• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA"

Copied!
398
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA

JALAN TAMAN SUROPATI NOMOR 2 JAKARTA 10310 TELEPON (021) 31936207, 3905650; FAKSIMILE (021) 3145374

www.bappenas.go.id

RANCANGAN AKHIR

Paket Pekerjaan :

Penyiapan Dokumen

Proyek Investasi Outline Business Case and

Project Readiness Monorail Batam

(2)

Pendahuluan

Laporan Rancangan Kajian Akhir ini dibuat sebagai realisasi Perjanjian Kerja antara Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) dengan PT. Marga Graha Penta, tentang pekerjaan “Penyiapan Dokumen Proyek Investasi Outline Business Case and Project Readiness Monorail Batam”.

Laporan Rancangan Kajian Akhirini terdiri dari 7 (tujuh) Bab, yaitu:  Bab 1 Pendahuluan;

 Bab 2 Kajian Hukum dan Kelembagaan;  Bab 3 Kajian Teknis;

 Bab 4 Kajian Kelayakan Ekonomi dan Finansial;  Bab 5 Kajian Lingkungan dan Sosial;

 Bab 6 Kajian Pemilihan Bentuk KPBU; dan  Bab 7 Kesimpulan dan Rekomendasi.

Harapan kami, Laporan Rancangan Kajian Akhir ini telah memenuhi kriteria yang ditentukan oleh Pihak Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas)untuk pekerjaan ini, dan dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam rencana implementasi penyelenggaraan dan pengusahaan monorel di Pulau Batam.

Jakarta,Desember 2015

PT. MARGA GRAHA PENTA

K

K

a

a

t

t

a

a

P

(3)

Pendahuluan

KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI...ii DAFTAR TABEL...v DAFTAR GAMBAR...viii BAB 1 PENDAHULUAN...1-1 1.1 Latar Belakang...1-1 1.2 Maksud Tujuan ...1-2 1.3 Ruang Lingkup Kegiatan...1-2 1.4 Keluaran...1-4 1.5 Lokasi Kegiatan ...1-5

BAB 2 KAJIAN HUKUM DAN KELEMBAGAAN...2-1

2.1 Pendahuluan...2-1 2.1.1 Analisis Peraturan Perundang-undangan...2-1 2.1.2 Analisis Kelembagaan...2-3 2.2 Analisis Pemenuhan Peraturan Perundang-undangan...2-4 2.2.1 Peraturan Perundang-undangan Terkait Monorel ...2-4 2.2.2 Pendirian Badan Usaha...2-10 2.2.3 Penanaman Modal ...2-11 2.2.4 Persaingan Usaha...2-12 2.2.5 Lingkungan Hidup...2-13 2.2.6 Ketenagakerjaan ...2-15 2.2.7 Pengadaan Tanah...2-15 2.2.8 Penggunaan Aset Milik BP Batam Untuk Proyek ...2-16 2.2.9 Pembiayaan KPBU...2-22 2.2.10 Perizinan Terkait Proyek ...2-31 2.2.11 Tarif dan Mekanisme Penyesuaiannya...2-36 2.2.12 Perpajakan ...2-37 2.2.13 Konstruksi...2-39 2.2.14 Bentuk KPBU...2-40 2.2.15 Dukungan Pemerintah...2-47 2.2.16 Penjaminan Infrastruktur ...2-54

D

D

a

a

f

f

t

t

a

a

r

r

I

I

s

s

i

i

(4)

2.2.17 Risiko Hukum dan Strategi Mitigasi...2-58 2.2.18 Kajian Atas Penyempurnaan Peraturan Perundang-undangan atau

Penerbitan Peraturan Perundang-undangan yang Baru ...2-60 2.2.19 Rencana dan Jadwal Untuk Memenuhi Persyaratan Hukum ...2-60 2.3 Analisis Kelembagaan ...2-61 2.3.1 Kewenangan BP Batam Untuk Bertindak Sebagai PJPK...2-61 2.3.2 Peran dan Tanggung Jawab Instansi yang Berkaitan dengan Proyek ...2-63 2.3.3 Peran dan Tanggung Jawab Unit PJPK Untuk Proyek...2-74 2.3.4 Perangkat Regulasi Kelembagaan ...2-77 2.3.5 Kerangka Acuan Pengambilan Keputusan...2-78

BAB 3 KAJIAN TEKNIS ...3-1

3.1 Penyiapan Rencana Jalur Monorel...3-1 3.1.1 Kesesuaian Rencana Jalur Monorel Dengan RTRW...3-1 3.1.2 Kesesuaian Rencana Jalur Monorel Dengan Kebutuhan Operasional...3-55 3.1.3 Karakteristik Perjalanan Responden ...3-66 3.2 Rancang Bangun Awal Jalur Monorel...3-88 3.2.1 Karakteristik Jalur Monorel...3-88 3.2.2 Kriteria Desain...3-101 3.2.3 Perencanaan Geometrik...3-104

BAB 4 KAJIAN KELAYAKAN EKONOMI DAN FINANSIAL...4-1

4.1 Analisis Permintaan Perjalanan ...4-1 4.1.1 Pengembangan Model Pilihan Moda Angkutan KA Penumpang...4-1 4.1.2 Estimasi Permintaan Perjalanan Angkutan Penumpang KA ...4-8 4.1.3 Peramalan Pertumbuhan Permintaan Perjalanan ...4-8 4.2 Analisis Sumber Pendapatan Non-Operasi Monorel...4-10 4.2.1 Pendahuluan ...4-10 4.2.2 Metoda Pelaksanaan...4-10 4.2.3 Pelaksanaan Kajian...4-11 4.3 Analisis Biaya Manfaat Sosial...4-46 4.3.1 Estimasi Besaran Manfaat Ekonomi...4-46 4.3.2 Evaluasi Kelayakan Ekonomi ...4-48 4.4 Analisis Keuangan ...4-49 4.4.1 Analisis Biaya Modal ...4-19 4.4.2 Analisis Keuangan...4-51 4.4.3 Analisis Keuangan Berdasarkan Bentuk Kerjasama Terpilih...4-56

BAB 5 KAJIAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL...5-1

5.1 Pendahuluan...5-1 5.1.1 Latar Belakang ...5-1 5.1.2 Tujuan dan Manfaat Rencana Kegiatan ...5-3 5.2 Pelingkupan ...5-3 5.2.1 Deskripsi Rencana Kegiatan ...5-3 5.2.2 Tahapan Rencana Kegiatan...5-10

(5)

5.2.3 Deskripsi Rona Lingkungan Hidup ...5-14 5.2.4 Informasi Kegiatan dan Kondisi Lingkungan Sekitar ...5-26 5.2.5 Hasil Pelibatan Masyarakat...5-28 5.2.6 Proses Pelingkupan...5-30 5.2.7 Batas Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian ...5-44 5.3 Metoda Pengumpulan Data ...5-45 5.3.1 Komponen Lingkungan Geo-Fisik-Kimia ...5-45 5.3.2 Komponen Biologi ...5-50 5.3.3 Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya ...5-51 5.4 Metoda Prakiraan Dampak Penting ...5-54 5.4.1 Metoda Formal ...5-54 5.4.2 Metoda Informal...5-60 5.5 Metoda Evaluasi Dampak Penting...5-60 5.5.1 Telaah Secara Holistik...5-61 5.5.2 Telaah Secara Kausatif ...5-62

BAB 6 KAJIAN PEMILIHAN BENTUK KPBU...6-1

6.1 Kerjasama Penyelenggaraan Infrastruktur Transportasi...6-1 6.1.1 Spektrum Kerjasama Penyelenggaraan Infrastruktur...6-1 6.1.2 Isu Pokok Kerjasama Penyelenggaraan Infrastruktur Infrastruktur ...6-4 6.2 Alternatif Bentuk Kerjasama Penyelenggaraan Monorel Batam ...6-6 6.2.1 Tinjauan Terhadap Alternatif Skema KPBU ...6-6 6.2.2 Analisis Keuangan Berdasarkan Bentuk Kerjasama Terpilih...6-8

BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...7-1

7.1 Kesimpulan ...7-1 7.2 Rekomendasi...7-4

LAMPIRAN

Lampiran 1 Aspek Hukum dan Kelembagaan Lampiran 2 Rancangan KA AMDAL

(6)

Pendahuluan

Tabel 2.1 Kegiatan Pembangunan Jalur Kereta Api Wajib AMDAL...2-13 Tabel 2.2 Pengaturan Pemanfaatan BMN dalam Penyediaan Infrastruktur ...2-18 Tabel 2.3 Jenis Transaksi Yang Dikecualikan ...2-29 Tabel 2.4 Daftar Perizinan Proyek ...2-32 Tabel 2.5 Usulan Ketentuan Indikatif Untuk Pelaksanaan Proyek...2-44 Tabel 2.6 Dokumen Persyaratan Permohonan Dukungan Kelayakan...2-50 Tabel 2.7 Penjaminan Infrastruktur Berdasarkan Alokasi Risiko ...2-55 Tabel 2.8 Risiko Hukum dan Mitigasi Dalam Tahap Transaksi...2-59 Tabel 2.9 Daftar Penyempurnaan Peraturan Perundang-undangan Untuk Penyelenggaraan

Proyek...2-60 Tabel 2.10 Perangkat Regulasi Untuk Pelaksanaan Proyek...2-77 Tabel 2.11 Daftar Kegiatan dan Keluaran...2-78 Tabel 3.1 Pertumbuhan Penduduk Kota Batam 1999 - 2014...3-2 Tabel 3.2 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha di Kota Batam (Juta Rupiah) ..3-3 Tabel 3.3 PDRB Atas Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha di Kota Batam (Juta Rupiah)...3-3 Tabel 3.4 PDRB dan Angka Per Kapita Atas Harga Berlaku Kota Batam ...3-4 Tabel 3.5 PDRB dan Angka Per Kapita Atas Harga Konstan Kota Batam ...3-4 Tabel 3.6 Rencana Pengembangan Pelabuhan Utama Sekunder ...3-38 Tabel 3.7 Rencana Pengembangan Pelabuhan Tersier...3-39 Tabel 3.8 Rencana Pengembangan Pelabuhan Barang di Kota Batam ...3-42 Tabel 3.9 Rencana pengembangan fasilitas Bandara Hang Nadim ...3-45 Tabel 3.10 Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan (dalam Km) ...3-55 Tabel 3.11 Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan (dalam Km)...3-55 Tabel 3.12 Panjang Jalan Menurut Kelas Jalan (dalam Km)...3-56 Tabel 3.13 Rekapitulasi Volume Lalulintas Jam Puncak pada Jaringan Jalan di Kota Batam...3-58 Tabel 3.14 Pembagian Sistem Zona Pemodelan Transportasi di Wilayah Studi...3-61 Tabel 3.15 Jalur 2: Bandara Hang Nadim - Kawasan Nagoya...3-94 Tabel 3.16 Detail Geometris Penampang AASHTO ...3-103 Tabel 3.17 Modulus Penampang AASHTO ...3-104 Tabel 3.18 Spesifikasi Teknis Monorel ...3-106

