• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pemenuhan Peraturan Perundang-undangan .1 Peraturan Perundang-undangan Terkait Perkeretaapian

Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (“UU No. 23/2007”), kereta api Monorel merupakan salah satu jenis dari kereta api yang pengaturannya tunduk pada ketentuan Undang-Undang tersebut1. Dengan demikian, sepanjang tidak diatur secara khusus, segala ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perkeretaapian dan peraturan pelaksananya berlaku pula untuk penyelenggaraan Monorel. Ketentuan peraturan perundang-undangantersebut meliputi:

2.2.1.1 Rencana Induk Perkeretaapian

Rencana Induk Perkeretaapian (“RIP”) adalah rencana pengembangan jaringan prasarana perkeretaapian, baik yang memuat jaringan jalur kereta api yang telah ada maupun rencana jaringan jalur kereta api yang akan dibangun2. RIP akan menentukan jalur kereta api disuatu wilayah, dimana RIP akan menetapkan jaringan jalur kereta api baik di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Dengan demikian akan terdapat penetapan RIP yang disusun berdasarkan hierarki kewenangan mulai dari Pemerintah pusat hingga daerah.

RIP Nasional telah ditetapkan pada April 2011 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 43 tahun 2011. RIP tersebut merupakan landasan hukum atau dasar dari kebijakan, strategi dan program pembangunan perkeretaapian nasional serta menjadi rujukan dalam pengembangan perkeretaapian propinsi dan kabupaten/kota pada saat ini dan masa depan. Dengan demikian RIP Provinsi maupun RIP Kabupaten/Kota disusun dengan merujuk pada jaringan jalur kereta api nasional yang telah ditetapkan.

RIP Nasional merupakan perwujudan dari tatanan perkeretaapian umum yang memuat kondisi perkeretaapian nasional saat ini dan rencana pengembangan perkeretaapian nasional sampai dengan tahun 2030 yang akan datang.RIP Nasional disusun dengan memperhatikan:

1. Rencana tata ruang wilayah nasional;

2. Rencana induk jaringan moda transportasi lainnya; dan

3. Kebutuhan angkutan perkeretaapian pada tataran transportasi nasional yang meliputi: a. Prakiraan jumlah perpindahan penumpang dan/atau 
barang:

- antarpusat kegiatan nasional;

- antara pusat kegiatan nasional dengan pusat 
kegiatan luar negeri; dan

1Pasal 4 UU No. 23/2007 menentukan bahwa Monorel merupakan salah satu jenis kereta api.

- antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan provinsi.

b. Prakiraan jumlah perpindahan orang dan/atau barang
dari dan ke simpul moda transportasi lain yang harus
dilayani oleh perkeretaapian nasional; dan

c. Prakiraan jumlah penumpang dalam kawasan perkotaan
yang cakupannya melebihi wilayah provinsi.

Dalam RIP Nasional, sasaran pengembangan jaringan jalur kereta api di Pulau Batam telah ditetapkan yaitu untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat dalam rangka mendukung pembangunan infrastruktur transportasi di wilayah kawasan perbatasan.

Pada Tahun 2030 direncanakan akan dibangun secara bertahap prasarana perkeretaapian meliputi jalur, stasiun dan fasilitas operasi kereta api, diantaranya meliputi:

1. Pengembangan dan layanan kereta api perkotaan yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan industri dengan pelabuhan dan bandara.

2. Pengembangan jaringan dan layanan kereta api yang menghubungkan pusat kota dengan Bandara Hang Nadim.

3. Pengembangan sistem persinyalan, telekomunikasi dan kelistrikan.

4. Pengembangan stasiun kereta api termasuk fasilitas park and ride pada pusat-pusat kegiatan strategis nasional, provinsi dan kabupaten/kota.

Lebih lanjut RIP Nasional juga menetapkan rencana pengembangan jaringan dan layanan kereta api perkotaan di beberapa kota yang antara lain termasuk Kota Batam. Adapun rencana pengembangan tersebut dijadwalkan untuk diselenggarakan pada pengembangan Tahap II tahun 2016-2020.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa rencana pengembangan Proyek telah sesuai dengan arahan dan kebjakan nasional sebagaimana dituangkan dalam RIP Nasional.

