• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kejahatan Illicit Drug Trafficking Jalur Perbatasan Darat Negara Republik Indonesia Papua New Guinea: Sudi Kasus Keamanan Perbatasan di Kota Jayapura, Provinsi Papua T1 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kejahatan Illicit Drug Trafficking Jalur Perbatasan Darat Negara Republik Indonesia Papua New Guinea: Sudi Kasus Keamanan Perbatasan di Kota Jayapura, Provinsi Papua T1 BAB IV"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

KONDISI UMUM WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA-PAPUA NEW GUINEA

Provinsi Papua merupakan satu dari tiga daerah di Indonesia yang berbatasan

langsung dengan negara tetangga, yaitu negara Papua New Guinea. Seperti yang sudah

dijabarkan peneliti pada bab sebelumnya, ada terdapat lima daerah di Provinsi Papua yang

berbatasan langsung melalui jalur darat dengan negara lain, yaitu Papua New Guinea. Namun

yang menjadi fokus penelitian peneliti adalah perbatasan darat yang berada di Kota Jayapura.

Provinsi Papua merupakan satu dari tiga daerah di Indonesia yang berbatasan

langsung dengan negara tetangga, yaitu negara Papua New Guinea. Seperti yang sudah

dijabarkan peneliti pada bab sebelumnya, ada terdapat lima daerah di Provinsi Papua yang

berbatasan langsung melalui jalur darat dengan negara lain, yaitu Papua New Guinea. Namun

yang menjadi fokus penelitian peneliti adalah perbatasan darat yang berada di Kota Jayapura.

Berbeda dengan halnya wilayah perbatasan lainnya yang ada di Indonesia, wilayah

perbatasan Indonesia di Provinsi Papua terlebih khusus di Kota Jayapura yang berbatasan

dengan negara PNG merupakan suatau daerah perbatasan bisa dibilang tingkat

pembangunannya sudah cukup baik. Hal ini disebabkan karena adanya perhatian khusus yang

diberikan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat terkait pembangunan di daerah

wilayah perbatasan sebagai beranda atau halaman depan dari sebuah negara. Namun tidak

bisa dipungkiri juga bahwa, masih banyak kendala-kendala yang dihadapi oleh pemerintah

daerah maupun pemerintah pusat dalam pembangunan daearah wilayah perbatasan.

Kendala-kendalanya antara lain, pembangunan ekonomi masyarakat daerah wilayah perbatasan, sarana

transportasi, ketersediaan air bersih, ketersedian jaringan listrik dan komunikasi (jaringan

telepon dan internet), masih banyak terjadinya kasus penyelundupan narkoba, pelintas batas

illegal dan lain sebagainya. Hal ini tentu saja harus segera di tuntaskan, karena dapat kita

pahami bahwa wilayah perbatasan darat di Kota Jayapura memiliki posisi yang strategis

sebagai pintu gerbang utama dan sebagai benteng pertahanan terdepan sebuah negara bagi

terjaganya keutuhan kedaulatan negara. Apabila masalah ini tidak ditangani dengan baik dan

cepat, akan menimbulkan berbagai persoalan permasalahan tidak hanya bagi negara

(2)

III.1. Kondisi Geografis Dan Demografis

Provinsi Papua merupakan Provinsi yang terletak di wilayah paling timur dan

merupakan Provinsi ke 34 Republik Indonesia. Awalnya Provinsi ini bernama Irian Jaya,

yang artinya Ikut Republik Indonesia Anti-Netherland (IRIAN).1 Namun nama Provinsi ini

diganti menjadi Papua sesuai UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.

Kemudian pada tahun 2003 Provinsi Papua terbagi menjadi dua yaitu, Provinsi Papua dan

Provinsi Papua Barat. Provinsi Papua sendiri terdiri dari 28 Kabupaten dan satu Kotamadya

serta memiliki 255 kelompok suku asli yang mendiaminya.2 Dengan jumlah kelompok suku

asli yang begitu banyak di Papua, sudah tentu memiliki adat istiadat, budaya, dan bahasa

daerah yang berbeda antara satu suku dengan suku yang lainnya.

Luas wilayah Provinsi Papua adalah 317. 062 Km2. Jika dibandingkan dengan

wilayah Republik Indonesia, maka luas wilayah Provinsi Papua merupakan 19,33 persen dari

luas Negara Indonesia yang mencapai 1.890.754 Km2. Ini merupakan provinsi terluas di

Indonesia. Letak geografis Provinsi Papua adalah terletak diantara 1300 – 1410 Bujur Timur

dan 2025’Lintang Utara – 90 Lintang Selatan.3 Provinsi Papua sendiri berbatasan dengan;

sebelah Utara berbatasan dengan Samudera Pasifik, sebelah Selatan berbatasan dengan Laut

Arafura, sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Papua Barat, dan sebelah Timur

berbatasan dengan negara tetangga Papua New Guinea.

