BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Investasi
Investasi berkaitan dengan keputusan untuk mengalokasikan sejumlah
dana,dalam suatu waktu pada asset tertentu, sehingga investor akan mendapatkan
pengembalian di masa yang akan datang. Menurut Jones ( 2000 :3) ”An investment
can be defined as the commitment of funds to one or more assets that will be held
over some future time period”. Menurut Gitman (2012:3)“Investment in any
vehicle into which funds can be placed with expectation that will generate positive
income and/or preserve or increase its value”. Menurut Bodie, et, al (2007:2) “An
investment is the current commitment of money or other resources in the
execpectation of reaping future benefits”. Menurut Jogiyanto (2010:5) investasi
adalah penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan dalam produksi yang efisien
selama periode waktu tertentu. Menurut Tandelilin (2010:2) investasi adalah
komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat
ini untuk memperoleh sejulah keuntungan di masa mendatang.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa investasi merupakan suatu
aktivitas, berupa penundaaan konsumsi sekarang dalam jumlah tertentu dan selama
periode waktu tertentu pada suatu asset yang efisien oleh investor dengan tujuan
memperoleh keuntungan di masa yang akan datang pada tingkat tertentu sesuai
pengembalian di masa mendatang yang lebih baik dari pada mengonsumsi di masa
sekarang.
Pengembalian yang diharapkan akan didapat oleh investor adalah
pengembalian yang rasional, dimana investor mengharapkan pengembalian atas
investasi yang dilakukannya atas dasar perkiraan risko yang bersedia ditanggung.
Pemilihan alternatif investasi yang baik adalah dengan memilih investasi dengan
memilih tingkat pengembaian tertinggi dari berbagai pilihan investasi pada risiko
yang sama, atau memilih investasi yang mempunyai tingkat pengembalian yang
sama pada risiko yang terkecil.
2.1.2 Risiko
Dalam parktik investasi yang riil,semua jenis investasi mengandung unsur
ketidakpastian. Ketidakpastian inilah yang menjadi dasar adanya risiko dalam
investasi. Demikian pula pada instrumen investasi saham di pasar modal. Semua
keputusan investasi merupakan pengalokasian sumber daya dengan cara rasional
untuk memperoleh hasil di masa mendatang. Oleh karena itu hasil di masa
mendatang dipengaruhi oleh ketidakpastian maka investasi akan selalu
mengandung risiko. Dalam investasi risiko tidak dapat dipisahkan dengan hasil atau
expected return. Expected return yang tinggi selalu memiliki risiko yang tinggi pula
demikian demikian pula sebaliknya.
Menurut Jones (2007:142) “Risk was defined as the chance that the actual
outcome from an investment will differ from the expected return“. Menurut
akan dialami investor atau ketidakpastian atas return yang akan diterima dimasa
mendatang.
Dari definisi –definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang investor
tidak tahu dengan pasti hasil yang akan diperolehnya dari investasi yang
dilakukannya. Dalam keadaan semacam inilah dapat dikatakan investor
menghadapi risiko. Yang dapat dilakukan investor adalah memperkirakan berapa
keuntungan yang diharapkan dan seberapa jauh kemungkinan hasil yang
sebenarnya nanti akan menyimpang. Penyebaran nilai dari tingkat hasil yang
diharapkan atau expected return inilah yang disebut sebagai risiko.
Risiko dalam berinvestasi saham tidaklah sama antara saham yang satu
dengan saham yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan yang
khas antar perusahaan dan perbedaan tingkat sensitivitas harga pasar saham secara
keseluruhan di pasar menyimpang dari yang diharapkan yaitu menyimpang lebih
besar maupun lebih kecil.
Investasi pada saham dinilai mempunyai tingkat risiko yang lebih besar
dibandingkan dengan alternatif investasi yang lain seperti obligasi, deposito, dan
tabungan. Hal ini disebabkan oleh pendapatan yang diharapkan dari investasi pada
saham bersifat tidak pasti yakni pendapatan saham terdiri dari dividen dan capital
gain. Kesanggupan suatu perusahaan untuk membayar deviden ditentukan oleh
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba, sedangkan capital gain
ditentukan oleh fluktuasi harga saham.
