• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang di maksud dapat di pahami. Beberapa para ahli mendefinisikan komiunikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang di maksud dapat di pahami. Beberapa para ahli mendefinisikan komiunikasi"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita dari dua orang atau lebih agar pesan yang di maksud dapat di pahami. Beberapa para ahli mendefinisikan komiunikasi menurut pendapatnya masing-masing. Menurut Karl I.Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah proses merubah prilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other individuals) (Effendy, 1986: 12-13).

Pengertian lain oleh Rogers dan Kincaid (1981) yang dikutip oleh Cangara dalam bukunya Pengantaran Ilmu Komunikasi , yaitu suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam. (2010:20).

Berbeda dengan pendapat dari dari Harold Laswell menjelaskan bahwa tindakan komunikasi ialah menjawab pertanyaan siapa yang menyampaiakan, apa yang di samapaikan, melalui saluran apa, kepada siapa dan apa pengaruhnya. (Muslimin,2010:5). Menurut Waver, komunikasi adalah bentuk interakasi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain. Sengaja atau tidak sengaja, dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi yang hanya menggunakan Bahasa verbal, tetapi juga ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi. (Muslimin, 2010:7)

(2)

8 Maka dari beberapa pengertian komunikasi di atas, maka dapat di Tarik kesimpulan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari pengerim pesan (komunikator) kepada penerima pesan (komuikan)

2.1.2 Proses Komunikasi

Proses komunikasi adalah setiap langkah mulai dari saat menciptakan informasi sampai di pahami oleh komunikan. Komunikasi adalah sebuah proses, sebuah kegiatan yang berlangsung kontinyu. Seperti yang di kemukakan Joseph De Vito (1996).

“komunikasi adalah transaksi, hal tersebut dimaksudkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses, dimana komponen-komponen saling terkait”. Bahwa para pelaku komunikasi beraksi dan bereaksi sebagai satu kesatuan dan keseluruhan”.

Dalam setiap transaksi, setiap elemen berkaitan secara intergral dengan elemen yang lainya. Artinya, elemen-elemen komunikasi saling bergantung, tidak pernah independen, masing-masing komponen saling mengait dengan komponen yang lain. Dalam aplikasinya, langkah-langkakh dalam proses komunikasi adalah sebagai berikut:

Sumber (Suprapto, 2010:8)

Gambar 2.1 Bagan Proses Komunikasi 1. Ide atau gagasan diciptakan oleh sumber atau komunikator

2. Ide yang diciptakan tersebut kemudian di manifestasikan yang memiliki arti dan dapat di kirimkan.

IDE ENCODING PENGIRIMAN

N

(3)

9 3. Pesan yang sudah di-econding tersebut selanjutnya di kirim melalui saluran atau media yang sesuai dengan karakterstik lambing-lambang komunikasi ditunjukan kepada komunikan.

4. Penerima menafsirkan isi pesan sesuai dengan persepsinya untuk mengartikan maksud pesan tersebut.

5. Apabila pesan tersebut telah berhasil di-econding, khalayak akan mengirimkan kembali pesan tersebut ke komunikator.

Maka dari itu ide itu di ciptakan sampai dengan memahami pesan komunikasi menimbulkan umpan balik atau efek merupakan suatu proses komunikasi.

2.2 Komunikasi Verbal dan Non Verbal 2.2.1 Komunikasi Verbal

Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga diartikan sebagai sistem kode verbal. Bahasa dapat didefisinikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol.simbol tersebut, yang di gunakan dan di mengerti suatu komunitas.

Jalaludin Rakhmat (1994), mendifinisikan Bahasa secara fungsional dan formal, secara fungsional, Bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan, Ia menekankan dimiliki bersama, karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok social untuk menggunakannya secara formal, Bahasa diartikan sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tatabahasa.

(4)

10 Menurut Larry L. Barker, Bahasa membpunyai tiga fungsi: penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi.

1. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi

2. Fungsi interaksi menekankan berbagai gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan. 3. Melalui Bahasa informasi dapat disampaiakan kepada orang lain, inilah

yang disebut fungsi transmisi dari Bahasa. Keistimewaan Bahasa sebagai fungsi transmisi informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita.

Komunikasi hanya akan terjadi bila kita memiliki makna yang sama. Pada gilirannya, makna yang sama hanya berbentuk bila kita memiliki pengalaman yang sama, kesamaan makna karena kesamaan pengalaman masa lalu atau kesamaan struktur kognitif disebut isomorfisme. Isomorfisme terjadi jika komunika-komunikan berasal dari budaya yang sama, status social yang sama, pendidikan yang sama, ideologi yang sama; singkatnya mempunyai sejumlah pengalaman maksimal yang sama, pada kenyataanya tidak ada isomorfisme total

2.2.2 Komunikasi Non Verbal

Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan pesan-pesan nonverbal, istilah nonverbal dapat digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Secara teoritis komunikasi

(5)

11 nonverbal dan verbal dapat dipisahkan, namun dalam kenyataanya, kedua jenis komunikasi ini saling berhubungan , saling melengkapi dalam komunikasi yang kita lakukan sehari-hari.

Komunikasi nonverbal meliputi ekspresi wajah, nada suara, gerakan anggota tubuh, kontak mata, rancangan ruang, pola-polaperabaaan, gerakan ekspresif. Berbagai penelitian memperlihatkan bahwa untuk memahami perilaku antar manusia, pemahaman atas komunikasi nonverbal itu lebih penting daripada pemahaman atas kata-kata verbal yang diucapkan atau tertulis. Pesan-pesan nonverbal memperkuat apa yang akan di sampaikan secara verbal. Menurut Mu Zhiling dan Li Guanhui (2000), kita dapat menarik kesimpulan bahwa komunikasi nonverbal adalah cara berkomunikasi melalui pernyataan wajah, nada suara, isyarat-isyarat dan kontak mata.

Bentuk-bentuk komunikasi non verbal berupa bahasa tubuh, seperti gerak isyarat (dengan mata, tangan, atau anggota tubuh lainnya), tekanan suara, dan ekspresi wajah. Bentuk-bentuk penyampaian pesan tersebut dapat ditampilkan melalui media yang dikemas secara kreatif seperti fotografi, lukisan, musik, film, iklan, arsitektur, komik, dan fashion.

Adapun fungsi dari pesan non verbal ada lima, yaitu:

1. Repetisi, adalah mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misal: menggeleng-gelengkan kepala berkali-kali;

2. Substitusi, adalah menggantikan lambang-lambang verbal. Misal: menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-angguk;

3. Kontradiksi, adalah menolak pesan verbal atau memberikan makna yang lain terhadap pesan verbal. Misal: memuji prestasi tapi mencibirkan bibir.

(6)

12 4. Komplemen, adalah melengkapi dan memperkaya makna pesan non verbal. Misal: air muka menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata;

5. Aksentuasi, adalah menegaskan pesan verbal atau menggaris bawahinya. Misal: menggungkapkan perasaan jengkel dengan memukul mimbar.” Pesan-pesan non verbal sangat penting dalam komunikasi, seperti yang dikatakan oleh Dale G. Leathers yang dikutip Jalaludin Rakhmat. Ia menyebutkan alasan pentingnya pesan-pesan non verbal antara lain.

a. Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan melalui pesan non verbal ketimbang verbal;

b. Pesan non verbal memberikan informasi tambahan yang memperjelas maksud dan makna pesan (fungsi metakomunikatif) yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas;

c. Pesan non verbal merupakan cara yang lebih efisien dibandingkan dengan pesan verbal.