2.2.1.2 Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian Umum

Pasal 1 angka 3 UU No. 23/2007 menyebutkan bahwa prasarana perkeretaapian adalah jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api agar kereta api dapat dioperasikan.

1. Jalur kereta api

Jalur kereta api untuk perkeretaapian umum membentuk satu kesatuan jaringan jalur kereta api yang terdiri dari3:

a. jaringan jalur kereta api nasional yang ditetapkan dalam rencana induk perkeretaapian nasional;

b. jaringan jalur kereta api provinsi yang ditetapkan dalam rencana indukperkeretaapian provinsi; dan

c. jaringan jalur kereta api kabupaten/kota yang ditetapkan dalam rencana induk perkeretaapian kabupaten/kota.

Sehubungan dengan pelaksanaan pengembangan Proyek, maka dipandang perlu untuk menetapkan RIP Kota Batam dengan merujuk pada RIP Nasional yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.Kewenangan dalam penyusunan RIP Kota Batam adalah berada pada Pemerintah Kota Batam sesuai dengan kewenangan otonomi daerah yang belaku terhadap Kota Batam. Lebih lanjut UU No. 23/2007 menentukan bahwa tatanan perkeretaapian umum merupakan suatu kesatuan sistem perkeretaapian yang harus terintegrasi dengan moda transportasi lainnya. Sebagai tindak lanjut atas prinsip tersebut, maka penetapan RIP, dalam hal

ini adalah RIP Kota Batamharus disusun dengan memperhatikan: a. rencana tata ruang wilayah nasional;

b. rencana tata ruang wilayah provinsi; c. rencana tata ruang wilayah kota;

d. rencana induk perkeretaapian provinsi; dan

e. rencana induk jaringan moda transportasi lainnya pada tataran kota.

Rencana induk perkeretaapian kota disusun dengan mempertimbangkan kebutuhan angkutan perkeretaapian pada tataran 
transportasi kabupaten/kota. Rencana induk perkeretaapian kota paling sedikit memuat:

a. arah kebijakan dan peranan perkeretaapian kabupaten/kota dalam keseluruhan 
moda transportasi;

b. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan pada 
 tataran kabupaten/kota;

c. rencana kebutuhan prasarana perkeretaapian kabupaten/kota; d. rencana kebutuhan sarana perkeretaapian kabupaten/kota; dan e. rencana kebutuhan sumber daya manusia.

Meskipun belum terdapat RIP Kota Batam dan RIP Provinsi, pengembangan Proyek saat ini pada dasarnya dapat merujuk pada RIP Nasional yang telah menentukan rencana jalur kereta api di Kota Batam. Namun demikian, untuk tujuan penyelelarasan sistem moda transportasi umum di Kota Batam dengan jalur kereta api, maka RIP Kota Batam agar dimulai penyusunannya.

2. Stasiun kereta api

Stasiun kereta api untuk keperluan naik turun penumpang paling rendah dilengkapi dengan fasilitas berikut4:

a. keselamatan; b. keamanan; c. kenyamanan;

d. naik turun penumpang; e. penyadang cacat; f. kesehatan; dan g. fasilitas umum.

Di stasiun kereta api dapat dilakukan kegiatan usaha penunjang angkutan kereta api dengan syarat tidak mengganggu fungsi stasiun.5Dengan demikian, Badan Usaha Pelaksana dapat menyelenggarakan kegiatan usaha penunjang di stasiun untuk memperoleh pendapatan yang mendukung proses pengembalian investasinya. Namun Badan Usaha Pelaksana harus tetap mengutamakan pemanfaatan ruang untuk keperluan kegiatan pokok stasiun dengan memastikan bahwa kegiatan usaha tidak mengganggu pergerakan kereta api, tidak mengganggu pergerakan penumpang dan/atau barang, pengusahaannya tetap dapat menjaga ketertiban dan keamananan, serta menjaga kebersihan lingkungan.

