• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengan Anak Usia Sekolah dengan Penyakit Kronis di RSUP H Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengan Anak Usia Sekolah dengan Penyakit Kronis di RSUP H Adam Malik Medan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Usia Sekolah

2.1.1 Defenisi Anak Usia Sekolah

Menurut Wong (2013) anak usia sekolah adalah periode kehidupan antara usia 6 tahun-12 tahun memiliki berbagai macam label, dimana masing-masing label menggambarkan karakter penting pada setiap periode.

Menurut Gunarsa (2006) anak usia sekolah dasar adalah anak yang berusia 6-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak bergantung dengan orang tua. Banyak ahli menganggap masa ini sebagai masa tenang atau masa latent, di mana apa yang telah terjadi dan dipupuk pada masa-masa sebelumnya akan berlangsung terus untuk masa-masa selanjutnya.

2.1.2 Pertumbuhan Anak Usia Sekolah

Pertumbuhan pada anak usia 6 tahun meliputi: 1) Tinggi dan kenaikan berat badannya lambat; 2) Berat 16-26,3 kg (35,5-58 pound); 3) Tinggi 106,7-122 cm (42-48 inci); 4) gigi seri rahang bawah tengah tanggal; 5) lepasnya gigi pertama; 6) peningkatan ketrampilan secara bertahap; 7) aktivitas konstan; 8) sering kembali menghisap jari; 9) lebih sadar tangan sebagai alat; dan 10) suka menggambar, membentuk, mewarnai, dan penglihatan semakin matur.

(2)

penampilan; dan 6) rahang mulai membesar untuk mengakomodasi gigi permanen.

Pertumbuhan pada anak usia 8-9 tahun meliputi: 1) pertambahan tinggi 5 cm (2 inci) per tahun; 2) berat badan 19,5-39,5 kg (43-87 pon); 3) tinggi badan 117-142 cm (46-56 inci); 4) gigi seri lateral (rahang atas) dan gigi taring pada rahang bawah tanggal; 5) selalu aktif bergerak, melompat, dan mengejar; 6) lancar dan cepat dalam kontrol motorik halus; 7) menggunakan penulisan sambung; 8) sudah bisa menggunakan pakaian dengan baik; 9) cenderung berlebihan, sulit untuk tenang setelah bermain, lebih lentur; dan 10) pertumbuhan tulang lebih cepat dari pada pertumbuhan ligamen.

Pertumbuhan pada anak usia 10-12 tahun meliputi: 1) berat badan 24,5-58 kg (54-128 pounds); tinggi badan 127-162,5 cm (50-64 inci); 2) postur lebih mirip dengan orang dewasa; 3) gigi akan tanggal dan cenderung perkembangan menjadi baik (Kecuali gigi bungsu); 4) pada remaja putri, yang mengalami pubertas bentuk tubuh sudah mulai terlihat; dan 5) pada remaja putra, pertumbuhan tinggi lambat; dan berat badan cepat meningkat sehingga memungkinkan menjadi obesitas pada periode ini.

2.1.3 Perkembangan Anak Usia Sekolah 2.1.3.1 Perkembangan Mental

(3)

membedakan yang cantik dan yang jelek dalam serangkaian gambar wajah; 8) mampu menjelaskan objek dalam gambar bukan sekedar menyebutkan; dan 9) mengikuti sekolah pertama kali.

Perkembangan mental pada anak usia 7 tahun meliputi: 1) dapat memberitahu beberapa item yang hilang dari gambar; 2) peniru yang baik; 3) dapat mengulangi 3 bilangan secara mundur; 4) mengetahui waktu, membaca waktu hampir tepat;

5) menggunakan waktu untuk tujuan yang tepat; 6) bersekolah di kelas dua; 7) lebih mekanik dalam membaca; dan 8) sering tidak berhenti di akhir kalimat, melewati kata-kata seperti "itu", dan "dia".

