• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KINERJA PADA GURU SLB SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KINERJA PADA GURU SLB SKRIPSI"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh :

Nama : Mega Cristhina Nurhayati Marpaung

(2)

Oleh :

Mega Cristhina Nurhayati Marpaung

079114072

(3)

Dipersiapkan dan ditulis oleh :

Mega Cristhina Nurhayati Marpaung

NIM : 079114072

Telah dipertahankan di depan panitia penguji

Pada tanggal 16 Agustus 2012

Dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan panitia penguji

Nama Lengkap : Tanda tangan

Pembimbing : Dr. Tjipto Susana, M.Si. __________________

(4)

!"

!"

#

$

%

$

&

$

(5)

(

$

(

(

$

$

(

$

)

$

*

$

+

,

$

-.

/

$$

0

)

0 $

$

(6)

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah

disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 2012

Penulis,

(7)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan kinerja pada guru SLB. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional. Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan emosi dengan kinerja guru SLB. Subjek pada penelitian ini adalah 37 orang guru sekolah luar biasa (SLB) yang merupakan pegawai negeri sipil. Jenis kelamin yang menjadi subjek penelitian adalah pria dan wanita.Variabel pada penelitian ini adalah kecerdasan emosi sebagai variable bebas dan kinerja sebagai variable tergantung. Data yang diperoleh berasal dari skala kecerdasan emosi yaitu ECI yang diadaptasi dari

dan berasal dari Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). Validitas skala ditentukan berdasarkan penilaian ahli. Hipotesis penelitian ini diuji dengan menggunakan korelasi Hasil penelitian ini menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,212 (p > 0,05) dan dengan taraf signifikan = 0,104 (p > 0,05). Hipotesis pada penelitian ini ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan atau tidak ada korelasi antara kecerdasan emosi dengan kinerja pada guru sekolah luar biasa. Kecerdasan emosi baik tidak membuat kinerja menjadi baik, begitu juga sebaliknya, kecerdasan emosi buruk tidak membuat kinerja menjadi buruk.

(8)

! "

# ! "

#

" # !

" "$ %& ' "

" " #

" " "

# ( ) "

*

( + !

, -)- . / , ,01 ! , ),2 . / , ,01

! " #

! " 3 ! #

! 4 #

(9)

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Mega Cristhina Nurhayati Marpaung

Nomor Mahasiswa : 079114072

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

5 " ! 3 6 ( ! 6 $ * +78

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain

untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal :

Yang menyatakan,

(10)

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Bapa di surga, Yesus dan

Bunda Maria, atas kasih dan penyertaanNya sehingga saya dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul : “Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dengan Kinerja

Pada Guru Sekolah Luar Biasa”.

Saya sangat menyadari bahwa ada banyak permasalahan dan kendala yang

muncul pada saat penulisan skripsi ini. Proses pembuatan skripsi ini, dari awal

hingga akhir, telah melibatkan banyak pribadi yang dengan baik dan tangan

terbuka untuk turut membantu saya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya

ingin menghaturkan ungkapan terima kasih yang tulus kepada :

1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan bimbingan dan

kemudahan dalam mendapatkan perijinan penelitian.

2. Ibu Dr. Tjipto Susana, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

banyak meluangkan waktu dan tenaganya serta dengan penuh kesabaran

membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi saya.

3. Bapak C. Siswa Widyatmoko, M.Psi. selaku dosen penguji I yang turut

membantu saya dalam memberikan masukan.

4. Ibu MM. Nimas Eki S., M.Si., Psi selaku dosen penguji II yang turut

memberikan masukan dan arahan kepada saya untuk proses penyelesaian

(11)

5. Bapak Agung Santoso S.Psi, M.Si yang telah memberikan masukan terkait

dengan penghitungan statistik sehingga dapat mempermudah pengerjaan

skripsi ini.

6. Semua Bapak – Ibu dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

yang tidak dapat saya sebutkan satu E persatu, tetapi telah banyak berbagi dan

mengajarkan banyak hal kepada saya.

7. Bapak M. Marpaung dan Mama Martha Nanting, kedua orang tua saya

tercinta yang telah dengan penuh kasih dan kesabaran untuk menunggu,

mendukung dan mendanai saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga

karya ini bias menjadi kado untuk kalian berdua.

