• Tidak ada hasil yang ditemukan

Validasi Tes Draw a Person (DAP) dengan menggunakan tes papi-kostick - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Validasi Tes Draw a Person (DAP) dengan menggunakan tes papi-kostick - USD Repository"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

VALIDASI TES DRAW A PERSON (DAP)

DENGAN MENGGUNAKAN TES PAPI-KOSTICK

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Rangga Harisang Anindita

NIM : 079114050

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

HALAMAN MOTTO

“Cara terbaik untuk keluar dari suatu persoalan adalah memecahkannya.”

(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

• Tuhan Yesus Kristus

• Orangtuaku

(6)
(7)

VALIDASI TES DRAW A PERSON (DAP) DENGAN MENGGUNAKAN TES PAPI-KOSTICK

Rangga Harisang Anindita

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh setiap kriteria interpretasi tes DAP memiliki keterkaitan dengan faktor-faktorpada tes PAPI-Kostick. Data yang digunakan adalah sebanyak 200 orang. Peneliti mengambil data dari Pusat Pelayanan Tes dan Konsultasi Psikologi (P2TKP) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Peneliti menggunakan teknik korelasi dalam menganalisis data. Peneliti menggunakan 15 hipotesis penelitian.Dari hasil uji hipotesis didapatkan semua nilai p lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya korelasi yang signifikan antara setiap kriteria interpretasi tes DAP dengan faktor-faktor dari tes PAPI-Kostick. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa kurangnya bukti validitas dari tes DAP, sehingga ada kecenderungan tes DAP kurang valid.

(8)

VALIDATION OF DRAW A PERSON (DAP) TEST BY USING PAPI-KOSTICK TEST

Rangga Harisang Anindita

ABSTRACT

The aim of this research is to find out how far every DAP test interpretation criteria related to the factors in PAPI-Kostick test is. 200 subjects have been collected to complete the data. The researcher obtained the data from P2TKP USD Yogyakarta. The researcher used correlation technique to analyze the data and also used 15 research hypotheses. From the result of the hypothesis trial, it is found that all the p scores are higher than 0,05. It points out that there is no significant correlation between every DAP test interpretation criteria and the factors from the PAPI-Kostick test. This could indicate that there is a lack of validity in DAP test, so that there is a tendency that the test is not valid enough.

(9)
(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan bimbingan-Nya

sehingga penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Validasi tes Draw A

Person (DAP) dengan menggunakan tes PAPI-Kostick” dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa dapat diselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari

bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani, M.Si. selaku dekan Fakultas Psikologi

USD.

2. Ibu Titik Kristiyani, M. Psi. selaku Kaprodi Fakultas Psikologi USD.

3. Bapak Agung Santoso, M.A. selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Heri Widodo, M. Psi. Selaku pemimpin P2TKP yang

memberikan izin untuk pengambilan data di P2TKP.

5. Ibu MM. Nimas Eki S., S. Psi., Psi., M. Si., selaku dosen pembimbing

akademik.

6. Ibu Agnes Indar E, S. Psi., Psi., M. Si.

7. Semua dosen Fakultas Psikologi Sanata Dharma.

8. Semua pihak yang terlibat dalam pembuatan skripsi ini yang tidak bisa

(11)

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Maka

penulis menerima segala bentuk saran dan kritik dari berbagai pihak. Semoga

Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan rahmat-Nya kepada pihak-pihak yang telah

membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………..……... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING…………... ii

HALAMAN PENGESAHAN……….………...…. iii

HALAMAN MOTTO... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN…..………... v

PERNYATAAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…….……...….. vi

ABSTRAK ………... vii

ABSTRACT.………...…... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... ix

KATA PENGANTAR..………...…. x

DAFTAR ISI…………...………...……... xii

BAB I PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang………...…. 1

B. Rumusan Masalah ………... 5

C. Tujuan Penelitian………...……... 5

D. Manfaat Penelitian………...…...….. 5

BAB II DASAR TEORI………...…… 7

A. Draw-A-Person Test (Tes Menggambar Orang)……...… 7

1. Sejarah Draw-A-Person Test………....….…...……. 7

2. Prosedur Draw-A-Person Test………...………...…... 8

(13)

1. Sejarah PAPI-Kostick……….…...……... 15

2. Prosedur PAPI-Kostick ………...……... 15

3. Faktor-Faktor dalam PAPI-Kostick …………...…. 16

4. Reliabilitas dan Validitas PAPI-Kostick... 22

5. Cara Interpretasi PAPI-Kostick ………...…... 23

C. Hubungan antara Kriteria Interpretasi DAP dengan Faktor PAPI-Kostick... 25

D. Hipotesis... 29

E. Pertanyaan Penelitian………...…... 31

BAB III METODE PENELITIAN………...…... 32

A. Jenis Penelitian………...…...…... 32

B. Variabel Penelitian……….…...….... 32

C. Definisi Operasional………...…....… 32

1. Kriteria-kriteria interpretasi tes DAP (Draw-A-Person)... 32

2. Faktor-faktor tes PAPI-Kostick…... 33

D. Subjek Penelitian………...….. 34

E. Metode Pengumpulan Data………...……... 35

F. Metode Analisis Data………... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………….…....…... 37

A. Orientasi Kancah………...…. 37

B. Pelaksanaan Penelitian………... 37

C. Hasil Penelitian...………... 39

(14)

2. Uji Normalitas………...…... 40

3. Uji Hipotesis………...…... 41

D. Pembahasan...………...…... 42

E. Kelemahan Penelitian………...….…...… 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………...…....…. 46

A. Kesimpulan………...……...……... 46

B. Saran………...….... 46

DAFTAR PUSTAKA………...…..…...… 48

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tes grafis sering digunakan untuk asesmen psikologi. (Etikawati,

komunikasi pribadi, 10 Mei 2010 ; Zaman, 2009 : Weiner & Greenee, 2008 ;

Gregory, 2007 ; Murphy & Davidshofer, 2005 ; Watkins, Campbell,

Nieberding, Hallmark, 1995). Tes grafis digunakan pada bidang pendidikan,

misalnya untuk pemilihan bidang studi. Tes grafis juga digunakan pada bidang

klinis untuk mengetahui gambaran individual seseorang. Bidang industri dan

organisasi memperlakukan tes grafis sudah seperti tes wajib karena sering

digunakan, misalnya untuk merekomendasikan seseorang pada posisi tertentu

dan seleksi kerja (Etikawati, komunikasi pribadi, 10 Mei 2010 ; Zaman, 2009).

Tes grafis terdiri dari BAUM, HTP, dan DAP. Tes BAUM adalah tes

menggambar pohon. Tes HTP (House Tree Person) adalah tes menggambar rumah, pohon, dan orang. Tes DAP (Draw A Person) adalah tes menggambar orang. Tes BAUM digunakan untuk mengetahui fungsi okupasi seseorang,

selain itu juga untuk mengetahui aspek-aspek kepribadian seperti kebutuhan

seseorang, adekuasi ego, dan hubungan individu dengan lingkungan. Tes HTP

digunakan untuk mengetahui fungsi seseorang di dalam keluarganya,

pemenuhan kebutuhan afeksi dan penerimaan, persepsi dan hubungan dengan

figur pemelihara, persepsi dan hubungan dengan figur otoritas, pemenuhan

(16)

hubungannya dengan lingkungan. Tes DAP mengungkap kecenderungan orang

dalam hal kontak sosial, penyesuaian diri, dan cara seseorang untuk mengelola

dari dorongan ke tindakan. Tes DAP merupakan salah satu dari ketiga jenis tes

grafis, yang paling sering dipakai dan paling banyak referensinya dibandingkan

dengan tes BAUM dan tes HTP. Tes DAP memiliki kemampuan lebih baik

dibandingkan dengan BAUM dan HTP dalam melihat cara testee menghadapi stimulus yang ada di hadapannya dan di sekitarnya (Hooker & McAdams,

2003). Machover berpendapat bahwa tes DAP mampu mengungkap hal-hal

yang terkait dengan testee secara spesifik, antara lain: ambisi, karakteristik kepribadian, kehidupan serta perilaku di dalam kehidupan keluarga pada testee

yang menggambar (Groth-Marnat & Roberts, 1998).

Tes DAP sering digunakan di Indonesia karena memiliki kelebihan.

Kelebihan tes DAP ialah kemampuannya menunjukkan hal yang sebenarnya

dari dalam diri testee, dengan catatan si interpreter memiliki kemampuan untuk menginterpretasi dengan benar dan memiliki jam terbang yang tinggi

(Etikawati, komunikasi pribadi, 10 Mei 2010). Tes DAP memiliki perbedaan

dengan tes lain yang tidak menggunakan dasar proyektif, misalnya tes

inventori. Testee yang mengerjakan tes inventori dapat melakukan faking dan jawaban dari tes tersebut tidak dapat diketahui apakah merupakan jawaban

yang sebenarnya atau tidak (Etikawati, komunikasi pribadi, 10 Mei 2010).