Perkembangan mental pada anak usia 8-9 tahun meliputi: 1) memberikan persamaan dan perbedaan antara dua hal dari ingatannya; 2) dapat menghitung mundur dari 20 sampai 1; 3) memahami konsep reversibilitas; 4) dapat mengulangi hari dalam minggu dan bulan sesuai urutan, mengetahui tanggal; 5) menjelaskan benda-benda umum secara detail tidak hanya benda yang mereka gunakan; 6) bersekolah di kelas tiga dan empat; 7) lebih sering membaca; 8) berencana untuk bangun pagi hanya untuk membaca; 9) membaca buku-buku klasik tapi juga menikmati komik; 10) lebih sadar waktu, dapat diandalkan untuk sampai ke sekolah tepat waktu; 11) dapat memahami konsep-konsep dari bagian dan keseluruhan; 12) Memahami konsep ruang, sebab dan akibat; 13) menggolongkan objek dengan lebih dari satu fungsi; menghasilkan lukisan atau gambar yang sederhana.

(4)

menulis surat-surat pendek sesekali ke teman atau kerabat atas inisiatif sendiri; 4) menggunakan telepon untuk tujuan praktis; 5) merespon majalah, radio, atau iklan lainnya; dan 6) membaca cerita atau buku perpustakaan, misalnya tentang petualangan, cerita romantis atau cerita binatang untuk informasi praktis atau untuk kesenangan sendiri.

2.1.3.2 Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif pada anak usia 6 tahun meliputi: 1) Di meja, menggunakan pisau untuk mengoleskan mentega atau selai pada roti; 2) Bermain, menggunting, melipat, menempel kertas; 3) mampu menjahit secara kasar; 4) mampu mandi secara mandiri; 5) tidur sendirian; 6) dapat mengulang kembali informasi dari memori; 7) menyukai papan permainan, seperti catur dan permainan kartu sederhana; 8) sering cekikikan, kadang-kadang mencuri uang atau benda-benda menarik; 9) sering tidak mengakui kesulitan kelakuan buruk; dan 10) melakukan sesuatu diluar kemampuannya.

Perkembangan kognitif pada anak usia 7 tahun meliputi: 1) menggunakan pisau untuk memotong daging, membutuhkan bantuan untuk pekerjaan susah; dan 2) bisa menyisir rambut tanpa bantuan; suka membantu; keras kepala.

(5)

majalah bergambar; 8) menyukai sekolah, ingin menjawab semua pertanyaan; 9) takut tidak naik kelas, malu memiliki nilai buruk; 10) lebih kritis kepada diri sendiri; dan 11) mengikuti pelajaran musik dan olah raga.

Perkembangan kognitif pada anak usia 10-12 tahun seperti: 1) membuat alat yang berguna dan mempermudah pekerjaan; 2) memasak sesuatu yang sederhana; 3) memelihara hewan peliharaan; 4) mencuci dan mengeringkan rambut sendiri; 5) bertanggung jawab dalam melakukan suatu pekerjaan, seperti mencuci rambut sendiri, tetapi masih perlu diingatkan untuk melakukannya; 6) kadang-kadang ditinggalkan sendirian di rumah untuk satu jam atau lebih; 7) berhasil dalam menjaga kebutuhan diri sendiri atau beberapa anak lain yang dipercayakan padanya untuk dijaga.

2.1.3.3 Perkembangan Psikososial

Perkembangan psikososial pada anak usia 6 tahun meliputi: 1) dapat berbagi dan bekerja sama lebih baik; 2) memiliki kebutuhan besar sesuai anak; 3) akan menipu untuk menang; 4) sering bermain kasar; 5) sering cemburu pada adik atau saudara; 6) melakukan apa yang dilihatnya dari orang dewasa; 7) memiliki temperamen lebih membanggakan; 8) lebih mandiri, mungkin merupakan pengaruh sekolah; dan 9) memiliki cara sendiri dalam melakukan sesuatu meningkatkan sosialisasi.

(6)

Perkembangan psikososial pada anak usia 8-9 tahun meliputi: 1) betah berada di rumah; 2) suka diberi imbalan untuk sesuatu yang telah dilakukan ; 3) suka melebih-lebihkan; 4) lebih ramah; 5) lebih baik dalam berperilaku; 6) tertarik pada lawan jenis tapi tidak menjalani hubungan serius; 7) sering keluar rumah sendiri atau dengan teman-temannya; 8) suka bersaing dan bermain game; 9) menunjukkan kehebatan pada teman-teman dan kelompok; 10) bermain dengan teman sesama jenis, tetapi mulai bermain dengan teman lawan jenis; 11) membandingkan diri dengan orang lain; dan 12) menikmati organisasi, klub, dan kelompok olahraga.

