Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh :
Nama : Mega Cristhina Nurhayati Marpaung
Oleh :
Mega Cristhina Nurhayati Marpaung
079114072
Dipersiapkan dan ditulis oleh :
Mega Cristhina Nurhayati Marpaung
NIM : 079114072
Telah dipertahankan di depan panitia penguji
Pada tanggal 16 Agustus 2012
Dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan panitia penguji
Nama Lengkap : Tanda tangan
Pembimbing : Dr. Tjipto Susana, M.Si. __________________
!"
!"
#
$
%
$
&
$
(
$
(
(
$
$
(
$
)
$
*
$
+
,
$
-.
/
$$
0
)
0 $
$
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 2012
Penulis,
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan kinerja pada guru SLB. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional. Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan emosi dengan kinerja guru SLB. Subjek pada penelitian ini adalah 37 orang guru sekolah luar biasa (SLB) yang merupakan pegawai negeri sipil. Jenis kelamin yang menjadi subjek penelitian adalah pria dan wanita.Variabel pada penelitian ini adalah kecerdasan emosi sebagai variable bebas dan kinerja sebagai variable tergantung. Data yang diperoleh berasal dari skala kecerdasan emosi yaitu ECI yang diadaptasi dari
dan berasal dari Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). Validitas skala ditentukan berdasarkan penilaian ahli. Hipotesis penelitian ini diuji dengan menggunakan korelasi Hasil penelitian ini menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,212 (p > 0,05) dan dengan taraf signifikan = 0,104 (p > 0,05). Hipotesis pada penelitian ini ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan atau tidak ada korelasi antara kecerdasan emosi dengan kinerja pada guru sekolah luar biasa. Kecerdasan emosi baik tidak membuat kinerja menjadi baik, begitu juga sebaliknya, kecerdasan emosi buruk tidak membuat kinerja menjadi buruk.
! "
# ! "
#
" # !
" "$ %& ' "
" " #
" " "
# ( ) "
*
( + !
, -)- . / , ,01 ! , ),2 . / , ,01
! " #
! " 3 ! #
! 4 #
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Mega Cristhina Nurhayati Marpaung
Nomor Mahasiswa : 079114072
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
5 " ! 3 6 ( ! 6 $ * +78
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain
untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal :
Yang menyatakan,
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Bapa di surga, Yesus dan
Bunda Maria, atas kasih dan penyertaanNya sehingga saya dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul : “Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dengan Kinerja
Pada Guru Sekolah Luar Biasa”.
Saya sangat menyadari bahwa ada banyak permasalahan dan kendala yang
muncul pada saat penulisan skripsi ini. Proses pembuatan skripsi ini, dari awal
hingga akhir, telah melibatkan banyak pribadi yang dengan baik dan tangan
terbuka untuk turut membantu saya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya
ingin menghaturkan ungkapan terima kasih yang tulus kepada :
1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan bimbingan dan
kemudahan dalam mendapatkan perijinan penelitian.
2. Ibu Dr. Tjipto Susana, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
banyak meluangkan waktu dan tenaganya serta dengan penuh kesabaran
membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi saya.
3. Bapak C. Siswa Widyatmoko, M.Psi. selaku dosen penguji I yang turut
membantu saya dalam memberikan masukan.
4. Ibu MM. Nimas Eki S., M.Si., Psi selaku dosen penguji II yang turut
memberikan masukan dan arahan kepada saya untuk proses penyelesaian
5. Bapak Agung Santoso S.Psi, M.Si yang telah memberikan masukan terkait
dengan penghitungan statistik sehingga dapat mempermudah pengerjaan
skripsi ini.
6. Semua Bapak – Ibu dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
yang tidak dapat saya sebutkan satu E persatu, tetapi telah banyak berbagi dan
mengajarkan banyak hal kepada saya.
7. Bapak M. Marpaung dan Mama Martha Nanting, kedua orang tua saya
tercinta yang telah dengan penuh kasih dan kesabaran untuk menunggu,
mendukung dan mendanai saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga
karya ini bias menjadi kado untuk kalian berdua.
8. Abang saya Crist Immanuel Marpaung terkasih yang turut mendoakan dan
mendukung saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Ibu Kartinah selaku Kepala Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Yogyakarta yang
telah memberikan banyak informasi bagi skripsis aya.
10. Bapak Sutrisno selaku Kepala Subbag TU Sekolah Luar Biasa Negeri 1
Yogyakarta yang telah memberikan banyak informasi dan semangat kepada
saya.
11. Bapak dan Ibu guru Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Yogyakarta selaku subjek
pada penelitian saya yang telah meluangkan waktunya untuk mengisi skala
penelitian.
10. Batara, sahabat sekaligus kekasih saya yang dengan sabar memberikan kasih,
menyelesaikan skripsi ini. Thank you for waiting and needing me by your
side, my Láska.
11. Sahabat terbaik sekaligus teman seperjuangans elama saya berada di
Yogyakarta, Dino, Eva, Wening, Petra, Hellen, Wini, Lily dan Cangang yang
tidak hanya membantu namun selalu mendukung dan memberikan motivasi
dengan cara mereka masingEmasing selama proses pengerjaan skripsi ini.
12. Abang E abang terkasih yang merangkap sebagai teman sekaligus abang bagi
saya selama berada di Yogyakarta, Mas Iray, Bang Felix, Mas Kara, Mas
Broti, Bang Adip, Bang Aang, Kokoh Marwin, Mas Wiko, dan Mas Unang
yang turut memberikan masukan dan motivasi selama proses pengerjaan
skripsi ini.
13. Sahabat terkasih sekaligus kakak bagi saya selama berada di Yogyakarta,
Mami Nice dan Mba Rani yang juga memberikan saya masukan dan motivasi
demi kelancaran proses pengerjaan skripsi ini.
14. Ledita sebagai sahabat baru di dalam keseharian saya yang juga memberikan
semangat agar saya segera menyelesaikan skripsi ini.
15. Segenap karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Mba
Nanik, Mas Gandung dan Pak Gie yang selalu bersedia direpotin untuk
urusan Proposal, Surat Perizinan, dan Surat Penelitian. Mas Muji dan Mas
Doni atas bantuan ditahap akhir serta selalu tersenyum ramah kepada saya.
16. Teman E teman Psikologi angkatan 2007 yang tidak bisa saya sebutkan satuE
17. Bagus, Fay, Nita, Bella yang selama belajar bahasa Inggris di Real English
turut mendukung dan menghibur saya.
18. Wiwit dan Echa yang biarpun jauh di Surabaya tapi tetap memberikan
motivasi kepada saya untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
19. Semua saudara – saudara saya yang sudah memberikan doa, dukungan dan
nasehat kepada saya selama proses mengerjakan skripsi ini.
20. Ibu dan anak E anak Kost Cinta yang juga turut menyemangati saya.
21. Mas dan Mba Psikologi mulai dari angkatan 2003 hingga 2006 yang
mengenal saya, terima kasih juga sudah mau berkenalan dan berdinamika
bersama saya.
22. Sahabat – sahabat semasa SMA, Nana, Monik, Titin, Desi, Uul, Windy,
Mimi, dan Tommy yang menghibur saya walau sekedar melalui sms dan
bbm.
23. Mas dan mba fotokopian yang turut membantu saya dari mulai menjilid,
memfotokopi bahkan mencetak skala penelitian saya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna, penulis berharap agar skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua orang yang membacanya dan bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.