Setiap hari manusia melakukan komunikasi dengan manusia lainnya, namun dalam berkomunikasi untuk menyampaikan pesan kepada manusia lainnya, tidak hanya menggunakan Bahasa verbal tapi juga bahasa nonverbal atau bahasa selain dari kata-kata yang ternyata banyak macamnya.

2.3 Subkultur

Dalam sosiologi, antropologi, dan studi kebudayaan, ”Subkultur adalah sekelompok orang dengan budaya (apakah terang-terangan atau tersembunyi) yang membedakan mereka dari budaya yang lebih luas di mana mereka berada .

(7)

13 Subkultur ini berbeda karena usia anggota, ras, gender, serta berbagai kualitas yang menentukan suatu subkultur berbeda dari sisi estetis, politis, seksual, atau kombinasi dari faktor-faktor ini.

Budaya dalam subkultur mengacu kepada „seluruh cara hidup‟ atau „peta makna‟ yang menjadikan dunia ini dapat dipahami oleh anggotanya. Kata „sub‟ mengandung konotasi suatu kondisi khas dan berbeda dari masyarakat dominan atau mainstream. Subkultur dipandang rendah dan suatu kesadaran akan perbedaan.

Subkultur dilihat sebagai solusi simbolis atas persoalan struktural kelas. Sebagaimana dikemukakan Brake, “Subkultur memunculkan suatu upaya untuk mengatasi masalah-masalah yang dialami secara kolektif yang muncul dari kontradiksi berbagai struktur sosial. Ia membangun suatu bentuk identitas kolektif dimana identitas individu bisa diperoleh di luar identitas yang melekat pada kelas, pendidikan, dan pekerjaan. Menurut Brake, ada lima fungsi subkultur bagi para anggotanya:

1. Menyediakan solusi ajaib atas berbagai masalah sosio-ekonomi dan struktural; menawarkan suatu bentuk identitas kolektif yang berbeda dari sekolah dan kerja;

2. Memperoleh suatu ruang bagi pengalaman dan gambaran alternatif realitas sosial;

3. Menyediakan berbagai aktivitas hiburan bermakna yang bertentangan dengan sekolah dan kerja;

(8)

14 Subkultur terdiri dari ekspresi perbedaan dan identifikasi dengan budaya orang tua dan budaya dominan. subkultur sering mendefinisikan dirinya sebagai perlawanan terhadap budaya orang tua dan nilai-nilai budaya dominan. Fashion merupakan pembentuk identitas kelompok. Dalam subkultur remaja, fashion dijadikan alat perlawanan terhadap nilai- nilai dominan dengan cara penataan secara aktif sejumlah objek dengan aktivitas serta sikap melalui fashion. Ini merupakan bentuk bricolage, dimana objek mengalami proses penemuan makna baru dengan cara rekontekstualisasi yang dilakukan oleh subkultur tertentu. Mereka mencuri gaya dari kebudayaan atau subkultur lain untuk ditransformasikan ke dalam gaya hidup mereka. Jadi, objek yang membawa makna simbolis dimaknai ulang terkait dengan artefak lain dalam suatu konteks baru.

2.4 Pengertian Fashion

Fashion dapat maknai sebagai kata kerja dan kata benda. Sebagai kata benda, fashion bermakna sesuatu sesuai bentuk dan jenis atau buatan atau bentuk tertentu. Sebagai kata kerja, fashion memiliki makna kegiatan membuat atau melalukan. Polhemus dan Procter memperlihatkan bahwa, “Dalam masyarakat kontemporer Barat, istilah „fashion‟ kerap digunakan sebagai sinonim dari istilah dandanan, gaya, dan busana.

Seperti halnya kata “fashion”, kata “dandanan”, “gaya”, “busana”, dan “pakaian” juga bisa digunakan baik sebagai kata benda maupun kata kerja. Semuanya mengacu pada kegiatan yang digunakan dalam kegiatan maupun produk dari kegiatan tersebut. Meski semua pakaian adalah dandanan, tetapi tidak

(9)

15 semua dandanan itu fashion. Meski semua pakaian adalah dandanan, tetapi tidak semua fashion adalah pakaian. Meski semua fashion itu dandanan, tak semua fashion itu pakaian.

Meski semua butir busana itu akan tampil dalam gaya tertentu, tak setiap gaya akan menjadi fashion, begitu gaya itu berlalu lintas menjadi ketinggalan jaman alias tidak fashion lagi. Dan, meski setiap butir busana itu akan berlalu dalam fashion tertentu, tak semua fashion bisa dimasukkan sebagai anti gaya. Bisa dinyatakan, meski semua fashion itu gaya namun tak semua fashion itu merupakan busana. Beberapa fashion terkait dengan perubahan warna dan bentuk tubuh. Di sini tak ada arti atau makna tunggal yang menyeluruh untuk setiap kata-kata yang digunakan.

Busana, pakaian, kostum, dan dandanan adalah bentuk komunikasi artifaktual (artifactual communication). Komunikasi artifaktual didefinisikan sebagai komunikasi yang berlangsung melalui pakaian dan penataan berbagai artefak, misal: pakaian, dandanan, perhiasaan, kancing baju dan lain-lain.

Douglas menunjukkan, ”Manusia membutuhkan barang-barang untuk berkomunikasi dengan manusia lain dan untuk memahami apa yang terjadi di sekelilingnya. Fashion dan pakaian bisa digunakan untuk memahami dunia serta benda-benda dan manusia yang ada di dalamnya, sehingga fashion dan pakaian merupakan fenomena komunikatif.

Sistem makna yang terstruktur, yaitu budaya, memungkinkan individu untuk mengonstruksi suatu identitas melalui sarana komunikasi. Dalam artian fashion, model ini memiliki beberapa hal yang bisa dipahami. Misal, rambut mohawk, peniti, celana jeans sobek-sobek, kaos lusuh, sepatu boot, atau sneakers, menunjukkan orang itu anggota Punk.

(10)

16 Seorang individu bukan pertama-tama seorang berkepala Mohawk lalu mengenakan fashion seperti itu, melainkan fashion itulah yang membuat individu menjadi Punk. Itulah interaksi sosial dengan menggunakan fashion, yang membuat individu sebagai anggota dari suatu kelompok dan bukan sebaliknya, orang itu anggota dari suatu kelompok dulu baru kemudian berinteraksi secara sosial.

Garmen merupakan medium untuk mengirimkan pesan pada orang lain. Melalui garmen itulah seseorang bermaksud mengomunikasikan pesannya pada orang lain. Pesan adalah maksud pengirim dan pesan itu ditransmisikan melalui garmen dalam proses komunikasi. Pesan adalah apa yang di terima oleh penerima. Dalam pandangan ini, maksud pengirim sangat penting: hal utama adalah pesan, yang mesti disusun berdasarkan prinsip bisa diperoleh kembali (retrievable) atau bisa ditemukan (discoverable).

Dengan demikian bisa dinyatakan bahwa seseorang mengirim pesan tentang dirinya sendiri melalui fashion yang dipakainya. Berdasarkan pengalaman sehari-hari, fashion dipilih sesuai dengan apa yang akan dilakukan pada hari itu, bagaimana suasana hati seseorang, siapa yang akan ditemuinya, dan seterusnya, menegaskan pandangan bahwa fashion digunakan untuk mengirimkan pesan tentang diri seseorang pada orang lain.