Perkembangan psikososial pada anak usia 10-12 tahun meliputi: 1) mencintai teman; 2) sering berbicara tentang mereka; 3) lebih selektif dalam memilih teman; 4) kemungkinan memiliki sahabat menikmati percakapan ketertarikan terhadap lawan jenis mulai berkembang; 5) lebih pandai, keluarga sangat berarti menyukai ibu dan ingin menyenangkannya dengan berbagai cara menunjukkan kasih sayang; 6) menyukai, mengagumi dan mengidolakan ayah; dan 7) menghormati orangtua.

2.2 Penyakit Kronis pada Anak Usia Sekolah 2.2.1 Defenisi penyakit kronis

(7)

hospitalisasi, dan memerlukan tindakan medis yang lebih luas serta memerlukan peralatan di rumah.

Penyakit kronis terbagi 2 yaitu penyakit kronis infeksi dan non infeksi. Penyakit kronis non infeksi adalah suatu keadaan sakit yang tidak menular dan berlangsung minimal 6 bulan yang memerlukan intervensi medis terus menerus (Vickers, 2008). Contoh penyakit kronis non infeksi adalah penyakit jantung bawaan, kegagalan jantung kongestif, distrimia jantung, hyperlipidemia, diabetes, hiperplasia adrenal kongenital, short bowel syndrome, atresia bilier, celiac

disease, sickle cell anemia, thalassemia, aplastic anemia, hereditary anemias,

hemophilia, defisiensi imun, penyakit ginjal, cerebral palsy, ataxia telangiectasia, distrofi otot, seizure disorder, traumatic brain injury, tumor otak, leukemia, limfoma, solid tumors, bone tumors, rare tumors, dan asma.

2.2.2 Masalah yang terjadi pada anak dengan penyakit kronis

(8)

pendidikan anak, 5) Isolasi sosial karena kondisi anak, 6) Adaptasi keluarga karena akibat penyakit kronis, 7) Reaksi saudara kandung, 8) Stres antara pengasuh, 9) Rasa bersalah dan penerimaan kondisi penyakit kronis, dan 10) Pengganti pengasuh anak ketika anggota keluarga yang biasa mengasuh anak tidak dapat lagi memberikan perawatan.

2.2.3 Dampak yang terjadi pada anak akibat penyakit kronis

Anak dengan penyakit kronis mungkin menghadapi banyak masalah yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan normal. Misalnya, anak usia sekolah yang harus immobilisasi selama tahap pengobatan merasa rendah diri karena tidak dapat menyelesaikan tugas-tugasnya, seperti membantu pekerjaan rumah tangga atau kegiatan lain dengan saudara atau teman sebaya. Sikap anak terhadap kondisi adalah elemen penting dalam pengelolaan jangka panjang dan penyesuaian keluarga. Tanggapan anak dengan kondisi kronis dipengaruhi oleh respon dari anggota keluarga keluarga. Beberapa tanggapan yang khas telah diidentifikasi: perlindungan berlebihan, penolakan, dan penerimaan secara bertahap (Hatfield et al., 2007).

(9)

seolah-olah kondisi kritis tidak ada, dan mereka mendorong anak untuk mengkompensasi segala ketidakmampuan secara berlebihan. Anggota keluarga yang berada pada tahap penerimaan berekasi biasa terhadap kondisi anak, mereka membantu anak untuk menentukan tujuan yang realistis untuk perawatan diri dan kemandirian, daan mendorong anak untuk mencapai keterampilan sosial dan fisik sesuai kemampuannya (Hatfield et al., 2007).

Anak-anak sering menganggap penyakit yang dialaminya sebagai hukuman karena memiliki pikiran atau tindakan yang buruk. Persepsi anak tentang penyakit kronis yang dialaminya tergantung pada tahap perkembangan anak saat didiagnosis. Persepsi ini juga dipengaruhi oleh sikap orang tua dan teman sebaya dan bagian tubuh mana yang mengalami disfungsi yang terlihat. Masalah seperti asma, alergi, dan epilepsi sulit dimengerti oleh anak-anak karena masalahnya berada di dalam tubuh, bukan di luar (Hatfield et al., 2007).