Yogyakarta, 2012
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... . iii
MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xv
DAFTAR TABEL ... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Permasalahan ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
A. Kinerja ... 10
2. Indikator Kinerja ... 13
3. Faktor E faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru ... 14
B. Sekolah Luar Biasa ... 15
1. Guru SLB ... 15
2. Karakteristik Murid Sekolah Luar Biasa ... 20
C. Kecerdasan Emosi ... 22
B. Variabel Penelitian ... 34
C. Definisi Operasional ... 35
F. Pengujian Instrumen Penelitian ... 42
2. Reliabilitas ... 42
3. Seleksi Aitem ... 44
4. Metode Analisis Data ... 45
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 46
A. Pelaksanaan Penelitian ... 46
B. Hasil Penelitian ... 47
1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 47
2. Skala Kecerdasan Emosi ... 49
3. Deskripsi Data Penelitian ... 51
a. Variabel Kecerdasan Emosi... 52
b. Variabel Kinerja ... 53
4. Kategorisasi Data Penelitian ... 54
a. Kategorisasi Skala Kecerdasan Emosi ... 54
b. Kategorisasi Daftar Pelaksanaan Penilaian Pekerjaan (Kinerja) ... 55
C. Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA ... 72
Tabel 1. Blue Print Skala ECI (( )... 40
Tabel 2. Model Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) PNS ... 41
Tabel 3. Distribusi Subjek Penelitian ... 48
Tabel 4. Hasil Skala Kecerdasan Emosi ... 51
Tabel 5. Deskripsi Statistik Data Penelitian, Variabel Kecerdasan Emosi ... 52
Tabel 6. Uji t Mean Empirik dan Mean Teoritik, Skala Kecerdasan Emosi ... 52
Tabel 7. Deskripsi Statistik Data Penelitian, Variabel Kinerja ... 53
Tabel 8. Uji t Mean Empirikdan Mean Teoritik, Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) ... 53
Tabel 9. Kategorisasi Skala Kecerdasan Emosi ... 55
Tabel 10. Kategorisasi Skor pada Skala Kecerdasan Emosi ... 55
Tabel 11. Kategorisasi Daftar Pelaksanaan Penilaian Pekerjaan (Kinerja)... 56
Tabel 12. Hasil Uji Normalitas Kecerdasan Emosi ... 57
Tabel 13 Hasil Uji Normalitas Kinerja ... 57
Tabel 14. Hasil Uji Linearitas Hubungan Antar Variabel... 58
Lampiran A : Skala Penelitian Kecerdasan Emosi ... 78
Lampiran B: Hasil Analisis dan Seleksi Item Kecerdasan Emosi ... 93
Lampiran C:Hasil Data Deskriptif Skala Kecerdasan Emosi dan Kinerja ... 97
Lampiran D: Hasil Uji t Mean Empirik dan Teoritik ... 99
Lampiran E: Hasil Uji Normalitas ... 101
Lampiran F: Hasil Uji Linearitas ... 103
Lampiran G: Hasil Uji Hipotesis ... 106
Lampiran H: Skor Kinerja Subjek... 107
Sebelum membahas lebih jauh mengenai penelitian ini, akan diterangkan
lebih dahulu halEhal yang berkaitan dengan latar belakang permasalahan, rumusan
permasalahan, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.
!" # $% & " '
Guru mempunyai peranan yang sangat penting dan bertanggung jawab
terhadap perkembangan mental dan emosional muridnya. Menurut Munandar
(1999) tugas seorang guru adalah merangsang dan membina perkembangan
intelektual, pertumbuhan sikapEsikap dan nilaiEnilai dalam diri anak. Di
Indonesia sekolah khusus seringkali disebut dengan Sekolah Luar Biasa
(SLB) walaupun ada juga sekolahEsekolah khusus yang tidak menamakan
dirinya sebagai SLB. Pembentukan Sekolah Luar Biasa memberikan
pelayanan yang lebih baik bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus atau
anak luar biasa (Sunarjo, 2006). Menurut Sabri (2005) guru merupakan
pemegang peranan utama dalam proses belajar mengajar. Proses belajar
mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan
guru dan siswa atau dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam
situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Swasti (2009) tentang
guru memiliki tuntutan dan tanggung jawab yang tidak mudah atas
pekerjaannya. Hasil wawancara ini juga menunjukkan bahwa guru SLB
memiliki tanggung jawab yang terbilang khusus dikarenakan mereka
memiliki siswaEsiswa yang dengan karakteristik khusus, seperti misalnya
ketunaan atau kecacatan yang dimiliki oleh para siswa SLB. Hal ini membuat
para guru SLB harus memiliki kemampuan empati dan perhatian yang lebih
dikarenakan sisawaEsiswa SLB memiliki perasaan yang sangat sensitif atas
kekurangan yang ada pada diri mereka.
Kirk (dalam Effendi, 2006) mengatakan bahwa guru SLB merupakan
satu profesi yang mengkhususkan pada upaya penanganan peserta didik yang
memiliki gangguan dan keterbatasan baik secara fisik maupun secara mental.
SiswaEsiswa di SLB tergolong dalam anak dengan kebutuhan khusus, dimana
karakteristik anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang menderita
keterbatasan atau gangguan pada perkembangan sensorimotor, kognitif,
kemampuan berbahasa, keterampilan diri, konsep diri, kemampuan
berinteraksi sosial, serta kreativitasnya (Tim Pengembangan Ilmu
Pendidikan, 2007).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Swasti (2009) tentang
* ( ! Guru SLB di Jakarta, didapatkan bahwa
menangani dan mendidik anakEanak yang memiliki kecacatan atau ketunaan
seperti anakEanak yang bersekolah di SLB bukanlah hal yang mudah. Hal
tersebut menjadi salah satu tantangan bagi para guru SLB. Para guru SLB
siswanya serta dapat menunjukkan rasa kasih sayang dengan tulus, selain itu
penanaman konsep kepada para siswa yang tidak mudah, membutuhkan
upaya dan kesabaran yang lebih dari para guru SLB. Begitu juga dalam hal
membina hubungan dengan para siswanya juga membutuhkan kecakapan
tersendiri. Guru SLB dituntut untuk memiliki komitmen yang kuat, empati,
serta kesabaran yang lebih dibandingkan guru lainnya. Para guru SLB
diharapkan dapat menghadapi tantanganEtantangan yang ditemui pada
pekerjaannya dengan baik.
Di sebuah SLB Negeri di Yogyakarta, seorang guru yang mengajar di
tingkat sekolah dasar menjabarkan pengalamannya di dalam mendidik
siswanya. Guru ini mengajar di sebuah kelas dengan murid yang menderita
Autis dan ADHD. Beliau mengatakan bahwa mengelola emosi (hati) selalu ia
lakukan hingga pada saat ini, terutama di saat mengajar muridEmuridnya yang
berkebutuhan khusus. Beliau mengakui juga bahwa terkadang emosi dari
rumah terbawa ke sekolah, tetapi hal ini dapat diatasi karena guru ini segera
sadar bahwa ia sedang berada di sekolah dan berusaha untuk
mengendalikannya (Salah satu pengajar di SLB Negeri Yogyakarta,
wawancara, 10 September 2011).
Guru merupakan sosok panutan bagi para siswanya, terutama bagi
anakEanak yang memiliki kebutuhan khusus. Profesi guru tidak hanya
memerlukan kecerdasan intelektual saja namun juga sangat penting memiliki
kecerdasan emosi yang baik untuk dapat mengelola berbagai tuntutan dan
menyatakan bahwa sangat penting bagi guru untuk dapat mengelola emosi
mereka dengan baik. Hal tersebut didukung oleh Surya dan Natawidjaja
(dalam Usman, 1995) yang mengatakan bahwa guru juga berfungsi sebagai
petugas kesehatan mental, dimana para guru bertanggung jawab untuk
membina kesehatan mental para siswanya.