D

D

a

a

f

f

t

t

a

a

r

r

T

(7)

Tabel 4.1 Kebutuhan Data/Sampel Survei SP...4-1 Tabel 4.2 Hasil Analisis Model Kompetisi Pilihan Moda dan Indikator Kesesuaian Data...4-2 Tabel 4.3 Hasil Analisis Elastisitas Langsung...4-6 Tabel 4.4 Hasil Analisis Elastisitas Silang...4-7 Tabel 4.5 Besaran Kriteria Pelayanan/Operasi Moda...4-7 Tabel 4.6 Data Pergerakan, Jumlah Penduduk dan Industri di Wilayah Studi...4-8 Tabel 4.7 Karakeristik Lokasi Lahan...4-11 Tabel 4.8 Analisis SWOT Batu Ampar...4-14 Tabel 4.9 Analisis SWOT Pelabuhan Feri Batam Center...4-16 Tabel 4.10 Analisis SWOT Bandara Hang Nadim ...4-18 Tabel 4.11 Analisis SWOT GOR TAJ ...4-20 Tabel 4.12 Implikasi Terhadap Pengembangan Properti...4-23 Tabel 4.13 Harga Jual Kondominium/ Apartment ...4-24 Tabel 4.14 Supply Exixting dan Rencana Kondominium ...4-25 Tabel 4.15 Kompetitor Langsung...4-25 Tabel 4.16 Ukuran Unit Apartement...4-25 Tabel 4.17 Kompetitor Apartemen Sewa ...4-27 Tabel 4.18 Kompetitor Konfigurasi Apartemen Sewa ...4-27 Tabel 4.19 Harga Sewa Kompetitor Apartemen Sewa ...4-27 Tabel 4.20 Kompetitor Hotel Existing...4-28 Tabel 4.21 Rencana Investasi Kondominium/ Apartemen di Kawasan Batu Ampar...4-29 Tabel 4.22 Rencana Pendapatan Kondominium/ Apartemen di Kawasan Batu Ampar ...4-31 Tabel 4.23 Rencana Investasi Kondominium/ Apartemen di Kawasan GOR TAJ ...4-32 Tabel 4.24 Rencana Pendapatan Kondominium/ Apartemen di Kawasan GOR TAJ...4-33 Tabel 4.25 Rencana Investasi Apartemen Sewa di Batu Ampar ...4-34 Tabel 4.26 Rencana Pendapatan Apartemen Sewa di Batu Ampar ...4-35 Tabel 4.27 Rencana Investasi Apartemen Sewa di Wilayah GOR TAJ...4-35 Tabel 4.28 Rencana Pendapatan Apartemen Sewa di GOR TAJ...4-36 Tabel 4.29 Room Configurasi Hotel Transit Bandara ...4-37 Tabel 4.30 Proyeksi Biaya Investasi Hotel Transit Bandara ...4-37 Tabel 4.31 Room Configurasi Hotel Batam Center...4-38 Tabel 4.32 Proyeksi Biaya Investasi Hotel Batam Center...4-38 Tabel 4.33 Resume Pendapatan Hotel...4-39 Tabel 4.34 Rencana Pengembangan Yang Sesuai...4-39 Tabel 4.35 Stasiun Jalur 1 ...4-42 Tabel 4.36 Stasiun Jalur 2 ...4-43 Tabel 4.37 Pendapatan Stasiun Tipe B ...4-44 Tabel 4.38 Pendapatan Stasiun Tipe C...4-44 Tabel 4.39 Pendapatan Media Outdoor...4-44 Tabel 4.40 Konsep Pengembangan ...4-45 Tabel 4.41 Pendapatan Dari Sewa Stasiun dan Pemasangan Iklan ...4-46 Tabel 4.42 Pentahapan Pengembangan Monorel Pulau Batam...4-48 Tabel 4.43 Hasil Perhitungan Parameter Kelayakan Ekonomi Monorel Pulau Batam...4-49 Tabel 4.44 Rekapitulasi Kebutuhan Biaya Pembangunan Prasarana Monorel Batam - Jalur 1 ...4-50 Tabel 4.45 Rekapitulasi Kebutuhan Biaya Pembangunan Prasarana Monorel Batam - Jalur 2...4-50

(8)

Tabel 4.46 Biaya Modal Pembangunan Monorel Batam...4-50 Tabel 4.47 Analisis Keuangan - Skema BOT...4-52 Tabel 4.48 Analisis Keuangan - Skema BOT dan Dukungan Properti...4-53 Tabel 4.49 Skenario Pengembalian (Proporsi) Investasi Pemerintah oleh Badan Usaha ...4-54 Tabel 4.50 Persyaratan Umum Pinjaman JBIC ...4-55 Tabel 4.51 Analisis Keuangan Pegunasan BUMN...4-55 Tabel 4.52 Analisis Kelayakan dengan Skenario Pembayaran Hutang 30 dan 50 Tahun...4-56 Tabel 4.53 Perbandingan Kinerja Finansial ...4-57 Tabel 5.1 Lokasi Stasiun Monorel Batam - Jalur 1 ...5-6 Tabel 5.2 Lokasi Stasiun Monorel Batam - Jalur 2 ...5-6 Tabel 5.3 Matriks Identifikasi Dampak dan Alternatif Penanganan...5-13 Tabel 5.4 Jadwal Rencana Pelaksanaan Kegiatan...5-14 Tabel 5.5 Hasil Pengukuran Kualitas Udara ...5-15 Tabel 5.6 Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan...5-16 Tabel 5.7 Jenis Fauna Binaan Yang Ditemukan di Wilayah Studi ...5-18 Tabel 5.6 Jenis Tumbuhan yang Teridentifikasi Di Wilayah Studi ...5-20 Tabel 5.9 Lokasi Pengamatan ...5-22 Tabel 5.10 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kecamatan...5-22 Tabel 5.11 Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Berdasarkan Kecamatan...5-23 Tabel 5.12 Jenis dan Jumlah Fasilitas Pendidikan ...5-23 Tabel 5.13 Jumlah Murid Guru dan Jenjang Pendidikan di Wilayah Kajian...5-23 Tabel 5.14 Jumlah dan Jenis Fasilitas Kesehatan...5-24 Tabel 5.15 Jumlah Dan Jenis Tenaga Kesehatan ...5-25 Tabel 5.16 Pola Penyakit Terbanyak Di Kota Batam tahun 2014 ...5-25 Tabel 5.17 Hasil Jejak Pendapat Pada Waktu Konsultasi Publik...5-29 Tabel 5.18 Matrik Identifikasi Dampak Potensial Rencana Pembangunan Manorel...5-34 Tabel 5.19 Ringkasan Proses Pelingkupan ...5-36 Tabel 5.20 Batas Waktu Kajian...5-44 Tabel 5.21 Metoda Analisis dan jenis Peralatan Pengukur Iklim, Kualitas Udara dan Kebisingan ...5-45 Tabel 5.22 Baku Mutu Kualitas Lingkungan Udara, Kebisingan ...5-46 Tabel 5.23 Parameter Kualitas Air Permukaan yang Dianalisis dan Metoda Analisis...5-47 Tabel 5.24 Jenis Data serta Teknik Pengumpulan Data Sosekbud...5-52 Tabel 5.25 Skala dan Tingkat Keresahan Masyarakat ...5-58 Tabel 5.26 Skala dan Tingkat Persepsi Masyarakat...5-58 Tabel 5.27 Ringkasan Metoda Studi...5-65 Tabel 6.1 Indikator Kinerja Finansial Skema O&M Tanpa Dukungan Properti...6-9 Tabel 6.2 Indikator Kinerja Finansial Skema O&M Dengan Dukungan Properti ...6-9

(9)

Pendahuluan

Gambar 1.1 Rencana Koridor Monorel Pulau Batam...1-5 Gambar 2.1 Pemanfaatan BMN Dalam Rangka Penyediaan Infrastruktur Melalui Skema KSPI...2-19 Gambar 2.2 Proses Pemanfaatan BMN Tanah Melalui Skema Sewa...2-21 Gambar 2.3 Proses Pemanfaatan BMN Tanah Melalui Skema KSP...2-22 Gambar 2.4 Struktur Transaksi Antara PJPK dan Badan Usaha...2-41 Gambar 2.5 Ilustrasu Skema Transaksi...2-43 Gambar 2.6 Struktur Organisasi BP Batam ...2-65 Gambar 3.1 Wilayah Administrasi Kota Batam ...3-1 Gambar 3.2 Sistem Pusat Perkotaan...3-9 Gambar 3.3 Sistem Transportasi Darat ...3-14 Gambar 3.4 Sistem Transportasi Laut ...3-16 Gambar 3.5 Sistem Transportasi Udara ...3-18 Gambar 3.6 Sistem Jaringan Energi...3-21 Gambar 3.7 Rencana Pengembangan Struktur Tata Ruang Kota Batam...3-25 Gambar 3.8 Rencana Pemanfaatan Lahan ...3-29 Gambar 3.9 Rencana Pengembangan Sistem Transportasi Darat di Kota Batam ...3-36 Gambar 3.10 Rencana Pengembangan Sistem Transportasi Laut Kota Batam...3-44 Gambar 3.11 Lokasi Survei Lalulintas ...3-57 Gambar 3.12 Volume Kendaraan di Kota Batam...3-59 Gambar 3.13 Model Jaringan Jalan Pulau Batam...3-60 Gambar 3.14 Bangkitan dan Tarikan di Pulau Batam Tahun 2015...3-63 Gambar 3.15 Desire Line MAT di Pulau Batam Tahun 2015...3-64 Gambar 3.16 Pembebanan Jaringan Jalan di Pulau Batam Tahun 2015...3-65 Gambar 3.17 Karakteristik Responden Pengguna Angkutan Umum Berdasarkan Umur...3-67 Gambar 3.18 Karakteristik Responden Pengguna Angkutan Umum Berdasarkan Jenis Kelamin...3-67 Gambar 3.19 Karakteristik Responden Pengguna Angkutan Umum Berdasarkan Tingkat Pendidikan 3-68 Gambar 3.20 Karakteristik Responden Pengguna Angkutan Umum Berdasarkan Pekerjaan...3-68 Gambar 3.21 Karakteristik Responden Pengguna Angkutan Umum Berdasarkan Pendapatan...3-69 Gambar 3.22 Karakteristik Responden Pengguna Mobil Pribadi Berdasarkan Umur...3-69 Gambar 3.23 Karakteristik Responden Pengguna Mobil Pribadi Berdasarkan Jenis Kelamin ...3-70

D

D

a

a

f

f

t

t

a

a

r

r

G

(10)