Sedangkan model semiologi merumuskan interaksi sosial sebagai tindakan yang mendasari individu sebagai anggota dari masyarakat atau budaya tertentu. Dengan begitu, komunikasi membuat individu menjadi anggota suatu komunitas; komunikasi sebagai interaksi sosial melalui pesan membuat individu menjadi anggota suatu kelompok. Komunikasi di antara individu-individulah yang pertama-tama membuatnya menjadi anggota suatu kelompok budaya.

(11)

17 Fashion mempunyai berbagai fungsi. Sebagai bentuk komunikasi, fashion menyampaikan pesan artifaktual yang bersifat non verbal. Fashion dan pakaian melindungi dari cuaca buruk atau dari olahraga tertentu dari kemungkinan cedera. Fashion dan pakaian memiliki fungsi kesopanan (modesty function) yang membantu menyembunyikanbagian-bagian tubuh tertentu.

Seringnya tidak terlalu sulit mengenali negara atau daerah asal-usul seseorang dari pakaian yang mereka kenakan. Di sini, fashion dan pakaian bisa menunjukkan identitas nasional dan kultural si pemakainya. “Menurut Desmond Morris, dalam Manwatching: A field Guide to Human Behaviour (1977), pakaian juga menampilkan peran sebagai pajangan budaya (cultural display) karena ia mengkomunikasikan afiliasi budaya kita.

Orang membuat kesimpulan tentang siapa seseorang itu melalui apa yang dipakainya. Fashion dan pakaian akan mempengaruhi pikiran orang lain tentang seseorang dan bagaimana mereka bersikap terhadapnya.

Hal ini menunjukkan bahwa fashion dan pakaian dan penampilan seseorang ditentukan oleh konvensi-konvensi sosial yang diwariskan secara kultural dari satu generasi ke generasi berikutnya. Fashion dan pakaian tak bisa lepas dari perkembangan sejarah kehidupan dan budaya manusia. Di samping itu, fashion pakaian merupakan ekspresi identitas pribadi, oleh karena memilih pakaian, baik di toko maupun di rumah, berarti mendefinisikan dan menggambarkan diri kita sendiri.

Setiap orang punya persepsi mengenai penampilan fisik seseorang, baik itu busananya (model, kualitas bahan, warna) dan juga ornamen lain yang dipakainya seperti kaca mata, sepatu, tas, jam tangan, kalung, gelang, cincin, anting-anting,

(12)

18 dan sebagainya. Tidak dapat pula dibantah bahwa pakaian, seperti juga rumah, kendaraan dan perhiasan, digunakan untuk memproyeksikan citra tertentu yang diinginkan pemakainya.

Setiap bentuk dan jenis pakaian apapun yang dikenakan oleh seseorang, baik secara gamblang maupun samar-samar, akan menyampaikan penanda sosial (social signals) tentang si pemakainya. Pakaian merupakan bahasa diam (silent language) yang berkomunikasi melalui pemakaian simbol-simbol non verbal.

Fashion adalah salah satu dari seluruh rentang penandaan yang paling jelas dari penampilan luar, yang dengannya orang menempatkan diri mereka terpisah dari yang lain, dan selanjutnya, diidentifikasikan sebagai suatu kelompok tertentu. Dalam bukunya yang berjudul “Fashion sebagai Komunikasi”, Malcolm Barnard menguraikan beberapa fungsi fashion dan pakaian, yaitu sebagai berikut:

a. Fungsi retoris : meyakinkan

Pakaian dan fashion diidentifikasikan sebagai lambang kasat mata dari ikatan tak terlihat pada manusia, yang memungkinkan masyarakat jadi bagian dari produksi dan reproduksi posisi kekuasaan relatif.

b. Perlindungan

Pakaian dan fashion untuk “menyatakan atau menyembunyikan” identitas kita dan untuk menarik perhatian seksual. Pakaian dan fashion menawarkan perlindungan dari cuaca. Pakaian melindungi tubuh mulai dari dingin, panas, “kecelakaan tak terduga hingga tempat dan olah raga berbahaya”, musuh manusia atau hewan, dan bahaya- bahaya fisik atau psikologis.

(13)

19 c. Kesopanan dan menyembunyikan

Pakaian dan fashion menunjukkan fungsi kamuflase, untuk menutupi bentuk bagian-bagian tubuh. Pakaian dan fashion berfungsi mengkamuflase pemakainya agar tak menarik perhatian pada dirinya. d. Ketidaksopanan dan daya tarik

Motivasi mengenakan fashion dan pakaian adalah ketidaksopanan atau ekshibisionisme, untuk menarik perhatian pada tubuh.

e. Komunikasi

Pakaian dan fashion secara simbolis mengikat satu komunitas. Fungsi fashion dan pakaian untuk mengkomunikasikan keanggotaan satu kelompok kultural baik pada orang-orang yang menjadi anggota kelompok tersebut maupun bukan.

f. Ekspresi individualistik

Pakaian dan fashion untuk mengekspresikan suasana hati melalui pilihan warna, untuk merefleksikan, meneguhkan, menyembunyikan atau membangun suasana hati. Pakaian dan fashion adalah cara yang digunakan individu untuk membedakan dirinya sendiri sebagai individu dan menyatakan keunikannya.

g. Nilai sosial atau status

Pakaian dan fashion sering digunakan untuk menunjukkan nilai sosial atau status. Orang sering membuat penilaian terhadap nilai sosial atau status orang lain berdasarkan apa yang dipakai orang tersebut.

(14)

20 h. Definisi peran sosial

Pakaian dan fashion digunakan untuk menunjukkan atau mendefinisikan peran sosial yang dimiliki seseorang. Perbedaan- perbedaan status dan peran tersebut dibuat alamiah dalam bingkai fashion dan pakaian.

i. Nilai ekonomi dan status

Pakaian dan fashion merefleksikan bentuk organisasi ekonomi tempat seseorang hidup di samping merefleksikan statusnya di dalam ekonomi itu. Pakaian dan fashion menunjukkan apa jenis pekerjaan orang itu dan pada level manakah dalam ekonomi orang tersebut bergerak atau bekerja. j. Simbol politis

Bekerjanya kekuasaan pun jelas erat terkait pada status sosial dan ekonomi. Pakaian dan fashion pun terkait erat dengan bekerjanya kekuasaan. Pakaian dan fashion berimplikasi terhadap bekerjanya dua jenis atau konsepsi tentang kekuasaan yang berbeda

k. Kondisi magis religius

Baik dikenakan secara permanen maupun secara berkala, pakaian dan fashion menunjukkan keanggotaan atau afiliasi, pada kelompok atau jamaah agama tertentu. Pakaian dan fashion menandakan status atau posisi di dalam kelompok atau jamaah tersebut, dan menunjukkan kekuatan atau kedalaman keyakinan atau tingkat partisipasi.

l. Ritual Sosial (seperti perkawinan dan pemakaman)

Pakaian dan fashion akan dipandang hanya dalam artian cara yang digunakan untuk menandai awal dan akhir ritual untuk membuat pembedaan antara yang ritual dan non ritual. Orang tidak biasa

(15)

21 mengenakan fashion dan pakaian yang biasa dipakai sehari-hari saat menghadiri perkawinan atau pemakaman.

m. Rekreasi

Pakaian dan fashion digunakan sebagai rekreasi. Untuk menunjukkan bahwa fashion dan pakaian memiliki aspek rekreasional dan menimbulkan kenikmatan, karena itu fashion dan pakaian sekadar untuk kesenangan, cara menimbulkan kenikmatan.

