• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Skema KSP

2.2.11 Tarif dan Mekanisme Penyesuaiannya

Tarif dan mekanisme penyesuaiannyadisampaikansebagai beirkut:

2.2.11.1 Tarif Awal dan Penyesuaian Tarif

Dalam hal pengembalian investasi Badan Usaha KPBU bersumber dari pembayaran oleh pengguna dalam bentuk tarif, PJPK menetapkan tarif awal atas penyediaan infrastruktur. Tarif awal dan penyesuaiannya ditetapkan untuk memastikan pengembalian investasi yang meliputi penutupan biaya modal, biaya operasional, dan keuntungan dalam kurun waktu tertentu102.

Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) dan (2) Perpres No. 38/2015, tarif awal dan penyesuaiannya secara berkala ditetapkan untuk memastikan tingkat pengembalian investasi yang meliputi penutupan biaya modal, biaya operasional dan keuntungan yang wajar dalam kurun waktu tertentu. Dalam hal penerapan tarif awal dan penyesuaiannya tidak dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan tersebut, tarif ditentukan berdasarkan tingkat kemampuan pengguna.

Lebih lanjut dalam Pasal 12 ayat (4) dan (5) Perpres No. 38/2005 disebutkan bahwa dalam hal tarif ditetapkan berdasarkan tingkat kemampuan pengguna, PJPK memberikan Dukungan Kelayakan sehingga Badan Usaha KPBU dapat memperoleh pengembalian investasi. Namun demikian, Dukungan Kelayakan tersebut hanya diberikan kepada KPBU yang mempunyai kepentingan dan kemanfaatan sosial berdasarkan kajian lengkap dan menyeluruh atas kemanfaatan sosial.

2.2.11.2 Tarif Angkutan Orang

Tarif angkutan orang merupakan besaran biaya yang dinyatakan dalam biaya per penumpang per kilometer. Tarif angkutan orang ditetapkan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian dan wajib diumumkan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum diberlakukan103.

Tarif yang telah ditetapkan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian wajib dilaporkan kepada Direktur Jenderal Perkeretaapian104. Dalam hal penetapan dan pelaksanaan tarif oleh penyelenggara sarana perkeretaapian tidak sesuai dengan pedoman penetapan tarif yang ditetapkan oleh Menteri Perhubungan, Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya dapat mengenakan sanksi administratif berupa105:

- Teguran tertulis;

- Pembekuan izin operasi; dan - Pencabutan izin operasi.

Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota dapat menetapkan tarif angkutan orang apabila masyarakat belum mampu membayar tarif yang ditetapkan penyelenggara sarana perkeretaapian untuk angkutan pelayanan kelas ekonomi. Dalam hal tarif yang ditetapkan tersebut lebih rendah dari tarif yang ditetapkan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian, selisih tarif menjadi tanggung jawab Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota dalam bentuk kewajiban pelayanan publik106.

102Pasal 12 Perpres No. 38/2015

103Pasal 147 PP No. 72/2009

104Pasal 3 PM No. 34/2011

105Pasal 148 PP No. 72/2009

2.2.12 Perpajakan

Badan usaha diwajibkan untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mencakup kewajiban atas i) Pajak Penghasilan Badan Usaha. ii) Pajak Penghasilan Karyawan, iii) Pajak Impor, iv) Pajak Atas Pelaksanaan Transaksi, dan Pajak Daerah dan Retribusi. Untuk menarik investor menanamkan modal di Indonesia, Pemerintah menyediakan beberapa fasilitas pajak tertentu. Namun, terdapat beberapa syarat dan kriteria bagi investor untuk memperoleh fasilitas pajak tersebut. Investor harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria di bawah ini:

a. Menyerap banyak tenaga kerja; b. termasuk skala prioritas tinggi; c. termasuk pembangunan infrastruktur; d. melakukan alih teknologi;

e. melakukan industri pionir;

f. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu;

g. menjaga kelestarian lingkungan hidup;

h. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi; i. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi; atau

j. menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri.

Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pembangunan infrastruktur sebagaimana dijelaskan di atas, Badan Usaha KPBU dapat memperoleh fasilitas perpajakan. Ada 6 (enam) bentuk fasilitas perpajakan yang diatur dalam UU No. 25/2007:107

a. Pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan neto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu

b. Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri;

c. Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;

d. Pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu;

e. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan

f. Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.

Lebih lanjut, mengingat Proyek diselenggarakan di Kota Batam yang merupakan Kawasan Bebas, maka terdapat fasiltas pajak yang dapat diperoleh Badan Usaha. Kawasan Bebas adalah kawasan yang berada di wilayah hukum Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah dan cukai. Sedangkan yang dimaksud dengan daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2006. Batam sendiri merupakan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam sebagaimana terakhir diubah

dengan Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2011.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2012 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta Berada di Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (“PP No. 10/2012”), pembebasan perlakuan PPN di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas berlaku untuk kegiatan berikut ini:

a. Pemasukan Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas;

b. Pemasukan Barang Kena Pajak dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas;

c. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/ atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas;

d. Penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/ atau Jasa Kena Pajak di dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas;

e. Penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/ atau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas lainnya;

f. Penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas; dan

g. Penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/ atau Jasa Kena Pajak dari tempat Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi Khusus ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

Untuk dapat memperoleh fasilitas tidak dipungut PPN, pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas harus melalui pelabuhan dan bandar udara yang ditunjuk.108Fasilitas tersebut dapat diberikan sepanjang barang yang dimaksud benar-benar telah masuk di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang dibuktikan dengan dokumen yang telah diberikan Endorsement109oleh pejabat/ pegawai Direktorat Jenderal Pajak.

