• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Mendukung Proses Belajar Mengajar SMP Negeri di Salatiga T1 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Mendukung Proses Belajar Mengajar SMP Negeri di Salatiga T1 Full text"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

dalam Mendukung Proses Belajar Mengajar

SMP Negeri di Salatiga

Artikel Ilmiah

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Komputer Kepada Program Studi Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer

Fakultas Teknologi Informasi

Oleh :

Aih Ervanti Ayuningtyas NIM : 702010086

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA

DAN KOMPUTER

FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

1

Analisis Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi

(TIK) dalam Mendukung Proses Belajar Mengajar

SMP Negeri di Salatiga

1)

Aih Ervanti Ayuningtyas 2)Mila Chrismawati Paseleng, S.Si., M.Pd.

3)

Angela Atik Setiyanti, S.Pd

Program Studi Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga

E-mail: 1)702010086@student.uksw.edu, 2)mila.paseleng@staff.uksw.edu

3)

angela.setiyanti@staff.uksw.edu

ABSTRACT

In an increasingly rapid technological development, ICT is now integrated into each subject. Integration requires adequate ICT infrastructure, as well as the ability of teachers to use ICT, the school's policy regarding the procurement, maintenance and the use of ICT in learning. The study intends to look at the use of ICT which is integrated in learning that includes the availability of ICT infrastructure, the ability of teachers and students in the use of ICT, school policy, and the integration of ICT in the lesson. The method used is survey-observation method with descriptive analysis. The results showed that the use of ICT in teaching and learning, there are still some obstacles. Readiness of teachers in some schools still are not met to integrate ICT into the lesson, school facilities is not sufficient and school policies in terms of funding is still hampered by local government regulations.

Keywords: ICT, teaching and learning, the use of ICT in learning

ABSTRAK

Pada perkembangan teknologi yang semakin pesat, kini TIK diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran. Pengintegrasian tersebut membutuhkan infrastruktur TIK yang memadai, kemampuan guru untuk menggunakannya serta kebijakan sekolah mengenai pengadaan, perawatan dan penggunaan TIK dalam pembelajaran. Penelitian bermaksud untuk melihat penggunaan TIK yang diintegrasikan dalam pembelajaran yang meliputi ketersediaan infrastruktur TIK, kemampuan guru dan siswa dalam menggunakan TIK, kebijakan sekolah, serta pengintegrasian TIK dalam mata pelajaran. Metode penelitian yang digunakan ialah metode survei-observasi dengan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan TIK dalam proses belajar mengajar masih terdapat beberapa kendala. Kesiapan guru di beberapa sekolah masih belum terpenuhi untuk mengintegrasikan TIK ke dalam mata pelajaran, fasilitas sekolah belum sepenuhnya mencukupi dan kebijakan sekolah dari segi pendanaan masih terhambat oleh peraturan pemerintah daerah setempat.

Kata kunci : TIK, proses belajar mengajar, penggunaan TIK dalam pembelajaran

1) Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Jurusan Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

2)

(8)

2

1. PENDAHULUAN

Penggunaan TIK dalam pembelajaran merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memajukan dan mengembangkan mutu pendidikan di Indonesia. Seiring dengan kemajuan teknologi, saat ini sekolah telah mengintegrasikan TIK dalam proses belajar mengajar. Pengintegrasian tersebut tentunya dibutuhkan infrastruktur TIK yang memadai [1]. Selain itu diperlukan kemampuan guru untuk menggunakannya serta kebijakan sekolah yang berkaitan dengan pengadaan dan perawatan infrastruktur serta penggunaan TIK dalam pembelajaran termasuk didalamnya penyiapan keterampilan guru [2].

Akan tetapi, pada kenyataannya dalam proses pembelajaran masih ditemui berbagai hambatan. Tidak adanya laptop/komputer pribadi bagi guru dapat menghambat persiapannya untuk menggunakan TIK dalam pembelajaran; kurangnya fasilitas penunjang TIK seperti daya listrik yang kurang memadai, kurangnya jumlah LCD proyektor di sekolah, dll; kurangnya kemampuan guru untuk menggunakan perangkat TIK karena tidak ada pelatihan dari sekolah maupun dinas pendidikan; kurangnya infrastruktur yang dimiliki sekolah dikarenakan beratnya beban finansial yang harus ditanggung sekolah dalam hal pengadaan, pemeliharaan dan pembaruan infrastruktur TIK [3].

Dari permasalahan tersebut, maka perlu dianalisis mengenai penggunaan TIK yang diintegrasikan dalam proses belajar mengajar. SMP negeri dipilih sebagai subjek penelitian karena SMP negeri di Salatiga merupakan sekolah dengan fasilitas yang beragam dengan jumlah yang cukup banyak dibandingkan dengan sekolah lain. Selain itu sekolah negeri di Salatiga hanya mengandalkan dana BOS dari pemerintah untuk membiayai seluruh biaya operasional termasuk pembiayaan seluruh perangkat TIK yang dimiliki. Oleh karena itu perlu diteliti bagaimana penggunaan fasilitas TIK yang diintegrasikan pada mata pelajaran dalam mendukung proses belajar mengajar SMP Negeri di Salatiga.

Sesuai dengan latar belakang masalah diatas maka pokok permasalahan yang akan diteliti adalah untuk melihat penggunaan TIK mendukung proses belajar mengajar SMP Negeri di Salatiga dengan memperhatikan faktor yang mempengaruhinya. Faktor tersebut adalah ketersediaan infrastruktur yang dimiliki sekolah, kemampuan guru dan siswa dalam memanfaatkan TIK dalam pembelajaran, kebijakan sekolah, dan penggunaan TIK yang diintegrasikan dalam

mata pelajaran. Permasalahan tersebut penting untuk dianalisis agar nantinya

dapat menjadi pertimbangan oleh para pengambil kebijakan. Agar pembahasan tidak menyimpang dari permasalahan yang ada maka batasan penelitian ini adalah menganalisis penggunaan TIK dalam Proses Belajar Mengajar SMP Negeri di Salatiga, tidak menganalisis penggunaan TIK dalam proses administrasi sekolah dan tidak mengkaji/mengevaluasi kurikulum.

2. TINJAUAN PUSTAKA

(9)

3

sangat berpengaruh terhadap penggunaan TIK dalam pembelajaran. Selain itu, penggunaan TIK juga dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam menggunakan TIK dan dukungan dari pihak sekolah secara finansial. Penggunaan perangkat TIK yang selalu diperbaharui dan disertai dengan dukungan teknis akan terus mendukung guru dalam integrasi teknologi dalam pendidikan (Butler dan Selbom dalam Sumintono, dkk). Rasio komputer dan biaya pembaharuannya menunjukkan beban finansial yang tinggi kepada sekolah, sehingga pola perencanaan dan distribusi sumber harus didukung sepenuhnya oleh pemerintah (Lee dan Sellapan dalam Sumintono, dkk). Penelitian yang dilakukan oleh Munir [4] menunjukkan bahwa pengembangan TIK dalam pendidikan harus diikuti oleh kesiapan sumber daya manusia baik dalam cara berpikir, orientasi perilaku, sikap dan sistem nilai. Selain itu perlu dipersiapkan sistem informasi manajemen, seperti keuangan, aset dan fasilitas serta sistem pengajaran dan pembelajaran.