Kondisi pasar saham yang mana dipengaruhi oleh faktor makro diluar
mengakibatkan para investor terkadang mendapatkan return yang berbeda dari
yang diharapkan. Menurut Sartono (2012:5), di pasar saham terjadi
pergerakan-pergerakan harga saham yang tidak mengikuti suatu pola tertentu atau yang disebut
random walk, dimana harga berubah tidak menentu dan dapat naik atau turun setiap
harinya tanpa dipengaruhi oleh harga saham di hari sebelumnya sehingga tidak bisa
dipergunakan untuk memperkirakan perubahan harga dimasa yang akan
datang. Dengan volatillitas return saham yang berfluktuasi tersebut baik return
saham individual ataupun return saham secara keseluruhan di pasar modal,
seorang investor dapat mengetahui berapa besar risiko yang akan ditanggungnya
yang berbanding lurus dengan tingkat risiko yang diharapkan. Risiko akan semakin
tinggi apabila terjadi penyimpangan yang semakin besar terhadap return yang
diharapkan.
Menurut Tandelilin (2010:103) Ada beberapa sumber risiko yang bisa
mempengaruhi besarnya risiko suatu investasi. Sumber-sumber tersebut antara lain:
1. Risiko suku bunga
Perubahan suku bunga dapat mempengaruhi variabilitas return suatu investasi.
Perubahan suku bunga akan mempengaruhi harga saham secara terbalik, cateris
paribus. Artinya jika suku bunga meningkat, maka harga saham akan turun,
cateris paribus. Demikian pula sebaliknya, jika suku bunga turun, harga saham
.
2. Risiko Pasar
Fluktuasi pasar yang secara keseluruhan mempengaruhi variabilitas return suatu
investasi disebut sebagai risiko pasar. Fluktuasi pasar biasanya ditunjukkan
oleh berubahnya indeks pasar saham secara keseluruhan.
3. Risiko Inflasi
Inflasi yang meningkat akan mengurangi kekuatan daya beli rupiah yang telah
diinvestasikan. Oleh karenanya, risiko inflasi juga bisa disebut risiko daya beli.
Jika inflasi mengalami peningkatan, investor biasanya menuntut tambahan
premium inflasi untuk mengkompensasi penurunan daya beli yang dialaminya.
4. Risiko Bisnis
Risiko dalam menjalankan bisnis dalam suatu jenis industri disebut sebagai
risiko bisnis. Misalnya perusahaan pakaian jadi yang bergerak pada industri
tekstil, akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik industri tekstil itu sendiri.
5. Risiko Financial
Risiko ini berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk menggunakan utang
dalam pembiayaan modalnya. Semakin besar proporsi utang yang digunakan
perusahaan, semakin besar risiko financial yang dihadapi perusahaan.
6. Risiko Likuiditas
Risiko ini berkaitan dengan kecepatan suatu sekuritas yang diterbitkan
perusahaan bisa diperdagangkan , semakin likuid sekuritas tersebut,demikian
sebaliknya. Semakin tidak likuid suatu sekuritas semakin besar pula risiko
likuiditas yang dihadapi perusahaan
Risiko ini berkaitan dengan fluktuasi nilai tukar mata uang domestik (negara
perusahaan tersebut) dengan nilai mata uang negara lainnya. Risiko ini juga
dikenal sebagai risiko mata uang (currency risk) atau risiko nilai tukar
(exchange rate risk).
8. Risiko Negara (Country Risk)
Risiko ini disebut juga risiko politik, karena sangat berkaitan dengan kondisi
perpolitikan suatu negara. Bagi perusahaan yang beroperasi diluar
negri,stabilitas politik dan ekonomi di negara bersangkutan sangat penting
diperhatikan untuk menghindari risiko negara yang terlalu tinggi
Menurut Halim (2005:43) dalam konteks portofolio, risiko dibedakan menjadi dua,
yaitu:
a. Risiko sistematis merupakan risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan
melakukan diversifikasi, karena fluktuasi risiko ini dipengaruhi oleh
faktor-faktor makro yang dapat mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Misalnya
perubahan tingkat bunga, kurs valuta asing, kebijakan pemerintah dan
sebagainya. Risko ini bersifat umum dan berlaku bagi semua saham dalam
bursa saham yang bersangkutan. Risiko ini juga disebut risiko yang tidak dapat
didiversifikasi (undiversifiable risk).
