Kementerian Kelautan dan Perikanan Sekretariat Jenderal
DEWAN KELAUTAN INDONESIA
2012
ANALISIS INPUT-OUTPUT
BIDANG KELAUTAN TERHADAP
PEMBANGUNAN NASIONAL
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan rahmat dan karunia-Nya laporan Analisis Input-Output Bidang Kelautan terhadap Pembangunan Nasional yang merupakan salah satu kegiatan dari Dewan Kelautan Indonesia (DEKIN) pada tahun 2012 dapat diselesaikan dengan baik.
Sumber daya kelautan yang terkandung dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indinesia mempunyai peranan yang cukup besar untuk pembangunan. Hal ini karena memang bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 13.466 pulau (terbanyak di dunia) dan panjang garis pantai kurang lebih 95.181 kilometer (terpanjang ke-4 di dunia), dimana sekitar 70 persen wilayah teritorialnya berupa laut. Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan pembangunan dibutuhkan informasi dan perencanaan pembangunan yang matang. Salah satu informasi yang dapat digunakan untuk perencanaan pembangunan tersebut adalah Analisis Input-Output Bidang Kelautan. Maksud dari penyusunan Analisis Input-Output Bidang Kelautan terhadap Pembangunan Nasional ini adalah untuk menyediakan data Tabel Input Output Kelautan yang cukup rinci dan up to
date sehingga dapat digunakan sebagai dasar perencanaan kebijakan dalam pembangunan bidang
kelautan di Indonesia.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada berbagai pihak yang telah memberikan saran dan masukan demi sempurnanya laporan ini. Semoga dengan adanya penyusunan Analisis Input-Output Bidang Kelautan terhadap Pembangunan Nasional dapat bermanfaat dalam menunjang proses pembangunan dan penerapan kebijakan khususnya bidang kelautan. Tentunya, masih banyak kekurangan di sana-sini dalam pelaksanaan kegiatan ini, dan kami tetap mengharapkan saran dan masukan dari berbagai pihak untuk penyempurnaannya ke depan.
Tim Penyusun
Dewan Kelautan Indonesia
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ...ii
DAFTAR TABEL ...iv
DAFTAR GAMBAR ...vi
BAB I PENDAHULUAN ...1
1.1. Latar Belakang ...2
1.2. Perumusan Masalah ...3
1.3. Maksud dan Tujuan ...3
1.4. Sasaran ...4
1.5. Ruang Lingkup ...4
1.6. Keluaran ...5
1.7. Hasil yang Diharapkan ...5
1.8. Manfaat ...5
BAB II LANDASAN TEORI DAN KEBIJAKAN ...6
2.1. Kerangka Dasar Model Input-Output ...6
2.2. Asumsi Dasar Model Input-Output ...9
2.3. Konsep dan Definisi dalam Tabel Input-Output ...10
2.3.1. Output ...10
2.3.2. Input Antara ...11
2.3.3. Input Primer (Nilai Tambah) ...11
2.3.4. Permintaan Akhir dan Impor ...12
2.4. Dasar Hukum ...13
2.5. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Bidang Kelautan ...14
2.6. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Bidang Kelautan ...16
BAB III METODOLOGI ...20
3.1. Kerangka Pikir Konseptual ...20
3.2.1. Analisa Keterkaitan Antar Sektor ...21
3.2.2. Analisa Pengganda ...22
3.2.3. Analisa Dampak ...27
3.3. Cakupan Sektor Bidang Kelautan ...30
3.4. Metode Pengumpulan Data ...32
3.5. Jenis dan Sumber Data yang Dibutuhkan ...33
3.6. Data Tabel Input-Output Indonesia dan Klasifikasi Sektor untuk Bidang Kelautan ...34
BAB IV ANALISA INPUT-OUTPUT UNTUK BIDANG KELAUTAN ...42
4.1. Peranan Bidang Keluatan dalam Perekonomian Nasional ………...42
4.2. Analisis Keterkaitan Antar Sektor Bidang Kelautan ...49
4.3. Analisis Pengganda Bidang Kelautan ...51
BAB V KONDISI SAAT INI, MASALAH DAN POTENSI PENGEMBANGAN...55
5.1. Kondisi Saat Ini ...55
5.2. Ekonomi Kelautan ...57
5.3. Masalah yang Dihadapi ...78
5.3.1. Produktivitas...78
5.3.2. Kualitas Sumber Daya Manusia ...80
5.3.3. Iklim Investasi dan Usaha ...80
5.3.4. Infrastruktur dan Teknologi...81
5.3.5. Pengendalian dan Pelestarian Lingkungan Hidup ...81
5.3. Potensi Pengembangan ...82
5.3.1. Sektor Prioritas ...82
5.3.2. Identifikasi Pelaku Investasi ...84
5.3.3. Perkiraan Kebutuhan Investasi ...86
5.3.4. Dampak Investasi Bidang Kelautan terhadap Perekonomian ...89
BAB VI PENUTUP ...92
6.1. Kesimpulan...92
6.2. Saran ...94
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kerangka Dasar Model Input-Output ...6
Tabel 2.2. Simplifikasi Tabel Input Output ...8
Tabel 3.1. Rumus Perhitungan Indeks Keterkaitan Menggunakan Tabel I-O ...21
Tabel 3.2. Rumus Perhitungan Pengganda Menurut Jenis Pengganda dan Tipe Dampak ...22
Tabel 3.3. Jenis dan Sumber Data yang Dibutuhkan ...34
Tabel 3.4. Klasifikasi Sektor Tabel I-O Kelautan Tahun 2008: 85 x 85 Sektor ...39
Tabel 4.1 Kontribusi Output dari Sektor Kelautan dalam Perekonomian Nasional Tahun 2008 ...42
Tabel 4.2 Kontribusi Pendapatan Masyarakat dari Sektor Kelautan dalam Perekonomian Nasional Tahun 2008 ...43
Tabel 4.3 Kontribusi Tenaga Kerja dari Sektor Kelautan dalam Perekonomian Nasional Tahun 2008 ...45
Tabel 4.4 Kontribusi Sektor Kelautan dalam PDB Nasional Tahun 2008 ...46
Tabel 4.5 Kontribusi Sektor Kelautan dalam PDB Nasional Tahun 2008 ...47
Tabel 4.6 Keterkaitan Ke Belakang Sektor Kelautan dalam Perekonomian Nasional Tahun 2008 ...49
Tabel 4.7 Keterkaitan Ke Depan Sektor Kelautan dalam Perekonomian Nasional Tahun 2008 ...50
Tabel 4.8 Sektor Kunci Bidang Kelautan dalam Perekonomian Nasional Tahun 2008 ...51
Tabel 4.9 Pengganda Output Sektor Kelautan dalam Perekonomian Nasional Tahun 2008 ...52
Tabel 4.10 Pengganda Pendapatan Sektor Kelautan dalam Perekonomian Nasional Tahun 2008 ...53
Tabel 4.11 Pengganda Tenaga Kerja Sektor Kelautan dalam Perekonomian Nasional Tahun 2008 ...54
Tabel 5.1 Produksi Perikanan Tangkap Komoditas Utama Tahun 2007 – 2011 ...62
Tabel 5.2 Luas Lahan Budidaya Ikan di Indonesia Tahun 2006 – 2010 ...63
Tabel 5.3 Produksi Perikanan Budidaya 2006-2010 ...63
Tabel 5.4 Jumlah Unit Pengolahan Menurut Jenis Pengolahan Ikan Utama ...64
Tabel 5.6 Lokasi Pengembangan Usaha Garam Nasional ...69
Tabel 5.7 Jumlah dan Luas Kawasan Konservasi Laut di Indonesia ...75
Tabel 5.8 Jumlah Pelabuhan Yang Dikelola PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I – IV Menurut Kelas Pelabuhan Tahun ...76
Tabel 5.9 Jumlah Armada Angkutan Laut Menurut Jenis Pelayaran Tahun 2006 – 2010 (unit) ...77
Tabel 5.10 Daftar Keberadaan Pelabuhan ...77
Tabel 5.11 Prioritas Penanganan Sektor Kelautan ...82
Tabel 5.12 Sektor Prioritas Jangka Pendek ...84
Tabel 5.13 Sektor Prioritas Jangka Panjang ...84
Tabel 5.14 Pola Pelaku Investasi di Indonesia ...85
Tabel 5.15 Indikator Kinerja Utama (IKU) ...86
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kerangka Pikir Konseptual ...20
Gambar 4.1 Kontribusi Sektor Perikanan terhadap PDB Nasional Tahun 2000-2011 (Persen) ...47
Gambar 4.2. Perkiraan Kontribusi Bidang Kelautan terhadap PDB Nasional Tahun 200-2011 (Persen) ...48
Gambar 5.1 Peta Lingkungan Laut Indonesia ...55
Gambar 5.2 Wilayah Perairan Large Marine Ecosystem (LME) di Seluruh Dunia ...56
Gambar 5.3 Perkembangan Nilai Investasi Asing (PMA) dan Dalam Negeri (PMDN) Sektor Perikanan ...58
Gambar 5.4 Perkembangan Nilai Ekspor-Impor Ikan Triwulan 1 2011 ...59
Gambar 5.5 Pertumbuhan PDB pada Sektor Perikanan Tahun 2001-2011 (persen) ...60