TIK merupakan kata yang diadopsi dari bahasa asing yaitu ICT (Information and Communication Technology) yang didefinisikan ke dalam tiga

kategori, yaitu Information Technology (IT), Communication Technology (CT)

dan Information Literacy. Information Technology adalah istilah untuk

menjelaskan perangkat keras/ hardware (contohnya komputer, printer, dll) dan

perangkat lunak/ software (contohnya database, MS. Office, dll) yang dapat

digunakan untuk mengakses, mengambil, menyimpan, mengatur, memanipulasi,

dan menyajikan informasi dari peralatan elektronik. Communication Technology

adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan peralatan telekomunikasi yang dapat digunakan untuk mencari dan mengakses informasi (contohnya telepon,

fax, modem dengan komputer, dll). Information Literacy adalah kombinasi dari

pengetahuan, pemahaman, kemampuan dan sikap yang diperlukan siswa agar

dapat bermanfaat bagi masyarakat luas. Siswa yang sudah ”melek teknologi”

dapat mengembangkan kemampuan untuk memilih, menginterpretasikan, menguji, memanipulasi, dan mempersembahkan informasi [5].

Belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain. Mengajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suatu lingkungan yang kondusif sehingga proses belajar dapat dilakukan dengan efektif dan tujuan pembelajaran dapat dicapai. Tujuan yang hendak dicapai dapat berupa pengetahuan dan keterampilan [6].

TIK dapat dimanfaatkan untuk mencari informasi yang dapat digunakan

sebagai sumber belajar. Pemanfaatan TIK dalam pembelajaran dapat

(10)

4

Gambar 1 Tahapan Integrasi TIK dalam Pendidikan Menurut UNESCO

UNESCO membagi empat tahap pengintegrasian TIK dalam pendidikan,

yaitu emerging, applying, infusing dan transforming. UNESCO juga menetapkan

beberapa karakteristik pengintegrasian TIK di sekolah, mulai dari administrasi sekolah hingga proses belajar mengajar. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari segi visi, pedagogi, perencanaan dan kebijakan, fasilitas dan sumber daya, kurikulum, pengembangan kemampuan staff, komunitas serta penilaian. Akan tetapi penelitian ini hanya meneliti penggunaan TIK dalam proses belajar mengajar sehingga hanya melihat dari beberapa karakteristik saja. Karakteristik yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik Tahapan Integrasi TIK dalam Penelitian [7]

Emerging Applying Infusing Transforming

(11)

5

Karakteristik tahapan pengintegrasian TIK digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat penggunaan TIK dalam pembelajaran SMP Negeri di Salatiga menurut UNESCO. Selain itu juga digunakan indikator-indikator lain untuk mengetahui pengunaan TIK yang diintegrasikan ke dalam mata pelajaran, ketersediaan infrastruktur yang dimiliki sekolah, kemampuan guru dan siswa untuk mengoperasikan atau menggunakan perangkat TIK dalam pembelajaran, dan juga kebijakan sekolah yang berhubungan dengan penggunaan TIK dalam pembelajaran. Indikator-indikator tersebut diadopsi dan dikembangkan dari

artikel yang dipublikasi UNESCO dengan judul “Developing and Using Indicators of ICT Use in Education” [5].

3. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei-observasi [8]. Analisis menggunakan metode deskriptif untuk mengetahui penggunaan TIK dalam mendukung proses belajar mengajar beberapa SMP Negeri di Salatiga. Gambar 2 adalah skema tahapan dalam penelitian.

Gambar 2 Skema Tahapan Penelitian

Tahap pertama dalam penelitian ini adalah identifikasi masalah. Masalah yang diteliti merupakan salah satu isu yang berkembang dalam masyarakat, khususnya dalam dunia pendidikan. Masalah tersebut diindentifikasi dengan mencari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Selain mengidentifikasi masalah juga dilakukan studi literatur untuk mempelajari konsep, merumuskan pemecahan masalah dan mencari solusi yang sesuai untuk mengatasi masalah tersebut.

Tahap selanjutnya adalah mendesain penelitian/rancangan penelitian. Desain penelitian dilakukan dengan menetapkan metode penelitian yang akan dilakukan, serta mencari dan menetapkan indikator yang sesuai untuk menjawab rumusan masalah. Setelah itu menentukan bentuk instrumen yang sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan. Instrumen yang digunakan adalah angket, wawancara dan observasi.

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data berupa pedoman wawancara, dan angket untuk koordinator sarpras, guru dan siswa yang berupa

angket kombinasi antara check list, angket terbuka, dan angket tertutup [9].

Angket sarpras diisi oleh koordinator atau Wakil Kepala sekolah bidang sarana prasarana, angket siswa diisi oleh siswa kelas sembilan, angket guru diisi oleh guru mata pelajaran, dan wawancara dilakukan dengan beberapa pihak sekolah yang dapat memberikan keterangan tentang pengunaan TIK di sekolah.

Tabel 2 Indikator Pertanyaan dalam Angket [5]

Angket Pertanyaan Indikator

Sarpras 16 ketersediaan listrik; lab komputer; rasio pengguna komputer; jumlah dan letak komputer sekolah; akses internet; kepemilikan website dan e-learning; perangkat TIK lain yang dimiliki sekolah

Siswa 8 kepemilikan perangkat TIK (hardware, akun di internet); cara memperoleh keterampilan Identifikasi masalah

& Studi Literatur

Rancangan Penelitian

Pengumpulan Data

Pengolahan Data dan Analisis

(12)

6

TIK; intensitas dan penggunaan TIK (hardware, software, dan internet); bagaimana penggunaan TIK dalam mata pelajaran yang ada;

Guru 14 kepemilikan perangkat TIK (hardware, software pembelajaran, dan akun di internet), cara memperoleh keterampilan TIK, variasi pembelajaran menggunakan TIK, intensitas dan penggunaan TIK (hardware, software, dan internet), perangkat TIK yang paling bermanfaat, kesulitan dan tanggapan guru mengenai penggunaan TIK dalam pembelajaran

Angket sarpras digunakan untuk mengetahui ketersediaan fasilitas TIK di sekolah. Angket siswa digunakan untuk mengetahui keterampilan dan penggunaan TIK oleh siswa, penggunaan TIK dalam pembelajaran, dan mata pelajaran yang telah mengintegrasikan TIK dalam pembelajaran. Angket guru digunakan untuk mengetahui keterampilan guru dan penggunaan TIK, perangkat TIK yang paling bermanfaat untuk menunjang pembelajaran, kesulitan, dan tanggapan guru terhadap penggunaan TIK dalam proses belajar mengajar.

Selain angket juga dilakukan wawancara kepada Kepala Sekolah atau Wakil Kepala Sekolah bagian kurikulum atau Koordinator TIK untuk mengetahui kebijakan sekolah. Pertanyaan yang ditanyakan pada saat wawancara meliputi pengadaan, perawatan, dan penggunaan TIK serta pelatihan untuk guru. Data juga diperoleh melalui observasi guna mengetahui keadaan yang sebenarnya di sekolah yang diteliti.

Pengumpulan data dilakukan pada sebagian sampel dari populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh SMP Negeri di kota Salatiga yang berjumlah 10 sekolah dan sampel dipilih 4 sekolah. Pengambilan sampel

menggunakan teknik convenience sampling atau sampel yang dipilih karena

pertimbangan jarak yang mudah dijangkau, keterbatasan waktu dan dana serta didasarkan atas kesediaan/ijin dari pihak terkait sebagai subjek penelitian [10]. Responden penelitian dari data angket yang terkumpul terdiri dari 2 responden sarpras grup A dan 2 responden sarpras grup B, 27 responden guru grup A dan 34 responden guru grup B, 55 responden siswa grup A dan 57 responden siswa grup B. Wawancara dilakukan dengan responden kepala sekolah, koordinator sarpras, guru dan siswa.

