• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Sampai penelitian ini dilakukan, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak antara 8o – 12o Lintang Selatan dan 118o – 125o Bujur Timur terdiri dari 15 Kabupaten dan satu Kota. Ada tiga Kabupaten pemekaran baru yaitu Kabupaten Lembata (tahun 1999), pemekaran dari Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Rote Ndao (tahun 2003), pemekaran dari Kabupaten Kupang, dan Kabupaten Manggarai Barat (tahun 2003), pemekaran dari Kabupaten Manggarai. Ada tiga Kabupaten pemekaran baru lagi yang telah disetujui DPR RI tahun 2006, yakni Kabupaten Nagekeo pemekaran dari Kabupaten Ngada, Kabupate n Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah pemekaran dari Kabupaten Sumba Barat.

Gambar 2 Peta Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur

Luas wilayah daratan adalah 4.734.990 km2 tersebar di 566 pulau (42 pulau yang dihuni dan 524 pulau tidak dihuni). Sebagian besar wilayahnya bergunung dan berbukit, hanya sedikit dataran rendah. Sesuai dengan peta di atas, batas-batas Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sebagai berikut : sebelah Utara dengan laut Flores, sebelah Selatan dengan lautan Hindia, sebelah Barat dengan Propinsi Nusa Tenggara Barat, dan sebelah Timur berbatasan dengan Negara Timor Leste (bekas Provinsi Timor Timur). Di samping itu Provinsi Nusa

(2)

Tenggara Timur adalah bagian terselatan dari wilayah Republik Indonesia, dan dalam posisi dunia provinsi ini merupakan wilayah srategis yang berdampingan dengan benua Australia. Provinsi Nusa Tenggara Timur yang terbagi dalam 15 kabupaten dan 1 kota terdiri dari 197 kecamatan dan 2.585 desa/kelurahan dengan jumlah penduduk adalah 3.924.871 jiwa.

Dari luas wilayah daratan 4.734.990 Ha, sebanyak 1.655.466 Ha atau 34,96% dijadikan lahan usaha pertanian dengan pembagian 1.528.258 Ha atau 32,28% lahan kering, dan 127.208 Ha atau 2,69% lahan basah (sawah). Lahan kering yang diperuntukkan bagi usaha pertanian terdiri dari lahan dengan kategori S1 (sangat sesuai untuk lahan pertanian) seluas 202.810 Ha, S2 (sesuai untuk lahan pertanian) seluas 478.880 Ha, dan S3 (sesuai bersyarat untuk lahan pertanian) seluas 846.568 ha.

Kabupaten Kupang terletak antara 121030 Bujur Timur dan 124011 Bujur Timur dan antara 9019 Lintang Selatan dan 10057 Lintang Selatan di bagian utara dan barat berbatasan dengan Laut Sawu, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Hindia serta sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Negara Timor Leste. Kabupaten Kupang mencakup 27 pulau (lima pulau yang dihuni dan 22 lainnya belum dihuni). Permukaan tanahnya umumnya berbukit-bukit, bergunung-gunung dan sedikit dataran rendah dengan musim hujan pendek yang jatuhnya sekitar bulan Desember-April; beriklim kering akibat angin Muson. Kabupaten dengan jumlah penduduk 406.334 orang ini terdiri dari 22 Kecamatan, 165 desa, 21 kelurahan, 728 dusun, 1265 rukun kampung dan 2532 rukun tetangga dengan luas wilayah seluruhnya 5.898,18 km2 (Kupang dalam Angka, 2004).

Kabupaten Timor Tengah Selatan terletak pada koordinat 1240,49’.01” – 1240.04’.00 Bujur Timur dan 9-10 Lintang Selatan, di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Utara, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Timor, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kupang dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Belu. Luas wilayahnya 3.947,00 km2, terdiri dari 21 Kecamatan dan 215 Desa/Kelurahan dengan jumlah penduduk 411.294 jiwa (Timor Tengah Selatan dalam Angka, 2004).

(3)

Kabupaten Manggarai terletak di pulau Flores bagian barat. Luas wilayahnya 7.136,40 km2 dengan jumlah penduduk 499.087 jiwa. Kabupaten ini terdiri dari 12 Kecamatan, 254 desa/kelurahan (Manggarai dalam Angka, 2005). Kabupaten yang penduduknya lebih dari 80% petani ini terdiri dari tanah pegunungan dan perbukitan dengan curah hujan yang tinggi hampir sepanjang tahun. Karena itu, maka tanahnya subur dan sangat cocok untuk bercocok tanam. Hasil utamanya adalah padi, vanili, kopi, cengkeh, jambu mete, kemiri dan sebagainya. Sewaktu masih bergabung dengan Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai dikenal sebagai lumbung pangan untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Kondisi Penyuluhan di Provinsi Nusa Tenggara Timur Struktur Kelembagaan

Sejak diberlakuka nnya otonomi daerah tahun 2001, pelaksanaan penyuluhan pertanian di Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami kemunduran oleh karena rendahnya perhatian pemerintah daerah. Minimnya perhatian pemda ini nampak dari bentuk kelembagan dan organisasi penyuluhan yang tidak hanya bervarisi di setiap kabupaten/kota, tetapi juga rendahnya Eselonering pejabatnya yang tidak memungkinkan dilakukannya koordinasi yang sejajar dengan lembaga-lembaga lain.

Di tingkat provinsi, kelembagaan penyuluhan pertanian dilaksanakan oleh Bidang Bina Sumberdaya Manusia Badan Bimas Ketahanan Pangan Provinsi Nusa Tenggara Timur sesuai dengan Peraturan Daerah Nusa Tenggara Timur Nomor 11 Tahun 2000. Di Kabupaten/Kota, kelembagaan penyuluhan pertanian sangat bervariasi, ada yang berbentuk Badan, Kantor, atau salah satu Sub Dinas tertentu. Di Kabupaten Kupang dinamakan Sub Dinas informasi Penyuluhan dan Bimas Ketahanan Pangan (salah satu Subdin dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan dan Kehutanan), di Kabupaten Timor Tengah Selatan dinamakan Sub Dinas Penyuluhan, Perlindungan, Sarana dan Prasarana (salah satu Subdin dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura), dan di Kabupaten Manggarai dinamakan Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian.

(4)

Adanya variasi bentuk kelembagaan penyuluhan ini menunjukkan keberagaman persepsi dan cara pandang pemerintah daerah terhadap penyuluhan pertanian. Ada pemda yang menganggap penyuluhan pertanian adalah penting seperti Kabupaten Ngada dan Ende sehingga lembaganya berbentuk badan sehingga sejajar dengan lembaga lain seperti dinas-dinas teknis. Dalam birokrasi kesejajaran ini penting karena memudahkan koordinasi dengan lembaga-lembaga setingkat. Jika lembaganya hanya berbentuk Kantor seperti di Alor, Lembata, Manggarai, Sumba Timur dan Sumba Barat, apalagi hanya sebagai Sub Dinas dan Bidang seperti di Kota Kupang, Timor Tengah Selatan, Belu, Rote Ndao, Flores Timur, Kupang, maka ia tidak bisa berdiri setingkat dengan lembaga lain seperti Dinas atau Badan. Koordinasinya akan berjalan tidak efektif. Seorang Kepala Kantor, Kepala Sub Dinas (Sub Din) atau Kepala Bidang yang adalah Eselon III tidak bisa berkoordinasi secara ”pantas” dengan Kepala Badan atau Kepala Dinas yang adalah Eselon II dalam hal penyelenggaraan penyuluhan pertanian. Dengan kata lain ”bargaining positionnya” lemah. Sementara di pihak lain, pemerintah provinsi tidak bisa mengintervensi pemerintah kabupaten/ kota untuk mengubah struktur kelembagaannya.

Di tingkat kecamatan di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Timur, jumlah Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) tidak sebanding dengan jumlah Kecamatan yang ada. Idealnya satu kecamatan memiliki satu BPP (rasio 1 : 1). Kenyataannya masih banyak kecamatan di provinsi ini yang sudah tidak memiliki BPP lagi, padahal kehadiran BPP di kecamatan akan sangat membantu pelaksanaan penyuluhan di desa-desa. BPP menjadi tempat tersedianya sumber informasi penyuluhan untuk petani di desa-desa sehingga tidak perlu ke kabupaten/kota.

Dari 197 kecamatan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang ada bangunan fisik BPP hanya di 79 kecamatan. Yang belum ada bangunan fisiknya berjumlah 118 Kecamatan. Dari 79 BPP, yang baik dan berfungsi hanya 32 BPP, yang rusak dan tidak berfungsi ada 47. Dari kondisi kelembagaan penyuluhan di kecamatan ini, bisa diasumsikan betapa mandegnya pelaksanaan penyuluhan pertanian di wilayah ini. Di tiga kabupaten yang menjadi lokasi penelitian yakni Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai diperoleh gambaran sebagai

(5)

berikut. Dari 22 kecamatan di Kabupaten Kupang, hanya ada 8 kecamatan yang memiliki BPP dan 14 kecamatan yang lain belum memiliki. Ke delapan BPP yang ada berfungsi sebagaimana mestinya. Di kabupaten Timor Tengah Selatan, dari 21 kecamatan, hanya enam kecamatan yang mempunyai BPP, 15 kecamatan tidak memiliki. Dari BPP yang ada, tiga BPP dalam kondisi baik dan berfungsi, tiga BPP tidak berfungsi. Di Kabupaten Manggarai, dari 12 kecamatan yang ada, lima kecamatan yang memiliki BPP dan tujuh kecamatan belum ada. Dari lima BPP, dua yang masih berfungsi dan tiga tidak berfungsi.

Sumberdaya Manusia Penyuluh

Jumlah penyuluh pertanian Pegawai Negeri Sipil hingga tahun 2006 tercatat 1.081 orang yang terdiri dari 26 orang yang berada di Provinsi dan 1.055 orang tersebar di 15 Kabupaten dan 1 Kota. Di tiga lokasi penelitian, jumlah Penyuluh Trampil dan Penyuluh Ahli disajikan dalam Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran Penyuluh Pertanian berdasarkan Jabatan Trampildan Ahli di kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai Tahun 2006

No Kabupaten/Kota Jabatan

Trampil % Ahli % Jumlah

1 2 3

Kupang

Timor Tengah Selatan Manggarai 86 96 76 86,9 85,7 77,6 13 16 22 13,1 14,3 12,4 99 112 98 Jumlah 258 51 309

Sumber : Diolah dari Laporan Kegiatan Penyuluhan di NTT (Badan Bimas Ketahanan Pangan NTT,2006)

Dari Tabel 10 terlihat bahwa jabatan fungsional Penyuluh Pertanian dari tiga Kabupaten sebagian besar adalah Penyuluh Pertanian Trampil yang berjumlah 258 (83,5%) dan Penyuluh Pertanian Ahli ada 51 orang (16,5%). Hal ini menunjukkan rendahnya minat penyuluh pertanian untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Atau ada minat, tetapi tidak didukung oleh kemampuan pembiayaan. Dominasi Penyuluh Trampil adalah lulusan Pendidikan Menengah Atas. Hal itu berarti kualifikasi pendidikan bagi jabatan fungsional Penyuluh Pertanian ini belum seluruhnya memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menkowasbangpan No : 19/KEP/MK.WASPAN/ 5/1999 yaitu pendidikan minimal bagi Penyuluh Pertanian minimal Diploma III.

