VALIDASI TES DRAW A PERSON (DAP)
DENGAN MENGGUNAKAN TES PAPI-KOSTICK
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Rangga Harisang Anindita
NIM : 079114050
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
HALAMAN MOTTO
“Cara terbaik untuk keluar dari suatu persoalan adalah memecahkannya.”
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk :
• Tuhan Yesus Kristus
• Orangtuaku
VALIDASI TES DRAW A PERSON (DAP) DENGAN MENGGUNAKAN TES PAPI-KOSTICK
Rangga Harisang Anindita
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh setiap kriteria interpretasi tes DAP memiliki keterkaitan dengan faktor-faktorpada tes PAPI-Kostick. Data yang digunakan adalah sebanyak 200 orang. Peneliti mengambil data dari Pusat Pelayanan Tes dan Konsultasi Psikologi (P2TKP) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Peneliti menggunakan teknik korelasi dalam menganalisis data. Peneliti menggunakan 15 hipotesis penelitian.Dari hasil uji hipotesis didapatkan semua nilai p lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya korelasi yang signifikan antara setiap kriteria interpretasi tes DAP dengan faktor-faktor dari tes PAPI-Kostick. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa kurangnya bukti validitas dari tes DAP, sehingga ada kecenderungan tes DAP kurang valid.
VALIDATION OF DRAW A PERSON (DAP) TEST BY USING PAPI-KOSTICK TEST
Rangga Harisang Anindita
ABSTRACT
The aim of this research is to find out how far every DAP test interpretation criteria related to the factors in PAPI-Kostick test is. 200 subjects have been collected to complete the data. The researcher obtained the data from P2TKP USD Yogyakarta. The researcher used correlation technique to analyze the data and also used 15 research hypotheses. From the result of the hypothesis trial, it is found that all the p scores are higher than 0,05. It points out that there is no significant correlation between every DAP test interpretation criteria and the factors from the PAPI-Kostick test. This could indicate that there is a lack of validity in DAP test, so that there is a tendency that the test is not valid enough.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan bimbingan-Nya
sehingga penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Validasi tes Draw A
Person (DAP) dengan menggunakan tes PAPI-Kostick” dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dapat diselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani, M.Si. selaku dekan Fakultas Psikologi
USD.
2. Ibu Titik Kristiyani, M. Psi. selaku Kaprodi Fakultas Psikologi USD.
3. Bapak Agung Santoso, M.A. selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Heri Widodo, M. Psi. Selaku pemimpin P2TKP yang
memberikan izin untuk pengambilan data di P2TKP.
5. Ibu MM. Nimas Eki S., S. Psi., Psi., M. Si., selaku dosen pembimbing
akademik.
6. Ibu Agnes Indar E, S. Psi., Psi., M. Si.
7. Semua dosen Fakultas Psikologi Sanata Dharma.
8. Semua pihak yang terlibat dalam pembuatan skripsi ini yang tidak bisa
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Maka
penulis menerima segala bentuk saran dan kritik dari berbagai pihak. Semoga
Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan rahmat-Nya kepada pihak-pihak yang telah
membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………..……... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING…………... ii
HALAMAN PENGESAHAN……….………...…. iii
HALAMAN MOTTO... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN…..………... v
PERNYATAAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…….……...….. vi
ABSTRAK ………... vii
ABSTRACT.………...…... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... ix
KATA PENGANTAR..………...…. x
DAFTAR ISI…………...………...……... xii
BAB I PENDAHULUAN………... 1
A. Latar Belakang………...…. 1
B. Rumusan Masalah ………... 5
C. Tujuan Penelitian………...……... 5
D. Manfaat Penelitian………...…...….. 5
BAB II DASAR TEORI………...…… 7
A. Draw-A-Person Test (Tes Menggambar Orang)……...… 7
1. Sejarah Draw-A-Person Test………....….…...……. 7
2. Prosedur Draw-A-Person Test………...………...…... 8
1. Sejarah PAPI-Kostick……….…...……... 15
2. Prosedur PAPI-Kostick ………...……... 15
3. Faktor-Faktor dalam PAPI-Kostick …………...…. 16
4. Reliabilitas dan Validitas PAPI-Kostick... 22
5. Cara Interpretasi PAPI-Kostick ………...…... 23
C. Hubungan antara Kriteria Interpretasi DAP dengan Faktor PAPI-Kostick... 25
D. Hipotesis... 29
E. Pertanyaan Penelitian………...…... 31
BAB III METODE PENELITIAN………...…... 32
A. Jenis Penelitian………...…...…... 32
B. Variabel Penelitian……….…...….... 32
C. Definisi Operasional………...…....… 32
1. Kriteria-kriteria interpretasi tes DAP (Draw-A-Person)... 32
2. Faktor-faktor tes PAPI-Kostick…... 33
D. Subjek Penelitian………...….. 34
E. Metode Pengumpulan Data………...……... 35
F. Metode Analisis Data………... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………….…....…... 37
A. Orientasi Kancah………...…. 37
B. Pelaksanaan Penelitian………... 37
C. Hasil Penelitian...………... 39
2. Uji Normalitas………...…... 40
3. Uji Hipotesis………...…... 41
D. Pembahasan...………...…... 42
E. Kelemahan Penelitian………...….…...… 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………...…....…. 46
A. Kesimpulan………...……...……... 46
B. Saran………...….... 46
DAFTAR PUSTAKA………...…..…...… 48
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tes grafis sering digunakan untuk asesmen psikologi. (Etikawati,
komunikasi pribadi, 10 Mei 2010 ; Zaman, 2009 : Weiner & Greenee, 2008 ;
Gregory, 2007 ; Murphy & Davidshofer, 2005 ; Watkins, Campbell,
Nieberding, Hallmark, 1995). Tes grafis digunakan pada bidang pendidikan,
misalnya untuk pemilihan bidang studi. Tes grafis juga digunakan pada bidang
klinis untuk mengetahui gambaran individual seseorang. Bidang industri dan
organisasi memperlakukan tes grafis sudah seperti tes wajib karena sering
digunakan, misalnya untuk merekomendasikan seseorang pada posisi tertentu
dan seleksi kerja (Etikawati, komunikasi pribadi, 10 Mei 2010 ; Zaman, 2009).
Tes grafis terdiri dari BAUM, HTP, dan DAP. Tes BAUM adalah tes
menggambar pohon. Tes HTP (House Tree Person) adalah tes menggambar rumah, pohon, dan orang. Tes DAP (Draw A Person) adalah tes menggambar orang. Tes BAUM digunakan untuk mengetahui fungsi okupasi seseorang,
selain itu juga untuk mengetahui aspek-aspek kepribadian seperti kebutuhan
seseorang, adekuasi ego, dan hubungan individu dengan lingkungan. Tes HTP
digunakan untuk mengetahui fungsi seseorang di dalam keluarganya,
pemenuhan kebutuhan afeksi dan penerimaan, persepsi dan hubungan dengan
figur pemelihara, persepsi dan hubungan dengan figur otoritas, pemenuhan
hubungannya dengan lingkungan. Tes DAP mengungkap kecenderungan orang
dalam hal kontak sosial, penyesuaian diri, dan cara seseorang untuk mengelola
dari dorongan ke tindakan. Tes DAP merupakan salah satu dari ketiga jenis tes
grafis, yang paling sering dipakai dan paling banyak referensinya dibandingkan
dengan tes BAUM dan tes HTP. Tes DAP memiliki kemampuan lebih baik
dibandingkan dengan BAUM dan HTP dalam melihat cara testee menghadapi stimulus yang ada di hadapannya dan di sekitarnya (Hooker & McAdams,
2003). Machover berpendapat bahwa tes DAP mampu mengungkap hal-hal
yang terkait dengan testee secara spesifik, antara lain: ambisi, karakteristik kepribadian, kehidupan serta perilaku di dalam kehidupan keluarga pada testee
yang menggambar (Groth-Marnat & Roberts, 1998).
Tes DAP sering digunakan di Indonesia karena memiliki kelebihan.
Kelebihan tes DAP ialah kemampuannya menunjukkan hal yang sebenarnya
dari dalam diri testee, dengan catatan si interpreter memiliki kemampuan untuk menginterpretasi dengan benar dan memiliki jam terbang yang tinggi
(Etikawati, komunikasi pribadi, 10 Mei 2010). Tes DAP memiliki perbedaan
dengan tes lain yang tidak menggunakan dasar proyektif, misalnya tes
inventori. Testee yang mengerjakan tes inventori dapat melakukan faking dan jawaban dari tes tersebut tidak dapat diketahui apakah merupakan jawaban
yang sebenarnya atau tidak (Etikawati, komunikasi pribadi, 10 Mei 2010).