Pakaian dan fashion merupakan praktik penandaan, di dalamnya terjadi pembangkitan makna, yang memproduksi dan mereproduksi kelompok-kelompok budaya tersebut. Pakaian dan fashion tak digunakan sekedar untuk menunjukkan posisi-posisi sosial dan kultural, tetapi juga digunakan untuk mengkontruksi dan memnandai realitas sosial dan kultural. Pokok masalahnya di sini adalah melalui fashion dan pakaian kita membentuk diri kita sebagai makhluk sosial dan kultural dengann menyandi lingkungan sosial dan kultural.

Banyak subkultur mengenakan fashion yang khas sebagai simbol keanggotaan mereka. Para pengikut subkultkur akan dengan bangga mengenakan berbagai atribut fashion sebagai ciri bahwa mereka adalah bagian dari komunitas yang diikuti. Fashion subkultur Punk misalnya, adalah satu gaya yang menciptakan perpaduan pembangkangan dengan karakter abnormal. Peniti, rambut yang diwarnai, baju yang dicorat-coret dan ikonografi fetisisme seksual (bondage gear dari kulit, stocking yang berlubang-lubang, dan lain-lain) merupakan bukti bahwa mereka mempunyai simbol-simbol tertentu sebagai identitas komunitas mereka.

(16)

22 Pakaian dan fashion adalah cara untuk memunculkan, menandai, dan mereproduksi posisi kelas. Pakaian dan fashion adalah cara tempat posisi kelas, termasuk posisi kekuasaan yang timpang seperti halnya eksploitasi satu kelas oleh kelas lain, jadi tampak benar dan tepat. Dalam posisi dan ketimpangan yang dibuat tampak benar dan tepat ini, terus direproduksi dan terus dijamin keberadaannya.

Pakaian dan fashion bisa dipakai untuk mengkonstruksi, menandai dan mereproduksi kelas sosial yang memberi tempat bagi kelas-kelas sosial yang berbeda dan tak setara. Pakaian dan fashion digunakan untuk mengonstruksi perbedaan identitas bagi kelas yang berbeda serta menaturalisasikan kemakmuran dan kekuasaan Perbedaan dalam fashion dipandang sebagai sumber otoritas kelas dan bukannya refleksi posisi atau kondisi ekonomi.

Fashion mungkin tersajikan sebagai rangkaian sesuatu yang baru: dapat dilihat sebagai satu bentuk, warna, tekstur, dan terus saling menggantikan. Rangkaian baru ini bukanlah barang baru dan segera mengadopsi desain yang paling memalukan. ”Seperti ditunjukkan Fox- Genovese, kejutan adalah salah satu alat perniagaan fashion sehingga “apa yang selalu ditarik fashion adalah keluarbiasaan.” Akibatnya, apa dengan sekali mengejutkan dan luar biasa menjadi bisa diterima apa adanya.

Sistem yang dianggap berlawanan segera menguatkan diri kembali dan bahkan mampu mengambil manfaat dari kejutan itu. Dengan memandang pakaian Punk kini dapat dibeli dimana saja, Fox-Genovese mengemukakan, ironi menyakitkan dalam pemberontakan sosial yang memandang tanda-tanda pemberontakannya dengan menggunakan bahan yang sangat indah. Hal yang

(17)

23 tampak sebagai kritik fundamental atas barang yang diproduksi massal, gaya jalanan dikaitkan dengan gaya itu dan kini dijual di jalan-jalan.

Fashion bisa digunakan untuk menentang atau menantang identitas-identitas kelas dan gender, seperti halnya relasi-relasi kekuasaan dan status yang mengiringi identitas itu. Fashion berperan sebagai perlawanan. Perlawanan memiliki dua bentuk dasar, “penolakan” dan “pembalikan”. Penolakan adalah usaha untuk melangkah di luar struktur yang salah dan pembalikan berusaha untuk membalikkan posisi kekuasaan dan hal istimewa yang beroperasi pada struktur itu.

Musik yang membosankan serta fashion awal tahun 1970-an dilihat sebagai merepresentasikan budaya dominan, arus utama dan borjuis, menghasilkan uang dari anak muda yang membeli produknya. Kondisi demikian membuat Punk awalnya berkembang sebagai semacam budaya “lakukanlah sendiri” (do-it-yourself culture). Punk menghasilkan musik dan fashion mereka sendiri untuk menentang sistem musik dan fashion monolitik. Punk berusaha menentang budaya borjuis dan sistem kapitalis yang mendorong dan menjual produk yang hambar dari budaya itu.

Fenomena Punk tahun 1970-an dapat digambarkan sebagai upaya memanfaatkan fashion untuk menantang identitas dan posisi kelas. Rouse menunjukkan bahwa Punk muncul untuk dikembangkan “sebagai suatu reaksi atas komersialisasi besar-besaran musik dan fashion bagi kaum muda. Yang ditawarkan oleh budaya dominan, arus utama, dan borjuis pada jamannya, di samping hal lain, adalah estetika. Estetikalah yang merumuskan materi dan objek mana yang indah atau bernilai, atau keduanya, dan merumuskan bagaimana dan

(18)

24 dimana materi dan objek tersebut dapat dipakai. Selain itu juga menawarkan standar dan norma daya tarik pribadi: aturan bagaimana harus terlihat, potongan rambut yang „disepakati‟, aturan tentang kosmetika dan pemakaiannya, dan sebagainya. Contohnya, logam mulia seperti emas, perak, dan berlian dapat dipakai di sebagai gelang dan kalung. Katun halus dan bersih serta wol lembut dapat dibuat menjadi setelan pakaian, kemeja putih, celana hitam pria. Rambut wanita dapat mengembang dan feminin, sedang rambut pria pendek dan rapi; keduanya konservatif dan tak mencolok. Estetika ini menjadi aturan bagi praktik dan institusi, seperti juga pada materi dan objek. Ada aturan apa yang harus dipakai pada situasi tertentu, atau untuk melakukan sesuatu. Juga ada jaringan kerja profesional dan para ahli di toko perhiasan, tukang jahit, engecer yang memberi saran,menginformasikan dan melakukan arbitrasi konsumen dalam soal keaslian, harga, atau kelayakan barang yang dijual.

Punk mungkin bisa dipahami sebagai tawaran kritik menyeluruh terhadap estetika tersebut. Hal itu bisa dijelaskan sebagai pembalikan atas penilaian yang diberikan atas warna, tekstur, dan bahan dari sistem dominan. Praktik konvensional dan institusi jalanan atau rancangan pakaian ditinggalkan demi suatu pendekatan yang lebih ”do-it-yourself.

2.5 Semiologi

Semiologi, berasal dari dua kata Yunani, “semeion” dan “logos”. Semeion artinya “tanda” dan logos artinya “kisah”, “catatan” atau “ilmu”. Jadi, “semiologi” bisa diartikan sebagai ilmu tentang tanda atau sistem tanda. Dalam bahasa Inggris disebut “semiotic”. Dalam Bahasa Indonesia disebut “semiologi” atau “semiotika”.

(19)

25 “Semiologi (atau semiotika) adalah ilmu umum tentang tanda dan mencakup strukturalisme dan hal-hal lain yang sejenis, yang karenanya semua hal yang berkaitan dengan signifikasi (signification), betapapun sangat tidak berstruktur, beraneka ragam, dan terpisah-pisah. ”Semiotika meliputi studi bukan hanya ‟tanda-tanda‟ dalam percakapan keseharian, tetapi dari apapun yang ‟menunjuk‟ sesuatu hal yang lain. Dalam semiotik, tanda mengambil bentuk berupa kata-kata, gambar, suara, geestur, dan objek.