(6)

Kualifikasi pendidikan Penyuluh Pertanian di tiga Kabupaten di atas dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Kualifikasi Pendidikan Penyuluh Pertanian di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai Tahun 2006

No Kab/Kota Pendidikan Jumla h SLTA (SPMA) D1 D2 D3 D4 S1 S2 1 2 3 Kupang Timor Tengah Selatan Manggarai 51 67 60 0 0 0 0 0 0 34 26 12 3 1 0 8 17 26 3 1 0 99 112 98 Jumlah 178 0 0 72 4 51 4 309

Sumber : Diolah dari Laporan Kegiatan Penyuluhan di NTT (Badan Bimas Ketahanan Pangan NTT, 2006)

Data Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar penyuluh di tiga kabupaten penelitian hanya berlatar belakang pendidikan Sekolah Lanjutan Menengah Atas (57,6 persen), Diploma (24,6 persen), dan Sarjana (17,8 persen).

Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Penyuluhan

Ada banyak definisi pendidikan dan pelatihan (selanjutnya disebut diklat) yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya definisi yang dikemukakan oleh Robinson (1988), Laird (1985) dan The Trainer’s Library (1987). Robinson (1988) mengataka n diklat adalah proses kegiatan pembelajaran antara pengalaman untuk mengembangkan pola perilaku seseorang dalam bidang pengetahuan, ketrampilan atau sikap untuk mencapai standar yang diharapkan. Proses pembelajaran ini menghasilkan suatu pengalaman, suatu disiplin atau kesadaran yang menyebabkan seseorang menerima sesuatu yang baru tentang perilaku sebelumnya (Laird, 1985). Besarnya peranan diklat dalam mengembangkan kompetensi seseorang ditentukan oleh keseluruhan disain diklat tersebut yang menurut The Trainers’s Library (1987) bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan pegawai, ketrampilan dan meningkatkan sikap, perilaku yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik yang sekarang menjadi tanggungjawabnya sehingga tujuan organisasi tercapai.

Diklat bagi penyuluh pertanian pada dasarnya memiliki tujuan agar ada peningkatan dalam aspek pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang akan menjadi

(7)

modal sosial dalam pelaksanaan tugas. Karena penyuluh pertanian adalah Pegawai Negeri Sipil maka diklat penyuluhan lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan penyuluh pertanian sebagai Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Diklat adalah gabungan dari dua kata kunci yakni pendidikan dan pelatihan. Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1999 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran/latihan bagi perannya di masa yang akan datang. Pelatihan adalah pembelajaran yang dipersiapkan agar pelaksanaan pekerjaan sekarang meningkat kinerjanya (Atmodiwirio, 2002). Pelatihan menurut konsep Lembaga Administrasi Negara lebih menekankan pada proses peningkatan kemampuan seorang individu dalam melaksanakan tugasnya.

Diklat sebagai media pencerdasan belum disadari peranannya oleh semua orang atau pun kelembagaan; atau telah disadari namun orang terjebak ke dalam suatu dilema yang disebut Krause sebagai mitos yang keliru (Irianto, 2001). Mitos pertama adalah manajer (pimpinan lembaga) beranggapan bahwa semua pekerja (pegawai) yang ada sudah memiliki pengalaman yang mnemadai dan karena itu tidak perlu diklat (our people are experienced; they do not need to be trained). Mitos kedua adalah bahwa pelatihan sudah pernah diadakan, namun tidak memiliki hasil yang signifikan bagi kemajuan organisasi (we tried it and it did not work). Mitos yang ketiga adalah manajer (pimpinan lembaga) beranggapan bahwa organisasi yang dipimpinnya terlalu kecil untuk mampu mengadakan pelatihan. Dengan biaya yang besar rasanya tidak adil kalau pelatihan tetap diadakan karena ada pos belanja lain yang lebih memerlukan dana. Mitos keempat adalah manajer (pimpinan organisasi) tidak memiliki waktu lagi untuk melatih karyawan (pegawai) (we do not have time).

Keempat mitos yang diciptakan oleh Krause, seorang praktisi manajemen yang memiliki banyak pengalaman di bidang pelatihan di Amerika Serikat itu tidak jarang menghantui banyak pimpinan lembaga baik swasta ataupun pemerintahan. Mitos yang keliru itu menurut Krause menghantui setiap manajer atau pimpinan lembaga yang tidak memiliki visi dan misi untuk memajukan organisasi melalui peningkatan kompetensi para karyawannya. Karena itu seorang

(8)

pemimpin atau manajer harus bisa keluar dari ”mitos yang keliru” itu agar pegawai atau karyawan diberi kesempatan untuk mengikuti diklat guna meningkatkan kinerjanya.

Jebakan mitos Krause di atas secara analogis terjadi dalam konteks penyelenggaraan diklat bagi penyuluh pertanian di Provinsi Nusa Tenggara Timur terutama setelah pelaksanaan otonomi daerah tahun 2001. Menurut para penyuluh pertanian, sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 diklat bagi penyuluh pertanian di Nusa Tenggara Timur hampir tidak diadakan lagi. Pergolakan politik pasca jatuhnya Orde Baru sampai dengan masa transisi penyerahan wewenang kepada daerah melalui kebijakan otonomi daerah mengganggu kelancaran roda pemerintahan termasuk diklat yang selama ini diselenggarakan oleh Departemen Pertanian melalui Unit Pelaksana Teknis Balai Diklat Noelbaki di Kupang.

Setelah periode otonomi daerah penyelenggaraan diklat bagi penyuluh pertanian di Provinsi kepulauan ini semakin menurun dari tahun ke tahun. Padahal diklat adalah salah satu media peningkatan pengetahuan, sikap dan ketrampilan penyuluh pertanian yang lebih dari 50 persen hanya berpendidikan Sekolah Lanjutan Atas. Beberapa tahun terakhir ini penyelenggaraan diklat bagi penyuluh pertanian mulai diadakan lagi namun frekwensinya sangat kecil. Pada tahun 2005 hanya ada tujuh diklat yang diikuti oleh sebagian kecil penyuluh pertanian di Nusa Tenggara Timur sebagaimana terlihat pada Tabel 12. Ada dua kategori diklat yang diadakan yakni diklat teknis dan diklat fungsional. Diklat teknis dan beberapa diklat fungsional tidak hanya diikuti oleh penyuluh pertanian dari Provinsi Nusa Tenggara Timur, tetapi juga dari Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Bali. Dari Tabel 12 terlihat bahwa para peserta diklat juga terbatas. Hal ini berarti secara kuantitatif, diklat itu kurang signifikan dengan jumlah penyuluh pertanian yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur, termasuk pada tiga kabupaten yang menjadi lokasi penelitian.

Pola diklat gabungan dari tiga wilayah ini juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Salah satu kelebihannya adalah adanya pertukaran pengalaman, ide, dan gagasan di antara mereka. Salah satu kelemahannya adalah bahwa pola campuran ini terkait juga dengan perbedaan karakteristik wilayah yang ada.

(9)

Karena itu perlu ada diklat khusus tersendiri bagi para penyuluh Nusa Tenggara Timur.

Tabel 12 Kegiatan Diklat bagi Penyuluh Pertanian Tahun 2005 di Kupang

No Nama Pelatihan Peserta Jumlah (orang)

Provinsi/Kabupaten Asal Peserta

Lama

Diklat Sumber Dana A. DIKLAT TEKNIS

1. Diklat Pengelolaan Pakan Ternak

PPL 30 NTT, NTB, Bali 7 hari Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang 2 Diklat Tata Guna Air

dan Konservasi Lahan

PPL 30 NTT, NTB, Bali 7 hari Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang 3 Diklat Pengolahan

Hasil Pertanian

PPL 30 NTT, NTB, Bali 14 hari Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang B. DIKLAT FUNGSIONAL

1 Diklat Penyetaraan D3 bagi PPL

PPL 60 15 Kab/Kota NTT 60 hari Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang 2 Diklat Dasar

Fungsional Penyuluh bagi PPL dan Penyuluh Swakarsa

PPL 30 NTT, NTB, Bali 7 hari Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang

3 Diklat Manajemen HMT

PPL 30 NTT, NTB, Bali 7 hari Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang 4 Diklat Pengelolaan

BPP

PPL 30 NTT, NTB, Bali 7 hari Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang 5 Diklat Kepemanduan PPL 50 NTT 3 hari Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang

6 Diklat MP3 PPL 30 NTT 105 hari Dana Rutin BDA

Noelbaki-Kupang 7 Diklat tentang gender PPL 50 NTT 12 hari Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang

Selanjutnya pada tahun 2006, diklat bagi penyuluh pertanian semakin menurun (Tabel 13). Hanya ada 3 jenis diklat yang dilaksanakan dan pesertanya tidak hanya penyuluh PNS/honorer, tetapi juga penyuluh swakarsa.

Tabel 13 Kegiatan Diklat bagi Penyuluh Pertanian Tahun 2006 di Kupang No Nama Pelatihan Peserta Jumlah

(orang)

Kabupaten Asal Peserta

Lama

Diklat Sumber Dana 1. TOT Pendampingan bagi petugas PPL dan Penyuluh Swakarsa

50 15 Kab/Kota 4 hari Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang 2 Diklat

Metodologi Penyuluhan Partisipatif (MP3)

PPL 30 15 Kab/Kota 105 hari Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang 3 Diklat Pendampingan Kelompok PPL dan Penyuluh Swakarsa 100 kelompok a 20 org 15 Kab/Kota NTT 24 kali pertemuan

Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang

Dari tahun 2001-2006 terlihat bahwa dukungan Pemerintah daerah terhadap pelaksanaan diklat bagi penyuluh pertanian sangat rendah. Dalam hal ini pemda tidak bisa disalahkan karena wewenang penyelenggaraan diklat ada pada

(10)

Departemen Pertanian. Hal yang bisa dilakukan adalah perlunya kerja sama antara Departemen Pertanian dengan pemda dalam mengkoodinasi penyelenggaraan diklat di daerah. Pemda sebagai ”user” tentu bertanggungjawab atas upaya pencerdasan masyarakatnya baik yang duduk dalam pemerintahan maupun masyarakat umum seperti petani, nelayan, pedagang, tukang dan sebagainya. Departemen Pertanian melalui Balai Diklatnya adalah penyedia jasa diklat yang perlu memperluas visi dan misinya dalam rangka meningkatkan kemampuan manusia Indonesia di daerah.