3. Fasilitas operasi kereta api6: a. Peralatan persinyalan;

4Pasal 54 UU No. 23/2007

5Pasal 55 UU No. 23/2007

b. Peralatan telekomunikasi; c. Instalasi listrik.

Fasilitas pengoperasian kereta api diatur oleh Pemerintah, sehingga dalam penyediaan fasilitas tersebut Badan Usaha Pelaksana wajib memenuhi pedoman atas penyediaan dan pengoperasian fasiltas operasi yang ditentukan oleh Pemerintah.

2.2.1.3 Pembangunan Prasarana Perkeretaapian

Pembangunan Prasarana Perkeretaapian meliputi7: a. Pembangunan jalur kereta api;

b. Pembangunan stasiun kereta api; dan

c. Pembangunan fasilitas pengoperasian kereta api.

Setiap pembangunan prasarana perkeretaapian tersebut harus memenuhi persyaratan teknis prasarana perkeretaapian.

Sebelum melaksanakan pembangunan prasarana perkeretaapian, perlu ditetapkan trase jalur kereta api di Pulau Batam sesuai dengan rencana induk perkeretaapian. Trase jalur kereta api tersebut paling sedikit memuat8:

a. Titik-titik koordinat; b. Lokasi stasiun;

c. Rencana kebutuhan lahan; dan d. Skala gambar.

2.2.1.4 Pengoperasian Prasarana Perkeretaapian

Prasarana perkeretaapian yang dioperasikan wajib memenuhi persyaratan yang meliputi: i) Kelaikan teknis; dan ii) Kelaikan operasional

Untuk menjamin kelaikan teknis dan operasional prasarana perkeretaapian, maka wajib dilakukan pengujian dan pemeriksaan yang akan dilaksanakan oleh Menteri Perhubungan atau didelegasikan kepada lembaga/badan hukum yang mendapat akreditasi dari Menteri Perhubungan. Merujuk pada Pasal 68 UU No. 23/2007 jo. Pasal 141 PP No. 56/2009, Penyelenggara prasarana perkeretaapian yang lulus dalam pengujian dan pemeriksaan ini nantinya akan mendapatkan sertifikat akreditasi.

2.2.1.5 Perawatan Prasarana Perkeretaapian

Penyelenggara prasarana perkeretaapian wajib melakukan perawatan prasarana perkeretaapian dengan berpedoman pada standar dan tata cara perawatan prasarana perkeretaapian9. Pelaksanaan perawatan prasarana perkeretaapian harus dilakukan oleh tenaga perawatan prasarana perkeretaapian yang memenuhi syarat dan kualifikasi keahlian sesuai dengan jenis prasarana perkeretaapian sebagaimana ditetapkan oleh Menteri Perhubungan10.Perawatan prasarana perkeretaapian meliputi11: i) Perawatan berkala; dan ii) Perbaikan

7Pasal 114 PP No. 56/2009

8Pasal 115 PP No. 56/2009

9Pasal 171 PP No. 56/2009

10Pasal 172 PP No. 56/2009

2.2.1.6 Penyelenggaraan PrasaranaPerkeretaapian

Penyelenggaraan prasaranaperkeretaapian meliputi: 1. Badan Usaha sebagai Penyelenggara