Sekarang ini kecerdasan intelektual bukanlah satuEsatunya penentu
kesuksesan bagi seseorang. Kecerdasan intelektual tidak lagi dilihat sebagai
satuEsatunya faktor kesuksesan bagi seseorang (Patton, 2000). Meskipun
kecerdasan intelektual penting tetapi bagaimana seseorang
mengimplementasikan pemikiran kognitifnya itu di lapangan sosial,
dibutuhkan kecerdasan emosi (Turmudhi, 2003). Kecerdasan emosi tersebut
telah dikembangkan oleh beberapa tokoh terkenal. Salovey dan Mayer
sebagai pencipta istilah kecerdasan emosi mengatakan arti kecerdasan emosi
itu sendiri adalah kemampuan seseorang untuk dapat mengenali apa yang
dirasakan, kemampuan untuk dapat menggunakan perasaan untuk
mengoptimalkan pemikirannya, serta kemampuan untuk dapat
mengendalikan perasaannya sehingga dapat membantu perkembangan emosi
dan intelektual (Stein&Book, 2000). Goleman (1995) mengatakan bahwa
kecerdasan emosi adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam
memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan
emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa.
BarOn juga memiliki definisi sendiri mengenai kecerdasan emosi,
" !
” (dalam Schulze&Roberts, 2005, h.40). Menurut BarOn,
kecerdasan emosi adalah suatu kemampuan dan kompetensi pada diri
manusia yang dapat memberikan pengaruh terhadap kesuksesan seseorang.
BarOn (2004) mengemukakan bahwa kecerdasan emosi penting untuk
berbagai profesi. Baik profesi dari bidang pendidikan, kesehatan, bahkan
organisasi. Peran kecerdasan emosi dalam menentukan keberhasilan
seseorang lebih besar dibandingkan peran kecerdasan intelektual, sekalipun
keduanya tidak dapat menggantikan peran satu sama lainnya. Hal tersebut
didukung Goleman (1995) yang menyatakan bahwa pengaruh kecerdasan
emosi sangat besar dalam mencapai kesuksesan, sebesar 80%E90% jika
dibandingkan pengaruh kecerdasan intelektual. Nikolaou dan Tsaousis
(dalam King&Gardner, 2006) mengatakan bahwa individu yang memiliki
kecerdasan emosi yang tinggi dapat menghadapi tantangan yang ada dan
memiliki kontrol diri yang lebih baik dibandingkan dengan individu yang
memiliki kecerdasan emosi yang rendah.
Salah satu profesi dimana kecerdasan emosi berperan penting di
dalamnya adalah guru. Kecerdasan emosi juga harus dimiliki oleh guru
sebagai pendidik (Dameria, 2005). Kecerdasan emosi juga merupakan salah
satu aspek pelengkap yang penting bagi profesi guru SLB agar dapat
menjadikan diri mereka sendiri menjadi lebih baik sehingga nantinya akan
Seorang guru memerlukan mental yang sehat untuk dapat membimbing dan
mendidik para siswanya, terutama bagi para siswa SLB yang cenderung
sangat sensitif perasaannya. Selain itu, didalam menjalankan profesinya dan
meraih prestasi kerja seorang guru juga diharapkan memiliki kecerdasan
emosi yang baik. Kecerdasan emosi yang baik dapat menjadikan mental
seseorang menjadi lebih sehat sehingga dapat merasa lebih bahagia dan lebih
optimis dalam memandang hidup. Goleman (dalam Kosim, 2007)
mengemukakan bahwa kecerdasan emosi menentukan posisi seseorang dalam
mempelajari keterampilan E keterampilan praktis yang didasarkan pada lima
unsurnya yaitu: kesadaran diri, motivasi diri, pengendalian diri, empati, dan
keterampilan dalam membina hubungan. Kecerdasan emosi itu juga menjadi
salah satu hal penting bagi individu karena individu dapat menggunakan
perasaannya secara optimal guna mengenali dirinya sendiri dan lingkungan
sekitarnya, termasuk juga berempati (Goleman, 1998).
Kecerdasan emosi juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
kinerja guru di sekolah (Kosim, 2007). Menurut Kosim (2007), kinerja guru
adalah keberhasilan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar
yang bermutu. Aspek dari keberhasilan guru tersebut meliputi kesetiaan dan
komitmen yang tinggi pada tugas mengajar, menguasai dan mengembangkan
metode, menguasai bahan pelajaran dan menggunakan sumber belajar,
bertanggung jawab memantau hasil belajar mengajar, kedisiplinan dalam
mengajar dan tugas lainnya, kreativitas dalam melaksanakan pengajaran,
yang baik, jujur dan objektif dalam membimbing siswa, mampu berfikir
sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan pemahaman dalam
administrasi pengajaran.
Dalam dunia pendidikan kinerja guru atau prestasi kerja . 1
merupakan hasil yang dicapai guru dalam melaksanakan tugasEtugas yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan
waktu di dalam proses belajar mengajar di sekolah. Kosim (2007) juga
mengatakan bahwa kinerja guru akan baik jika guru telah melaksanakan
unsurEunsur yang terdiri dari kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas
mengajar, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran, kedisiplinan
dalam mengajar dan tugas lainnya, kreativitas dalam melaksanakan
pengajaran, kerjasama dengan semua warga sekolah, kepemimpinan yang
menjadi panutan siswa, kepribadian yang baik, jujur dan obyektif dalam
membimbing siswa, serta tanggung jawab terhadap tugasnya.
Disamping itu, peneliti berhasil menemukan beberapa referensi
penelitian, seperti misalnya Hubungan antara kecerdasan emosi dengan
kecenderungan " ! pada sales oleh Arbadiati dan
Kurniati (tahun 2007), Hubungan antara kecerdasan emosional dengan
kinerja guru SDIT NUR FATAHILLAH Pondok Benda Buaran Serpong oleh
Kosim (tahun 2007), Keterampilan pengelolaan kelas dilihat dari jenis
kelamin dan kecerdasan emosi guru sekolah luar biasa oleh Rachman dan
Tjalla (tahun 2008), dan Hubungan antara kecerdasan emosi, kepuasan kerja
Adapun penelitian yang dilakukan oleh Kosim (tahun 2007) mengenai
Hubungan antara kecerdasan emosi dengan kinerja guru SDIT NUR
FATAHILLAH Pondok Benda Buaran Serpong memiliki beberapa
perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian
yang dilakukan oleh Kosim (2007) menggunakan kuesioner dalam bentuk
skala likert dan observasi atau pengamatan, sedangkan peneliti akan
menggunakan skala kecerdasan emosi Goleman dan menggunakan skor yang
terdapat didalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) Pegawai
Negeri Sipil. Selain itu, perbedaan yang didapat adalah populasi dalam
penelitian Kosim (2007) adalah seluruh guru SDIT Nur Fatahillah Pondok
Benda Buaran Serpong Kosim, sedangkan populasi pada penelitian ini adalah
guruEguru SLB yang ada di Jogjakarta. Hasil yang didapat dari penelitian
Kosim (2007) yaitu kecerdasan emosi guru mempunyai pengaruh yang cukup
besar (sebesar 45,5%) pada kinerja guru, walaupun selain faktor kecerdasan
emosi masih ada faktor lain yang turut mempengaruhi kinerja guru seperti
pendidikan, pelatihan, pengalaman, maupun yang lainnya.
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini layak untuk diteliti karena
sedikitnya referensi yang ditemui oleh peneliti, khususnya mengenai
hubungan antara kecerdasan emosi yang dimiliki oleh guru sekolah luar biasa
dengan kinerjanya. Peneliti memilih meneliti hubungan antara kecerdasan
emosi yang dimiliki oleh guru dengan kinerjanya di sekolah luar biasa ini
dikarenakan kecerdasan emosi sangat diperlukan didalam menjalankan
()(& $ ! ) & " ' $
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan kinerja pada guru
SLB?
(*( $ !$!"+ + $
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan
emosi dengan kinerja pada guru SLB.