Validitas data menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan membandingkan data dari sumber lain. Data angket yang dikumpulkan selanjutnya dicek dan dibandingkan dengan data wawancara dan observasi. Dengan demikian dapat diketahui keadaan yang sebenarnya di sekolah yang diteliti.

(13)

7

data dengan tujuan memperoleh kesimpulan tentang gambaran secara umum mengenai penggunaan TIK dalam proses belajar mengajar SMP Negeri di Salatiga [11].

Berdasarkan data yang telah terkumpul tersebut terdapat beberapa sekolah yang memiliki kemiripan. Kemiripan tersebut terlihat dari segi infrastruktur TIK yang dimiliki sekolah. Tabel 3 menunjukkan data infrastruktur TIK di sekolah.

Tabel 3 ketersediaan infrastruktur TIK di sekolah

Sekolah

Jumlah Ruang Lab

Komputer

Jumlah Komputer di

Lab

Rasio Pengguna Komputer

Jumlah LCD

Jaringan Internet

Pengguna Layanan Internet Sekolah

SMP A 2 49 1:14 34 Luas Siswa, guru, karyawan SMP B 2 50 1:15 27 Luas Siswa, guru, karyawan SMP C 1 24 1:30 27 Terbatas Guru, karyawan SMP D 1 20 1:36 22 Terbatas Guru, karyawan

Sekolah A memiliki 2 buah lab komputer dengan jumlah komputer yang dimiliki sekolah 49 unit dan beberapa unit komputer sewaan dari pihak luar. Jumlah pengguna saat pembelajaran adalah 1 komputer untuk 1 orang dengan perbandingan rata-rata 1:14. Sekolah B memiliki 2 lab komputer dengan jumlah komputer 50 unit, jumlah pengguna saat pembelajaran adalah 1 komputer untuk 1 orang di lab pertama sedang lab kedua 1 komputer untuk 2 orang siswa dengan perbandingan rata-rata 1:15. Sekolah C memiliki 1 lab komputer dengan jumlah komputer 24 unit, jumlah pengguna saat pembelajaran adalah 1 komputer untuk 2 orang dengan perbandingan rata-rata 1:30. Sekolah D memiliki 1 lab komputer dengan jumlah komputer 20 unit, jumlah pengguna saat pembelajaran di sekolah D adalah 1 komputer untuk 2 orang dengan perbandingan rata-rata 1:36.

LCD sekolah ditempatkan di ruang-ruang kelas dan beberapa ruang lain yang dapat digunakan untuk pembelajaran. Seluruh ruang kelas di sekolah A dan B telah terpasang LCD dan seluruh LCD dapat digunakan dengan baik. Seluruh ruang kelas di sekolah C juga telah terpasang LCD, akan tetapi beberapa LCD mengalami kerusakan sehingga tidak bisa digunakan. Sekolah D ada beberapa ruang kelas yang belum terpasang LCD dan beberapa LCD yang dimiliki pun mengalami kerusakan sehingga tidak dapat digunakan.

Sekolah A dan B memberikan layanan internet untuk guru, siswa dan

karyawan. Sekolah A memasang wifi di ruang guru, ruang kurikulum, ruang

kesiswaan, ruang sarpras, ruang TU, ruang lab komputer, dan di perpustakaan

yang dilengkapi dengan sejumlah komputer. Sekolah B memasang wifi di ruang

guru, ruang kurikulum, ruang TU, ruang lab komputer, perpustakaan, dan beberapa titik dekat dengan ruang kelas siswa. Lain halnya dengan sekolah C dan D, kedua sekolah tersebut memberikan layanan internet yang lebih diutamakan

untuk guru dan karyawan. Sekolah C memasang wifi di ruang guru, ruang TU,

dan ruang Kurikulum. Sekolah D memasang wifi di ruang guru, ruang TU, ruang

kurikulum, dan ruang sarpras. Sekolah C dan D juga memberikan jaringan internet di lab komputer, akan tetapi jaringannya tidak terlalu baik dan sering bermasalah. Berdasarkan karakteristik tahapan pengintegrasian dari UNESCO jika dilihat dari segi fasilitas dan sumber daya, maka sekolah A dan B berada

(14)

8

ini selanjutnya menjadi acuan untuk mengelompokkan keempat sekolah yang dijadikan subjek penelitian menjadi dua grup, yaitu sekolah A dan sekolah B menjadi grup A, serta sekolah C dan sekolah D menjadi grup B.

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hal pertama yang perlu diketahui dari penggunaan TIK di sekolah adalah ketersediaan infrastruktur TIK itu sendiri. Data mengenai ketersediaan infrastruktur TIK diperoleh dari angket sarpras. Dari angket tersebut diperoleh data mengenai ketersediaan listrik, ketersediaan komputer di lab beserta penggunanya, letak komputer dan koneksi internet sekolah, dan kepemilikan perangkat TIK lain.

Data dari angket sarpras menunjukkan bahwa grup A memiliki fasilitas yang cukup lengkap. Sekolah di grup A masing-masing memiliki 2 ruang lab komputer dengan jumlah komputer yang memadai (kurang lebih 50 unit komputer) sehinga satu siswa dapat menggunakan satu unit komputer pada saat pembelajaran. Rata-rata jumlah siswa di grup A sebanyak 719 sehingga perbandingan atau rasio pengguna komputer untuk seluruh siswa adalah 1:15. Selain itu sekolah juga melengkapi LCD proyektor di setiap ruang kelas dan ruang-ruang pembelajaran. Seluruh LCD tersebut dalam kondisi baik sehingga dapat digunakan untuk menunjang pembelajaran. Sekolah juga menyediakan

layanan internet dengan memasang beberapa wifi di berbagai sudut sekolah.

Internet tersebut dapat digunakan oleh seluruh warga sekolah baik itu guru, karyawan maupun siswa.

Sedikit berbeda dengan grup A, grup B memiliki fasilitas yang kurang baik jika dibandingkan dengan grup A. Sekolah di grup B masing-masing memiliki satu ruang lab komputer dengan jumlah komputer kurang lebih 22 unit. Hal tersebut membuat satu komputer dipergunakan untuk 2 orang siswa saat pembelajaran berlangsung. Rata-rata jumlah siswa di grup B adalah 723 sehingga perbandingan atau rasio pengguna komputer untuk seluruh siswa adalah 1:33. Sekolah telah menyediakan LCD proyektor untuk menunjang pembelajaran, akan tetapi tidak semua LCD tersebut dapat dipergunakan. Beberapa guru menyatakan bahwa ada beberapa LCD yang tidak dapat dipergunakan karena terjadi kerusakan pada kabel maupun lensa. Selain terjadi kerusakan, tidak semua kelas terpasang LCD karena jumlah LCD memang terbatas dan tidak mencukupi. Sekolah juga telah menyediakan layanan internet di sekolah, akan tetapi penggunaannya lebih diutamakan untuk guru dan karyawan dalam menunjang tugas administrasi mereka.