UU No. 23/2007 menentukan bahwa Penyelenggara prasarana perkeretaapian adalah pihak yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian. Bahwa Pemerintah atau Pemerintah Daerah diberi amanat untuk penyelenggaraan prasarana perkeretaapian yang pelaksanaannya ditugaskan kepada badan usaha yang dibentuk untuk keperluan tersebut. Dalam hal penyelenggaraan prasarana perkeretaapian dilaksanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang secara ekonomi sudah bersifat komersial, penyelenggaraan prasarananya dialihkan kepada badan usaha prasarana perkeretaapian12. Berdasarkan ketentuan ini, maka dapat disimpulkan bahwa Pemerintah memiliki tanggung jawab langsung dalam penyediaan prasarana perkeretaapian. Hal ini berbeda dengan konsep penyelenggaraan sarana perkeretaapian dimana badan usaha dapat bertindak langsung sebagai penyelenggara sarana. Hal ini berarti bahwa pelaksanaan penyelenggaraan prasarana oleh badan usaha diberikan dalam suatu pendelegasian kewenangan dari Pemerintah yang diwujudkan dalam pemberian perizinan. Penyelenggaraan prasarana perkeretaapian dilaksanakan oleh badan usaha, baik secara sendiri maupun melalui kerja sama13. Sebelum memperoleh izin sebagai penyelenggara prasarana perkeretaapian, Badan Usaha KPBU harus terlebih dahulu ditetapkan sebagai penyelenggara prasarana perkeretaapian oleh Walikota Batam14. Setelah ditetapkan sebagai penyelenggara prasarana perkeretaapian umum, Badan Usaha KPBU akan memperoleh hak untuk menyelenggarakan prasarana perkeretaapian umum sebagaimana akan dicantumkan dalam perjanjian penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum15. Jangka waktu perjanjian ini ditetapkan sesuai dengan kesepakatan berdasarkan besaran dana investasi dan keuntungan yang wajar16.

Perjanjian penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum wajib sekurang-kurangnya memuat17:

- Lingkup penyelenggaraan;

- Jangka waktu hak penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum;

- Hak dan kewajiban termasuk risiko yang harus dipikul para pihak, yang didasarkan pada prinsip pengalokasian risiko secara efisien dan seimbang;

- Standar kinerja pelayanan serta prosedur penanganan keluhan masyarakat;

- Sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi ketentuan perjanjian penyelenggaraan; - Penyelesaian sengketa;

- Pemutusan atau pengakhiran perjanjian penyelenggaraan; - Fasilitas penunjang prasarana perkeretaapian;

- Keadaan memaksa (force majeure); dan

- Ketentuan mengenai penyerahan prasarana perkeretaapian dan fasilitasnya pada akhir masa hak penyelenggaraan.

12Penjelasan Pasal 23 (2) UU No. 23/2007

13Pasal 23 UU No. 23/2007

14Mengingat bahwa jalur monorel hanya akan berada dalam wilayah Kota Batam, maka pejabat yang berwenang menetapkan suatu badan usaha sebagai penyelenggara prasarana perkeretaapian adalah Walikota Batam.

15Pasal 307 PP No. 56/2009

16Pasal 308 PP No. 56/2009

Dalam kaitannya dengan Proyek ini, Perjanjian KPBU dapat dianggap sebagai perjanjian penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum sebagaimana disebutkan di atas sepanjang dalam Perjanjian KPBU menyebutkan secara jelas bahwa Badan Usaha KPBU ditetapkan sebagai penyelenggara prasarana perkeretaapian, termasuk seluruh ketentuan minimum tersebut di atas. Pada prinsipnya, ketentuan perjanjian penyelenggaraan prasarana perkeretaapian dapat memiliki karakteristik yang sama dengan Perjanjian KPBU mengingat kedua perjanjian tersebut menentukan pembagian risiko yang harus ditanggung baik oleh PJPK maupun Badan Usaha KPBU.

2. Perizinan yang diperlukan

Untuk menjadi penyelenggara prasarana perkeretaapian, Badan Usaha KPBU harus didirikan secara khusus untuk bergerak dalam bidang penyelenggaraan prasarana perkeretaapian dan wajib untuk memiliki18: i) Izin Usaha, ii) Izin Pembangunan, dan iii) Izin Operasi