Secara umum jumlah penduduk di Provinsi Papua menurut data dari Badan Pusat

Statistik (BPS) Papua tahun 2015 adalah berjumlah 3.149.375 yang tersebar di 28 Kabupaten

dan 1 Kota (Jayapura).4 Sedangkan jumlah penduduk untuk Kota Jayapura menurut BPS

Papua adalah berjumlah 283.490 jiwa.5 Pada tahun 2010 menurut data dari situs resmi

Pemerintah Provinsi Papua, jumlah penduduk non Papua yang berada di Papua berjumlah

370.7246 jiwa yang tersebar di seluruh Kabupaten di Provinsi Papua. Sedangkan di Kota

Jayapura jumlah penduduk non Papua berjumlah 88.600 jiwa. Secara keseluruhan jumlah

penduduk yang ada di Provinsi Papua dapat dilihat pada table berikut.

1"Sekilas Papua" diakses dari Website Resmi Pemerintah Provinsi Papua, https://papua.go.id/view-detail-page-254/Sekilas-Papua-.html, pada tanggal 19 Desember 2016.

2 Ibid

3

Sumber: Sekretariat Provinsi Papua Biro Pemerintahan Kampung Provinsi Papua 4

Sumber: Situs Resmi Badan Pusat Statistik Provinsi Papua”,http://papua.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Prov insi-Papua-Dalam-Angka-2016.pdf, diakses pada tanggal 9Desember 2016.

5Ibid 6“Jumlah

(3)

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Tahun 2010-2015

KABUPATEN

Jumlah Penduduk (Jiwa)

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Merauke 195 716 201 798 205 881 209 980 213 484 216 585

Jayawijaya 196 085 198 978 201 094 203 085 204 112 206 320

Jayapura 111 943 114 509 116 475 118 179 119 383 121 410

Nabire 129 893 132 283 134 583 137 283 137 776 140 178

Kep. Yapen 82 951 85 010 86 628 88 187 89 994 91 404

Biak Numfor 126 798 130 089 132 392 135 080 135 831 139 171

Paniai 153 432 155 481 158 099 161 324 162 489 164 280

Puncak Jaya 101 148 104 896 107 802 112 010 113 280 115 310

Mimika 182 001 187 779 191 608 196 401 199 311 201 677

Boven Digoel 55 784 57 997 59 320 60 403 61 283 63 020

Mappi 81 658 84 413 86 419 88 006 89 790 91 876

Asmat 76 577 81 398 83 322 85 000 86 614 88 579

Yahukimo 164 512 168 706 171 608 175 086 178 193 181 326

Peg. Bintang 65 434 66 900 67 885 69 304 70 697 71 710

Tolikara 114 427 119 386 122 916 125 326 127 526 131 323

Sarmi 32 971 34 104 34 801 35 508 35 787 36 797

Keerom 48 536 49 884 50 703 51 772 53 002 53 694

Waropen 24 639 25 828 26 400 26 905 27 723 28 395

Supiori 15 874 16 318 16 714 16 976 17 288 18 186

Mambramo Raya 18 365 18 971 19 506 19 776 20 514 21 523

Nduga 79 053 82 099 84 288 85 894 92 530 94 173

Lanny Jaya 148 522 153 921 157 905 161 077 170 589 172 625

Mamberamo

Tengah

39 537 40 813 41 878 42 687 45 398 46 321

Yalimo 50 763 52 623 53 786 54 911 57 585 58 891

Puncak 93 218 96 180 98 020 99 926 101 515 103 624

Dogiyai 84 230 86 082 87 728 89 327 90 822 92 190

(4)

Deiyai 62 119 64 212 65 204 66 516 68 025 69 381

Kota Jayapura 256 709 262 797 268 301 272 544 275 694 283 490

Provinsi Papua 2 833 381 2 915 263 2 973 838 3 032 488 3 091 047 3 149 375

Sumber: BPS Provinsi Papua Tahun 2015

IV. 2. Sejarah Perbatasan Republik Indonesia-Papua New Guinea IV. 2.1. Perbatasan Darat

Perbatasan darat antara Indonesia dan PNG memiliki panjang 820 Km membentang

dari Skouw, Jayapura di sebelah Utara sampai muara sungai Bensbach, Merauke di sebelah

Selatan. Garis batas ini melintasi 5 Kabupaten di Provinsi Papua, yaitu Kabupaten Keroom,

Merauke, Boven Digoel, Pegunungan Bintang, dan Kota Jayapura.