b. Risiko tidak sistematis merupakan risiko yang dapat dihilangkan dengan
melakukan diversifikasi karena risiko ini hanya ada dalam satu perusahaan atau
industri tertentu. Fluktuasi risiko ini besarnya berbeda-beda antara satu saham
dengan saham yang lain. Karena perbedaan itulah maka masing-masing saham
Misalnya faktor struktur modal, struktur asset, tingkat likuiditas, tingkat
keuntungan dan sebagainya. Risiko ini juga disebut risiko yang dapat
didiversifikasi (diversifiable risk).
Deviasi Standar
Risiko total
Risiko tidak sistematik
Risiko Sistematis Jumlah Sekuritas
Gambar 2.1 Bagan Risiko
Risiko sistematis dan risiko tidak sistematis dijumlahkan disebut sebagai
risiko total dan menjadi dasar pertimbangan manajer investasi dalam mengambil
keputusan investasi. Hasil keputusan investasi yang baik adalah investasi yang
tingkat pengembalian yang diharapkan besar (rate of return) dengan tingkat
risiko yang dapat diminimalisasi sekecil mungkin. Namun demikian, menurut
Husnan (2009:162) dalam investasi pada suatu portofolio, karena ada sebagian
risiko yang dapat dihilangkan dengan diversifikasi (unsystematic risk), maka
ukuran risiko sekarang bukan lagi deviasi standar (risiko total), tetapi hanya
risiko yang tidak bisa dihilangkan dengan diversifikasi (systematic risk).
Menurut Samsul (2006:356) investor dapat dikategorikan menjadi 3 tipe,
berdasarkan kesediaannya menanggung risiko investasi, yaitu:
1. Risk seeker, yaitu tipe investor yang berani mengambil risiko
2. Risk averter, yaitu tipe investor yang takut atau enggan menanggung
3. Risk indifference, yaitu tipe investor yang berani menanggung risiko yang
sebanding dengan return yang akan diperolehnya.
2.1.3 Beta Saham
Menurut Jones (2007:178) “Beta a measure of volality,or relative systematic
ris”. Dimana pengertian volatilitas adalah sebagai fluktuasi dari return suatu
sekuritas dalam suatu periode tertentu. Menurut Brealey, at ,al (2006:290) “Beta is a
sensivity of a stock’s return to the return on the market portofolio”. Menurut Gitman
(2012:330) “Beta coefficient is a relative measure of non diversifiable risk. An
indexof the degree of movement of an asset’s return in response to a change in the
market return.Diversifiable risk is the portion of an assets risk that is attributable to
firm specific,random causes,can be eliminated through diversification also called
unsystematic risk”. Sementara menurut Brigham dan Houston (2010:348) beta
adalah suatu ukuran yang menunjukkan sampai sejauh mana pengembalian suatu
saham tertentu bergerak naik dan turun mengikuti pasar saham.Karena itu beta
mengukur rasio pasar.
Dari beberapa pengertian beta yang telah disajikan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa beta merupakan suatu ukuran untuk mengukur risiko pasar yang
menunjukkan sejauhmana tingkat pengembalian yang akan dihasilkan nanti yang
disebabkan oleh beberapa faktor tertentu.Koefisien beta saham menentukan
bagaimana pengaruh saham tersebut pada tingkat risiko suatu portofolio yang
terdiversifikasi, maka beta menjadi ukuran risiko saham yang paling relevan.
Beta suatu sekuritas dapat diukur dengan analisis estimasi menggunakan
(return sekuritas dengan return pasar), data akuntansi (laba perusahaan dengan laba
indeks pasar), dan data fundamental (menggunakan variabel-variabel fundamental).
Beta yang merupakan ukuran risiko sistematis banyak digunakan sebagai ukuran
risiko karena beberapa alasan (Warsono, 2000) dalam Sisca (2010), yakni:
1. Beta relatif cukup stabil sehingga memungkinkan penggunaan data
historis sebagai prediktor ukuran beta di masa yang akan datang.