Tes DAP memiliki beberapa kelemahan, kelemahan yang pertama yaitu

tes DAP bersifat subjektif. Tester yang belum memiliki pengalaman, kurang

(17)

hasil tes DAP, dapat melakukan kesalahan interpretasi (interpretasinya

menyempit). Maksudnya, hasil tes testee hanya menunjukkan pola kepribadian

testee saat menghadapi masalah, tetapi bukan menggambarkan pola

kepribadian testee secara umum (Etikawati, komunikasi pribadi, 10 Mei 2010). Bila hal itu terjadi, maka dapat mengurangi validitas hasil tes DAP (Etikawati,

komunikasi pribadi, 10 Mei 2010 ; Groth-Marnat, 1998). Validitas DAP juga

masih menjadi bahan pembicaraan beberapa psikolog, sehingga dikhawatirkan

tes ini sudah tidak dapat digunakan untuk mengukur kepribadian seseorang

(Etikawati, komunikasi pribadi, 10 Mei 2010 ; Swensen, 1957 ; Roback, 1968 ;

Thomas & Jolley, 1998 ; Garb, Wood, Lilienfeld, and Nezworski, 2002).

Kelemahan yang kedua yaitu hasil tes DAP tergantung pada situasi psikologis

testee saat menggambar. Bila testee menggambar saat ia memiliki masalah, maka tampilan gambarnya akan berbeda dibandingkan dengan gambar testee

saat ia sedang tidak ada masalah.

Penelitian ini muncul untuk mengatasi keterbatasan validitas tes DAP.

Hal tersebut dilakukan dengan cara mengkorelasikan kriteria interpretasi tes

DAP dengan kriteria interpretasi dari tes lain yang sudah teruji validitas dan

reliabilitasnya secara objektif Hal itu perlu dilakukan untuk memvalidasi

kriteria interpretasi dalam tes DAP. Penelitian ini juga muncul untuk mengatasi

kelemahan pada penelitian sebelumnya (Nurhayati, 2011). Penelitian Nurhayati

bertujuan untuk mengetahui seberapa besar dimensi-dimensi penilaian DAP

(18)

interpretasi yang sama dengan tes kriterionnya (16 PF). Hal itu menyebabkan

tidak dapat dipastikan kriteria interpretasi tes DAP yang diuji mengukur hal

yang sama dengan faktor-faktor pada tes 16 PF.

Peneliti memilih menggunakan tes PAPI-Kostick untuk memvalidasi

kriteria-kriteria interpretasi dari tes DAP. Hal itu dikarenakan tes PAPI-Kostick

memiliki reliabilitas dan validitas yang baik (Cartwright, 2011). PAPI-Kostick

memiliki koefisien reliabilitas 0,62-0,91 (N=100); 0,80 pada faktor-faktor role

dan 0,78 pada faktor-faktor need (N=143) dengan metode test re-test, sedangkan reliabilitas dengan metode konsistensi internal memiliki nilai alfa

0,71-0,90. Khusus untuk faktor K (kebutuhan untuk memaksakan kehendak)

dan faktor P (kebutuhan untuk mengawasi/mengontrol orang lain) memiliki

alfa 0,6-0,7 (N=100). PAPI-Kostick memiliki validitas isi, validitas konstruk,

dan validitas prediktif yang kuat. Pada validitas konstruk, semua faktor-faktor

PAPI-Kostick dikorelasikan dengan tes OPQ32, kemudian dihasilkan nilai

korelasi di atas 0,5 (p=0,01 ; N=98) (Cartwright, 2011).

Alasan lain peneliti menggunakan tes PAPI-Kostick karena faktor-faktor

tes PAPI-Kostick memiliki beberapa interpretasi yang sama dengan

kriteria-kriteria tes DAP. Peneliti mencari interpretasi yang sama antara DAP dan

PAPI-Kostick dengan cara saling mencocokkan interpretasinya. Ada 6 faktor

yang memiliki interpretasi yang sama dengan DAP, yaitu: faktor E (kekuatan

menahan emosi), faktor A (kebutuhan akan keberhasilan), faktor K (kebutuhan

untuk memaksakan kehendak), faktor C (keteraturan, kerapihan), faktor W

(19)

kedekatan dan afektif). Kriteria-kriteria interpretasi tes DAP akan

dikorelasikan dengan faktor-faktor tes PAPI-Kostick. Harapan dari penelitian

ini adalah untuk membuktikan bahwa kriteria-kriteria interpretasi tes DAP

masih valid.

B. Rumusan Masalah

Seberapa jauh setiap kriteria interpretasi tes DAP memiliki keterkaitan dengan

faktor-faktor pada tes PAPI-Kostick ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh setiap kriteria

interpretasi tes DAP memiliki keterkaitan dengan faktor-faktor pada tes

PAPI-Kostick.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

(20)

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat  memberikan informasi mengenai tes DAP, apakah masih layak digunakan atau tidak. Bila validitasnya tinggi, maka tes DAP

(21)

BAB II

DASAR TEORI

A. Draw-A-Person Test (Tes Menggambar Orang)

1. Sejarah Draw-A-Person Test

Florence Goodenough menemukan skala dasar intelegensi dari

gambar orang pada tahun 1920, gambar tersebut kemudian dikenal dengan

sebutan Draw a Man Test (Urban, dalam Nurhayati, 2011). Goodenough menunjukkan bahwa gambar orang dapat mencerminkan perkembangan

intelektual pada anak-anak, serta mengembangkan skala yang dapat

digunakan untuk mengetahui umur mental dari seseorang yang

menggambar orang. Goodenough juga mempelajari mengenai kepribadian

dengan cara melihat gambar yang dibuat oleh seseorang. Machover adalah

salah satu ahli yang memiliki pengetahuan tentang gambar proyektif. Dia

mengembangkan penelitian Goodenough, yaitu dengan cara mengulang

interpretasi dari hipotesis sebelumnya. Machover menggunakan latar

belakang teori dinamika kepribadian untuk melihat ke dalam diri testee

(Urban, dalam Nurhayati, 2011). Hasilnya, Machover tidak menemukan

bahwa tes gambar orang tersebut dapat untuk mengukur inteligensi

(22)

2. Prosedur Draw-A-Person Test

Prosedur tes DAP adalah meminta testee untuk menggambar orang pada kertas berukuran 8,5 inci x 11 inci atau ukuran kuarto. Tester

meletakkan kertas tersebut menghadap ke testee dengan posisi vertikal dan meminta testee untuk menggambar dengan menggunakan pensil HB. Instruksi yang diberikan adalah, “gambarlah orang”. Instruksi, “gambarlah

sesukamu”, diberikan jika testee bertanya lebih lanjut setelah mendapat instruksi pertama (Urban, dalam Nurhayati, 2011). Tester melakukan

observasi terhadap testee selama testee menggambar. Tester juga mencatat hal-hal yang diperoleh dalam observasi, seperti urutan bagian tubuh yang

digambar, komentar–komentar spontan testee selama menggambar, jenis kelamin orang yang digambar testee pertama kali, dan waktu yang dibutuhkan oleh testee untuk menggambar orang. Hal lain yang perlu dicatat adalah data pribadi testee dan pertanyaan–pertanyaan testee

sebelum menggambar. Apabila memungkinkan, testee diminta untuk menggambar dua orang dalam dua kertas yang berbeda, tetapi jika tidak

memungkinkan, testee diminta untuk menggambar orang yang sesuai dengan jenis kelamin testee (Machover, 1965).

3. Cara Interpretasi Draw-A-Person Test

Konsep dasar interpretasi tes DAP berasal dari penelitian ribuan

gambar dalam konteks klinis yang menggunakan metode–metode

(23)

interpretasi tes DAP adalah gambar orang yang digambar oleh testee

memiliki hubungan erat dengan impuls–impuls, kecemasan–kecemasan,

konflik–konflik, dan ciri–ciri yang menggambarkan individu yang

bersangkutan. Hal tersebut telah terbukti kesahihannya dalam pengalaman

klinis (Machover, 1965).

Tokoh yang digambar testee adalah gambaran dari diri testee, sedangkan kertas yang digunakan untuk menggambar dianggap sebagai

lingkungan. Hal tersebut dapat terjadi ketika testee menggambar figur manusia, baik disadari atau tidak, seseorang dihadapkan pada masalah

yang membutuhkan kemampuan memproyeksikan diri ke dalam semua arti

tubuh dan sikap–sikap yang ditampilkan dalam figur manusia yang

digambar. Hal itu menyebabkan tester bebas untuk melakukan interpretasi

terhadap aspek–aspek yang seringkali mencerminkan masalah–masalah

dan tingkah laku dari testee yang menggambar.

Dalam menginterpretasi gambar manusia, perlu memperhatikan

kriteria-kriteria interpretasi yang ada dalam DAP (Machover, 1965).

Kriteria-kriteria interpretasi di bawah ini adalah kriteria interpretasi yang

digunakan oleh peneliti dalam skala DAP (Eriany, 1998 ; Psikologi UGM,

1991 ; Psikologi UNTAG, 1992 ; Psikologi UMM, 1992). Kriteria tersebut

(24)

a. Eksekusi

Penentuan kriteria interpretasi DAP yaitu dengan cara memperhatikan

tata letak dan tata gambar pada gambar yang dibuat testee di kertas. 1) Lokasi Gambar atau Penempatan Gambar

Penempatan gambar (kiri-kanan-atas-bawah) tentang kontrol

emosi, keinginan mencapai prestasi, dan orientasi sosial.

2) Ukuran Figur

Ukuran figur (kecil-besar) mengenai kepercayaan diri.

3) Tipe Garis

Tipe garis (kabur-jelas) tentang keberanian. Tipe garis

(terputus-putus-menyambung) tentang ketegasan. Tipe garis

(tunggal-bertumpuk) mengenai kenyamanan dan rasa aman.

4) Hapusan

Hapusan menggambarkan tentang tingkat kepercayaan diri.