Semiologi memfokuskan perhatiannya terutama pada teks. Teks yang dimaksud dalam hubungan ini adalah segala bentuk serta sistem lambang (signs) baik yang terdapat pada media massa (seperti berbagai paket tayangan televisi, karikatur media cetak, film, sandiwara radio, dan berbagai bentuk iklan) maupun yang terdapat di luar media massa (seperti karya lukis, patung, candi, monumen, fashion show, dan menu masakan pada suatu food festival).

Dalam perkembangannya, terdapat dua peristilahan: semiologi (semiology) dan semiotika (semiotics). Kedua istilah di atas mengacu pada ilmu ini dan secara prinsip tidak ada perbedaan, kecuali dalam hal orientasi semiologi pada Saussure dan orientasi semiotika pada Pierce. Dengan kata lain, keduaistilah tersebut dapat sama-sama dipakai. Untuk penelitian ini lebih dipilih penggunaan istilah semiologi, sebagaimana yang biasa digunakan Roland Barthes.

Sejarah kajian tentang tanda atau semiologi modern mencatat ada dua nama yang berperan besar dalam perkembangannya, yaitu Ferdinand de Saussure dari Perancis dan Charles Sanders Pierce dari Amerika. Keduanya mendasarkan teori semiotikanya pada landasan yang berbeda. Saussure sebagai ahli linguistik, mengembangkan dasar-dasar dari linguistik dan memberi tekanan pada struktur

(20)

26 yang menyusun tanda, sementara Pierce lebih menekankan pada konsep-konsep dari luar tanda.

Konsep dasar semiologi Barthes adalah konsep tentang tanda dalam suatu sistem penandaan, signifikasi, dan tingkatan signifikasi. Tanda adalah setiap „kesan bunyi‟ yang berfungsi sebagai „signifikasi‟ sesuai yang berarti, suatu objek atau konsep dalam dunia pengalaman yang ingin kita komunikasikan.Tanda menjadi kode alamiah. Transparansi makna adalah suatu hasil pembiasaan budaya, yang efeknya adalah menyembunyikan praktik pengkodean budaya. Objek budaya mengungkapkan makna, dan semua praktik budaya tergantung kepada makna yang dibangun oleh tanda. Walhasil, kebudayaan dikatakan bekerja „seperti bahasa‟ dan semua praktik budaya terbuka bagi analisis semiotik.

Tanda memiliki dua prinsip dasar, yakni arbitrer dan linear. Tanda dikatakan arbitrer (semena-mena). dalam pengertian tanpa motif, bukan berarti pilihan bebas penutur terhadap penanda, tetapi bahwa tidak ada hubungan yang sungguh-sungguh alami antara penanda dan petanda dalam kenyataan. Tanda dikatakan linear karena penanda yang sifatnya auditori (berhubungan dengan pendengaran.)

Karakter arbitrer hubungan penanda-petanda mengandung arti bahwa makna bersifat cair, spesifik secara historis dan kultural, ketimbang tetap dan universal. Namun, ini juga berarti bahwa makna diatur berdasarkan kondisi sosial historis yang spesifik. Sebagaimana dikatakan Culler, ”Karena dia arbitrer, tanda bergantung sepenuhnya kepada sejarah dan kombinasi pada momen tertentu dari penanda, dan petanda merupakan hasil tak menentu dari proses historis ini.

(21)

27

Penand Petanda

Konotasi

DENOTASI

Baik petanda maupun penanda, menurut Barthes, ”memuat bentuk dan substansi. Bentuk adalah apa yang dapat dilukiskan secara mendalam, sederhana, dan koheren (kriteria epistemologis) oleh linguistik tanpa melalui premis ekstralinguistik; substansi adalah keseluruhan rangkaian. ”Dalam menganalisis makna dari lambang atau tanda (signs) erat kaitannya dengan tingkatan penafsiran. Penafsiran seringkali adalah sebuah makna yang keluar dari makna literal. Makna tersebut muncul dari sebuah pengalaman tertentu, dalam budaya tertentu, dan pada konteks tertentu. Makna dikatakan meningkat dari tanda yang ada sampai dengan tanda tunggal yang penuh dengan makna yang berlapis-lapis. Roland Barthes menggunakan istilah orders of significations. Roland Barthes membedakan antara first orders significations dengan second orders significations. “Sistem tanda pertama kadang disebutnya dengan istilah denotasi atau sistem terminologis, sedang sistem tanda tingkat kedua disebutnya sebagai konotasi atau sistem retoris atau mitologi. Fokus kajian Barthes terletak pada sistem tanda tingkat kedua atau meta bahasa.Tahap signifikasi Barthes bisa dilihat pada bagan di bawah ini:

Tataran Pertama Tataran Kedua Budaya Bentuk

isi

Gambar 2.2 Bagan signifikasi Dua Tahap Roland Barthes.

(22)

28 a. Denotasi adalah interaksi antara signifier dan signified dalam sign, dan antara sign dengan referan dalam relitas eksternal. Denotasi dijelaskan sebagai makna sebuah tanda yang defisional, literal, jelas, (mudah dilihat dan dipahami) atau „commonsence‟. Dalam kasus terhadap linguistik makna denotatif adalah apa yang dijelaskan dalam kamus;

b

. Konotasi adalah interaksi yang muncul ketika sign bertemu dengan perasaan atau emosi pembaca atau pengguna nilai-nilai budaya mereka. Makna menjadi „subyektif‟ dan „intersubyektif‟. Istilah konotasi merujuk pada tanda yang memiliki asosiasi sosiokultural dan personal. Ini biasanya dikaitkan dengan kelas, umur, gender, etnik, dan sebagainya dari sang penafsir. Tanda lebih terbuka dalam penafsirannya pada konotasi daripada denotasi.

Ketika konotasi dinaturalisasikan sebagai sesuatu diterima secara „normal‟ dan „alami‟, ia bertindak sebagai peta makna konseptual dimana seseorang memahami dunianya. Itu semua adalah mitos (berasal dari bahasa Yunani ‟mutos‟ berarti cerita). Bagi Barthes, mitos adalah sistem semiologis urutan kedua atau metabahasa. Mitos adalah Bahasa kedua yang berbicara tentang bahasa tingkat pertama. Tanda pada sistem pertama (penanda dan petanda) yang membangun makna denotatif menjadi penanda pada urutan kedua makna mitologis konotatif.

Dalam tahap konotasi, Barthes membangun konsep tentang mitos yang didefinisikannya sebagai “„a type of speech‟, mitos adalah tipe wicara. Disebut speech (wicara) karena mitos adalah cara orang berbicara, jadi bahasa sebagaimana kita berbicara. Mitos dipakai untuk menditorsi atau mendenformasi kenyataan (signifikasi dari sistem tanda tingkat pertama). Mitos berfungsi untuk mendistorsi makna dari sistem semiotik tingkat pertama sehingga makna itu tidak lagi menunjuk pada realitas yang sebenarnya.

(23)

29 Fungsi ini dijalankan dengan mendeformasi bentuk dengan konsep. Deformasi terjadi karena konsep dalam mitos terkait erat dengan kepentingan pemakai atau pembuat mitos (yaitu kelompok masyarakat tertentu). Dilihat dari proses signification, mitos berarti menaturalisasikan konsep (maksud) yang historis dan menghistorisasikan sesuatu yang intensional. Proses itu terjadi sedemikian rupa sehingga pembaca mitos tidak menyadarinya.