(15)

9

Gambar 3 Grafik Penggunaan TIK dalam PBM oleh Guru

Gambar 3 menunjukkan bahwa seluruh guru di grup A telah menggunakan TIK dalam pembelajaran. Sedangkan dari grup B sebagian besar guru telah menggunakan TIK tetapi ada beberapa guru yang tidak menggunakan TIK dalam pembelajaran. Dari data yang diperoleh, guru tidak menggunakan TIK dalam pembelajaran karena kurang memiliki keterampilan dalam mengoperasikan perangkat TIK. Guru tersebut hanya dapat menggunakan perangkat TIK secara sederhana untuk mengerjakan tugas administrasi, seperti membuat RPP, daftar nilai dan lain-lain. Fasilitas sekolah yang kurang memadai juga mempengaruhi penggunaan TIK dalam pembelajaran. Perangkat TIK yang sering dimanfaatkan guru saat pembelajaran di kelas adalah LCD proyektor sedangkan LCD di grup B banyak yang mengalami kerusakan sehingga tidak dapat digunakan, selain itu jumlah LCD yang dimiliki pun masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran di kelas. Selain itu terdapat guru yang menyatakan untuk mempersiapkan perangkat TIK setidaknya membutuhkan waktu ±10 menit sehingga pembelajaran menjadi tidak efektif karena banyak waktu yang terbuang. Oleh karena itu guru merasa tidak perlu menggunakan TIK untuk menunjang pembelajaran. Jadi dapat disimpulkan bahwa keterampilan guru dan ketersediaan fasilitas yang baik sangat berpengaruh terhadap penggunaan TIK dalam pembelajaran. Sekolah seharusnya memberikan pelatihan dan memotivasi guru agar dapat meningkatkan keterampilan profesionalnya. Sekolah juga seharusnya melakukan perawatan secara berkala terhadap seluruh perangkat TIK atau setidaknya memiliki seorang teknisi yang dapat memperbaiki perangkat TIK.

Jika dilihat dari gambar 3 terlihat bahwa guru dari kedua grup banyak yang menggunakan TIK dengan metode demonstrasi dan masih banyak pula yang menggunakan metode ceramah, kedua metode ini menunjukkan bahwa

pembelajaran masih bersifat teacher-centered. Dari seluruh pengguna metode

demonstrasi dan ceramah tersebut beberapa diantaranya juga menggunakan variasi metode lain seperti tanya jawab, studi kasus, diskusi, kolaborasi, kuis, dan campuran walaupun jumlahnya tidak terlalu banyak. Guru hanya menggunakan metode demonstrasi karena kurang memiliki pengetahuan variasi pembelajaran lain dan kurangnya keterampilan yang dimiliki. Sebagian besar guru hanya

mengetahui dan hanya dapat menggunakan program presentasi (PowerPoint) dan

beberapa program pemutar video (Winamp, Media Player, dll) untuk

pembelajaran. Oleh karena itu guru hanya dapat menggunakan metode demonstrasi dan ceramah. Selain itu, penggunaan TIK juga dipengaruhi oleh fasilitas terutama LCD dan juga alokasi waktu pembelajaran yang terbatas. Guru

100%

ya tidak ceramah demonstrasi studi kasus tanya jawab lainnya

P

Grafik Persentase Penggunaan TIK dalam PBM oleh Guru

Grup A

(16)

10

yang menggunakan metode diskusi atau tugas kelompok kepada siswa terhambat oleh rusaknya LCD yang membuat siswa tidak dapat mempresentasikan hasil kerja mereka menggunakan LCD. Tidak adanya komputer di setiap kelas membuat siswa menggunakan laptop sendiri sehingga akan memakan waktu yang lama untuk mempersiapkan materi yang akan dipresentasikan siswa. Dari data tersebut terlihat bahwa sekolah mengalami kendala dari segi pengetahuan guru mengenai variasi metode pembelajaran jika harus menggunakan TIK dan juga adanya kendala dari segi fasilitas, yaitu kerusakan LCD dan tidak adanya komputer di setiap ruang kelas. Oleh karena itu selain memberikan pelatihan, sekolah perlu memberikan alternatif metode pembelajaran menggunakan TIK,

serta memberikan beberapa software pembelajaran khusus untuk tiap mata

pelajaran sehingga guru dapat mengembangkan variasi metode pembelajaran

yang lebih bersifat learner-centered dengan software yang lebih bervariasi. Selain

sekolah, pemerintah juga seharusnya memberikan bantuan kepada setiap sekolah untuk menambah jumlah komputer sehingga setiap ruang kelas setidaknya dapat memiliki satu buah komputer untuk menunjang pembelajaran.

Untuk mengetahui penggunaan TIK oleh guru dalam pembelajaran secara lebih rinci, penggunaan TIK dibagi menjadi tiga kategori, yaitu penggunaan

hardware, software dan internet. Akan tetapi sebelum membahas penggunaan TIK oleh guru terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai maksud dari intensitas sering, jarang dan tidak pernah yang ada pada beberapa grafik. Maksud dari intensitas sering adalah intensitas penggunaan TIK oleh responden yang hampir setiap hari atau setiap pertemuan menggunakan TIK untuk pembelajaran, baik itu untuk merencanakan pembelajaran maupun dalam proses pembelajaran di kelas. Sedangkan yang dimaksud intensitas jarang adalah intensitas yang menunjukkan responden yang sesekali atau bahkan hampir tidak pernah menggunakan perangkat TIK untuk merencanakan pembelajaran ataupun saat pembelajaran. Intensitas tidak pernah menunjukkan bahwa guru sama sekali tidak pernah menggunakan TIK untuk pembelajaran.

Gambar 4 Grafik Penggunaan hardware oleh Guru

Dalam proses pembelajarannya sebagian besar guru menggunakan LCD untuk menampilkan materi dalam bentuk presentasi dan menayangkan video

pembelajaran atau mendemonstrasikan pembelajaran menggunakan software

pembelajaran. Gambar 4 terlihat bahwa pengguna LCD grup B lebih sedikit

Grafik Persentase intensitas Penggunaan hardware oleh Guru

(17)

11

Data yang didapat dari angket diketahui bahwa banyak guru dari grup B yang mengeluhkan kerusakan pada LCD sehingga guru tidak dapat menggunakannya saat pembelajaran berlangsung.

Printer sering digunakan guru untuk mencetak perangkat pembelajaran, seperti RPP dan absensi siswa. Ada pula beberapa guru yang menggunakannya

untuk mencetak lembar kerja. Sedangkan scanner digunakan untuk men-scan

gambar untuk dijadikan soal ulangan atau soal tes. Saat ini tidak banyak guru yang menggunakan kedua alat ini untuk membuat bahan ajar, hal ini dikarenakan guru telah banyak yang menggunakan internet untuk mencari bahan ajar.

TV dapat menjadi alternatif media pembelajaran menggantikan LCD, penggunanya pun cukup banyak. Di grup A guru yang menggunakan TV lebih banyak dari yang tidak menggunakan. Sebaliknya di grup B jumlah penggunanya lebih sedikit dari yang tidak menggunakan. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan TV di sekolah karena grup B masing-masing sekolah hanya memiliki 2 unit TV.

Akan tetapi guru yang menggunakan TV dalam proses belajar mengajar jumlahnya sangat sedikit hanya sebanyak 7% untuk grup A dan 3% untuk grup B. Hal ini dikarenakan letak TV yang kurang strategis. Beberapa sekolah memasang TV di ruang guru atau ruang tunggu tamu, bukannya di ruang-ruang pembelajaran. Selain itu TV sekolah juga kurang memberikan tayangan edukatif kepada siswa. Sekolah hanya dapat mengakses beberapa tayangan edukatif dari satu/dua stasiun TV. Oleh karena itu pemerintah seharusnya dapat menyediakan dan memperbanyak saluran TV yang khusus berisi tayangan edukasi dengan

channel yang dapat diakses oleh seluruh sekolah.