5) Shading

Shading menggambarkan tentang kecemasan.

b. Fungsional

Kriteria interpretasi yang dipilih berdasarkan fungsional

memiliki makna bahwa penentuan kriteria interpretasi DAP itu dengan

memperhatikan manfaat dan fungsi dari anggota tubuh yang berada

(25)

1) Kepala

Gambar kepala (agak besar-terlalu besar) memiliki makna

antara lain tentang intelegensi, tentang fantasi, tentang

simtom-simtom somatis pada kepala, tentang aspirasi dan kemampuan.

2) Rambut

Gambar rambut yang (sangat kurang-dilebihkan) memiliki

makna tendensi castrasi complex, erotis protes, atau kemungkinan ada konflik. Gambar rambut (berantakan-rapi) tentang

tertata-tidaknya seseorang. Gambar rambut (berombak-lurus) tentang

seberapa rumit cara berpikir seseorang. Gambar rambut (tidak

ditutupi-ditutupi) tentang orientasi sosial.

3) Alis

Gambar alis (pendek-panjang) tentang seberapa mampu

seseorang dapat melihat suatu hal dengan cermat dan seksama.

Gambar alis (berantakan-rapi) tentang kesopanan.

4) Mata

Gambar mata (tertutup-terbuka-besar-kecil) tentang kontak

sosial dan agresivitas.

5) Telinga

Gambar telinga (tidak jelas-jelas) mengenai keragu-raguan.

(26)

6) Hidung

Gambar hidung (pendek-panjang) tentang keinginan atau

hasrat akan kejantanan/kekuatan. Gambar hidung (besar-kecil)

tingkat tentang penghargaan kepada orang lain.

7) Mulut

Gambar mulut (tidak jelas-jelas) memiliki makna antara lain

penolakan terhadap kebutuhan afektif, perasaan bersalah, depresi,

atau kontak verbal yang terganggu, kebutuhan tergantung. Gambar

mulut (tertutup-terbuka) tentang tingkat ketergantungan kepada

orang lain.

8) Leher

Gambar leher yang (tidak jelas-jelas) tentang kontrol atas

dorongan-dorongan. Gambar leher (kecil-besar) memiliki makna

depresi, mungkin rigid, atau penggabungan impuls yang baik.

Gambar leher (pendek-panjang) tentang kontrol emosi.

9) Lengan

Gambar lengan (pendek-panjang) tentang ambisi dan kasih

sayang. Gambar lengan (menjauhi tubuh-mendekati tubuh)

tentang ketegangan.

10)Tangan

Gambar tangan (kabur-jelas-kecil-besar) memiliki makna

(27)

11) Jari Tangan

Gambar jari tangan (pendek-panjang-tumpul-runcing)

memiliki makna tentang agresi.

12) Kaki

Gambar kaki (kecil-besar-panjang-pendek) tentang

ketergantungan pada orang lain.

13) Jari Kaki

Gambar jari kaki (jelas-tidak jelas) tentang agresivitas.

B. Perception and Preference Inventory (PAPI-Kostick)

PAPI-Kostick adalah self report inventory yang terdiri dari 90 pasangan pernyataan pendek yang berhubungan dengan situasi kerja menyangkut 20

faktor yang terdiri dari 10 need dan 10 role yang dikelompokkan dalam tujuh bidang. Ketujuh bidang tersebut adalah arah kerja, gaya kerja, kepemimpinan,

aktivitas, sikap sosial, temperamen, dan kepatuhan. Bidang arah kerja terdiri

dari faktor N (kebutuhan untuk menyelesaikan tugas ; need), faktor G (peran sebagai pekerja keras ; role), dan faktor A (kebutuhan akan keberhasilan ;

(28)

role). Bidang aktivitas terdiri dari faktor T (kecepatan ; role) dan faktor V (kegairahan ; role). Bidang sikap sosial terdiri dari faktor X (kebutuhan untuk diperhatikan ; need), faktor S (perluasan lingkup sosial ; role), faktor B (kebutuhan untuk menjadi bagian dari kelompok ; need), dan faktor O (kebutuhan akan kedekatan dan afektif ; need). Bidang temperamen terdiri dari faktor Z (kebutuhan akan perubahan ; need), faktor E (kekuatan menahan emosi ; role), faktor K (kebutuhan untuk memaksakan kehendak ; need). Bidang kepatuhan terdiri dari faktor F (kebutuhan untuk mendukung

pemimpin ; need) dan faktor W (kebutuhan akan aturan dan pengarahan ;

need).

Ketujuh bidang PAPI-Kostick saling berhubungan dan akan jelas

hubungannya dalam diagram PAPI-Kostick. Misalnya pada bidang

temperamen (faktor K) dengan bidang kepatuhan (faktor F), orang yang skor

faktor L-nya tinggi (memiliki peran kepemimpinan yang tinggi) maka

biasanya skor faktor F-nya rendah (kebutuhan untuk mendukung pemimpin

rendah). Setiap nomor terdiri dari satu need yang berpasangan dengan need

yang lain dan satu role yang berpasangan dengan role yang lain. Tidak ada

need yang berpasangan dengan role atau role dengan need. (Sapri, dalam Workshop Tes Grafis, 2008).

(29)

1. Sejarah PAPI-Kostick

PAPI (Perception and Preference Inventory) dibuat oleh Max Martin Kostick, doktor dalam ilmu pendidikan, guru besar Psikologi

Industri di State College, Boston, awal tahun 60an. Kostick adalah

pemegang hak cipta PA Consulting Group yang juga menyelenggarakan

pelatihan untuk pengguna dan seminar-seminar untuk pengembangan

PAPI-Kostick (Sapri, dalam Workshop Tes Grafis, 2008).

PAPI-Kostick digunakan secara luas antara lain di Inggris,

Australia, Perancis, dan Jerman. PAPI-Kostick digunakan di Indonesia

diperkirakan sekitar awal atau pertengahan tahun 80an. Penggunaan

PAPI-Kostick di Indonesia dengan cepat meluas menjelang akhir 90an,

karena kemudahan dan peluang-peluang yang menjanjikan (Sapri, dalam

Workshop Tes Grafis, 2008).

2. Prosedur PAPI-Kostick

Tes PAPI-Kostick terdiri atas 90 soal dalam setting dunia kerja yang meliputi 180 pernyataan, masing-masing soal terdapat 2 pernyataan.

Testee diminta untuk memilih satu pernyataan yang paling mendekati

gambaran diri testee atau yang paling menunjukkan perasaan testee. Bila

testee merasa bahwa kedua pernyataan tersebut tidak sesuai dengan diri

(30)

diminta untuk bekerja dengan cepat dan setiap nomor harus dikerjakan

semua (Sapri, dalam Workshop Tes Grafis, 2008).

3. Faktor-Faktor dalam PAPI-Kostick

Berikut ini adalah 20 faktor dari PAPI-Kostick (Sapri, dalam

Workshop Tes Grafis. 2008. ; PAPI-Kostick, Training. 2010.).

a. Faktor L (peran kepemimpinan)

Faktor L menunjukkan seberapa jauh seseorang memiliki

keyakinan untuk berada di posisi pemimpin, seberapa jauh seseorang

merasa nyaman dengan perilaku kepemimpinan, dan seberapa jauh

seseorang menerima dirinya dalam peran tersebut

b. Faktor P (kebutuhan untuk mengawasi/mengontrol orang lain)

Faktor P menunjukkan seberapa jauh keinginan seseorang untuk

memegang kendali, menggerakkan kekuatan, dan melakukan dominasi

terhadap orang lain. Faktor ini menunjukkan tingkat kemauan seseorang

untuk melaksanakan tanggung jawab yang timbul dari peran

kepemimpinan dan untuk bekerja melalui orang lain dalam

menyelesaikan tugas.

c. Faktor I (kesantaian dalam mengambil keputusan)

Faktor I menunjukkan seberapa besar kemampuan seseorang dalam

kaitan dengan tugas untuk membuat keputusan, menerima tanggung

jawab dari keputusan yang diambilnya, dan menerima konsekuensi dari

(31)

tidak nyaman atau tertekan bila menghadapi situasi di mana harus

mengambil keputusan.

d. Faktor T (kecepatan)

Faktor T menunjukkan kecepatan seseorang untuk lebih suka

bekerja secara mental. Faktor ini juga menunjukkan kesigapan mental

seseorang untuk bekerja, bukan dalam arti kepandaian atau

inteligensinya, tetapi dalam arti kesigapannya untuk langsung bekerja

(switched-on), dan kepekaannya terhadap keadaan yang mendesak. e. Faktor V (kegairahan)

Faktor V menunjukkan seberapa jauh seseorang dapat

dihubungkan dengan kekuatan secara fisik, aktivitas dan gerakan.