$, !$!"+ + $
Dapat memberikan gambaran mengenai kecerdasan emosi dengan
kinerja pada guru SLB sehingga dapat menjadi masukan bagi sekolah pada
umumnya, serta guru pada khususnya agar dapat mempertahankan atau
Dalam bab ini dibahas tinjauan kepustakaan yang berkaitan dengan
kecerdasan emosi dan prestasi mengajar guru SLB. Kemudian dipaparkan juga
beberapa teori untuk menunjukkan hubungan antara keduanya.
+$! *
!$%! + $ )()
Kinerja merupakan terjemahan dari istilah Inggris
yang berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, atau hasil kerja/unjuk
kerja/penampilan kerja. Simamora (1998:23) memandang kinerja sebagai
tingkat terhadap dimana para karyawan mencapai persyaratanEpersyaratan
pekerjaan. Mangkunegara (2000) mengatakan bahwa kinerja adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
Sedangkan menurut Gibson, Cevich, dan Donelly (1993) bahwa
kinerja sebagai prestasi kerja dari perilaku. Prestasi kerja ini ditentukan
oleh kemampuan bekerja, baik terhadap cakupan kerja maupun kualitas
kerja secara menyeluruh.
Menurut Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2011, prestasi kerja
atau pembimbingan yang dilakukan guru dan mendapatkan
penghargaan baik tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional,
maupun internasional. Di samping itu, prestasi kerja termasuk kinerja guru
didalam melaksanakan tugas sehariEhari.
Menurut Kastartini (1971), prestasi kerja adalah kesanggupan
untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan waktu yang ditentukan,
bermutu dan tepat mengenai sasarannya. Untuk menilai mutu tidaknya
suatu hasil pekerjaan dapat dilihat dari jumlah kekurangan kesalahan dari
hasil kerja. Hasibuan (2001) mengungkapkan prestasi kerja adalah suatu
hasil yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang diberikan
kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan
serta waktu.
Sementara itu Cooper yang dikutip oleh Samsudin (2005)
mendefinisikan prestasi kerja adalah tingkat pelaksanaan tugas yang dapat
dicapai oleh seseorang anggota atau divisi dengan menggunakan
kemampuan yang ada dan batasanEbatasan yang telah ditetapkan untuk
mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Anwar (1984)
mengungkapkan prestasi kerja merupakan berapa besar dan berapa jauh
tugasEtugas yang telah dijabarkan dapat diwujudkan yang menggambarkan
pola perilaku sebagai aktualisasi dan kompetensi yang dimiliki.
Prestasi ini juga diatur didalam UndangEUndang Republik
Indonesia nomor 14 tahun 2005, tentang Guru dan Dosen. UndangEundang
a. Pada pasal 1, yaitu pada ayat 1 yang menyebutkan “Guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.”
b. Pada pasal 1, yaitu ayat ke 2 yang menyebutkan “Profesional adalah
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi
sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran,
atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi.”
c. Pada pasal 1, yaitu ayat ke 11 yang menyebutkan “Sertifikasi adalah
proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.”
d. Pada pasal 1, yaitu ayat ke 12 yang menyebutkan “Sertifikat pendidik
adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru
dan dosen sebagai tenaga profesional. “
Sementara itu Syadam (1996) mengemukakan prestasi kerja
dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman, kesungguhan dan
lingkungan kerjanya sendiri.
Berdasarkan definisiEdefinisi yang telah dijelaskan, maka dapat
disimpulkan bahwa kinerja adalah prestasi atau hasil kerja yang dicapai
seseorang dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya, sanggup
mampu berkomunikasi secara efektif, menjadi teladan, serta
meningkatkan kapasitas dirinya dalam hal pemenuhan tuntutan profesinya.
$-+# . +$! *
Menurut PP nomor 10 tahun 1979 tentang Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) Pegawai Negeri Sipil, standar yang
digunakan untuk mengukur kinerja seorang pegawai negeri sipil adalah :
− Kesetiaan, mengundang muatan kesetiaan, ketaatan dan pengabdian
kepada Pancasila, UndangEundang Dasar 1945, Negara dan
Pemerintah.
− Prestasi kerja, adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang Pegawai
Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.
− Tanggung jawab, adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil
menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaikE
baiknya dan tepat waktunya serta berani memikul resiko atas
keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya.
− Ketaatan, adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk
mentaati segala peraturan perundangEundangan dan peraturan
kedinasan yang berlaku, mentaati perintah kedinasan yang diberikan
oleh atasan yang berwenang serta kesanggupan tidak melanggar
− Kejujuran, adalah ketulusan hati seorang Pegawai Negeri Sipil dalam
melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan
wewenang yang diberikan kepadanya.
− Kerjasama, adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk
bekerja bersamaEsama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu
tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa
menunggu perintah dari atasan.
− Prakarsa, adalah kemampuan seorang PNS untuk mengambil
keputusan, langkahElangkah atau melaksanakan sesuatu tindakan yang
diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah
dari atasan.
/ # . 0, # . 1 $% !)2!$% ('+ +$! * ( (
Menurut Simanjuntak yang dikutip oleh Sedarmayati (2001)
mengemukakan bahwa faktorEfaktor yang besar pengaruhnya terhadap
kinerja adalah sebagai berikut: pendidikan dan latihan, keterampilan,
disiplin kerja, sikap dan etika kerja, motivasi, gaji dan kesehatan, tingkat
penghasilan, jaminan sosial, lingkungan dan iklim kerja, hubungan
individual, teknologi, sarana produksi, manajemen, kesempatan berprestasi
dan kebijakan pemerintah secara keseluruhan.
Pada dasarnya faktor yang mempengaruhi prestasi kerja timbul dari
faktor internal dan eksternal. Faktor internal muncul dari dalam diri guru
muncul dari luar diri guru misalnya lingkungan kerja. Menurut
Keith Davis yang dikutip oleh Mangkunegara (2001:67) faktor yang
menentukan prestasi kerja adalah :
a. Kemampuan ( " ) terdiri dari kemampuan potensi ( 9) dan
kemampuan reality ( ! )
b. Motivasi terbentuk dari sikap ( ) pegawai dalam menghadapi
situasi kerja.
!#." ' ( + &
( (
Menurut Ineupuspita (2008) guru SLB adalah orang yang
bertanggung jawab dalam pendidikan bagi anakEanak berkebutuhan khusus
di sekolah. Selain itu, didalam Ineupuspita (2008) guru SLB berdasarkan PP
RI No. 72 tahun 1991 adalah: “Tenaga kependidikan pada satuan pendidikan
luar biasa merupakan tenaga kependidikan yang memiliki kualifikasi khusus
sebagai guru pada satuan pendidikan luar biasa”.
Guru SLB juga dituntut untuk memiliki kesabaran yang tinggi,
kesehatan fisik dan mental yang baik dalam bekerja karena mereka
melakukan tugas fungsional yaitu mengajar satu per satu siswanya dengan
penuh kesabaran, melakukan tugas administrasi seperti membuat rapor, dan
tugas struktural dalam organisasi sekolah (Hariyanti, 2004).
Selain itu, guru SLB dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti
ketersediaan sumber daya guru SLB, rendahnya insentif yang
mereka terima, kurangnya perhatian pemerintah terhadap Sekolah Luar
Biasa (Supriadi, 2003). Guru memiliki kemampuan professional untuk
melaksanakan tugasnya. Kemampuan profesional pada Guru SLB (dalam
Hidayat, 1996) tersebut adalah :
E Menguasai mata pelajaran dalam kurikulum Pendidikan Luar Biasa
(PLB).
E Mampu mengajarkan mata pelajaran kepada Anak Luar Biasa (ALB).
E Mampu merencanakan, mengelola, mengevaluasi, dan membangun
programEprogram belajar mengajar di PLB.
E Mampu melaksanakan dan mengelola administrasi dan supervisi di bidang
PLB.