Gambar 4 menunjukkan bahwa pengguna hardware di grup A dengan

intensitas sering jumlahnya lebih banyak dari grup B. Hal tersebut dipengaruhi

oleh ketersediaan hardware di sekolah. Grup A memiliki hardware dengan

jumlah banyak dan dapat digunakan dengan baik sedangkan grup B memiliki

hardware yang cukup banyak akan tetapi banyak pula yang tidak bisa digunakan, seperti LCD proyektor. Sekolah mempunyai program untuk memasang LCD di setiap ruang kelas, akan tetapi masih ada ruang kelas di grup B yang belum terpasang LCD. Selain itu LCD juga banyak yang rusak dan tidak bisa dipakai.

Penggunaan komputer perlu didukung oleh penggunaan software.

Software yang sering digunakan guru untuk proses belajar mengajar adalah

Ms.PowerPoint, multimedia dan Ms. Word. Gambar 5 merupakan grafik yang

menunjukkan penggunaan software oleh guru.

Gambar 5 Grafik Penggunaan software oleh Guru 74%

Intensitas Ms. Power Point Penggunaan Ms. PowerPoint

Grafik Persentase Penggunaan Software oleh Guru Grup A

(18)

12

Gambar 5 menunjukkan bahwa guru di grup A lebih sering menggunakan

Ms. PowerPoint dibanding dengan grup B. Guru masih banyak yang jarang atau

tidak pernah menggunakan Ms. PowerPoint karena dipengaruhi oleh ketersediaan

LCD di sekolah. Guru merasa Ms. PowerPoint merupakan software yang berguna

untuk menunjang PBM akan tetapi kurangnya fasilitas di sekolah menyebabkan

guru jarang menggunakan Ms. PowerPoint dalam pembelajaran.

Dari gambar 5 terlihat bahwa guru banyak yang menggunakan Ms.

PowerPoint untuk presentasi materi, tetapi sangat sedikit yang menggunakannya untuk membuat materi. Hal ini dikarenakan kurangnya keterampilan guru untuk

membuat materi menggunakan Ms. PowerPoint. Sebagian guru menyatakan

belum bisa menggunakan Ms. PowerPoint karena hanya mampu mengoperasikan

software pengolah kata dan pengolah angka saja.

Selain menggunakan Ms. Powerpoint banyak pula guru yang

menggunakan Ms. Word untuk menunjang pembelajaran. Mayoritas guru

menggunakan Ms. Word untuk membuat perangkat pembelajaran, seperti RPP,

silabus, soal, dan juga bahan ajar atau lembar kerja siswa. Selain itu ada beberapa

guru yang menggunakan Ms. Word dalam pembelajaran. Guru tersebut

memanfaatkan Ms. Word untuk menayangkan materi atau untuk menjelaskan

materi sebagai pengganti papan tulis.

Guru juga menggunakan multimedia untuk mendukung PBM. Akan tetapi penggunaan multimedia sebatas untuk menampilkan media pembelajaran berupa

video menggunakan Media Player, Winamp, dan sejenisnya. Hanya 7% guru di

grup A yang menggunakan multimedia untuk membuat media pembelajaran.

Guru tersebut membuat media pembelajaran menggunakan Adobe Flash.

Berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara diketahui bahwa guru kurang memiliki waktu luang untuk membuat media pembelajaran sendiri.

Penggunaan software oleh guru saat ini sebatas untuk menampilkan media

pembelajaran yang telah jadi atau tanpa membuat sendiri, baik berupa media presentasi maupun video. Hal ini disebabkan oleh kurangnya keterampilan yang dimiliki guru. Oleh karena itu guru akan mencari media pembelajaran dari internet atau dari rekan sesama guru melalui e-mail atau sosial media. Sekolah sebenarnya telah memberikan pelatihan kepada guru yang diantaranya melatih

guru membuat media pembelajaran menggunakan video editor dan aplikasi flash

akan tetapi pelatihan tersebut tidak berjalan lama dan kini sudah tidak ada lagi. Saat program pelatihan masih ada, guru kurang memiliki waktu luang dan enggan mengembangkan kemampuan secara mandiri di rumah, sehingga guru tidak dapat menggunakan aplikasi tersebut dengan baik dan saat ini guru tidak dapat lagi menggunakan karena sudah lupa cara menggunakannya. Dari permasalahan tersebut sekolah seharusnya memberikan pelatihan kepada guru secara bertahap dan terus-menerus atau konsisten sehingga keterampilan profesional guru benar-benar meningkat. Sekolah juga perlu memberi pengarahan kepada guru agar dapat memaksimalkan dan mengaplikasikan keterampilan penggunaan TIK untuk pembelajaran secara efektif.

(19)

13

bahwa pengguna internet grup A lebih banyak dari grup B. Hal ini dikarenakan keadaan jaringan internet sekolah B yang kurang mendukung. Grup A menyediakan banyak titik hotspot yang dapat digunakan oleh siswa maupun guru untuk mengakses internet. Sedangkan grup B hanya menyediakan beberapa titik hotspot yang lebih diutamakan untuk menunjang tugas administrasi guru dan karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan internet dipengaruhi oleh ketersediaan jaringan internet sekolah. Sekolah yang memiliki jaringan internet yang luas dapat menggunakan internet untuk berbagai keperluan, sedangkan sekolah yang memiliki jaringan internet yang kurang luas akan menghambat penggunaan internet sebagai media belajar.

Gambar 6 Grafik Penggunaan Internet oleh Guru

Gambar 6 menunjukkan bahwa internet banyak digunakan untuk mencari bahan ajar. Banyaknya guru yang menggunakan internet untuk mencari bahan ajar dikarenakan guru sering kali membutuhkan bahan materi lain selain yang tersedia di buku dan internet dianggap sebagai media yang paling mudah dipakai

guru untuk mencari bahan ajar. Guru seringkali memanfaatkan e-mail dan sosial

media untuk bertukar bahan ajar kepada rekan sesama guru dari sekolah lain.

E-mail dan sosial media banyak digunakan karena keduanya menjadi media yang paling efektif untuk mendapat bahan ajar dari guru lain.

Guru juga mulai memanfaatkan e-mail dan sosial media untuk

pembelajaran. E-mail digunakan guru sebagai media pengiriman tugas atau

pekerjaan rumah (PR) dari siswa. Sosial media digunakan untuk memberikan informasi dan pengumuman kepada siswa. Data yang didapat dari penelitian

menunjukkan bahwa lebih dari 80% siswa telah memiliki akun e-mail dan hampir

seluruhnya menggunakan sosial media. Lebih dari 50% guru juga telah memiliki

kemampuan untuk menggunakan e-mail dan sosial media. Untuk itu guru mulai

memanfaatkan e-mail dan sosial media untuk keperluan pembelajaran.

Sosial media yang sering digunakan siswa dan guru adalah Facebook.

Selain digunakan untuk memberi informasi dan pengumuman, Facebook lebih

banyak digunakan sebagai media komunikasi antara siswa dan guru. Guru memberikan kesempatan kepada seluruh siswa yang ingin bertanya atau

berkonsultasi mengenai pembelajaran melalui Facebook. Menurut beberapa guru,

hal ini dikarenakan ada sebagian siswa yang merasa malu jika harus bertanya

Grafik Persentase Penggunaan Internet oleh Guru

Grup A

(20)

14

tersebut berada di kantor. Oleh karena itu Facebook digunakan sebagai alternatif

media konsultasi siswa kepada guru.