Pemasangan batas RI dengan PNG di Provinsi Papua mengacu pada Perjanjian antara

Indonesia dan Australia mengenai Garis-Garis Batas Tertentu antara Indonesia dan Papua

New Guinea tanggal 12 Febuari 1973, yang diratifikasi dengan UU No. 6 Tahun 1973, serta

deklarasi bersama bersama Indonesia dan Papua New Guinea tahun 1989-1994. Koordinat

dan lokasi pilar batas darat dengan negara PNG tersebar dalam 52 titik pilar batas yang telah

disepakati dalam perjanjian RI-PNG pada 12 Febuari 1973.

Pemasangan tanda batas atau demarkasi batas RI-PNG sudah dimulai sejak tahun

1966, dimana hingga saat ini jumlah Tugu Utama yang tersedia berjumlah 55 buah,

sedangkan Tugu Perapatan berjumlah 1792 buah. Pengelolaan batas negara RI-PNG saat ini

ditangani dua lembaga yaitu Joint Border Committee (JBC) RI-PNG yang dikoordinasikan

oleh Kementerian Dalam Negeri, serta Sub Komisi Teknis Survei Penegasan dan Penetapan

Batas RI-PNG yang dikoordinasikan oleh Kementerian Pertahanan (BNPP Kota Jayapura,

2015).

IV. 2.2. Perbatasan Laut

Perbatasan Laut RI-PNG telah menyepakati batas territorial pada tanggal 12 Febuari

1973 dan disahkan melalui UU No. 6 Tahun 1973. Saat itu PNG tidak bertindak sendiri tetapi

diwakili oleh Australia selaku negara protektorat dari negara PNG. Selanjutnya pada tanggal

(5)

kontinen di Kawasan Samudera Pasifik. Perjanjian ini meneruskan garis batas maritime

antara Indonesia dan Australia tahun 1971. Kesepakatan ini disahkan pemberlakuannya

melalui Keppres No. 20/1982 yang juga sekaligus menentukan batas maritime ZEE bagi

Indonesia dan PNG (BNPP Kota Jayapura, 2015).

IV. 3. Perjanjian Antara Negara Republik Indonesia-Papua New Guinea

Pengaturan perbatasan RI-PNG didasarkan pada persetujuan dasar tentang perjanjian

perbatasan kedua negara (Basic Agreement on Border Arrangements Between The Republic

of Indonesia and The Republic of Papua New Guinea) pada tahun 1973, yang kemudian

diperbaharui tahun 2013.7 Kedua negara sepakat untuk menjadikan masalah lintas batas orang

dan barang dari dan ke wilayah perbatasan diatur bersama dalam sebuah perjanjian khusus.

Kawasan perbatasan terdiri dari Census Divisions di dalam Papua New Guinea dan

kampung-kampung perbatasan di dalam Republik Indonesia, dimana perbatasan merupakan

bagian dari Census Devisions dan kampung-kampung perbatasan tersebut.

Setiap negara akan tetap mengakui dan mengijinkan pergerakan yang dilakukan oleh

penduduk tradisional dan warga perbatasan yang merupakan warga negara dari

masing-masing negara yang karena kelahiran atau perkawinan tinggal di kawasan perbatasan untuk

melintas perbatasan yang terkait dengan kegiatan-kegiatan tradisional di dalam kawasan

perbatasan seperti hubungan sosial dan upacara-upacara termasuk perkawinan, berkebun,

berburu, pengumpulan dan penggunaan tanah lainnya, penangkapan ikan, dan penggunaan

perairan lainnya, perdagangan tradisional di perbatasan, olahraga, dan aktivitas-aktivitas

kebudayaan.

IV. 3.1. Pengaturan Khusus Kegiatan Lintas Batas Tradisional dan Kebiasaan antara RI-PNG Tahun 1990

Dasar pengaturan khusus tersebut adalah hubungan baik yang telah terjalin dilandasi

perjanjian saling menghormati persahabatan dan kerjasama kedua negara yang ditandatangani

tahun 1986. Daerah perbatasan RI: Desa-desa perbatasan dimana perbatasan RI-PNG yang

7

(6)

merupakan bagian dari batas negara, seperti persetujuan pengaturan perbatasan yang

ditandatangani tahun 1990. Daerah perbatasan PNG: Desa perbatasan dimana perbatasan

PNG-RI yang merupakan bagian dari batas negara seperti yang ditandatangani tahun 1990.