Faktor ini menunjukkan energi fisik yang dimiliki seseorang dan

kemauannya untuk menunjukkan diri dalam kegiatannya.

f. Faktor X (kebutuhan untuk diperhatikan)

Faktor X menunjukkan seberapa jauh keinginan seseorang untuk

dikenal, untuk mencari perhatian yang dilakukan secara nyata dan

terbuka. Faktor ini mencerminkan dorongan seseorang untuk tampil,

menjadi sorotan, dan menonjol.

g. Faktor S (perluasan lingkup sosial)

Faktor S menunjukkan kemampuan seseorang dalam berinteraksi

dengan orang lain secara hangat atau menyenangkan. Faktor ini

mencerminkan tingkat keyakinan diri seseorang dalam berinteraksi

(32)

arti ikatan sosial dan benar-benar menyukai hubungan dengan orang

lain.

h. Faktor B (kebutuhan untuk menjadi bagian dari kelompok)

Faktor B menunjukkan seberapa jauh kebutuhan seseorang untuk

berada dalam kelompok, untuk dapat diterima dan menjadi bagian dari

kelompok.

i. Faktor O (kebutuhan akan kedekatan dan afektif)

Faktor O menunjukkan kebutuhan seseorang akan keakraban,

kehangatan, dan memiliki hubungan interpersonal yang

sesuai/cocok/sepaham. Faktor ini juga menunjukkan seberapa jauh arti

penerimaan dan persetujuan orang lain bagi dirinya. Faktor ini juga

menunjukkan seberapa besar seseorang merasa kurang nyaman atau

merasa terluka akibat penolakan, isolasi atau ketidaksetujuan dari orang

lain.

j. Faktor R (tipe teoretis)

Faktor R menunjukkan kesukaan seseorang terhadap

pemikiran-pemikiran analitis dan konseptual, kemampuannya untuk menangani

pemikiran abstrak. Faktor ini menunjukkan cara yang lebih disukainya

dalam bekerja secara mental, dan bukan petunjuk terhadap

(33)

k. Faktor D (minat pada tugas-tugas yang mendetail)

Faktor D menunjukkan kesigapan seseorang untuk menggunakan

waktunya dalam mempertimbangkan pemikiran detail dari setiap aspek

dalam suatu tugas atau pekerjaan. Faktor ini menunjukkan kesukaan

seseorang terhadap hal-hal yang detail.

l. Faktor C (keteraturan, kerapihan)

Faktor C menunjukkan seberapa jauh seseorang menempatkan

keteraturan, sistem dan prosedur pada diri sendiri dan pada lingkungan

kerjanya. Faktor ini menunjukkan pentingnya berada dalam situasi kerja

yang terstruktur, terorganisasi, dan rapi serta mempunyai metode

sebagai pembeda terhadap pendekatan apa adanya dari orang-orang

yang cenderung seadanya saja.

m.Faktor Z (kebutuhan akan perubahan)

Faktor Z menunjukkan seberapa jauh keinginan seseorang terhadap

adanya variasi, stimulasi dan inovasi dalam pekerjaannya. Kondisi

ekstrimnya adalah keinginan seseorang untuk berada pada

lingkungannya yang rutin, aman dan dapat diperkirakan perubahannya.

Hal yang tidak menyenangkan adalah bila seseorang menuntut adanya

perubahan yang terus menerus tanpa henti di lingkungan kerjanya.

n. Faktor E (kekuatan menahan emosi)

Faktor E menunjukkan seberapa jauh kemampuan seseorang untuk

mengendalikan keluarnya ekspresi emosinya. Faktor ini menunjukkan

(34)

untuk tidak menunjukkan emosinya atau sebaliknya terhadap mereka

yang bersikap sangat terbuka dalam memperlihatkan emosi.

o. Faktor K (kebutuhan untuk memaksakan kehendak)

Faktor K menunjukkan seberapa jauh seseorang memiliki sikap

asertif dan kekuatan emosi terhadap orang lain. Faktor ini juga

menunjukkan dorongan emosi seseorang yang kuat, bahkan agresi dari

dalam dirinya. Faktor ini dapat menunjukkan hal yang sebaliknya juga,

yaitu tingkat ketidaksukaan seseorang terhadap sikap/perasaan yang

keras dan keinginannya untuk berada dalam keadaan yang harmonis

dan tidak asertif.

p. Faktor F (kebutuhan untuk mendukung pemimpin)

Faktor F menunjukkan seberapa jauh kekuatan dorongan dalam diri

seseorang untuk dihubungkan dengan otoritas atau kekuatan

kepemimpinan, menunjukkan rasa hormat dan kesesuaian dengan

struktur hirarki daripada menjadi mandiri.

q. Faktor W (kebutuhan akan aturan dan pengarahan)

Faktor W menunjukkan seberapa jauh seseorang memerlukan

dukungan, arahan atau tuntunan dari lingkungan kerja yang

teratur/terstruktur, sebagai lawan dari situasi dimana seseorang dapat

menampilkan sikapnya yang otonom, berinisiatif dan dapat

mengarahkan dirinya sendiri. Ekstrimnya adalah orang yang terlalu

tergantung atau menjadi orang yang suka memulai pekerjaannya

(35)

r. Faktor N (kebutuhan untuk menyelesaikan tugas)

Faktor N menunjukkan seberapa jauh dorongan dari dalam diri

seseorang untuk menangani sendiri suatu tugas sampai benar-benar

selesai. Faktor ini mencerminkan ketekunan, skor pada ekstrim tinggi

menunjukkan komitmen untuk menyelesaikan satu tugas, sedangkan

skor pada ekstrim rendah menunjukkan kurangnya tanggung jawab

untuk menyelesaikan tugas bahkan mengabaikannya.

s. Faktor G (peran sebagai pekerja keras)

Faktor G menunjukkan seberapa jauh seseorang

mengidentifikasikan dirinya dengan kerja keras. Faktor ini

menunjukkan penerimaan seseorang terhadap bekerja secara intensif

dengan upaya yang sesuai. Pada skor ekstrim tinggi, seseorang dapat

memandangnya sebagai sesuatu yang menarik dan menyenangkan

sedangkan pada ekstrim yang sebaliknya, seseorang lebih suka

menghindari beban kerja bila hal tersebut memungkinkan.

t. Faktor A (kebutuhan akan keberhasilan)

Faktor A menunjukkan seberapa besar daya dorong pribadi dalam

diri seseorang, seberapa jauh keinginannya untuk mencapai sukses, dan

seberapa besar ambisinya. Faktor ini mencerminkan tingkat keyakinan

dan komitmen dalam diri seseorang untuk mendapatkan hasil dan

(36)

4. Reliabilitas dan Validitas PAPI-Kostick

a. Reliabilitas PAPI-Kostick

PAPI-Kostick memiliki reliabilitas yang baik untuk faktor-faktor

role 0,80 (N=143) dan need 0,78 (N=143). Reliabilitas tersebut dilakukan dengan metode test re-test. Pada penelitian berikutnya ditemukan koefisien reliabilitas 0,62-0,91 (N=100). Reliabilitas

dilakukan dengan metode konsistensi internal pada semua faktor

PAPI-Kostick, sehingga menghasilkan koefisien alfa 0,71-0,90 , khusus untuk

faktor K dan faktor P koefisien alfa-nya 0,6-0,7 (Cartwright, 2011).

b. Validitas PAPI-Kostick

Kostick memiliki validitas yang baik. Manual teknis

PAPI-Kostick menunjukkan catatan yang sangat detail tentang analisis item

versi 1996 PAPI-Kostick. Hal itu memberikan bukti yang kuat tentang

validitas isi PAPI-Kostick (Cartwright, 2011). Ada 2 penelitian tentang

PAPI-Kostick yang telah dilakukan untuk menguji validitas konstruk.

Penelitian yang pertama dilakukan dengan sampel 98 orang (67 orang

dari perusahaan asuransi dan 31 orang dari kantor penyedia mebel).

Kepada sampel diberikan tes PAPI-Kostick sekaligus OPQ32.

Hasilnya, 20 faktor PAPI-Kostick semuanya berkorelasi dengan skala

OPQ, 15 skala memiliki nilai korelasi diatas 0,5 (p=0,01). Pada

penelitian kedua menunjukkan hubungan positif antara PAPI-Kostick

dan 33 item kuisioner dari penelitian yang mengukur kecerdasan

(37)

taraf signifikansi 0,01 (Cartwright, 2011). Pengukuran validitas di sini

menggunakan PAPI-Kostick versi normatif.

5. Cara Interpretasi PAPI-Kostick

Cara menginterpretasi PAPI-Kostick yaitu dengan mengisi kotak

pada lembar jawaban dari masing-masing faktor yang diukur. Caranya

adalah dengan menjumlahkan tanda panah yang dilingkari oleh testee, kemudian diisikan menuju ke arah kotak tersebut. Cara untuk mengetahui

total skor yang diisikan sudah benar adalah dengan menjumlahkan angka

yang telah dimasukkan ke dalam kotak yang terletak di atas dan di bawah

lembar jawaban, dengan menjumlahkan skor dari faktor-faktor yang

berkedudukan sejajar dengan kotak tersebut. Bila penjumlahannya benar,

jumlah total pada kotak atas adalah 45, begitu juga dengan yang di kotak

bagian bawah. Jadi, jumlah keseluruhan harus 90, sesuai dengan jumlah

nomor soal. Langkah berikutnya yaitu dengan memindahkan skor yang

terdapat pada masing-masing faktor yang diukur. Skor-skor yang terdapat

pada lembar jawaban tersebut dipindahkan ke lembar diagram, sesuai

dengan faktor yang ada, yaitu dengan cara melingkari skor pada faktor

yang diukur. Langkah terakhir yaitu dengan cara menghubungkan seluruh

lingkaran tersebut sehingga data siap diinterpretasi.