Tes DAP memiliki beberapa kelemahan, kelemahan yang pertama yaitu
tes DAP bersifat subjektif. Tester yang belum memiliki pengalaman, kurang
hasil tes DAP, dapat melakukan kesalahan interpretasi (interpretasinya
menyempit). Maksudnya, hasil tes testee hanya menunjukkan pola kepribadian
testee saat menghadapi masalah, tetapi bukan menggambarkan pola
kepribadian testee secara umum (Etikawati, komunikasi pribadi, 10 Mei 2010). Bila hal itu terjadi, maka dapat mengurangi validitas hasil tes DAP (Etikawati,
komunikasi pribadi, 10 Mei 2010 ; Groth-Marnat, 1998). Validitas DAP juga
masih menjadi bahan pembicaraan beberapa psikolog, sehingga dikhawatirkan
tes ini sudah tidak dapat digunakan untuk mengukur kepribadian seseorang
(Etikawati, komunikasi pribadi, 10 Mei 2010 ; Swensen, 1957 ; Roback, 1968 ;
Thomas & Jolley, 1998 ; Garb, Wood, Lilienfeld, and Nezworski, 2002).
Kelemahan yang kedua yaitu hasil tes DAP tergantung pada situasi psikologis
testee saat menggambar. Bila testee menggambar saat ia memiliki masalah, maka tampilan gambarnya akan berbeda dibandingkan dengan gambar testee
saat ia sedang tidak ada masalah.
Penelitian ini muncul untuk mengatasi keterbatasan validitas tes DAP.
Hal tersebut dilakukan dengan cara mengkorelasikan kriteria interpretasi tes
DAP dengan kriteria interpretasi dari tes lain yang sudah teruji validitas dan
reliabilitasnya secara objektif Hal itu perlu dilakukan untuk memvalidasi
kriteria interpretasi dalam tes DAP. Penelitian ini juga muncul untuk mengatasi
kelemahan pada penelitian sebelumnya (Nurhayati, 2011). Penelitian Nurhayati
bertujuan untuk mengetahui seberapa besar dimensi-dimensi penilaian DAP
interpretasi yang sama dengan tes kriterionnya (16 PF). Hal itu menyebabkan
tidak dapat dipastikan kriteria interpretasi tes DAP yang diuji mengukur hal
yang sama dengan faktor-faktor pada tes 16 PF.
Peneliti memilih menggunakan tes PAPI-Kostick untuk memvalidasi
kriteria-kriteria interpretasi dari tes DAP. Hal itu dikarenakan tes PAPI-Kostick
memiliki reliabilitas dan validitas yang baik (Cartwright, 2011). PAPI-Kostick
memiliki koefisien reliabilitas 0,62-0,91 (N=100); 0,80 pada faktor-faktor role
dan 0,78 pada faktor-faktor need (N=143) dengan metode test re-test, sedangkan reliabilitas dengan metode konsistensi internal memiliki nilai alfa
0,71-0,90. Khusus untuk faktor K (kebutuhan untuk memaksakan kehendak)
dan faktor P (kebutuhan untuk mengawasi/mengontrol orang lain) memiliki
alfa 0,6-0,7 (N=100). PAPI-Kostick memiliki validitas isi, validitas konstruk,
dan validitas prediktif yang kuat. Pada validitas konstruk, semua faktor-faktor
PAPI-Kostick dikorelasikan dengan tes OPQ32, kemudian dihasilkan nilai
korelasi di atas 0,5 (p=0,01 ; N=98) (Cartwright, 2011).
Alasan lain peneliti menggunakan tes PAPI-Kostick karena faktor-faktor
tes PAPI-Kostick memiliki beberapa interpretasi yang sama dengan
kriteria-kriteria tes DAP. Peneliti mencari interpretasi yang sama antara DAP dan
PAPI-Kostick dengan cara saling mencocokkan interpretasinya. Ada 6 faktor
yang memiliki interpretasi yang sama dengan DAP, yaitu: faktor E (kekuatan
menahan emosi), faktor A (kebutuhan akan keberhasilan), faktor K (kebutuhan
untuk memaksakan kehendak), faktor C (keteraturan, kerapihan), faktor W
kedekatan dan afektif). Kriteria-kriteria interpretasi tes DAP akan
dikorelasikan dengan faktor-faktor tes PAPI-Kostick. Harapan dari penelitian
ini adalah untuk membuktikan bahwa kriteria-kriteria interpretasi tes DAP
masih valid.
B. Rumusan Masalah
Seberapa jauh setiap kriteria interpretasi tes DAP memiliki keterkaitan dengan
faktor-faktor pada tes PAPI-Kostick ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh setiap kriteria
interpretasi tes DAP memiliki keterkaitan dengan faktor-faktor pada tes
PAPI-Kostick.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai tes DAP, apakah masih layak digunakan atau tidak. Bila validitasnya tinggi, maka tes DAP
BAB II
DASAR TEORI
A. Draw-A-Person Test (Tes Menggambar Orang)
1. Sejarah Draw-A-Person Test
Florence Goodenough menemukan skala dasar intelegensi dari
gambar orang pada tahun 1920, gambar tersebut kemudian dikenal dengan
sebutan Draw a Man Test (Urban, dalam Nurhayati, 2011). Goodenough menunjukkan bahwa gambar orang dapat mencerminkan perkembangan
intelektual pada anak-anak, serta mengembangkan skala yang dapat
digunakan untuk mengetahui umur mental dari seseorang yang
menggambar orang. Goodenough juga mempelajari mengenai kepribadian
dengan cara melihat gambar yang dibuat oleh seseorang. Machover adalah
salah satu ahli yang memiliki pengetahuan tentang gambar proyektif. Dia
mengembangkan penelitian Goodenough, yaitu dengan cara mengulang
interpretasi dari hipotesis sebelumnya. Machover menggunakan latar
belakang teori dinamika kepribadian untuk melihat ke dalam diri testee
(Urban, dalam Nurhayati, 2011). Hasilnya, Machover tidak menemukan
bahwa tes gambar orang tersebut dapat untuk mengukur inteligensi
2. Prosedur Draw-A-Person Test
Prosedur tes DAP adalah meminta testee untuk menggambar orang pada kertas berukuran 8,5 inci x 11 inci atau ukuran kuarto. Tester
meletakkan kertas tersebut menghadap ke testee dengan posisi vertikal dan meminta testee untuk menggambar dengan menggunakan pensil HB. Instruksi yang diberikan adalah, “gambarlah orang”. Instruksi, “gambarlah
sesukamu”, diberikan jika testee bertanya lebih lanjut setelah mendapat instruksi pertama (Urban, dalam Nurhayati, 2011). Tester melakukan
observasi terhadap testee selama testee menggambar. Tester juga mencatat hal-hal yang diperoleh dalam observasi, seperti urutan bagian tubuh yang
digambar, komentar–komentar spontan testee selama menggambar, jenis kelamin orang yang digambar testee pertama kali, dan waktu yang dibutuhkan oleh testee untuk menggambar orang. Hal lain yang perlu dicatat adalah data pribadi testee dan pertanyaan–pertanyaan testee
sebelum menggambar. Apabila memungkinkan, testee diminta untuk menggambar dua orang dalam dua kertas yang berbeda, tetapi jika tidak
memungkinkan, testee diminta untuk menggambar orang yang sesuai dengan jenis kelamin testee (Machover, 1965).
3. Cara Interpretasi Draw-A-Person Test
Konsep dasar interpretasi tes DAP berasal dari penelitian ribuan
gambar dalam konteks klinis yang menggunakan metode–metode
interpretasi tes DAP adalah gambar orang yang digambar oleh testee
memiliki hubungan erat dengan impuls–impuls, kecemasan–kecemasan,
konflik–konflik, dan ciri–ciri yang menggambarkan individu yang
bersangkutan. Hal tersebut telah terbukti kesahihannya dalam pengalaman
klinis (Machover, 1965).
Tokoh yang digambar testee adalah gambaran dari diri testee, sedangkan kertas yang digunakan untuk menggambar dianggap sebagai
lingkungan. Hal tersebut dapat terjadi ketika testee menggambar figur manusia, baik disadari atau tidak, seseorang dihadapkan pada masalah
yang membutuhkan kemampuan memproyeksikan diri ke dalam semua arti
tubuh dan sikap–sikap yang ditampilkan dalam figur manusia yang
digambar. Hal itu menyebabkan tester bebas untuk melakukan interpretasi
terhadap aspek–aspek yang seringkali mencerminkan masalah–masalah
dan tingkah laku dari testee yang menggambar.
Dalam menginterpretasi gambar manusia, perlu memperhatikan
kriteria-kriteria interpretasi yang ada dalam DAP (Machover, 1965).
Kriteria-kriteria interpretasi di bawah ini adalah kriteria interpretasi yang
digunakan oleh peneliti dalam skala DAP (Eriany, 1998 ; Psikologi UGM,
1991 ; Psikologi UNTAG, 1992 ; Psikologi UMM, 1992). Kriteria tersebut
a. Eksekusi
Penentuan kriteria interpretasi DAP yaitu dengan cara memperhatikan
tata letak dan tata gambar pada gambar yang dibuat testee di kertas. 1) Lokasi Gambar atau Penempatan Gambar
Penempatan gambar (kiri-kanan-atas-bawah) tentang kontrol
emosi, keinginan mencapai prestasi, dan orientasi sosial.
2) Ukuran Figur
Ukuran figur (kecil-besar) mengenai kepercayaan diri.
3) Tipe Garis
Tipe garis (kabur-jelas) tentang keberanian. Tipe garis
(terputus-putus-menyambung) tentang ketegasan. Tipe garis
(tunggal-bertumpuk) mengenai kenyamanan dan rasa aman.