Gambar 3.24 Karakteristik Responden Pengguna Mobil Pribadi Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...3-70 Gambar 3.25 Karakteristik Responden Pengguna Mobil Pribadi Berdasarkan Pekerjaan...3-71 Gambar 3.26 Karakteristik Responden Pengguna Mobil Pribadi Berdasarkan Pendapatan ...3-71 Gambar 3.27 Karakteristik Responden Pengguna Sepeda Motor Berdasarkan Umur ...3-72 Gambar 3.28 Karakteristik Responden Pengguna Sepeda Motor Berdasarkan Jenis Kelamin...3-72 Gambar 3.29 Karakteristik Responden Pengguna Sepeda Motor Berdasarkan Tingkat Pendidikan...3-73 Gambar 3.30 Karakteristik Responden Pengguna Sepeda Motor Berdasarkan Pekerjaan...3-73 Gambar 3.31 Karakteristik Responden Pengguna Sepeda Motor Berdasarkan Pendapatan...3-74 Gambar 3.32 Karakteristik perjalanan Responden Pengguna Angkutan Umum Berdasarkan

Frekuensi Perjalanan Tiap Minggu...3-75 Gambar 3.33 Karakteristik Perjalanan Responden Pengguna Angkutan Umum Berdasarkan

Maksud Perjalanan ...3-75 Gambar 3.34 Karakteristik Perjalanan Responden Pengguna Angkutan Umum Berdasarkan Biaya

Transportasi Tiap Bulan...3-76 Gambar 3.35 Karakteristik Perjalanan Responden Pengguna Angkutan Umum Berdasarkan Biaya

Menggunakan Angkutan Umum Tiap Bulan...3-77 Gambar 3.36 Karakteristik Perjalanan Responden Pengguna Angkutan Umum Berdasarkan

Alternatif Moda Lain ...3-77 Gambar 3.37 Karakteristik perjalanan Responden Pengguna Mobil Pribadi Berdasarkan Frekuensi

Perjalanan Tiap Minggu ...3-78 Gambar 3.38 Karakteristik Perjalanan Responden Pengguna Mobil Pribadi Berdasarkan Maksud

Perjalanan...3-79 Gambar 3.39 Karakteristik Perjalanan Responden Pengguna Mobil Pribadi Berdasarkan Biaya

Transportasi Tiap Bulan...3-79 Gambar 3.40 Karakteristik Perjalanan Responden Pengguna Mobil Pribadi Berdasarkan Biaya

Menggunakan Mobil Pribadi Tiap Bulan...3-80 Gambar 3.41 Karakteristik Perjalanan Responden Pengguna Mobil Pribadi Berdasarkan Alternatif

Moda Lain ...3-81 Gambar 3.42 Karakteristik perjalanan Responden Pengguna Sepeda Motor Berdasarkan Frekuensi

Perjalanan Tiap Minggu ...3-81 Gambar 3.43 Karakteristik Perjalanan Responden Pengguna Sepeda Motor Berdasarkan Maksud

Perjalanan...3-82 Gambar 3.44 Karakteristik Perjalanan Responden Pengguna Sepeda Motor Berdasarkan Biaya

Transportasi Tiap Bulan...3-83 Gambar 3.45 Karakteristik Perjalanan Responden Pengguna Sepeda Motor Berdasarkan Biaya

Menggunakan Angkutan Umum Tiap Bulan...3-83 Gambar 3.46 Karakteristik Perjalanan Responden Pengguna Sepeda Motor Berdasarkan Alternatif

Moda Lain ...3-84 Gambar 3.47 Persepsi Responden Pengguna Angkutan Umum Terhadap Pelayanan Rencana

KA Batam...3-85 Gambar 3.48 Persepsi Responden Pengguna Angkutan Umum Terhadap Pelayanan Rencana

KA Batam...3-86 Gambar 3.49 Koridor Rencana Jalur Monorel di Pulau Batam ...3-88 Gambar 3.50 Jalur 1: Tanjung Uncang-Batam Center (Tanjung Ucang-Simpang Base Camp)...3-89 Gambar 3.51 Jalur 1: Tanjung Uncang-Batam Center (Simpang Base Camp-Dam Muka Kuning)...3-90

(11)

Gambar 3.52 Jalur 1: Tanjung Uncang-Batam Center (Dam Muka Kuning-Simpang Muka Kuning)...3-90 Gambar 3.53 Jalur 1: Tanjung Uncang-Batam Center (Simpang Muka Kuning-Batam Center)...3-91 Gambar 3.54 Jalur 2: Segmen Kawasan Nagoya...3-92 Gambar 3.55 Jalur 2: Segmen Bandara Hang Nadim - Nagoya...3-93 Gambar 3.56 Kelayakan Aplikasi Prategang pada Balok Bentang Sederhana...3-102 Gambar 3.57 Penampang Girder Beton AASHTO (I dan T-bulb) ...3-103 Gambar 3.58 Penampang Box Girder Beton AASHTO...3-104 Gambar 3.59 Potongan Melintang Jalur Monorel...3-105 Gambar 3.60 Standar Penampang Monorel ...3-105 Gambar 3.61 Alinyemen Vertikal ...3-107 Gambar 3.62 Jalur 1: Tanjung Uncang-Batam Center...3-108 Gambar 3.63 Jalur 2: Bandara Hang Nadim-Kawasan Nagoya...3-109 Gambar 3.64 Ukuran Sarana dan Prasarana Monorel...3-110 Gambar 3.65 Tipikal Pada Ruas Jalan ...3-111 Gambar 3.66 Ilustrasi Pada Ruas Jalan Brigjend Katamso ...3-112 Gambar 3.67 Ilustrasi Pada Ruas Jalan A. Yani Utara ...3-113 Gambar 3.68 Ilustrasi Pada Ruas Jalan A. Yani Selatan...3-114 Gambar 3.69 Ilustrasi Pada Ruas Jalan A. Yos Sudarso...3-115 Gambar 4.1 Sensitivitas Perubahan Pilihan Moda KA Terhadap Perubahan Tarif Angkutan Umum ....4-3 Gambar 4.2 Sensitivitas Perubahan Biaya Perjalanan Mobil Pribadi...4-3 Gambar 4.3 Sensitivitas Perubahan Pilihan Moda KA Terhadap Perubahan Biaya Perjalanan

Sepeda Motor...4-4 Gambar 4.4 Sensitivitas Perubahan Waktu Tempuh Model Pilihan Moda KA Vs Angmum ...4-5 Gambar 4.5 Sensitivitas Perubahan Waktu Tempuh Model Pilihan Moda KA Vs Mobil Pribadi ...4-5 Gambar 4.6 Sensitivitas Perubahan Waktu Tempuh Model Pilihan Moda KA Vs Sepeda Motor ...4-6 Gambar 4.7 Estimasi Potensi Pelaku Perjalanan yang Akan Beralih ke Moda KA...4-7 Gambar 4.8 Peramalan Pertumbuhan Perjalanan Penumpang di Wilayah Studi ...4-9 Gambar 4.9 Peta Lokasi Lahan Untuk Pengembangan Property ...4-11 Gambar 4.10 Kompek Pelabuhan Batu Ampar...4-12 Gambar 4.11 Lokasi 1: Batu Ampar (Jl. Duyung)...4-13 Gambar 4.12 Komplek Pelabuhan Feri Batam ...4-14 Gambar 4.13 Lokasi 2: Pelabuhan Feri Batam Center (Jl. Engku Putri)...4-15 Gambar 4.14 Komplek Bandara Hang Nadim...4-16 Gambar 4.15 Lokasi 3: Bandara Hang Nadim (Jl. Hang Nadim) ...4-17 Gambar 4.16 Komplek GOR TAJ...4-18 Gambar 4.17 Lokasi 4: Gor Taj Panbil (Jl. Ahmad Yani) ...4-19 Gambar 4.18 Jumlah Penduduk Kota Batam...4-20 Gambar 4.19 Pertumbuhan Ekonomi Kota Batam (%) ...4-21 Gambar 4.20 Nilai PDRB Kota Batam ...4-21 Gambar 4.21 Nilai PDRB Kota Batam (%)...4-22 Gambar 4.22 Jumlah Wisatawan di Kota Batam...4-23 Gambar 4.23 Jumlah Expatriat dan Ketersediaan Apartemen Sewa...4-27 Gambar 4.24 Stasiun Tipe A...4-40 Gambar 4.25 Stasiun Tipe B...4-41

(12)

Gambar 4.26 Stasiun Tipe C...4-42 Gambar 4.27 Lokasi Billboard...4-45 Gambar 4.28 Formulasi BOK untuk Satuan Mobil Penumpang...4-47 Gambar 4.29 Manfaat Ekonomi dengan Pendekatan Consumer Surplus...4-48 Gambar 5.1 Peta RTRW Kota Batam 2008-2028 - Rencana Pola Ruang...5-5 Gambar 5.2 Rencana Trase Monorel Batam - Jalur 1 ...5-8 Gambar 5.3 Rencana Trase Monorel Batam - Jalur 2 ...5-9 Gambar 5.4 Bagan Alir Identifikasi Dampak Tahap Pra Konstruksi...5-31 Gambar 5.5 Bagan Alir Identifikasi Dampak Tahap Konstruksi ...5-32 Gambar 5.6 Bagan Alir Identifikasi Dampak Tahap Pasca Konstruksi (Operasi)...5-33 Gambar 5.7 Bagan Alir Pelingkupan...5-43 Gambar 6.1 Risiko dan Peran Swasta Berdasarkan Model Kemitraan...6-4 Gambar 6.2 Peta Pembagian Peran Stakeholders (Kelembagaan) dalam Penyelenggaraan

Monorel Batam...6-5 Gambar 6.3 Bentuk Kerjasama BOT ...6-7 Gambar 6.4 Bentuk Kerjasama BOT dengan Dukungan Bisnis Properti ...6-7 Gambar 6.5 Bentuk Kerjasama BOT dengan Dukungan Pengembalian Investasi Sebagian...6-7 Gambar 6.6 Penunjukkan BUMN dengan Sumber Pendanaan dari Pinjaman Pemerintah...6-8

(13)

1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Batam merupakan pintu gerbang wilayah Barat Indonesia. Semenjak ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas (free trade zone), laju pertumbuhan penduduk dan perekonomian terus mengalami peningkatan. Dampak dari pertumbuhan penduduk dan peningkatan perekonomian tersebut adalah semakin tingginya pergerakan barang maupun manusia. Untuk mengakomodir kebutuhan tersebut, maka diperlukan ketersediaan sarana dan prasarana transportasi yang memadai, efektif dan efisien. Kereta api merupakan pilihan moda terbaik yang memiliki keunggulan daya angkut yang besar, hemat energi, ramah lingkungan, serta kebutuhan lahan yang kecil. Pemerintah, dalam hal ini Ditjen Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan, telah melakukan kegiatan penyusunan “Masterplan

Perkeretaapian di Pulau Batam” pada tahun anggaran 2009, penyusunan “Studi Kelayakan Pembangunan Jaringan Kereta Api Lintas Utama Pulau Batam” pada tahun anggaran 2010, dan

penyusunan “Studi Penetapan Trase Jalan Kereta Api Lintas Utama Pulau Batam” pada tahun anggaran 2012.

Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan tersebut, dapat diketahui bahwa prioritas pembangunan jaringan kereta api di Pulau Batam adalah Batam Center-Tanjung Uncang (±17,7 Km) dan Batu Ampar-Bandara Hang Nadim (±19,6 Km). Pada lintas tersebut diperkirakan besaran permintaan perjalanan dapat mencapai 10.499 pnp/hari dan 8.328 pnp/hari pada tahun pertama operasi (2016) dan mencapai 48.820 pnp/hari dan 38.725 pnp/hari pada akhir tahun tinjauan (2065). Potensi perjalanan tersebut mayoritas berasal dari kawasan komersial, kawasan pelabuhan, dan kawasan permukiman padat. Hasil rancangan awal rencana jalur KA lintas utama Pulau Batam adalah dengan menggunakan kereta monorel. Jalur monorel Pulau Batam direncanakan eleveted dengan ketinggian ± 8 m di atas permukaan jalan.

Dalam rangka memulai langkah implementasi pembangunan proyek monorel di Pulau Batam ini, Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional No. 4 tahun 2015 tentang TataCara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, diperlukan penyiapan proyek kerjasama investasi, khususnya Kajian Awal Prastudi Kelayakan (Outline

Business Case)dan Rancangan Kajian Akhir. Keluaran kegiatan ini digunakan sebagai dasar bagi pelaksanaan tahap transaksi (lelang) penyelenggara layanan monorail di Pulau Batam.

(14)

1.2 Maksud Tujuan

Maksud dari pekerjaan ini adalah memastikan kesanggupan penanggung jawab proyek kerjasama (PJPK) dan siap untuk dilanjutkan ke tahap transaksi proyek (kerjasama) pembangunan Monorel di Pulau Batam. Dalam hal perkerjaan ini PJPK dibantu oleh Konsultan yang mempunyai kompetensi dalam penyusunan dokumen penyiapan Proyek Kerjsama di sektor Transportasi, khususnya Transportasi Darat, terutama mengenai Angkutan Massal Cepat.

Tujuan dari kegiatan ini adalah menyusun dokumen penyiapan proyek Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam penyelenggaraan Angkutan Massal Cepat (Monorel) di Pulau Batam. Dalam hal ini adalah membuat dokumen tersebut terdiri dari: Dokumen Kajian Awal Prastudi Kelayakan (Outline Business Case), Dokumen Rancangan Dasar (Basic Design), Dokumen Rancangan Kajian Akhir,

dan Termsheet Perjanjian Investasi. dalam rangka penyelenggaraan monorail di Pulau Batam.

Adapun, secara spesifik, tujuan kegiatan ini adalah: 1. Menentukan sasaran dan kendala proyek kerjasama;

2. Mengkaji pilihan teknis serta ketersediaan teknologi dan barang/jasa yang dibutuhkan;

3. Menentukan berbagai permasalahan pokok dan hambatannya, usulan mengatasi permasalahan serta bentuk dan besarnya Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah;

4. Mengidentifikasi pilihan bentuk kerjasama terbaik;

5. Mengidentifikasi resiko dan upaya mitigasi yang diperlukan;

6. Mengidentifikasi persyaratan pelaksanaan Proyek Kerjasama, termasuk landasan hukum yang diperlukan dan pelaksanaan pengadaan tanah; dan

7. Menyusun rencana komersial yang mencakup alokasi resiko dan mekanisme pembayaran. Sedangkan kajian kesiapan dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut:

1. Persetujuan para pemegang kepentingan mengenai konsep proyek kerjasama

2. Permohonan untuk memperoleh persetujuan prinsip Dukungan Pemerintah dan/atau jaminan pemerintah dalam hal diperlukan

3. Tim pengelola Proyek Kerjasama telah dibentuk disahkan dan berfungsi sesuai dengan peran dan tanggungjawab yang telah ditentukan dan

4. Penyusunan rancangan anggaran serta rencana jadwal pelaksanaan kesiapan tapak/tanah, permukiman kembali, kepatuhan lingkungan hidup, dan penyelesaian permasalahan hukum serta isu kritis lainnya.

1.3 Ruang Lingkup Kegiatan

Lingkup kegiatan ini, secara umum, terdiri dari substansi sebagai berikut:

1. Pengumpulan data di sektor transportasi, khususnya transportasi darat, terutama mengenai Angkutan Massal Cepat, baik data sekunder maupun data primer dari lapangan maupun wawancara.

2. Penyiapan Kajian Awal Prastudi Kelayakan di sektor Transportasi khususnya Transportasi Darat terutama mengenai Angkutan Massal Cepat yang terdiri dari:

a. Kajian Hukum dan Kelambagaan, meliputi: • Analisis Peraturan Perundang-undangan;

(15)

• Analisis Kelembagaan. b. Kajian Teknis, meliputi:

• Analisis Teknis; • Penyiapan Tapak; • Rancang Bangun Awal; • Lingkup Proyek Kerjasama; dan • Spesifikasi Keluaran.

c. Kajian/Evaluasi Kelayakan Proyek, bersumber dari studi kelayakan yang telah dilakukan sebelumnya (Ditjen KA, Kemenhub, 2010), meliputi:

• Analisis Biaya Manfaat Sosial (ABMS); • Analisis Pasar;

• Analisis Keuangan; • Analisis Resiko; dan • Analisis Struktur Tarif.

d. Kajian Lingkungan dan Sosial, meliputi:

• Kajian lingkungan hidup untuk Proyek Kerjasama yang wajib AMDAL atau wajib UKL-UPL;

• Analisis sosial; dan

• Rencana Pengadaan Tanah dan Rencana Pemukiman Kembali.

e. Kajian Bentuk Kerjasama dalam Penyediaan Infrastruktur, mengikuti ketentuan sebagai berikut:

• Karakteristik dasar bentuk kerjasama harus mencerminkan alokasi resiko, penanggung jawab pembiayaan, dan status pengelolaan aset kerjasama;

• Bentuk-bentuk kerjasama yang ditawarkan diantaranya adalah: a) Bangun-milik-guna-serah (build-own-operate-transfer); b) Bangun-guna-serah (build-operate-transfer);

c) Bangun-serah-guna (build-transfer-operate);

d) Rehabilitasi-guna-serah (rehabilitate-operate-transfer); e) Kembangkan-guna-serah (develop-operate-transfer); dan f) Bentuk-bentuk kerjasama lainnya.

• Pemilihan bentuk kerjasama dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:

a) Kepastian kertersediaan infrastruktur tepat pada waktunya; b) Optimalisasi investasi oleh Badan Usaha;

c) Memaksimalkan investasi oleh Badan Usaha;

d) Kemampuan Badan Usaha untuk melakukan transaksi; dan

e) Kepastian adanya pengalihan keterampilan manajemen dan teknis sektor swasta ke sektor publik.

f. Kajian Kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah

Dukungan Pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kelayakan keuangan Proyek Kerjasama, dapat diberikan dalam bentuk:

(16)

• Perizinan;

• Pengadaan tanah;

• Dukungan sebagian konstruksi;

• Kontribusi fiskal dalam bentuk tunai dan/atau dalam bentuk non-tunai dan/atau non fiskal; dan/atau

• Bentuk lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Jaminan Pemerintah yang bertujuan untuk mengurangki risiko Badan Usaha diberikan oleh Menteri Keuangan dan/atau Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3. Penyiapan Kajian Kesiapan (Project Readiness) di sektor Transportasi khususnya Transportasi Darat terutama mengenai Angkutan Massal Cepat yang terdiri dari:

a. Ringkasan Eksekutif

b. Kesiapan Kelembagaan yang meliputi:

• Pembentukan Tim Pengelola Proyek Kerjasama • Penyusunan Rencana Kerja

c. Kesiapan Tapak

• Program untuk mengatasi hambatan dalam penyiapan tapak • Program Pengadaan Tanah

d. Kesiapan rencana pemukiman kembali • Rencana pemukiman kembali

• Lembaga yang terlibat dalam rencana pemukiman kembali e. Kesiapan perolehan izin lingkungan

• Status kemajuan AMDAL

• Identifikasi hambatan-hambatan yang perlu ditelaah lebih lanjut. f. Kajian Hukum

Status pengurusan perizinan sehubungan dengan proyek kerjasama g. Kesiapan perolehan dukungan pemerintah dan/atau jaminan pemerintah:

• Status perolehan dukungan pemerintah, sehubungan dengan apakah permohonan untuk memperoleh persetujuan prinsip sudah diajukan kepada pemerintah dan bagaimana stasus pengajuan usulan tersebut pada saat penyusunan Laporan Kesiapan Proyek • Status perolehan Jaminan Pemerintah, sehubungan dengan apakah BUPI sudah

menerbitkan confirmation to proceed untuk PJPK. h. Kesimpulan dan Rekomendasi

i. Lampiran

1.4 Keluaran

Keluaran yang diharapkan dari kegiatan ini adalah tersedianya:

1. Dokumen Kajian Awal Prastudi Kelayakan atau Outline Business Case rencana penyelenggaraan Monorail di Pulau Batam

2. Dokumen Kajian Kesiapan (Project Readiness) Monorail di Pulau Batam yang terdiri dari: a. Laporan Kajian Kesiapan

(17)

c. Dokumen lingkungan (KA-Andal/UKL-UPL)

1.5 Lokasi Kegiatan

Kegiatan ini berlokasi di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau pada trase yang telah ditetapkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.1.

(18)

Table of Contents

1 Pendahuluan...1-1 1.1 Latar Belakang...1-1 1.2 Maksud Tujuan...1-2 1.3 Ruang Lingkup Kegiatan...1-2 1.4 Keluaran...1-4 1.5 Lokasi Kegiatan...1-5 Gambar 1.1 Rencana Koridor Monorel Pulau Batam ...1-5

(19)

2 Kajian Hukum Dan Kelembagaan

2.1 Pendahuluan

Dalam penyiapan laporan Analisis Peraturan Perundang-undangan dan Kelembagaan atas Proyek yang diusulkan, pendekatan dan metodologi yang digunakan terbagi menjadi beberapa tahap, yaitu:

a. kajian peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap kegiatan usaha ataupun struktur transaksi yang terkait dengan penyelenggaraan Proyek, hal mana juga akan terkait dengan kajian kelembagaan terhadap setiap institusi yang relevan dengan Proyek;

b. analisa terhadap setiap dokumen-dokumen yang telah ada sehubungan dengan rencana penyelenggaraan Proyek;

c. identifikasi kekosongan hukum (regulatory gap) terkait peraturan perundang-undangan yang perlu disempurnakan untuk tujuan penyelenggaraan Proyek;

d. identifikasi resiko dalam Proyek yang mungkin timbul dan penentuan alokasi resiko kepada pihak yang paling mampu untuk menanggung resiko tersebut;

e. audiensi serta konsultasi yang diselenggarakan dengan setiap pihak terkait untuk mendapatkan masukan sebagaimana diperlukan; dan

f. penyusunan laporan Analisis Peraturan Perundang-undangan dan kelembagaan yang dilakukan secara paralel dengan kegiatan konsultasi bersama BP Batam dan konsultan lainnya dalam merumuskan kesimpulan dan rekomendasi Analisis Peraturan Perundang-undangan.