Gambar 5.6 Kontribusi Sektor Kelautan Terhadap PDB Tahun 2000 – 2011 (persen) ...60
Gambar 5.7 Perkembangan Realisasi Investasi PMA Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) Sektor Kelautan Triwulan I 2012 (US $ juta) ...61
Gambar 5.8 Cekungan Minyak Bumi di Indonesia ...66
Gambar 5.9 Peta Sebaran Kilang LNG di Indonesia ...67
Gambar 5.10 Potensi Mineral di Provinsi Sulawesi Selatan ...69
Gambar 5.11 Sebaran Energi Panas Laut ...70
Gambar 5.12 Jumlah Armada Laut Menurut Kepemilikan Tahun 2006-2010 ...72
Gambar 5.13 Peta Pelabuhan Perikanan ...78
Gambar 5.14 Produksi Perikanan Dunia dan Indonesia ...79
Gambar 5.15 Produksi perikanan Tangkap Dunia dan Posisi Indonesia 1950-2009 ...80
Gambar 5.16 Perkiraan Pelaku Investasi di Sektor Prioritas ...86
Gambar 5.17 Proyeksi dan Target Kontribusi Sektor Perikanan terhadap PDB Tanpa Migas Tahun 2000-2014 (Persen)...87
Gambar 5.18 Proyeksi dan Target Nilai Sektor Perikanan dalam PDB Nasional Tahun 2000-2014 (Rp. Milyar) ...88
Gambar 5.20 Dampak Investasi terhadap Pendapatan Masyarakat Tahun 2012-2014 (Rp. Milyar) ...90 Gambar 5.21 Dampak Investasi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Tahun 2012-2014
(Ribu Orang Tenaga Kerja) ...90 Gambar 5.22 Dampak Investasi terhadap Peningkatan Pendapatan Masyarakat dan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sumberdaya kelautan Indonesia merupakan salah satu aset pembangunan yang penting dan memiliki peluang sangat besar untuk dijadikan sumber pertumbuhan ekonomi baru bagi negara ini. Setidaknya terdapat tiga alasan utama yang mendasari hal tersebut. Pertama, secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau dan 81.000 kilometer garis pantai, dimana sekitar 70 persen wilayah teritorialnya berupa laut (Simanungkalit, 1999). Kedua, di wilayah pesisir dan lautan yang sangat luas itu terdapat potensi pembangunan berupa aneka sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang belum dimanfaatkan secara optimal (Resosudarmo, et.al., 2000). Ketiga, seiring pertambahan jumlah penduduk dunia dan semakin menipisnya sumberdaya pembangunan di daratan, permintaan terhadap produk dan jasa kelautan diperkirakan akan meningkat (Resosudarmo, et.al., 2000).
Dengan perairan laut seluas total 5,8 juta km2 (berdasarkan Konvensi PBB tahun 1982), Indonesia menyimpan potensi sumberdaya hayati dan non hayati yang melimpah (Simanungkalit, 1999). Namun pemanfaatannya sebagai salah satu sistem sumber daya hingga saat ini dirasakan belum optimal. Sektor perikanan misalnya, dari 6,7 juta ton perkiraan potensi perikanan per tahun, baru sekitar 65% yang dieksploitasi, walaupun di beberapa tempat kemungkinan besar telah terjadi penangkapan secara berlebihan (NRM News, 1999).
Apabila dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan, potensi sumberdaya kelautan Indonesia dapat menjadi modal utama pembangunan nasional di masa yang akan datang. Pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan sudah selayaknya memberikan perhatian khusus terhadap potensi kelautan dan perikanan untuk selanjutnya menerapkan program-program pengembangan berbagai jenis kegiatan di sektor-sektor kelautan dan perikanan di Indonesia. Salah satunya adalah mendorong terjadinya investasi di beberapa sektor kelautan dan perikanan yang dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat Indonesia secara umum.
Sebagai langkah pertama, perlu dilakukan identifikasi terhadap berbagai jenis kegiatan di sektor-sektor kelautan dan perikanan yang dapat memberikan kontribusi besar bagi masyarakat Indonesia. Hal tersebut dapat diketahui melalui peranan dari sektor kelautan dan perikanan
terhadap perekonomian nasional. Dari kegiatan tersebut selanjutnya ditentukan sektor-sektor di kelautan dan perikanan yang diprioritaskan untuk dikembangkan. Langkah kedua adalah memperkirakan pelaku-pelaku ekonomi yang akan melakukan investasi di sektor-sektor prioritas tersebut untuk kemudian menciptakan sistem insentif yang mendorong mereka agar segera berinvestasi. Dengan nilai perkiraan investasi yang dapat diketahui nantinya, dapat juga diperkirakan dampaknya terhadap perekonomian, baik terhadap pertumbuhan ekonomi, pendapatan masyarakat, dan penciptaan lapangan kerja.
Pengembangan program untuk merangsang investasi di sektor-sektor kelautan dan perikanan penting dilakukan setidaknya untuk dua alasan. Pertama, sering terjadinya informasi asimetris di pasar membuat para calon pelaku investasi tidak dapat melihat manfaat besar yang akan diterimanya jika melakukan investasi di suatu sektor. Kedua, kalaupun informasi di pasar sempurna, seringkali pilihan untuk melakukan investasi jatuh di sektor-sektor yang sangat menguntungkan bagi investor, tapi manfaatnya bagi kebanyakan orang relatif kecil.
Memperkirakan siapa pelaku investasi perlu dilakukan sebelum perumusan suatu sistem insentif. Perhatikan, umumnya, setiap pemberian insentif kepada satu pihak akan memberikan konsekuensi beban kepada pihak pemberi insentif, dalam hal ini pemerintah Indonesia. Sebagai contoh, insentif berupa penyederhanaan proses perijinan. Baik langsung maupun tidak langsung, ada biaya yang perlu dikeluarkan oleh lembaga pemberi ijin untuk mengubah proses perijinan yang diaturnya menjadi lebih sederhana. Pemberian insentif yang tidak tepat sasaran hanya menimbulkan biaya pada pemberi insentif, sementara itu pihak yang diberi insentif belum tentu terdorong untuk melakukan investasi.
1.2. Perumusan Masalah
Dalam konteks kelautan, terdapat cukup banyak jenis kegiatan/aktivitas yang masuk dalam kategori sektor ekonomi yang tercakup di dalamnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa sektor ekonomi yang dimaksud antara lain adalah perikanan (perikanan tangkap, udang, dan lain-lain), energi (minyak dan gas bumi), dan sumber daya mineral (garam, timah, dan lain-lain), pelayaran (angkutan laut), pariwisata bahari, industri (perikanan, kapal, dan lain-lain) dan jasa maritim, dan lain-lain. Tentunya masing-masing maupun secara bersama-sama berkontribusi terhadap perekonomian, baik terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), pendapatan masyarakat, maupun penyerapan tenaga kerja. Selain berkontribusi terhadap perekonomian, setiap jenis aktivitas tersebut juga memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor ekonomi, baik dalam sektor itu sendiri maupun sektor yang lain. Dengan keterkaitan tersebut, kondisi suatu sektor akan mempengaruhi kondisi sektor-sektor yang lain, baik sektor yang sebagai penyedia inputnya (sektor
hulu) maupun sektor pengguna outputnya (sektor hilir). Besar kecilnya pengaruh tersebut tergantung dari nilai pengganda (multiplier) yang dimiliki oleh setiap sektor.
Dalam upaya pengembangan sektor kelautan, dikarenakan keterbatasan sumber daya yang dimiliki, maka tidak semua aktivitas ekonomi yang terkait akan mendapatkan perhatian yang sama. Oleh karena itu, perlu dilakukan penentuan prioritas dalam upaya pengembangannya dengan mempertimbangkan berbagai hal, diantaranya adalah nilai pengganda yang dimiliki oleh setiap sektor.