(10)

gastrointerstinal. Anak dengan Duchenne muscular dystrophy mengalami

kelemahan secara bertahap, sehingga pada masa remaja anak harus menggunakan kursi roda, ketika teman-teman yang aktif melakukan olahraga dan mengeksplorasi hubungan seksual (Hatfield et al., 2007).

Beberapa perawatan akan membuat anak-anak takut atau merasa kesakitan sehingga menimbulkan trauma pada dirinya. Oleh karena itu, diperlukan perhatian lebih besar dari keluarga untuk mengatasinya (Boyse et al., 2012). Anak usia sekolah dapat merasa khawatir karena pembatasan, kebutuhan pengobatan dan disabilitas yang terlihat nyata yang berhubungan dengan kondisi mereka yang dapat membuat mereka berbeda dari teman sebayanya. Keterbatasan yang dibawa kondisi kronis tersebut dapat bertentangan dengan kebutuhan meningkatkan kemandirian dan hal ini dapat mengganggu hubungan dengan teman sebaya (Rudolph, 1999).

(11)

2.3 Hospitalisasi pada Anak Usia Sekolah 2.3.1 Defenisi Hospitalisasi

Hospitalisasi anak merupakan suatu proses yang karena suatu alasan tertentu mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah (Supartini, 2004). Menurut Wong (2013) hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Hospitalisasi juga dapat diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi sebab anak dirawat di rumah sakit (Stevens, 1999).

Hospitalisasi hampir secara universal mengakibatkan stress karena berbagai faktor yang berkaitan dengan stress perpisahan, perubahan rutinitas, kondisi tidak familiar dengan orang dan lingkungan, ketakutan dengan nyeri yang berhubungan dengan keadaan sakit dan pengobatannya (Rudolph, 1999).

2.3.2 Perilaku Maladaptif Anak Usia Sekolah selama Hospitalisasi Salah satu bentuk kecemasan anak usia sekolah akibat hospitalisasi adalah perpisahan dengan orang tua dan teman sebaya. Hal-hal yang menunjukkan kecemasan akibat perpisahan, serta rasa takut lainnya yaitu dengan anak merasa kesepian, bosan, isolasi, menarik diri, depresi, marah, frustasi dan bermusuhan. Sedangkan mekanisme pertahanan diri yang digunakan yaitu regresi mengacu pada kecenderungan untuk kembali pada tahap perilaku yang lebih dini dan lebih primitif (Wong, 2013).

(12)

tidak mau makan serta mungkin ditunjukkan dengan reaksi regresi yang diekspresikan secara verbal maupun non verbal (Wong, 2013).

Biasanya anak juga menanggapi perawatan dirumah sakit dengan reaksi misalnya menjerit-jerit, mengompol atau perilaku lain yang lebih pantas untuk tahap usia yang lebih awal. Namun bentuk perilaku ini menunjukkan bukannya kerewelan yang harus ditangani dengan tegas tetapi kecemasan yang membutuhkan kesabaran dan pengertian (Mc Gie, 2003). Karena perawat biasanya terlibat sejak tahap awal diagnosis, dan anak serta keluarga membutuhkannya secara berkelanjutan dalam jangka waktu lama, maka perawat memiliki peran penting dalam membantu keluarga menyesuaikan diri dengan kondisi yang sedang terjadi (Hatfield et al., 2007).

2.4 Studi Fenomenologi

Riset fenomenologi didasarkan pada falsafah fenomenologi yang didukung oleh Edmen Husserl. Husserl menyatakan bahwa “makna” merupakan pengalaman pribadi yang dapat dibagikan atau disampaikan kepada orang lain secara objektif dan diambil intinya saja agar orang lain lebih dapat memahami. Seorang fenomenolog memiliki keyakinan bahwa kebenaran utama tentang realitas didasarkan pada pengalaman hidup seseorang. Penelitian fenomenologi berusaha untuk memahami respon seluruh manusia terhadap suatu hal atau sejumlah situasi (Polit & Beck, 2012).

(13)

pendekatan fenomenologi ini bertujuan untuk memahami respon seluruh manusia terhadap suatu atau sejumlah peristiwa dan memberikan gambaran terhadap makna sebuah pengalaman yang dialami beberapa individu dalam situasi yang dialami. Pendekatan fenomenologi digunakan ketika sedikit sekali definisi atau konsep terhadap suatu fenomena yang akan diteliti. Fenomenologi berfokus pada apa yang dialami oleh manusia pada beberapa fenomena dan bagaimana mereka menafsirkan pengalaman tersebut. Penelitian dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi tertentu. Tujuan penelitian fenomenologi sepenuhnya adalah untuk menggambarkan pengalaman hidup dan persepsi yang muncul (Polit & Beck, 2012).