4) Hapusan
Hapusan menggambarkan tentang tingkat kepercayaan diri.
5) Shading
Shading menggambarkan tentang kecemasan.
b. Fungsional
Kriteria interpretasi yang dipilih berdasarkan fungsional
memiliki makna bahwa penentuan kriteria interpretasi DAP itu dengan
memperhatikan manfaat dan fungsi dari anggota tubuh yang berada
1) Kepala
Gambar kepala (agak besar-terlalu besar) memiliki makna
antara lain tentang intelegensi, tentang fantasi, tentang
simtom-simtom somatis pada kepala, tentang aspirasi dan kemampuan.
2) Rambut
Gambar rambut yang (sangat kurang-dilebihkan) memiliki
makna tendensi castrasi complex, erotis protes, atau kemungkinan ada konflik. Gambar rambut (berantakan-rapi) tentang
tertata-tidaknya seseorang. Gambar rambut (berombak-lurus) tentang
seberapa rumit cara berpikir seseorang. Gambar rambut (tidak
ditutupi-ditutupi) tentang orientasi sosial.
3) Alis
Gambar alis (pendek-panjang) tentang seberapa mampu
seseorang dapat melihat suatu hal dengan cermat dan seksama.
Gambar alis (berantakan-rapi) tentang kesopanan.
4) Mata
Gambar mata (tertutup-terbuka-besar-kecil) tentang kontak
sosial dan agresivitas.
5) Telinga
Gambar telinga (tidak jelas-jelas) mengenai keragu-raguan.
6) Hidung
Gambar hidung (pendek-panjang) tentang keinginan atau
hasrat akan kejantanan/kekuatan. Gambar hidung (besar-kecil)
tingkat tentang penghargaan kepada orang lain.
7) Mulut
Gambar mulut (tidak jelas-jelas) memiliki makna antara lain
penolakan terhadap kebutuhan afektif, perasaan bersalah, depresi,
atau kontak verbal yang terganggu, kebutuhan tergantung. Gambar
mulut (tertutup-terbuka) tentang tingkat ketergantungan kepada
orang lain.
8) Leher
Gambar leher yang (tidak jelas-jelas) tentang kontrol atas
dorongan-dorongan. Gambar leher (kecil-besar) memiliki makna
depresi, mungkin rigid, atau penggabungan impuls yang baik.
Gambar leher (pendek-panjang) tentang kontrol emosi.
9) Lengan
Gambar lengan (pendek-panjang) tentang ambisi dan kasih
sayang. Gambar lengan (menjauhi tubuh-mendekati tubuh)
tentang ketegangan.
10)Tangan
Gambar tangan (kabur-jelas-kecil-besar) memiliki makna
11) Jari Tangan
Gambar jari tangan (pendek-panjang-tumpul-runcing)
memiliki makna tentang agresi.
12) Kaki
Gambar kaki (kecil-besar-panjang-pendek) tentang
ketergantungan pada orang lain.
13) Jari Kaki
Gambar jari kaki (jelas-tidak jelas) tentang agresivitas.
B. Perception and Preference Inventory (PAPI-Kostick)
PAPI-Kostick adalah self report inventory yang terdiri dari 90 pasangan pernyataan pendek yang berhubungan dengan situasi kerja menyangkut 20
faktor yang terdiri dari 10 need dan 10 role yang dikelompokkan dalam tujuh bidang. Ketujuh bidang tersebut adalah arah kerja, gaya kerja, kepemimpinan,
aktivitas, sikap sosial, temperamen, dan kepatuhan. Bidang arah kerja terdiri
dari faktor N (kebutuhan untuk menyelesaikan tugas ; need), faktor G (peran sebagai pekerja keras ; role), dan faktor A (kebutuhan akan keberhasilan ;
role). Bidang aktivitas terdiri dari faktor T (kecepatan ; role) dan faktor V (kegairahan ; role). Bidang sikap sosial terdiri dari faktor X (kebutuhan untuk diperhatikan ; need), faktor S (perluasan lingkup sosial ; role), faktor B (kebutuhan untuk menjadi bagian dari kelompok ; need), dan faktor O (kebutuhan akan kedekatan dan afektif ; need). Bidang temperamen terdiri dari faktor Z (kebutuhan akan perubahan ; need), faktor E (kekuatan menahan emosi ; role), faktor K (kebutuhan untuk memaksakan kehendak ; need). Bidang kepatuhan terdiri dari faktor F (kebutuhan untuk mendukung
pemimpin ; need) dan faktor W (kebutuhan akan aturan dan pengarahan ;
need).
Ketujuh bidang PAPI-Kostick saling berhubungan dan akan jelas
hubungannya dalam diagram PAPI-Kostick. Misalnya pada bidang
temperamen (faktor K) dengan bidang kepatuhan (faktor F), orang yang skor
faktor L-nya tinggi (memiliki peran kepemimpinan yang tinggi) maka
biasanya skor faktor F-nya rendah (kebutuhan untuk mendukung pemimpin
rendah). Setiap nomor terdiri dari satu need yang berpasangan dengan need
yang lain dan satu role yang berpasangan dengan role yang lain. Tidak ada
need yang berpasangan dengan role atau role dengan need. (Sapri, dalam Workshop Tes Grafis, 2008).
1. Sejarah PAPI-Kostick
PAPI (Perception and Preference Inventory) dibuat oleh Max Martin Kostick, doktor dalam ilmu pendidikan, guru besar Psikologi
Industri di State College, Boston, awal tahun 60an. Kostick adalah
pemegang hak cipta PA Consulting Group yang juga menyelenggarakan
pelatihan untuk pengguna dan seminar-seminar untuk pengembangan
PAPI-Kostick (Sapri, dalam Workshop Tes Grafis, 2008).
PAPI-Kostick digunakan secara luas antara lain di Inggris,
Australia, Perancis, dan Jerman. PAPI-Kostick digunakan di Indonesia
diperkirakan sekitar awal atau pertengahan tahun 80an. Penggunaan
PAPI-Kostick di Indonesia dengan cepat meluas menjelang akhir 90an,
karena kemudahan dan peluang-peluang yang menjanjikan (Sapri, dalam
Workshop Tes Grafis, 2008).
2. Prosedur PAPI-Kostick
Tes PAPI-Kostick terdiri atas 90 soal dalam setting dunia kerja yang meliputi 180 pernyataan, masing-masing soal terdapat 2 pernyataan.
Testee diminta untuk memilih satu pernyataan yang paling mendekati
gambaran diri testee atau yang paling menunjukkan perasaan testee. Bila
testee merasa bahwa kedua pernyataan tersebut tidak sesuai dengan diri
diminta untuk bekerja dengan cepat dan setiap nomor harus dikerjakan
semua (Sapri, dalam Workshop Tes Grafis, 2008).
3. Faktor-Faktor dalam PAPI-Kostick
Berikut ini adalah 20 faktor dari PAPI-Kostick (Sapri, dalam
Workshop Tes Grafis. 2008. ; PAPI-Kostick, Training. 2010.).
a. Faktor L (peran kepemimpinan)
Faktor L menunjukkan seberapa jauh seseorang memiliki
keyakinan untuk berada di posisi pemimpin, seberapa jauh seseorang
merasa nyaman dengan perilaku kepemimpinan, dan seberapa jauh
seseorang menerima dirinya dalam peran tersebut
b. Faktor P (kebutuhan untuk mengawasi/mengontrol orang lain)
Faktor P menunjukkan seberapa jauh keinginan seseorang untuk
memegang kendali, menggerakkan kekuatan, dan melakukan dominasi
terhadap orang lain. Faktor ini menunjukkan tingkat kemauan seseorang
untuk melaksanakan tanggung jawab yang timbul dari peran
kepemimpinan dan untuk bekerja melalui orang lain dalam
menyelesaikan tugas.
c. Faktor I (kesantaian dalam mengambil keputusan)
Faktor I menunjukkan seberapa besar kemampuan seseorang dalam
kaitan dengan tugas untuk membuat keputusan, menerima tanggung
jawab dari keputusan yang diambilnya, dan menerima konsekuensi dari
tidak nyaman atau tertekan bila menghadapi situasi di mana harus
mengambil keputusan.
d. Faktor T (kecepatan)
Faktor T menunjukkan kecepatan seseorang untuk lebih suka
bekerja secara mental. Faktor ini juga menunjukkan kesigapan mental
seseorang untuk bekerja, bukan dalam arti kepandaian atau
inteligensinya, tetapi dalam arti kesigapannya untuk langsung bekerja
(switched-on), dan kepekaannya terhadap keadaan yang mendesak. e. Faktor V (kegairahan)
Faktor V menunjukkan seberapa jauh seseorang dapat
dihubungkan dengan kekuatan secara fisik, aktivitas dan gerakan.