Kepentingan tradisional dan kebiasaan diatur berdasarkan pengaturan petugas

perbatasan kedua pihak yang telah diperluas dengan kegiatan sekolah, pertukaran olahraga

dan kebudayaan. Penduduk perbatasan: Seseorang yang karena kelahiran/perkawinan

memiliki hak tempat tinggal, hak tradisional dan kebiasaan dalam daerah perbatasan yang

telah ditentukan, tetapi tidak termasuk mereka yang mendapatkan hak penggunaan tanah atau

hak lain yang dianggap tradisional, berdasarkan UU Nasional atau melalui proses yang

bersifat tradisional.

Perdagangan perbatasan tradisional dan kebiasaan adalah perdagangan yang telah

dilaksanakan antar penduduk perbatasan dalam daerah perbatasan sejak dahulu kala dan

berkembang dalam beberapa tahun terakhir ini untuk memenuhi kebutuhan penduduk

perbatasan. Petugas perbatasan: Petugas yang diangkat untuk menjalankan tugas administrasi

perbatasan dan tugas pembangunan dan ditempatkan di pos perbatasan yang ditunjuk seperti

kesepakatan.

Pengaturan lintas batas tradisional dan kebiasaan warga yang berdiam di

masing-masing perbatasan dibebaskan keluar masuk daerah perbatasan yang berseberangan hanya

untuk keperluan tradisional dan kebiasaan yang dibuktikan dengan oleh mereka adalah

pemegang Kartu Lintas Batas (KLB) yang diterbitkan masing-masing pihak. Syarat

pengajuan pembuatan KLB antara lain:

• Laki-laki atau perempuan RI atau PNG yang lebih dari 18 tahun;

• Adalah warga perbatasan yang berada di daerah perbatasan yang berseberangan; • Masuk ke daerah perbatasan yang saling berbatasan untuk kepentingan tradisional; • Bukan terdakwa yang tinggal tunggu proses pengadilan

KLB langsung mencakup istri dan anak-anak yang dibawah 18 tahun, juga anak

laki-laki yang berumur 18 tahun atau yang sudah menikah. KLB berlaku untuk berkali-kali dalam

(7)

IV. 4. Kondisi Umum Perbatasan RI-PNG di Desa Wutung Kampung Distrik Muara Tami, Kota Jayapura

Wilayah Distrik Muara Tami (dahulu disebut Kecamatan) semula merupakan bagian

dari wilayah Kecamatan Abepura. Setelah terjadi pemekaran Kecamatan, Kecamatan

Abepura mekar menjadi Kecamatan Abepura dan peningkatan status Muara Tami menjadi

Kecamatan Persiapan (Kanpercam) Muara Tami. Pada tahun 1996, Kecamatan Muara Tami

definitif menjadi Kecamatan sendiri berdasarkan PP No. 65 Tahun 1996 dan diresmikan oleh

Gubernur Irian Jaya pada tanggal 27 Febuari 1997. Pada tahun 2002 nomenklatur Kecamatan

diubah menjadi Distrik sesuai dengan UU Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua No. 21

Tahun 2001.

IV. 4.1. Kondisi Geografis

Secara geografis, Distrik Muara Tami terletak pada 10, 281211 – 30, 5818211 Lintang

Selatan dan 1370, 341 – 1410, 01 Bujur Timur (BPS 2016). Distrik Muara Tami berbatasan

langsung dengan Negara Papua New Guinea di Sebelah Timur, Distrik Abepura di Sebelah

Barat, Kabupaten Keerom di Sebelah Selatan, dan Samudera Pasifik di Sebelah Utara. Untuk

(8)

Gambar 4

Peta Administrasi Kota Jayapura

(9)

Distrik Muara Tami terdiri dari 2 Kelurahan dan 6 Kampung dengan luas wilayah

mencapai 626,7 Km2 yang merupakan Distrik terluas di Kota Jayapura. Kelurahan yang

terdapat di Distrik Muara Tami saat ini yaitu Kelurahan Koya Barat dan Koya Timur, dan 6

Kampung yaitu Kampung Holtekam, Skouw Yambe, Skouw Mabo, Skouw Sae, Koya

Tengah, dan Kampung Mosso.