E Mampu melakukan layanan pendidikan dan rehabilitasi kepada anak
berkelainan pada satuan PLB, serta lembagaElembaga lain, maupun dalam
masyarakat.
E Mampu melakukan penelitian dan pengembangan ilmu di bidang PLB.
Didalam melaksanakan tugasnya di sekolah luar biasa, para guru
memiliki beban dan tanggung jawab. Terdapat perbedaan diantara beban dan
tanggung jawab yang dimiliki oleh guru sekolah luar biasa dengan guru di
sekolah pada umumnya. Hal ini dapat menyebabkan stres pada guru
E Pengaruh shift pekerjaan
Di beberapa sekolahEsekolah luar biasa, jumlah antara siswa yang ada
tidak berimbang dengan jumlah sarana dan prasarana yang ada di
sekolah tersebut. Baik dari staf pengajar, maupun fasilitasEfasilitas lain
guna mendukung proses pendidikan. Bagi sekolah yang memiliki
kelebihan jumlah siswa, terpaksa pihak pengelola sekolah harus
membagi waktu belajar menjadi beberapa shift. Guru seringkali
diharuskan menjalani shift ganda. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas
pelayanan yang diberikan kepada siswa, terlebih jika di luar sekolah
para guru masih memiliki tugas tambahan.
E Optimalisasi pemanfaatan kemampuan
Didalam hal menyampaikan materiEmateri pada murid di sekolah luar
biasa bukanlah suatu hal yang mudah dikarenakan adanya keterbatasan
pada diri murid tersebut. Bahkan seringkali penyampaian materiEmateri
pelajaran tidak dapat diterima secara optimal oleh para murid dikelas.
Hal tersebut dapat menimbulkan, keputusasaan, kebosanan, dan
kejenuhan bagi para guru SLB jika mereka tidak dapat menjaga sinergi
yang dimiliki.
E Kelebihan beban kerja
Sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh para siswanya, guru
SLB dituntut tidak hanya mampu mengajar sejumlah pengetahuan dan
keterampilan namun juga sesekali harus mampu bertindak atau berperan
paramedis, para guru diharapkan dapat mengetahui perkembangan
fisiologis para siswanya. Sebagai terapis, para guru harus senantiasa siap
untuk melakukan kegiatan yang memiliki unsurEunsur terapi seperti
, dan
lainE lainnya, baik pada waktu mengajar maupun di luar waktu
mengajar. Sebagai konselor, para guru diharapkan dapat terus
memberikan dorongan positif kepada para siswanya untuk terus
belajar dan agar para siswa dapat menerima keadaan diri mereka. Tidak
hanya kepada para siswa, tetapi juga memberikan pengertian kepada
para orangtua murid, serta masyarakat mengenai kekurangan yang
dimiliki para siswanya. Lalu sebagai administrator, para guru
diharuskan memberikan laporan tertulis kepada pimpinannya
mengenai program kerja dan realisasi kegiatan yang dilaksanakan.
Tanggung jawab yang telah dipaparkan tadi dapat menjadi menjadi
beban kerja yang berlebih bagi para guru SLB.
E Konflik peranan
Guru SLB tidak hanya dituntut untuk memiliki kemampuan didalam hal
mengajar, tetapi juga memiliki pengetahuan sebagai konselor,
paramedis, terapis, serta administrator. Hal tersebut dapat menimbulkan
konflik peran bagi para guru tersebut. Peran dan tanggung jawab
pekerjaan yang dimiliki oleh para guru SLB atas multiperan yang kurang
jelas seringkali menimbulkan stres (Sutherland&Cooper, 1990; Smet,
E Ketimpangan dalam pengupahan
Sebagian besar dari guruEguru SLB adalah pegawai negeri sipil yang
diangkat oleh pemerintah. Upah atau gaji yang mereka dirasa masih
kurang sepadan dengan pengorbanan dan tanggung jawab yang
mereka emban. Sebagai guru SLB, beban yang dipikul lebih berat
dibandingkan dengan beban pekerjaan yang harus dipikul oleh guru
sekolah biasa, baik beban fisik, mental, maupun moral. Besarnya upah
atau gaji yang tidak seberapa yang diterima oleh para guru SLB seolah
membuat kurangnya pengakuan terhadap kerja keras mereka. Sarafino
(1990) mengatakan bahwa kurangnya pengakuan terhadap prestasi
kerja dapat menjadikan seseorang memiliki stres (dalam Effendi, 1996).
E Status profesi
Profesi guru sekolah luar biasa bukanlah profesi yang mudah untuk
dijalankan. Hal tersebut dikarenakan beberapa hal seperti beban kerja
yang seringkali melebihi tugas guru pada umumnya, gaji atau upah
yang diterima masih dapat dikatakan belum sepadan dengan tanggung
jawab mereka, persiapan mental yang lebih harus diperhatikan
dibandingkan guru pada umumnya, penghargaan yang masih rendah
bagi para guru SLB karena masih banyak masyarakat beranggapan
bahwa profesi sebagai guru SLB bukanlah profesi yang dapat
dibanggakan.
E Perangkat atau fasilitas pendidikan
bukanlah hal yang mudah dan praktis, tetapi memerlukan perangkatE
perangkat lain untuk membantu proses belajar mengajar menjadi lebih
optimal. Tidak semua sekolah mampu untuk mengadakan alat bantu
tersebut, jika memang sekolah tidak mampu maka para guru yang
harus turun tangan untuk mengusahakannya. Untuk itu, para guru SLB
diharapkan dapat kreatif untuk mengusahakan perangkat khusus yang
dapat menunjang kegiatan belajar mengajar.
! +& +# ( +- !#." ' ( + &
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk
menggantikan kata ”Anak Luar Biasa” (ALB) yang menandakan adanya
kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang
berbeda antara satu dan lainnya (Delphie, 2006:1). Di Indonesia, anak
berkebutuhan khusus yang mempunyai gangguan perkembangan dan telah
diberikan layanan antara lain sebagai berikut;
E Anak yang mengalami hambatan penglihatan (tunanetra), khususnya anak
buta ( " ), tidak dapat menggunakan indera penglihatannya
untuk mengikuti segala kegiatan belajar maupun kehidupan sehariEhari.
E Anak dengan hambatan pendengaran dan bicara (tunarungu wicara), pada
umumnya mereka mempunyai hambatan pendengaran dan kesulitan
E Anak dengan hambatan perkembangan kemampuan (tunagrahita),
memiliki problema belajar yang disebabkan adanya hambatan
perkembangan intelegensi, mental, emosi, sosial, dan fisik.
E Anak dengan hambatan kondisi fisik atau motorik (tuna daksa). Anak E
anak tersebut digolongkan sebagai anak yang membutuhkan layanan
khusus pada gerak anggota tubuhnya.
E Anak dengan hambatan perilaku $ atau sering disebut
dengan tuna laras. Karakteristik yang menonjol adalah sering membuat
keonaran secara berlebihan, dan bertendensi ke arah perilaku kriminal.
E Anak dengan hambatan autism ( ). Anak autistik
mempunyai ketidakmampuan bahasa. Anak autistik mempunyai
kehidupan sosial yang aneh dan terlihat seperti orang yang selalu sakit,
tidak suka bergaul, dan terisolasi dari lingkungan hidupnya.
E Anak dengan hambatan hiperaktif (
). Hiperaktif bukan merupakan penyakit tetapi suatu gejala.
Cirinya adalah tidak mau diam, suka mengganggu teman, sulit
berkonsentrasi, bermasalah dalam belajar, dan kurang atensi terhadap
pelajaran.
E Anak dengan hambatan belajar ( ! "
! " ). Istilah ini ditujukan pada siswa yang mempunyai
prestasi rendah dalam bidang akademik tertentu, seperti membaca,
E Anak dengan hambatan kelainan perkembangan ganda (
" ). Mereka sering disebut dengan
istilah tunaganda yang mempunyai kelainan perkembangan mencakup
hambatanEhambatan perkembangan neurologis (Tarmansyah, 1996).