Faktor ini menunjukkan energi fisik yang dimiliki seseorang dan
kemauannya untuk menunjukkan diri dalam kegiatannya.
f. Faktor X (kebutuhan untuk diperhatikan)
Faktor X menunjukkan seberapa jauh keinginan seseorang untuk
dikenal, untuk mencari perhatian yang dilakukan secara nyata dan
terbuka. Faktor ini mencerminkan dorongan seseorang untuk tampil,
menjadi sorotan, dan menonjol.
g. Faktor S (perluasan lingkup sosial)
Faktor S menunjukkan kemampuan seseorang dalam berinteraksi
dengan orang lain secara hangat atau menyenangkan. Faktor ini
mencerminkan tingkat keyakinan diri seseorang dalam berinteraksi
arti ikatan sosial dan benar-benar menyukai hubungan dengan orang
lain.
h. Faktor B (kebutuhan untuk menjadi bagian dari kelompok)
Faktor B menunjukkan seberapa jauh kebutuhan seseorang untuk
berada dalam kelompok, untuk dapat diterima dan menjadi bagian dari
kelompok.
i. Faktor O (kebutuhan akan kedekatan dan afektif)
Faktor O menunjukkan kebutuhan seseorang akan keakraban,
kehangatan, dan memiliki hubungan interpersonal yang
sesuai/cocok/sepaham. Faktor ini juga menunjukkan seberapa jauh arti
penerimaan dan persetujuan orang lain bagi dirinya. Faktor ini juga
menunjukkan seberapa besar seseorang merasa kurang nyaman atau
merasa terluka akibat penolakan, isolasi atau ketidaksetujuan dari orang
lain.
j. Faktor R (tipe teoretis)
Faktor R menunjukkan kesukaan seseorang terhadap
pemikiran-pemikiran analitis dan konseptual, kemampuannya untuk menangani
pemikiran abstrak. Faktor ini menunjukkan cara yang lebih disukainya
dalam bekerja secara mental, dan bukan petunjuk terhadap
k. Faktor D (minat pada tugas-tugas yang mendetail)
Faktor D menunjukkan kesigapan seseorang untuk menggunakan
waktunya dalam mempertimbangkan pemikiran detail dari setiap aspek
dalam suatu tugas atau pekerjaan. Faktor ini menunjukkan kesukaan
seseorang terhadap hal-hal yang detail.
l. Faktor C (keteraturan, kerapihan)
Faktor C menunjukkan seberapa jauh seseorang menempatkan
keteraturan, sistem dan prosedur pada diri sendiri dan pada lingkungan
kerjanya. Faktor ini menunjukkan pentingnya berada dalam situasi kerja
yang terstruktur, terorganisasi, dan rapi serta mempunyai metode
sebagai pembeda terhadap pendekatan apa adanya dari orang-orang
yang cenderung seadanya saja.
m.Faktor Z (kebutuhan akan perubahan)
Faktor Z menunjukkan seberapa jauh keinginan seseorang terhadap
adanya variasi, stimulasi dan inovasi dalam pekerjaannya. Kondisi
ekstrimnya adalah keinginan seseorang untuk berada pada
lingkungannya yang rutin, aman dan dapat diperkirakan perubahannya.
Hal yang tidak menyenangkan adalah bila seseorang menuntut adanya
perubahan yang terus menerus tanpa henti di lingkungan kerjanya.
n. Faktor E (kekuatan menahan emosi)
Faktor E menunjukkan seberapa jauh kemampuan seseorang untuk
mengendalikan keluarnya ekspresi emosinya. Faktor ini menunjukkan
untuk tidak menunjukkan emosinya atau sebaliknya terhadap mereka
yang bersikap sangat terbuka dalam memperlihatkan emosi.
o. Faktor K (kebutuhan untuk memaksakan kehendak)
Faktor K menunjukkan seberapa jauh seseorang memiliki sikap
asertif dan kekuatan emosi terhadap orang lain. Faktor ini juga
menunjukkan dorongan emosi seseorang yang kuat, bahkan agresi dari
dalam dirinya. Faktor ini dapat menunjukkan hal yang sebaliknya juga,
yaitu tingkat ketidaksukaan seseorang terhadap sikap/perasaan yang
keras dan keinginannya untuk berada dalam keadaan yang harmonis
dan tidak asertif.
p. Faktor F (kebutuhan untuk mendukung pemimpin)
Faktor F menunjukkan seberapa jauh kekuatan dorongan dalam diri
seseorang untuk dihubungkan dengan otoritas atau kekuatan
kepemimpinan, menunjukkan rasa hormat dan kesesuaian dengan
struktur hirarki daripada menjadi mandiri.
q. Faktor W (kebutuhan akan aturan dan pengarahan)
Faktor W menunjukkan seberapa jauh seseorang memerlukan
dukungan, arahan atau tuntunan dari lingkungan kerja yang
teratur/terstruktur, sebagai lawan dari situasi dimana seseorang dapat
menampilkan sikapnya yang otonom, berinisiatif dan dapat
mengarahkan dirinya sendiri. Ekstrimnya adalah orang yang terlalu
tergantung atau menjadi orang yang suka memulai pekerjaannya
r. Faktor N (kebutuhan untuk menyelesaikan tugas)
Faktor N menunjukkan seberapa jauh dorongan dari dalam diri
seseorang untuk menangani sendiri suatu tugas sampai benar-benar
selesai. Faktor ini mencerminkan ketekunan, skor pada ekstrim tinggi
menunjukkan komitmen untuk menyelesaikan satu tugas, sedangkan
skor pada ekstrim rendah menunjukkan kurangnya tanggung jawab
untuk menyelesaikan tugas bahkan mengabaikannya.
s. Faktor G (peran sebagai pekerja keras)
Faktor G menunjukkan seberapa jauh seseorang
mengidentifikasikan dirinya dengan kerja keras. Faktor ini
menunjukkan penerimaan seseorang terhadap bekerja secara intensif
dengan upaya yang sesuai. Pada skor ekstrim tinggi, seseorang dapat
memandangnya sebagai sesuatu yang menarik dan menyenangkan
sedangkan pada ekstrim yang sebaliknya, seseorang lebih suka
menghindari beban kerja bila hal tersebut memungkinkan.
t. Faktor A (kebutuhan akan keberhasilan)
Faktor A menunjukkan seberapa besar daya dorong pribadi dalam
diri seseorang, seberapa jauh keinginannya untuk mencapai sukses, dan
seberapa besar ambisinya. Faktor ini mencerminkan tingkat keyakinan
dan komitmen dalam diri seseorang untuk mendapatkan hasil dan
4. Reliabilitas dan Validitas PAPI-Kostick
a. Reliabilitas PAPI-Kostick
PAPI-Kostick memiliki reliabilitas yang baik untuk faktor-faktor
role 0,80 (N=143) dan need 0,78 (N=143). Reliabilitas tersebut dilakukan dengan metode test re-test. Pada penelitian berikutnya ditemukan koefisien reliabilitas 0,62-0,91 (N=100). Reliabilitas
dilakukan dengan metode konsistensi internal pada semua faktor
PAPI-Kostick, sehingga menghasilkan koefisien alfa 0,71-0,90 , khusus untuk
faktor K dan faktor P koefisien alfa-nya 0,6-0,7 (Cartwright, 2011).
b. Validitas PAPI-Kostick
Kostick memiliki validitas yang baik. Manual teknis
PAPI-Kostick menunjukkan catatan yang sangat detail tentang analisis item
versi 1996 PAPI-Kostick. Hal itu memberikan bukti yang kuat tentang
validitas isi PAPI-Kostick (Cartwright, 2011). Ada 2 penelitian tentang
PAPI-Kostick yang telah dilakukan untuk menguji validitas konstruk.
Penelitian yang pertama dilakukan dengan sampel 98 orang (67 orang
dari perusahaan asuransi dan 31 orang dari kantor penyedia mebel).
Kepada sampel diberikan tes PAPI-Kostick sekaligus OPQ32.
Hasilnya, 20 faktor PAPI-Kostick semuanya berkorelasi dengan skala
OPQ, 15 skala memiliki nilai korelasi diatas 0,5 (p=0,01). Pada
penelitian kedua menunjukkan hubungan positif antara PAPI-Kostick
dan 33 item kuisioner dari penelitian yang mengukur kecerdasan
taraf signifikansi 0,01 (Cartwright, 2011). Pengukuran validitas di sini
menggunakan PAPI-Kostick versi normatif.
5. Cara Interpretasi PAPI-Kostick
Cara menginterpretasi PAPI-Kostick yaitu dengan mengisi kotak
pada lembar jawaban dari masing-masing faktor yang diukur. Caranya
adalah dengan menjumlahkan tanda panah yang dilingkari oleh testee, kemudian diisikan menuju ke arah kotak tersebut. Cara untuk mengetahui
total skor yang diisikan sudah benar adalah dengan menjumlahkan angka
yang telah dimasukkan ke dalam kotak yang terletak di atas dan di bawah
lembar jawaban, dengan menjumlahkan skor dari faktor-faktor yang
berkedudukan sejajar dengan kotak tersebut. Bila penjumlahannya benar,
jumlah total pada kotak atas adalah 45, begitu juga dengan yang di kotak
bagian bawah. Jadi, jumlah keseluruhan harus 90, sesuai dengan jumlah
nomor soal. Langkah berikutnya yaitu dengan memindahkan skor yang
terdapat pada masing-masing faktor yang diukur. Skor-skor yang terdapat
pada lembar jawaban tersebut dipindahkan ke lembar diagram, sesuai
dengan faktor yang ada, yaitu dengan cara melingkari skor pada faktor
yang diukur. Langkah terakhir yaitu dengan cara menghubungkan seluruh
lingkaran tersebut sehingga data siap diinterpretasi.