Dengan potensi kelautan yang cukup besar, maka terdapat banyak pihak juga yang terkait dalam pengembangan sektor kelautan. Agar terjadi kesinergian dalam pengembangannya, maka perlu dilakukan identifikasi berbagai pihak yang terkait dan peranannya dalam pengembangan sektor kelautan. Salah satu peran masing-masing pihak yang terkait adalah berupa investasi. Dengan mengetahui target-target yang ada dalam pengembangan sektor kelautan, maka dapat diperkirakan pula kebutuhan investasi yang diperlukan. Atau dengan logika yang sebaliknya, komitmen masing-masing pihak dalam pengembangan sektor kelautan, khususnya melalui investasi dalam beberapa tahun ke depan juga dapat diketahui juga dampaknya terhadap perekonomian. Hal-hal tersebut dapat dianalisis dan dijelaskan, salah satunya dengan analisa Input-Output yang disusun khusus untuk analisis perencanaan kebijakan pembangunan kelautan.
Terkait dengan penjelasan di atas, maka kegiatan tentang penyusunan Analisis Input-Output Bidang Kelautan terhadap Pembangunan Nasional ini akan menjawab beberapa pertanyaan berikut, antara lain:
a. Jenis kegiatan/aktivitas ekonomi apa sajakah yang termasuk dalam sektor kelautan dalam perekonomian Indonesia?
b. Berapakah kontribusi sektor kelautan terhadap perekonomian Indonesia?
c. Bagaimana keterkaitan antar sektor, khususnya sektor kelautan, dalam perekonomian Indonesia?
d. Berapakah nilai pengganda, baik output, pendapatan, maupun tenaga kerja dari sektor kelautan, dalam perekonomian Indonesia?
e. Sektor apa sajakah yang prioritas untuk dikembangkan melalui investasi di sektor kelautan;
f. Siapa sajakah pelaku investasi yang potensial dan peranaannya dalam pengembangan sektor kelautan di Indonesia?; dan
g. Berapakah perkiraan kebutuhan investasi yang diperlukan untuk pengembangan sektor kelautan dan bagaimana dampaknya terhadap perekonomian nasional.
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud dari penyusunan Analisis Input-Output Bidang Kelautan terhadap Pembangunan Nasional ini adalah untuk menyediakan data Tabel Input Output Kelautan yang cukup rinci dan up to
date sehingga dapat digunakan sebagai dasar perencanaan kebijakan dalam pembangunan sektor
kelautan di Indonesia.
Sementara itu, tujuan dari Analisis Input-Output Bidang Kelautan terhadap Pembangunan Nasional ini secara rinci adalah:
a. Mengidentifikasi berbagai jenis kegiatan/aktivitas ekonomi yang termasuk dalam sektor kelautan dalam perekonomian Indonesia;
b. Mengetahui kontribusi sektor kelautan terhadap perekonomian Indonesia;
c. Mengetahui keterkaitan antar sektor, khususnya sektor kelautan, dalam perekonomian Indonesia;
d. Mengetahui nilai pengganda, baik output, pendapatan, maupun tenaga kerja dari sektor kelautan, dalam perekonomian Indonesia;
e. Mengetahui sektor-sektor yang prioritas untuk dikembangkan melalui investasi di sektor kelautan;
f. Mengidentifikasi para pelaku investasi yang potensial dan peranaannya dalam pengembangan sektor kelautan di Indonesia; dan
g. Memperkirakan kebutuhan investasi yang diperlukan untuk pengembangan sektor kelautan dan mengukur dampaknya terhadap perekonomian nasional.
1.4. Sasaran
Sasaran dari kegiatan Analisis Input-Output Bidang Kelautan terhadap Pembangunan Nasional ini antara lain:
a. Tersusunnya Tabel Input-Output Indonesia yang rinci dan up to date, sehingga dapat digunakan sebagai dasar perencanaan kebijakan dalam pembangunan sektor kelautan di Indonesia;
b. Teridentifikasinya jenis kegiatan/aktivitas ekonomi dalam sektor kelautan dan terukur kontribusinya dalam perekonomian Indonesia;
c. Tersedianya nilai perkiraan kebutuhan investasi di sektor kelautan dan analisa dampaknya terhadap perekonomian nasional; dan
d. Tersedianya bahan/referensi sebagai dasar penentuan kebijakan dalam pembangunan sektor kelautan di Indonesia;
1.5. Ruang Lingkup
Cakupan dari pelaksanaan kegiatan Analisis Input-Output Bidang Kelautan terhadap Pembangunan Nasional ini adalah:
a. Penyusunan Tabel Input-Output (IO) Kelautan Indonesia Tahun 2008, dimana sektor kelautan dirinci se-detil mungkin sebagai upaya untuk mengakuratkan analisa kebijakan;
b. Melakukan perjalanan ke beberapa daerah dalam upaya untuk menginventarisasi data dan berbagai rencana pengembangan sektor kelautan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah;
c. Menyelenggarakan kegiatan rapat/koordinasi yang melibatkan seluruh stakeholders yang terkait dalam upaya penyempurnaan penyusunan Tabel Input-Output dan rencana kebijakan pembangunan di sektor kelautan;
d. Melakukan perhitungan perkiraan kebutuhan investasi di sektor kelautan dan melakukan analisa dampaknya terhadap perekonomian Indonesia; dan
e. Melakukan penyusunan, pembahasan, dan penyempuranaan terhadap perencanaan kebijakan pembangunan kelautan di Indonesia dengan menggunakan Tabel Input-Output.
1.6. Keluaran (Output)
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan Analisis Input-Output Bidang Kelautan terhadap Pembangunan Nasional ini adalah tersusunnya perencanaan kebijakan pembangunan kelautan di Indonesia dengan menggunakan analisa Input-Output.
1.7. Hasil (Outcome) yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dari pelaksanaan kegiatan Analisis Input-Output Bidang Kelautan terhadap Pembangunan Nasional ini adalah termanfaatkannya alternatif usulan kebijakan pembangunan kelautan di Indonesia yang dilakukan dengan menggunakan analisa Input-Output dalam perumusan program dan kegiatan dalam pembangunan di sektor kelautan.
1.8. Manfaat
Beberapa manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari pelaksanaan kegiatan Analisis Input-Output Bidang Kelautan terhadap Pembangunan Nasional ini adalah:
a. Menjelaskan tentang berbagai jenis kegiatan/aktivitas ekonomi yang terkait dengan sektor kelautan dan kontribusinya terhadap perekonomian Indonesia;
b. Menjelaskan tentang berbagai permasalahan dalam upaya pengembangan sektor kelautan di Indonesia;
c. Mengintegrasikan berbagai upaya pengembangan sektor kelautan di Indonesia, yang mencakup berbagai pihak, baik di tingkatan nasional maupun daerah, khususnya dalam perencanaan kebijakan pembangunan di sektor kelautan; dan
d. Sebagai bahan/referensi dan masukkan bagi berbagai pihak, khususnya para pengambil kebijakan terkait dengan pengembangan sektor kelautan di Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KEBIJAKAN
2.1. Kerangka Dasar Model Input-Output
Hubungan antara susunan input dan distribusi output merupakan teori dasar yang melandasi model I-O. Secara sederhana, model I-O menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan antar-satuan kegiatan ekonomi untuk suatu waktu tertentu yang disajikan dalam bentuk tabel. Isian sepanjang baris menunjukkan alokasi output dan isian menurut kolom menunjukkan pemakaian input dalam proses produksi .
Sebagai model kuantitatif, model I-O mampu memberi gambaran menyeluruh tentang: (1) struktur perekonomian yang mencakup struktur output dan nilai tambah masing-masing
kegiatan ekonomi di suatu daerah
(2) struktur input antara (intermediate input), yaitu penggunaan barang dan jasa oleh kegiatan produksi di suatu daerah
(3) struktur penyediaan barang dan jasa baik yang berupa produksi dalam negeri maupun barang-barang yang berasal dari impor, dan
(4) struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan oleh kegiatan produksi maupun permintaan akhir untuk konsumsi, investasi dan ekspor.
Tabel 2.1 Kerangka Dasar Model Input-Output
Kuadran I :
Transaksi antar kegiatan (nxn)
Kuadran II : Permintaan akhir
(nxm) Kuadran III :
Input primer sektor produksi (pxn)
Kuadran IV :
Input primer permintaan akhir (pxm)
Kerangka dasar model I-O terdiri atas empat kuadran seperti disajikan pada Tabel 2.1. Kuadran I: Menunjukkan arus barang dan jasa yang dihasilkan dan digunakan oleh
sektor-sektor ekonomi dalam proses produksi di suatu perekonomian. Kuadran ini menunjukkan distribusi penggunaan barang dan jasa untuk suatu
proses produksi sehingga disebut juga sebagai transaksi antara (intermediate transaction).