2.2.1.7 Penyelenggaraan Sarana Perkeretaapian

Sarana perkeretaapian menurut jenisnya terdiri dari lokomotif, kereta. Gerbong, dan peralatan khusus. Persyaratan teknis dan kelaikan operasi yang berlaku bagi setiap jenis sarana perkeretaapian ditentukan oleh Pemerintah19. Dengan demikian dalam hal pengadaan sarana dilakukan melalui mekanisme KPBU, maka dalam dokumen pelelangan harus mencakup persyaratan dan kelaikan operasi minimum berikut persyaratan perawaran yang harus dipenuhi oleh Badan Usaha Pelaksana sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Penyelenggara sarana perkeretaapian adalah badan usaha yang mengusahakan sarana 
perkeretaapian umum. Badan Usaha yang telah mendapatkan izin usaha penyelenggaran sarana perkeretaapian dapat mengajukan izin operasi sarana perkeretaapian20. Izin operasi tersebut dapat diajukan oleh Badan Usaha setelah melaksanakan kegiatan: 
 i) penyiapan spesifikasi teknis sarana perkeretaapian; 
 ii) studi kelayakan; dan
iii) pengadaan sarana perkeretaapian. Terkait dengan hal ini, dalam hal pengadaan prasarana dan sarana dilakukan secara bersamaan, maka spesifikasi teknis sarana yang diuraikan dalam dokumen pengadaan harus sesuai dengan spesifikasi teknis prasarananya.

2.2.2 Pendirian Badan Usaha

Konsorsium pemenang lelang KPBU (sejak dinyatakan sebagai pemenang melalui proses pengadaan kompetitif dalam pelaksanaan Peraturan KPBU) harus mendirikan badan usaha Indonesia dalam bentuk Perseroan Terbatas sebagai perusahaan yang didirikan dengan tujuan tertentu, yaitu menjadi pihak dalam Perjanjian Kerjasama dengan PJPK dan untuk menjalankan Proyek sesuai dengan syarat dan ketentuan dalam Perjanjian Kerjasama.

Peraturan Bappenas No. 4/2015 mewajibkan Badan Usaha KPBU telah didirikan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak Surat Penetapan Pemenang Lelang dikeluarkan. Telah berdiri berarti bahwa Badan Usaha KPBU harus setidak-tidaknya mendapatkan status badan hukum, dengan adanya pemisahan status hukum. Hanya ketika perusahaan telah didirkan maka PT tersebut cakap untuk mengadakan perikatan. Perlu dicatat bahwa semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh pendiri PT dengan nama PT hanya dapat mengikat PT tersebut setelah PT mendapatkan status badan hukum dan perbuatan-perbuatan tersebut diatur/diakui dalam akta pendirian PT. Pasal 7 UU No. 40/2007 menyatakan bahwa

18Pasal 305 PP No. 56/2009

19Pasal 96 UU No. 23/2007

suatu PT mendapatkan status tersebut atas persetujuan dari Menkumham.

Pengalihan saham dalam Badan Usaha dibatasi oleh syarat dan ketentuanyang ditetapkan olehSimpul

KPBU dan wajib berdasarkan hukum untuk dimasukkan dalam perjanjian kerjasama. PP No. 38/2015 dan

Peraturan Bappenas No. 4/2015 mewajibkan Simpul KPBU untuk memasukkan syarat dan ketentuan berikut pada pengaliham saham, yaitu:

- PJPK akan menentukan kriteria ketentuan pengalihan saham;

- PJPK akan menentukan apakah pengalihan saham tersebut dapat dilakukan;

- Penerima pengalihan saham harus memenuhi kriteria pra-kualifikasi dan kualifikasi yang sama dengan pengalih saham;

- Pengalihan saham tidak boleh memperlambat operasi komersial proyek;

- Pemegang saham pengendali (pemimpin konsorsium) tidak boleh mengalihkan sahamnya sebelum operasi komersial.

2.2.3 Penanaman Modal

2.2.3.1 Penanaman Modal Asing

Merujuk pada UU No. 25/2007 dan Perka BKPM No. 5/2013, yang dimaksud dengan penanaman modal asing adalah kegiatan penanaman modal yang dilakukan oleh penanam modal asing di wilayah Republik Indonesia, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanaman modal dalam negeri.