2. Beta saham dapat dilihat dari koefisien beta yang diukur dari slope yang
diperoleh dari meregresikan kelebihan keuntungan suatu saham dengan
kelebihan tingkat keuntungan portofolio pasar
Excess return suatu saham β > 1
β = 1
B<1
Excess return Portofolio pasar
Gambar 2.2 Kemiringan Beta Saham
Gambar 2.2 menunjukkan beberapa karakteristik kepekaan beta saham.
Dapat dilihat bahwa garis dengan kemiringan 45 derajat yaitu β = 1 berarti
perubahan return saham atau portofolio memiliki tingkat respon pergerakan yang
sama dengan pergerakan return pasar. Sedangkan β > 1 menunjukkan bahwa
kepekaan return saham tersebut lebih besar dari pergerakan return rata – rata
pasar, hal ini sering disebut saham agresif. Sementara saham dengan β < 1
dinamakan saham defensif karena pergerakan return saham perusahaan tersebut
lebih kecil daripada return pasar atau memiliki risiko dibawah rata – rata pasar
Dengan diversifikasi portofolio yang baik, risiko tergantung sebagian
besar pada beta sekuritas pada portofolio tersebut. Investor yang cenderung tidak
berani menanggung risiko yang tinggi lebih memilih saham yang memiliki beta
yang rendah, begitu pula sebaliknya.
2.1.4 Pendekatan Beta Saham
1. Single Index Models
Model indeks tunggal digunakan untuk menghitung return ekspektasian dan
risiko portofolio. Dengan menggunakan data time series regresi linier antara rate of
return saham sebagai variabel dependen dan rate of return portofolio pasar sebagai
variabel independen dapat menunjukkan beta yang dicari. Maka formulasikan
hubungan ini menjadi sebagai berikut:
Keterangan :
= return sekuritas ke-i.
= nilai espektasi dari return sekuritas yang bebas terhadap return pasar
= koefisien Beta yang mengukur terhadap perubahan
= tingkat return dari indeks pasar juga merupakan suatu variabel acak.
= kesalahan residu, merupakan variabel acak dengan nilai espektasi sama dengan nol
Teknik dengan menggunakan single index model ini dilakukan dengan
meregresi secara sederhana return pasar terhadap return saham. Beta menunjukkan
kemiringan garis regresi dan α menunjukkan intersep dengan sumbu Ri.
Semakin besar beta maka semakin curam kemiringan garis tersebut yang mana
ini digunakan perhitungan beta dengan single index model. Hal ini
dikarenakan single index model lebih sederhana dan lebih mudah
pengaplikasiannya serta lebih mewakili kenyataan sesungguhnya.
2. Capital Asset Pricing Model
Capital Asset Pricing menentukan pengukur risiko, relevan bagaimana
hubungan untuk risiko setiap model merupakan model yang memungkinkan untuk
asset apabila pasar modal dalam keadaan seimbang. Dalam model ini beta sebagai
pengukur dalam faktor risiko. Return dan risiko disini dijelaskan hubungannya
dengan security market line. Menurut Husnan (2009:163) rumus untuk security
market line ini dapat dituliskan sebagai berikut
Rumus ini dapat menjelaskan bfahwa tingkat return dari suatu saham sama
dengan tingkat bunga bebas risiko ditambahkan dengan premi risiko. Security
Market Line ini menunjukkan hubungan linear positif bahwa semakin besar beta
saham maka semain besar risiko sistematisnya dan semakin besar return yang
diinginkan oeh investor. Model CAPM tidak digunakan dalam penelitian ini
dikarenakan terdapat beberapa asumsi dalam penggunaan CAPM yang tidak
sesuai dengan kenyataan misalkan seperti diijinkannya short sales, semua
investor memiliki pengharapan yang seragam terhadap faktor-faktor input yang
digunakan untuk keputusan portofolio, serta tidak adanya inflasi atau pasar modal
2.1.5. Faktor Fundamental Perusahaan yang Mempengaruhi Beta Saham
Menurut Jogiyanto (2010:126) analisis fundamental pada dasarnya adalah
melakukan analisis historis atas kekuatan keuangan dari suatu perusahaan, dimana
proses ini sering juga disebut sebagai analisis perusahaan (company analysis).