Cara interpretasinya antara lain: 1.melihat skor yang berseberangan
antar faktor dalam lembar diagram, 2.melihat faktor yang bersebelahan,
menonjol rendah, 4.melihat faktor yang relevan (misalnya testee yang memiliki skor faktor I/kesantaian dalam mengambil keputusan yang
rendah biasanya memiliki skor faktor R/tipe teoretis yang tinggi),
5.melihat linkage (misalnya skor faktor L/kepemimpinan yang tinggi dan skor faktor P/kebutuhan untuk mengontrol orang lain yang rendah,
memiliki makna bukan pemimpin alami tetapi merasa dituntut untuk
menunjukkan kepemimpinan), dan 6.melihat 3 area pada semua faktor
C. Hubungan antara Kriteria Interpretasi DAP dengan Faktor
PAPI-Kostick
Berikut ini adalah tabel hubungan antara kriteria interpretasi DAP
dengan faktor Kostick. Terdapat 15 interpretasi dari DAP dan
PAPI-Kostick yang mengangkat hal yang sama.
Tabel 1
Kriteria Interpretasi DAP dan Faktor PAPI-Kostick yang memiliki interpretasi yang sama terlalu ke kiri
dikuasai emosi E Menunjukkan seberapa jauh
kemampuan seseorang untuk mengendalikan keluarnya ekspresi emosinya. Faktor ini menunjukkan seberapa jauh seseorang dapat disiplin, terhadap kemampuan seseorang untuk tidak
menunjukkan emosinya atau sebaliknya terhadap mereka yang bersikap sangat terbuka dalam memperlihatkan emosi. penempatan gambar
terlalu ke kanan
adanya kontrol emosional
berusaha keras untuk sukses
A Menunjukkan seberapa besar daya dorong pribadi dalam diri
seseorang, seberapa jauh keinginannya untuk mencapai sukses, dan seberapa besar ambisinya. Faktor ini
mencerminkan tingkat keyakinan dan komitmen dalam diri
seseorang untuk mendapatkan hasil dan mencapai tujuan kerja yang ditentukannya bagi dirinya sendiri.
tipe garis terputus-putus
sifat yang takut/malu-malu
K Menunjukkan seberapa jauh
seseorang memiliki sikap asertif dan kekuatan emosi terhadap orang lain. Faktor ini juga tipe garis
menyambung
seseorang yang kuat, bahkan agresi dari dalam dirinya. Faktor ini dapat menunjukkan hal yang sebaliknya juga, yaitu tingkat ketidaksukaan seseorang terhadap sikap/perasaan yang keras dan keinginannya untuk berada dalam keadaan yang harmonis dan tidak asertif.
rambut berantakan sifat kekacauan C Menunjukkan seberapa jauh
seseorang menempatkan
keteraturan, sistem dan prosedur pada diri sendiri dan pada lingkungan kerjanya. Faktor ini menunjukkan pentingnya berada dalam situasi kerja yang
terstruktur, terorganisasi, dan rapi serta mempunyai metode sebagai pembeda terhadap pendekatan apa adanya dari orang-orang yang cenderung seadanya saja. rambut rapi sifat tertata
mata besar agresif K Menunjukkan seberapa jauh
seseorang memiliki sikap asertif dan kekuatan emosi terhadap orang lain. Faktor ini juga menunjukkan dorongan emosi seseorang yang kuat, bahkan agresi dari dalam dirinya. Faktor ini dapat menunjukkan hal yang sebaliknya juga, yaitu tingkat ketidaksukaan seseorang terhadap sikap/perasaan yang keras dan keinginannya untuk berada dalam keadaan yang harmonis dan tidak asertif.
mulut yang jelas kebutuhan tergantung
W Menunjukkan seberapa jauh
seseorang memerlukan dukungan, arahan atau tuntunan dari
lingkungan kerja yang
orang yang suka
memulai pekerjaannya sebelum ada instruksi.
mulut tertutup menolak
ketergantungan
W Menunjukkan seberapa jauh
seseorang memerlukan dukungan, arahan atau tuntunan dari
lingkungan kerja yang
teratur/terstruktur, sebagai lawan dari situasi dimana seseorang dapat menampilkan sikapnya yang otonom, berinisiatif dan dapat mengarahkan dirinya sendiri. Ekstrimnya adalah orang yang terlalu tergantung atau menjadi orang yang suka memulai pekerjaannya sebelum ada instruksi.
mulut terbuka cenderung dependent
mulut tertutup menekan
permusuhan
K Menunjukkan seberapa jauh
seseorang memiliki sikap asertif dan kekuatan emosi terhadap orang lain. Faktor ini juga menunjukkan dorongan emosi seseorang yang kuat, bahkan agresi dari dalam dirinya. Faktor ini dapat menunjukkan hal yang sebaliknya juga, yaitu tingkat ketidaksukaan seseorang terhadap sikap/perasaan yang keras dan keinginannya untuk berada dalam keadaan yang harmonis dan tidak asertif.
lengan pendek ambisi kemauan
lemah
A Menunjukkan seberapa besar daya dorong pribadi dalam diri
seseorang, seberapa jauh keinginannya untuk mencapai sukses, dan seberapa besar ambisinya. Faktor ini
mencerminkan tingkat keyakinan dan komitmen dalam diri
seseorang untuk mendapatkan hasil dan mencapai tujuan kerja yang ditentukannya bagi dirinya sendiri.
lengan panjang ambisius dan usaha untuk sukses
mengaharapkan kasih sayang dan perhatian
O Menunjukkan kebutuhan
hubungan interpersonal yang sesuai/cocok/sepaham. Faktor ini juga menunjukkan seberapa jauh arti penerimaan dan persetujuan orang lain bagi dirinya. Faktor ini juga menunjukkan seberapa besar seseorang merasa kurang nyaman atau merasa terluka akibat
penolakan, isolasi atau
ketidaksetujuan dari orang lain. tangan yang jelas
(apakah gambar tangan semakin terlihat jelas sebagai gambar tangan atau hanya menyerupai gambar tangan)
agresi yang diarahkan keluar
K Menunjukkan seberapa jauh
seseorang memiliki sikap asertif dan kekuatan emosi terhadap orang lain. Faktor ini juga menunjukkan dorongan emosi seseorang yang kuat, bahkan agresi dari dalam dirinya. Faktor ini dapat menunjukkan hal yang sebaliknya juga, yaitu tingkat ketidaksukaan seseorang terhadap sikap/perasaan yang keras dan keinginannya untuk berada dalam keadaan yang harmonis dan tidak asertif.
jari tangan yang panjang
agresi yang overt K Menunjukkan seberapa jauh
seseorang memiliki sikap asertif dan kekuatan emosi terhadap orang lain. Faktor ini juga menunjukkan dorongan emosi seseorang yang kuat, bahkan agresi dari dalam dirinya. Faktor ini dapat menunjukkan hal yang sebaliknya juga, yaitu tingkat ketidaksukaan seseorang terhadap sikap/perasaan yang keras dan keinginannya untuk berada dalam keadaan yang harmonis dan tidak asertif.
jari tangan yang runcing
agresi yang overt K Menunjukkan seberapa jauh
sebaliknya juga, yaitu tingkat ketidaksukaan seseorang terhadap sikap/perasaan yang keras dan keinginannya untuk berada dalam keadaan yang harmonis dan tidak asertif.
kaki kecil ketergantungan pada
orang lain
W Menunjukkan seberapa jauh
seseorang memerlukan dukungan, arahan atau tuntunan dari
lingkungan kerja yang
teratur/terstruktur, sebagai lawan dari situasi dimana seseorang dapat menampilkan sikapnya yang otonom, berinisiatif dan dapat mengarahkan dirinya sendiri. Ekstrimnya adalah orang yang terlalu tergantung atau menjadi orang yang suka memulai pekerjaannya sebelum ada instruksi.
jari kaki jelas agresif K Menunjukkan seberapa jauh
seseorang memiliki sikap asertif dan kekuatan emosi terhadap orang lain. Faktor ini juga menunjukkan dorongan emosi seseorang yang kuat, bahkan agresi dari dalam dirinya. Faktor ini dapat menunjukkan hal yang sebaliknya juga, yaitu tingkat ketidaksukaan seseorang terhadap sikap/perasaan yang keras dan keinginannya untuk berada dalam keadaan yang harmonis dan tidak asertif.
jari kaki tidak jelas tidak agresif
D. Hipotesis
Penelitian ini tidak menggunakan semua kriteria interpretasi DAP dan
tidak menggunakan semua faktor PAPI-Kostick, tetapi hanya menggunakan
beberapa interpretasi yang sama untuk dijadikan hipotesis penelitian. Berikut
ini adalah beberapa hipotesis yang digunakan oleh peneliti.