Mitos berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam periode tertentu. Mitos adalah bagaimana kebudayaaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Melalui mitos-mitos tersebut akan lahir berbagai stereotipe tentang suatu hal. Mitos primitif misalnya memahami mengenai manusia dan dewa, hidup dan mati sedangkan mitos masa kini mengenai gender, feminisme, ilmu pengetahuan dan lainnya. Dengan semiologi Barthes, simbol-simbol dalam fashion Punk modis diuraikan secara bertahap. Mulai dari first order signification (denotasi) lalu dijabarkan dalam second order signification (konotasi). Terakhir, mitos digunakan untuk mendeformasi kenyataan sehingga bisa diperoleh makna di balik fashion Punk modis.

Melalui semiologi, bentuk- bentuk mitos dan muatan ideologis di balik fashion Punk modis bisa ditemukan melalui serangkaian proses analisis sebagai berikut:

(24)

30 Makna

Gambar 2.3 Bagan Langkah-langkah Analisis Fashion Punk Modis 2.6 Perkembangan Punk

Subkultur Punk adalah sebuah subkultur berbasis Punk Rock. Meliputi musik, ideologi, fashion, seni visual, tari, literatur, dan film. Scene Punk merupakan gabungan dari bermacam-macam kelompok lebih kecil yang membedakan dirinya dari yang lain melalui variasi unik. Beberapa dari kelompok ini telah berkembang keluar dari Punk hingga menjadi subkultur tersendiri.

Punk yang saat ini dikenal muncul pada pertengahan 1970-an sebagai gerakan pemberontakan melawan beberapa gaya musik pada saat itu. Subkultur Punk muncul di Amerika Serikat, Inggris Raya, dan Australia. Namun, Punk berakar di New York, Amerika Serikat. Punk hadir di akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an dimana band-band semacam The Ramones, Television, Patti Smith, dan Blondie muncul.

fashion Punk modis

Simbol-simbol visual fashion

Punk modis pemaknaan

fashion: 1. gaya rambut 2. gaya riasan 3. pakaian 4. sepatu 5. asesoris 6. piercings signifikasi tahap 1 (denotasi) Semiologi

Roland signifikasi tahap 2 Barthes (konotasi)

(25)

31 Saat Inggris resesi akibat Perang Dunia II, kaum muda kelas pekerja menunjukkan kecewa dan frustrasinya dengan mengadopsi gaya scene Punk New York. Musik Punk menguat dengan munculnya band seperti The Sex Pistols. Subkultur Punk melawan budaya mainstream dengan semboyan anti-kemapanan. Punk, kenyataannya, mencari untuk menjadikan objek sebagai citra diri melalui gaya dan, pada beberapa kasus, Punk bersandar pada inovasi stilistik dengan tujuan untuk bertahan dengan pencurian budaya.

Punk Rock mempunyai berbagai jenis keaslian musikal dalam rock and roll dan di luar itu. Bentuk awal dari Punk Rock, disebut protoPunk, bermula sebagai kebangkitan rock garasi atau garage rock di timur laut Amerika pada akhir 1960-an. Scene musik yang pertama kali menandai label punk muncul di New York antara 1947 dan 1976. Dalam waktu yang bersamaan, scene Punk berkembang di London. Tak lama kemudian, Los Angeles menjadi rumah bagi scene mayor Punk ketiga. Ketiga kota ini membentuk tulang punggung dari perkembangan pergerakan. Musik Punk Rock menghentak keras, cepat, tak beraturan, dan enerjik, strukturnya sederhana, dengan distorsi gitar dan drum yang berisik. Lagu-lagu Punk biasanya pendek, aransemennya sederhana, dan liriknya mengekspresikan nilai-nilai Punk dan ideologi nihilisme, seperti lagu “No Future” dari band The Sex Pistols hingga yang positif, bermuatan pesan anti-narkoba seperti lagu “Straight Egde” dari Minor Threat. Punk Rock biasanya dimainkan oleh band kecil yang terdiri dari vokalis, satu atau dua gitaris, bassis dan drummer, kadang vokali merangkap pemain music.

Punk hadir dari berbagai kelas ekonomi. Subkultur ini didominasi oleh kaum pria, dengan pengecualian gerakan ”Riot Grrrl”. Scene Punk terbentuk dari

(26)

32 band Punk dan hardcore; penggemar yang datang ke konser, demo, dan kegiatan lain; penerbit majalah; pengkritik band dan penulis; artis visual yang menciptakan ilustrasi untuk majalah, poster, dan cover album; orang-orang yang mengorganisasi konser; dan orang-orang yang bekerja di jalur musik dan label rekaman independen. Internet berperan besar dalam dalam membentuk komunitas virtual dan berbagi data dalam menjual musik.

Secara politik, Punk dikategorikan sayap kiri atau progresif. Ideologi Punk peduli akan kebebasan individual dan anti-kemapanan. Sudut pandang umum Punk meliputi anti-otoritarianisme, etika DIY (Do-it-yourself), aksi nyata, dan tidak menjual. Tren lain dalam politik Punk meliputi nihilisme, anarkisme, sosialisme, antimiliterisme, kapitalisme, rasisme, sexisme, anti-nasionalisme, anti-homofobia, cinta lingkungan, vegetarian, veganisme, dan hak asasi hewan. Bahkan ada pula Punk berpandangan sayap kanan, neo-Nazi (Nazi Punk), atau apolitis (misal, horor Punk).

Estetik Punk mengedepankan sensibilitas underground yang minimalis, ikonoklastik, dan satiris. Artwork Punk menghiasi cover album, flyers konser, dan Punk zines. Seni Punk peduli akan isu politik seperti ketimpangan sosial dan ekonomi. Penggunaan citra penderitaan untuk mengejutkan dan menciptakan rasa empati. Artwork punk mengandung citra tentang keegoisan, pembodohan, atau apati untuk memprovokasi orang yang melihat. Banyak dari artwork awal berupa hitam putih karena didistribusikan dengan majalah yang direproduksi dari fotokopi.

Punk Inggris awal mengekspresikan pandangan nihilistik dengan slogan “No Future” yang berasal dari lagu God Save The Queen dari Sex Pistols. Di Amerika Serikat pendekatan Punk mengenai nihilisme berdasar ketidakpedulian

(27)

33 dan disafeksi standar kelas menengah dan kelas pekerja. Nihilisme Punk diekspresikan melalui penggunaan “substansi seperti heroin dan amfetamin, lebih self-destructive, penghapusan kesadaran” dan dengan “mutilasi tubuh” dengan mata pisau cukur.

Punk dapat dikategorikan sebagai bagian dari dunia kesenian. Gaya hidup dan pola pikir para pendahulu Punk mirip dengan para pendahulu gerakan seni avant-garde, yaitu dandanan nyeleneh, mengaburkan batas antara idealisme seni dan kenyataan hidup, memprovokasi audiens secara terang-terangan, menggunakan para performer berkualitas rendah, dan mereorganisasi (atau mendisorganisasi) secara drastis kemapanan gaya hidup. Mereka meyakini satu hal, bahwa hebohnya penampilan harus disertai dengan hebohnya pemikiran.

Punk mencari penghinaan dengan penggunaan pakaian teatrikal tingkat tinggi, gaya rambut, kosmetik, tato, perhiasan dan modifikasi tubuh. Fashion Punk awal diadaptasi dari objek keseharian demi efek estetis: pakaian sobek-sobek yang disatukan dengan peniti atau dibalut dengan pita pakaian dihiasi spidol atau cat; Bin liner hitam menjadi baju, kaos, atau rok; dan mata pisau cukur digunakan sebagai perhiasan. Juga populer menggunakan pakaian dari kulit, karet elastis, dan vinyl yang publik umum mengasosiasikannya dengan praktek seksual transgresif.