Dengan menggunakan pendekatan dan metodologi sebagaimana di atas, kajian kelembagaan dan hukum kemudian diuraikan sesuai dengan ruang lingkup sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perencanaan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (“Permen Bappenas No. 4/2015”).

2.1.1 Analisis Peraturan Perundang-undangan

Tujuan dari dilakukannya analisis peraturan perundang-undangan adalah untuk merumuskan hal-hal sebagai berikut:

1. Pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan

Analisa kepatuhan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan disusun untuk memastikan kepetuhan dengan persyaratan peraturan yang relevan yang harus dilaksanakan dalam implementasi Proyek. Hasil dari identifikasi dan analisis peraturan perundang-undangan akan menjadi referensi bagi pihak-pihak terkait dalam melaksanakan Proyek, terutama untuk memastikan bahwa implementasinya nanti telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(20)

Analisis peraturan perundang-undangan dibuat terkait dengan beberapa aspek hukum sebagai berikut:

- Peraturan terkait transportasi darat dan secara khusus dengan kegiatan perkeretaapian - Pendirian Badan Usaha;

- Penanaman Modal; - Persaingan Usaha; - Lingkungan Hidup; - Ketenagakerjaan; - Pengadaan Tanah;

- Penggunaan aset yang dimiliki oleh BP Batam untuk pelaksanaan Proyek; - Pembiayaan KPBU, termasuk mekanisme pembiayaan dan pendapatan; - Perizinan;

- Tarif dan Mekanisme Penyesuaiannya - Perpajakan;

- Konstruksi; - Bentuk KPBU;

- Dukungan Pemerintah; - Jaminan Pemerintah; dan - Penugasan Pemerintah.

2. Risiko Hukum dan Strategi Mitigasinya

Risiko hukum dalam pelaksanaan Proyek akan dijelaskan dalam bagian ini yang akan memaparkan identifikasi segala jenis risiko hukum yang dapat muncul dalam tahap transaksi. Selain itu, untuk tujuan pelaksanaan keberlangsungan Proyek, perlu dilakukan pencegahan risiko yang menyangkut identifikasi atas segala risiko dan tindakan yang perlu diambil oleh BP Batam untuk menghindarkan atau meminimalkan akibat dari risiko tersebut.

3. Analisis Penyempurnaan Peraturan undangan atau Penerbitan Peraturan Perundang-undangan Baru

Bagian ini akan menjabarkan peraturan perundang-undangan yang perlu disempurnakan untuk tujuan implementasi Proyek. Ruang lingkup peraturan yang akan dianalisa untuk disempurnakan akan terkait dengan aspek pengaturan dalam transportasi darat lebih khusus yang dislenggarakan di Kota Batam.

4. Jenis-jenis Perizinan/Persetujuan yang Diperlukan

Penjelasan di bagian ini akan mengidentifikasi segala perizinan dan persetujuan material yang diperlukan untuk pelaksanaan Proyek dan bagaimana ketentuan dan proses yang harus dilakukan untuk memperoleh izin dan persetujuan tersebut. Dengan demikian, diharapkan akan terdapat pemetaan yang jelas dari penyiapan yang harus dilakukan untuk mendapatkan izin dan persetujuan yang diperlukan. Selain itu, untuk tujuan kesuksesan pelaksanaan Proyek, izin yang diterbitkan oleh institusi Pemerintah bersangkutan harus diberikan dalam bentuk dukungan Pemerintah untuk Proyek. Untuk tujuan ini, hasil dari pemetaan jenis izin/persetujuan yang diperlukan akan menjadi referensi dalam berkoordinasi dengan institusi Pemerintah untuk memperoleh dukungan atau komitmen untuk menerbitkan berbagai izin yang diperlukan untuk Proyek.

5. Rencana dan Jadwal untuk Memenuhi Persyaratan Hukum berdasarkan Hasil Analisis butir (4) Berdasarkan identifikasi bentuk izin dan persetujuan yang dijelaskan diatas, bagian ini akan

(21)

menjelaskan rencana dan jadwal untuk memperoleh berbagai jenis izin dan persetujuan yang diperlukan. Sesuai rencana dan jadwal, koordinasi dengan badan relevan dapat dilakukan sesuai dengan rencana pengembangan Proyek, yang akan menentukan ketentuan dari kepastian tahapan pelaksanaan dari transaksi yang akan dilakukan.

2.1.2 Analisis Kelembagaan

Analisis Kelembagaan dipersiapkan untuk mengkonfirmasikan legitimasi dari implementasi Proyek. Adapun ruang lingkup analisis kelembagaan ini akan mencakup setidaknya 5 (lima) aspek yaitu sebagai berikut:

1. Kewenangan BP Batam untuk Bertindak Sebagai PJPK

Kajian umum mengenai kewenangan BP Batam untuk bertindak sebagai PJPK didasarkan pada kewenangan yang dimiliki oleh BP Batam yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan. Mengingat bahwa BP Batam adalah suatu badan khusus yang didirikan oleh Pemerintah yang dibatasi oleh tujuan dan wilayah tertentu, maka perlu diuraikan mengenai ketetentuan peraturan perundang-undangan yang mendasari kewenangan BP Batam untuk melakukan pembangunan jaringan kereta api lintas utama pulau Batam dengan rute/trase yang diusulkan. Dengan demikian, penting untuk memastikan apakah Proyek akan dilaksanakan sesuai dengan jenis kegiatan pengusahaan yang dapat dilakukan oleh BP Batam, dan apakah lokasi penyelenggaraan Proyek merupakan bagian dari wilayah pengusahaan BP Batam yang termasuk dalam KPBPB.

2. Peran dan Tanggung Jawab Lembaga Terkait (Pemetaan Pemangku Kepentingan)

Bahwa dalam penyiapan dan penyelenggaraan Proyek, terdapat berbagai instusi yang terkait dengan proses penyiapan dan pelaksanaan Proyek. Tujuan dari kegiatan mengidentifikasi setiap kewenangan Instansi yang berkaitan dengan Proyek adalah untuk memastikan bahwa dalam tahap penyiapan dan pelaksanaan Proyek, setiap kewenangan tersebut dapat direalisasikan untuk kepentingan Proyek. Dengan demikian diharapkan BP Batam dapat melakukan koordinasi dengan para instansi terkait tersebut dalam tahap penyiapan Proyek. Adapun kewenangan yang terkait dapat berupa suatu persetujuan perizinan, kerjasama dalam pelaksanaan penyiapan Proyek, serta memberikan kebijakan yang selaras dengan tujuan penyelenggaraan Proyek.

3. Peran dan Tanggung Jawab Unit PJPK terhadap Proyek

Berdasarkan Permen Bappenas No. 4/2015, dalam proses penyiapan dan pelaksanaan Proyek, PJPK dalam hal ini BP Batam agar menetapkan unit-unit kerja yang akan bertanggung jawab kepada BP Batam sehubungan dengan setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap penyiapan dan transaksi Proyek.

4. Perangkat Regulasi Kelembagaan

Dalam bagian ini akan diuraikan mengenai seperangkat regulasi dan kelembagaan yang diperlukan untuk penyelenggaraan Proyek. Untuk tujuan ini, maka ruang lingkup kajian ini adalah terkait dengan apakah perangkat kelembagaan yang saat ini dimiliki oleh BP Batam telah cukup memenuhi untuk melaksanakan penyiapan dan pelaksanaan Proyek, dan perangkat kelembagaan apa saja yang mungkin perlu untuk dibentuk BP Batam untuk tujuan pelaksanaan kegiatan pada tahap penyiapan dan tahap transaksi.

5. Kerangka Acuan Pengambilan Keputusan atas Proyek

(22)

dilakukan oleh BP Batam maupun oleh setiap instansi terkait dengan penyelenggaraan Proyek. Lebih lanjut, dalam penyiapan analisis kelembagaan, terdapat asumsi dan pembatasan yang digunakan yang diantaranya bahwa segala dokumen yang disediakan dalam bentuk salinan dalam analisis ini adalah sama dengan versi aslinya, bahwa analisa diberikan dalam kerangka hukum di Indonesia dan karenanya analisis ini tidak ditujukan untuk diaplikasikan atau diterjemahkan berdasarkan hukum atau jurisdiksi selain dari hukum Indonesia, dan analisis peraturan perundang-undangan diberikan berdasarkan pemeriksaan dokumen yang dilaksanakan dan dengan demikian terdapat kemungkinan bahwa analisis peraturan perundang-undangan dapat berubah, sebagian atau seluruhnya, apabila terdapat dokumen tambahan selain yang sudah diperiksa.

2.2 Analisis Pemenuhan Peraturan Perundang-undangan

2.2.1 Peraturan Perundang-undangan Terkait Perkeretaapian

Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (“UU No. 23/2007”), kereta api Monorel merupakan salah satu jenis dari kereta api yang pengaturannya tunduk pada ketentuan Undang-Undang tersebut1. Dengan demikian, sepanjang tidak diatur secara khusus, segala ketentuan peraturan

perundang-undangan tentang perkeretaapian dan peraturan pelaksananya berlaku pula untuk penyelenggaraan Monorel. Ketentuan peraturan perundang-undangantersebut meliputi:

2.2.1.1 Rencana Induk Perkeretaapian

Rencana Induk Perkeretaapian (“RIP”) adalah rencana pengembangan jaringan prasarana perkeretaapian, baik yang memuat jaringan jalur kereta api yang telah ada maupun rencana jaringan jalur kereta api yang akan dibangun2. RIP akan menentukan jalur kereta api disuatu wilayah, dimana RIP akan

menetapkan jaringan jalur kereta api baik di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Dengan demikian akan terdapat penetapan RIP yang disusun berdasarkan hierarki kewenangan mulai dari Pemerintah pusat hingga daerah.

RIP Nasional telah ditetapkan pada April 2011 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 43 tahun 2011. RIP tersebut merupakan landasan hukum atau dasar dari kebijakan, strategi dan program pembangunan perkeretaapian nasional serta menjadi rujukan dalam pengembangan perkeretaapian propinsi dan kabupaten/kota pada saat ini dan masa depan. Dengan demikian RIP Provinsi maupun RIP Kabupaten/Kota disusun dengan merujuk pada jaringan jalur kereta api nasional yang telah ditetapkan.