8. Abang saya Crist Immanuel Marpaung terkasih yang turut mendoakan dan

mendukung saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Ibu Kartinah selaku Kepala Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Yogyakarta yang

telah memberikan banyak informasi bagi skripsis aya.

10. Bapak Sutrisno selaku Kepala Subbag TU Sekolah Luar Biasa Negeri 1

Yogyakarta yang telah memberikan banyak informasi dan semangat kepada

saya.

11. Bapak dan Ibu guru Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Yogyakarta selaku subjek

pada penelitian saya yang telah meluangkan waktunya untuk mengisi skala

penelitian.

10. Batara, sahabat sekaligus kekasih saya yang dengan sabar memberikan kasih,

(12)

menyelesaikan skripsi ini. Thank you for waiting and needing me by your

side, my Láska.

11. Sahabat terbaik sekaligus teman seperjuangans elama saya berada di

Yogyakarta, Dino, Eva, Wening, Petra, Hellen, Wini, Lily dan Cangang yang

tidak hanya membantu namun selalu mendukung dan memberikan motivasi

dengan cara mereka masingEmasing selama proses pengerjaan skripsi ini.

12. Abang E abang terkasih yang merangkap sebagai teman sekaligus abang bagi

saya selama berada di Yogyakarta, Mas Iray, Bang Felix, Mas Kara, Mas

Broti, Bang Adip, Bang Aang, Kokoh Marwin, Mas Wiko, dan Mas Unang

yang turut memberikan masukan dan motivasi selama proses pengerjaan

skripsi ini.

13. Sahabat terkasih sekaligus kakak bagi saya selama berada di Yogyakarta,

Mami Nice dan Mba Rani yang juga memberikan saya masukan dan motivasi

demi kelancaran proses pengerjaan skripsi ini.

14. Ledita sebagai sahabat baru di dalam keseharian saya yang juga memberikan

semangat agar saya segera menyelesaikan skripsi ini.

15. Segenap karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Mba

Nanik, Mas Gandung dan Pak Gie yang selalu bersedia direpotin untuk

urusan Proposal, Surat Perizinan, dan Surat Penelitian. Mas Muji dan Mas

Doni atas bantuan ditahap akhir serta selalu tersenyum ramah kepada saya.

16. Teman E teman Psikologi angkatan 2007 yang tidak bisa saya sebutkan satuE

(13)

17. Bagus, Fay, Nita, Bella yang selama belajar bahasa Inggris di Real English

turut mendukung dan menghibur saya.

18. Wiwit dan Echa yang biarpun jauh di Surabaya tapi tetap memberikan

motivasi kepada saya untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

19. Semua saudara – saudara saya yang sudah memberikan doa, dukungan dan

nasehat kepada saya selama proses mengerjakan skripsi ini.

20. Ibu dan anak E anak Kost Cinta yang juga turut menyemangati saya.

21. Mas dan Mba Psikologi mulai dari angkatan 2003 hingga 2006 yang

mengenal saya, terima kasih juga sudah mau berkenalan dan berdinamika

bersama saya.

22. Sahabat – sahabat semasa SMA, Nana, Monik, Titin, Desi, Uul, Windy,

Mimi, dan Tommy yang menghibur saya walau sekedar melalui sms dan

bbm.

23. Mas dan mba fotokopian yang turut membantu saya dari mulai menjilid,

memfotokopi bahkan mencetak skala penelitian saya.

(14)

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak

kekurangan dan jauh dari sempurna, penulis berharap agar skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua orang yang membacanya dan bagi pengembangan ilmu

pengetahuan.

Yogyakarta, 2012

(15)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... . iii

MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xv

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Permasalahan ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Kinerja ... 10

(16)

2. Indikator Kinerja ... 13

3. Faktor E faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru ... 14

B. Sekolah Luar Biasa ... 15

1. Guru SLB ... 15

2. Karakteristik Murid Sekolah Luar Biasa ... 20

C. Kecerdasan Emosi ... 22

B. Variabel Penelitian ... 34

C. Definisi Operasional ... 35

F. Pengujian Instrumen Penelitian ... 42

(17)

2. Reliabilitas ... 42

3. Seleksi Aitem ... 44

4. Metode Analisis Data ... 45

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Pelaksanaan Penelitian ... 46