Cara interpretasinya antara lain: 1.melihat skor yang berseberangan

antar faktor dalam lembar diagram, 2.melihat faktor yang bersebelahan,

(38)

menonjol rendah, 4.melihat faktor yang relevan (misalnya testee yang memiliki skor faktor I/kesantaian dalam mengambil keputusan yang

rendah biasanya memiliki skor faktor R/tipe teoretis yang tinggi),

5.melihat linkage (misalnya skor faktor L/kepemimpinan yang tinggi dan skor faktor P/kebutuhan untuk mengontrol orang lain yang rendah,

memiliki makna bukan pemimpin alami tetapi merasa dituntut untuk

menunjukkan kepemimpinan), dan 6.melihat 3 area pada semua faktor

(39)

C. Hubungan antara Kriteria Interpretasi DAP dengan Faktor

PAPI-Kostick

Berikut ini adalah tabel hubungan antara kriteria interpretasi DAP

dengan faktor Kostick. Terdapat 15 interpretasi dari DAP dan

PAPI-Kostick yang mengangkat hal yang sama.

Tabel 1

Kriteria Interpretasi DAP dan Faktor PAPI-Kostick yang memiliki interpretasi yang sama terlalu ke kiri

dikuasai emosi E Menunjukkan seberapa jauh

kemampuan seseorang untuk mengendalikan keluarnya ekspresi emosinya. Faktor ini menunjukkan seberapa jauh seseorang dapat disiplin, terhadap kemampuan seseorang untuk tidak

menunjukkan emosinya atau sebaliknya terhadap mereka yang bersikap sangat terbuka dalam memperlihatkan emosi. penempatan gambar

terlalu ke kanan

adanya kontrol emosional

berusaha keras untuk sukses

A Menunjukkan seberapa besar daya dorong pribadi dalam diri

seseorang, seberapa jauh keinginannya untuk mencapai sukses, dan seberapa besar ambisinya. Faktor ini

mencerminkan tingkat keyakinan dan komitmen dalam diri

seseorang untuk mendapatkan hasil dan mencapai tujuan kerja yang ditentukannya bagi dirinya sendiri.

tipe garis terputus-putus

sifat yang takut/malu-malu

K Menunjukkan seberapa jauh

seseorang memiliki sikap asertif dan kekuatan emosi terhadap orang lain. Faktor ini juga tipe garis

menyambung

(40)

seseorang yang kuat, bahkan agresi dari dalam dirinya. Faktor ini dapat menunjukkan hal yang sebaliknya juga, yaitu tingkat ketidaksukaan seseorang terhadap sikap/perasaan yang keras dan keinginannya untuk berada dalam keadaan yang harmonis dan tidak asertif.

rambut berantakan sifat kekacauan C Menunjukkan seberapa jauh

seseorang menempatkan

keteraturan, sistem dan prosedur pada diri sendiri dan pada lingkungan kerjanya. Faktor ini menunjukkan pentingnya berada dalam situasi kerja yang

terstruktur, terorganisasi, dan rapi serta mempunyai metode sebagai pembeda terhadap pendekatan apa adanya dari orang-orang yang cenderung seadanya saja. rambut rapi sifat tertata

mata besar agresif K Menunjukkan seberapa jauh

seseorang memiliki sikap asertif dan kekuatan emosi terhadap orang lain. Faktor ini juga menunjukkan dorongan emosi seseorang yang kuat, bahkan agresi dari dalam dirinya. Faktor ini dapat menunjukkan hal yang sebaliknya juga, yaitu tingkat ketidaksukaan seseorang terhadap sikap/perasaan yang keras dan keinginannya untuk berada dalam keadaan yang harmonis dan tidak asertif.

mulut yang jelas kebutuhan tergantung

W Menunjukkan seberapa jauh

seseorang memerlukan dukungan, arahan atau tuntunan dari

lingkungan kerja yang

(41)

orang yang suka

memulai pekerjaannya sebelum ada instruksi.

mulut tertutup menolak

ketergantungan

W Menunjukkan seberapa jauh

seseorang memerlukan dukungan, arahan atau tuntunan dari

lingkungan kerja yang

teratur/terstruktur, sebagai lawan dari situasi dimana seseorang dapat menampilkan sikapnya yang otonom, berinisiatif dan dapat mengarahkan dirinya sendiri. Ekstrimnya adalah orang yang terlalu tergantung atau menjadi orang yang suka memulai pekerjaannya sebelum ada instruksi.

mulut terbuka cenderung dependent

mulut tertutup menekan

permusuhan

K Menunjukkan seberapa jauh

seseorang memiliki sikap asertif dan kekuatan emosi terhadap orang lain. Faktor ini juga menunjukkan dorongan emosi seseorang yang kuat, bahkan agresi dari dalam dirinya. Faktor ini dapat menunjukkan hal yang sebaliknya juga, yaitu tingkat ketidaksukaan seseorang terhadap sikap/perasaan yang keras dan keinginannya untuk berada dalam keadaan yang harmonis dan tidak asertif.

lengan pendek ambisi kemauan

lemah

A Menunjukkan seberapa besar daya dorong pribadi dalam diri

seseorang, seberapa jauh keinginannya untuk mencapai sukses, dan seberapa besar ambisinya. Faktor ini

mencerminkan tingkat keyakinan dan komitmen dalam diri

seseorang untuk mendapatkan hasil dan mencapai tujuan kerja yang ditentukannya bagi dirinya sendiri.

lengan panjang ambisius dan usaha untuk sukses

mengaharapkan kasih sayang dan perhatian

O Menunjukkan kebutuhan

(42)

hubungan interpersonal yang sesuai/cocok/sepaham. Faktor ini juga menunjukkan seberapa jauh arti penerimaan dan persetujuan orang lain bagi dirinya. Faktor ini juga menunjukkan seberapa besar seseorang merasa kurang nyaman atau merasa terluka akibat

penolakan, isolasi atau

ketidaksetujuan dari orang lain. tangan yang jelas

(apakah gambar tangan semakin terlihat jelas sebagai gambar tangan atau hanya menyerupai gambar tangan)

agresi yang diarahkan keluar

K Menunjukkan seberapa jauh

seseorang memiliki sikap asertif dan kekuatan emosi terhadap orang lain. Faktor ini juga menunjukkan dorongan emosi seseorang yang kuat, bahkan agresi dari dalam dirinya. Faktor ini dapat menunjukkan hal yang sebaliknya juga, yaitu tingkat ketidaksukaan seseorang terhadap sikap/perasaan yang keras dan keinginannya untuk berada dalam keadaan yang harmonis dan tidak asertif.

jari tangan yang panjang

agresi yang overt K Menunjukkan seberapa jauh

seseorang memiliki sikap asertif dan kekuatan emosi terhadap orang lain. Faktor ini juga menunjukkan dorongan emosi seseorang yang kuat, bahkan agresi dari dalam dirinya. Faktor ini dapat menunjukkan hal yang sebaliknya juga, yaitu tingkat ketidaksukaan seseorang terhadap sikap/perasaan yang keras dan keinginannya untuk berada dalam keadaan yang harmonis dan tidak asertif.

jari tangan yang runcing

agresi yang overt K Menunjukkan seberapa jauh

(43)

sebaliknya juga, yaitu tingkat ketidaksukaan seseorang terhadap sikap/perasaan yang keras dan keinginannya untuk berada dalam keadaan yang harmonis dan tidak asertif.

kaki kecil ketergantungan pada

orang lain

W Menunjukkan seberapa jauh

seseorang memerlukan dukungan, arahan atau tuntunan dari

lingkungan kerja yang

teratur/terstruktur, sebagai lawan dari situasi dimana seseorang dapat menampilkan sikapnya yang otonom, berinisiatif dan dapat mengarahkan dirinya sendiri. Ekstrimnya adalah orang yang terlalu tergantung atau menjadi orang yang suka memulai pekerjaannya sebelum ada instruksi.

jari kaki jelas agresif K Menunjukkan seberapa jauh

seseorang memiliki sikap asertif dan kekuatan emosi terhadap orang lain. Faktor ini juga menunjukkan dorongan emosi seseorang yang kuat, bahkan agresi dari dalam dirinya. Faktor ini dapat menunjukkan hal yang sebaliknya juga, yaitu tingkat ketidaksukaan seseorang terhadap sikap/perasaan yang keras dan keinginannya untuk berada dalam keadaan yang harmonis dan tidak asertif.

jari kaki tidak jelas tidak agresif

D. Hipotesis

Penelitian ini tidak menggunakan semua kriteria interpretasi DAP dan

tidak menggunakan semua faktor PAPI-Kostick, tetapi hanya menggunakan

(44)

beberapa interpretasi yang sama untuk dijadikan hipotesis penelitian. Berikut

ini adalah beberapa hipotesis yang digunakan oleh peneliti.

a.  Penempatan gambar (terlalu ke kiri-terlalu ke kanan) berkorelasi dengan faktor E (kebutuhan untuk mengawasi atau mengontrol orang lain).

b. Penempatan gambar yang terlalu ke kanan berkorelasi positif dengan faktor

A (kebutuhan akan keberhasilan).

c. Tipe garis (terputus-putus - menyambung) berkorelasi dengan faktor K

(kebutuhan untuk memaksakan kehendak).

d. Gambar rambut (berantakan-rapi) berkorelasi dengan faktor C (keteraturan,

kerapihan).

e. Gambar mata besar berkorelasi positif dengan faktor K (kebutuhan untuk

memaksakan kehendak).

f. Gambar mulut yang jelas berkorelasi positif dengan faktor W (kebutuhan

akan pengaturan dan pengarahan).

g. Gambar mulut (tertutup-terbuka) berkorelasi dengan faktor W (kebutuhan

akan pengaturan dan pengarahan).

h. Gambar mulut yang tertutup berkorelasi negatif dengan faktor K

(kebutuhan untuk memaksakan kehendak).

i. Gambar lengan (pendek-panjang) berkorelasi dengan faktor A (kebutuhan

akan keberhasilan).

j. Gambar lengan panjang berkorelasi positif dengan faktor O (kebutuhan

(45)

k.  Gambar tangan yang jelas berkorelasi positif dengan faktor K (kebutuhan untuk memaksakan kehendak).

l. Gambar jari tangan yang panjang berkorelasi positif dengan faktor K

(kebutuhan untuk memaksakan kehendak).

m. Gambar jari tangan yang runcing berkorelasi positif dengan faktor K

(kebutuhan untuk memaksakan kehendak).

n. Gambar kaki kecil berkorelasi positif dengan faktor W (kebutuhan akan

pengaturan dan pengarahan).

o. Gambar jari kaki (tidak jelas-jelas) berkorelasi dengan faktor K (kebutuhan

untuk memaksakan kehendak).