Kuadran II: Menunjukkan permintaan akhir (final demand) dan impor. Permintaan akhir yaitu penggunaan barang dan jasa bukan untuk proses produksi yang biasanya terdiri atas konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan persediaan (stock), dan ekspor.
Kuadran III: Memperlihatkan input primer dari sektor-sektor produksi, yaitu semua balas jasa setiap faktor produksi yang biasanya meliputi upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung neto.
Kuadran IV: Memperlihatkan input primer yang langsung didistribusikan ke sektor-sektor permintaan akhir. Informasi ini digunakan dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) atau dikenal dengan sebutan data Social Accounting Matrix (SAM). Dalam penyusunan Tabel I-O, kuadran ini tidak disajikan. Tiap kuadran dinyatakan dalam bentuk matriks, masing-masing dengan dimensi seperti tertera pada Tabel 2.1. Bentuk seluruh matriks ini menunjukkan kerangka model I-O yang berisi uraian statistik mengenai transaksi barang dan jasa antar berbagai kegiatan ekonomi dalam suatu periode tertentu. Kumpulan sektor produksi pada kuadran pertama, yang berisi kelompok produsen, memanfaatkan berbagai sumberdaya dalam menghasilkan barang dan jasa yang secara makro disebut sebagai sistem produksi. Sektor di dalam sistem produksi ini dinamakan sektor endogen. Sedangkan sektor di luar sistem produksi, yaitu yang berada di kuadran kedua, ketiga dan keempat dinamakan sektor eksogen. Dengan demikian, dapat dilihat secara jelas bahwa model I-O membedakan dengan tegas sektor endogen dengan sektor eksogen. Output, selain digunakan dalam sistem produksi dalam bentuk permintaan antara, juga digunakan di luar sistem produksi dalam bentuk permintaan akhir. Input yang digunakan dalam sistem produksi ada yang berasal dari dalam sistem produksi berupa input antara dan juga ada yang berasal dari luar sistem produksi yang disebut input primer.
Tabel I-O pertama kali diperkenalkan oleh W. Leontief pada tahun 1930-an. Tabel I-O adalah suatu tabel yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa yang terjadi antar sektor produksi di dalam suatu ekonomi dengan bentuk penyajian berupa matriks.
Angka-angka di dalam Tabel I-O menunjukkan hubungan dagang antar sektor yang berada dalam perekonomian suatu wilayah. Setiap baris menunjukkan secara rinci jumlah penjualan dari sebuah sektor, yang tertera pada kolom penjual, ke berbagai sektor, yang tertulis di bawah label pembeli. Karena sebuah sektor tidak menjual barangnya kepada semua sektor yang ada, maka
umum dijumpai angka nol dalam sebuah baris di dalam Tabel I-O. Adapun kolom dalam Tabel I-O mencatat berbagai pembelian yang dilakukan sebuah sektor terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor yang ada di dalam wilayah tersebut. Jika angka-angka yang berada pada kolom suatu sektor juga banyak dijumpai angka nol, hal ini karena sebuah sektor tidak selalu membeli barang dan jasa dari seluruh sektor yang ada di perekonomian negara tersebut.
Selain transaksi antar sektor, ada lagi beberapa transaksi yang dicatat dalam sebuah Tabel I-O. Perusahaan-perusahaan di dalam suatu sektor menjual hasil produknya ke konsumen (rumah-tangga), pemerintah, dan perusahaan di luar negeri, ditambah lagi sebagian hasil produksi juga dijadikan bagian dari investasi oleh sektor lainnya. Penjualan-penjualan yang baru saja disebutkan ini dapat dikelompokkan ke dalam satu neraca yang disebut “konsumsi akhir”. Dalam hal pembelian, selain barang dan jasa dari berbagai sektor, perusahaan juga membutuhkan jasa tenaga kerja dan memberikan kompensasi pada pemilik modal atau kapital. Pembayaran jasa kepada tenaga kerja dan pemilik modal disebut pembayaran untuk “nilai tambah.” Selain itu perusahaan juga membeli barang dan jasa dari luar negeri, dengan kata lain, perusahaan mengimpor barang dan jasa. Transaksi impor barang dan jasa ini dicatat pada baris “impor”. Dengan demikian, lengkaplah transaksi-transaksi perdagangan dari berbagai sektor yang ada di dalam suatu negara. Secara sederhana simplifikasi dari Tabel I-O dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut :
Tabel 2.2. Simplifikasi Tabel Input Output
Sektor Sektor Pembeli Konsumsi Total
Penjual 1 2 ... N Akhir Produksi
1 2 . . . N x11 x12 ... x1n f1 X1 x21 x22 ... x2n f2 X2 . . . . . . . . . . . . xn1 xn2 ... xnn fn Xn Nilai Tambah V1 v2 ... vn Impor M1 m2 ... mn Total Input X1 X2 ... Xn
Dari Tabel I-O pada Tabel 2.2 dapat dibuat dua persamaan neraca yang berimbang: Baris :
x
ijf
iX
ii
n
j n
11
,...,
Kolom:x
ijv
jm
jX
jj
n
i n
1
1,...,
dimana xij adalah nilai aliran barang atau jasa dari sektor i ke sektor j; fi adalah total
konsumsi akhir; vj adalah nilai tambah dan mj adalah impor. Definisi neraca yang berimbang adalah
jumlah produksi (keluaran) sama dengan jumlah masukan.
Aliran antar industri dapat ditransformasi menjadi koefisien-koefisien dengan mengasumsikan bahwa jumlah berbagai pembelian adalah tetap untuk sebuah tingkat total keluaran (dengan kata lain, tidak ada economies of scale) dan tidak ada kemungkinan substitusi antara sebuah bahan baku masukan dan bahan baku masukan lainnya (dengan kata lain, bahan baku masukan dibeli dalam proporsi yang tetap). Koefisien-koefisien ini adalah:
a
ij
x
ij/
X
j ataux
ij
a X
ij j Dengan menggabungkan kedua persamaan di atas diperoleh:
a X
ij jf
iX
ii
n
j n
11
,...,
Atau dalam notasi matriks persamaan tersebut dapat ditulis sebagai AX f X dimana
;
;
i nx1 nxnij
A
f
f
a
danX
iX
nx1. Dengan memanipulasi persamaan di atas didapat hubungandasar dari Tabel I-O adalah :
(I - A)-1 f = X
dimana (I - A )-1 dinamakan sebagai matriks kebalikan Leontief (matriks multiplier masukan).
Matriks ini mengandung informasi penting tentang bagaimana kenaikan produksi dari suatu sektor (industri) akan menyebabkan berkembangnya sektor-sektor lainnya. Karena setiap sektor memiliki pola (pembelian dan penjualan dengan sektor lain) yang berbeda-beda, maka dampak dari perubahan produksi suatu sektor terhadap total produksi sektor-sektor lainnya berbeda-beda. Matriks kebalikan Leontief merangkum seluruh dampak dari perubahan produksi suatu sektor terhadap total produksi sektor-sektor lainnya ke dalam koefisien-koefisien yang disebut sebagai
multiplier (ij). Multiplier ini adalah angka-angka yang terlihat di dalam matriks (I – A)-1.
2.2. Asumsi Dasar Model Input-Output
Secara konsepsional, ada 3 (tiga) asumsi dasar yang melandasi penyusunan model I-O dan model-model ekonomi yang diturunkan dari Tabel I-O berangkat dari asumsi-asumsi sebagai berikut:
1. Asumsi homogenitas, yang mensyaratkan bahwa tiap sektor hanya memproduksi satu jenis output dengan struktur input tunggal dan bahwa tidak ada substitusi otomatis antara berbagai sektor.
2. Asumsi proporsionalitas, yang mensyaratkan bahwa dalam proses produksi hubungan antara input dengan output merupakan fungsi linier, yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu naik atau turun sebanding (berbanding lurus) dengan kenaikan atau penurunan output sektor yang dihasilkan.
3. Asumsi aditivitas, yaitu suatu asumsi yang menyebutkan bahwa efek total pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara terpisah. Ini berarti bahwa di luar sistem Tabel I-O semua pengaruh luar diabaikan.
Dengan asumsi-asumsi tersebut, model analisis I-O mempunyai keterbatasan-keterbatasan, antara lain: karena rasio input-output konstan sepanjang periode analisis, produsen tidak dapat menyesuaikan perubahan-perubahan inputnya atau mengubah proses peroduksi. Selain itu, hubungan yang tetap ini berarti bahwa apabila input suatu sektor diduakalikan maka outputnya akan dua kali juga. Asumsi semacam ini menolak adanya pengaruh perubahan teknologi ataupun produktivitas yang berarti perubahan kuantitas dan harga input sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga output.
