiskan Boeke, tapi juga dalam masyarakat perkotaan, yang bermukim di kota-kota besar di I ndonesia. Kondisi semacam inilah yang kemudian memunculkan dualisme sosial, yang tampak dalam bentuk pertentangan antara sistem sosial yang berasal dari luar masyarakat dengan sistem sosial pribumi yang hidup dan bertahan di wilayah yang sama.

3. Pasar Tradisional

Kebanyakan studi antropologi tentang pasar berangkat dari pemahaman wujud pasar dalam masyarakat primitif dan petani. Dalam studi yang telah banyak dilakukan, pasar dan transformasi sosial sebagai dua sisi dari satu mata uang yang sama. Aspek-aspek yang dikaji antara lain perubahan makna dan struktur pasar yang direfleksikan dari pemahaman struktur sosial lokal yang berubah sampai menjadi bagian dari jaringan tukar menukar dan sistem pasar yang lebih luas atau besar. Pemahaman tentang pasar dapat diartikan sejalan dengan pemahaman sistem ekonomi dan sistem sosial tertentu. Untuk mengetahui pasar tradisional beberapa unsur yang perlu dipahami adalah sebagai berikut (Effendi, 2005):

ƒ Terminologi.

(50)

ƒ Pola operasional.

ƒ Jaringan sosial dan perdagangan. ƒ Ekonomi rumah tangga.

ƒ Perkembangan.

1. Pasar dalam setiap masyarakat dikenali dan diistilahkan berbeda-beda sesuai dengan sistem pengetahuan masyarakat yang bersangkutan. Orang Jawa menyebut dengan peken atau pasar, orang Minangkabau menyebutnya dengan pasar, pasa atau balai, dan sebagainya. Sementara di beberapa daerah lain di I ndonesia seperti Maluku dan Manado, disebut dengan istilah pasar. Terminologi pasar dapat dipakai untuk lebih jauh memahami tingkat kognisi masyarakat tentang pranata pasar dan perubahan sosial.

2. Deskripsi fisik dan kategorisasi pasar pada setiap masyarakat berbeda satu dengan lainnya. Pasar tradisional biasanya mengacu kepada tempat atau lokasi tertentu, misalnya di Sumatera Barat, pasar berada diatas tanah ulayat kaum atau nagari, Jambi pasar berada di tanah lapang atau tempat-tempat terbuka lainnya. Selain itu, pasar tradisional memiliki ciri-ciri fisik seperti terdapat los, tenda payung, bangunan tidak permanen dan cenderung lokasinya berpindah-pindah. Dari sisi suasana, pasar bersifat terbuka, hiruk pikuk, tidak teratur dan colorful. Pasar memiliki kategorisasi yang menandai besar kecil, atau sistem kepemilikan, misalnya Pasar A di Minangkabau dikategorikan sebagai pasar milik satu nagari, Pasar B adalah pasar milik beberapa nagari dan Pasar C milik Pemda atau konfederasi nagari. Mekanisme transaksi pasar adalah tawar menawar (bargaining) atau cash and carry. Pasar tradisional tidak semata diasumsikan sebagai tempat berdagang, tetapi juga terutama sebagai arena sosial dimana banyak individu membangun hubungan hubungan sosial. Pasar sebagai state of affairs.

(51)

Pasar tradisional menampung para pelaku ekonomi dan pola sosial yang majemuk. Untuk memahami format sosial dalam pasar konsekuensinya adalah mempertimbangkan berbagai posisi sosial dari aktor yang terlibat di dalam pasar. Pada umumnya dalam pasar tradisional akan terdapat beberapa jenis pelaku pasar seperti:

ƒ Petani dan masyarakat desa ƒ Makelar atau toke

ƒ Pedagang antar pasar ƒ Pelayan kios.

ƒ Penyedia jasa.

ƒ Pengatur transportasi lokal ƒ Aparat keamanan

ƒ Pengusaha lokal kelas menengah dan kecil ƒ Pengelola pasar

ƒ Komisi pasar

4. Pelaksanaan aktivitas pasar tradisional biasanya berdasarkan kepada jadwal hari dan tempat. Pasar umumnya berlangsung seminggu sekali dan pada tempat yang berbeda-beda (pasar berpindah-pindah). Pola operasional tersebut dikenal dengan istilah rotating market, atau periodical market, atau weekly market atau market circulation. Dasar pemikiran dari belangsungnya operasional pasar yang berbeda hari dan tempat adalah karena tindakan para aktor pasar dibatasi oleh unsur-unsur identitas, kepentingan dan kapasitas mereka untuk terlibat dalam pasar (Friedland dan Roibertson, 1990). Unsur-unsur tersebut akhirnya mempengaruhi batas, bentuk dan performance dari pasar.

(52)

Jaringan pemasaran berlangsung antara pelaku pasar di pasar lokal, dengan pelaku pasar di kota, dan dengan distributor di pasar lokal dan kota. Fungsi jaringan sosial dan perdagangan dalam konteks pasar tradisional adalah untuk penyediaan yang berkelanjutan akan barang dagangan, mengurangi kompetisi dagang dan memelihara keuntungan usaha.

6. Keberadaan pasar tradisional akan mempengaruhi orientasi ekonomi rumah tangga dari masyarakat yang berada d

Gambar

Gambar 2.1.  Alur Berfikir Penyusunan Model Manajemen Pengelolaan Pasar Induk Kota Medan
Tabel 3.1. Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan
Tabel 3. 3.  Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kota Medan  Tahun 2008a)
Tabel 3. 4. Indikator Kinerja Makro Bidang Ekonomi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan memperhatikan dari dua pendapat di atas yang memberikan pengertian tentang pasar, kalau kita pegang dua pendapat ini maka dapatlah kita katakan bahwa pasar tidak lain

Dari hasil analisis shift-share secara agregat terjadi pertambahan tingkat output ekonomi selama tahun 2003 – 2012 dan sebesar 83,15 persen disebabkan oleh efek

Pasar faktor adalah interaksi antara para pengusaha (pembeli faktor-faktor produksi) dengan para pemilik faktor produksi untuk menentukan harga (pendapatan) dan jumlah

Potensi ekonomi sampah pasar UPTD Pasar Kota Bandar Lampung didapatkan dari variabel jumlah timbulan sampah, variabel jenis dan komposisi sampah dan variabel harga

Faktor-faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Harga Jual Jeruk Medan di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta Timur.. No/Nama Responden :

Pemungutan Pajak Daerah yang saat ini berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 mengatur pengertian tentang Pajak Daerah, yang disebut dengan Pajak

PDRB atas dasar harga konstan merupakan semua produksi barang dan jasa yang dihasilkan dan dinilai dengan harga pada tahun tertentu yang dipilih sebagai tahun dasar untuk

Berdasarkan kesimpulan diatas maka disarankan kepadad Pemko Medan agar memilih Alternatif V sebagai pilihan pertama, dimana : Lahan milik Pemko Medan, dikembangkan