B. Hasil Penelitian ... 47

1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 47

2. Skala Kecerdasan Emosi ... 49

3. Deskripsi Data Penelitian ... 51

a. Variabel Kecerdasan Emosi... 52

b. Variabel Kinerja ... 53

4. Kategorisasi Data Penelitian ... 54

a. Kategorisasi Skala Kecerdasan Emosi ... 54

b. Kategorisasi Daftar Pelaksanaan Penilaian Pekerjaan (Kinerja) ... 55

(18)

C. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(19)

Tabel 1. Blue Print Skala ECI (( )... 40

Tabel 2. Model Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) PNS ... 41

Tabel 3. Distribusi Subjek Penelitian ... 48

Tabel 4. Hasil Skala Kecerdasan Emosi ... 51

Tabel 5. Deskripsi Statistik Data Penelitian, Variabel Kecerdasan Emosi ... 52

Tabel 6. Uji t Mean Empirik dan Mean Teoritik, Skala Kecerdasan Emosi ... 52

Tabel 7. Deskripsi Statistik Data Penelitian, Variabel Kinerja ... 53

Tabel 8. Uji t Mean Empirikdan Mean Teoritik, Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) ... 53

Tabel 9. Kategorisasi Skala Kecerdasan Emosi ... 55

Tabel 10. Kategorisasi Skor pada Skala Kecerdasan Emosi ... 55

Tabel 11. Kategorisasi Daftar Pelaksanaan Penilaian Pekerjaan (Kinerja)... 56

Tabel 12. Hasil Uji Normalitas Kecerdasan Emosi ... 57

Tabel 13 Hasil Uji Normalitas Kinerja ... 57

Tabel 14. Hasil Uji Linearitas Hubungan Antar Variabel... 58

(20)

Lampiran A : Skala Penelitian Kecerdasan Emosi ... 78

Lampiran B: Hasil Analisis dan Seleksi Item Kecerdasan Emosi ... 93

Lampiran C:Hasil Data Deskriptif Skala Kecerdasan Emosi dan Kinerja ... 97

Lampiran D: Hasil Uji t Mean Empirik dan Teoritik ... 99

Lampiran E: Hasil Uji Normalitas ... 101

Lampiran F: Hasil Uji Linearitas ... 103

Lampiran G: Hasil Uji Hipotesis ... 106

Lampiran H: Skor Kinerja Subjek... 107

(21)

Sebelum membahas lebih jauh mengenai penelitian ini, akan diterangkan

lebih dahulu halEhal yang berkaitan dengan latar belakang permasalahan, rumusan

permasalahan, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

!" # $% & " '

Guru mempunyai peranan yang sangat penting dan bertanggung jawab

terhadap perkembangan mental dan emosional muridnya. Menurut Munandar

(1999) tugas seorang guru adalah merangsang dan membina perkembangan

intelektual, pertumbuhan sikapEsikap dan nilaiEnilai dalam diri anak. Di

Indonesia sekolah khusus seringkali disebut dengan Sekolah Luar Biasa

(SLB) walaupun ada juga sekolahEsekolah khusus yang tidak menamakan

dirinya sebagai SLB. Pembentukan Sekolah Luar Biasa memberikan

pelayanan yang lebih baik bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus atau

anak luar biasa (Sunarjo, 2006). Menurut Sabri (2005) guru merupakan

pemegang peranan utama dalam proses belajar mengajar. Proses belajar

mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan

guru dan siswa atau dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam

situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Swasti (2009) tentang

(22)

guru memiliki tuntutan dan tanggung jawab yang tidak mudah atas

pekerjaannya. Hasil wawancara ini juga menunjukkan bahwa guru SLB

memiliki tanggung jawab yang terbilang khusus dikarenakan mereka

memiliki siswaEsiswa yang dengan karakteristik khusus, seperti misalnya

ketunaan atau kecacatan yang dimiliki oleh para siswa SLB. Hal ini membuat

para guru SLB harus memiliki kemampuan empati dan perhatian yang lebih

dikarenakan sisawaEsiswa SLB memiliki perasaan yang sangat sensitif atas

kekurangan yang ada pada diri mereka.

Kirk (dalam Effendi, 2006) mengatakan bahwa guru SLB merupakan

satu profesi yang mengkhususkan pada upaya penanganan peserta didik yang

memiliki gangguan dan keterbatasan baik secara fisik maupun secara mental.