Penanaman modal asing di Indonesia wajib dalam bentuk PT serta harus didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh UU No. 40/200721. Perusahaan-perusahaan ini untuk selanjutnya disebut dengan "PT PMA."22Dengan demikian, dalam hal pengadaan proyek monorel Batam dimenangkan oleh penanam modal asing, Badan Usaha KPBU secara otomatis akan berbentuk PT PMA. Dalam hal ini, PT PMA harus didirikan sesuai dengan aturan dan prosedur penanaman modal asing sebagaimana diatur dalam UU No. 25/2007 dan peraturan pelaksanaannya.

Dalam kaitannya dengan kegiatan usaha pada Proyek ini, Badan Usaha KPBU dapat dikatagorikan sebagai (i) Penyelenggara Prasarana Perkeretaapiaan Umum, terkait dengan kegiatan pembangunan dan penyelenggaraan jalur kereta api monorel, stasiun kereta api monorel dan fasilitas pengoperasian kereta api monorel; serta (ii) Penyelenggara Sarana Perekeretaapian, terkait dengan pengoperasian kereta api monorel. Berdasarkan KBLI, kegiatan usaha tersebut dapat digolongkan dalam KBLI No. 42114 tentang konstruksi jalan dan jembatan kereta api, KBLI No. 49111 tentang angkutan jalan rel untuk penumpang, serta KBLI No. 52212 tentang jasa stasiun kereta api. Seluruh klasifikasi kegiatan usaha tersebut terbuka sepenuhnya bagi penanaman modal asing sebagaimana dapat dilihat dalam Perpres No. 39/2014. Setiap penanam modal asing yang akan melakukan penanaman modal di Indonesia harus terlebih dahulu mendapatkan izin terkait penanaman modal dalam sektor tertentu dari BKPM23. Sesuai dengan Perka BKPM No. 5/2013, izin yang harus diperoleh oleh penanam modal asing adalah sebagai berikut: i) Izin Prinsip, dan ii) izin Usaha.Izin Prinsip diperlukan oleh penanam modal asing untuk memulai kegiatan

21Setiap bentuk investasi langsung dengan modal asing akan dipertimbangkan sebagai investasi asing, terlepas dari persentase atau komposisi pemegang saham asing. Pendiri PT harus memenuhi prosedur dan persyaratan yang diatur dalam UU No. 40/2007.

22Perusahaan Penananaman Modal Asing.

23Pasal 5 BKPM 5/2013 menentukan bahwa setiap penanaman modal asing harus diproses melalui BKPM pusat, BPKM di Zona Ekonomi Khusus atau BKPM di Zona Perdagangan Bebas atau Zona Pelabuhan Bebas. Instansi yang berwenang untuk memproses izin proyek perusahaan adalah BKPM Pusat.

usahanya di Indonesia24.

2.2.3.2 Izin Prinsip

Izin Prinsip yang relevan dengan Proyek dikeluarkan oleh BKPM Pusat. Izin ini diperlukan untuk tujuan memulai kegiatan penanaman modal25. Izin Prinsip berfungsi sebagai persetujuan bagi PT untuk dapat melaksanakan usaha, persetujuan atas struktur kepemilikan saham bagi PT PMA, dan persetujuan atas rencana kegiatan usaha PT. Selain itu, Izin Prinsip ini juga diperlukan jika PT PMA ingin mendapatkan fasilitas investasi dan pajak.

Penanam modal asing dapat mengajukan Izin Prinsip sebelum atau setelah PT PMA didirikan. Izin Prinsip dikeluarkan dalam 3 (tiga) hari sejak BKPM menerima permohonan secara lengkap dan benar. Sebagai catatan, perlu diketahui bahwa pada kenyataannya BKPM membutuhkan waktu yang cukup lama dalam melakukan verifikasi kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan, dan proses ini di luar jangka waktu tiga hari di atas.

2.2.3.3 Izin Usaha

Izin Usaha diperlukan oleh perusahaan untuk melakukan produksi/operasi komersial untuk produksi barang dan pemberian jasa. Pelayanan Terpadu Satu Pintu BKPM Pusat berwenang untuk menerima dan memproses permohonan penanaman modal asing26. Izin Usaha dikeluarkan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah permohonan telah diterima secara lengkap dan benar oleh BKPM Pusat.