Pada awal tahun 1980-an beberapa anak Punk menggunakan jeans pipa sempit ketat, celana tartan, rok, T-shirts, jaket kulit (yang sering didekor dengan logo band, pin dan kancing, dan spikes), dan sepatu seperti sneakers Converse, sepatu skate, brothel creepers, atau sepatu boot Dr. Martens. Beberapa anak Punk awal kadang-kadang mengenakan pakaian yang menunjukkan swastika Nazi untuk mengejutkan.

(28)

34 Beberapa anak Punk memotong rambut mereka menjadi Mohawk atau bentuk dramatis lain, membentuknya hingga berdiri seperti paku, dan mewarnainya dengan corak tak alami yang penuh semangat. Beberapa anak Punk “anti-fashion”, berargumen bahwa Punk seharusnya didefinisikan melalui musik atau ideologi. Ini yang umum pada scene hardcore Punk Amerika Serikat pasca 1980-an dimana anggota subkultur sering memakai jeans dan t-shirt sederhana, ketimbang perlengkapan dan rambut spike dicat seperti Punk Inggris.

Ketika Punk dianggap mati, diva Amerika, Madonna tampil dalam aksen Punk pada tahun 1990-an. Madonna berdandan dalam busana jaring, rambut berwarna, lengkap dengan bibir merah, khas fashion Punk perempuan di awal kemunculan Punk. Di belahan dunia lain, ekshibisi mode tahun 2000 memamerkan sweet punk tanpa kebencian dan arogansi. Dalam terminologi ini, rantai anjing, peniti dan kunci gembok, tak lagi pakem. Kalau pun harus hadir, elemen-elemen tersebut tak perlu harus berbahan besi dan baja, tapi cukup imitasi plastik.

Konsep pemberontakan semiologi melalui fashion menjadi gagal, karena bermunculan Punker yang menganggap bahwa fashion adalah segalanya dalam Punk. Pada akhinya, fashion bergaya Punk menjadi tidak lebih dari sebuah komoditi tersendiri. Kegagalan ini juga diperkuat oleh kondisi di mana t-shirt dengan desain radikal dapat didapatkan dengan mudah di mall-mall besar yang terkenal dengan harga mahal. Revolusi sudah diubah maknanya menjadi sekedar alat pengeruk uang.

Punk menjadi: (1) artikulasi antimodern, dan (2) sebuah jalan menjadi subkultur sementara menunjuk masalah-masalah diskursif mengenai subkultur. Inilah masalah kontemporer subkultur Punk, setelah kematian dari

(29)

35 subkultur Punk klasik, terbukti menjadi lebih intim dengan karakteristik modern dewasa ini. Punk, kemudian, berada pada posisi dari artikulasi posisi ideologi tanpa menghindari perhatian mainstream.

2.7 Subkultur Punk

Para ahli penulis Stacy Thompson di dalam bukunya “Punk Production; Unfinished Business” memberikan sebuah ilustrasi yang baik dalam merekontruksikan sejarah Punk di Amerika dan Ingrris. Di dalam buku di jelaskan sebuah pembagian tujuh periode Punk di Amerika dan Inggris berdasarkan scene-scene besar seperti the New York Scene, The englis Scene, the California Hardcore Scene (Second Wave Straight Edge) the Riot GRRRL Scene, dan the Berkeley Lookout Pop-Punk Scene.

Salah satu buku punk lain yang terpenting ditulis oleh Craig O‟Hara yang memberikan pemahaman mendasar mengenai Punk sebgai sebuah Counterculture. Para pelaku komunitas Punk dapat dilihat melalui individu dan kelompok seperti band atau geng. Selanjutnya, meminjam Stacey Thomson, pelaku dalam komunitas Punk secara historis dipengaruhi oleh empat unsur utama dalam Counterculture punk yaitu. Music, Fashion(busana), Tongkrongan(Scene), Pergerakan(Movement).

2.8. Perkembangan Punk Indonesia

Perjalanan perkembangan komunitas Punk menjadi sebuah counterculture yang tidak terlepas dari hubungan yang terjalin dengan komunitas counterculture Punk di Barat. Proses sebuah Gerakan counterculture terhubung melalui

(30)

36 pertukaran sebuah gagasan ide satu sama lain. Pengaruh serta transmitif dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya.

Punk mulai masuk ke dalam Indonesia pada akhir 1970-an. Masuknya sebuah lifestyle Punk ke Indonesia diawali oleh masuknya musik-musik beraliran Punk, tetapi perkembangannya tidak se masiv negar-negara asalnya. Punk di Indonesia pada awalnya hanyalah sebuah komunitas yang tidak begitu besar yang tidak secara langsung menunujukan eksistensi tentang keberadaan sebuah punk yang berwujud lifestyle. Namun banyak anak muda pada saat itu yang meniru fashion dan dikit demisedikit mulai mecari tau serta memahami ideologi Punk dan pada akhirnya menjadikan pilihan Punk sebagai gaya hidup. Hingga perkembangannya bisa dikategorikan menjadi sebuah subkultur itu sendiri.

Punk mulai banyak di ketahui hingga muncul Punk sebagai suatu tren. Contohnya dalam dunia fashion, fashion yang digunakan oleh Punk menjadi tren fashion masyarakat umum. Di Indoesia maupun di negara asalnya punk dikategorikan sebagai bentuk wujud sebuah subkultur yang dimana subkultur memiliki nilai-nilai esensi yang bersifat bertentangan, karena subkultur ini muncul dengan nilai-nilai bentuk counterculture dari system sosial budaya yang dinilai normal di masyarakat. Sehingga perbedaan ini menjadikan sebuah stigma menyimpang dari masyarakat.

Maka dari itu stigma negative yang berkembang dimasyarakat Indonesia dengan muduahnya menilai punk sebagai dalang utama pebuat onar serta kekacauan yang terjadi dijalanan. Stigma negative ini menajdikan dasar sebuah penilaian awal mulanya, hingga didukung oleh Tindakan-tindakan bodoh yang dilakukan oleh seorang punkers yang membuat keributan di acara music hingga

(31)

37 dijalan karena pengaruh minuman beralkohol, [engaruh obat-obatan terlarang dan masalah dendam pribadi yang tidak bisa dibicarakan dengan baik-baik. Dalam hal ini makna punk yang sebenarnya sangat berbeda Ketika diterapkan di Indonesia, karena kebanyakan anak punk menialai hal itu adalah wujud dari kebebasan berekspresi mereka.

Masuknya Punk ke Indonesia tidak lepas dari kacamata media mainstream baik cetak maupun elektronik. Di Indonesia, kultur Punk dikenal pertama kali sebagai bentuk musika dan fashion statement. Kultur punk hadir tanpa subtansi sejak awalnya kemunculanya. Punk tidak hadir sebagai respon kemarjinalan dalam masyarakat modern, melaiankan dari sebuah kerinduan dalam bentuk representasi diri remaja. Maka tidak heran, apabila hal-hal yang subtansial baru hadir bertahun- tahun setelah Punk dikenal secara musical dan fashion statement. Disisi lain kelahiran internet memberikan angin segar untuk proses perkembangan komunitas Punk Indonesia. Melalui internet, hubungan direct contact dengan komunitas Punk luar negeri semakin mudah untuk diakses. Tidak heran bahwa komunitas Punk Indonesia banyak di ketahui oleh komunitas Punk dunia, dengan otodidak komunitas Punk Indonesia mamasuki tataran interaksi yang semakin luas.