Dari data tersebut terlihat bahwa guru sudah mulai menerapkan keterampilan menggunakan internet. Akan tetapi banyak guru yang memanfaatkan internet hanya untuk mencari bahan ajar. Nampaknya masih banyak guru yang belum memiliki keterampilan untuk menggunakan internet sebagai media pembelajaran. Untuk itu sekolah perlu memberi pengarahan kepada guru untuk lebih mengoptimalkan penggunaan internet sebagai media pembelajaran. Karena internet dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan

pembelajaran jarak jauh (distance learning).

Diantara berbagai perangkat TIK tersebut, ada beberapa perangkat yang

dianggap paling bermanfaat oleh guru. Mayoritas guru menganggap Ms.Office

merupakan aplikasi yang paling bermanfaat untuk digunakan karena Ms.Office

selalu berkaitan dengan tugas mengajar khususnya untuk membuat administrasi pembelajaran, seperti membuat RPP, membuat soal, menghitung nilai, dll. Selain

itu beberapa guru juga beranggapan bahwa Ms.Office dapat menunjang kegiatan

belajar mengajar dan mempermudah presentasi.

Ms. Word merupakan pilihan terbanyak sebagai aplikasi yang paling

bermanfaat karena banyak guru yang berpendapat bahwa Ms. Word merupakan

aplikasi yang paling mudah digunakan. Selain Ms. Office beberapa guru

menganggap internet bermanfaat untuk menunjang pembelajaran karena guru dapat memperoleh banyak informasi dari internet, diantaranya adalah untuk mencari materi/bahan ajar. Selain itu beberapa guru lain menganggap multimedia paling bermanfaat untuk menunjang pembelajaran karena dapat memudahkan pembelajaran dan meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan melalui penayangan video atau sebagai alat demonstrasi. Beberapa guru

lain menganggap software pembelajaran merupakan aplikasi yang bermanfaat

untuk dijadikan media pembelajaran.

Selain guru, siswa juga terlibat dengan penggunaan TIK dalam pembelajaran. Dari data yang diperoleh, seluruh siswa yang diteliti telah memiliki keterampilan menggunakan TIK walaupun tidak semua siswa mempunyai komputer di rumah. Hal tersebut dikarenakan siswa yang diteliti masih mendapatkan pelajaran TIK di sekolah, jadi siswa yang tidak mempunyai komputer di rumah tetap bisa belajar menggunakan TIK di sekolah. Gambar 7 adalah grafik yang menunjukkan penggunaan perangkat TIK yang biasa digunakan siswa dalam pembelajaran.

Gambar 7 Grafik Penggunaan TIK oleh Siswa 11%

sering jarang tidak pernah sering jarang tidak pernah sering jarang tidak pernah

LCD Ms.Word internet

Grafik Persentase Penggunaan TIK oleh Siswa

(21)

15

Dari data yang ditunjukkan gambar 7, mayoritas siswa jarang menggunakan LCD dan bahkan ada siswa yang tidak pernah menggunakan LCD. Menurut beberapa siswa, LCD di sekolah lebih sering digunakan guru untuk mempresentasikan materi pembelajaran. Dalam proses pembelajarannya beberapa guru memberikan tugas kepada siswa untuk didiskusikan secara kelompok, akan tetapi jarang sekali yang mengharuskan siswa mempresentasikan hasil diskusi

menggunakan LCD. Siswa lebih sering menggunakan Ms. Word dan internet

dalam pembelajaran. Ms. Word dan internet biasa digunakan siswa untuk

mengerjakan tugas rumah yang diberikan oleh guru. Guru memberikan tugas kepada siswa dan dikumpulkan dalam bentuk makalah yang harus diketik rapi.

Jika dilihat pada gambar 7 terlihat bahwa hampir seluruh siswa bisa dan sering menggunakan internet. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh guru untuk memberikan variasi metode pembelajaran dengan memanfaatkan internet. Akan tetapi untuk memberikan pembelajaran melalui internet terlebih dulu guru harus memiliki keterampilan yang baik menggunakan internet agar pembelajaran dapat berjalan dengan efektif. Sekolah juga harus menyiapkan akses internet yang baik kepada siswa dan guru untuk mendukung proses belajar mengajar. Selain itu

sekolah dapat memberikan akses pembelajaran elektronik (e-learning) agar

pembelajaran melalui internet dapat terorganisir dengan baik.

Sekolah telah memberikan kebebasan kepada guru untuk menggunakan fasilitas TIK sekolah agar pembelajaran dapat berjalan dengan efektif. Akan tetapi sekolah masih memiliki banyak kekurangan baik dari fasilitas maupun keterampilan guru. Kurangnya fasilitas TIK dari segi jumlah dan perawatan serta kemampuan guru yang perlu dikembangkan agar dapat menggunakan TIK dalam pelajaran secara kreatif dan inovatif membutuhkan dana yang tidak sedikit. Untuk itu sekolah memerlukan donatur untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Akan tetapi dalam rangka mewujudkan program sekolah gratis, Dinas Pendidikan (Diknas) setempat melarang sekolah meminta pungutan dana dari orangtua siswa. Seluruh biaya operasional sekolah dibantu Diknas melalui dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), namun jumlah dana BOS tidaklah banyak. Menurut salah satu kepala sekolah, dana BOS tersebut hanya dapat digunakan untuk membeli seperangkat atau maksimal dua perangkat komputer saja. Kurangnya sumber dana di sekolah mengakibatkan sekolah tidak dapat melakukan pengadaan atau pembaharuan perangkat TIK dan bahkan tidak dapat melakukan perawatan secara periodik. Bahkan beberapa koordinator guru TIK menyatakan bahwa sekolah tidak memberikan dana khusus untuk melakukan perawatan komputer. Jika ada

komputer yang rusak maka guru tersebut menggunakan sistem “kanibal” untuk

memperbaikinya. Sistem “kanibal” tersebut maksudnya adalah mencopot bagian

(22)

16

pembelajaran. Akan tetapi di grup B tidak mengadakan kegiatan ekstrakurikuler tersebut karena keadaan lab komputer yang tidak memadai.

Pengintegrasian TIK dalam pembelajaran sebenarnya sudah dicanangkan pimpinan sekolah sebelum adanya Kurikulum 2013 (K-13). Dari hasil wawancara, sekolah mulai melakukan pengadaan perangkat TIK sejak lama sebelum adanya K-13. Akan tetapi tidak semua guru mampu mengintegrasikan TIK dalam pembelajaran. Ketidakmampuan guru dipengaruhi oleh kemauan dan keterampilan yang dimiliki. Pengintegrasikan TIK dalam pembelajaran dapat dilihat pada gambar 8 dan 9.

Gambar 8 Grafik Integrasi TIK dalam Mata pelajaran di Grup A

Dari angket yang dibagikan kepada siswa, didapat informasi mengenai pengintegrasian matepelajaran di sekolahnya. Mata pelajaran di grup A yang telah mengintegrasikan TIK dalam pembelajaran adalah Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, PPKN, Agama, Bahasa Inggris, dan Seni Budaya. Selain itu ada beberapa responden yang menyatakan pelajaran Olahraga telah mengintegrasikan TIK. Data yang ditunjukkan dari grafik terlihat bahwa seluruh mata pelajaran telah menggunakan TIK untuk presentasi, hal ini dikarenakan perangkat TIK yang dimiliki grup A jumlahnya telah mencukupi dan dapat digunakan dengan baik.