SiswaEsiswa di SLB tergolong dalam anak dengan kebutuhan khusus, dimana

karakteristik anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang menderita

keterbatasan atau gangguan pada perkembangan sensorimotor, kognitif,

kemampuan berbahasa, keterampilan diri, konsep diri, kemampuan

berinteraksi sosial, serta kreativitasnya (Tim Pengembangan Ilmu

Pendidikan, 2007).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Swasti (2009) tentang

* ( ! Guru SLB di Jakarta, didapatkan bahwa

menangani dan mendidik anakEanak yang memiliki kecacatan atau ketunaan

seperti anakEanak yang bersekolah di SLB bukanlah hal yang mudah. Hal

tersebut menjadi salah satu tantangan bagi para guru SLB. Para guru SLB

(23)

siswanya serta dapat menunjukkan rasa kasih sayang dengan tulus, selain itu

penanaman konsep kepada para siswa yang tidak mudah, membutuhkan

upaya dan kesabaran yang lebih dari para guru SLB. Begitu juga dalam hal

membina hubungan dengan para siswanya juga membutuhkan kecakapan

tersendiri. Guru SLB dituntut untuk memiliki komitmen yang kuat, empati,

serta kesabaran yang lebih dibandingkan guru lainnya. Para guru SLB

diharapkan dapat menghadapi tantanganEtantangan yang ditemui pada

pekerjaannya dengan baik.

Di sebuah SLB Negeri di Yogyakarta, seorang guru yang mengajar di

tingkat sekolah dasar menjabarkan pengalamannya di dalam mendidik

siswanya. Guru ini mengajar di sebuah kelas dengan murid yang menderita

Autis dan ADHD. Beliau mengatakan bahwa mengelola emosi (hati) selalu ia

lakukan hingga pada saat ini, terutama di saat mengajar muridEmuridnya yang

berkebutuhan khusus. Beliau mengakui juga bahwa terkadang emosi dari

rumah terbawa ke sekolah, tetapi hal ini dapat diatasi karena guru ini segera

sadar bahwa ia sedang berada di sekolah dan berusaha untuk

mengendalikannya (Salah satu pengajar di SLB Negeri Yogyakarta,

wawancara, 10 September 2011).

Guru merupakan sosok panutan bagi para siswanya, terutama bagi

anakEanak yang memiliki kebutuhan khusus. Profesi guru tidak hanya

memerlukan kecerdasan intelektual saja namun juga sangat penting memiliki

kecerdasan emosi yang baik untuk dapat mengelola berbagai tuntutan dan

(24)

menyatakan bahwa sangat penting bagi guru untuk dapat mengelola emosi

mereka dengan baik. Hal tersebut didukung oleh Surya dan Natawidjaja

(dalam Usman, 1995) yang mengatakan bahwa guru juga berfungsi sebagai

petugas kesehatan mental, dimana para guru bertanggung jawab untuk

membina kesehatan mental para siswanya.

Sekarang ini kecerdasan intelektual bukanlah satuEsatunya penentu

kesuksesan bagi seseorang. Kecerdasan intelektual tidak lagi dilihat sebagai

satuEsatunya faktor kesuksesan bagi seseorang (Patton, 2000). Meskipun

kecerdasan intelektual penting tetapi bagaimana seseorang

mengimplementasikan pemikiran kognitifnya itu di lapangan sosial,

dibutuhkan kecerdasan emosi (Turmudhi, 2003). Kecerdasan emosi tersebut

telah dikembangkan oleh beberapa tokoh terkenal. Salovey dan Mayer

sebagai pencipta istilah kecerdasan emosi mengatakan arti kecerdasan emosi

itu sendiri adalah kemampuan seseorang untuk dapat mengenali apa yang

dirasakan, kemampuan untuk dapat menggunakan perasaan untuk

mengoptimalkan pemikirannya, serta kemampuan untuk dapat

mengendalikan perasaannya sehingga dapat membantu perkembangan emosi

dan intelektual (Stein&Book, 2000). Goleman (1995) mengatakan bahwa

kecerdasan emosi adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam

memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan

emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa.

BarOn juga memiliki definisi sendiri mengenai kecerdasan emosi,

(25)

" !

” (dalam Schulze&Roberts, 2005, h.40). Menurut BarOn,

kecerdasan emosi adalah suatu kemampuan dan kompetensi pada diri

manusia yang dapat memberikan pengaruh terhadap kesuksesan seseorang.