E. Pertanyaan Penelitian

Seberapa jauh setiap kriteria-kriteria interpretasi tes DAP memiliki keterkaitan

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan teknik korelasional. Penelitian

korelasional bertujuan untuk mencari hubungan antara dua variabel (Hadi, 1984).

Dalam penelitian ini akan dicari hubungan antara kriteria-kriteria interpretasi tes

DAP dengan faktor-faktor tes PAPI-Kostick

B. Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang menjadi sarana penyelidikan dan sesuatu itu

menunjukkan variasi, baik dalam jenis maupun tingkatannya (Hadi, 2000).

Variabel-variabel yang digunakan sesuai dengan tujuan penelitian adalah :

1. Variabel dependen : Kriteria-kriteria interpretasi tes DAP ( Draw-A-Person)

2. Variabel independen : Faktor-faktor tes PAPI-Kostick

(Perception and Preference Inventory-Kostick)

C. Definisi Operasional

1. Kriteria-kriteria interpretasi tes DAP (Draw-A-Person)

Peneliti menggunakan 35 kriteria interpretasi DAP dari penelitian

sebelumnya (Nurhayati, 2011). Setiap kriteria interpretasi memiliki rentang

(47)

diferensial semantik (semantic differential technique). Kriteria-kriteria tersebut didapatkan dari eksekusi (ukuran figur) dan isi dari gambar orang. Ukuran

figur fokus pada penempatan gambar di kertas, kecepatan gerakan grafis,

tekanan, kepadatan dan variasi garis yang digunakan, keurutan bagian-bagian

yang digambar, sikap mental (pendirian), penggunaan latar belakang, perluasan

lengan ke arah tubuh atau menjauhi tubuh, spontanitas ataupun kekakuan,

penggambaran figur secara prodil atau pandangan menghadap ke muka.

Hal-hal tersebut merupakan aspek-aspek yang langsung berhubungan dengan

penampilan diri testee (Machover, 1965). Hal yang berikutnya adalah isi gambar, mencakup detail bagian tubuh dan perlakuan pakaian yang

diinterpretasi sesuai dengan arti fungsional yang diberikan, seperti kepala,

tangan, dan kaki. Nilai-nilai fungsional dan nilai pengalaman dari detail-detail

semacam ini telah dicek dengan testee yang mampu mengadakan introspeksi dan asosiasi pada tingkatan yang disadari dengan testee-testee psikotik di mana pikiran-pikiran yang tidak disadari muncul ke permukaan (Machover, 1965).

2. Faktor-faktor tes PAPI-Kostick (Perception and Preference Inventory)

Faktor-faktor tes PAPI-Kostick didapatkan dari skor profil PAPI-Kostick.

Faktor PAPI-Kostick ada 20 buah, sedangkan skor profil PAPI-Kostick

memiliki rentang 0-9. Skor 0-3 (low analysis) menunjukkan bahwa seseorang berada pada tingkat rendah atau sangat rendah. Skor 4-5 (middle range) menunjukkan bahwa seseorang berada pada tingkat cukup atau rata-rata. Skor

(48)

atau sangat tinggi. Pada faktor Z dan K, skor high analysis dan low analysis -nya berlaku sebalik-nya (PAPI-Kostick, Training. 2010).

Cara untuk mendapatkan nilai faktor-faktor PAPI-Kostick adalah dengan

meminta testee untuk memilih 1 dari 2 pernyataan yang paling menggambarkan dirinya dari 90 nomor soal. Setelah itu, data dikelompokkan

ke dalam masing-masing faktor. Hasil pengelompokan data tersebut bisa dilihat

pada skor profil PAPI-Kostick atau diagram lingkaran PAPI-Kostick.

D. Subjek Penelitian

Peneliti menggunakan dua orang psikolog yang ahli di bidang grafis

sebagai interpreter. Masing-masing dari psikolog tersebut menilai 200 gambar

manusia. Pengambilan 200 gambar manusia itu diambil berdasarkan data tes yang

sudah tersedia di P2TKP (Pusat Pelayanan Tes dan Konsultasi Psikologi) Fakultas

Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Teknik pengambilan 200 data

gambar manusia itu menggunakan metode non-random, yaitu convenience

(ketersediaan). Peneliti tidak mengontrol kesiapan atau proses belajar dari testee. Dalam hal ini, peneliti menggunakan data tes pada orang yang sedang mengalami

keadaan tekanan yang sama, yaitu seleksi kerja. Hal tersebut dilakukan agar ada

kesamaan dalam hal keadaan dan tekanan pada testee yang sedang mengerjakan tes DAP (Draw-A-Person) dan tes PAPI-Kostick (Perception and Preference Inventory), sehingga diharapkan bisa mengurangi variabel lain dan menghasilkan data yang dapat digunakan sebagai standar. Data tersebut diambil dari P2TKP

(49)

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian mempunyai tujuan

untuk mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti sehingga harus

digunakan metode yang efisien dan akurat (Azwar, 1999). Metode pengumpulan

data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode data arsip dan metode

skala.

1. Metode Data Arsip (Data Archival)

Metode data arsip dapat diperoleh melalui catatan atau dokumen yang

mencatat aktivitas individu, institusi, pemerintah, dan kelompok-kelompok

lainnya. Dokumen-dokumen yang ada dipelajari untuk memperoleh data dan

informasi dalam penelitian ini. Penelitian ini mengambil data sebanyak 200

testee yang telah dites DAP sekaligus PAPI-Kostick dari P2TKP (Pusat

Pelayanan Tes dan Konsultasi Psikologi) Fakultas Psikologi, Universitas

Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Metode Skala

Metode skala yaitu cara pengumpulan data yang menetapkan besarnya

bobot nilai atau skala bagi setiap jawaban pertanyaan objek psikologis yang

berdasarkan pada suatu kontinum (Goeritno, 1997). Penelitian ini

menggunakan skala diferensial semantik (Semantic Differential Technique) dengan rentang skor 1-7 untuk menentukan kriteria-kriteria interpretasi pada

tes DAP. Angka 1 memiliki nilai yang paling rendah, sedangkan angka 7

(50)

F. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data

statistik kuantitatif. Data DAP diperoleh dari skala diferensi semantik yang

dikerjakan oleh dua orang psikolog. Data tersebut kemudian dicari reliabilitas

inter-rater. Setelah itu, peneliti menjumlahkan skor dari data yang dihasilkan oleh dua orang psikolog. Data tersebut kemudian akan dikorelasikan dengan data dari

masing-masing faktor PAPI-Kostick. Pengkorelasian tersebut menggunakan

(51)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Orientasi Kancah

Subjek penelitian ini adalah testee yang pernah dites DAP sekaligus PAPI-Kostick di P2TKP. Hasil tes tersebut digunakan peneliti

sebagai data penelitian. Data tersebut kemudian diberikan kepada dua

psikolog yang menguasai materi DAP untuk keperluan mengisi skala

DAP, yang telah digunakan oleh peneliti sebelumnya (Nurhayati, 2011)

B. Pelaksanaan Penelitian

Hasil skala DAP yang telah diisi oleh dua psikolog dihitung

reliabilitas inter-rater-nya. Langkah ini diperlukan untuk melihat apakah ada kesepakatan penilaian dari kedua psikolog. Hal itu dilakukan dengan

cara menghitung nilai korelasi antara skor penilaian skala DAP psikolog

pertama dengan skor penilaian skala DAP psikolog kedua. Ada beberapa

kriteria interpretasi DAP yang tidak dapat memenuhi skala 1-7 karena

gambar testee tidak dapat dinilai dengan skala 1-7, misalnya kriteria interpretasi lemah-kuatnya shading, tetapi tidak ada gambar shading. Contoh lain pada skala kriteria interpretasi jari kaki yang tidak jelas/jelas,

akan tetapi gambar jari kaki tidak digambar. Oleh karena itu, peneliti

(52)

Langkah selanjutnya adalah menjumlahkan skor dari data skala

DAP yang dihasilkan oleh dua orang psikolog dalam satu kriteria

interpretasi. Data hasil penjumlahan tersebut dikorelasikan dengan data

dari masing-masing faktor PAPI-Kostick yang akan diteliti sesuai dengan

hipotesis penelitian. Ada beberapa hipotesis yang memerlukan skor

ekstrim, misalnya pada kriteria interpretasi penempatan gambar, peneliti

hanya membutuhkan kriteria penempatan gambar yang terlalu ke kanan,

padahal data yang tersedia mengukur penempatan gambar yang terlalu kiri

dan terlalu kanan dengan skala 1-7. Oleh karena itu, peneliti mengkode

ulang skor dengan cara memberi kode 1 pada skor ekstrim yang dicari dan

skor 0 pada skor lainnya. Ekstrim kiri jumlah skornya berkisar dari 2

hingga 4, sedangkan untuk ekstrim kanan skornya berkisar dari 12 hingga

14. Contohnya, penilaian psikolog pertama pada testee A dalam kriteria interpretasi penempatan gambar (terlalu ke kiri-terlalu ke kanan)

mendapatkan skor 6, sedangkan penilaian psikolog kedua pada testee dan kriteria interpretasi yang sama mendapatkan skor 7, sehingga totalnya

adalah 13. Ini menunjukkan skor ekstrim kanan yang berarti cenderung ke

penempatan gambar terlalu ke kanan. Kemudian peneliti mengkode ulang

skor ekstrim tersebut menjadi 1, sedangkan skor yang tidak ekstrim dikode

(53)

C. Hasil Penelitian

1. Reliabilitas Inter-rater

Reliabilitas inter-rater dapat dilihat dalam tabel 2.