a. Penempatan gambar (terlalu ke kiri-terlalu ke kanan) berkorelasi dengan faktor E (kebutuhan untuk mengawasi atau mengontrol orang lain).
b. Penempatan gambar yang terlalu ke kanan berkorelasi positif dengan faktor
A (kebutuhan akan keberhasilan).
c. Tipe garis (terputus-putus - menyambung) berkorelasi dengan faktor K
(kebutuhan untuk memaksakan kehendak).
d. Gambar rambut (berantakan-rapi) berkorelasi dengan faktor C (keteraturan,
kerapihan).
e. Gambar mata besar berkorelasi positif dengan faktor K (kebutuhan untuk
memaksakan kehendak).
f. Gambar mulut yang jelas berkorelasi positif dengan faktor W (kebutuhan
akan pengaturan dan pengarahan).
g. Gambar mulut (tertutup-terbuka) berkorelasi dengan faktor W (kebutuhan
akan pengaturan dan pengarahan).
h. Gambar mulut yang tertutup berkorelasi negatif dengan faktor K
(kebutuhan untuk memaksakan kehendak).
i. Gambar lengan (pendek-panjang) berkorelasi dengan faktor A (kebutuhan
akan keberhasilan).
j. Gambar lengan panjang berkorelasi positif dengan faktor O (kebutuhan
k. Gambar tangan yang jelas berkorelasi positif dengan faktor K (kebutuhan untuk memaksakan kehendak).
l. Gambar jari tangan yang panjang berkorelasi positif dengan faktor K
(kebutuhan untuk memaksakan kehendak).
m. Gambar jari tangan yang runcing berkorelasi positif dengan faktor K
(kebutuhan untuk memaksakan kehendak).
n. Gambar kaki kecil berkorelasi positif dengan faktor W (kebutuhan akan
pengaturan dan pengarahan).
o. Gambar jari kaki (tidak jelas-jelas) berkorelasi dengan faktor K (kebutuhan
untuk memaksakan kehendak).
E. Pertanyaan Penelitian
Seberapa jauh setiap kriteria-kriteria interpretasi tes DAP memiliki keterkaitan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan teknik korelasional. Penelitian
korelasional bertujuan untuk mencari hubungan antara dua variabel (Hadi, 1984).
Dalam penelitian ini akan dicari hubungan antara kriteria-kriteria interpretasi tes
DAP dengan faktor-faktor tes PAPI-Kostick
B. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang menjadi sarana penyelidikan dan sesuatu itu
menunjukkan variasi, baik dalam jenis maupun tingkatannya (Hadi, 2000).
Variabel-variabel yang digunakan sesuai dengan tujuan penelitian adalah :
1. Variabel dependen : Kriteria-kriteria interpretasi tes DAP ( Draw-A-Person)
2. Variabel independen : Faktor-faktor tes PAPI-Kostick
(Perception and Preference Inventory-Kostick)
C. Definisi Operasional
1. Kriteria-kriteria interpretasi tes DAP (Draw-A-Person)
Peneliti menggunakan 35 kriteria interpretasi DAP dari penelitian
sebelumnya (Nurhayati, 2011). Setiap kriteria interpretasi memiliki rentang
diferensial semantik (semantic differential technique). Kriteria-kriteria tersebut didapatkan dari eksekusi (ukuran figur) dan isi dari gambar orang. Ukuran
figur fokus pada penempatan gambar di kertas, kecepatan gerakan grafis,
tekanan, kepadatan dan variasi garis yang digunakan, keurutan bagian-bagian
yang digambar, sikap mental (pendirian), penggunaan latar belakang, perluasan
lengan ke arah tubuh atau menjauhi tubuh, spontanitas ataupun kekakuan,
penggambaran figur secara prodil atau pandangan menghadap ke muka.
Hal-hal tersebut merupakan aspek-aspek yang langsung berhubungan dengan
penampilan diri testee (Machover, 1965). Hal yang berikutnya adalah isi gambar, mencakup detail bagian tubuh dan perlakuan pakaian yang
diinterpretasi sesuai dengan arti fungsional yang diberikan, seperti kepala,
tangan, dan kaki. Nilai-nilai fungsional dan nilai pengalaman dari detail-detail
semacam ini telah dicek dengan testee yang mampu mengadakan introspeksi dan asosiasi pada tingkatan yang disadari dengan testee-testee psikotik di mana pikiran-pikiran yang tidak disadari muncul ke permukaan (Machover, 1965).
2. Faktor-faktor tes PAPI-Kostick (Perception and Preference Inventory)
Faktor-faktor tes PAPI-Kostick didapatkan dari skor profil PAPI-Kostick.
Faktor PAPI-Kostick ada 20 buah, sedangkan skor profil PAPI-Kostick
memiliki rentang 0-9. Skor 0-3 (low analysis) menunjukkan bahwa seseorang berada pada tingkat rendah atau sangat rendah. Skor 4-5 (middle range) menunjukkan bahwa seseorang berada pada tingkat cukup atau rata-rata. Skor
atau sangat tinggi. Pada faktor Z dan K, skor high analysis dan low analysis -nya berlaku sebalik-nya (PAPI-Kostick, Training. 2010).
Cara untuk mendapatkan nilai faktor-faktor PAPI-Kostick adalah dengan
meminta testee untuk memilih 1 dari 2 pernyataan yang paling menggambarkan dirinya dari 90 nomor soal. Setelah itu, data dikelompokkan
ke dalam masing-masing faktor. Hasil pengelompokan data tersebut bisa dilihat
pada skor profil PAPI-Kostick atau diagram lingkaran PAPI-Kostick.
D. Subjek Penelitian
Peneliti menggunakan dua orang psikolog yang ahli di bidang grafis
sebagai interpreter. Masing-masing dari psikolog tersebut menilai 200 gambar
manusia. Pengambilan 200 gambar manusia itu diambil berdasarkan data tes yang
sudah tersedia di P2TKP (Pusat Pelayanan Tes dan Konsultasi Psikologi) Fakultas
Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Teknik pengambilan 200 data
gambar manusia itu menggunakan metode non-random, yaitu convenience
(ketersediaan). Peneliti tidak mengontrol kesiapan atau proses belajar dari testee. Dalam hal ini, peneliti menggunakan data tes pada orang yang sedang mengalami
keadaan tekanan yang sama, yaitu seleksi kerja. Hal tersebut dilakukan agar ada
kesamaan dalam hal keadaan dan tekanan pada testee yang sedang mengerjakan tes DAP (Draw-A-Person) dan tes PAPI-Kostick (Perception and Preference Inventory), sehingga diharapkan bisa mengurangi variabel lain dan menghasilkan data yang dapat digunakan sebagai standar. Data tersebut diambil dari P2TKP
E. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian mempunyai tujuan
untuk mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti sehingga harus
digunakan metode yang efisien dan akurat (Azwar, 1999). Metode pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode data arsip dan metode
skala.
1. Metode Data Arsip (Data Archival)
Metode data arsip dapat diperoleh melalui catatan atau dokumen yang
mencatat aktivitas individu, institusi, pemerintah, dan kelompok-kelompok
lainnya. Dokumen-dokumen yang ada dipelajari untuk memperoleh data dan
informasi dalam penelitian ini. Penelitian ini mengambil data sebanyak 200
testee yang telah dites DAP sekaligus PAPI-Kostick dari P2TKP (Pusat
Pelayanan Tes dan Konsultasi Psikologi) Fakultas Psikologi, Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta.