Sebaran Penyuluh Pertanian di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai

Sebaran Penyuluh Pertanian di Kabupaten Kupang

Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No.26 Tahun 2005, struktur kelembagaan penyuluhan di Kabupaten Kupang berbentuk Bidang Informasi Penyuluhan (Eselon III) dan menjadi bagian dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan dan Kehutanan. Dari 22 kecamatan di Kabupaten Kupang, hanya ada delapan kecamatan yang memiliki Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dan 14 kecamatan yang lain belum memiliki BPP. Ke delapan BPP yang ada berjalan secara normal. Selebihnya belum memiliki gedung BPP sendiri. Kegiatan penyuluhan berpusat di Kantor Camat dengan tenaga yang terbatas dan mekanisme kerja yang kurang teratur dan tertata dengan baik. Akibatnya penyuluhan menjadi tersendat-sendat. Penyuluh Pertanian di Kabupaten Kupang berjumlah 99 orang dan menyebar di tingkat kabupaten dan delapan BPP. Wilayah kerja dari delapan BPP tersebut mencakup 22 kecamatan. Tabel 14 memperlihatkan penyebaran wilayah kerja Penyuluh Pertanian di setiap Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang tidak seimbang antara jumlah penyuluh dengan jumlah desa yang dilayani.

Pada Tabel 14 terlihat rasio yang tidak seimbang antara jumlah penyuluh pertanian dengan jumlah desa yang menjadi wilayah kerjanya. Padahal idealnya sesuai dengan Undang-Undang Penyuluhan No.16 tahun 2006, seorang penyuluh

(11)

melayani satu desa. Dengan terbatasnya jumlah penyuluh pertanian ini amat sulit bagi mereka melayani masyarakat secara maksimal.

Tabel 14 Sebaran Penyuluh Pertanian di Kabupaten Kupang Tahun 2006 berdasarkan wilayah kerja

No

Kabupaten

Wilayah Kerja/kecamatan

Sebaran Penyuluh Pertanian

Nama BPP Jlh Penyuluh Jlh Desa Perbandingan 1 Raeloro

Sabu Barat 2 12 0,2:1 desa

Sabu Timur 4 14 0,3:1 desa

Raijua 3 5 0,6:1 desa

Sabu Liae 4 8 0,5:1desa

Hawu Mehara 4 8 0,5:1 desa

2

Oenesu

Kupang Barat 5 11 0,5:1 desa

Semau 4 10 0,4:1 desa

3 Oeteta Sulamu 6 5 1,2:1 desa

4

Oben

Kupang Tengah 6 10 0,6:1 desa

Nekamese 4 11 0,4:1 desa 5 Tesbatan Amarasi 3 7 0,4:1 desa

Amarasi Barat 4 8 0,5:1 desa

Amarasi Timur 5 4 1,3:1 desa

Amarasi Selatan 3 5 0,6:1 desa Amabi Oefeli Timur 4 8 0,5:1 desa 6

Amfoang

Amfoang Utara 3 9 0,3:1 desa

Amfoang Barat Laut 3 6 0,5:1 desa 7

Takari

Takari 2 7 0,3; 1 desa

Amfoang Selatan 4 10 0,4:1 desa

8

Naibonat

Amfoang Barat Daya 4 4 1:1 desa

Kupang Timur 10 14 0,7:1 desa

Fatuleu 7 11 0,6:1 desa

Jumlah 99 186 0,5:1 desa

Keterangan: kecamatan yang tercetak Italic (miring) adalah lokasi penelitian

Sebaran Penyuluh Pertanian di Kabupaten Timor Tengah Selatan

Berdasarkan SK Bupati No.130/KEP/HK/2005, tanggal 27 September 2005, struktur kelembagaan penyuluhan di Kabupaten Timor Tengah Selatan berbentuk Sub Dinas Penyuluhan, Perlindungan, Sarana dan Prasarana (Eselon III) dan menjadi bagian dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura.

Dari 21 kecamatan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, hanya ada enam kecamatan yang memiliki BPP dan 15 kecamatan yang lain belum memiliki BPP. Dari enam BPP yang ada, tiga BPP yang baik dan berfungsi dan tiga tidak berfungsi lagi. Penyuluh Pertanian di Kabupaten ini berjumlah 155 orang yang terdiri dari 112 orang PNS dan 43 orang Honorer. Penyuluh-penyuluh tersebut

(12)

menyebar di tingkat kabupaten dan 21 BPP seperti terlihat pada Tabel 15. Data Tabel 15 menunjukkan juga ketidakseimbangan antara jumlah penyuluh dengan jumlah desa yang dilayani.

Tabel 15 Sebaran Penyuluh Pertanian di Kabupaten Timor Tengah Selatan Tahun 2006 berdasarkan wilayah kerja

No Nama BPP Wil.Kerja (kecamatan) Sebaran Penyuluh Pertanian

PNS Honorer Jlh Desa Perbandingan

1 SoE Kota SoE 10 2 11 1,1:1 desa

2 Nulle Amanuban Barat 12 4 14 1,1:1 desa

3 Niki-niki Amanuban Tengah 7 3 10 1:1 desa

4 Mauleum Amanuban Timur 4 1 15 0,3:1 desa

5 Kie Kie 3 1 11 0,4: 1 desa

6 Oinlasi Amanatun Selatan 5 2 12 0,6:1 desa

7 Ayotupas Amanatun Utara 3 2 10 0,5:1 desa

8 Kuanfatu Kuanfatu 3 2 8 0,6: 1 desa

9 Siso Mollo Selatan 7 4 16 0,7: 1 desa

10 Netpala Mollo Utara 10 3 13 1:1 desa

11 Oebelo Amanuban Selatan 6 2 14 0,6: 1 desa

12 Polen Polen 4 3 9 0,8: 1 desa

13 Fatumnasi Fatumnasi 5 3 8 1: 1 desa

14 Boking Boking 5 1 13 0,5: 1 desa

15 Batu Putih Batu Putih 6 4 7 1,4: 1 desa

16 Kualin Kualin 3 1 7 0,6: 1 desa

17 Kolbano Kolbano 2 1 11 0,3: 1 desa

18 Oenino Oenino 4 1 5 1:1 desa

19 Kot'olin Kot'olin 3 1 5 0,8:1 desa

20 Nunkolo Nunkolo 4 1 9 0,6:1 desa

21 Toi'anas Toi'anas 4 1 7 0,7: 1 desa

Jumlah 112 43 225 0,6: 1 desa

Penyebaran Penyuluh Pertanian di Kabupaten Manggarai

Sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) No.36 tahun 2000, struktur kelembagaan penyuluhan berbentuk Kantor dan disebut Kantor Informasi dan Penyuluhan Pertanian. Dari 12 Kecamatan yang ada, lima Kecamatan memiliki Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dan 7 Kecamatan yang belum memiliki BPP. Dari lima BPP yang ada, dua yang masih baik dan berfungsi dan tiga yang rusak dan tidak berfungsi lagi. Untuk kelancaran pelaksanaan penyuluhan di Kabupaten Manggarai, Pemda merekrut 70 penyuluh honorer selain 98 Penyuluh PNS. Khusus untuk penyuluh PNS terdapat 76 Penyuluh Trampil dan 22 Penyuluh ahli. Penyebaran wilayah kerja dari para penyuluh pertanian di Kabupaten Manggarai baik yang PNS maupun yang honorer dapat dilihat pada Tabel 16.

(13)

Tabel 16. Sebaran Penyuluh Pertanian di Kabupaten Manggarai Tahun 2006 Berdasarkan Wilayah Kerja

No Kab/BPP Wil.Kel Kecamatan Sebaran Penyuluh Pertanian

PNS Honorer Jlh desa Perbandingan

1 LangkeRembong LangkeRembong 8 4 11 1,1: 1 desa

2 Ruteng Ruteng 12 7 28 0,7:1 desa

3 Wae Ri’i Wae Ri’i 11 7 16 1,1:1 desa

4 Satarmese Satarmese 11 5 38 0,4:1 desa

5 Cibal Cibal 5 6 27 0,4:1 desa

6 Reo Reo 5 2 20 0,4:1 desa

7 Sambi Rampas Sambi Rampas 5 4 11 0,8:1 desa

8 Poco Ranaka Poco Ranaka 7 7 28 0,5:1 desa

9 Lambaleda Lambaleda 3 9 16 0,8: 1 desa

10 Borong Borong 13 5 21 0,7: 1 desa

11 Kotakomba Kotakomba 9 7 17 0,9: 1 desa

12 Elar Elar 2 7 21 0,4: 1 desa

Jumlah 98 70 254 0,7:1 desa

Keterangan: kecamatan yang tercetak italic (miring) adalah lokasi penelitian.

Sebagaimana dua kabupaten lainnya, penyebaran penyuluh pertanian di kabupaten Manggarai pun sangat tidak seimbang antara jumlah penyuluh pertanian yang tersedia dengan jumlah desa binaan yang dilayani. Ketimpangan rasio perbandingan antara keduanya juga belum mampu memenuhi amanat Undang-Undang Penyuluhan No.16 Tahun 2006 ya ng menghendaki seorang penyuluh melayani satu desa binaan.

Karakteristik Responden

Karakteristik Individu Penyuluh Pertanian

di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai

Pada Tabel 17 disajikan karakteristik responden penyuluh pertanian kabupaten Kupang. Dari Tabel ini tampak bahwa sebagan besar (67 persen) Penyuluh Trampil di Kabupaten Kupang baik sektor pangan maupun hortikultura berpendidikan rendah yakni Sekolah Menengah Pertanian Pertama (SPMA) dan semua Penyuluh Ahli untuk kedua sektor itu berpendidikan tinggi (Sarjana); sepertiga penyuluh pertanian berpendidikan Diploma. Pendidikan sebagian besar penyuluh pertanian yang rendah ini tidak didukung dengan pelatihan-pelatihan yang memadai. Hal ini tampak dari sedikitnya pelatihan ya ng diikuti oleh Penyuluh Trampil yang hanya rata-rata 2,8 pelatihan per penyuluh. Sebaliknya

(14)

Penyuluh Ahli baik untuk sektor pangan maupun hortikultura cukup intens mengikuti pelatihan dengan rata-rata 6,2 diklat.