2.2.13 Konstruksi

2.2.13.1 Pengguna Jasa Konstruksi

Jasa konstruksi mencakup layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi. Setiap kegiatan tersebut dilaksanakan secara terpisah oleh perencana konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi110.

Dalam kaitannya dengan Proyek, Badan Usaha KPBU akan bertindak sebagai pengguna jasa. Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) UU No. 18/1999, pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi. Badan Usaha KPBU akan menunjuk kontraktor lain untuk melaksanakan konstruksi prasarana monorel, dengan ketentuan bahwa tanggung jawab utama atas Proyek masih berada pada Badan Usaha KPBU.

108Pasal 17 ayat (1) dan (3) PP No. 12/2012

109Endorsement adalah pernyataan mengetahui dari pejabat/ pegawai Direktorat Jenderal Pajak atas pemasukan Barang Kena

Pajak dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, berdasarkan penelitian formal atas dokumen pemasukan Barang Kena Pajak terkait.

Pasal 15 ayat (2) dan (3) UU No. 18/1999 menyatakan bahwa Badan Usaha KPBU sebagai pengguna jasa harus memiliki kemampuan membayar biaya pekerjaan konstruksi yang didukung dengan dokumen pembuktian dari lembaga perbankan dan/atau lembaga keuangan bukan bank. Bukti kemampuan membayar tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk lain yang disepakati dengan mempertimbangkan lokasi, tingkat kompleksitas, besaran biaya, dan/atau fungsi bangunan yang dituangkan dalam perjanjian tertulis antara pengguna jasa dan penyedia jasa.

Di sisi lain, Pasal 17 UU No. 18/1999 menyatakan bahwa pemilihan penyedia jasa konstruksi harus dilkakukan melalui pelelangan umum atau terbatas. Pelelangan terbatas hanya boleh diikuti oleh penyedia jasa yang dinyatakan telah lulus prakualifikasi. Namun demikian, penyedia jasa konstruksi dapat dipilih langsung atau ditunjuk dalam keadaan tertentu seperti dalam hal pekerjaan konstruksi bersifat kompleks dan hanya dapat dilakukan oleh penyedia jasa konstruksi tertentu.

Berdasarkan Pasal 20 UU No. 18/1999, pengguna jasa dilarang memberikan pekerjaan kepada penyedia jasa terafiliasi untuk mengerjakan satu pekerjaan konstruksi pada lokasi dan dalam kurun waktu yang sama tanpa melalui pelelangan umum ataupun pelelangan terbatas.

2.2.13.2 Perjanjian Konstruksi

Pasal 22 UU No. 18/1999 menyatakan bahwa pengaturan hubungan kerja berdasarkan hukum perundang-undangan yang berlaku harus dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi. Dengan demikian, hubungan kerja antara pengguna jasa konstruksi (dalam hal ini Badan Usaha KPBU) dan penyedia jasa konstruksi harus dinyatakan dalam kontrak kerja konstruksi. Kontrak kerja konstruksi tersebut harus memuat sekurang-kurangnya meliputi:

a. Identitas para pihak;

b. Rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan;

c. Masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan, yang memuat tentang jangka waktu pertanggungan dan/atau pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa;

d. Tenaga ahli, yang memuat ketentuan tentang jumlah, klasifikasi dan kualifikasi tenaga ahli untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi;

e. Hak dan kewajiban; f. Cara pembayaran; g. Wanprestasi;

h. Penyelesaian perselisihan;

i. Pemutusan kontrak kerja konstruksi; j. Keadaan memaksa;

k. Kegagalan bangunan; l. Perlindungan pekerja; m. Aspek lingkungan.

Selain dari ketentuan-ketentuan di atas, kontrak kerja konstruksi juga harus memuat pemberian insentif, sub penyedia jasa, dan pemasok bahan dan/atau komponen bangunan dan/atau peralatan yang harus memenuhi standar baku.

Kontrak kerja konstruksi harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam hal kontrak tersebut dibuat dalam bahasa lain, maka versi bahasa Indonesia dari kontrak tersebut juga harus dibuat.

2.2.13.3 Sub Kontraktor

Penyedia jasa konstruksi dapat menggunakan jasa sub-kontraktor yang memiliki keahlian tertentu sesuai dengan masing-masing tahapan konstruksi. Sub-kontraktor ini juga harus memenuhi seluruh persyaratan sebagai penyedia jasa konstruksi termasuk memperoleh perizinan dan sertifikat yang diperlukan111. Untuk menggunakan jasa sub-kontraktor, kontraktor utama dan sub-kontraktor harus menandatangani kontrak kerja konstruksi. Seluruh persyaratan untuk kontrak kerja konstruksi antara pengguna jasa dan kontraktor sebagaimana dijelaskan sebelumnya juga berlaku untuk kontrak kerja konstruksi antara kontraktor utama dengan sub-kontraktor