2. Metode Skala
Metode skala yaitu cara pengumpulan data yang menetapkan besarnya
bobot nilai atau skala bagi setiap jawaban pertanyaan objek psikologis yang
berdasarkan pada suatu kontinum (Goeritno, 1997). Penelitian ini
menggunakan skala diferensial semantik (Semantic Differential Technique) dengan rentang skor 1-7 untuk menentukan kriteria-kriteria interpretasi pada
tes DAP. Angka 1 memiliki nilai yang paling rendah, sedangkan angka 7
F. Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
statistik kuantitatif. Data DAP diperoleh dari skala diferensi semantik yang
dikerjakan oleh dua orang psikolog. Data tersebut kemudian dicari reliabilitas
inter-rater. Setelah itu, peneliti menjumlahkan skor dari data yang dihasilkan oleh dua orang psikolog. Data tersebut kemudian akan dikorelasikan dengan data dari
masing-masing faktor PAPI-Kostick. Pengkorelasian tersebut menggunakan
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Orientasi Kancah
Subjek penelitian ini adalah testee yang pernah dites DAP sekaligus PAPI-Kostick di P2TKP. Hasil tes tersebut digunakan peneliti
sebagai data penelitian. Data tersebut kemudian diberikan kepada dua
psikolog yang menguasai materi DAP untuk keperluan mengisi skala
DAP, yang telah digunakan oleh peneliti sebelumnya (Nurhayati, 2011)
B. Pelaksanaan Penelitian
Hasil skala DAP yang telah diisi oleh dua psikolog dihitung
reliabilitas inter-rater-nya. Langkah ini diperlukan untuk melihat apakah ada kesepakatan penilaian dari kedua psikolog. Hal itu dilakukan dengan
cara menghitung nilai korelasi antara skor penilaian skala DAP psikolog
pertama dengan skor penilaian skala DAP psikolog kedua. Ada beberapa
kriteria interpretasi DAP yang tidak dapat memenuhi skala 1-7 karena
gambar testee tidak dapat dinilai dengan skala 1-7, misalnya kriteria interpretasi lemah-kuatnya shading, tetapi tidak ada gambar shading. Contoh lain pada skala kriteria interpretasi jari kaki yang tidak jelas/jelas,
akan tetapi gambar jari kaki tidak digambar. Oleh karena itu, peneliti
Langkah selanjutnya adalah menjumlahkan skor dari data skala
DAP yang dihasilkan oleh dua orang psikolog dalam satu kriteria
interpretasi. Data hasil penjumlahan tersebut dikorelasikan dengan data
dari masing-masing faktor PAPI-Kostick yang akan diteliti sesuai dengan
hipotesis penelitian. Ada beberapa hipotesis yang memerlukan skor
ekstrim, misalnya pada kriteria interpretasi penempatan gambar, peneliti
hanya membutuhkan kriteria penempatan gambar yang terlalu ke kanan,
padahal data yang tersedia mengukur penempatan gambar yang terlalu kiri
dan terlalu kanan dengan skala 1-7. Oleh karena itu, peneliti mengkode
ulang skor dengan cara memberi kode 1 pada skor ekstrim yang dicari dan
skor 0 pada skor lainnya. Ekstrim kiri jumlah skornya berkisar dari 2
hingga 4, sedangkan untuk ekstrim kanan skornya berkisar dari 12 hingga
14. Contohnya, penilaian psikolog pertama pada testee A dalam kriteria interpretasi penempatan gambar (terlalu ke kiri-terlalu ke kanan)
mendapatkan skor 6, sedangkan penilaian psikolog kedua pada testee dan kriteria interpretasi yang sama mendapatkan skor 7, sehingga totalnya
adalah 13. Ini menunjukkan skor ekstrim kanan yang berarti cenderung ke
penempatan gambar terlalu ke kanan. Kemudian peneliti mengkode ulang
skor ekstrim tersebut menjadi 1, sedangkan skor yang tidak ekstrim dikode
C. Hasil Penelitian
1. Reliabilitas Inter-rater
Reliabilitas inter-rater dapat dilihat dalam tabel 2.
Tabel 2
Nilai Korelasi Kriteria Interpretasi DAP oleh Dua Psikolog
No. Kriteria Interpretasi Nilai Korelasi
1. Penempatan gambar (sangat kiri-sangat kanan) 0,660 2. Penempatan gambar (sangat bawah-sangat atas) 0,768 3. Ukuran figur (sangat kecil-sangat besar) 0,828
4. Tipe garis (samar-samar - jelas) 0,146
5. Tipe garis (tunggal-bertumpuk) 0,345
6. Tipe garis (terputus-putus - menyambung) 0,628
7. Hapusan (sangat sedikit-sangat banyak) 0,333
8. Shading (sangat lemah-sangat kuat) 0,061
9. Kepala (sangat kecil-sangat besar) 0,668
10. Rambut (sangat kurang-dilebihkan) 0,777
11. Rambut (berantakan-sangat rapi) 0,719
12. Rambut (berombak-sangat lurus) 0,288
13. Rambut (semakin tidak ditutupi-semakin ditutupi) -0,011
14. Alis (sangat pendek-sangat panjang) 0,566
15. Alis (sangat berantakan-sangat rapi) 0,451
16. Mata (tertutup-terbuka) 0,706
17. Mata (lingkaran mata makin kecil-lingkaran mata makin besar)
0,676
18. Telinga (semakin tidak jelas-semakin jelas) 0,770
19. Telinga (sangat kecil-sangat besar) 0,694
20. Hidung (sangat pendek-sangat panjang) 0,720
21. Hidung (sangat kecil-sangat besar) 0,650
22. Mulut (semakin tidak jelas-semakin jelas) 0,499 23. Mulut (semakin tertutup-semakin terbuka) 0,603 24. Leher (semakin tidak jelas-semakin jelas) 0,663
25. Leher (sangat kecil-sangat besar) 0,684
26. Leher (sangat pendek-sangat panjang) 0,754
27. Lengan (sangat pendek-sangat panjang) 0,528
28. Lengan (menjauhi tubuh-mendekati tubuh) 0,657
29. Tangan (sangat kabur-sangat jelas) 0,527
30. Tangan (sangat kecil-sangat besar) 0,616
33. Kaki (sangat kecil-sangat besar) 0,524
34. Kaki (sangat pendek-sangat panjang) 0,572
35. Jari kaki (semakin tidak jelas-semakin jelas) 0,861
Korelasi yang baik memiliki nilai ≥ 0,30 (Azwar, 1997).
Berdasarkan hal ini, ada 4 dari 35 kriteria interpretasi yang tidak dapat
dilakukan uji hipotesis, karena memiliki reliabilitas yang kurang baik.
Kriteria interpretasi tersebut antara lain: tipe garis (samar-samar -
jelas) (0,146), shading (sangat lemah-sangat kuat) (0,061), rambut (berombak-sangat lurus) (0,288), rambut (semakin tidak
ditutupi-semakin ditutupi) (-0,011). Reliabilitas inter-rater yang kecil tersebut memiliki arti tidak ada kesesuaian penilaian dari kedua psikolog,
sehingga tidak dapat digunakan. Meskipun begitu, keempat kriteria
interpretasi tersebut tidak digunakan dalam hipotesis penelitian karena
tidak ada kesamaan interpretasi DAP dengan interpretasi faktor-faktor
PAPI-Kostick, sehingga tidak berpengaruh dalam hipotesis penelitian.
2. Uji Normalitas
Berdasarkan uji normalitas, dihasilkan semua data tidak normal,
karena memliki p < 0,05 (Nurgiyantoro, 2009 ; Santoso, 2010).Oleh
karena itu tidak dapat menggunakan korelasi Pearson
Product-Moment, sehingga peneliti menggunakan korelasi Spearman.
3. Uji Hipotesis
Di bawah ini adalah tabel uji hipotesis.
Tabel 3 terlalu ke kanan
Ada hipotesis yang tidak dapat diuji. Hipotesis tersebut adalah gambar lengan panjang berkorelasi positif dengan faktor O (r(N=198) = - ; p= -). Hipotesis ini tidak dapat dihitung korelasinya karena ada salah satu variabel yang nilainya konstan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya nilai ekstrim pada gambar DAP setelah dilakukan pengkodean ulang. Jadi, hanya 14 hipotesis yang dapat digunakan.
D. Pembahasan
Berdasarkan uji hipotesis, peneliti menemukan semua hipotesis
alternatif ditolak (p > 0,05), sehingga disimpulkan tidak ada korelasi
antara kriteria interpretasi DAP dengan faktor-faktor pada tes
PAPI-Kostick. Berikut ini beberapa kemungkinan penjelasannya. Pertama, tes
DAP dan tes PAPI-Kostick mengukur dimensi kepribadian yang berbeda.
Misalnya kriteria interpretasi mata besar dari tes DAP yang bermakna
agresif, dikorelasikan dengan faktor K tes PAPI-Kostick yang
menunjukkan dorongan emosi yang kuat bahkan agresi dari dalam diri
seseorang. Kedua hal ini mengukur hal yang sama, yaitu agresi, tetapi
karena hasil korelasi tidak signifikan yang bermakna tidak ada korelasi,
ada kemungkinan kedua hal tersebut mengukur dimensi yang berbeda.
Ada dugaan tes DAP mengukur trait, sedangkan tes PAPI-Kostick mengukur personal concern. Saat kedua tes mengukur hal yang sama, kriteria interpretasi dari tes DAP hasilnya bersifat tetap, sedangkan
faktor-faktor pada tes PAPI-Kostick hasilnya berubah-ubah mengikuti
Kedua, tes DAP menunjukkan kurangnya bukti validitas. Misalnya,
kriteria interpretasi tes DAP penempatan gambar yang terlalu ke kanan
memiliki makna berusaha keras untuk sukses dikorelasikan dengan faktor
A dari tes PAPI-Kostick yang memiliki interpretasi yang sama dengan
kriteria interpretasi penempatan gambar yang terlalu ke kanan dari tes
DAP, yaitu menunjukkan seberapa besar daya dorong pribadi dalam diri
seseorang, seberapa jauh keinginannya untuk mencapai sukses, dan
seberapa besar ambisinya. Kedua hal tersebut seharusnya berkorelasi
karena memiliki interpretasi yang sama. Karena tes DAP dan tes
PAPI-Kostick tidak berkorelasi, maka penelitian ini menunjukkan kurangnya
bukti validitas DAP.