Tabel 4.2

Luas Distrik Muara Tami Menurut Kampung/Kelurahan Tahun 2015 No Kampung/Kelurahan Luas (Km2) Persentase

1 Koya Barat 217 34.63

2 Koya Tengah 45.6 7.28

3 Koya Timur 96.2 15.35

4 Holtekam 13.3 2.12

5 Skouw Yambe 81.5 13

6 Skouw Mabo 87.7 13.99

7 Skouw Sae 52.7 8.41

8 Mosso 32.7 5.22

Jumlah 626.7 100

Sumber: Topografi Kodam VII Cenderawasi, dikelola oleh BPS Kota Jayapura Tahun 2015

Distrik Muara Tami merupakan salah satu Distrik perbatasan di Provinsi Papua,

karena wilayahnya langsung berbatasan darat dengan Provinsi Sandaun, Negara PNG. Distrik

Muara Tami dahulunya dijadikan lokasi penempatan transmigrasi asal Pulau Jawa di era Orde

Baru sekitar tahun 1970-1980an. Di Muara Tami, mereka berbaur dengan transmigrasi dari

Provinsi lain dan ada juga transmigran lokal, membentuk wilayah pemerintahan Kelurahan,

yaitu Kelurahan Koya Barat dan Koya Timur. Pada awalnya Kelurahan pertama yang

diresmikan oleh Walikota Jayapura pada Tahun 2001 adalah Kelurahan Koya Timur dan

Koya Barat, dimana kedua Kelurahan ini merupakan wilayah yang menjadi salah satu tujuan

(10)

IV. 4.2. Kondisi Demografis

Secara umum menurut data dari Badan Pusat Statistik Kota Jayapura Tahun 2015,

jumlah penduduk di Distrik Muara Tami adalah berjumlah 12.381 jiwa yang tersebar di dua

Kelurahan dan enam Kampung yang ada di Distrik Muara Tami. Jumlah penduduk terbesar

terletak di Kelurahan Koya Barat, yaitu 4.861 jiwa. Kelurahan Koya Barat menjadi

Kelurahan yang paling banyak penduduknya diakibatkan karena, di Kelurahan ini sebagian

besar dihuni oleh para transmigran dari Pulau Jawa dan transmigran lokal.

Tabel 4.3

Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kampung/Kelurahan di Distrik Muara Tami Tahun 2015

No Kampung/Kelurahan Luas Wilayah (Km2)

Penduduk Kepadatan Penduduk

1 Koya Barat 217 4.861 22

2 Koya Tengah 45.6 409 14

3 Koya Timur 96.2 3.662 38

4 Holtekam 13.3 1.086 82

5 Skouw Yambe 81.5 629 8

6 Skouw Mabo 87.7 636 5

7 Skouw Sae 52.7 620 12

8 Mosso 32.7 476 14

Jumlah 626.7 12.381 20

Sumber: BPS Kota Jayapura 2015

Kampung Holtekam juga memiliki jumlah penduduk yang tergolong banyak yaitu

sebanyak 1.086 jiwa. Hal ini disebabkan karena Kampung Holtekam adalah kampung yang

berada di daerah pinggir pantai dan juga merupakan salah satu lokasi pariwisata pantai Kota

Jayapura. Penduduk yang mendiami Kampung Holtekam adalah penduduk asli yang berasal

dari Kampung Enggros, campuran penduduk kampung Skouw, dan juga penduduk yang

berasal dari luar daerah Papua yaitu Makasar, Bugis, dan Jawa. Sedangkan untuk Kampung

Skouw Yambe, Skouw Mabo, dan Skouw Sae, penduduk yang mendiami kampung-kampung

(11)

letaknya di daerah pinggir pantai dan juga menjadi salah satu tempat pariwisata pantai yang

ada di Kota Jayapura.

Khusus untuk Kampung Mosso, jumlah penduduknya menduduki peringkat kedua

terendah di Distrik Muara Tami. Hal ini disebabkan karena Kampung Mosso adalah kampung

yang berbatasan langsung melalui jalur darat dengan negara Papua New Guinea dan

lokasinya juga masih dikelilingi oleh hutan-hutan yang belum terjamah oleh masyarakat

setempat. Penduduk yang mendiami kampung ini juga adalah penduduk asli dari Kampung

Mosso.

IV. 4.3. Kampung Mosso

Kampung Mosso adalah salah satu dari enam kampung yang berada di wilayah

administratif Distrik Muara Tami dan juga merupakan kampung yang letaknya berada paling

dekat atau berbatasan langsung dengan negara Papua New Guinea. Kampung Mosso

terbentuk sebagai kampung termuda di Distrik MuaraTami dan merupakan pecahan dari

Kampung Skouw Sae (Perda Kota Jpr No. 10/ 2006) yang pada awalnya merupakan wilayah

administratif dari Kampung Skouw Sae.