2.3. Konsep dan Definisi dalam Tabel Input-Output
Dalam penyusunan Tabel I-O maupun analisis ekonomi yang menggunakan model I-O, terdapat beberapa besaran (variable) yang perlu dijelaskan. Besaran tersebut menyangkut output, input antara, input primer (nilai tambah), permintaan akhir, dan impor.
2.3.1. Output
Output merupakan nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sektor-sektor ekonomi yang ada di dalam suatu system ekonomi. Ada tiga jenis produksi yang dicakup dalam penyusunan output setiap sector, yaitu:
1) Produk utama (main product), adalah produk yang memiliki nilai dan atau kuantitas paling dominan di antara produk-produk yang dihasilkan, atau dengan kata lain adalah produksi yang memberikan nilai terbesar pada keseluruihan kegiatan usaha perusahaan
2) Produk ikutan (by product) adalah produk yang secara otomatis terbentuk pada saat menghasilkan produk utama, dengan kata lain adalah produksi yang dihasilkan bersama produksi utama dalam suatu proses yang tunggal. Teknologi yang digunakan untuk mendapatkan produk utama dan produk ikutan merupakan teknologi tunggal.
3) Produk sampingan (secondary product) adalah produk yang dihasilkan sejalan dengan produk utama tetapi menggunakan teknologi yang berbeda, dengan kata lain adalah produksi yang dihasilkan bersama produksi utama tetapi tidak dari suatu proses yang sama. Untuk lebih jelasnya diberikan ilustrasi sebagai berikut: Andaikan seseorang berusaha di bidang penggilingan padi. Dari penggilingan padi ini dihasilkan beras, merang, dan dedak, selain itu
mesin penggilingan padi tersebut dapat membangkitkan listrik. Listrik ini dijual ke lingkungan sekitar. Listrik yang dijual ini dimasukkan sebagai produk sampingan karena teknologinya berbeda. Sedangkan beras dimasukkan sebagai produk utama, dan untuk merang dan dedaknya dimasukkan sebagai produk ikutan karena teknologinya menyatu dengan teknologi produk beras.
Untuk menghitung output suatu sektor, produk ikutan dimasukkan sebagai bagian dari output sektor yang bersangkutan, sedangkan produksi sampingan dihitung di sektor yang sesuai dengan karakteristiknya. Dalam contoh ini, listrik yang dihasilkan oleh penggilingan padi dan dijual digolongkan ke dalam sektor listrik.
Secara umum pengertian mengenai output dan acara memperkirakan output telah dijelaskan. Namun untuk beberapa sektor, agak berbeda atau bersifat khusus seperti sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor keuangan, dan sektor pemerintahan. Dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Output sektor bangunan adalah seluruh nilai proyek yang telah diselesaikan selama periode perhitungan tanpa memperhatikan apakah bangunan tersebut sudah selesai seluruhnya atau belum dan berlokasi pada wilayah domestik. Oleh karena itu, output dari sektor ini pada umumnya diperoleh berdasarkan parkiraan
b. Output sektor perdagangan mencakup seluruh margin perdagangan yang timbul dari kegiatan perdagangan pada suatu wilayah domestik. Margin perdagangan adalah selisih antara nilai penjualan dengan nilai pembelian dari komoditas-komoditas yang diperdagangkan dikurangi dengan biaya pengangkutan yang dikeluarkan dalam rangka memperdagangkan komoditas-komoditas tersebut.
c. Output sektor bank terdiri dari jasa pelayanan di bidang perbankan (service charge) dan imputasi jasa bank (imputed service charge) yaitu selisih antara bunga yang diterima dengan bunga yang harus dibayar.
d. Output sektor pemerintahan terdiri atas belanja pegawai dan penyusutan barang-barang modal milik pemerintah
Dalam kerangka model I-O, output biasanya dinotasikan dengan X (Xi atau Xj) sedangkan dalam penyajian Tabel I-O biasanya, output diberikan kode 210.
2.3.2. Input Antara
Input antara mencakup penggunaan berbagai barang dan jasa oleh suatu sektor dalam kegiatan produksi. Barang dan jasa tersebut berasal dari produksi sektor-sektor lain, dan juga produksi sendiri. Barang-barang yang digunakan sebagai input antara biasanya habis sekali pakai, seperti bahan baku, bahan penolong, bahan bakar, dan sejenisnya. Dalam model I-O, pengggunaan input antara diterjemahkan sebegai keterkaitan antara sektor dan dinotasikan sebagai Xij, yaitu input antara yang berasal dari produksi sektor I yang digunakan oleh sektor j dalam rangka
menghasilkan output Xj. Σxij disebut sebagai total input antara sektor j, dan dalam Tabel I-O biasanya diberikan kode 190.
Dalam suatu Tabel I-O, input antara dinilai dengan dua jenis harga. Input antara atas dasar harga pembeli menggunakan harga beli konsumen sebagai dasarnya. Dan dalam harga tersebut tentunya margin distribusi (keuntungan pedagang dan ongkos angkut) sudah termasuk di dalamnya. Sebaliknya input antara atas dasar harga produsen menggunakan harga pabrik sebgai dasarnya, yang tentunya margin distribusi tidak termasuk di dalamnya. Margin distribusi selanjutnya diperlukan sebagai input yang berasal dari sektor perdagangan dan angkutan.
Input antara juga sebenarnya mencakup dua komponen, komponen input yang berasal dari produksi suatu wilayah/daerah sendiri dan komponen impor (dari kota lain dan luar negeri). Oleh karena itu suatu Tabel I-O yang ingin menggambarkan secara langsung hubungan produksi domestik dengan berbagai sektor pemakai, harus memisahkan komponen impor dari setiap unit antara. Dalam model I-O, analisis dengan menggunakan input antara domestik lebih sering dipakai.
2.3.3. Input Primer (Nilai Tambah)
Input primer atau lebih dikenal dengan nilai tambah merupakan balas jasa yang diciptakan/diberikan kepada faktor-faktor produksi yang berperan dalam proses produksi. Balas jasa tersbut mencakup upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung. Upah dan gaji merupakan balas jasa yang diberikan kepada buruh/karyawan, baik dalam bentuk uang maupun barang, termasuk dalam upah dan gaji juga adalah semua tunjangan (perumahan, kendaraan, dan kesehatan) dan bonus, uang lembur yang diberikan perusahaan kepada pekerja. Semua pendapatan pekerja tersebut masih dalam bentuk bruto atau sebelum dipotong pajak penghasilan.
Surplus usaha mencakup sewa properti (tanah, hak cipta/patent), bunga neto (bunga yang diterima dikurangi bunga yang dibayar) dan keuntungan perusahaan. Keuntungan perusahaan dalam bentuk bruto, yaitu sebelum dibagikan kepada pemilik saham berupa deviden dan sebelum dipotong pajak perusahaan/perseroan. Penyusutan merupakan nilai penyisihan keuntungan perusahaan untuk akumulasi pengganti barang modal yang habis dipakai.
Sedangkan pajak tak langsung merupakan pajak yang dikenakan pemerintah untuk setiap transaksi penjualan yang dilakukan oleh perusahaan seperti pajak pertambahan nilai (PPn). Dalam model I-O, nilai tambah biasanya dinotasikan dengan Vj, dan untuk setiap komponennya menggunakan notasi h. Jadi Vhj merupakan nilai tambah yang diciptakan di sektor j untuk komponen h. Untuk dalam Tabel I-O, umumnya komponen nilai tambah berkode 201 sampai dengan 204 dan jumlah nilai tambah untuk setiap sektor diberi kode 209.
2.3.4. Permintaan Akhir dan Impor
Permintaan akan barang dan jasa dibedakan antara permintaan oleh sektor-sektor produksi untuk proses produksi disebut permintaan antara, dan permintaan oleh konsumen akhir disebut permintaan akhir. Dalam Tabel I-O, permintaan akhir mencakup pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok, ekspor, dan impor.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga (kode 301) mencakup semua pembelian barang dan jasa oleh rumah tangga, baik untuk makanan maupun non-makanan. Termasuk pula pembelian barang-barang tahan lama (durable goods) seperti perlengkapan rumah tangga, kendaraan bermotor, dan sebagainya. Satu-satunya pembelian yang tidak termasuk dalam konsumsi rumah tangga adalah bangunan tempat tinggal, karena dianggap sebagai pembentukan modal di sektor persewaan bangunan. Konsumsi rumah tangga mencakup pula barang-barang hasil produksi sendiri dan pemberian pihak lain.