Peneliti cenderung memilih alasan kedua, yaitu penelitian ini
menunjukkan kurangnya bukti validitas DAP. Peneliti menduga tidak ada
perbedaan dimensi antara kriteria interpretasi tes DAP dan faktor dari tes
PAPI-Kostick. Misalnya interpretasi agresi yang diarahkan keluar pada
kriteria interpretasi tes DAP tangan yang jelas, serta interpretasi agresi
yang overt pada kriteria interpretasi tes DAP jari tangan yang panjang dan jari tangan yang runcing, memiliki indikator dorongan yang kuat, indikator
ini sama dengan interpretasi dari faktor K dari tes PAPI-Kostick, yaitu
menunjukkan dorongan emosi yang kuat, bahkan agresi dari dalam diri
seseorang (Etikawati, komunikasi pribadi, 1 Desember 2011). Berikut
kutipannya:
Contoh lain pada tes DAP yang memiliki interpretasi sifat
kekacauan pada kriteria interpretasi rambut berantakan dan interpretasi
sifat tertata pada kriteria interpretasi rambut rapi memiliki makna yang
sama dengan faktor C pada tes PAPI-Kostick yang mengukur keteraturan,
sistem dan prosedur pada diri sendiri dan pada lingkungan kerjanya
(Etikawati, komunikasi pribadi, 1 Desember 2011). Berikut kutipannya:
Kalau rambut itu kan dia butuh mengelola garis to? Kalau misalnya dia orangnya ga sabaran itu ya udah sret sret sret.. gitu aja, tapi kalau orangnya telaten, mau sedikit berusaha kan diatur ya gambarnya diatur.
Contoh berikutnya adalah interpretasi ketergantungan pada orang
lain yang terdapat dalam kriteria interpretasi tes DAP kaki kecil yang
bermakna sama dengan faktor W dari tes PAPI-Kostick yaitu
menunjukkan seberapa jauh seseorang memerlukan dukungan, arahan atau
tuntunan dari lingkungan kerja yang teratur/terstruktur, sebagai lawan dari
situasi di mana seseorang dapat menampilkan sikapnya yang otonom,
berinisiatif dan dapat mengarahkan dirinya sendiri (Etikawati, komunikasi
pribadi, 1 Desember 2011). Berikut kutipannya:
E. Kelemahan Penelitian
Penelitian ini memiliki kelemahan, yaitu:
1. Belum semua kriteria interpretasi DAP diteliti dalam penelitian ini.
2. Pemilihan range dalam skala DAP
Peneliti hanya menggunakan range 1-7 pada skala DAP. Peneliti kurang mempertimbangkan jawaban yang bersifat dikotomi, yaitu
jawaban yang terdiri dari dua jawaban. Misalnya ada tidaknya rambut
pada gambar dan ada tidaknya shading pada gambar. Hal ini menyebabkan ada beberapa data skala DAP yang tidak diisi oleh dua
psikolog, sehingga peneliti kurang mendapatkan keseluruhan data.
3. Pada prakteknya, penginterpretasian tes DAP tidak memiliki acuan
yang jelas. Sulit untuk mencari sumber referensi yang digunakan
praktisi dalam menginterpretasi tes DAP.
4. Kriteria-kriteria interpretasi DAP yang digunakan dalam penelitian ini
murni dari manual, belum dikonsultasikan dengan praktisi. Ada 4
interpretasi DAP yang sudah tidak digunakan oleh psikolog pada
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa tidak
ditemukan korelasi yang signifikan antara kriteria interpretasi tes DAP dan
faktor-faktor tes PAPI-Kostick. Hal ini dapat menunjukkan bahwa
kurangnya bukti validitas dari tes DAP, sehingga ada kecenderungan tes
DAP kurang valid.
B. Saran
1. Untuk P2TKP, yaitu mempertimbangkan kembali penggunaan alat tes
DAP.
2. Untuk peneliti selanjutnya :
a. Meneliti kriteria interpretasi DAP yang belum diteliti dalam
penelitian ini.
b. Menggunakan tes kepribadian lain yang memiliki dimensi
kepribadian yang sama dengan dimensi kepribadian tes DAP.
c. Menggunakan skala DAP yang mengukur 2 hal, yaitu dengan
range jawaban dan yang memiliki dua jawaban, ada dan tidak ada. d. Mendokumentasikan dahulu kriteria interpretasi DAP yang sering
dipakai dalam prakteknya. Hal itu dapat dilakukan dengan cara
dapat lebih berhati-hati dalam memperhatikan atau mengacu
referensi/buku pedoman/manual DAP.
e. Meneliti kumpulan indikasi-indikasi DAP yang sama, sehingga
menjadi interpretasi DAP, kemudian baru dikorelasikan dengan tes
lain yang mengukur hal yang sama.
f. Menggunakan alat tes psikologi yang lebih objektif, valid, dan
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Azwar, S. 1999. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Cartwright, S. 2011. Test Review PAPI : PAPI-I and PAPI-N (PAPI). British Psychological Society: Psychological Testing Centre.
Eriany, P. 1998. Manual Tes Grafis (Psikodiagnostik IV). Fakultas Psikologi UNIKA Soegijapranata, Semarang.
Etikawati, A.I. (Pembicara). 2010. Pendapat Tentang Draw – A - Person
(DAP). (Handphone Recording). Fakultas Psikologi Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.
Etikawati, A.I. (Pembicara). 2011. Pendapat Tentang Draw – A - Person
(DAP). (Handphone Recording). Fakultas Psikologi Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.
Garb, H.N., Lilienfeld, S.O., Wood,J.M., & Nezworski, M.T. 2002. Effective Use of Projective in Clinical Practice: Let the Data Help with Selection and Interpretation. Professional Psychology, Research and Practice. 33, 5, 454-463.
Goeritno, H. 1997. Penyusunan Skala Psikologi. Semarang: Universitas Katolik Soegiyapranta.
Gregory, R.J. 2007. Psychological Testing: History, Principles, and Applications. New York: Pearson.
Groth-Marnat, G., & Roberts, L. 1998. Human figure drawings and House–Tree– Person drawings as indicators of self-esteem:A quantitative approach. Journal of Clinical Psychology,54, 219–222.
Hadi, S. 1984. Statistik 1. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Hadi, S. 2000. Metodologi Research. Jilid 1. Yogyakarta: Andi Offset.
Hooker, K & McAdams, P. 2003. Personality Reconsidered : A New Agenda for
Aging Research. Journal of Gerontology : PSYCHOLOGICAL
Machover, K. 1949. Personality Projection in The Drawing of The Human Figure. Springfield, III.: Charles C. Thomas.
Machover, K. 1965. Personality Projection In The Drawing of The Human Figure : A Method of Personality Investigation, Sixth Edition, Springfield, Thomas. Alih Bahasa Hanna Widjaja, 1987, UPT Fakultas Psikologi Universitas Pajajaran.
Murphy, K.R. & Davidshofer, C.O. 2005. Psychological Testing Principles and Applications. New Jersey: Pearson.
Nurgiyantoro, B., Gunawan., & Marzuki. 2009. Statistik Terapan untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nurhayati, R. 2011. Hubungan antara Ekspresi Menggambar Orang dengan
Faktor-Faktor 16 PF. Skripsi tidak diterbitkan, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.
Sulistiyanto, S. 2010. Papikostick For Selection. Training PAPI-Kostick 29 Desember 2010.
Roback, H.B. 1968. Human Figure Drawings: Their Utility in The Clinical Psychologist’s Armamentarium for Personality Assessment. Psychological Bulletin, 70, 1.
Santoso, A. 2010. Statistik untuk Psikologi: Dari Blog Menjadi Buku. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Sapri E.R., Nurbaya, L.S., & Handayani, A. 2008. Workshop Tes Grafis. Yogyakarta, 11-13 Juli 2008.
Swensen,C.H.1957. Empirical evaluations of human figure drawings. Psychological Bulletin. 54, 6,431–466.
Thomas, G.V. & Jolley, R.P. 1998. Drawing conclusion : A re-examination of empirical and conceptual bases for psychological evaluation of children from their drawings. The British Journal of Clinical Psychology, 37, 2, 127-139.
Watkins, C., Campbell, V., Nieberding, R., & Hallmark, R. 1995. Contemporary
Practice of Psychological Assessment by Clinical Psychologists.
Professional Psychology: Research and Practice. 26, 54-60.
Zaman, S. 2009. Soal-Soal yang Sering Muncul dalam Tes Penerimaan Pegawai.
Jakarta: Visimedia.
Psikologi UGM, Fakultas. 1991. Manual dan Interpretasi Tes Grafis : BAUM,
DAP/DAM, HTP, dan Grafologi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada.
Psikologi UMM, Fakultas. 1992. Manual dan Interpretasi Proyeksi Kepribadian
Tes Grafis: Suatu Metode Analisa Kepribadian. Malang: Fakultas
Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.
Psikologi UNTAG, Fakultas. 1992. Program Pelatihan Peningkatan Kemampuan
Interpretasi Tes Grafis : BAUM, dan DAP/DAM. Surabaya : Fakultas
Correlations
Pearson Correlation 1 .660**
Sig. (2-tailed) .000
N 200 200
PenempatanGambar_KiriKa
nan_Tia
Pearson Correlation .660** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 200 200
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Pearson Correlation 1 .768**
Sig. (2-tailed) .000
N 197 197
PenempatanGambar_Bawah
Atas_Tia
Pearson Correlation .768** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 197 197
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Pearson Correlation 1 .828**
Sig. (2-tailed) .000
N 197 197
UkuranFigur_KecilBesar_Tia Pearson Correlation .828** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 197 197