Tabel 2

Nilai Korelasi Kriteria Interpretasi DAP oleh Dua Psikolog

No. Kriteria Interpretasi Nilai Korelasi

1. Penempatan gambar (sangat kiri-sangat kanan) 0,660 2. Penempatan gambar (sangat bawah-sangat atas) 0,768 3. Ukuran figur (sangat kecil-sangat besar) 0,828

4. Tipe garis (samar-samar - jelas) 0,146

5. Tipe garis (tunggal-bertumpuk) 0,345

6. Tipe garis (terputus-putus - menyambung) 0,628

7. Hapusan (sangat sedikit-sangat banyak) 0,333

8. Shading (sangat lemah-sangat kuat) 0,061

9. Kepala (sangat kecil-sangat besar) 0,668

10. Rambut (sangat kurang-dilebihkan) 0,777

11. Rambut (berantakan-sangat rapi) 0,719

12. Rambut (berombak-sangat lurus) 0,288

13. Rambut (semakin tidak ditutupi-semakin ditutupi) -0,011

14. Alis (sangat pendek-sangat panjang) 0,566

15. Alis (sangat berantakan-sangat rapi) 0,451

16. Mata (tertutup-terbuka) 0,706

17. Mata (lingkaran mata makin kecil-lingkaran mata makin besar)

0,676

18. Telinga (semakin tidak jelas-semakin jelas) 0,770

19. Telinga (sangat kecil-sangat besar) 0,694

20. Hidung (sangat pendek-sangat panjang) 0,720

21. Hidung (sangat kecil-sangat besar) 0,650

22. Mulut (semakin tidak jelas-semakin jelas) 0,499 23. Mulut (semakin tertutup-semakin terbuka) 0,603 24. Leher (semakin tidak jelas-semakin jelas) 0,663

25. Leher (sangat kecil-sangat besar) 0,684

26. Leher (sangat pendek-sangat panjang) 0,754

27. Lengan (sangat pendek-sangat panjang) 0,528

28. Lengan (menjauhi tubuh-mendekati tubuh) 0,657

29. Tangan (sangat kabur-sangat jelas) 0,527

30. Tangan (sangat kecil-sangat besar) 0,616

(54)

33. Kaki (sangat kecil-sangat besar) 0,524

34. Kaki (sangat pendek-sangat panjang) 0,572

35. Jari kaki (semakin tidak jelas-semakin jelas) 0,861

Korelasi yang baik memiliki nilai ≥ 0,30 (Azwar, 1997).

Berdasarkan hal ini, ada 4 dari 35 kriteria interpretasi yang tidak dapat

dilakukan uji hipotesis, karena memiliki reliabilitas yang kurang baik.

Kriteria interpretasi tersebut antara lain: tipe garis (samar-samar -

jelas) (0,146), shading (sangat lemah-sangat kuat) (0,061), rambut (berombak-sangat lurus) (0,288), rambut (semakin tidak

ditutupi-semakin ditutupi) (-0,011). Reliabilitas inter-rater yang kecil tersebut memiliki arti tidak ada kesesuaian penilaian dari kedua psikolog,

sehingga tidak dapat digunakan. Meskipun begitu, keempat kriteria

interpretasi tersebut tidak digunakan dalam hipotesis penelitian karena

tidak ada kesamaan interpretasi DAP dengan interpretasi faktor-faktor

PAPI-Kostick, sehingga tidak berpengaruh dalam hipotesis penelitian.

2. Uji Normalitas

Berdasarkan uji normalitas, dihasilkan semua data tidak normal,

karena memliki p < 0,05 (Nurgiyantoro, 2009 ; Santoso, 2010).Oleh

karena itu tidak dapat menggunakan korelasi Pearson

Product-Moment, sehingga peneliti menggunakan korelasi Spearman.

(55)

3. Uji Hipotesis

Di bawah ini adalah tabel uji hipotesis.

Tabel 3 terlalu ke kanan

(56)

Ada hipotesis yang tidak dapat diuji. Hipotesis tersebut adalah gambar lengan panjang berkorelasi positif dengan faktor O (r(N=198) = - ; p= -). Hipotesis ini tidak dapat dihitung korelasinya karena ada salah satu variabel yang nilainya konstan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya nilai ekstrim pada gambar DAP setelah dilakukan pengkodean ulang. Jadi, hanya 14 hipotesis yang dapat digunakan.

D. Pembahasan

Berdasarkan uji hipotesis, peneliti menemukan semua hipotesis

alternatif ditolak (p > 0,05), sehingga disimpulkan tidak ada korelasi

antara kriteria interpretasi DAP dengan faktor-faktor pada tes

PAPI-Kostick. Berikut ini beberapa kemungkinan penjelasannya. Pertama, tes

DAP dan tes PAPI-Kostick mengukur dimensi kepribadian yang berbeda.

Misalnya kriteria interpretasi mata besar dari tes DAP yang bermakna

agresif, dikorelasikan dengan faktor K tes PAPI-Kostick yang

menunjukkan dorongan emosi yang kuat bahkan agresi dari dalam diri

seseorang. Kedua hal ini mengukur hal yang sama, yaitu agresi, tetapi

karena hasil korelasi tidak signifikan yang bermakna tidak ada korelasi,

ada kemungkinan kedua hal tersebut mengukur dimensi yang berbeda.

Ada dugaan tes DAP mengukur trait, sedangkan tes PAPI-Kostick mengukur personal concern. Saat kedua tes mengukur hal yang sama, kriteria interpretasi dari tes DAP hasilnya bersifat tetap, sedangkan

faktor-faktor pada tes PAPI-Kostick hasilnya berubah-ubah mengikuti

(57)

Kedua, tes DAP menunjukkan kurangnya bukti validitas. Misalnya,

kriteria interpretasi tes DAP penempatan gambar yang terlalu ke kanan

memiliki makna berusaha keras untuk sukses dikorelasikan dengan faktor

A dari tes PAPI-Kostick yang memiliki interpretasi yang sama dengan

kriteria interpretasi penempatan gambar yang terlalu ke kanan dari tes

DAP, yaitu menunjukkan seberapa besar daya dorong pribadi dalam diri

seseorang, seberapa jauh keinginannya untuk mencapai sukses, dan

seberapa besar ambisinya. Kedua hal tersebut seharusnya berkorelasi

karena memiliki interpretasi yang sama. Karena tes DAP dan tes

PAPI-Kostick tidak berkorelasi, maka penelitian ini menunjukkan kurangnya

bukti validitas DAP.

Peneliti cenderung memilih alasan kedua, yaitu penelitian ini

menunjukkan kurangnya bukti validitas DAP. Peneliti menduga tidak ada

perbedaan dimensi antara kriteria interpretasi tes DAP dan faktor dari tes

PAPI-Kostick. Misalnya interpretasi agresi yang diarahkan keluar pada

kriteria interpretasi tes DAP tangan yang jelas, serta interpretasi agresi

yang overt pada kriteria interpretasi tes DAP jari tangan yang panjang dan jari tangan yang runcing, memiliki indikator dorongan yang kuat, indikator

ini sama dengan interpretasi dari faktor K dari tes PAPI-Kostick, yaitu

menunjukkan dorongan emosi yang kuat, bahkan agresi dari dalam diri

seseorang (Etikawati, komunikasi pribadi, 1 Desember 2011). Berikut

kutipannya:

(58)

Contoh lain pada tes DAP yang memiliki interpretasi sifat

kekacauan pada kriteria interpretasi rambut berantakan dan interpretasi

sifat tertata pada kriteria interpretasi rambut rapi memiliki makna yang

sama dengan faktor C pada tes PAPI-Kostick yang mengukur keteraturan,

sistem dan prosedur pada diri sendiri dan pada lingkungan kerjanya

(Etikawati, komunikasi pribadi, 1 Desember 2011). Berikut kutipannya:

Kalau rambut itu kan dia butuh mengelola garis to? Kalau misalnya dia orangnya ga sabaran itu ya udah sret sret sret.. gitu aja, tapi kalau orangnya telaten, mau sedikit berusaha kan diatur ya gambarnya diatur.