Pengeluaran konsumsi pemerintah (kode 302) mencakup semua pembelian barang dan jasa oleh pemerintah yang bersifat rutin (current expenditure), termasuk pembayaran gaji para pegawai (belanja pegawai). Sedangkan pengeluaran pembangunan untuk pengadaan sarana dan berbagai barang modal, termasuk dalam pembentukan modal. Pembentukan modal tetap (kode 303) mencakup semua pengeluaran untuk pengadaan barang modal baik dilakukan oleh pemerintah maupun perusahaan-perusahaan swasta (bisnis). Barang modal dapat terdiri dari bangunan/konstruksi, mesian dan peralatan, kendaraan dan angkutan serta barang modal lainnya.
Sedangkan perubahan stok (kode 304) sebenarnya juga merupakan pembentukan modal (tidak tetap) yang diperoleh dari selisih antara stok akhir dan stok awal periode perhitungan. Stok biasanya dipegang oleh produsen merupakamn hasil produksi yang belum sempat dijual, oleh pedagang sebagai barang dagangan yang belum sempat dijual dan oleh konsumen sebagai bahan-bahan/inventory yang belum sempat digunakan.
Ekspor dan impor (kode 305 dan 409) merupakan kegiatan atau transaksi barang dan jasa antara penduduk suatu wilayah/daerah dengan penduduk luar wilayah/daerah, baik penduduk kota lain maupun luar negeri. Perbandingan ekspor dan impor baik keseluruhan maupun untuk setiap kelompok komoditi menunjukkan terjadinya surplus atau defisit perdagangan antara suatu wilayah/daerah dengan kota lain atau luar negeri.
2.4. Dasar Hukum
Kegiatan tentang Analisis Input-Output Bidang Kelautan terhadap Pembangunan Nasional ini didasarkan atas beberapa regulasi/peraturan perundang-undangan, antara lain:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoonesia Tahun 1945;
2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations
Convention on The Law of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai
Hukum Laut 1982);
3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan
4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations
Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai
Keanekaragaman Hayati);
5) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009;
6) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008;
7) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan;
8) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal;
9) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
10) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025;
11) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
12) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut;
13) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2002 tentang Karantina Ikan;
14) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
15) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan; 16) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penelitian
dan Pengembangan Perikanan;
17) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2009 tentang Pembiayaan, Pembinaan dan Pengawasan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan;
18) Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
19) Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014;
20) Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
21) Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025;
22) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Dewan Kelautan Indonesia;
23) Keputusan Presiden Nomor 84/M Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
24) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.24/MEN/2002 tentang Tata Cara dan Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan Departemen Kelautan Dan Perikanan;
25) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER06/MEN/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 20010-2014;.
26) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan;
27) Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 120/M-Ind/Per/10/2009 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Pengolahan Ikan;
28) Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 13/M-Dag/Per/5/2011 tentang Penetapan Harga Patokan Ikan Untuk Penghitungan Pungutan Hasil Perikanan
2.5. Arahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kelautan
Berdasarkan kondisi bangsa Indonesia saat ini, tantangan yang dihadapi dalam 20 tahunan mendatang dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, dan amanat pembangunan yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional ((RPJPN), maka Visi Pembangunan Nasional tahun 2005-2025 adalah: Indonesia Yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur.
Penjelasan mengeanai visi pembangunan nasional tahun 2005-2025 , yaitu:
Mandiri : Bangsa mandiri adalah bangsa yang mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang telah maju dengan mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan sendiri.
Maju : Suatu bangsa dikatakan makin maju apabila sumber daya manusianya memiliki kepribadian bangsa, berakhlak mulia, dan berkualitas pendidikan yang tinggi. Adil : Sedangkan Bangsa adil berarti tidak ada diskriminasi dalam bentuk apapun, baik
antarindividu, gender, maupun wilayah.
Makmur : Kemudian Bangsa yang makmur adalah bangsa yang sudah terpenuhi seluruh kebutuhan hidupnya, sehingga dapat memberikan makna dan arti penting bagi bangsa-bangsa lain di dunia.
Sedangkan untuk mewujudkan visi tersebut, maka salah misi yang diemban RPJMN 2005-2025, adalah Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional adalah menumbuhkan wawasan bahari bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi kelautan; meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang berwawasan kelautan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan; mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran; dan membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan.
Pembangunan kelautan pada masa yang akan datang diarahkan pada pola pembangunan berkelanjutan berdasarkan pengelolaan sumber daya laut berbasiskan ekosistem, yang meliputi aspek-aspek sumber daya manusia dan kelembagaan, politik, ekonomi, lingkungan hidup, sosial budaya, pertahanan keamanan, dan teknologi.
1) Membangkitkan wawasan dan budaya bahari, antara lain, melalui (a) pendidikan dan penyadaran masyarakat tentang kelautan yang dapat diwujudkan melalui semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; (b) melestarikan nilai-nilai budaya serta wawasan bahari serta merevitalisasi hukum adat dan kearifan lokal di bidang kelautan; dan (c) melindungi dan menyosialisasikan peninggalan budaya bawah air melalui usaha preservasi, restorasi, dan konservasi.
2) Meningkatkan dan menguatkan peranan sumber daya manusia di bidang kelautan yang diwujudkan, antara lain, dengan (a) mendorong jasa pendidikan dan pelatihan yang berkualitas di bidang kelautan untuk bidang-bidang keunggulan yang diimbangi dengan ketersediaan lapangan kerja dan (b) mengembangkan standar kompetensi sumber daya manusia di bidang kelautan. Selain itu, perlu juga dilakukan peningkatan dan penguatan peranan ilmu pengetahuan dan teknologi, riset, dan pengembangan sistem informasi kelautan.
3) Menetapkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, aset-aset, dan hal-hal terkait di dalamnya, termasuk kewajiban-kewajiban yang telah digariskan oleh hukum laut United Nation Convention on the Law Of Sea (UNCLOS) 1982. Indonesia telah meratifikasi UNCLOS pada tahun 1986 sehingga mempunyai kewajiban, antara lain, (a) menyelesaikan hak dan kewajiban dalam mengelola sumber daya kelautan berdasarkan ketentuan UNCLOS 1982; (b) menyelesaikan penataan batas maritim (perairan pedalaman, laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, dan landas kontinen); (c) menyelesaikan batas landas kontinen di luar 200 mil laut; (d) menyampaikan laporan data nama geografis sumber daya kelautan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa. Di sisi lain, Indonesia juga perlu pengembangan dan penerapan tata kelola dan kelembagaan nasional di bidang kelautan, yang meliputi (a) pembangunan sistem hukum dan tata pemerintahan yang mendukung ke arah terwujudnya Indonesia sebagai Negara Kepulauan serta (b) pengembangan sistem koordinasi, perencanaan, monitoring, dan evaluasi.
4) Melakukan upaya pengamanan wilayah kedaulatan yurisdiksi dan aset Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang meliputi (a) peningkatan kinerja
pertahanan dan keamanan secara terpadu di wilayah perbatasan; (b) pengembangan sistem monitoring, control, and survaillance (MCS) sebagai instrumen pengamanan sumber daya, lingkungan, dan wilayah kelautan; (c) pengoptimalan pelaksanaan pengamanan wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terdepan; dan (d) peningkatan koordinasi keamanan dan penanganan pelanggaran di laut.
5) Mengembangkan industri kelautan secara sinergi, optimal, dan berkelanjutan yang meliputi (a) perhubungan laut; (b) industri maritim; (c) perikanan; (d) wisata bahari; (e) energi dan sumber daya mineral; (f) bangunan laut; dan (g) jasa kelautan. 6) Mengurangi dampak bencana pesisir dan pencemaran laut dilakukan melalui
(a) pengembangan sistem mitigasi bencana; (b) pengembangan early warning system; (c) pengembangan perencanaan nasional tanggap darurat tumpahan minyak di laut; (d) pengembangan sistem pengendalian hama laut, introduksi spesies asing, dan organisme laut yang menempel pada dinding kapal; serta (e) pengendalian dampak sisa-sisa bangunan dan aktivitas di laut.
7) Meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin di kawasan pesisir dilakukan dengan mengembangkan kegiatan ekonomi produktif skala kecil yang mampu memberikan lapangan kerja lebih luas kepada keluarga miskin.