Tabel 17 Karakteristik Individu Penyuluh Pertanian Kabupaten Kupang Tahun 2006 (n=22)

Karakteristik Individu Kategori

Penyuluh Trampil: 15 org Penyuluh Ahli: 7 org Pangan (%) n = 8 Horti (%) n = 7 Pangan (%) n = 3 Horti (%) n = 4 Pendidikan Formal Rendah:SPMA/Sederajat 62,5 71,4 0,0 0,0 Sedang:Dipl. 37,5 28,6 0,0 0,0 Tinggi:Sarj. 0,0 0,0 100 100 Jumlah 100 100 100 100

Pendidikan Non Formal

Rendah:Tdk Pernah diklat 0,0 0,0 0,0 0,0

Sedang:diklat 1-4 x 62,5 71,4 33,3 50 Tinggi:diklat > 4 x 37,5 28,6 66,7 50 Jumlah 100 100 100 100 Umur Muda:20-30 12,5 14,3 66,6 75 Sedang:31-44 75 71,4 33,4 20 Tinggi:> 45 12,5 14,3 0,0 0,0 Jumlah 100 100 100 100 Masa Kerja Baru:0-5 th 12,5 14,3 33,3 0,0 Sedang:6-14 th 75 71,4 66,7 75 Lama:> 15 th 12,5 14,3 0,0 0,0 Jumlah 100 100 100 100 Sifat Kosmopolitan

Rendah: tidak baca 25 28,6 0,0 0,0

Sedang:Sering baca 50 42,8 33,3 25

Tinggi: Selalu baca 25 28,6 66,7 75

Jumlah 100 100 100 100 Pendapatan Rendah:Rp.800- Rp. 1juta 12,5 14,3 0,0 0,0 Sedang:1,1-1,5 juta 62,5 71,4 66,7 75 Tinggi:> 1,6 jt 25 14,3 33,3 25 Jumlah 100 100 100 100 Motivasi Intrinsik Rendah 37,5 42,8 0,0 0,0 Sedang 50 42,8 33,3 25 Tinggi 12,5 14,3 66,7 75 Jumlah 100 100 100 100 Motivasi Ekstrinsik Rendah 0,0 0,0 0,0 0,0 Sedang 25 28,6 66,7 50 Tinggi 75 71,4 33,3 50 Jumlah 100 100 100 100

Dari aspek umur, sebagian besar Penyuluh Trampil berumur sekitar 31-44 tahun dengan rata-rata 36,2 tahun. Sebagian besar Penyuluh Ahli berumur relatif lebih muda antara 20-30 tahun dengan umur rata-rata 27,2 tahun. Lebih dari separuh Penyuluh Ahli belum lama menamatkan pendidikannya di Perguruan Tinggi. Penyuluh berumur relatif tua (di atas 45 tahun) hanya sekelompok kecil dengan rata-rata umur 48,5 tahun. Sebagian besar penyuluh adalah laki-laki. Dari aspek latar belakang keahlian, semua penyuluh pada umumnya berbasis pertanian. Para Penyuluh di Kabupaten Kupang baik Trampil maupun Penyuluh Ahli sebagian besarnya memiliki masa kerja yang relatif sedang berkisar dari 6-14 tahun dengan rata-rata 9,1 tahun. Ada sekelompok kecil terutama Penyuluh Trampil memiliki masa kerja di atas 15 tahun.

(15)

Sifat keterbukaan terhadap informasi, ilmu, pengetahuan, gagasan dan pengaruh luar nampak sekali berbanding lurrus dengan pendidikan formal mereka. Sebagian besar Penyuluh Ahli memiliki sifat kosmopolitan yang tinggi, berbeda dengan Penyuluh Trampil yang kurang dari sepertiganya termasuk mempunyai sifat kosmopolitan tinggi. Hal ini didorong oleh kesempatan yang lebih banyak dimiliki oleh Penyuluh Ahli. Dari aspek pendapatan, lebih dari separuh penyuluh berpendapatan sedang atau menengah dengan rata-rata 1,4 juta per bulan. Ada sekelompok penyuluh baik penyuluh Ahli maupun Penyuluh Trampil yang berpendapatan tinggi > Rp.1,5 juta dengan rata-rata Rp. 1,6 juta. Berdasarkan pengamatan di lapangan, mereka yang tergolong berpendapatan tinggi mempunyai pekerjaan sampingan dan usaha ekonomis produktif. Dari aspek motivasi, sebagian besar Penyuluh Trampil baik sektor pangan maupun hortikultura memiliki motivasi tinggi dalam bekerja karena dorongan dari luar diri seperti uang, jabatan, karir dan sebagainya. Sebaliknya, sebagian besar Penyuluh Ahli lebih termotivasi oleh karena adanya dorongan dari dalam diri seperti keinginan berprestasi (motivasi intrinsik).

Di Kabupaten Ti mor Tengah Selatan sebagaimana tampak dari Tabel 18, komposisi keadaan responden penyuluh pertanian tidak berbeda jauh dengan kabupaten Kupang. Dari aspek pendidikan formal, lebih dari separuh Penyuluh Trampil hanya berbasis Sekolah Menengah Pertanian Pertama (SPMA) dan semua Penyuluh Ahli berpendidikan Sarjana. Sebagian besar penyuluh, baik Penyuluh Trampil maupun Penyuluh Ahli telah mengikuti diklat berkisar di antara 1-4 kali dengan rata-rata 2,7diklat/orang. Dari segi umur, semua Penyuluh Ahli tergolong muda dengan umur sekitar 20-30 tahun dengan rata-rata umur 28,2 tahun; kurang dari separuh Penyuluh Trampil berumur sedang berkisar di antara 31-44 tahun dengan umur rata-rata 32,3 tahun; kurang dari sepertiga Penyuluh Trampil berumur > 45 tahun dengan umur rata-rata 48,4 tahun.

Selanjutnya, sebagian besar penyuluh adalah laki-laki dan sisanya perempuan; semua penyuluh mempunyai keahlian yang berlatarbelakang pertanian. Masa kerja lebih dari separuh penyuluh (baik Penyuluh Trampil maupun Penyuluh Ahli) berkisar antara 6-14 tahun dengan rata-rata 8,8 tahun.

(16)

Tabel 18 Karakteristik Individu Penyuluh Pertanian di Kabupaten Timor Tengah Selatan Tahun 2006 (n= 28)

Karakteristik

Individu Kategori

Penyuluh Trampil: 20 org Penyuluh Ahli : 8 org Pangan (%) n =10 Horti (%) n = 10 Pangan (%) n = 4 Horti (%) n = 4 Pendidikan Formal Rendah:SPMA/Sederajat 70 60 0,0 0,0 Sedang:Dipl. 30 40 0,0 0,0 Tinggi:Sarj. 0,0 0,0 100 100 Jumlah 100 100 100 100 Pendidikan Non Formal

Rendah:Tdk Pernah diklat 0,0 0,0 0,0 0,0

Sedang:diklat 1-4 kali 60 70 50 100 Tinggi:diklat > 4 kali 40 30 50 0,0 Jumlah 100 100 100 100 Umur Muda:20-30 30 30 50 50 Sedang:31-44 40 40 50 50 Tinggi:> 45 30 30 0,0 0,0 Jumlah 100 100 100 100 Masa Kerja Baru:0-5 th 20 30 25 0,0 Sedang:6-14 50 50 75 100 Lama:> 15 th 30 20 0,0 0,0 Jumlah 100 100 100 100 Sifat Kosmopolitan

Rendah: tidak pernah baca 50 30 0,0 0,0

Sedang:Sering baca 40 50 0,0 0,0

Tinggi: Selalu baca 10 50 100 100

Jumlah 100 100 100 100 Pendapatan Rendah:Rp.800- Rp. 1juta 20 30 0,0 0,0 Sedang:1,1 -1,5 juta 50 50 75 50 Tinggi:> 1,6 jt 30 20 25 50 Jumlah 100 100 100 100 Motivasi Intrinsik Rendah 20 30 0,0 0,0 Sedang 60 50 50 25 Tinggi 20 20 50 75 Jumlah 100 100 100 100 Motivasi Ekstrinsik Rendah 10 20 0,0 0,0 Sedang 30 20 50 75 Tinggi 70 60 25 25 Jumlah 100 100 100 100

Separuh dari Penyuluh Trampil sektor pangan memiliki sifat kosmopolitan rendah karena tidak pernah membaca literatur apapun dan juga tidak pernah bepergian ke tempat lain (desa atau kota lain). Separuh dari Penyuluh Trampil sektor hortikultura tergolong memiliki sifat kosmopolitan sedang karena sering membaca walau tidak terus menerus ; mereka pernah juga bepergian ke tempat lain dan cukup terbuka dengan informasi, pengaruh dan gagasan-gagasan baru; semua Penyuluh Ahli memiliki sifat kosmopolitan tinggi karena selalu terbuka dengan dunia dan gagasan-gagasan baru; mereka selalu mengikuti perkembangan informasi dan memiliki semangat tinggi untuk mencari informasi dan pengetahuan.

Dari segi pendapatan, lebih dari separuh Penyuluh Trampil dan Penyuluh Ahli berpendapatan menengah berkisar di antara Rp.1,1 sampai Rp. 1,5 juta dengan rata-rata Rp. 1,478.000; kurang dari sepertiga penyuluh berpendapatan

(17)

tinggi > Rp.1,5 juta dengan rata-rata Rp.1, 6 juta. Sekelompok kecil penyuluh berpendapatan tinggi ini pada umumnya memiliki usaha sampingan seperti membuka kios dan berdagang kecil-kecilan. Dari segi motivasi untuk mengembangkan diri, lebih dari separuh Penyuluh Trampil didorong oleh motivasi eksternal seperti cepat naik pangkat dan mendapat tunjangan yang lebih tinggi. Dari pengamatan di lapangan kelompok penyuluh seperti ini pada umumnya yang sudah berumur tua (mau memasuki masa pensiun).

Di Kabupaten Manggarai komposisi responden penyuluh pertanian tampak dalam Tabel 19.