2.1.5.1 Dividend Payout Ratio
Menurut Gitman (2012:570) “Dividend payout ratio indicates the
percentage of each dollar earned that is distributed to the owners in the form of
cash, it is calculated by dividing the firm’s cash dividend pershare by its earning
per share. Menurut Keown, et, al (2005:607) “Dividend ratio is the amount of
dividends relative to the company’s net income or earning per share”. Menurut
Warner R Murhadi (2013 :65) Dividend payout ratio merupakan rasio yang
menggambarkan besarnya proporsi dividen yang dibagikan terhadap pendapatan
bersih perusahaan. Dari beberapa pengertian mengenai Dividend Payout Ratio
diatas maka dapat disimpulkan bahwa Dividend Payout Ratio sebagai rasio yang
mengukur persentase laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen, atau rasio antara
laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen dengan total laba yang tersedia bagi
pemegang saham.
Lintner (1956) dalam Jogiyanto (2010:389) memberikan alasan rasional
bahwa perusahaan-perusahaan enggan untuk menurunkan dividen. Jika perusahaan
memotong deviden, maka akan dianggap sebagai sinyal yang buruk karena
dianggap perusahaan membutuhkan dana. Oleh karena itu, perusahaan yang
mempunyai risiko tinggi cenderung Dividend Payout-nya lebih kecil, dengan
turun. Bagi perusahaan yang berisiko tinggi, probabilitas saat mengalami laba yang
menurun adalah tinggi. Dari hasil pemikiran ini, maka dapat disimpulkan adanya
hubungan yang negatif antara risiko dan Dividend Payout Ratio, yaitu risiko tinggi,
Dividend Payout rendah.
2.1.5.2 Asset Growth
Asset Growth merupakan tingkat pertumbuhan total aktiva suatu
perusahaan pada setiap periode tertentu. Tingkat pertumbuhan asset yang cepat
menunjukkan bahwa perusahaan sedang melakukan ekspansi. Apabila ekspansi ini
mengalami kegagalan maka akan meningkatkan beban perusahaan untuk
menutup pengembalian biaya ekspansi yang pada akhirnya akan menyebabkan
nilai perusahaan itu menjadi kurang prospektif. Apabila kurang prospektif maka
menyebabkan para investor menjual sahamnya di perusahaan tersebut karena minat
dan harapan para pemodal turun. Hal ini menyebabkan perubahan return saham
yang besar yang berakibat pada beta saham perusahaan yang besar.
2.1.5.3 Debt to Equity Ratio
Menurut Gibson (2008:260) “Debt to Equity Ratio is another computation
that determines the entity’s long term debt paying ability”. Menurut Van Horne dan
Machoviz (2005:145) “Debt to Equity is computed by simply dividing the total debt
of the firm (including current liabilities) by its sharedholders equity)”. Menurut
Husnan (2009:70) Debt to Equity Ratio (DER) adalah perbandingan antara hutang
dengan modal sendiri. Semakin tinggi DER, berarti total hutang perusahaan
beban perusahaan yang semakin besar terhadap pihak kreditur. Semakin besar
jumlah kewajiban perusahaan yang harus dipenuhi kepada pihak kreditur dibanding
dengan ekuitas yang dimiliki, maka hak dari pemegang saham semakin berkurang,
hal ini dikarenakan sebagian besar penghasilan yang diperoleh perusahaan
digunakan untuk membayar pinjaman (pokok dan bunga) kepada pihak
kreditur.Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa perusahaan yang
memiliki tingkat DER yang tinggi, maka tingkat risiko keuangannya juga makin
tinggi.
2.1.5.4 Current Ratio
Menurut Sutrisno (2009 : 216), menjelaskan Current ratio adalah rasio
yang membandingkan antara antara aktiva yang dimiliki perusahaan dengan hutang
jangka pendek. Sedangkan menurut Athanasius (2012 : 69), rasio lancar merupakan
yang paling umum dalam mengukur tingkat likuiditas suatu perusahaan. Semakin
tinggi rasio lancar ini, maka perusahaan dianggap semakin mampu untuk melunasi
kewajiban lancarnya.