Contoh berikutnya adalah interpretasi ketergantungan pada orang

lain yang terdapat dalam kriteria interpretasi tes DAP kaki kecil yang

bermakna sama dengan faktor W dari tes PAPI-Kostick yaitu

menunjukkan seberapa jauh seseorang memerlukan dukungan, arahan atau

tuntunan dari lingkungan kerja yang teratur/terstruktur, sebagai lawan dari

situasi di mana seseorang dapat menampilkan sikapnya yang otonom,

berinisiatif dan dapat mengarahkan dirinya sendiri (Etikawati, komunikasi

pribadi, 1 Desember 2011). Berikut kutipannya:

(59)

E. Kelemahan Penelitian

Penelitian ini memiliki kelemahan, yaitu:

1. Belum semua kriteria interpretasi DAP diteliti dalam penelitian ini.

2. Pemilihan range dalam skala DAP

Peneliti hanya menggunakan range 1-7 pada skala DAP. Peneliti kurang mempertimbangkan jawaban yang bersifat dikotomi, yaitu

jawaban yang terdiri dari dua jawaban. Misalnya ada tidaknya rambut

pada gambar dan ada tidaknya shading pada gambar. Hal ini menyebabkan ada beberapa data skala DAP yang tidak diisi oleh dua

psikolog, sehingga peneliti kurang mendapatkan keseluruhan data.

3. Pada prakteknya, penginterpretasian tes DAP tidak memiliki acuan

yang jelas. Sulit untuk mencari sumber referensi yang digunakan

praktisi dalam menginterpretasi tes DAP.

4. Kriteria-kriteria interpretasi DAP yang digunakan dalam penelitian ini

murni dari manual, belum dikonsultasikan dengan praktisi. Ada 4

interpretasi DAP yang sudah tidak digunakan oleh psikolog pada

(60)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa tidak

ditemukan korelasi yang signifikan antara kriteria interpretasi tes DAP dan

faktor-faktor tes PAPI-Kostick. Hal ini dapat menunjukkan bahwa

kurangnya bukti validitas dari tes DAP, sehingga ada kecenderungan tes

DAP kurang valid.

B. Saran

1. Untuk P2TKP, yaitu mempertimbangkan kembali penggunaan alat tes

DAP.

2. Untuk peneliti selanjutnya :

a. Meneliti kriteria interpretasi DAP yang belum diteliti dalam

penelitian ini.

b. Menggunakan tes kepribadian lain yang memiliki dimensi

kepribadian yang sama dengan dimensi kepribadian tes DAP.

c. Menggunakan skala DAP yang mengukur 2 hal, yaitu dengan

range jawaban dan yang memiliki dua jawaban, ada dan tidak ada. d. Mendokumentasikan dahulu kriteria interpretasi DAP yang sering

dipakai dalam prakteknya. Hal itu dapat dilakukan dengan cara

(61)

dapat lebih berhati-hati dalam memperhatikan atau mengacu

referensi/buku pedoman/manual DAP.

e. Meneliti kumpulan indikasi-indikasi DAP yang sama, sehingga

menjadi interpretasi DAP, kemudian baru dikorelasikan dengan tes

lain yang mengukur hal yang sama.

f. Menggunakan alat tes psikologi yang lebih objektif, valid, dan

(62)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Azwar, S. 1999. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Cartwright, S. 2011. Test Review PAPI : PAPI-I and PAPI-N (PAPI). British Psychological Society: Psychological Testing Centre.

Eriany, P. 1998. Manual Tes Grafis (Psikodiagnostik IV). Fakultas Psikologi UNIKA Soegijapranata, Semarang.

Etikawati, A.I. (Pembicara). 2010. Pendapat Tentang Draw – A - Person

(DAP). (Handphone Recording). Fakultas Psikologi Universitas Sanata

Dharma, Yogyakarta.

Etikawati, A.I. (Pembicara). 2011. Pendapat Tentang Draw – A - Person

(DAP). (Handphone Recording). Fakultas Psikologi Universitas Sanata

Dharma, Yogyakarta.

Garb, H.N., Lilienfeld, S.O., Wood,J.M., & Nezworski, M.T. 2002. Effective Use of Projective in Clinical Practice: Let the Data Help with Selection and Interpretation. Professional Psychology, Research and Practice. 33, 5, 454-463.

Goeritno, H. 1997. Penyusunan Skala Psikologi. Semarang: Universitas Katolik Soegiyapranta.

Gregory, R.J. 2007. Psychological Testing: History, Principles, and Applications. New York: Pearson.

Groth-Marnat, G., & Roberts, L. 1998. Human figure drawings and House–Tree– Person drawings as indicators of self-esteem:A quantitative approach. Journal of Clinical Psychology,54, 219–222.

Hadi, S. 1984. Statistik 1. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Hadi, S. 2000. Metodologi Research. Jilid 1. Yogyakarta: Andi Offset.

Hooker, K & McAdams, P. 2003. Personality Reconsidered : A New Agenda for

Aging Research. Journal of Gerontology : PSYCHOLOGICAL

(63)

Machover, K. 1949. Personality Projection in The Drawing of The Human Figure. Springfield, III.: Charles C. Thomas.

Machover, K. 1965. Personality Projection In The Drawing of The Human Figure : A Method of Personality Investigation, Sixth Edition, Springfield, Thomas. Alih Bahasa Hanna Widjaja, 1987, UPT Fakultas Psikologi Universitas Pajajaran.

Murphy, K.R. & Davidshofer, C.O. 2005. Psychological Testing Principles and Applications. New Jersey: Pearson.

Nurgiyantoro, B., Gunawan., & Marzuki. 2009. Statistik Terapan untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nurhayati, R. 2011. Hubungan antara Ekspresi Menggambar Orang dengan

Faktor-Faktor 16 PF. Skripsi tidak diterbitkan, Universitas Sanata

Dharma, Yogyakarta.

Sulistiyanto, S. 2010. Papikostick For Selection. Training PAPI-Kostick 29 Desember 2010.

Roback, H.B. 1968. Human Figure Drawings: Their Utility in The Clinical Psychologist’s Armamentarium for Personality Assessment. Psychological Bulletin, 70, 1.

Santoso, A. 2010. Statistik untuk Psikologi: Dari Blog Menjadi Buku. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Sapri E.R., Nurbaya, L.S., & Handayani, A. 2008. Workshop Tes Grafis. Yogyakarta, 11-13 Juli 2008.

Swensen,C.H.1957. Empirical evaluations of human figure drawings. Psychological Bulletin. 54, 6,431–466.

Thomas, G.V. & Jolley, R.P. 1998. Drawing conclusion : A re-examination of empirical and conceptual bases for psychological evaluation of children from their drawings. The British Journal of Clinical Psychology, 37, 2, 127-139.

Watkins, C., Campbell, V., Nieberding, R., & Hallmark, R. 1995. Contemporary

Practice of Psychological Assessment by Clinical Psychologists.

Professional Psychology: Research and Practice. 26, 54-60.

(64)

Zaman, S. 2009. Soal-Soal yang Sering Muncul dalam Tes Penerimaan Pegawai.

Jakarta: Visimedia.

Psikologi UGM, Fakultas. 1991. Manual dan Interpretasi Tes Grafis : BAUM,

DAP/DAM, HTP, dan Grafologi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi

Universitas Gadjah Mada.

Psikologi UMM, Fakultas. 1992. Manual dan Interpretasi Proyeksi Kepribadian

Tes Grafis: Suatu Metode Analisa Kepribadian. Malang: Fakultas

Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

Psikologi UNTAG, Fakultas. 1992. Program Pelatihan Peningkatan Kemampuan

Interpretasi Tes Grafis : BAUM, dan DAP/DAM. Surabaya : Fakultas

(65)
(66)

Correlations

Pearson Correlation 1 .660**

Sig. (2-tailed) .000

N 200 200

PenempatanGambar_KiriKa

nan_Tia

Pearson Correlation .660** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 200 200

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations

Pearson Correlation 1 .768**

Sig. (2-tailed) .000

N 197 197

PenempatanGambar_Bawah

Atas_Tia

Pearson Correlation .768** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 197 197

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations

Pearson Correlation 1 .828**

Sig. (2-tailed) .000

N 197 197

UkuranFigur_KecilBesar_Tia Pearson Correlation .828** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 197 197

Gambar

gambar dalam konteks klinis yang menggunakan metode–metode
Gambar rambut yang (sangat kurang-dilebihkan) memiliki
Gambar mulut (tidak jelas-jelas) memiliki makna antara lain
Gambar jari
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Green dkk bahwa faktor umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap, pekerjaan, keadaan sosial ekonomi, jarak

Itikad baik berada dalam sikap batin (niat) seseorang yang nampak (tersirat atau tersimpul) dari tindakan lahir seseorang dan kejujuran atau kewajiban seseorang

Jika selisih dari temperatur masuk dan keluar kolektor memiliki nilai yang besar dan nilai G (radiasi surya) juga besar maka nilai F R (faktor pelepasan panas) akan tinggi pula.

Kecemasan menghadapi dunia kerja adalah perasaan khawatir yang dialami seseorang ketika memasuki dunia kerja Biasanya kecemasan ini dialami bagi mereka yang baru saja

Empati adalah kemampuan diri yang membuat diri seseorang merasa atau mengidentifikasikan dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang diwujudkan dalam bentuk pengetahuan atau pemahaman, perasaan dan tindakan atau tingkah laku kearah positif atau negatif

Sikap dan perilaku ibu dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi oleh balita dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah tingkat pengetahuan seseorang tentang

Sikap dan perilaku dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya yaitu tingkat pengetahuan seseorang tentang gizi, yang mana dapat