RIP Nasional merupakan perwujudan dari tatanan perkeretaapian umum yang memuat kondisi perkeretaapian nasional saat ini dan rencana pengembangan perkeretaapian nasional sampai dengan tahun 2030 yang akan datang.RIP Nasional disusun dengan memperhatikan:

1. Rencana tata ruang wilayah nasional;

2. Rencana induk jaringan moda transportasi lainnya; dan

3. Kebutuhan angkutan perkeretaapian pada tataran transportasi nasional yang meliputi: a. Prakiraan jumlah perpindahan penumpang dan/atau 
barang:

- antarpusat kegiatan nasional;

- antara pusat kegiatan nasional dengan pusat 
kegiatan luar negeri; dan

1Pasal 4 UU No. 23/2007 menentukan bahwa Monorel merupakan salah satu jenis kereta api. 2Penjelasan Pasal 7 (1) UU No. 23/2007

(23)

- antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan provinsi.

b. Prakiraan jumlah perpindahan orang dan/atau barang
dari dan ke simpul moda transportasi lain yang harus
dilayani oleh perkeretaapian nasional; dan

c. Prakiraan jumlah penumpang dalam kawasan perkotaan
yang cakupannya melebihi wilayah provinsi.

Dalam RIP Nasional, sasaran pengembangan jaringan jalur kereta api di Pulau Batam telah ditetapkan yaitu untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat dalam rangka mendukung pembangunan infrastruktur transportasi di wilayah kawasan perbatasan.

Pada Tahun 2030 direncanakan akan dibangun secara bertahap prasarana perkeretaapian meliputi jalur, stasiun dan fasilitas operasi kereta api, diantaranya meliputi:

1. Pengembangan dan layanan kereta api perkotaan yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan industri dengan pelabuhan dan bandara.

2. Pengembangan jaringan dan layanan kereta api yang menghubungkan pusat kota dengan Bandara Hang Nadim.

3. Pengembangan sistem persinyalan, telekomunikasi dan kelistrikan.

4. Pengembangan stasiun kereta api termasuk fasilitas park and ride pada pusat-pusat kegiatan strategis nasional, provinsi dan kabupaten/kota.

Lebih lanjut RIP Nasional juga menetapkan rencana pengembangan jaringan dan layanan kereta api perkotaan di beberapa kota yang antara lain termasuk Kota Batam. Adapun rencana pengembangan tersebut dijadwalkan untuk diselenggarakan pada pengembangan Tahap II tahun 2016-2020.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa rencana pengembangan Proyek telah sesuai dengan arahan dan kebjakan nasional sebagaimana dituangkan dalam RIP Nasional.

2.2.1.2 Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian Umum

Pasal 1 angka 3 UU No. 23/2007 menyebutkan bahwa prasarana perkeretaapian adalah jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api agar kereta api dapat dioperasikan.

1. Jalur kereta api

Jalur kereta api untuk perkeretaapian umum membentuk satu kesatuan jaringan jalur kereta api yang terdiri dari3:

a. jaringan jalur kereta api nasional yang ditetapkan dalam rencana induk perkeretaapian nasional;

b. jaringan jalur kereta api provinsi yang ditetapkan dalam rencana indukperkeretaapian provinsi; dan

c. jaringan jalur kereta api kabupaten/kota yang ditetapkan dalam rencana induk perkeretaapian kabupaten/kota.

Sehubungan dengan pelaksanaan pengembangan Proyek, maka dipandang perlu untuk menetapkan RIP Kota Batam dengan merujuk pada RIP Nasional yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.Kewenangan dalam penyusunan RIP Kota Batam adalah berada pada Pemerintah Kota Batam sesuai dengan kewenangan otonomi daerah yang belaku terhadap Kota Batam. Lebih lanjut UU No. 23/2007 menentukan bahwa tatanan perkeretaapian umum merupakan suatu kesatuan sistem perkeretaapian yang harus terintegrasi dengan moda transportasi lainnya. Sebagai tindak lanjut atas prinsip tersebut, maka penetapan RIP, dalam hal

(24)

ini adalah RIP Kota Batamharus disusun dengan memperhatikan: a. rencana tata ruang wilayah nasional;

b. rencana tata ruang wilayah provinsi; c. rencana tata ruang wilayah kota;

d. rencana induk perkeretaapian provinsi; dan

e. rencana induk jaringan moda transportasi lainnya pada tataran kota.

Rencana induk perkeretaapian kota disusun dengan mempertimbangkan kebutuhan angkutan perkeretaapian pada tataran 
transportasi kabupaten/kota. Rencana induk perkeretaapian kota paling sedikit memuat:

a. arah kebijakan dan peranan perkeretaapian kabupaten/kota dalam keseluruhan 
moda transportasi;

b. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan pada 
 tataran kabupaten/kota;

c. rencana kebutuhan prasarana perkeretaapian kabupaten/kota; d. rencana kebutuhan sarana perkeretaapian kabupaten/kota; dan e. rencana kebutuhan sumber daya manusia.

Meskipun belum terdapat RIP Kota Batam dan RIP Provinsi, pengembangan Proyek saat ini pada dasarnya dapat merujuk pada RIP Nasional yang telah menentukan rencana jalur kereta api di Kota Batam. Namun demikian, untuk tujuan penyelelarasan sistem moda transportasi umum di Kota Batam dengan jalur kereta api, maka RIP Kota Batam agar dimulai penyusunannya.

2. Stasiun kereta api

Stasiun kereta api untuk keperluan naik turun penumpang paling rendah dilengkapi dengan fasilitas berikut4:

a. keselamatan; b. keamanan; c. kenyamanan;

d. naik turun penumpang; e. penyadang cacat; f. kesehatan; dan g. fasilitas umum.

Di stasiun kereta api dapat dilakukan kegiatan usaha penunjang angkutan kereta api dengan syarat tidak mengganggu fungsi stasiun.5Dengan demikian, Badan Usaha Pelaksana dapat

menyelenggarakan kegiatan usaha penunjang di stasiun untuk memperoleh pendapatan yang mendukung proses pengembalian investasinya. Namun Badan Usaha Pelaksana harus tetap mengutamakan pemanfaatan ruang untuk keperluan kegiatan pokok stasiun dengan memastikan bahwa kegiatan usaha tidak mengganggu pergerakan kereta api, tidak mengganggu pergerakan penumpang dan/atau barang, pengusahaannya tetap dapat menjaga ketertiban dan keamananan, serta menjaga kebersihan lingkungan.

3. Fasilitas operasi kereta api6:

a. Peralatan persinyalan;

4Pasal 54 UU No. 23/2007 5Pasal 55 UU No. 23/2007 6Pasal 59 UU No. 23/2007

(25)

b. Peralatan telekomunikasi; c. Instalasi listrik.

Fasilitas pengoperasian kereta api diatur oleh Pemerintah, sehingga dalam penyediaan fasilitas tersebut Badan Usaha Pelaksana wajib memenuhi pedoman atas penyediaan dan pengoperasian fasiltas operasi yang ditentukan oleh Pemerintah.

2.2.1.3 Pembangunan Prasarana Perkeretaapian

Pembangunan Prasarana Perkeretaapian meliputi7:

a. Pembangunan jalur kereta api; b. Pembangunan stasiun kereta api; dan

c. Pembangunan fasilitas pengoperasian kereta api.

Setiap pembangunan prasarana perkeretaapian tersebut harus memenuhi persyaratan teknis prasarana perkeretaapian.

Sebelum melaksanakan pembangunan prasarana perkeretaapian, perlu ditetapkan trase jalur kereta api di Pulau Batam sesuai dengan rencana induk perkeretaapian. Trase jalur kereta api tersebut paling sedikit memuat8:

a. Titik-titik koordinat; b. Lokasi stasiun;

c. Rencana kebutuhan lahan; dan d. Skala gambar.

2.2.1.4 Pengoperasian Prasarana Perkeretaapian

Prasarana perkeretaapian yang dioperasikan wajib memenuhi persyaratan yang meliputi: i) Kelaikan teknis; dan ii) Kelaikan operasional

Untuk menjamin kelaikan teknis dan operasional prasarana perkeretaapian, maka wajib dilakukan pengujian dan pemeriksaan yang akan dilaksanakan oleh Menteri Perhubungan atau didelegasikan kepada lembaga/badan hukum yang mendapat akreditasi dari Menteri Perhubungan. Merujuk pada Pasal 68 UU No. 23/2007 jo. Pasal 141 PP No. 56/2009, Penyelenggara prasarana perkeretaapian yang lulus dalam pengujian dan pemeriksaan ini nantinya akan mendapatkan sertifikat akreditasi.

2.2.1.5 Perawatan Prasarana Perkeretaapian

Penyelenggara prasarana perkeretaapian wajib melakukan perawatan prasarana perkeretaapian dengan berpedoman pada standar dan tata cara perawatan prasarana perkeretaapian9. Pelaksanaan perawatan

prasarana perkeretaapian harus dilakukan oleh tenaga perawatan prasarana perkeretaapian yang memenuhi syarat dan kualifikasi keahlian sesuai dengan jenis prasarana perkeretaapian sebagaimana ditetapkan oleh Menteri Perhubungan10.Perawatan prasarana perkeretaapian meliputi11: i) Perawatan

berkala; dan ii) Perbaikan

7Pasal 114 PP No. 56/2009 8Pasal 115 PP No. 56/2009 9Pasal 171 PP No. 56/2009 10Pasal 172 PP No. 56/2009 11Pasal 173 PP No. 56/2009

(26)

2.2.1.6 Penyelenggaraan PrasaranaPerkeretaapian

Penyelenggaraan prasaranaperkeretaapian meliputi: 1. Badan Usaha sebagai Penyelenggara

UU No. 23/2007 menentukan bahwa Penyelenggara prasarana perkeretaapian adalah pihak yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian. Bahwa Pemerintah atau Pemerintah Daerah diberi amanat untuk penyelenggaraan prasarana perkeretaapian yang pelaksanaannya ditugaskan kepada badan usaha yang dibentuk untuk keperluan tersebut. Dalam hal penyelenggaraan prasarana perkeretaapian dilaksanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang secara ekonomi sudah bersifat komersial, penyelenggaraan prasarananya dialihkan kepada badan usaha prasarana perkeretaapian12. Berdasarkan ketentuan ini, maka dapat

disimpulkan bahwa Pemerintah memiliki tanggung jawab langsung dalam penyediaan prasarana perkeretaapian. Hal ini berbeda dengan konsep penyelenggaraan sarana perkeretaapian dimana badan usaha dapat bertindak langsung sebagai penyelenggara sarana. Hal ini berarti bahwa pelaksanaan penyelenggaraan prasarana oleh badan usaha diberikan dalam suatu pendelegasian kewenangan dari Pemerintah yang diwujudkan dalam pemberian perizinan. Penyelenggaraan prasarana perkeretaapian dilaksanakan oleh badan usaha, baik secara sendiri maupun melalui kerja sama13. Sebelum memperoleh izin sebagai penyelenggara prasarana

perkeretaapian, Badan Usaha KPBU harus terlebih dahulu ditetapkan sebagai penyelenggara prasarana perkeretaapian oleh Walikota Batam14. Setelah ditetapkan sebagai penyelenggara

prasarana perkeretaapian umum, Badan Usaha KPBU akan memperoleh hak untuk menyelenggarakan prasarana perkeretaapian umum sebagaimana akan dicantumkan dalam perjanjian penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum15. Jangka waktu perjanjian ini

ditetapkan sesuai dengan kesepakatan berdasarkan besaran dana investasi dan keuntungan yang wajar16.