BarOn (2004) mengemukakan bahwa kecerdasan emosi penting untuk

berbagai profesi. Baik profesi dari bidang pendidikan, kesehatan, bahkan

organisasi. Peran kecerdasan emosi dalam menentukan keberhasilan

seseorang lebih besar dibandingkan peran kecerdasan intelektual, sekalipun

keduanya tidak dapat menggantikan peran satu sama lainnya. Hal tersebut

didukung Goleman (1995) yang menyatakan bahwa pengaruh kecerdasan

emosi sangat besar dalam mencapai kesuksesan, sebesar 80%E90% jika

dibandingkan pengaruh kecerdasan intelektual. Nikolaou dan Tsaousis

(dalam King&Gardner, 2006) mengatakan bahwa individu yang memiliki

kecerdasan emosi yang tinggi dapat menghadapi tantangan yang ada dan

memiliki kontrol diri yang lebih baik dibandingkan dengan individu yang

memiliki kecerdasan emosi yang rendah.

Salah satu profesi dimana kecerdasan emosi berperan penting di

dalamnya adalah guru. Kecerdasan emosi juga harus dimiliki oleh guru

sebagai pendidik (Dameria, 2005). Kecerdasan emosi juga merupakan salah

satu aspek pelengkap yang penting bagi profesi guru SLB agar dapat

menjadikan diri mereka sendiri menjadi lebih baik sehingga nantinya akan

(26)

Seorang guru memerlukan mental yang sehat untuk dapat membimbing dan

mendidik para siswanya, terutama bagi para siswa SLB yang cenderung

sangat sensitif perasaannya. Selain itu, didalam menjalankan profesinya dan

meraih prestasi kerja seorang guru juga diharapkan memiliki kecerdasan

emosi yang baik. Kecerdasan emosi yang baik dapat menjadikan mental

seseorang menjadi lebih sehat sehingga dapat merasa lebih bahagia dan lebih

optimis dalam memandang hidup. Goleman (dalam Kosim, 2007)

mengemukakan bahwa kecerdasan emosi menentukan posisi seseorang dalam

mempelajari keterampilan E keterampilan praktis yang didasarkan pada lima

unsurnya yaitu: kesadaran diri, motivasi diri, pengendalian diri, empati, dan

keterampilan dalam membina hubungan. Kecerdasan emosi itu juga menjadi

salah satu hal penting bagi individu karena individu dapat menggunakan

perasaannya secara optimal guna mengenali dirinya sendiri dan lingkungan

sekitarnya, termasuk juga berempati (Goleman, 1998).

Kecerdasan emosi juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi

kinerja guru di sekolah (Kosim, 2007). Menurut Kosim (2007), kinerja guru

adalah keberhasilan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar

yang bermutu. Aspek dari keberhasilan guru tersebut meliputi kesetiaan dan

komitmen yang tinggi pada tugas mengajar, menguasai dan mengembangkan

metode, menguasai bahan pelajaran dan menggunakan sumber belajar,

bertanggung jawab memantau hasil belajar mengajar, kedisiplinan dalam

mengajar dan tugas lainnya, kreativitas dalam melaksanakan pengajaran,

(27)

yang baik, jujur dan objektif dalam membimbing siswa, mampu berfikir

sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan pemahaman dalam

administrasi pengajaran.

Dalam dunia pendidikan kinerja guru atau prestasi kerja . 1

merupakan hasil yang dicapai guru dalam melaksanakan tugasEtugas yang

didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan

waktu di dalam proses belajar mengajar di sekolah. Kosim (2007) juga

mengatakan bahwa kinerja guru akan baik jika guru telah melaksanakan

unsurEunsur yang terdiri dari kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas

mengajar, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran, kedisiplinan

dalam mengajar dan tugas lainnya, kreativitas dalam melaksanakan

pengajaran, kerjasama dengan semua warga sekolah, kepemimpinan yang

menjadi panutan siswa, kepribadian yang baik, jujur dan obyektif dalam

membimbing siswa, serta tanggung jawab terhadap tugasnya.