Tabel 19 Karakteristik Individu Penyuluh Pertanian Kabupaten Manggarai Tahun 2006 (n=22)

Karakteristik

Individu Kategori

Penyuluh Trampil:15 org Penyuluh Ahli: 7 org Pangan (%), n =8 Horti (%) n =7 Pangan (%) n =4 Horti (%) n =3 Pendidikan Formal Rendah:SPMA/Sederajat 75 57,2 0,0 0,0 Sedang:Dipl. 25 42,8 0,0 0,0 Tinggi:Sarj. 0,0 0,0 100 100 Jumlah 100 100 100 100 Pendidikan Non Formal

Rendah:Tdk Pernah diklat 0,0 0,0 0,0 0,0

Sedang:diklat 1-4 kali 75 57,1 75 33,3 Tinggi:diklat > 4 kali 25 42,9 25 66,7 Jumlah 100 100 100 100 Umur Muda:20-30 25 14,3 50 33,3 Sedang:31-44 50 71,4 50 66,7 Tinggi:> 45 25 14,3 0,0 0,0 Jumlah 100 100 100 100 Masa Kerja Baru:0-5 th 12,5 14,3 25 33,3 Sedang:6-14 75 71,4 75 66,7 Lama:> 15 th 12,5 14,3 0,0 0,0 Jumlah 100 100 100 100 Sifat Kosmopolitan

Rendah: tidak pernah baca 25 28,6 0,0 0,0

Sedang:Sering baca 50 42,8 75 66,7

Tinggi: Selalu baca 25 28,6 25 33,3

Jumlah 100 100 100 100 Pendapatan Rendah:Rp.800- Rp. 1juta 12,5 14,3 0,0 0,0 Sedang:1,1 -1,5 juta 62,5 71,4 75 66,7 Tinggi:> 1,6 jt 25 14,3 25 33,3 Jumlah 100 100 100 100 Motivasi Intrinsik Rendah 37,5 42,8 0,0 0,0 Sedang 50 42,8 50 33,3 Tinggi 12,5 14,3 50 66,7 Jumlah 100 100 100 100 Motivasi Ekstrinsik Rendah 0,0 0,0 0,0 0,0 Sedang 25 28,6 50 66,7 Tinggi 75 71,4 50 33,3 Jumlah 100 100 100 100

PadaTabel 19 terlihat lebih dari separuh Penyuluh Trampil sektor pangan dan hortikultura di Kabupaten Manggarai berpendidikan rendah (Sekolah Pertanian Menengah Atas) dan semua Penyuluh Ahlinya berpendidikan tinggi

(18)

(Sarjana). Penyuluh Trampil yang berpendidikan sedang atau diploma hanya sebagian kecil. Lebih dari separuh Penyuluh Trampil telah mengikuti diklat (pendidikan non formal) berkisar antara 1-4 kali dengan rata-rata 2,9 diklat/orang; Kurang dari separuh Penyuluh Ahli telah mengikuti diklat > 4 kali dengan rata-rata 5,5 diklat/orang. Lebih dari separuh Penyuluh Trampil berumur sekitar 31-44 tahun dengan umur rata-rata 33,4 tahun; demikian pun Penyuluh Ahli sektor pangan dan hortikuktura lebih dari separuhnya berumur sekitar 31-44 tahun dengan umur rata-rata 32,1 tahun. Sebagian besar penyuluh adalah laki-laki. Masa kerja sebesar lebih dari separuh Penyuluh (Penyuluh Trampil dan Penyuluh Ahli) berkisar 6-14 tahun dengan rata-rata masa kerja 9,2 tahun. Lebih dari separuh penyuluh (trampil dan ahli) mempunyai sifat kosmopolitan sedang, dan penyuluh yang memiliki sifat kosmopolitan tinggi hanya sepertiganya, dan ada sekelompok kecil penyuluh bahkan memiliki sifat kosmopolitan rendah. Letak desa binaan yang tersebar di tempat-tempat terpencil dan jauhnya pusat informasi dan nara sumber diduga menjadi faktor penyebab rendahnya keterbukaan penyuluh terhadap ide, informasi dan gagasan dari luar. Dari pengamatan lapangan, Penyuluh yang berdiam dekat kota saja yang lebih memiliki kesempatan dalam hal mengakses informasi.

Dari segi pendapatan, lebih dari separuh penyuluh (baik Penyuluh Trampil maupun Penyuluh Ahli) berpendapatan menengah berkisar antara Rp.1,1 juta – Rp.1,5 juta/bulan dengan rata-rata pendapatan Rp.1.470.000. Dalam mengembangkan pengetahuan dan kinerja penyuluhan sebuan besar Penyuluh Trampil memiliki motivasi ekstrinsik seperti jabatan, uang, dan kebutuhan-kebutuhan materi. Sebaliknya, lebih dari separuh Penyuluh Ahli lebih terdorong oleh motivasi intrinsik seperti ingin mencapai prestasi dalam pengetahuan dan pengakuan dari orang lain.

Hasil analisis uji beda mengindikasikan adanya perbedaan yang nyata karakteristik individu penyuluh pertanian antara lahan kering yang mencakup Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan dan lahan basah mencakup Kabupaten Manggarai. Adapun peubah yang berbeda nyata adalah pendidikan non formal, umur, masa kerja, sifat kosmopolitan dan motivasi. Pada semua

(19)

peubah tersebut, jika dilihat dari rata-ratanya, ternyata rata-rata pada lahan kering lebih tinggi dibandingkan lahan basah.

Tabel 20 Hasil uji beda karakteristik individu penyuluh antara lahan kering

(Kupang dan Timor Tengah Selatan) dan lahan basah (Manggarai) Tahun 2006

Peubah Rataan Sig.

Lahan kering Lahan basah

Pendidikan Formal 1.92 1.83 0.549

Pendidikan Non Formal 32.08 13.33 0.000**

Umur 46.08 40.67 0.000**

Masa Kerja 20.17 12.50 0.000**

Sifat Kosmopolitan 39.58 29.17 0.000**

Pendapatan Ekonomi 1889583.33 1942166.67 0.602

Motivasi 70.84 63.70 0.000**

Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01

Dari hasil uji beda antara kategori penyuluh pertanian yakni penyuluh ahli dan trampil terlihat bahwa yang berbeda nyata pada karakteristik individu penyuluh adalah pendidikan formal, pendidikan non formal, masa kerja, sifat kosmopolitan dan pendapatan. Secara umum, rata-rata skor pada penyuluh ahli lebih tinggi dibandingkan penyuluh trampil.

Tabel 21 Hasil uji beda karakteristik individu antara penyuluh ahli dan trampil di kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai Tahun 2006

Peubah Rataan

Ahli Trampil Uji beda (p)

Pendidikan Formal 3.00 1.33 0.000**

Pendidikan Non Formal 30.67 23.42 0.016*

Umur 45.50 43.67 0.060

Masa Kerja 20.00 16.42 0.000**

Sifat Kosmpolitan 47.92 30.21 0.000**

Pendapatan 2394166.67 1663583.33 0.000**

Motivasi 67.88 68.75 0.492

Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01

Berdasarkan kategori jenis usahatani yang disuluh pada kelompok penyuluh ahli, perbedaan yang nyata ditemukan pada pendidikan formal dan non formal. Pada kelompok penyuluh trampil perbedaan yang nyata antara usahatani hortikultura dan pangan dijumpai pada karakteristik individu penyuluh adalah pendidikan formal, pendidikan non formal, umur, dan masa kerja.

(20)

Tabel 22 Hasil uji beda karakteristik individu penyuluh usahatani hortikultura dan pangan di kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai Tahun 2006

Peubah Ahli Trampil

Hortikultura Pangan Uji beda (p) Hortikultura Pangan Uji beda (p)

Pendidikan Formal 3.00 3.00 0.000** 1.17 1.50 0.000**

Pendidikan Non Formal 37.33 24.00 0.025* 26.83 20.00 0.021*

Umur 45.33 45.67 0.809 45.83 41.50 0.000**

Masa Kerja 20.67 19.33 0.203 18.67 14.17 0.000**

Sifat Kosmpolitan 50.00 45.83 0.345 31.25 29.17 0.513

Pendapatan 2415000.00 2373333.33 0.831 1703833.33 1623333.33 0.262

Motivasi 66.70 69.07 0.072 67.27 70.23 0.072

Karakteristik Individu Petani di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai Tahun 2006

Dari Tabel 23 tampak bahwa petani yang sempat mengenyam pendidikan lebih dari enam tahun sekolah hanya dimiliki oleh petani pelopor dan petani perintis, sedang petani penganut dini dan lambat umumnya hanya mengenyam pendidikan berkisar 1-5 tahun sekolah; bahkan petani kolot tidak bersekolah sama sekali. Kesempatan mengikuti pelatihan juga hanya dimiliki oleh petani pelopor dan perintis. Luasnya wawasan dan pengetahuan mereka memungkinkan mereka selalu terpilih untuk mengikuti pelatihan. Kesempatan mengikuti pelatihan ini hampir tidak dimiliki oleh petani penganut dini, petani penganut lambat, apalagi petani kolot. Petani pelopor dan petani perintis pada umumnya masih berumur muda, energik dan dinamis, sebaliknya petani penganut dini dan petani penganut lambat sudah agak tua; umur petani kolot sudah sangat tua (dilihat dari ukuran umur orang Indonesia).

Petani pelopor dan perintis yang energik, dinamis dan masih berumur muda ini lebih sering berinteraksi dengan pihak lain. Pikiran mereka sangat terbuka dengan ide dan gagasan-gagasan baru sehingga mereka memiliki sifat kosmopolitan tinggi daripada kelompok petani lainnya. Keterbukaan, inovasi dan kreativitas yang mereka miliki juga berhubungan secara diametral dengan pendapatannya. Secara ekonomis, pendapatan mereka jauh lebih tinggi dari kelompok petani lainnya.

(21)

Tabel 23 Karakteristik Petani di Tiga Kabupaten Penelitian (n=180)

Karakteristik Individu Kelompok Petani Kategori Jumlah

(orang)

%

Pendidikan Formal Pelopor Tinggi (> 6 tahun sekolah) 18 10

Perintis Tinggi (> 6 tahun sekolah) 18 10

Penganut dini Sedang (1-5 tahun sekolah) 54 30

Penganut. lambat Sedang (1-5 tahun sekolah) 54 30

Kolot Rendah (tidak sekolah) 36 20

Jumlah 180 100

Pendidikan Non Formal Pelopor Tinggi (> 2 pelatihan) 18 10

Perintis Tinggi (> 2 pelatihan) 18 10

Penganut dini Sedang (1 x pelatihan) 54 30

Penganut. lambat Sedang (1 x pelatihan) 54 30

Kolot Rendah (tidak pernah) 36 20

Jumlah 180 100

Umur Pelopor Muda (20-37 tahun) 18 10

Perintis Muda (20-30 tahun) 18 10

Penganut dini Sedang (38-55 tahun) 54 30

Penganut. lambat Sedang (38-55 tahun) 54 30

Sifat Kosmopolitan Kolot Tinggi (> 56 tahun) 36 20

Jumlah 180 100

Pelopor Tinggi 18 10

Perintis Tinggi 18 10

Penganut dini Sedang 54 30

Penganut. lambat Sedang 54 30

Kolot Rendah 36 20

Jumlah 180 100

Pendapatan

Pelopor Tinggi (> 1,1 juta/bln) 18 10 Perintis Tinggi (> 1,1 juta/bln) 18 10 Penganut dini Sedang (Rp. 501- Rp.1juta) 54 30 Penganut. lambat Sedang (Rp. 501- Rp. 1juta) 54 30 Kolot Rendah (< Rp.500.000/bln) 36 20

Jumlah 180 100

Hasil analisis uji beda (Tabel 24) mengindikasikan adanya perbedaan yang nyata karakteristik individu petani antara lahan kering (Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan) dan lahan basah (Kabupaten Manggarai). Adapun peubah yang berbeda nyata adalah pendapatan ekonomi, dimana pendapatan petani pada lahan basah lebih tinggi dibandingkan petani lahan kering.