Perjanjian penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum wajib sekurang-kurangnya memuat17:

- Lingkup penyelenggaraan;

- Jangka waktu hak penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum;

- Hak dan kewajiban termasuk risiko yang harus dipikul para pihak, yang didasarkan pada prinsip pengalokasian risiko secara efisien dan seimbang;

- Standar kinerja pelayanan serta prosedur penanganan keluhan masyarakat;

- Sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi ketentuan perjanjian penyelenggaraan; - Penyelesaian sengketa;

- Pemutusan atau pengakhiran perjanjian penyelenggaraan; - Fasilitas penunjang prasarana perkeretaapian;

- Keadaan memaksa (force majeure); dan

- Ketentuan mengenai penyerahan prasarana perkeretaapian dan fasilitasnya pada akhir masa hak penyelenggaraan.

12Penjelasan Pasal 23 (2) UU No. 23/2007 13Pasal 23 UU No. 23/2007

14Mengingat bahwa jalur monorel hanya akan berada dalam wilayah Kota Batam, maka pejabat yang berwenang menetapkan

suatu badan usaha sebagai penyelenggara prasarana perkeretaapian adalah Walikota Batam.

15Pasal 307 PP No. 56/2009 16Pasal 308 PP No. 56/2009 17Pasal 310 PP No. 56/2009

(27)

Dalam kaitannya dengan Proyek ini, Perjanjian KPBU dapat dianggap sebagai perjanjian penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum sebagaimana disebutkan di atas sepanjang dalam Perjanjian KPBU menyebutkan secara jelas bahwa Badan Usaha KPBU ditetapkan sebagai penyelenggara prasarana perkeretaapian, termasuk seluruh ketentuan minimum tersebut di atas. Pada prinsipnya, ketentuan perjanjian penyelenggaraan prasarana perkeretaapian dapat memiliki karakteristik yang sama dengan Perjanjian KPBU mengingat kedua perjanjian tersebut menentukan pembagian risiko yang harus ditanggung baik oleh PJPK maupun Badan Usaha KPBU.

2. Perizinan yang diperlukan

Untuk menjadi penyelenggara prasarana perkeretaapian, Badan Usaha KPBU harus didirikan secara khusus untuk bergerak dalam bidang penyelenggaraan prasarana perkeretaapian dan wajib untuk memiliki18: i) Izin Usaha, ii) Izin Pembangunan, dan iii) Izin Operasi

2.2.1.7 Penyelenggaraan Sarana Perkeretaapian

Sarana perkeretaapian menurut jenisnya terdiri dari lokomotif, kereta. Gerbong, dan peralatan khusus. Persyaratan teknis dan kelaikan operasi yang berlaku bagi setiap jenis sarana perkeretaapian ditentukan oleh Pemerintah19. Dengan demikian dalam hal pengadaan sarana dilakukan melalui mekanisme KPBU,

maka dalam dokumen pelelangan harus mencakup persyaratan dan kelaikan operasi minimum berikut persyaratan perawaran yang harus dipenuhi oleh Badan Usaha Pelaksana sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Penyelenggara sarana perkeretaapian adalah badan usaha yang mengusahakan sarana 
perkeretaapian umum. Badan Usaha yang telah mendapatkan izin usaha penyelenggaran sarana perkeretaapian dapat mengajukan izin operasi sarana perkeretaapian20. Izin operasi tersebut dapat diajukan oleh Badan Usaha

setelah melaksanakan kegiatan: 
 i) penyiapan spesifikasi teknis sarana perkeretaapian; 
 ii) studi kelayakan; dan
iii) pengadaan sarana perkeretaapian. Terkait dengan hal ini, dalam hal pengadaan prasarana dan sarana dilakukan secara bersamaan, maka spesifikasi teknis sarana yang diuraikan dalam dokumen pengadaan harus sesuai dengan spesifikasi teknis prasarananya.

2.2.2 Pendirian Badan Usaha

Konsorsium pemenang lelang KPBU (sejak dinyatakan sebagai pemenang melalui proses pengadaan kompetitif dalam pelaksanaan Peraturan KPBU) harus mendirikan badan usaha Indonesia dalam bentuk Perseroan Terbatas sebagai perusahaan yang didirikan dengan tujuan tertentu, yaitu menjadi pihak dalam Perjanjian Kerjasama dengan PJPK dan untuk menjalankan Proyek sesuai dengan syarat dan ketentuan dalam Perjanjian Kerjasama.

Peraturan Bappenas No. 4/2015 mewajibkan Badan Usaha KPBU telah didirikan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak Surat Penetapan Pemenang Lelang dikeluarkan. Telah berdiri berarti bahwa Badan Usaha KPBU harus setidak-tidaknya mendapatkan status badan hukum, dengan adanya pemisahan status hukum. Hanya ketika perusahaan telah didirkan maka PT tersebut cakap untuk mengadakan perikatan. Perlu dicatat bahwa semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh pendiri PT dengan nama PT hanya dapat mengikat PT tersebut setelah PT mendapatkan status badan hukum dan perbuatan-perbuatan tersebut diatur/diakui dalam akta pendirian PT. Pasal 7 UU No. 40/2007 menyatakan bahwa

18Pasal 305 PP No. 56/2009 19Pasal 96 UU No. 23/2007 20Pasal 1 (17) UU No. 23/2007

(28)

suatu PT mendapatkan status tersebut atas persetujuan dari Menkumham.

Pengalihan saham dalam Badan Usaha dibatasi oleh syarat dan ketentuanyang ditetapkan olehSimpul

KPBU dan wajib berdasarkan hukum untuk dimasukkan dalam perjanjian kerjasama. PP No. 38/2015 dan

Peraturan Bappenas No. 4/2015 mewajibkan Simpul KPBU untuk memasukkan syarat dan ketentuan berikut pada pengaliham saham, yaitu:

- PJPK akan menentukan kriteria ketentuan pengalihan saham;

- PJPK akan menentukan apakah pengalihan saham tersebut dapat dilakukan;

- Penerima pengalihan saham harus memenuhi kriteria pra-kualifikasi dan kualifikasi yang sama dengan pengalih saham;

- Pengalihan saham tidak boleh memperlambat operasi komersial proyek;

- Pemegang saham pengendali (pemimpin konsorsium) tidak boleh mengalihkan sahamnya sebelum operasi komersial.

2.2.3 Penanaman Modal

2.2.3.1 Penanaman Modal Asing

Merujuk pada UU No. 25/2007 dan Perka BKPM No. 5/2013, yang dimaksud dengan penanaman modal asing adalah kegiatan penanaman modal yang dilakukan oleh penanam modal asing di wilayah Republik Indonesia, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanaman modal dalam negeri.

Penanaman modal asing di Indonesia wajib dalam bentuk PT serta harus didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh UU No. 40/200721. Perusahaan-perusahaan ini untuk selanjutnya disebut dengan "PT PMA."22Dengan demikian,

dalam hal pengadaan proyek monorel Batam dimenangkan oleh penanam modal asing, Badan Usaha KPBU secara otomatis akan berbentuk PT PMA. Dalam hal ini, PT PMA harus didirikan sesuai dengan aturan dan prosedur penanaman modal asing sebagaimana diatur dalam UU No. 25/2007 dan peraturan pelaksanaannya.

Dalam kaitannya dengan kegiatan usaha pada Proyek ini, Badan Usaha KPBU dapat dikatagorikan sebagai (i) Penyelenggara Prasarana Perkeretaapiaan Umum, terkait dengan kegiatan pembangunan dan penyelenggaraan jalur kereta api monorel, stasiun kereta api monorel dan fasilitas pengoperasian kereta api monorel; serta (ii) Penyelenggara Sarana Perekeretaapian, terkait dengan pengoperasian kereta api monorel. Berdasarkan KBLI, kegiatan usaha tersebut dapat digolongkan dalam KBLI No. 42114 tentang konstruksi jalan dan jembatan kereta api, KBLI No. 49111 tentang angkutan jalan rel untuk penumpang, serta KBLI No. 52212 tentang jasa stasiun kereta api. Seluruh klasifikasi kegiatan usaha tersebut terbuka sepenuhnya bagi penanaman modal asing sebagaimana dapat dilihat dalam Perpres No. 39/2014. Setiap penanam modal asing yang akan melakukan penanaman modal di Indonesia harus terlebih dahulu mendapatkan izin terkait penanaman modal dalam sektor tertentu dari BKPM23. Sesuai dengan Perka

BKPM No. 5/2013, izin yang harus diperoleh oleh penanam modal asing adalah sebagai berikut: i) Izin Prinsip, dan ii) izin Usaha.Izin Prinsip diperlukan oleh penanam modal asing untuk memulai kegiatan

21Setiap bentuk investasi langsung dengan modal asing akan dipertimbangkan sebagai investasi asing, terlepas dari persentase

atau komposisi pemegang saham asing. Pendiri PT harus memenuhi prosedur dan persyaratan yang diatur dalam UU No. 40/2007.

22Perusahaan Penananaman Modal Asing.

23Pasal 5 BKPM 5/2013 menentukan bahwa setiap penanaman modal asing harus diproses melalui BKPM pusat, BPKM di Zona

Ekonomi Khusus atau BKPM di Zona Perdagangan Bebas atau Zona Pelabuhan Bebas. Instansi yang berwenang untuk memproses izin proyek perusahaan adalah BKPM Pusat.

(29)

usahanya di Indonesia24. 2.2.3.2 Izin Prinsip

Izin Prinsip yang relevan dengan Proyek dikeluarkan oleh BKPM Pusat. Izin ini diperlukan untuk tujuan memulai kegiatan penanaman modal25. Izin Prinsip berfungsi sebagai persetujuan bagi PT untuk dapat

melaksanakan usaha, persetujuan atas struktur kepemilikan saham bagi PT PMA, dan persetujuan atas rencana kegiatan usaha PT. Selain itu, Izin Prinsip ini juga diperlukan jika PT PMA ingin mendapatkan fasilitas investasi dan pajak.

Penanam modal asing dapat mengajukan Izin Prinsip sebelum atau setelah PT PMA didirikan. Izin Prinsip dikeluarkan dalam 3 (tiga) hari sejak BKPM menerima permohonan secara lengkap dan benar. Sebagai catatan, perlu diketahui bahwa pada kenyataannya BKPM membutuhkan waktu yang cukup lama dalam melakukan verifikasi kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan, dan proses ini di luar jangka waktu tiga hari di atas.