Jumlah penduduk Kampung Mosso berada di peringkat kedua penduduk terendah di

wilayah Distrik Muara Tami, yaitu berjumlah 476 Jiwa.8 Penduduk Kampung Mosso

merupakan penduduk asli yang pada awalnya telah lama tinggal di wilayah Negara PNG dan

kemudian menetap di Kampung Mosso. Oleh karena itu, mobilisasi penduduk Kampung

Mosso masih cukup tinggi untuk bermigrasi ke wilayah Negara PNG untuk mengunjungi

sanak saudara mereka disana dan juga untuk mendapatkan pelayanan public seperti

pelayanan kesehatan dan lain-lain.9 Selain itu juga, ada juga penduduk yang berasal dari luar

Kampung Mosso yang tinggal di kampung tersebut karena adanya ikatan perkawinan ke

dalam masyarakat Kampung Mosso.

8

Lihat Tabel 4.3 (Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kampung/Kelurahan di Distrik Muara Tami Tahun 2015

9

“Yayasan Konsultasi Independen Pemberdayaan Rakyat (KIPRa) Papua”. Diakses dari

(12)

IV. 4.3.1. Kondisi Infrastruktur Dasar

Setelah mekar atau berpisah dari wilayah administrasi Kampung Skouw Sae, pada

tahun 2002 satu persatu masyarakat mulai membuka lahan hutan untuk rumah tempat tinggal

mereka dan rumah-rumah mereka berbentuk rumah-rumah adat. Setelah selang dua tahun

yaitu pada tahun 2004, penduduk Kampung Mosso mendapat program bantuan berupa rumah

tinggal yang memiliki kamar tidur, kamar tamu, dan dapur dari Pemerintah Kota Jayapura

sebanyak 29 unit perumahan,dan selanjutkan dimulai pembukaan jalan oleh PT.

Hanurata.10setelah pembukaan jalan itulah, para penduduk Kampung Mosso memulai

pembukaan lahan untuk perkebunan kakao yang bibitnya dibeli dari negara PNG.

Pada tahun 2005, dilakukan program TNI Masuk Desa (TMD) oleh pemerintah, dan

kegiatan yang mereka lakukan adalah membangun tiga ruang kelas SDN Inpres Mosso,

membangun Gedung Gereja, 2 unit MCM umum dan sumur air, perumahan semi permanen

sebanyak 13 unit serta Balai Kampung. Setelah itu pada tahun 2006, didirikannya Pos TNI

dengan alas an karena Kampung Mosso adalah kampung yang berbatasan langsung dengan

negara PNG.11 Lalu di tahun 2007, Pemerintah Kota Jayapura mulai membangun Pustu,

jembatan layang penyeberangan, mengaspas jalan di dalam kampung, menambah 2 unit

ruang kelas SD Inpres Mosso, dan menempatkan beberapa orang guru SD.

Pemerintah Kota Jayapura terus memberikan perhatian serius bagi kesejateraan

penduduk Kampung Mosso dengan terus memberikan bantuan perumahan layak tinggal,

pipanisasi air bersih, penambahan sumur air, membangun MCK, dan lain sebagainya. Namun

karena kondisi wilayahnya yang masih berhutan, dan infrastruktur jalan untuk masuk ke

kampung yang mudah rusak menyebabkan perekonomian di Kampung Mosso masih

terhambat. Disamping itu juga, aliran listrik belum sepenuhnya menjangkau seluruh

perumahan penduduk, penduduk lainnya hanya bergantung pada solar cell dan genset milik

pribadi. Namun hanya beberapa penduduk saja yang memiliki solar cell dan genset.

10 Ibid 11

(13)

IV. 4.3.2. Kondisi Kesehatan

Seperti yang sudah peneliti jabarkan pada sub bab sebelumnya bahwa pada tahun

2007, di Kampung Mosso sudah di bangun Puskesmas Pembantu (Pustu) oleh Pemerintah

Kota Jayapura. Namun pelayanan kesehatan ini pada awal berdirinya hanya ada satu mantri

yang bertugas dan matri tersebut tidak tinggal di kampung itu, untuk pelayanan kesehatan di

Kampung Mosso bisa dikatakan sangat sulit. Apabila matri tersebut tidak datang untuk

bekerja, maka pelayanan di Pustu pun tidak berjalan. Padahal penduduk setempat sangat

membutuhkan bantuan medis, karena penduduk setempat sangat rentan terkena penyakit

malaria dan ISPA.