Tabel 24 Hasil uji beda karakteristik individu petani antara lahan kering (Kupang dan Timor Tengah Selatan) dan lahan basah (Manggarai)

Peubah Rataan

Sig. Lahan kering Lahan basah

Pendidikan Formal 6.64 7.55 0.144

Pendidikan Non Formal 0.38 0.27 0.149

Umur 47.41 46.00 0.419

Sifat Kosmopolitan 28.26 33.26 0.066

Kategori Adopter 2.58 2.63 0.794

Pendapatan Ekonomi 630816.67 870153.33 0.002** Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01

(22)

Berdasarkan kategori jenis usahatani yang digeluti petani perbedaan yang nyata dijumpai pada sifat kosmopolitan dimana petani hortikultura lebih tinggi skornya dibandingkan petani pangan (Tabel 25).

Tabel 25 Hasil uji beda karakteristik individu petani hortikultura dan pangan

Peubah

Rataan

Sig. Hortikultura Pangan

Pendidikan Formal 6.56 7.33 0.185

Pendidikan Non Formal 0.28 0.40 0.084

Umur 48.48 45.40 0.060

Sifat Kosmopolitan 33.76 26.10 0.003**

Kategori Adopter 2.62 2.58 0.805

Pendapatan 746046.67 675144.44 0.329

Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01

Sebaran Pendapat Penyuluh Pertanian Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai tentang Diklat Penyuluhan

Pada Tabel 26 dikemukakan pendapat penyuluh kabupaten Kupang tentang sejauh mana diklat penyuluhan yang mereka ikuti memberikan nilai tambah pada peningkatan kompetensi mereka. Diklat penyuluhan sebagai salah satu media penambahan ilmu, pengetahuan, pembentukan sikap dan karakter, peningkatan ketrampilan merupakan pengalaman pembelajaran yang disiapkan oleh organisasi untuk meningkatkan kinerja pegawai pada saat sekarang (Nadler, 1980). Penelitian menemukan adanya ketidakpuasan terhadap diklat penyuluhan baik disampaikan oleh Penyuluh Trampil maupun Penyuluh Ahli. Hal itu ditunjukkan dengan elemen-elemen diklat yang ditanggapi kurang positif oleh para penyuluh. Lebih dari separuh penyuluh dari kedua kelompok mengatakan kurikulum diklat kurang sesuai dengan kompetensi yang mereka butuhkan karena kurikulum itu diturunkan dari pusat tanpa terlebih dahulu secara obyektif melakukan kajian kebutuhan penyuluh lokal.

(23)

Tabel 26 Sebaran Pendapat Penyuluh Pertanian Kabupaten Kupang Tahun 2006 tentang Diklat Penyuluhan (n=22)

Elemen Diklat Kategori Pendapat

Penyuluh Trampil: 15 org Penyuluh Ahli: 7 org Pangan (%) n = 8 Horti (%) n = 7 Pangan (%) n = 3 Horti (%) n = 4 Kesesuaian Kurikulum

dengan kompetensi yang dibutuhkan

Tidak Sesuai 25 14,3 0,0 25

Cukup Sesuai 62,5 57,1 66,7 50

Sesuai 12,5 28,6 33,3 25

Jumlah 100 100 100 100

Pengalaman Belajar yang diperoleh Kurang 12,5 14,3 66,7 50 Cukup 62,5 57,1 33,3 50 Banyak 25 28,6 0,0 0,0 Jumlah 100 100 100 100 Kompetensi Widyaiswara Rendah 12,5 28,6 33,3 50 Sedang 50 57,1 66,7 50 Tinggi 37,5 14,3) 0,0 0,0 Jumlah 100 100 100 100

Manfaat penerapan metode belajar

Tidak bermanfaat 12,5 14,4) 0,0 25

Cukup bermanfaat 37,5 42,8 66,7 25

Bermanfaat 50 42,8 33,3 50

Jumlah 100 100 100 100

Komitmen Pengelola diklat

Rendah 25 14,3 66,7 50

Sedang 50 57,1 33,3 25

Tinggi 25 28,6 0,0 25

Sistem Evaluasi Diklat

Jumlah 100 100 100 100 Tidak baik 50 28,6 33,3 50 Kurang 12,5 14,3 66,7 25 Baik 37,5 57,1 0,0 25 Jumlah 100 100 100 100 Dukungan dana,sarana/prasarana diklat Tidak me ndukung 25 28,6 33,3 25 Cukup 50 42,8 33,3 50 Mendukung 25 28,6 33,3 25 Jumlah 100 100 100 100

Diklat yang kurang memuaskan ini menyebabkan pengalaman belajar yang mereka peroleh tidak bisa secara penuh diterapkan di tengah masyarakat petani. Diklat penyuluhan yang ada belum direncanakan secara matang dan berkoordinasi dengan elemen-elemen terkait di daerah seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas Perkebunan, Kehutanan dan sebagainya. Penyelenggara diklat di daerah kurang mampu berkoordinasi dan bekerja sama dengan stakeholder lain guna menindaklanjuti hasil diklat. Saat penyuluh misalnya mengikuti pelatihan teknologi pengelolaan pascapanen, dinas-dinas kemakmuran tidak merencanakan pelatihan yang sama bagi petani sehingga saat penyuluh turun ke lapangan petani pun sudah memahami cara mengelola produk pascapanen.

Pandangan yang tidak berbeda jauh tentang efektivitas diklat penyuluhan dan pengaruhnya pada peningkatan kompetensi penyuluh dikemukakan oleh para penyuluh di kabupaten Timor Tengah Selatan seperti terlihat pada Tabel 27.

(24)

Tabel 27. Sebaran Pendapat Penyuluh Pertanian Kabupaten Timor Tengah Selatan Tahun 2006 tentang Diklat Penyuluhan (n=28)

Elemen Diklat Kategori Pendapat

Penyuluh Trampil: 20 org Penyuluh Ahli : 8 org Pangan (%) n = 10 Horti (%) n = 10 Pangan (%) n = 4 Horti (%) n = 4 Kesesuaian Kurikulum

dengan kompetensi yang dibutuhkan

Tidak Sesuai 10 20 25 25

Cukup Sesuai 50 60 50 50

Sesuai 40 20 25 25

Jumlah 100 100 100 100

Pengalaman Bela jar yang diperoleh Kurang 20 10 50 50 Cukup 40 50 25 25 Banyak 40 40 25 25 Jumlah 100 100 100 100 Kompetensi Widyaiswara Rendah 10 10 50 50 Sedang 30 30 25 25 Tinggi 60 60 25 25 Jumlah 100 100 100 100

Manfaat penerapan metode belajar

Tidak bermanfaat 20 10 25 25

Cukup bermanfaat 40 50 25 25

Bermanfaat 40 40 50 50

Jumlah 100 100 100 100

Komitmen Pengelola diklat

Rendah 20 10 50 50

Sedang 40 50 25 25

Tinggi 40 40 25 25

Sistem Evaluasi Diklat

Jumlah 100 100 100 100 Tidak baik 20 20 25 50 Kurang 40 50 30 25 Baik 40 30 25 25 Jumlah 100 100 100 100 Dukungan dana,sarana/ prasarana diklat Tidak mendukuung 20 30 50 25 Cukup 40 40 25 50 Mendukung 40 30 25 25 Jumlah 100 100 100 100

Lebih dari separuh Penyuluh Ahli baik sektor pangan maupun sektor hortikultura di Kabupaten Timor Tengah Selatan memberikan persepsi yang negatif terhadap beberapa aspek diklat seperti pengalaman belajar, kompetensi widyaiswara, komitmen pengelola diklat dan dukungan dana, sarana dan prasarana diklat. Persepsi yang cukup baik hanya terdapat pada dua aspek diklat yakni manfaat penerapan metode belajar dan kesesuaian kurikulum diklat dengan kompetensi yang dibutuhkan. Pada kelompok Penyuluh Trampil, persepsi yang cukup baik hampir terdapat pada semua aspek seperti kesesuaian kurikulum dengan kompetensi yang dibutuhkan, pengalaman belajar, kompetensi widyaiswara, manfaat penerapan metode belajar, komitmen pengelola diklat, sistem evaluasi diklat dan dukungan dana, sarana dan prasarana. Namun persepsi yang cukup baik oleh Penyuluh Trampil ini tidak berarti penylenggaraan diklat secara umum telah memberikan manfaat dan kepuasan bagi penyuluh karena persepsi yang negatif pun disampaikan oleh lebih dari separuh Penyuluh Ahli. Dari fakta tersebut tetap disimpulkan di sini bahwa diklat penyuluhan secara

(25)

umum belum mampu memberdayakan, mengembangkan dan meningkatkan kemampuan penyuluh secara optimal. Pandangan penyuluh di kabupaten Manggarai tentang diklat penyuluhan yang selama ini mereka ikuti dikemukaka n dalam Tabel 28.

Tabel 28. Sebaran Pendapat Penyuluh Pertanian Kabupaten Manggarai Tahun 2006 tentang Diklat Penyuluhan (n=22)

Elemen Diklat Kategori Pendapat Penyuluh Trampil:15 org

Penyuluh Ahli: 7 org Pangan (%) n = 8 Horti (%) n = 7 Panga n (%) n = 4 Horti (%) n =3 Kesesuaian Kurikulum dengan kompetensi yang

dibutuhkan

Tidak Sesuai 12,5 28,6 25 33,3

Cukup Sesuai 62,5 42,8 50 33,3

Sesuai 25 28,6 25 33,3

Jumlah 100 100 100 100

Pengalaman Belajar yang diperole h

Kurang 25 14,3 50 33,3

Cukup 12,5 57,1 25 33,3

Banyak 62,5 28,6 25 33,3

Jumlah 100 100 100 100

Kompetensi Widyaiswara Rendah 12,5 28,6 50 33,3

Sedang 50 42,8 25 33,3 Tinggi 37,5 28,6 25 33,3 Jumlah 100 100 100 100 Manfaat penerapan metode belajar Tdk bermfaat 12,5 14,3 25 33,3 Ckp bermfaat 50 57,1 25 33,3 Bermanfaat 37,5 28,6 50 33,3 Jumlah 100 100 100 100 Komitmen pengelola diklat Rendah 25 28,6 50 5 33,3 Sedang 50 42,8 25 33,3 Tinggi 25 28,6 25 33,3 Jumlah 100 100 100 100

Sistim evaluasi diklat Tidak baik 12,5 28,6 40 33,3

Kurang 50 42,8 30 33,3 Baik 37,5 28,6 30 33,3 Jumlah 100 100 100 100 Dukungan dana, sarana/prasarana diklat Tidak mendukuung 12,5 28,6 50 33,3 Cukup 50 42,8 25 33,3 Mendukung 37,5 28,6 25 33,3 Jumlah 100 100 100 100

Pada Tabel 28 tampak bahwa Penyuluh di Kabupaten Manggarai pun memiliki persepsi yang kurang lebih sama terhadap diklat penyuluhan sebagaimana penyuluh di dua Kabupaten sebelumnya. Penyuluh Ahli sektor pangan di Manggarai cenderung memberikan persepsi negatif terhadap diklat penyuluhan yang diikuti, sebaliknya Penyuluh Ahli sektor hortikultura cenderung seimbang dalam memberikan pendapatnya. Penyuluh Trampil sektor pangan cenderung memberikan penilaian yang lebih positif terhadap diklat penyuluhan daripada Penyuluh Trampil sektor hortikultura; hal ini disebabkan oleh

(26)

kesempatan mengikuti diklat lebih dimiliki oleh penyuluh sektor pangan daripada sektor hortikultura.