2.6. Arah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Ke-2 Bidang Kelautan (2010—2014)
Pengembangan wilayah laut dilaksanakan melalui pendekatan kewilayahan terpadu dengan memperhatikan aspek-aspek geologi, oseanografi, biologi atau keragaman hayati, habitat, potensi mineral dan energi, potensi perikanan, potensi wisata bahari, potensi industri maritim, potensi transportasi, dan teknologi. Pendekatan ini merupakan sinergi dari pengembangan pulau-pulau besar dalam konteks pengembangan wilayah dan pemerataan pembangunan. Pendekatan ini memandang wilayah laut Indonesia atas dua fungsi: (i) sebagai perekat integrasi kegiatan perekonomian antarwilayah, dan (ii) sebagai pendukung pengembangan potensi setiap wilayah.
a) Wilayah Pengembangan Kelautan Sumatera
Wilayah pengembangan kelautan Sumatera terletak di sebelah barat Pulau Sumatera yang memanjang dari Sabang di bagian utara hingga Lampung di bagian selatan. Potensi perikanan meliputi ikan hias di Pulau Breuh dan Sibolga, ikan kakap, kerapu, kerang-kerangan, teripang, dan tiram merata di bagian barat Sumatera. Di samping itu juga terdapat potensi rumput laut di pesisir Painan dan Lampung. Aneka jenis terumbu karang dapat ditelusuri di Kepulauan Simeulue dan Mentawai. Potensi migas ditemukan di Cekungan Busur Muka lepas pantai Bengkulu serta potensi pasir besi di sepanjang pantai Padang. Potensi wisata bahari dan budaya sangat potensial dikembangkan di Kepulauan Nias dan Mentawai. Wilayah ini hanya dilewati oleh satu jalur pelayaran nasional dan nusantara, namun wilayah perbatasan internasional di bagian barat merupakan jalur pelayaran internasional yang cukup sibuk.
Arah kebijakan pengembangan wilayah kelautan Sumatera adalah pengembangan industri berbasis kelautan, khususnya pengolahan hasil laut, dengan memperkuat keterkaitan dengan wilayah Jawa. Strategi yang ditempuh adalah: (1) penyiapan sumber daya manusia terampil di bidang kelautan; (2) pembangunan transportasi laut dan wilayah pesisir; (3) peningkatan kapasitas energi listrik; (4) pengembangan skema pembiayaan perbankan yang mudah diakses nelayan dan pelaku usaha kecil menengah di kawasan pesisir; (5) dan fasilitasi pengembangan sistem jaminan atau perlindungan risiko.
b) Wilayah Pengembangan Kelautan Selat Malaka
Secara geografis wilayah pengembangan kelautan Selat Malaka terbentang dari perairan Selat Malaka hingga Kepulauan Riau, serta berbatasan dengan perairan Aceh di utara, perairan Malaysia dan Singapura di timur, wilayah pengembangan kelautan Natuna di selatan, dan daratan Sumatera di barat. Wilayah ini merupakan jalur pelayaran internasional yang padat dan wilayah yang berisiko tinggi terjadinya konflik dengan negara tetangga. Potensi granit tua dan endapan pasir ditemukan di Kepulauan Riau. Potensi timah terdapat di Kepulauan Singkep, sedangkan pasir kuarsa yang cukup besar ditemukan di lepas pantai Riau dekat Pulau Rupat. Wilayah ini memiliki potensi perikanan budidaya (kakap putih, kerapu, kerang-kerangan, teripang, tiram, dan rumput laut. Potensi perikanan tangkap (ikan hias) juga ditemukan di sekitar Pulau Sabang dan Pulau Bintan. Keragaman hayati di perairan ini dicirikan oleh keluarga Moluska dan Teripang serta spesies penyu. Habitat terumbu karang didominasi oleh terumbu karang tepi (fringing reef). Namun, padatnya aktivitas pelayaran dan eksplorasi migas di wilayah ini menghadirkan ancaman polusi pencemaran minyak dan limbah lainnya.
Pengembangan wilayah kelautan Selat Malaka diarahkan pada peningkatan keamanan dan ketertiban serta keberlanjutan ekosistem laut sehingga pemanfaatan sumber daya alam bisa dilakukan secara optimal. Untuk itu strategi yang diperlukan adalah: (1) penegasan batas-batas teritorial dan yuridiksi wilayah dengan negara tetangga; (2) peningkatan pengawasan kawasan perbatasan untuk menghindari penyelundupan, perompakan, illegal fishing, dan perdagangan pasir ilegal; (3) penegakan peraturan terkait dengan pemeliharaan dan pelestarian lingkungan laut; (4) pemanfaatan pulau-pulau terdepan sebagai kawasan wisata atau pusat konservasi satwa laut.
c) Wilayah Pengembangan Kelautan Jawa
Wilayah pengembangan kelautan Jawa terletak di antara Pulau Kalimantan dan Pulau Jawa. Di sebelah timur wilayah ini berbatasan dengan wilayah pengembangan kelautan Makassar dan di barat berbatasan dengan Pulau Sumatera. Karena lerletak di wilayah laut dalam di
antara pulau-pulau besar, perairan ini merupakan jalur pelayaran nasional dan nusantara yang padat. Pelayaran internasional juga melintasi bagian timur perairan ini. Ancaman turunnya kualitas lingkungan berasal dari pencemaran minyak dan limbah yang dialirkan sungai-sungai di Pulau Jawa.
Pengembangan wilayah perairan ini diarahkan pada penguatan fungsi wilayah kelautan sebagai perekat integrasi ekonomi antarwilayah (antarpulau) dengan tetap menjaga kelestarian ekosistem laut. Untuk itu strategi yang diterapkan adalah: (1) peningkatan sistem transportasi laut untuk mempermudah arus barang antarpulau khususnya ke wilayah timur Indonesia; (2) penegakan peraturan terkait dengan pemeliharaan dan pelestarian lingkungan laut; (3) pengendalian pembuangan limbah industri dan rumah tangga melalui sungai-sungai yang bermuara di perairan Jawa; (4) pengendalian erosi di wilayah daerah aliran sungai (DAS) untuk menghindari pendangkalan pelabuhan ikan dan pelabuhan laut; (5) pengembangan perikanan budidaya; dan (6) minimalisasi risiko pencemaran perusakan habitat laut oleh kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas lepas pantai.
d) Wilayah Pengembangan Kelautan Makassar-Buton
Secara geografis, wilayah pengembangan kelautan Makassar diapit oleh Pulau Sulawesi di sebelah timur dan Pulau Kalimantan di sebelah barat. Kecuali Selat Makassar, tingkat pemanfaatan potensi perikanan masih memungkinkan untuk ditingkatkan. Dari sisi sistem transportasi, wilayah ini dilalui jalur pelayaran nasional dan Nusantara yang cukup aktif. Di samping itu Selat Makassar juga dilintasi jalur pelayaran internasional yang cukup padat. Kebijakan pengembangan wilayah ini diarahkan pada optimalisasi peran strategis kelautan dalam meningkatkan interaksi perdagangan intra pulau (antar provinsi di Sulawesi) maupun dalam mendukung peran wilayah Sulawesi sebagai penggerak Kawasan Timur Indonesia. Untuk itu strategi yang diterapkan adalah: (1) peningkatan sistem transportasi laut yang menghubungkan provinsi-provinsi di Pulau Sulawesi; (2) pemantapan sistem transportasi laut untuk memperkuat fungsi intermediasi Sulawesi bagi KBI dan KTI; (3) pembangunan pelabuhan-pelabuhan ikan dalam klaster-klaster industri pengolahan hasil laut; (4) pengembangan pelabuhan hub ekspor komoditas unggulan; (5) peningkatan pengawasan jalur pelayaran internasional untuk mencegah aktivitas penyelundupan; (6) pengembangan lembaga pendidikan dan kurikulum berbasis kelautan (perikanan, pariwisata, perkapalan); (7) pengembangan industri angkutan laut (perkapalan); dan (8) pengembangan wisata bahari.
Wilayah pengembangan kelautan Banda-Maluku terletak di Kawasan Timur Indonesia (KTI), berbatasan dengan wilayah pengembangan kelautan Papua di utara, dengan daratan Pulau Papua di timur, dengan wilayah pengembangan kelautan Sawu di selatan, dan dengan wilayah pengembangan kelautan Makassar di barat. Potensi migas ditemukan di daerah kepala burung, Seram dan Halmahera. Bahan semen juga ditemukan di Pulau Misool. Namun demikian wilayah ini baru dilayani beberapa jalur pelayaran nasional dan nusantara. Dengan demikian ancaman pencemaran laut masih rendah, terlihat dari relatif terjaganya keragaman hayati yang tinggi. Wilayah ini merupakan tempat bertelur beberapa spesies seperti penyu-penyuan. Potensi perikanan dan budidaya rumput laut juga sangat tinggi dengan tingkat pemanfaatan yang relatif rendah. Karakter gugus-gugus pulau yang khas juga merupakan potensi wisata alam wilayah ini seperti ditemukan di perairan Raja Ampat. Arah kebijakan pengembangan wilayah kelautan Banda-Maluku adalah perintisan pengembangan industri berbasis sumber daya kelautan dan wisata bahari. Sejalan dengan arah ini, strategi yang diperlukan meliputi: (1) pengembangan sumber daya manusia berketrampilan tinggi di bidang kelautan (pendidikan dan pelatihan); (2) pengembangan komoditas unggulan bernilai tinggi berbasis kelautan seperti kerang mutiara dan ikan hias; (3) pengembangan industri angkutan laut (perkapalan); (4) pemberdayaan dan pengorganisasian masyarakat khususnya wilayah pesisir untuk memperkuat modal sosial; (5) peningkatan akses permodalan bagi nelayan; (6) pengembangan wisata bahari.