Jadi, semakin mampu perusahaan itu untuk membayar hutangnya dengan
segera, maka semakin kecil risikonya untuk menghadapi kebangkrutan. Tinggi
rendahnya tingkat likuiditas perusahaan akan menentukan prospek perusahaan yang
selanjutnya akan berpengaruh terhadap minat investor untuk memiliki saham
perusahaan. Bila prospek perusahaan membaik, maka semakin besar minat investor
untuk membeli saham perusahaan yang bersangkutan dan sebaliknya. Kondisi
demikian ini akan mempengaruhi harga saham yang diikuti return saham.
perusahaan (Hidayat, 2001).
2.1.5.5 Earning Variability
Variabel ini menggambarkan variabilitas return suatu perusahaan. Besarnya
earning variability diukur berdasarkan atas penyimpangan Price Earning rationya.
Semakin besar standar deviasi dari PER menunjukkan semakin fluktuatif earning
perusahaan tersebut, sehingga akan memperkecil kepastian pengembalian investasi.
Penelitian Abdurahim (2003) menunjukkan bahwa semakin tinggi PER suatu
perusahaan maka semakin kecil keuntungan per lembar sahamnya apabila harga
saham tetap. Sehingga semakin tinggi Earning Variability, risiko yang akan
ditanggung akan semakin besar.
2.1.5.6 Return on Equity
Menurut Brigham & Houston (2010: 149) Return on Equity (ROE) adalah
rasio laba bersih terhadap ekuitas biasa, mengukur tingkat pengembalian atas
investasi pemegang saham biasa. Menurut Kasmir (2013:204) mendefinisikan
Return On Equity (ROE) sebagai hasil pengembalian ekuitas atau return On Equity
atau rentabilitas modal sendiri merupakan rasio untuk mengukur laba bersih
sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan
modal sendiri. Menurut Riyanto (2010: 335) tingkat pengembalian ekuitas (Return
on Equity) merupakan perbandingan antara laba bersih dengan ekuitas
Dari penjelasan di atas dapat dinyatakan bahwa Return on Equity (ROE)
adalah rasio ini menunjukkan kesuksesan manajemen dalam memaksimalkan
dapat melihat profitabilitas perusahaan, sehingga semakin tinggi ROE, semakin
rendah pula risiko investasi terhadap saham perusahaan.
2.1.6 Variabel Makroekonomi yang Mempengaruhi Beta Saham 2.1.6.1 Tingkat Suku Bunga
Menurut Boediono (1998:76) Tingkat suku bunga adalah harga dari
penggunaan dana investasi (loanable funds). Tingkat suku bunga merupakan salah
satu indikator dalam menentukan apakah seseorang akan melakukan invesatasi atau
menabung.
Tingkat suku bunga mempengaruhi beta saham. Hal ini disebabkan karena
seorang investor dalam memilih alternatif investasi akan cenderung memilih investasi
yang menguntungkan. Apabila tingkat suku bunga lebih tinggi daripada return saham
maka investor akan lebih memilih investasi yang bebas risiko seperti deposito dan
obligasi daripada investasi yang penuh risiko seperti saham dan begitu pula
sebaliknya.
2.1.6.2 Inflasi
Menurut Mankiw (2006:145) Inflasi adalah kecenderungan harga – harga
untuk menaik secara umum dan terus menerus. Tingkat inflasi adalah ukuran
aktifitas ekonomi yang sering digunakan untuk menggambarkan kondisi ekonomi
nasional. Inflasi yang tinggi akan mengakibatkan daya beli masyarakat menurun.
Inflasi yang semakin meningkat menjadi sinyal negatif bagi para investor.
Investor akan cenderung melepas sahamnya jika terjadi peningkatan inflasi
dikarenakan return (imbal hasil) yang diterima investor akan turun nilainya,
Kecenderungan investor untuk melepas sahamnya akan menyebabkan harga saham
menjadi turun. Hal ini dikarenakan peningkatan inflasi menyebabkan kenaikan
risiko investasi pada saham.
2.1.6.3 Nilai Tukar (Kurs)
Menurut Fabozzi dan Franco (1998:724) ” an exchange rate is defined as
theamount of one currency that can be exchange per unit of another currency, or
the price of one currency in items of another currency”.