Adapun satuan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus terdiri
dari jenjang TKLB, SDLB, SMPLB, SMALB, SMLB (Mangunsong, 1998).
Jenis pendidikan Luar Biasa tersebut meliputi: SLBEA bagi peserta didik
Tunanetra, SLBEB bagi peserta didik Tunarungu, SLBEC bagi peserta didik
Tunagrahita, SLBED bagi peserta didik Tunadaksa, SLBEE bagi peserta didik
Tuna Laras, dan SLBEG bagi peserta didik Tuna Ganda. Disamping itu, pada
saat ini telah berkembang pula sekolah untuk anak autis (Supriadi, 2003).
!3! - & $ ).&+
!$%! + $ )()
Goleman (1995) mengatakan bahwa EI adalah kemampuan lebih
yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam
menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta
mengatur keadaan jiwa. Goleman (dalam Nggermanto, 2002) juga
mengatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali
perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri
sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan
Sedangkan, Patton (1998) mendefinisikan kecerdasan emosi
sebagai kemampuan menggunakan emosi secara efektif untuk mencapai
tujuan, membangun hubungan yang produktif dan meraih keberhasilan di
tempat kerja.
Gardner (Goleman, 1999) memberikan pengertian tentang
kecerdasan emosi sebagai kemampuan yang bersifat pribadi yang meliputi
kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi. Kecerdasan
antarpribadi adalah kemampuan memahami orang lain, apa yang memotivasi
mereka, bagaimana mereka bekerja dan bagaimana bekerja sama dengan
mereka. Kecerdasan intrapribadi adalah kemampuan korelatif yang terarah
ke diri sendiri. Kemampuan intrapribadi tersebut adalah kemampuan untuk
membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri
sendiri serta kemampuan untuk menggunakan model tadi sebagai alat untuk
menempuh kehidupan yang efektif.
Salovey dan Mayer (dalam Stein&Book, 2000) sebagai pencipta
istilah kecerdasan emosi (EI) mengatakan arti dari kecerdasan emosi itu
sendiri adalah kemampuan seseorang untuk dapat mengenali apa yang
dirasakan, kemampuan untuk dapat menggunakan perasaan untuk
mengoptimalkan pemikirannya, serta kemampuan untuk dapat
mengendalikan perasaannya sehingga dapat membantu perkembangan emosi
dan intelektual. Selain itu, Salovey dan Mayer (dalam Goleman 2001) juga
mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan memantau dan
menggunakan perasaanEperasaan itu untuk memandu pikiran dan
tindakan.
Cooper dan Sawaf (Tedja, 2003) kecerdasan emosi adalah
kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan
kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi.
Howes dan Herald (Tedja, 2003) juga pada intinya menjelaskan, kecerdasan
emosi merupakan kemampuan dalam diri seseorang yang membuat orang
tersebut menjadi pintar menggunakan emosi. Sedangkan menurut BarOn, EI
adalah suatu kemampuan dan kompetensi pada diri manusia yang dapat
memberikan pengaruh terhadap kesuksesan seseorang. BarOn (2004)
mengemukakan bahwa EI penting untuk berbagai profesi. Baik profesi dari
bidang pendidikan, kesehatan, bahkan organisasi.
Senada dengan Daniel Goleman, dalam Emotional Competence
Inventory dari
(2005) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk
mengenali perasaan diri sendiri, memotivasi diri sendiri dan mengelola
emosi secara efektif dalam diri sendiri.
Berdasarkan definisiEdefinisi yang telah dijelaskan, maka dapat
disimpulkan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang, yang terdiri dari kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan
intrapribadi yang digunakan untuk mengelola emosinya, menggunakan
serta kemampuan untuk dapat mengendalikan perasaannya
sehingga dapat mencapai tujuan.
&2!#0 &2!# !3! - & $ ).&+
Senada dengan aspekEaspek yang dikemukakan oleh Goleman,
dalam ( (2005) kecerdasan emosi dibagi
menjadi empat kluster dengan delapan belas kompetensi seperti yang
dipaparkan berikut ini:
E Kesadaran diri merupakan kemampuan untuk mengetahui keadaan,
prefensi, sumber daya, dan intuisi diri sendiri. Kluster kesadaran diri
terbagi dalam tiga kompetensi, yaitu:
a. Kesadaran emosi: Mengenali emosi diri sendiri dan efeknya.
b. Penilaian diri secara teliti: Mengetahui kekuatan dan batasEbatas diri
sendiri.
c. Percaya diri: Keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri.
E Pengaturan diri merupakan kemampuan untuk mengelola keadaan,
impuls, dan sumber daya yang ada dalam diri. Dalam kluster ini terdapat
enam kompetensi, sebagai berikut:
a. Kendali diri emosi: Mengelola emosi dari impuls yang merusak.
b. Sifat dapat dipercaya (transparan): Memelihara integritas, berperilaku
sesuai dengan nilai pada diri sendiri.
d. Dorongan berprestasi: Dorongan untuk menjadi lebih baik atau
memenuhi standar keberhasilan.
e. Inisiatif: Kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan.
f. Optimisme: Kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada
halangan dan kegagalan.
E Kesadaran sosial merupakan bagaimana seseorang menangani hubungan
dan kesadaran perasaan orang lain, kebutuhan, dan perhatian. Dalam
kluster ini terdapat tiga kompetensi, sebagai berikut:
a. Empati: Mengindra perasaan dan perspektif orang lain, dan
menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka.
b. Kesadaran politis: Mampu membaca arusEarus emosi sebuah
kelompok.
c. Orientasi membantu orang lain: Mengantisipasi, mengenali, dan
berusaha memenuhi kebutuhan orang lain.
E Pengaturan hubungan menyangkut dengan keterampilan atau kecakapan
seseorang dalam menanggapi respon yang diinginkan orang lain. Dalam
kluster pengaturan hubungan terdapat enam kompetensi, yaitu:
a. Mengembangkan orang lain: Merasakan kebutuhan perkembangan
orang lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka.
b. Kepemimpinan yang inspiratif: Membangkitkan inspirasi dan
memandu kelompok dan orang lain.
d. Pengaruh: Memiliki taktik untuk melakukan persuasi.
e. Manajemen konflik: Negosiasi dan pemecahan silang pendapat.
f. Kolaborasi dan kooperasi: Kerja sama dengan orang lain demi tujuan
bersama menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan
/ +$ )+# &+#.".%+&
Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah sekolah khusus bagi anak usia
sekolah yang memiliki ”kebutuhan khusus” (Supriadi 2003). Menurut
Petunjuk Pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional Tahun 1993, Lembaga
pendidikan SLB adalah lembaga pendidikan yang bertujuan membantu
peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental, perilaku dan
sosial agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan
sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan
timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat
mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan
lanjutan. Satuan SLB disebut juga sistem segregasi yaitu sekolah yang
dikelola berdasarkan jenis ketunaan namun terdiri dari beberapa jenjang.
Tenaga kerja atau guru yang bekerja di sekolah khusus ini dituntut
untuk memiliki kesabaran yang tinggi, kesehatan fisik dan mental yang baik
dalam bekerja karena mereka melakukan tugas fungsional yaitu mengajar
satu per satu siswanya dengan penuh kesabaran, melakukan tugas
administrasi seperti membuat rapor, dan tugas struktural dalam organisasi
sekolah (Hariyanti, 2004). Menurut hasil observasi yang dilakukan peneliti
pada saat di dalam ruang kelas, guru mengajar satu per satu muridnya
tentang materi yang sudah dipersiapkan. Hal ini juga dikarenakan jumlah
murid yang sedikit pada setiap ruang kelasnya. Disisi lain, guru SLB di
hadapkan pada berbagai tantangan, seperti harus mengajar siswa yang
rendahnya insentif yang mereka terima, kurangnya perhatian pemerintah
terhadap Sekolah Luar Biasa (Supriadi, 2003). Selain itu, di dalam sekolah
luar biasa juga terdapat murid SLB yang memiliki karakteristik yang
berbeda pula dengan muridEmurid disekolah regular. Anak – anak yang
bersekolah di SLB adalah anak berkebutuhan khusus yang mempunyai
karakteristik yang berbeda antara satu dan lainnya (Delphie, 2006).