Disamping itu, peneliti berhasil menemukan beberapa referensi

penelitian, seperti misalnya Hubungan antara kecerdasan emosi dengan

kecenderungan " ! pada sales oleh Arbadiati dan

Kurniati (tahun 2007), Hubungan antara kecerdasan emosional dengan

kinerja guru SDIT NUR FATAHILLAH Pondok Benda Buaran Serpong oleh

Kosim (tahun 2007), Keterampilan pengelolaan kelas dilihat dari jenis

kelamin dan kecerdasan emosi guru sekolah luar biasa oleh Rachman dan

Tjalla (tahun 2008), dan Hubungan antara kecerdasan emosi, kepuasan kerja

(28)

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Kosim (tahun 2007) mengenai

Hubungan antara kecerdasan emosi dengan kinerja guru SDIT NUR

FATAHILLAH Pondok Benda Buaran Serpong memiliki beberapa

perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian

yang dilakukan oleh Kosim (2007) menggunakan kuesioner dalam bentuk

skala likert dan observasi atau pengamatan, sedangkan peneliti akan

menggunakan skala kecerdasan emosi Goleman dan menggunakan skor yang

terdapat didalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) Pegawai

Negeri Sipil. Selain itu, perbedaan yang didapat adalah populasi dalam

penelitian Kosim (2007) adalah seluruh guru SDIT Nur Fatahillah Pondok

Benda Buaran Serpong Kosim, sedangkan populasi pada penelitian ini adalah

guruEguru SLB yang ada di Jogjakarta. Hasil yang didapat dari penelitian

Kosim (2007) yaitu kecerdasan emosi guru mempunyai pengaruh yang cukup

besar (sebesar 45,5%) pada kinerja guru, walaupun selain faktor kecerdasan

emosi masih ada faktor lain yang turut mempengaruhi kinerja guru seperti

pendidikan, pelatihan, pengalaman, maupun yang lainnya.

Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini layak untuk diteliti karena

sedikitnya referensi yang ditemui oleh peneliti, khususnya mengenai

hubungan antara kecerdasan emosi yang dimiliki oleh guru sekolah luar biasa

dengan kinerjanya. Peneliti memilih meneliti hubungan antara kecerdasan

emosi yang dimiliki oleh guru dengan kinerjanya di sekolah luar biasa ini

dikarenakan kecerdasan emosi sangat diperlukan didalam menjalankan

(29)

()(& $ ! ) & " ' $

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,

maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan kinerja pada guru

SLB?

(*( $ !$!"+ + $

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan

emosi dengan kinerja pada guru SLB.

$, !$!"+ + $

Dapat memberikan gambaran mengenai kecerdasan emosi dengan

kinerja pada guru SLB sehingga dapat menjadi masukan bagi sekolah pada

umumnya, serta guru pada khususnya agar dapat mempertahankan atau

(30)

Dalam bab ini dibahas tinjauan kepustakaan yang berkaitan dengan

kecerdasan emosi dan prestasi mengajar guru SLB. Kemudian dipaparkan juga

beberapa teori untuk menunjukkan hubungan antara keduanya.

+$! *

!$%! + $ )()

Kinerja merupakan terjemahan dari istilah Inggris

yang berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, atau hasil kerja/unjuk

kerja/penampilan kerja. Simamora (1998:23) memandang kinerja sebagai

tingkat terhadap dimana para karyawan mencapai persyaratanEpersyaratan

pekerjaan. Mangkunegara (2000) mengatakan bahwa kinerja adalah hasil

kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya.

Sedangkan menurut Gibson, Cevich, dan Donelly (1993) bahwa

kinerja sebagai prestasi kerja dari perilaku. Prestasi kerja ini ditentukan

oleh kemampuan bekerja, baik terhadap cakupan kerja maupun kualitas

kerja secara menyeluruh.

Menurut Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2011, prestasi kerja

(31)

atau pembimbingan yang dilakukan guru dan mendapatkan

penghargaan baik tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional,

maupun internasional. Di samping itu, prestasi kerja termasuk kinerja guru

didalam melaksanakan tugas sehariEhari.

Menurut Kastartini (1971), prestasi kerja adalah kesanggupan

untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan waktu yang ditentukan,

bermutu dan tepat mengenai sasarannya. Untuk menilai mutu tidaknya

suatu hasil pekerjaan dapat dilihat dari jumlah kekurangan kesalahan dari

hasil kerja. Hasibuan (2001) mengungkapkan prestasi kerja adalah suatu

hasil yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang diberikan

kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan

serta waktu.

Sementara itu Cooper yang dikutip oleh Samsudin (2005)

mendefinisikan prestasi kerja adalah tingkat pelaksanaan tugas yang dapat

dicapai oleh seseorang anggota atau divisi dengan menggunakan

kemampuan yang ada dan batasanEbatasan yang telah ditetapkan untuk

mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Anwar (1984)

mengungkapkan prestasi kerja merupakan berapa besar dan berapa jauh

tugasEtugas yang telah dijabarkan dapat diwujudkan yang menggambarkan

pola perilaku sebagai aktualisasi dan kompetensi yang dimiliki.