Hasil analisis uji beda mengindikasikan adanya perbedaan yang nyata penilaian diklat penyuluhan antara penyuluh lahan kering yang mencakup Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan dan penyuluh lahan basah mencakup Kabupaten Manggarai. Adapun peubah yang berbeda nyata adalah kurikulum, pengalaman belajar, widyaiswara, komitmen pengelola, sistem evaluasi, serta dukungan dana, sarana dan prasarana. Secara umum skor penilaian diklat penyuluhan pada lahan kering lebih tinggi dibandingkan pada lahan basah. Dalam menilai diklat secara keseluruhan, penyuluh lahan kering jauh proporsional daripada penyuluh di lahan basah. Mereka menilai diklat secara obyektif dan realistis dan tidak semata-mata melihat kelemahan diklat yang ada.

Tabel 29 Hasil uji beda penilaian diklat penyuluhan oleh penyuluh pertanian lahan kering (Kupang dan Timor Tengah Selatan) dan lahan basah (Manggarai) Tahun 2006

Peubah Rataan Sig.

Lahan kering Lahan basah

- Kurikulum (X21) 57.84 41.70 0.000**

- Penglaman Belajar (X22) 77.29 73.33 0.000**

- Widyaiswara (X23) 68.06 51.38 0.000**

- Komitmen PengelolaX24) 66.67 55.22 0.000**

- Sistem Evaluasi (X25) 52.08 45.83 0.010*

- Dukungan dana, sarana dan prasarana (X26) 64.58 56.33 0.000**

Diklat Penyuluhan 41.16 38.57 0.265

Analisis uji beda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata penilaian diklat penyuluhan antara penyuluh ahli dan trampil pada peubah kurikulum, pengalaman belajar, komitmen pengelola, sistem evaluasi, serta dukungan dana, sarana dan prasarana. Skor komposit diklat penyuluhan juga menunjukkan perbedaan yang nyata antara penyuluh ahli dan trampil. Secara umum skor penilaian diklat penyuluhan penyuluh ahli pada peubah-peubah tersebut lebih tinggi dibandingkan pada penyuluh trampil. Dalam menilai diklat secara keseluruhan, penyuluh ahli jauh lebih kritis daripada penyuluh trampil. Dengan dasar pendidikan sarjana dan pengetahuan yang relatif cukup memadai penyuluh ahli lebih memperlihatkan sikap kritis.

(27)

Tabel 30 Hasil uji beda penilaian diklat penyuluhan oleh penyuluh pertanian ahli dan trampil gabungan dari kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai Tahun 2006

Peubah Rataan

Ahli Trampil Uji beda (p)

Kurikulum 59.40 48.99 0.000**

Pengalaman Belajar 80.00 73.96 0.000**

Widyaiswara 61.10 63.20 0.208

Komitmen Pengelola 65.63 61.46 0.036*

Sistem Evaluasi 56.25 46.88 0.000**

Dukungan dana, sarana dan prasarana 66.38 59.56 0.000**

Diklat Penyuluhan 48.97 35.96 0.000**

Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01

Terdapat perbedaan yang nyata penilaian diklat penyuluhan pada kelompok penyuluh ahli pada peubah diklat penyuluhan secara total dengan skor tertinggi pada penyuluh usahatani hortikultura. Pada penyuluh trampil, perbedaan yang nyata dijumpai pada widyaiswara, komitmen pengelola dan komposit diklat penyuluhan dengan skor tertinggi pada penyuluh hortikultura.

Tabel 31 Hasil uji beda penilaian diklat penyuluhan oleh penyuluh hortikultura dan pangan gabungan dari kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai Tahun 2006

Peubah

Ahli Trampil

Horti Pangan Uji beda (p) Horti Pangan Uji beda (p)

Kurikulum 58.37 60.43 0.462 50.02 47.97 0.466

Pengalaman Belajar 80.00 80.00 1.000 75.00 72.92 0.110

Widyaiswara 61.10 61.10 1.000 65.28 61.12 0.048*

Komitmen Pengelola 64.60 66.67 0.486 58.33 64.58 0.008**

Sistem Evaluasi 54.17 58.33 0.094 47.92 45.83 0.525

Dukungan dana, sarana dan prasarana 67.00 65.77 0.584 60.48 58.63 0.158

Diklat Penyuluhan 56.27 41.67 0.000** 39.60 32.32 0.002**

Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01

Sebaran Pendapat Penyuluh Pertanian Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai tentang Lingkungan

Pada Tabel 32 dikemukakan pendapat penyuluh pertanian Kabupaten Kupang tentang dukunga n faktor lingkungan sosial terhadap pengembangan kompetensi mereka sebagai seorang penyuluh. Pendapat penyuluh itu tersebar secara variatif pada penyuluh ahli dan penyuluh trampil baik di sektor pangan maupun sektor hortikultura.

(28)

Tabel 32. Sebaran Pendapat Penyuluh Pertanian Kabupaten Kupang Tahun 2006 tentang Lingkungan (n =22)

Elemen Lingkungan Kategori Pendapat

Penyuluh Trampil: 15 org Penyuluh Ahli: 7 org Pangan (%) n = 8 Horti (%) n = 7 Pangan (%) n = 3 Horti (%) n = 4 Dukungan politik pemerintah

Pusat terhadap Penyuluhan sebelum Otonomi Daerah

Rendah 0,0 0,0 0,0 0,0

Sedang 12,5 29,6 66,7 50

Tinggi 87,5 71,4 33,3 50

Jumlah 100 100 100 100

Dukungan politik pemerintah Pusat terhadap Penyuluhan

sesudah Otonomi Daerah

Rendah 62,5 57,1 33,3 75

Sedang 37,5 42,9 66,7 25

Tinggi 0,0 0,0 0,0 0,0

Jumlah 100 100 100 100

Dukungan politik Pemda terhadap penyuluhan sebelum

otonomi Daerah

Rendah 12,5 14,3 0,0 25

Sedang 25 28,6 33,3 25

Tinggi 62,5 57,1 66,7 50

Jumlah 100 100 100 100

Dukungan politik Pemda terhadap penyuluhan sesudah

otonomi Daerah

Rendah 50 14,4 0,0 50

Sedang 25 42,8 66,7 25

Tinggi 25 42,8 33,3 25

Jumlah 100 100 100 100

Dukungan dana, sarana dan prasarana Pemerintah Pusat dan Daerah sebelum Otonomi

Daerah Rendah 12,5 14,3 33,3 0,0 Sedang 12,5 28,6 0,0 50 Tinggi 75 57,1 66,7 50 Jumlah 100 100 100 100 Dukungan dana, sarana/prasarana Pemerintah

Pusat dan Daerah sesudah Otonomi Daerah Rendah 50 57,1 33,3 50 Sedang 12,5 28,6 33,3 25 Tinggi 37,5 14,3 33,3 25 Jumlah 100 100 100 100 Perubahan Paradigma Penyuluhan Tidakberpengaruh 25 14,3 0,0 0,0 Cukup berpengaruh 50 57,1 0,0 0,0 Berpengaruh 25 28,6 100 100 Jumlah 100 100 100 100

Kekondusifan kerja Tidak Kondusif 25 14,3 0,0 0,0

Cukup Kondusif 25 28,6 66,7 50 Kondusif 50 57,1 33,3 50 Jumlah 100 100 100 100 Dukungan Masyarakat Rendah 50 57,1 66,7 50 Sedang 12,5 28,6 33,3 25 Tinggi 37,5 14,3 0,0 25 Jumlah 100 100 100 100 Dukungan Keluarga Rendah 50 14,4 66,7 50 Sedang 25 42,8 33,3 25 Tinggi 25 42,8 0,0 25 Jumlah 100 100 100 100

Ketersediaan Informasi Tidak tersedia 75 57,1 66,7 50

Cukup tersedia 12,5 14,4 33,3 25 Tersedia 12,5 28,6 33,3 25 Jumlah 100 100 100 100 Penggunaan Teknologi Pertanian Rendah 50 57,1 66,7 50 Sedang 25 28,6 0,0 25 Tinggi 25 14,3 33,3 25 Jumlah 100 100 100 100

Dari Tabel 32 tampak bahwa lebih dari 60 persen Penyuluh Trampil dan Penyuluh Ahli di Kabupaten Kupang baik di sektor pangan maupun hortikutura

(29)

berpendapat bahwa sebelum otonomi daerah, dukungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah terhadap penyuluhan dirasakan tinggi baik dalam bentuk peraturan-peraturan yang mengatur struktur kelembagaan, sarana dan prasarana maupun sumberdaya manusia. Setelah otonomi daerah dukungan pemerintah pusat terhadap penyuluhan dirasakan semakin rendah oleh lebih dari separuh penyuluh baik dalam hal sarana dan prasarana maupun sumberdaya manusia. Hal ini bisa dipahami karena wewenang penyuluhan sudah diberikan kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan wewenang otonomi daerah. Gejala macetnya penyuluhan justru terjadi setelah penyuluhan diatur oleh Pemda. Separuh dari penyuluh di kabupaten Kupang berpendapat bahwa dukungan pemda terhadap penyuluhan rendah, baik dalam bentuk peraturan formal yang mengatur struktur kelembagaannya, maupun dana, sarana dan prasarana penyuluhan serta pengembangan sumberdaya manusia penyuluh. Dari Tabel tersebut tampak bahwa lebih dari separuh Penyuluh Trampil sektor pangan dan hortikultura berpendapat bahwa perubahan paradigma penyuluhan dari sebelumnya hanya berorientasi usahatani (bagaimana meningkatkan produksi) menjadi berorientasi bisnis cukup mempengaruhi mereka dalam usaha meningkatkan wawasan dan pengetahuannya bahkan semua Penyuluh Ahli merasa perubahan paradigma penyuluhan itu besar pengaruhnya dalam mereorientasi pengetahuan mereka. Dari pengamatan di lapangan, sikap penyuluh ini lebih disebabkan oleh bertumbuh dan berkembangnya agribisnis di kabupate n Kupang yang sekaligus menjadi ibukota Propinsi Nusa Tenggara Timur. Letak kabupaten Kupang yang strategis ini baik dari segi sosial, polititik dan terutama ekonomi, mendorong para petani mengembangkan usaha taninya menjadi lebih berorientasi agribisnis.