Pada tahun 2010, terjadi pergantian tenaga medis dan matri yang awalnya bekerja

melayani di Pustu digantikan oleh seorang suster. Sejak saat itu, bisa dikatakan pelayanan di

Pustu bisa berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan karena suter tersebut memilih untuk

tinggal menetap di Kampung Mosso beserta keluarganya. Namun sangat disayangkan karena

suster tersbut hanya bertahan selama 2 tahun saja, karena suster tersebut dipindah tugaskan ke

tempat lain.12 Hingga tahun 2013 belum ada pengganti yang mengganti suster sebelumnya,

sehingga sudah tidak ada lagi petugas yang yang bekerja di Pustu Kampung Mosso. Hal ini

menyebabkan, para penduduk kembali mengalami kesulitan untuk berobat di dalam kampung

tersebut.13

IV. 4.3.3. Kondisi Pendidikan

Kondisi pendidikan di Kampung Mosso bisa dikatakan sangat memperihatinkan.

Padahal sejak tahun 2005 sudah ada bangunan sekolah sebanyak 3 kelas yang dibangun oleh

TNI sebagai program TMD. Namun pada kenyataannya tidak tenaga pengajar yang mau

mengajar di Kampung Mosso. Kebanyakan dari mereka banyak yang memilih untuk tidak

mengajar dan hanya tinggal di kota, dengan alasan tidak adanya ketersedian rumah untuk

para pengajar di kampung itu. Ada beberapa rumah yang dibangun untuk para pengajar,

namun kondisinya sudah tidak layak untuk ditempati. Kondisi ini diperparah lagi dengan

12 Ibid

13

(14)

jarak yang harus ditempuh oleh para pengajar yang bertempat tinggal di kota. Jarak dari Kota

Jayapura ke Kampung Mosso adalah sekitar 63 Km. Hal inilah yang membuat para tenaga

pengajar yang sebenarnya bertugas mengajar di Kampung Mosso yang bertempat tinggal di

kota malas untuk pergi dan mengajar di kampung itu.

Kondisi bangunan sekolah saat ini telah menjadi Sekolah Satu Atap, karena bangunan

sekolahnya digabung menjadi SD-SMP Negeri Mosso. Total murid yang bersekolah adalah

40 siswa, 16 diantaranya adalah siswa SMP dan sisanya berada di bangku SD.14 Pada tahun

2016, tenaga pengajar yang mengajar di Sekolah Satu Atap ini hanya satu orang, yaitu Fiana

Manggaprouw seorang pengajar yang hanya berstatus sebagai guru honorer dengan gaji Rp.

200.000 per bulan.15Beliau adalah satu-satunya tenaga pengajar yang mau mengajar di

sekolah tersebut. Karena kurangnya tenaga pengajar, akhirnya beliau dengan rela mau

mengajar di semua kelas di tingkat SD maupun SMP. Namun kadang kala Ibu Fiana tidak

bekerja sendiri, beliau biasanya dibantu oleh para TNI yang bertugas di Pos Kompi Mekanis

A di Kampung Mosso.16 Para TNI ini tidak hanya bertugas menjaga keamanan, tetapi juga

mau untuk mengajar di Sekolah SD-SMP Mosso. Para TNI ini biasanya mengajarkan

murid untuk menyanyi lagu-lagu Nasional, mengajar baca dan tulis, dan juga para

murid-murid diajakan untuk disiplin baris-berbaris.

Namun ada beberapa dari murid-murid yang tinggal di Kampung Mosso yang orang

tuanya lebih memilih untuk membawa anak mereka pergi bersekolah di negara PNG. Hal ini

disebabkan karena kurangnya pelayanan pendidikan di kampung tersebut, dan kurangnya

perhatian Pemerintah Kota Jayapura untuk mengatasi masalah pendidikan di Kampung

Mosso. Kepala Dinas Pendidikan Kota Jayapura, I Wayan Mudiyasa mengakui masih

kewalahan untuk mencari tenaga pengajar yang mau mengabdi dengan hati untuk mengajar di

Kampung Mosso. Oleh sebeb itu pada tahun ini, Dinas Pendidikan sudah meminta kepada

pemerintah pusat untuk kuota penempatan guru garis depan (GGD) di lokasi itu.17

14

“Perjuangan Guru Honorer Tangguh di Perbatasan Papua New Guinea”. Diakses dari http://regional.liputan6.c om/read/2497802/perjuangan-guru-honorer-tangguh-di-perbatasan-papua-nugini, pada tanggal 3 Febuari 2017. 15

Ibid 16

“Saat Prajurit TNI Berperang Melawan Kebodohan di Daerah Perbatasan”. Diakses dari http://regional.kompa s.com/read/2016/04/23/07100001/Saat.Prajurit.TNI.Berperang.Melawan.Kebodohan, pada tanggal 3 Febuari 2017.