2.2.3.3 Izin Usaha

Izin Usaha diperlukan oleh perusahaan untuk melakukan produksi/operasi komersial untuk produksi barang dan pemberian jasa. Pelayanan Terpadu Satu Pintu BKPM Pusat berwenang untuk menerima dan memproses permohonan penanaman modal asing26. Izin Usaha dikeluarkan paling lambat 7 (tujuh) hari

setelah permohonan telah diterima secara lengkap dan benar oleh BKPM Pusat.

2.2.4 Persaingan Usaha

Jenis kegiatan usaha yang dilarang berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha (“UU No. 5/1999”) antara lain adalah oligopoli, penetapan harga, alokasi pasar, kartel, boikot, larangan melakukan penggabungan/merger dengan kriteria tertentu, monopoli, monopsoni, pengendalian pangsa pasar, penjualan di bawah ongkos biaya, persekongkolan, dan penyalahgunaan posisi dominan. Dalam kaitannya dengan Proyek, dapat diargumentasikan bahwa skema kegiatan usaha Proyek tidak dilarang untuk dilakukan mengingat terdapat ketentuan pengecualian dalam UU No. 5/1999 terkait dengan kegiatan usaha yang bertujuan untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Badan Usaha KPBU sebagai penyelenggara prasarana dan sarana monorel ditetapkan oleh PJPK sesuai dengan ketentuan Permenhub No. 83/2010 dimungkinkan untuk melakukan monopoli dan posisi dominan. Pasal 50 ayat (1) UU No. 5/1999 menjelaskan bahwa perbuatan dan/atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikecualikan dari ketentuan UU No. 5/1999. Lebih lanjut, Pasal 51 UU No. 5/1999 menyebutkan bahwa monopoli dan/atau pemusatan kegiatan diperbolehkan bagi BUMN dan/atau badan/lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah, sepanjang berkaitan dengan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara

24Pasal 23 (2) Peraturan BKPM No. 5/2013. Memulai aktivitas bisnis didefinisikan sebagai salah satu dari yang berikut:

a. Pendirian usaha baru;

b. Memulai kegiatan usaha sebagai akibat dari terjadinya perubahan kepemilikan sebagian atau seluruh saham badan hukum; atau

c. Dimulainya kegiatan usaha di lokasi baru sebagai hasil dari relokasi lokasi proyek.

25Memulai kegiatan investasi didefinisikan sebagai salah satu dari yang berikut:

a. Pembentukan bisnis baru;

b. Mulainya kegiatan komersial, baik sebagai bagian dari investasi domestik maupun asing, sebagai akibat dari perubahan sebagian atau seluruh kepemilikan saham di dalam badan hukum; atau

c. Mulainya sebuah kegiatan komersial di lokasi baru dalam hal investasi domestik di suatu sektor yang termasuk dalam lingkup eksklusif dari Pemerintah Pusat.

(30)

sebagaimana diatur oleh undang-undang.

Namun demikian, Pemerintah dalam melaksanakan kewenangannya dalam penyelenggaraan Proyek juga harus didasarkan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku, yaitu antara lain:

a. Pelaksanaan pengadaan Badan Usaha Pelaksana harus dipastikan telah sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan KPBU dengan tujuan untuk menghindari terjadinya persengkongkolan; dan

b. Ketentuan yang diatur dalam Perjanjian KPBU harus memperhatikan pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan: i) sejauh mana PJPK dapat melaksanakannya kewenangannya dalam memutuskan segala sesuatu yang diatur dalam Perjanjian KPBU, dan (ii) pola pengawasan seperti apa yang harus dilakukan PJPK kepada Badan Usaha Pelaksana Proyek.

2.2.5 Lingkungan Hidup

2.2.5.1 Dokumen Izin Lingkungan dan Analisis Dampak Lingkungan

Berdasarkan Pasal 2 PP No. 27/2012, setiap usaha dan/atau kegiatan yang memerlukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), wajib memperoleh Izin Lingkungan. Dalam kaitannya dengan Proyek, berdasarkan Huruf F (1) Lampiran I Permen LH No. 5/2012 dalam klasifikasi perhubungan, kegiatan pembangunan jalur kereta api, dengan atau tanpa stasiunnya yang mensyaratkan AMDAL disampaikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kegiatan Pembangunan Jalur Kereta Api Wajib AMDAL

Lokasi Skala Alasan Ilmiah Khusus

Pada permukaan tanah

(at-grade) ≥ 25km Berpotensi menimbulkan dampak berupaemisi, gangguan lalu lintas, kebisingan, getaran, gangguan pandangan, ekologis, dampak sosial, gangguan jaringan prasarana sosial (gas, listrik, air minum, telekomunikasi) serta dampak perubahan kestabilan lahan, land subsidence dan air tanah

Di bawah permukaan tanah

(underground) Semua besaran Di atas permukaan tanah

(elevated) ≥ 5km

Berdasarkan ketentuan tersebut, Badan Usaha KPBU sebagai pihak yang bertanggung jawab atas usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan terkait dengan Proyek, wajib memperoleh AMDAL untuk melaksanakan Proyek. Untuk itu Peraturan Bappenas No. 4/2015 membebankan tanggung jawab kepada PJPK untuk menyusun dokumen AMDAL yang terdiri dari (i) Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL); (ii) Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL); dan (iii) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL-RPL) sebagai dasar penilaian untuk memperoleh Izin Lingkungan dari Menteri/Kepala Daerah sesuai kewenangannya.

2.2.5.2 Kajian awal Lingkungan Hidup

Kajian Lingkungan Hidup pada Kajian Awal Prastudi Kelayakan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bappenas No. 4/2015, untuk kegiatan KPBU yang wajib memiliki AMDAL, dilakukan dengan mengikuti ketentuan berikut:

1. Penapisan

(31)

a. Menetapkan potensi dampak penting yang akan timbul dari KPBU;

b. Menetapkan klasifikasi KPBU dalam memperkirakan dampak yang akan ditimbulkan terhadap lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. Menentukan peningkatan kapasitas dan program pelatihan untuk melaksanakan

program perlindungan lingkungan, apabila diperlukan;

d. Memperkirakan biaya yang dikeluarkan untuk perizinan yang berkaitan dengan kepentingan lingkungan hidup; dan

e. Menyiapkan rencana dan jadwal untuk melaksanakan program kepatuhan lingkungan dan melakukan pencatatan untuk persetujuan lingkungan.

2. Penyelesaian

Kegiatan penyelesaian digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk menyusun KA-ANDAL.

2.2.5.3 KA-ANDAL

Berdasarkan Pasal 20 PP No. 27/2012, KA-ANDAL harus dipersiapkan oleh pemrakarsa proyek, dimana dalam proyek ini adalah PJKP. KA-ANDAL harus dipersiapkan sebelum ANDAL dan RKL-RPL. Dalam rangka memperoleh persetujuan KA-ANDAL, PJKP harus menyerahkan rancangan KA-ANDAL kepada Gubernur melalui sekretariat Komisi Penilai AMDAL Provinsi karena Proyek ini adalah proyek lintas ibukota/daerah. Kemudian, komisi tersebut akan mengevaluasi rancangan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak KA-ANDAL dinyatakan lengkap secara administratif. Persetujuan atas KA-ANDAL oleh Komisi akan menjadi dasar untuk membuat ANDAL dan RKL-RPL.

2.2.5.4 ANDAL dan RKL-RPL

Berdasarkan Pasal 28 PP No. 27/2012, rancangan ANDAL dan RKL-RPL akan diserahkan kepada Gubernur melalui Sekretariat Komisi Penilai AMDAL Provinsi. Komisi Evaluasi AMDAL akan mengevaluasi ANDAL dan RKL-RPL yang diserahkan paling lambat 75 (tujuh puluh lima) hari kerja sejak dokumen ANDAL dan RKL-RPL dinyatakan lengkap secara administratif.

Berdasarkan Pasal 32 PP No. 27/2012, Gubernur akan menentukan keputusan kelayakan lingkungan (atau keputusan ketidaklayakan lingkungan) berdasarkan evaluasi atas ANDAL dan RKL-RPL yang diserahkan oleh Komisi dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja.

Waktu total yang dibutuhkan untuk prosedur AMDAL adalah kurang lebih 115 (seratus lima belas) hari kerja. Berdasarkan prosedur KPBU, prosedur AMDAL harus dimulai dari Tahap Perencanaan dan harus terselesaikan dalam Tahap Transaksi. Penyusunan dokumen AMDAL harus dilakukan dalam Tahap Perencanaan, tahap pertama dari AMDAL harus dilaksanakan dalam Tahap Persiapan, dan penyelesaian persyaratan AMDAL harus sudah dilaksanakan pada Tahap Transaksi.

2.2.6 Ketenagakerjaan

Berdasarkan UU No. 13 tahun 2003, pemberi kerja harus memperhatikan ketentuan ketenagakerjaan sehubungan dengan hubungan kerja, penggunaan tenaga asing, pengupahan, jam kerja, manfaat kerja dan keselamatan kerja sebagaimana ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sehubungan dengan Poyek, sesuai dengan Keputusan Gubernur Riau No. 1283 Tahun 2014, upah minimum di Kota Batam untuk tahun 2015 adalah Rp

Gambar

Gambar  2.1 menampilkan tahapan  pemanfaatan  BMN  dalam  rangka  penyediaan  infrastruktur  melalui skema KSPI.
Gambar 2.3 Tahapan Proses Pemanfaatan BMN Tanah Melalui Skema KSP 2.2.9 Pembiayaan KPBU
Gambar 2.5 Ilustrasi Skema Transaksi 2.2.14.2 Perjanjian Kerjasama
Tabel 3.2 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha di Kota Batam (Juta Rupiah)
+7

Referensi

Dokumen terkait

(1) Badan Usaha yang akan menyelenggarakan prasarana Perkeretaapian Umum harus terlebih dahulu ditetapkan sebagai Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum oleh

• Hasil Multilateral Meeting Tahap I dan Bilateral Meetinng Tahap I terkait kesepakatan awal Program dan Kegiatan Prioritas serta dukungan Program dan Kegiatan K/L dalam Rancangan

Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaima- na dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan

Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Non-PNS dilarang melakukan kegiatan bepergian ke luar daerah selama hari libur nasional tahun 2021 dan pada hari-hari

Strategi yang dilakukan adalah: (i) Internalisasi pengurangan risiko bencana dalam kerangka pembangunan berkelanjutan di pusat dan daerah, (ii) melakukan upaya penurunan

Sejalan dengan fungsi Bappenas sebagai Instansi Pembina Jabatan Fungsional Perencana dan sebagai Instansi Penyelenggara Diklat Perencanaan Pembangunan, di dalam rencana

Untuk mendukung kegiatan yang dijala oleh Pusbindiklatren Pelaksanaan Magang Kementerian bagi Aparatur di Dengan memanfaatkan kesempatan tersebut perencana akan

(a) telah memiliki pangkat/golongan sekurang-kurangnya Penata Tingkat I/III/d, (b) telah mengumpulkan angka kredit kumulatif sekurang-kurangnya 90% dari jumlah AK