Gambar 9 Grafik Integrasi TIK dalam Mata pelajaran di Grup B

Gambar 9 menunjukkan bahwa seluruh mata pelajaran telah mengintegrasikan TIK dalam pembelajaran. Akan tetapi pengintegrasian tersebut lebih banyak digunakan untuk mencari materi pelajaran dan mengerjakan tugas atau tes yang biasanya berupa tugas rumah untuk siswa. Sedikit sekali responden

22%

IPA IPS PPKN Agama Bhs. Inggris Seni Budaya

P

IK Grafik Persentase Penggunaan TIK pada Mata Pelajaran di Grup A

Presentasi Mencari materi pelajaran Mengerjakan tugas/tes Tanpa TIK

0% 0% 0%

IPA IPS PPKN Agama Bhs. Inggris Seni Budaya

P

Grafik Persentase Penggunaan TIK pada Mata Pelajaran di Grup A

(23)

17

yang menyatakan penggunaan TIK untuk presentasi. Mata pelajaran yang menggunakan TIK untuk presentasi hanyalah beberapa mata pelajaran, itu pun dengan jumlah responden kurang dari 25%. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan perangkat TIK terutama LCD sekolah. Ada beberapa ruang kelas di grup B yang belum terpasang LCD dan banyak pula LCD yang mengalami kerusakan. Oleh karena itu, dalam pengintegrasian TIK guru cukup menggunakan TIK untuk memberikan tugas rumah kepada siswa. Menurut salah satu guru yang diwawancara, pengintegrasian TIK tidak harus menggunakan TIK pada saat proses belajar mengajar saja tetapi memberikan tugas kepada siswa juga merupakan pengintegrasian TIK dalam pembelajaran. Tugas yang dimaksud adalah memberikan soal kepada siswa untuk dicari jawabannya melalui internet lalu jawaban tersebut diketik rapi menggunakan komputer sebelum dikumpulkan. Gambar 8 dan 9 menunjukkan bahwa mata pelajaran yang tidak menggunakan TIK paling banyak adalah matematika. Hal ini dikarenakan kurangnya media pembelajaran elektronik mapel matematika di sekolah. Selain itu guru matematika kurang bisa membuat variasi pembelajaran menggunakan TIK karena guru lebih nyaman menggunakan media papan tulis untuk mengajar. Mata pelajaran yang paling banyak menggunakan TIK untuk presentasi adalah IPS dan PPKN. Menurut guru pengampunya hal tersebut dikarenakan penggunaan TIK sebagai media pembelajaran membuat siswa lebih tertarik dan lebih dapat memahami materi pelajaran. Mata pelajaran IPA juga telah banyak menggunakan TIK dalam pembelajaran, yaitu untuk mencari materi pelajaran. Ini dikarenakan guru merasa penggunaan TIK memang penting untuk mendukung

PBM, akan tetapi guru kurang menguasai software untuk mengajar sehingga guru

hanya memberikan tugas kepada siswa untuk mencari materi pelajaran dari internet.

Ketersediaan fasilitas mempengaruhi pengintegrasian TIK dalam pembelajaran. Perbedaannya terlihat pada kedua gambar 8 dan 9, grup A yang memiliki fasilitas lengkap dan baik dapat mengintegrasikan TIK dengan baik, sedangkan grup B yang terkendala dengan fasilitas TIK tidak dapat mengintegrasikan TIK dengan baik. Oleh karena pentingnya fasilitas untuk mengintengrasikan TIK dalam pembelajaran, maka sekolah perlu memperhatikan kelengkapan dan kondisi perangkat TIK. Selain itu sekolah juga perlu meningkatkan keterampilan profesional guru agar guru dapat menggunakan TIK dalam pembelajaran dengan lebih variatif.

Dari seluruh penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah dan kualitas perangkat TIK yang dimiliki sekolah sangat berpengaruh terhadap penggunaan TIK dalam menunjang pembelajaran di sekolah. Sekolah yang mempunyai perangkat TIK yang cukup dan dengan kondisi baik atau dapat digunakan, maka sekolah tersebut dapat mengintegrasikan TIK dalam pembelajaran dengan baik pula. Begitu juga sebaliknya, sekolah yang memiliki perangkat TIK yang kurang memadai dan dengan kondisi yang kurang baik atau sering mengalami kerusakan, maka sekolah tersebut akan terhambat saat akan mengintegrasikan TIK dalam pembelajaran.

Perangkat TIK yang dimiliki sekolah sudah cukup bervariasi, mulai dari

(24)

18

sekolah yang perangkat TIK-nya belum cukup untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran, misalnya jumlah LCD yang belum cukup, komputer yang masih minim, internet yang jaringannya kurang luas dan lain sebagainya. Sekolah sendiri mengalami kesulitan dalam mendanai pengadaan, perawatan maupun pembaharuan perangkat TIK karena terhambat oleh peraturan dari diknas setempat. Dalam rangka mewujudkan sekolah gratis diknas melarang sekolah untuk memungut biaya dari orangtua siswa. Oleh karena itu diperlukan peran pemerintah dalam upaya pengadaan, perawatan, maupun pembaharuan perangkat TIK di sekolah.

Sekolah telah mempersiapkan guru agar memiliki keterampilan menggunakan TIK sehingga dapat mengintegrasikan TIK ke dalam mata pelajaran yang diampunya. Akan tetapi dalam prakteknya guru belum memiliki keterampilan yang baik untuk menggunakan TIK. Guru mengalami kesulitan dalam membuat variasi metode pembelajaran jika menggunakan TIK. Proses

pembelajarannya sendiri masih bersifat teacher-centered (berpusat pada guru).

Guru bahkan menganggap pengintegrasian TIK tidak harus menggunakan TIK dalam proses belajar mengajar di kelas, tetapi cukup dengan memberikan tugas rumah kepada siswa. Tugas yang dimaksud adalah mencari informasi dari internet yang kemudian diketik rapi menggunakan komputer. Tidak sedikit guru yang mengalami kesulitan dalam hal penggunaan TIK untuk pembelajaran, diantaranya dipengaruhi oleh keadaan LCD yang rusak dan mati, keterampilan yang kurang memadai, alokasi waktu pembelajaran yang kurang, dan lain sebagainya.

UNESCO telah membagi beberapa tahapan pengintegrasian TIK dalam

pembelajaran. Tahapan tersebut antara lain emerging, applying, infusing, dan

transforming. Tabel 6 merupakan tahapan pengintegrasian TIK di grup A dan grup B menurut tahapan pengintegrasian TIK yang dikemukakan UNESCO.

Tabel 4 Pengintegrasian TIK dalam Pembelajaran Menurut UNESCO

Fasilitas &

Sumber Daya Pedagogi

Pengembangan Kemampuan staff

Perencanaan

dan kebijakan Kurikulum

Grup A infusing applying applying applying applying

Grup B applying emerging applying applying applying

Berdasarkan tahapan penggunaan TIK yang dikemukakan UNESCO, jika dilihat dari ketersediaan infrastruktur TIK maka grup A telah mencapai tahap

infusing. Hal ini dikarenakan grup A mempunyai perangkat TIK yang cukup lengkap dan dapat digunakan dengan baik, beberapa titik hotspot yang dapat digunakan siswa dan guru di beberapa sudut sekolah dan LCD yang cukup untuk digunakan guru dalam pembelajaran serta perbandingan komputer dan siswa kurang lebih 15 anak per komputer. Dilihat dari pedagogi pembelajarannya telah

berada pada tahap applying karena masih banyak guru yang menggunakan

metode yang bersifat teacher-centered dan TIK menjadi mapel terpisah baik

untuk kelas 7,8 yang telah menerapkan kurikulum 2013 maupun kelas 9 yang menerapkan kurikulum KTSP. Dilihat dari pengembangan kemampuan telah

mencapai tahap applying karena guru menggunakan perangkat TIK berdasarkan

kemampuan sendiri dan masih ada guru yang memerlukan pelatihan. Dilihat dari

(25)

19

perencanaan masih terbatas dan pengembangannya masih dipimpin oleh spesialis.