17

(15)

IV. 4.3.4. Kondisi Perekonomian

Kampung Mosso merupakan kampung yang paling tertinggal yang berada di Distrik

Muara Tami maupun di Kota Jayapura dan penduduknya bisa dikatakan jauh dari kata

sejahtera. Hal ini disebabkan karena Kampung Mosso merupakan kampung yang paling jauh

dari pusat pemerintahan maupun perekonomian yang ada di Kota Jayapura dan terletak di

dekat perbatasan negara RI-PNG.

Sebagian besar penduduk yang ada di Kampung Mosso hanya bermata pencaharian

sebagai petani, peternak, pedagang kecil-kecilan (kios), berburu, dan hanya sedikit yang

berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil, namun secara keseluruhan penduduk di Kampung

Mosso masih bertumpuh sepenuhnya kepada hasil dari hutan (alam). Penduduk Kampung

Mosso yang berprofesi sebagai petani, jenis tanaman yang ditanam adalah pisang, ubi-ubian,

sayur-sayuran (bayam, labu, kacang panjang), pinang, dan lain sebagainya. Hasil dari

perkebunan mereka biasanya hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari

mereka. Namun apabila mereka dapat memanen dengan jumlah yang cukup banyak,

sebagiannya akan mereka jual.

Hal lain yang cukup memperihatinkan adalah infrastruktur kegiatan ekonomi berupa

pasar belum tersedia di Kampung Mosso. Sehingga penduduk pada umumnya melakukan

aktivitas jual beli di pasar Koya yang berjarak kurang lebih 20 Km, atau di pasar perbatasan

yang jaraknya kurang lebih 10 Km. Hal ini tentu sangat menyulitkan para penduduk untuk

melakukan kegiatan jual beli atau mendapatkan akses pasar dan juga sarana transportasi yang

tergolong mahal bagi para penduduk Kampung Mosso untuk pergi ke pasar Koya ataupun

pasar di daerah perbatasan. Biasanya, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang sangat

mendesak, penduduk kampung tersebut dengan terpaksa membeli kebutuhan mereka di kios

yang jumlahnya juga sangat terbatas. Tidak hanya itu, barang-barang yang dijual di kios-kios

terdekat harganya tergolong jauh lebih mahal dibandingkan harga biasanya yang ada di

Gambar

Tabel 4.1
Gambar 4
Tabel 4.2 Luas Distrik Muara Tami Menurut Kampung/Kelurahan Tahun 2015
Tabel 4.3  Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kampung/Kelurahan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu pembuktian terbalik pada kasus korupsi diterapkan terhadap suap menerima gratifikasi yang nilainya 10 juta ke atas dan terhadap

Kelompok Tani yang diketuai oleh Bapak Uden ini merupakan salah satu kelompok tani yg ikut turut serta dalam program pengembangan lahan padi seluas 1000 hektar di sukabumi..

Autofosforilasi dari JAK2 juga akan menyebabkan efek lain, salah satunya adalah fosforilasi insulin reseptor melalui jalur PI3K yang akan mengaktifkan jalur selanjutnya (Gambar 2)..

Konteks ayat ini bila ayat ini dihubungkan dengan ayat 141 dalam surat yang sama adalah permusuhan antara orang-orang beriman dengan orang-orang kafir. Di tengah permusuhan keduanya

Citra Landsat multitemporal mampu digunakan sebagai sumber data dalam memperoleh informasi perubahan garis pantai, khususnya di pesisir Surabaya, Sidoarjo dan

maldumat jadpal perjalanan ba s dan membuat penukaran maklumat. vi ) Kakitangan syarikat bas boleh rnemasuki sistem, mencapai maklu ma t dan mengemaskip\ ma klumat

Faktor-faktor penghambat pencapaian efektivitas peran KPUD dalam penetapan calon anggota legislatif daerah, dimaksudkan adalah faktor-faktor yang diduga sebagai

Hasil penelitian yang telah dilakukan di SMK Al-Munawwir Krapyak Bantul Yogyakarta menunjukkan bahwa sebagian besar siswa putri secara keseluruhan mempunyai