Dengan berbagai karakteristik dan tuntutan tersebut, muncul
stressor tersendiri. Stresor tersebut (Effendi, 2006) berupa pengaruh shift
pekerjaan, optimalisasi pemanfaatan kemampuan, kelebihan beban kerja,
konflik peranan, ketimpangan dalam pengupahan, status profesi dan
perangkat atau fasilitas pendidikan. Profesi guru Sekolah Luar Biasa juga
memiliki beban dan tanggung jawab yang tidak sedikit. Beban dan tanggung
jawab yang mereka miliki sudah menjadi bagian dari pekerjaan mereka.
Beban atau tuntutan tersebut berupa empati dan perhatian lebih terhadap anak
didiknya, kecakapan dalam berkomunikasi, penanaman konsep yang
berulang dan hasil yang minim, multiperan pada saat dibutuhkan (sebagai
konselor, paramedis, terapis, dll), dan perasaan kurang senang menjadi guru
SLB.
Stres kerja (Siahaan, 2004) dapat mengganggu kesehatan tenaga
kerja, baik fisik maupun emosional. Hal ini didukung juga oleh Sulliyan dan
Bhagat (1992) dalam studi mereka mengenai stres kerja (yang diukur dengan
" ! ) dan kinerja, pada umumnya
Stres mempunyai posisi yang penting dalam kaitannya dengan produktivitas
sumber daya manusia, dana, dan materi. Selain dipengaruhi oleh faktorE
faktor yang ada dalam diri individu, stres juga dipengaruhi oleh faktorEfaktor
dari organisasi dan lingkungan (Siahaan, 2004).
Masalah stres kerja (Hidayati, Puranto, & Yuwono, 2008) di dalam
organisasi menjadi gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya
tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Setiap tenaga kerja bekerja sesuai
dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai
kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturanEaturan yang
ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Namun demikian,
tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk memainkan perannya tanpa
menimbulkan masalah. Kurang baik berfungsinya peran, yang merupakan
pembangkit stress yaitu meliputi konflik peran dan ketaksaan peran (
" ! ).
Menurut Cooper dan Sawaf (1999), berbagai penelitian
membuktikan bahwa kecerdasan emosi menyumbang persentase yang lebih
besar dalam kemajuan dan keberhasilan masa depan seseorang,
dibandingkan dengan kecerdasan intelektual yang biasanya diukur dengan
! 9 (IQ). Penelitian yang dilakukan oleh Yen,
Tjahjoanggoro, dan Atmadji (2003) tentang hubungan kecerdasan emosi
dengan prestasi kerja + !, menghasilkan kesimpulan
bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan emosi dan
emosi, maka semakin tinggi prestasi kerja distributor tersebut dan
sebaliknya. Disisi lain, Shapiro (1997) mengungkapkan bahwa kecerdasan
emosi akan mempengaruhi perilaku tiap individu dalam mengatasi
permasalahan yang muncul pada diri sendiri termasuk dalam permasalahan
kerja. Kecerdasan emosi lebih memungkinkan seorang karyawan mencapai
tujuannya. Kesadaran diri, penguasaan diri, empati dan kemampuan sosial
yang baik merupakan kemampuan yang sangat mendukung karyawan di
dalam pekerjaannya yang penuh tantangan serta persaingan diantara rekan
kerja. Sehingga dapat dikatakan bahwa kecerdasan emosi sangat dibutuhkan
oleh setiap karyawan untuk meningkatkan kinerjanya. Adanya kecerdasan
emosi yang tinggi, individu akan memiliki kestabilan emosi. Kestabilan
merupakan kemampuan individu dalam memberikan respon yang
memuaskan dan kemampuan dalam mengendalikan emosinya sehingga
mencapai suatu kematangan perilaku (Hidayati, Puranto & Yuwono, 2008).
Rosidah (2003) dalam temuannya yang menunjukkan ada korelasi
negatif antara stres kerja dengan kinerja pada karyawan, yang berarti
semakin tinggi stres kerja maka akan semakin rendah kinerja karyawan. Hal
ini didukung oleh hasil penelitian Adi (2000) yang dipublikasikan dalam
jurnalnya yang menunjukkan bahwa stres kerja yang sangat tinggi dapat
berakibat negatif terhadap kinerja. Hal ini membuat seorang guru SLB
membutuhkan kecerdasan emosi yang baik dalam bekerja. Patton (1998)
mengemukakan manfaat kecerdasan emosi di tempat kerja, yaitu : seseorang
baik, merasa percaya diri dan diberdayakan untuk mencapai tujuan,
menangani masalah dengan efektif, memberikan pelayanan dengan lebih
baik, dan memimpin dan mengelola pekerja dengan falsafah hati dan kepala.
Ketika kecerdasan emosi dikaitkan dengan kinerja, maka guru
dengan kinerja tinggi akan lebih mampu mengatasi kesulitanEkesulitan
dalam melaksanakan tugasEtugasnya sehingga kinerjanya akan meningkat.
Kinerja kerja yang baik akan menghasilkan prestasi kerja. Hal ini membuat
seorang guru yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi maka ia
mempunyai kinerja yang tinggi pula. Sedangkan seorang guru yang
mempunyai kecerdasan emosi yang rendah maka dalam kinerjanya akan
rendah pula.
+2. !&+& !$!"+ + $
Berdasarkan landasan teori mengenai kecerdasan emosi dan prestasi
mengajar, maka penelitian ini mengajukan hipotesis “Terdapat Hubungan yang
Positif antara Kecerdasan emosi dengan Kinerja Guru SLB”. Semakin baik
Pada bab ini akan dibahas metode penelitian yang akan digunakan pada
penelitian ini. HalEhal yang yang akan dijabarkan dalam bab ini antara lain jenis
penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian, instrumen dan
teknik pengumpulan data, serta metode analisis data yang akan dipakai pada
penelitian ini.
!$+& !$!"+ + $
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional.
Menurut Sukmadinata (2007), penelitian korelasional adalah penelitian
empirik yang sistematis, untuk mengetahui hubungan suatu variabel dengan
variabel lain. Studi korelasional ini bertujuan mencari hubungan antara variabel
yang satu dengan variabel yang lain. Penelitian ini termasuk kategori penelitian
korelasi maka variabel yang dilibatkan dalam penelitian ini ada dua macam,
yaitu variabel X dan variabel Y. Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui
apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dan kinerja pada guru
sekolah luar biasa (SLB).
+ 4!" !$!"+ + $
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel
berubahnya atau timbulnya variabel terikat (Idrus, 2009). Variabel bebas pada
penelitian ini adalah kecerdasan emosi. Sementara variabel tergantung
merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya
variabel bebas (Idrus, 2009). Variabel tergantung pada penelitian ini adalah
kinerja pada guru yang berbentuk Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
(DP3).
!,+$+&+ 2! &+.$ "
!3! - & $ ).&+
Senada dengan Daniel Goleman, dalam (
dari
(2005) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk
mengenali perasaan diri sendiri, memotivasi diri sendiri dan mengelola
emosi secara efektif dalam diri sendiri.