Dilihat dari pemahaman kurikulum telah mencapai tahap applying karena TIK

dijadikan sumber daya untuk belajar yang disediakan oleh sekolah dan guru mengembangkan pembelajaran dengan menggunakan TIK dalam pembelajaran, akan tetapi kemampuan guru masih terbatas. Dari data tersebut dapat disimpulkan

bahwa grup A mencapai tahap antara applying menuju infusing.

Sedangkan untuk grup B, jika dilihat dari ketersediaan infrastruktur TIK maka grup B berada pada tahap applying. Hal ini dikarenakan grup B memiliki perangkat TIK yang jumlahnya terbatas, titik hotspot yang lebih diutamakan untuk guru dan karyawan dalam membantu tugas administrasi, serta perbandingan komputer dan siswa yang jumlahnya 30-an siswa untuk satu komputer. Dilihat dari pedagogi pembelajarannya masih berada pada tahap

emerging karena sebagian besar guru menggunakan TIK untuk mengerjakan tugas administrasi pembelajaran walaupun sudah ada beberapa yang menggunakan untuk pembelajaran di kelas, selain itu mapel TIK hanya diberikan kepada kelas 9 yang menerapkan kurikulum KTSP. Dilihat dari pengembangan

kemampuan telah mencapai tahap applying karena guru menggunakan perangkat

TIK berdasarkan kemampuan sendiri dan masih banyak guru yang memerlukan pelatihan. Dilihat dari rencana pengembangan dan kebijakan telah mencapai

tahap applying karena penggunaan TIK masih dibatasi oleh perangkat TIK yang

dimiliki sekolah. Dilihat dari pemahaman kurikulum telah mencapai tahap

applying karena TIK dijadikan sumber daya untuk belajar yang disediakan oleh sekolah dan guru mengembangkan pembelajaran dengan menggunakan TIK dalam pembelajaran, akan tetapi kemampuan guru masih terbatas. Dari data

diatas dapat disimpulkan bahwa grup B berada pada tahap emerging menuju

applying.

5. Simpulan

Hasil penelitian mengenai analisis penggunaan TIK dalam proses belajar mengajar SMP Negeri di Salatiga menunjukkan bahwa sekolah memiliki fasilitas perangkat TIK yang berbeda-beda. Sekolah dengan fasilitas yang termasuk dalam

kategori infusing dapat menggunakan TIK dalam pembelajaran dengan baik,

sedangkan sekolah dengan fasilitas yang termasuk dalam kategori applying masih

belum bisa memanfaatkan TIK dengan baik karena terhambat oleh kurangnya fasilitas yang dimiliki. Selain dipengaruhi oleh fasilitas, penggunaan TIK juga dipengaruhi oleh keterampilan guru, akan tetapi belum sepenuhnya guru mempunyai keterampilan TIK yang baik untuk pembelajaran, sehingga penggunaannya pun belum maksimal. Selain itu pendanaan dari sekolah terhambat oleh peraturan dari diknas setempat, yaitu dengan adanya larangan sekolah memungut dana dari orang tua siswa. Pada tahapan UNESCO, sekolah

berada pada tahapan yang berbeda-beda. Grup A berada pada tahap applying

menuju infusing, sedangkan grup B berada pada tahap emerging menuju

applying.

(26)

20

itu diharapkan penelitian selanjutnya dapat mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan keadaan di sekolah (dilihat dari kemampuan guru, fasilitas TIK di sekolah dan alokasi waktu pembelajaran) dengan pembelajaran yang lebih

bersifat learner-centered dan mengembangkan pembelajaran jarak jauh (distance

learning).

6. Daftar pustaka

[1] Suprayitno, Totok (2011). Panduan Implementasi Pembelajaran Berbasis TIK di SMA. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

[2] UNESCO. (2009). Guide to Measuring Information and Communication Technologies (ICT) in Education. UNESCO. Diakses 6 Juni 2014, dari http://unesdoc.unesco.org/images/0018/001865/186547e.pdf.

[3] Sumintono, Bambang, Setiawan Agung Wibowo, Nora Mislan, Dkk. 2012. Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pengajaran: Survei pada Guru-guru Sains SMP di Indonesia. Jurnal Pengajaran MIPA.

Vol 17, No 1, pp. 122-131

[4] Munir. (2009, Desember). Kontribusi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Pendidikan di Era Globalisasi Pendidikan Indonesia. Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Vol 2, No 2, pp. 1-4

[5] UNESCO. (2003). Developing and Using Indicators of ICT Use in Education. UNESCO. Diakses 13 Mei 2014, dari http://unesdoc.unesco.org/images/0013/001311/131124e.pdf

[6] Hakim, Thursan. (2005). Belajar Secara Efektif. Jakarta: Puspa Swara

[7] UNESCO. (2002). Information and Communication Technology in Education A Curriculum for Schools and Programme of Teacher Development. UNESCO. Diakses 6 Juni 2014, dari http://unesdoc.unesco.org/images/0012/001295/129538e.pdf

[8] Nazir, Moh. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

[9] Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitiaan Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta

[10] Oates, Briony J. (2006). Researching Information System and Computing.

SAGE. Diakses 16 Mei 2014 dari http://www.uk.sagepub.com/upm-data/9811_037126intro.pdf

[11] Moleong, Lexy J. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi.

Gambar

Gambar 1  Tahapan Integrasi TIK dalam Pendidikan Menurut UNESCO
Grafik Persentase Penggunaan TIK dalam PBM oleh Guru
Gambar 4 Grafik Penggunaan hardware oleh Guru
Grafik Persentase Penggunaan Software oleh Guru
+4

Referensi

Dokumen terkait

Tema yang diangkat pada artikel terkait dengan pendidikan matematika (di sekolah), baik proses pembelajaran, materi ajar (matematika sekolah), media pembelajaran (ICT,

Metode deskriptif adalah suatu metode yang memusatkan diri pada masalah-masalah yang ada pada masa sekarang dan masalah-masalah yang aktual dengan cara data yang

Kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah menyangkut perilaku bank sentral dalam penawaran uang dan pengaturan uang yang beredar pada suatu negara yang bertujuan untuk mencapai

penggunaan bahasa untuk menyatakan pengaduan pada konteks budaya Indonesia. Dengan memahami langkah retorika serta fitur kebahasaan dalam

Bank Sentral bertugas untuk melaksanakan fungsi-fungsi Pemerintah dalam bidang Ekonomi dan Moneter, karena bank Sentral adalah juga bagian dari Pemerintah dan

Dengan demikian, Perangkat Pembelajaran Berbasis Multimedia pada Materi Menulis Teks Prosedur yang dikembangkan telah valid, praktis, dan efektif dan dapat

Salah satu tindakan manajemen lalu lintas yang diterapkan dalam rangka memisahkan arus lalu lintas yang berlawanan arah pada ruas jalan dengan volume lalu lintas

Setelah mendapatkan hasil dari beberapa uji di atas, penulis dapat memberikan argumentasi bahwa alur transmisi moneter melalui jalur harga aset syariah (yang