Kultur Punk memang tercipta di Indonesia tanpa adanya pilar subtansial, mereka lahir sebagaimana produk postmodern pada umumnya, lahir tanpa esensi. Ada banyak hal yang mendukung terbentuknya hal-hal ini antara lain karena gap Bahasa, gap ekonomi, gap krisis masa muda. Meskipun akhirnya subtansu Punk tercipta di Indonesia pada pertengahan tahun 90an melalui akses internet, tak sedikit berbeda dengan yang berada di bagian dunia lain, di Indonesia Punk

(32)

38 dianggap segerombolan remaja yang membawa sebuah keributan dan aliran music keras yang semua personilnya ngneband tanpa skill yang jelas.

Sekitar pertengahan tahun 90-an, komunitas Punk di Indonesia merupakan komunitas Punk dengan jumlah pengikut terbesar di dunia. Pegikut kultur Punk di Indonesia mulai mengadopsi subtansi Punk yang termasuk didalamnya ideologi, etika DIY, pandangan politis dan lain sebagainya. Salah satunya adalah gaya hidup positif Straight EDGE yang memilih untuk menolak mengkonsumsi alcohol, rokok, obat-obatan terlarang, dan perilaku seks bebas.

Memiliki sudut pandang Do It Yourself beberapa scene Punk di kota-kota besar di Indonesia seperti Bandun, Jakarta, Yogyakarta, dan Malang mulai merintis usaha record store dan mendistribusikan secara terbatas. Mereka membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus membantu untuk mendistribusikannya ke pasar yang lebih luas, kemudian usaha ini berkembang menjadi semacam took kecil atau biasa disebut dengan distro. CD dan kaset tidak lagi menjadi satu-satunya barang yang dijualnya. Mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesoris, buku, dan majalah, poster, art work, serta tattoo dan jasa piercing. Seluruh produk di jual sangat terbatas dengan harga yang dapat di jangkau. Dalam filosofi Punk, distro adalah implementasi sebuah perlawanan terhadap prilaku konsumtif anak muda pemuja brand ternama seperti Levi‟s, Adidas, Nike, Calvin Klein, Dior, Channel serta brand brand ternama lainya.

Eksistensi di Blitar terjadi Ketika subkuktur Punk mulai mempengaruhi para pemuda, atau bisa di katakana teenager. Hal ini dapat dimengerti bahwa punk sebagai sebuah subkultur dengan budaya-budaya orang tua puritan yang mengikat,

(33)

39 mandarah daging dan menjiwai seperti unsur yang apapun itu menyangkut sebuah penilaian, bagaimana sesorang harus berprilaku dan memiliki kepercayaan tentang akan hal itu. Kekuatan Punk untuk melahirkan sebua tanda-tanda dari himpunan masalah yang actual menyebabkan subkultur Punk mendapatkan tambahan anggota baru dan menyebabkan kepanikan moral di kalanagan orang tua, guru, kalangan agamawan, ataupun budayaawan yang puritan.

Berjualan pernak-pernik Punk ataupun akesesoris tubuh lainya dilakukan beberapa anak Punk di sekitar keramaian masyarakat. Membuat kaos untuk dijual yang bergambar logo band Punk rock local, maupun manca negara, atau hanya sekedar kata-kata perlawanan, kritik sosial. Selain kegiatan seperti itu beberapa anak juga memilih untuk hidup bergantung pada lampu merah dengan cara mengamen dan pendapatannya hanya untuk sekedar makan seharai-hari.

Memang Punk adalah sebuah aliran music, namun penilaian sebuah estetika kehidupan atau ideologinya tergantung pada sebuah individu itu sendiri untuk merepresntasikan ap aitu punk yang mereka pahami, negative tidaknya seorang punk bukan karena alirannya tetapi bnagaimana mereka memahami dan merepresntasikan sebuah ekpresi terhadap pemahaman punk. Motto dari anak punk ialah equality yaitu bermakna kebersamaan. Karena pada dasarnya kelompok punk lahir karena adanya sebuah kebersamaan pola piker serta aliran music.

Punk yang berkembang di Indonesia, lebih terkenal dalam hal fashion dan tingkah laku di perlihatkan. Mereka merasa mendapatkan sebuah kebebasaan berekpresi. Jumlah anak yang berdandan seperti anak Punk street tidak terlalu banyak, namun Ketika mereka turun ke jalan semua mata tertuju pada gaya

(34)

40 rambut yang mohawk serta spiky yang berwarna-warni terang serta mencolok. Anak punk bebas tetapi mereka memiliki sebuah rasa tanggung jawab yang besar atas apa yang mereka lakukan secara pribadi maupun kelompok. Hanya saja yang disayangkan oleh kelompok punk adalah pandagan sentimental serta sebalah mata terhadap apa yang mereka kenakan. Padahalnya sangat banyak diantara punkers yang memiliki rasa kepedualian sosial yang sangat tinggi yang biasa di ekspresikan kepada sesame mahkluk hidup ciptaan tuhan.

2.8 Fokus Penelitian

Fokus penelitian merupakan suatu penentuan konsentrasi sebgai pedoman arah suatu penelitian dalam mengadakan suaatu pembahasan atau penganalisaan sehingga penelitian tersebut mendapat hasil yang benar-benar mendapatkan hasil yang relevan dan yang diinginkan. Disamping itu juga focus penelitian juga merupakan batas ruanng dalam pengembangan penelitian, supaya penelitian yang dilakukan tidak terlaksana dengan sia-sia karena ketikdak jelasan dalam pengembangan penelitian.

Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah mengungkapkan makna fashion komunitas Punk Ni_Kita_Jibril. Dalam hal ini yang dimaksud peneliti mengungkapkan makna fashion Punk diantaranya: Gaya Rambut, Gaya Riasan, Pakaian, Sepatu, Asesoris, piercing. Peneliti ingin mengungkap makna fashion punk agar harapan penelitian ini dapat diketahui oleh masyarakat sehingga harapanya dapat merubah sudut pandang fashion punk yang awalnya negatif menjadi positif.

Gambar

Gambar 2.1 Bagan  Proses Komunikasi  1.  Ide atau gagasan diciptakan oleh sumber atau komunikator
Gambar 2.2 Bagan signifikasi Dua Tahap Roland Barthes .
Gambar 2.3 Bagan Langkah-langkah Analisis Fashion Punk Modis  2.6  Perkembangan Punk

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Landa (2014), desain grafis adalah suatu bentuk komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada target audiens dalam wujud visual. Desain

Karbohidrat dalam bentuk tepung atau cairan yang bersifat lengket serta mudah hancur di dalam mulut lebih memudahkan timbulnya karies dibanding bentuk fisik lain, karbohidrat

Ruang Terbuka Hijau Binaan (RTHB) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat

Jika terjadi inflasi pada suatu negara lebih tinggi dari negara mitra dagangnya, maka nilai ekspor akan berkurang dan nilai impor akan meningkat karena sebagian

Dengan kata lain, benda yang tidak berwujud ini bukanlah sebuah benda yang memiliki bentuk atau wujud nyata yang dapat dirasakan oleh indra perasa manusia melainkan

Nilai tukar (kurs) adalah harga mata uang suatu negara relatif terhadap mata uang negara lain. Karena nilai tukar ini mencakup dua mata uang, maka titik

Sesuai dengan asas negara hukum, setiap penggunaan wewenang harus mempunyai dasar legalitasnya. Sama halnya dengan lembaga-lembaga negara.. dimana dalam menggunakan wewenangnya

saham yang memiliki nilai ERBi<Ci, akan ditolak dan tidak dapat dikategorikan ke dalam portofolio saham yang optimal karena saham yang masuk ke dalam portofolio yang