BAB III
METODOLOGI
3.1. Kerangka Pikir Konseptual
Penyusunan Tabel Input-Output untuk perencanaan kebijakan pembangunan kelautan ini dilaksanakan dengan kerangka pikir konseptual sebagai berikut:
Potensi dan Aktivitas Sektor Kelautan
Sektor Perikanan
Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor Industri Maritim Sektor Perhubungan/ Angkutan Laut Sektor Pariwisata Bahari Sektor Bangunan Kelautan Sektor Jasa Kelautan Sektor Kelautan Tabel IO Kelautan Kontribusi dalam Perekonomian Keterkaitan Antar Sektor Nilai Pengganda Identifikasi Stakeholders Sektor Kelautan Prioritas Perkiraan Kebutuhan Investasi Dampak terhadap Perekonomian Saran/Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Kelautan
Gambar 3.1 Kerangka Pikir Konseptual
3.2. Metode Analisa
3.2.1. Analisa Keterkaitan Antar Sektor
Model I-O telah secara luas digunakan untuk meneliti keterkaitan antar sektor produksi dalam suatu perekonomian. Misalnya, Sritua Arief (1981) telah menggunakan model I-O untuk meneliti sektor-sektor kunci (key sectors) dalam ekonomi Indonesia. Alaudin (1986) telah mengidentifikasi sektor-sektor kunci dalam perekonomian Bangladesh dengan pendekatan keterkaitan antar sektor. Muchdie dan M.Handry Imansyah (1995) menerapkan analisis keterkaitan dalam analisis sektor-sektor unggulan pada perekonomian Indonesia.
Analisis indeks keterkaitan mulanya dikembangkan oleh Rasmussen (1956) dan Hirschman (1958) untuk melihat keterkaitan antar sektor, terutama untuk menentukan strategi kebijakan pembangunan. Konsep ini kemudian diperbaiki oleh Cella (1984) dan diterapkan oleh Clements dan Rossi (1991). Dikenal dua jenis keterkaitan, yaitu (1) keterkaitan ke belakang (backward linkages) yang merupakan keterkaitan dengan bahan mentah dan dihitung menurut kolom, dan (2) keterkaitan ke depan (forward linkages) yang merupakan keterkaitan penjualan barang jadi dan dihitung menurut baris.
Tabel 3.3 menyajikan rumus perhitungan keterkaitan ke depan (langsung, total terbuka dan total tertutup) dan keterkaitan ke belakang (langsung, total terbuka dan total tertutup).
Tabel 3.1 Rumus Perhitungan Indeks Keterkaitan Menggunakan Tabel I-O
Keterkaitan Output Pendapatan Tenaga kerja
Ke Depan Langsung (1/n j aij)/ (1/n2 i j aij) (1/n j (aij pi))/ (1/n2 i j (aij pi)) (1/n i (aij ti))/ (1/n2 i j (aij ti)) Total terbuka (1/n j bij)/ (1/n2 i j bij) (1/n j (bij pi))/ (1/n2 i j (bij pi )) (1/n j (bij ti))/ (1/n2 i j (bij ti )) Total tertutup (1/n j b*ij)/ (1/n2 i j b*ij) (1/n j (b*ij pi))/ (1/n2 i j (b*ij pi )) (1/n j (b*ij ti))/ (1/n2 i j (b*ij ti )) Ke Belakang Langsung (1/n i aij)/ (1/n2 i j aij) (1/n i (aij pi))/ (1/n2 i j (aij pi)) (1/n i (aij ti))/ (1/n2 i j (aij ti)) Total terbuka (1/n i bij)/ (1/n2 i j bij) (1/n i (bij pi))/ (1/n2 i j (bij pi )) (1/n i (bij ti))/ (1/n2 i j (bij ti ))
Total tertutup (1/n i b * ij)/ (1/n2 i j b*ij) (1/n i (b * ij pi))/ (1/n2 i j (b*ij pi )) (1/n i (b * ij ti))/ (1/n2 i j (b*ij ti )) Catatan :
n adalah jumlah sektor dalam perekonomian, pi koefisien pendapatan rumah tangga; ti adalah koefisien tenaga kerja; aij adalah koefisien input langsung ; bij adalah koefisien matriks kebalikan terbuka ; dan b*ij adalah koefisien matriks kebalikan tertutup.
3.2.2. Analisa Pengganda
Analisis keterkaitan antar sektor yang telah dibahas hanya menunjukkan nilai indeks pemusatan dan indeks penyebaran dari koefisien-koefisien pada matriks koefisien langsung, matriks kebalikan terbuka dan matriks kebalikan tertutup. Teknik analisis tersebut tidak memperlihatkan rangkaian pengaruh suatu sektor terhadap sektor lainnya dalam suatu perekonomian. Oleh karenanya, analisis pengganda (ada yang menyebutnya sebagai analisis dampak berganda) perlu diperkenalkan karena analisis ini mampu menelusuri rentetan pengaruh suatu sektor, baik secara langsung, secara tidak langsung ataupun imbasan, terhadap sektor lainnya dan perekonomian secara keseluruhan. Analisis pengganda merupakan analisis yang paling populer dalam analisis I-O.
Pada dasarnya, pengganda merupakan ukuran respon terhadap rangsangan perubahan suatu perekonomian, yang dinyatakan dalam hubungan sebab-akibat. Pengganda pada model I-O diasumsikan sebagai respon meningkatnya permintaan akhir suatu sektor. West dan Jensen (1980) dan West dkk (1989) membedakan kategori pengganda menjadi: dampak awal (initial impact), dampak imbasan kegiatan produksi (production induced impact), yang terdiri atas: pengaruh langsung (direct effect) yang juga kadang-kadang disebut dengan pengaruh putaran pertama
(first-round effect), dan pengaruh tidak langsung (indirect effect) yang merupakan pengaruh putaran
kedua dan seterusnya, yang juga dikenal dengan pengaruh dukungan industri (industrial support
effect) dan dampak imbasan konsumsi (consumption induced effect). Selain itu, juga ada kategori lain
yang disebut dampak luberan (flow-on impact). Tabel 3.4 menyajikan rumus perhitungan pengganda, menurut tipe dampak dan output, pendapatan dan tenaga kerja.
Tipe Dampak Output Pendapatan Tenaga Kerja Dampak Awal 1 pj tj Pengaruh Langsung aij aij pi aij ti Pengaruh Tdk Langsung bij - 1 - aij bij pi - pi - aij pi bij ti - ti - aij ti Dampak Imbasan Kons (b*ij - bij) (b*ij pi - bij pi) (b*ij ti - bij ti) Dampak Total b*ij b*ij pi b*ij ti Dampak Luberan b*ij - 1 b*ij pi - pi b*ij ti - ti Catatan:
pi koefisien pendapatan rumah tangga; ti adalah koefisien tenaga kerja; aij adalah koefisien input langsung ; bij adalah koefisien matriks kebalikan terbuka ; dan b*ij adalah koefisien matriks kebalikan tertutup.
1) Pengganda Output (Output Multiplier)
Ide dasar dari pendekatan ini mirip dengan kerangka multiplier Keynesian. Jika misalnya ada perubahan pada variabel eksogen (dalam hal ini unsur dari permintaan akhir), maka dapat dilihat berapa besar pengaruh perubahan tersebut pada peningkatan output di seluruh sektor. Adapun proses dari penghitungan pengganda produksi ini dapat disimak pada penjelasan berikut.
Dengan menggunakan matriks koefisien input dari aij, sama seperti cara penghitungan matriks kebalikan Leontief sebelumnya, maka jika kita ingin mengetahui pengaruh dari perubahan permintaan akhir (sebagai contoh pengeluaran pemerintah pada sektor 1) dan jika elemen-elemen matriks tersebut diberi simbol ij, maka matriknya menjadi:
X1 11 12 ... 1k ... 1n F1 X2 21 22 ... 2k ... 2n 0 : = : : : : : Xb b1 b2 ... bk ... bn 0 : : : : : : Xn n1 n2 ... nk ... nn 0
Atau dapat dituliskan dalam bentuk rangkaian persamaan-persamaan : X1 = 11. F1