Didalam studi fenomenologi ini, hal-hal yang akan ditanyakan telah terstruktur, telah ditetapkan sebelumnya secara rinci (structured interview) antara

peneliti dan partisipan dimana peneliti membantu partisipan untuk menggambarkan pengalaman hidupnya tanpa adanya suatu diskusi. Melalui perbincangan yang cukup dalam peneliti berusaha untuk menggali informasi sebanyak mungkin dari partisipan (Polit & Beck, 2012).

(14)

Hasil penelitian dalam studi fenomenologi diperoleh melalui proses analisis data. Fenomenologist dalam proses analisis data yang terkenal adalah Collaizi, Giorgi dan Van Kaam. Ketiga tokoh tersebut berpedoman pada filosofi Husserl yang mana fokus utamanya adalah mengetahui gambaran sebuah fenomena (Polit & Beck, 2012). Colaizzi (1978, dalam Polit & Beck 2012) menyatakan bahwa ada tujuh langkah yang harus dilalui untuk menganalisa data. Proses analisa tersebut meliputi: 1) membaca semua transkrip wawancara untuk mendapatkan perasaan mereka, 2) meninjau setiap transkrip dan menarik pernyataan yang signifikan, 3) menguraikan arti dari setiap pernyataan yang signifikan, 4) mengelompokkan makna-makna tersebut kedalam kelompok-kelompok tema, 5) mengintegrasikan hasil kedalam bentuk deskripsi, 6) memformulasikan deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti sebagai identifikasi pernyataan setegas mungkin, dan 7) memvalidasi apa yang telah ditemukan kepada partisipan sebagai tahap validasi akhir .

Menurut Lincoln & Guba (1985, dalam Polit & Beck 2012) untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya (trustworthiness) maka data divalidasi dengan beberapa kriteria, seperti Credibility, Confirmability, Dependability, dan. Transferability.

Credibility (uji tingkat kepercayaan) merupakan kriteria untuk memenuhi

nilai kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan dengan melakukan member checking dan prolonged engangement.

Confirmability pada penelitian ini dilakukan dengan memeriksa seluruh

(15)

Kemudian peneliti menentukan tema dari hasil penelitian dalam bentuk matriks tema.

Dependability merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai kualitas

dari proses yang peneliti lakukan. Dalam penelitian ini, beberapa catatan yang dapat digunakan untuk menilai kualitas dari proses penelitian adalah data mentah yang diperoleh melalui pengumpulan transkrip-transkrip wawancara, hasil analisa data, membuat koding-koding (pengkodean), dan draft hasil laporan penelitian untuk menunjukkan adanya kesimpulan yang ditarik pada akhir penelitian.

Transferability mengacu pada sejauh mana hasil penelitian dapat

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, berdasarkan grafik yang ada pada gambar 4.3, dapat disimpulkan bahwa kondisi stabilitas arah sepeda motor yang paling baik adalah ketika sepeda motor berbelok

Hasil dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa motivasi karir, motivasi ekonomi, motivasi kualitas, persepsi, dan lama pendidikan secara signifikan berpengaruh terhadap

Alhamdulilah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Isolasi dan

Selain itu, setek cabang tidak merusak rumpun bambu induknya, dan pembentukan rumpun lebih cepat (Rao dkk., 1992). Pada setek cabang tanaman bambu hitam perlu

[r]

Magelang berada di 15 km sebelah Utara Kota Mungkid, 75 km sebelah selatan Semarang, dan 43km sebelah utara Yogyakarta. Kota Magelang terdiri atas 3 Kecamatan, yakni

Proses koreografi merupakan tahap awal dalam penyusunan Tari Bedhaya Tunggal Jiwa yang terdiri dari empat tahap yaitu penemuan ide, eksplorasi, improvisasi dan komposisi..

Berdasarkan data hasil tes, jenis kesalahan terbanyak yang dilakukan siswa adalah kesalahan gambar sebanyak 24 orang siswa, kemudian diikuti kesalahan simbol