Pada penelitian ini, skala yang digunakan untuk mengukur
kecerdasan emosi adalah terfokus pada empat kluster dan delapan belas
kompetensi yang dipaparkan oleh ( , hal ini
dikarenakan ECI (( ) sudah teruji dan
banyak digunakan di berbagai Negara. Selain itu, ECI ini memiliki
persamaan dengan ke 5 aspek yang dipaparkan oleh Goleman, yaitu
kesadaran diri, pengaturan diri, kesadaran sosial, pengaturan hubungan.
juga sudah banyak digunakan di banyak Negara dengan jumlah sampel
lebih dari 10.000.
Untuk melihat kecerdasan emosinya, subjek diminta untuk mengisi
skala ECI dengan indikator berupa kesadaran diri, pengaturan diri,
kesadaran sosial, pengaturan hubungan. Tingkat kecerdasan emosi dilihat
dari besarnya skor yang diperoleh pada skala ECI. Semakin tinggi skor
yang diperoleh, semakin tinggi pula kecerdasan emosinya. Begitu pula
sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh menunjukkan semakin
rendah pula kecerdasan emosinya.
+$! *
Pada penelitian ini, penilaian kinerja pada guru diperoleh
berdasarkan data yang terdapat pada Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan (DP3) pegawai negeri sipil. Dasar hukum sebagai implementasi
kebijakan pemerintah terhadap penilaian pelaksanaan pekerjaan PNS
melalui DP3, yaitu : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10
tahun 1979, tanggal 15 Mei 1979, tentang Penilaian Pekerjaan Pegawai
Negeri Sipil. yang dimaksud dengan Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan (DP3) adalah suatu daftar yang memuat hasil penilaian pekerjaan
seorang PNS dan atau calon PNS dalam jangka waktu satu tahun. Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) adalah suatu dokumen yang bersifat
rahasia, oleh sebab itu DP3 hanya boleh diketahui oleh pegawai negeri sipil
pejabat penilai sampai dengan pejabat penilai tertinggi, dan pejabat lain
yang terkait dengan penilaian tersebut. Oleh karena itu, peneliti meminta
bantuan kepada pejabat penilai atau kepala sekolah untuk menilai para guru
dengan format berdasarkan indikator yang terdapat didalam Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3).
Sistem penilaian DP3 menggunakan teknik ! dan
. Menurut Mondy dan Noe (1993:402E414)
, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu evaluator mencatat
mengenai apa saja perilaku/pencapaian terbaik dan terburuk ( :
! " " ) pegawai. Sedangkan ! ! ,
merupakan teknik penilaian kinerja yaitu evaluator menilai kinerja pegawai
dengan menggunakan skala dalam mengukur faktorEfaktor kinerja
( ). Misalnya adalah dalam mengukur tingkat inisiatif
dan tanggung jawab pegawai. Skala yang digunakan adalah 1 sampai 5,
yaitu 1 adalah yang terburuk dan 5 adalah yang terbaik. Jika tingkat inisiatif
dan tanggung jawab pegawai tersebut biasa saja, misalnya, maka ia diberi
nilai 3 atau 4 dan begitu seterusnya untuk menilai faktorEfaktor kinerja
lainnya.
Baik atau buruknya kinerja guru dilihat dari skor total yang
diperoleh data yang telah dinilai oleh kepala sekolah. Semakin tinggi
jumlah skor total penilaian maka kinerja pada guru juga semakin tinggi atau
baik. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah jumlah skor total penilaian
(4*!# !$!"+ + $
Subjek dalam penelitian ini adalah guru sekolah luar biasa (SLB)
yang merupakan pegawai negeri sipil. Jenis kelamin yang menjadi subjek
penelitian adalah pria dan wanita. Hal ini dikarenakan peneliti ingin melihat
gambaran ! baik pada guru SLB pria maupun wanita agar
mendapatkan gambaran yang lebih luas.
! .-! !$%()2(" $
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ada
2 macam, yaitu:
# " !3! - & $ ).&+
Skala yang digunakan untuk mengukur kecerdasan emosi adalah
terfokus pada empat kluster dan delapan belas kompetensi yang dipaparkan
oleh ( , hal ini dikarenakan ECI ((
) sudah teruji dan banyak digunakan di berbagai
negara. Selain itu, ECI ini memiliki persamaan dengan ke 5 aspek yang
dipaparkan oleh Goleman, yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, kesadaran
sosial, dan pengaturan hubungan.
Skala ini terdiri dari 72 aitem yang terbagi dalam 2 kategori yaitu
59 item " (pernyataan yang mendukung) dan 13 aitem
" (pernyataan yang tidak mendukung). Setiap aitem memiliki
empat kategori pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak
setiap pilihan jawaban pada aitem " adalah nilai empat untuk
Sangat Sesuai (SS), nilai tiga untuk Sesuai (S), nilai dua untuk Tidak Sesuai
(TS), dan nilai satu untuk Sangat Tidak Sesuai (STS). Sementara itu,
kategori penilaian untuk setiap pilihan jawaban pada item "
adalah nilai satu untuk Sangat Sesuai (SS), nilai dua untuk Sesuai (S), nilai
tiga untuk Tidak Sesuai (TS), dan nilai empat untuk Sangat Tidak Sesuai
(STS). Menurut Hadi (2004), modifikasi skala Likert yang terdiri dari 4
kategori jawaban, dimaksudkan untuk menghilangkan kelemahan yang
dikandung oleh 5 kategori jawaban, karena kategori netral mempunyai arti
ganda atau dapat diartikan belum dapat memutuskan. Tersedianya jawaban
di tengah atau netral juga menimbulkan kecenderungan menjawab ke
tengah ( ) terutama bagi mereka yang raguEragu atas
kecenderungan jawabannya.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sistem uji coba
terpakai atau terpakai. Hasil skala yang disebar akan sekaligus
!$+" + $ +$! * 2 - ( (
Penilaian kinerja pada guru SLB menggunakan skor total yang
terdapat pada data yang dinilai oleh kepala sekolah dengan format
berdasarkan indikator yang terdapat di dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan (DP3).
Skor yang diambil adalah skor komulatif hasil dari penjumlahan
nilai ditiap aspek yang terdapat didalam DP3. Menurut PP nomor 10 tahun
1979 tentang Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) Pegawai
Negeri Sipil, standar yang digunakan untuk mengukur kinerja seorang
pegawai negeri sipil adalah kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab,
ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa dan kepemimpinan. Penilaian
kinerja PNS melalui DP3 dilakukan dengan menggunakan metode penilaian
pelaksanaan pekerjaan pada DP3 dinyatakan dengan sebutan dan angka
Setelah dilakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan terhadap
seorang PNS, maka hasil penilaian tersebut dimasukkan ke dalam suatu
format yang sudah ditentukan, yaitu dengan menjumlah nilai semua unsur
penilaian tersebut ke dalam tabel.
!$%(*+ $ $& ()!$ !$!"+ + $
"+-+ &
Validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan
suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu instrument
pengukuran dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat
tersebut memberikan hasil ukur yang sesuai dengan tujuan pengukuran
tersebut (Azwar, 2004). Salah satu bentuk validitas adalah validitas isi.
Validitas isi adalah validitas yang dipandang dari segi isi skala, yaitu sejauh
mana isi dari skala tersebut telah dianggap dapat mengukur halEhal yang
mewakili keseluruhan tentang apa yang hendak diukur (Azwar, 2004).
Validitas ini ditentukan dengan membandingkan isi aitem dengan blue print
yang telah ditentukan melalui pendapat dosen pembimbing selaku
$ ! yang bersifat subjektif dan disebut validitas nonE
empirik Pada penelitian ini, dosen pembimbing melakukan analisis
rasional terhadap aitemEaitem yang telah tersusun. Pengujian validitas ini
bertujuan untuk melihat sejauh mana pernyataan dalam skala telah
mewakili komponen variable yang hendak diukur (Azwar, 2004).
!"+ 4+"+ &
Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat
dipercaya. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai
pengukuran yang reliabel (Azwar, 2004). Untuk menghitung koefisien