Nilai Tukar mencerminkan keseimbangan permintaan dan penawaran
terhadap permintaan mata uang dalam negri maupun mata uang asing. Semakin
menguat kurs rupiah sampai batas tertentu berarti menggambarkan kinerja di pasar
uang semakin menunjukkan perbaikan. Jika nilai tukar melemah, mengakibatkan
harga saham akan mengalami penurunan, sehingga investasi di pasar modal
menjadi kurang diminati karena tingginya risiko inflasi yang disebabkan oleh nilai
kurs yang melemah.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang terkait mengenai beta sahaml telah banyak dilakukan oleh
peneliti-peneliti sebelumnya, sehingga beberapa poin penting yang menyerupai
dapat dijadikan dasar dalam penelitian ini. Berikut penjelasan penelitian terdahulu
mengenai struktur modal yang dapat diringkas dalam Tabel 2.1
Tabel 2.1
Analisis Hasil Penelitian
1. Carolina
Secara parsial (uji t) hanya variabel suku bunga dan current ratio yang Growth,Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh positif
Dari hasil uji t Variabel Current Ratio,
Lanjutan Tabel 2.1
Analisis Hasil Penelitian
4. Pasquale
Beta bank signifikan dan memiliki hubungan positif dengan size,loan,Total Asset berwujud bank
(Intangibel Asset).Selain itu beta juga secara signifikan berkorelasi
Firm Size dan Financial Leverage secara positif signifikan terhadap beta saham
Lanjutan Tabel 2.1
Analisis Hasil Penelitian
8. Imanueli Risk of Real Asset yang secara statistik signifikan Market Value dan Risk of Real Asset mempengaruhi
2.2 Kerangka Konseptual
Beta merupakan ukuran kepekaan fluktuasi return suatu sekuritas atau return
portofolio terhadap return pasar. Beta merupakan suatu ukuran untuk mengukur
risiko pasar yang menunjukkan sejauhmana tingkat pengembalian yang akan
dihasilkan nanti yang disebabkan oleh beberapa faktor tertentu. Beta suatu sekuritas
dapat diukur dengan analisis estimasi menggunakan data historis. Beta yang diukur
dengan data historis ini kemudian berguna untuk mengestimasi beta masa datang.
Beta historis tersebut dapat dihitung dengan menggunakan data pasar (return
sekuritas dengan return pasar), data akuntansi (laba perusahaan dengan laba indeks
pasar), dan data fundamental (menggunakan variabel-variabel fundamental).
Beberapa variabel fundamental yang mempengaruhi beta saham yaitu yaitu
Dividend Payout Ratio, Asset Growth, Debt to Equity Ratio (DER),Current
Ratio,Earning Variability,dan Return on Equity (ROE).
Dividend payout Ratio sebagai rasio yang mengukur persentase laba yang
dibayarkan dalam bentuk dividen, atau rasio antara laba yang dibayarkan dalam
bentuk dividen dengan total laba yang tersedia bagi pemegang saham. Jika
perusahaan memotong dividen, maka akan dianggap sebagai sinyal buruk karena
dianggap perusahaan membutuhkan dana. Oleh karena itu, perusahaan yang
mempunyai risiko tinggi cenderung untuk membayar Dividend Payout lebih kecil
supaya nantinya tidak memotong dividen jika laba yang diperoleh turun.
Asset Growth merupakan tingkat pertumbuhan total aktiva suatu
perusahaan pada setiap periode tertentu. Tingkat pertumbuhan asset yang cepat
mengalami kegagalan maka akan meningkatkan beban perusahaan untuk
menutup pengembalian biaya ekspansi yang pada akhirnya akan menyebabkan
nilai perusahaan itu menjadi kurang prospektif. Apabila kurang prospektif maka
menyebabkan para investor menjual sahamnya di perusahaan tersebut karena minat
dan harapan para pemodal turun. Hal ini menyebabkan perubahan return saham
yang besar yang berakibat pada beta saham perusahaan yang besar
Debt to Equity Ratio (DER) menujukkan perbandingan antara utang dengan
modal sendiri. DER yang semakin besar akan menyebabkan risiko finansial
perusahaan semakin tinggi. Penggunaan utang yang semakin besar akan
meningkatkan risiko untuk tidak mampu membayar utang sehingga risiko
perusahaan menjadi meningkat.