Sesudah otonomi daerah, adanya kekondusifan kerja seperti kelancaran urusan pangkat/promosi jabatan sesuai dengan waktunya diakui oleh separuh Penyuluh Trampil (pangan dan hortikultura), sebaliknya menurut separuh dari Penyuluh Ahli justru berpendapat tidak ada suasana kerja yang kondusif. Dari pengamatan lapangan pendapat para Penyuluh Ahli ini didasarkan pada sikap pimpinan organisasi yang diskriminatif terhadap mereka. Dalam hal dukungan masyarakat, lebih dari separuh Penyuluh Trampil berpendapat bahwa masyarakat (khususnya masyarakat Kampus, LSM) memberikan dukungan yang tinggi

(30)

terhadap kegiatan penyuluhan dengan mengadakan pelatihan-pelatihan pemberdayaan masyarakat yang mengikutsertakan Penyuluh, sebaliknya hanya sebagian kecil Penyuluh Ahli yang setuju dengan pendapat tersebut dan separuh dari Penyuluh Ahli yang lain berpendapat bahwa masyarakat tidak memberikan dukungan seperti yang disebutkan oleh Penyuluh Trampil. Perbedaan pandangan ini didasarkan pada kenyataan bahwa Penyuluh Ahli tidak mengamb il bagian dalam pelatihan-pelatihan itu.

Lebih dari separuh Penyuluh Ahli (pangan dan hortikultura) dan separuh dari Penyuluh Trampil sektor pangan berpendapat tentang rendahnya dukungan keluarga terhadap profesi Penyuluh. Dari hasil wawancara terhadap penyuluh, rendahnya dukungan keluarga ini disebabkan oleh keseringan mereka meninggalkan keluarga berhari-hari bahkan berminggu-minggu, terutama yang bekerja di desa binaan yang jauh di wilayah terpencil. Sekelompok kecil penyuluh lain berpendapat bahwa keluarga tidak mempermasalahkan profesi mereka dan memberikan dukungan atas pekerjaan itu. Dalam aspek informasi, mayoritas Penyuluh berpendapat bahwa informasi tentang penyuluhan sangat terbatas (tidak tersedia). Menurut lebih dari separuh penyuluh, sebelum otonomi daerah, ada banyak informasi penyuluhan yang selalu tersedia seperti leaflet, brosur, majalah terkait dengan dunia pertanian dan sebagainya. Saat ini, berbagai media informasi itu tidak ada lagi.

Penggunaan teknologi pertanian di kalangan peta ni baik yang bersifat kimiawi biologis seperti obat-obatan/pestisida/pupuk maupun yang bersifat mekanisasi seperti traktor, hand traktor, dan sebagainya menurut lebih dari separuh Penyuluh Terampil dan Ahli masih rendah. Keterbatasan pengetahuan dan modal menjadi salah satu faktor penyebab. Ada sekelompok kecil petani yang telah memanfaatkannya, tetapi jumlahnya sedikit. Petani yang menggunakannya pada umumnya petani maju dan kontak tani yang sudah berpengalaman dan memiliki modal ekonomi yang baik. Pandangan penyuluh terhadap dukungan pemerintah pusat, pemerintah daerah baik sebelum maupun sesudah otonomi daerah juga dikemukakan oleh penyuluh di kabupaten Timor Tengah Selatan sebagaimana terlihat pada Tabel 33.

(31)

Tabel 33 Sebaran Pendapat Penyuluh Pertanian Kabupaten Timor Tengah Selatan Tahun 2006 tentang Lingkungan (n=28)

Elemen Lingkungan Kategori Pendapat

Penyuluh Trampil: 20 org Penyuluh Ahli : 8 org Pangan (%) n = 10 Horti (%) n = 10 Pangan (%) n = 4 Horti (%) n = 4 Dukungan politik pemerintah Pusat terhadap Penyuluhan sebelum Otonomi Daerah Rendah 10 0,0 0,0 0,0 Sedang 30 40 25 50 Tinggi 60 60 75 50 Jumlah 100 100 100 100 Dukungan politik pemerintah Pusat terhadap Penyuluhan sesudah Otonomi Daerah Rendah 50 60 75 75 Sedang 40 50 25 25 Tinggi 10 10 0,0 0,0 Jumlah 100 100 100 100 Dukungan politik Pemda terhadap penyuluhan sebelum otonomi Daerah Rendah 60 10 25 25 Sedang 30 40 25 50 Tinggi 60 50 75 75 Jumlah 100 100 100 100 Dukungan politik Pemda terhadap penyuluhan sesudah otonomi Daerah Rendah 70 60 50 50 Sedang 30 20 50 50 Tinggi 0,0 20 0,0 0,0 Jumlah 100 100 100 100

Dukungan dana, sarana dan prasarana Pemerintah Pusat dan

Daerah sebelum Otonomi Daerah Rendah 20 20 25 0,0 Sedang 20 30 25 25 Tinggi 60 50 50 75 Jumlah 100 100 100 0,0

Dukungan dana, sarana dan prasarana Pemerintah Pusat dan

Daerah sesudah Otonomi Daerah Rendah 50 40 100 100 Sedang 30 30 0,0 0,0 Tinggi 20 30 0,0 0,0 Jumlah 100 100 100 100 Perubahan Paradigma Penyuluhan Tidak Berpengaruh 10 20 25 25 Cukup Berpengaruh 50 60 50 50 Berpengaruh 40 20 25 25 Jumlah 100 100 100 100 Kekondusifan Kerja Tidak kondusif 20 10 50 50 Cukup Kondusif 40 50 25 25 Kondusif 40 40 25 25 Jumlah 100 100 100 100 Dukungan Masyarakat Rendah 10 10 50 50 Sedang 30 30 25 25 Tinggi 60 60 25 25 Jumlah 100 100 100 100 Dukungan Keluarga Rendah 50 50 50 50 Sedang 30 20 25 25 Tinggi 20 40 25 25 Jumlah 100 100 100 100 Ketersediaan Informasi Tidak tersedia 50 70 50 50 Cukup tersedia 20 30 25 25 Tersedia 20 0,0 0,0 0,0 Jumlah 100 100 100 100 Penggunaan Teknologi Pertanian Rendah 50 50 50 50 Sedang 25 25 25 50 Tinggi 25 25 25 0,0 Jumlah 100 100 100 100

(32)

Pada Tabel 33 tampak bahwa lebih dari separuh Penyuluh Trampil maupun Penyuluh Ahli di sektor pangan dan hortikultura berpendapat bahwa sebelum otonomi daerah dukungan pemerintah pusat dan daerah terhadap kegiatan penyuluhan dirasakan tinggi. Dukungan pemerintah pusat sudah semakin rendah ketika wewenang penyuluhan diberikan kepada daerah. Sebagian besar penyuluh mengakui bahwa ketika otonomi daerah mulai dilaksanakan, perhatian pemda terhadap penyuluhan semakin rendah. Rendahnya perhatian ini tampak dari struktur lembaga penyuluhan yang tidak jelas dan tidak otonom sebagaimana lembaga-lembaga lainnya, kecilnya dukungan dana, sarana dan prasarana. Selama ini penyuluh di kabupaten Timor Tengah Selatan hanya memiliki delapan kendaraan roda dua sebagai kendaraan operasional penyuluhan (pengadaan dari pusat), sedang pemerintah daerah tidak menganggarkannya. Dana yang dianggarkan untuk kegiatan penyuluhan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten pun sangat kecil. Lembaga penyuluhan hanya merupakan satu Sub Bidang dari Dinas pertanian dengan wewenang, akses dana, akses sarana dan prasarana yang terbatas.

Dari Tabel 33 tampak juga bahwa lebih dari separuh Penyuluh Trampil dan Penyuluh Ahli berpendapat bahwa adanya perubahan paradigma penyuluhan cukup berpengaruh pada reposisi dan revitalisasi pengetahuan dan etos kerja di bidang penyuluhan. Dari pengamatan dan wawancara di lapangan, pertanian yang berorientasi agribisnis mulai menjadi perhatian petani, oleh karena itu tuntutan perubahan itu ”memaksa” mereka untuk menyesuaikan diri. Pada aspek kekondusifan kerja, separuh dari Penyuluh Ahli sektor pangan dan hortikultura merasakan tidak adanya suasana kerja yang kondusif, berbeda dengan Penyuluh Trampil yang hampir separuhnya merasakan adanya suasana kerja yang kondusif. Dari pengamatan di lapangan perbedaan cara pandang ini didasari oleh pengalaman setiap penyuluh pada saat mengurus pangkat. Terkesan bahwa Penyuluh Trampil lebih diperhatikan daripada Penyuluh Ahli. Ada dugaan kuat bahwa sikap kritis para Penyuluh Ahli terhadap sistem organisasi yang berjalan seringkali dianggap sebagai ”serangan” dan kritikan yang dalam birokrasi Indonesia belum membudaya.

Gambar

Tabel  15  Sebaran  Penyuluh  Pertanian  di Kabupaten Timor  Tengah  Selatan  Tahun 2006  berdasarkan wilayah kerja
Tabel 16. Sebaran Penyuluh Pertanian di Kabupaten Manggarai  Tahun 2006 Berdasarkan Wilayah  Kerja
Tabel 18   Karakteristik Individu  Penyuluh  Pertanian  di  Kabupaten Timor  Tengah  Selatan  Tahun 2006 (n= 28)
Tabel 22  Hasil uji beda karakteristik individu penyuluh usahatani hortikultura  dan pangan di  kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai Tahun 2006
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sanggahan dapat disampaikan secara elektronik melalui aplikasi SPSE / www.lpse.kkp.go.id kepada POKJA Stasiun PSDKP Kupang dan tembusan sanggahan dapat

Rendahnya tingkat pengembangan diri penyuluh disebabkan oleh: (a) rendahnya motivasi instrinsik penyuluh seperti rendahnya dorongan dari dalam diri penyuluh untuk lebih

Petani di Desa Padahurip lebih banyak menggunakan penyuluh pertanian sebagai sumber informasinya karena informasi yang berasal dari penyuluh pertanian dianggap

AHLI PERTAMA - ANALIS ANGGARAN 620 PENYUSUN BAHAN PENGEMBANGAN REGULASI AHLI PERTAMA - ANALIS KEBIJAKAN 621 PENYUSUN BAHAN PENYULUHAN HUKUM AHLI PERTAMA - PENYULUH HUKUM 622

Stakeholder yang telah diidentifikasi berasal dari organisasi pemerintahan (Pemerintah Kabupaten Bandung Barat) dan organisasi non pemerintah yang mempunyai

Balai Penyuluh Pertanain Giriwoyo juga membawa contoh kartu tani saat melakukan penyuluhan, sehingga target penyuluhan atau petani bisa mengatahui bagaimana wujud

Beberapa persoalan lainnya yang selama ini dihadapi penyuluh agama di Kota Kupang dan hampir sebagian besar di kabupaten se-NTT antara lain: a) kecenderungan dimanfaatkan

Dari hasil wawancara yang telah di lakukan para remaja di kupang. krajan, dapat di analisa bahwa para remaja di kupang krajan lebih