2.2.4 Persaingan Usaha

Jenis kegiatan usaha yang dilarang berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha (“UU No. 5/1999”) antara lain adalah oligopoli, penetapan harga, alokasi pasar, kartel, boikot, larangan melakukan penggabungan/merger dengan kriteria tertentu, monopoli, monopsoni, pengendalian pangsa pasar, penjualan di bawah ongkos biaya, persekongkolan, dan penyalahgunaan posisi dominan. Dalam kaitannya dengan Proyek, dapat diargumentasikan bahwa skema kegiatan usaha Proyek tidak dilarang untuk dilakukan mengingat terdapat ketentuan pengecualian dalam UU No. 5/1999 terkait dengan kegiatan usaha yang bertujuan untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Badan Usaha KPBU sebagai penyelenggara prasarana dan sarana monorel ditetapkan oleh PJPK sesuai dengan ketentuan Permenhub No. 83/2010 dimungkinkan untuk melakukan monopoli dan posisi dominan. Pasal 50 ayat (1) UU No. 5/1999 menjelaskan bahwa perbuatan dan/atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikecualikan dari ketentuan UU No. 5/1999. Lebih lanjut, Pasal 51 UU No. 5/1999 menyebutkan bahwa monopoli dan/atau pemusatan kegiatan diperbolehkan bagi BUMN dan/atau badan/lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah, sepanjang berkaitan dengan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara

24Pasal 23 (2) Peraturan BKPM No. 5/2013. Memulai aktivitas bisnis didefinisikan sebagai salah satu dari yang berikut: a. Pendirian usaha baru;

b. Memulai kegiatan usaha sebagai akibat dari terjadinya perubahan kepemilikan sebagian atau seluruh saham badan hukum; atau

c. Dimulainya kegiatan usaha di lokasi baru sebagai hasil dari relokasi lokasi proyek.

25Memulai kegiatan investasi didefinisikan sebagai salah satu dari yang berikut: a. Pembentukan bisnis baru;

b. Mulainya kegiatan komersial, baik sebagai bagian dari investasi domestik maupun asing, sebagai akibat dari perubahan sebagian atau seluruh kepemilikan saham di dalam badan hukum; atau

c. Mulainya sebuah kegiatan komersial di lokasi baru dalam hal investasi domestik di suatu sektor yang termasuk dalam lingkup eksklusif dari Pemerintah Pusat.

sebagaimana diatur oleh undang-undang.

Namun demikian, Pemerintah dalam melaksanakan kewenangannya dalam penyelenggaraan Proyek juga harus didasarkan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku, yaitu antara lain:

a. Pelaksanaan pengadaan Badan Usaha Pelaksana harus dipastikan telah sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan KPBU dengan tujuan untuk menghindari terjadinya persengkongkolan; dan

b. Ketentuan yang diatur dalam Perjanjian KPBU harus memperhatikan pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan: i) sejauh mana PJPK dapat melaksanakannya kewenangannya dalam memutuskan segala sesuatu yang diatur dalam Perjanjian KPBU, dan (ii) pola pengawasan seperti apa yang harus dilakukan PJPK kepada Badan Usaha Pelaksana Proyek.

2.2.5 Lingkungan Hidup

2.2.5.1 Dokumen Izin Lingkungan dan Analisis Dampak Lingkungan

Berdasarkan Pasal 2 PP No. 27/2012, setiap usaha dan/atau kegiatan yang memerlukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), wajib memperoleh Izin Lingkungan. Dalam kaitannya dengan Proyek, berdasarkan Huruf F (1) Lampiran I Permen LH No. 5/2012 dalam klasifikasi perhubungan, kegiatan pembangunan jalur kereta api, dengan atau tanpa stasiunnya yang mensyaratkan AMDAL disampaikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kegiatan Pembangunan Jalur Kereta Api Wajib AMDAL

Lokasi Skala Alasan Ilmiah Khusus

Pada permukaan tanah

(at-grade) ≥ 25km Berpotensi menimbulkan dampak berupaemisi, gangguan lalu lintas, kebisingan,