Current Ratio merupakan indikator untuk mengukur rasio likuiditas
perusahaan, yang mengukur kemampuan aktiva lancar membayar utang lancar.
Perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas yang baik akan lebih diminati oleh
investor. Likuidiats yang tinggi akan memperkecil risiko kegagalan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban jangka pendek kepada kreditur sehingga kan
menurunkan risiko sistematis.
Earning Variability menunujukkan variabilitas return suatu perusahaan.
Besarnya Earning Variability diukur berdasar atas penyimpangan price earning
rationya. Semakin besar standar deviasi dari PER menunjukkan semakin fluktuatif
earning perusahaan tersebut, sehingga akan memperkecil kepastian pengembalian
investasi, Sehingga semakin tinggi Earning Variability, risiko yang akan
Return on equity (ROE) adalah rasio ini menunjukkan kesuksesan
manajemen dalam memaksimalkan tingkat kembalian pada pemegang saham.
Return on Equity (ROE) menggambarkan sejauh mana kemampuan perusahaan
menghasilkan laba yang tersedia bagi pemegang saham, dengan tingkat ROE yang
tinggi investor dapat melihat profitabilitas perusahaan, sehingga semakin tinggi
ROE, semakin rendah pula risiko investasi terhadap saham perusahaan.
Tingkat suku bunga mempengaruhi beta saham. Hal ini disebabkan karena
seorang investor dalam memilih alternatif investasi akan cenderung memilih
investasi yang menguntungkan. Apabila tingkat suku bunga lebih tinggi daripada
return saham maka investor akan lebih memilih investasi yang bebas risiko seperti
deposito dan obligasi daripada investasi yang penuh risiko seperti saham dan
begitu pula sebaliknya.
Inflasi dapat diartikan sebagai gejala kenaikan harga barang-barang yang
bersifat umum dan terus menerus. Inflasi yang semakin meningkat menjadi sinyal
negatif bagi para investor. Investor akan cenderung melepas sahamnya jika terjadi
peningkatan inflasi dikarenakan return (imbal hasil) yang diterima investor akan
turun nilainya, terlebih pada saat terjadi inflasi yang tidak terkendali (Hyper
Inflation). Kecenderungan investor untuk melepas sahamnya akan menyebabkan
harga saham menjadi turun. Hal ini dikarenakan peningkatan inflasi menyebabkan
kenaikan risiko investasi pada saham.
Nilai Tukar (Kurs) mencerminkan keseimbangan permintaan dan
penawaran terhadap permintaan mata uang dalam negri maupun mata uang asing.
di pasar uang semakin menunjukkan perbaikan. Jika nilai tukar melemah,
mengakibatkan harga saham akan mengalami penurunan, sehingga investasi di
pasar modal menjadi kurang diminati karena tingginya risiko inflasi yang
disebabkan oleh nilai kurs yang melemah.
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, didukung tinjauan teoritis
dan penelitian terdahulu maka kerangka konseptual penelitian ini digambarkan
seperti pada Gambar 2.3 berikut ini
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Faktor Fundamental
Dividend Payout Ratio
Asset Growth
Debt to Equity Ratio (DER)
Current Ratio
Earning Variability
Return on Equity (ROE) Beta Saham
Variabel Makroekonomi
Tingkat Suku Bunga
Inflasi
2.4 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual, maka hipotesis
yang diajukan penelitian ini adalah:
1. Dividend Payout Ratio, Asset Growth, Debt to Equity Ratio (DER), Current Ratio,
Earning Variability, Return on Equity (ROE),Tingkat Suku Bunga, Inflasi,dan Nilai
Tukar (Kurs) berpengaruh secara parsial pada perusahaan Indeks Kompas 100.
2. Dividend Payout Ratio, Asset Growth, Debt to Equity Ratio (DER), Current Ratio,
Earning Variability, Return on Equity (ROE),Tingkat Suku Bunga, Inflasi,dan Nilai