Prestasi ini juga diatur didalam UndangEUndang Republik

Indonesia nomor 14 tahun 2005, tentang Guru dan Dosen. UndangEundang

(32)

a. Pada pasal 1, yaitu pada ayat 1 yang menyebutkan “Guru adalah

pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi

peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,

pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.”

b. Pada pasal 1, yaitu ayat ke 2 yang menyebutkan “Profesional adalah

pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi

sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran,

atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta

memerlukan pendidikan profesi.”

c. Pada pasal 1, yaitu ayat ke 11 yang menyebutkan “Sertifikasi adalah

proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.”

d. Pada pasal 1, yaitu ayat ke 12 yang menyebutkan “Sertifikat pendidik

adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru

dan dosen sebagai tenaga profesional. “

Sementara itu Syadam (1996) mengemukakan prestasi kerja

dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman, kesungguhan dan

lingkungan kerjanya sendiri.

Berdasarkan definisiEdefinisi yang telah dijelaskan, maka dapat

disimpulkan bahwa kinerja adalah prestasi atau hasil kerja yang dicapai

seseorang dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya, sanggup

(33)

mampu berkomunikasi secara efektif, menjadi teladan, serta

meningkatkan kapasitas dirinya dalam hal pemenuhan tuntutan profesinya.

$-+# . +$! *

Menurut PP nomor 10 tahun 1979 tentang Daftar Penilaian

Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) Pegawai Negeri Sipil, standar yang

digunakan untuk mengukur kinerja seorang pegawai negeri sipil adalah :

− Kesetiaan, mengundang muatan kesetiaan, ketaatan dan pengabdian

kepada Pancasila, UndangEundang Dasar 1945, Negara dan

Pemerintah.

− Prestasi kerja, adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang Pegawai

Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.

− Tanggung jawab, adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil

menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaikE

baiknya dan tepat waktunya serta berani memikul resiko atas

keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya.

− Ketaatan, adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk

mentaati segala peraturan perundangEundangan dan peraturan

kedinasan yang berlaku, mentaati perintah kedinasan yang diberikan

oleh atasan yang berwenang serta kesanggupan tidak melanggar

(34)

− Kejujuran, adalah ketulusan hati seorang Pegawai Negeri Sipil dalam

melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan

wewenang yang diberikan kepadanya.

− Kerjasama, adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk

bekerja bersamaEsama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu

tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa

menunggu perintah dari atasan.

− Prakarsa, adalah kemampuan seorang PNS untuk mengambil

keputusan, langkahElangkah atau melaksanakan sesuatu tindakan yang

diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah

dari atasan.

/ # . 0, # . 1 $% !)2!$% ('+ +$! * ( (

Menurut Simanjuntak yang dikutip oleh Sedarmayati (2001)

mengemukakan bahwa faktorEfaktor yang besar pengaruhnya terhadap

kinerja adalah sebagai berikut: pendidikan dan latihan, keterampilan,

disiplin kerja, sikap dan etika kerja, motivasi, gaji dan kesehatan, tingkat

penghasilan, jaminan sosial, lingkungan dan iklim kerja, hubungan

individual, teknologi, sarana produksi, manajemen, kesempatan berprestasi

dan kebijakan pemerintah secara keseluruhan.

Pada dasarnya faktor yang mempengaruhi prestasi kerja timbul dari

faktor internal dan eksternal. Faktor internal muncul dari dalam diri guru

(35)

muncul dari luar diri guru misalnya lingkungan kerja. Menurut

Keith Davis yang dikutip oleh Mangkunegara (2001:67) faktor yang

menentukan prestasi kerja adalah :

a. Kemampuan ( " ) terdiri dari kemampuan potensi ( 9) dan

kemampuan reality ( ! )

b. Motivasi terbentuk dari sikap ( ) pegawai dalam menghadapi

situasi kerja.

!#." ' ( + &

( (

Menurut Ineupuspita (2008) guru SLB adalah orang yang

bertanggung jawab dalam pendidikan bagi anakEanak berkebutuhan khusus

di sekolah. Selain itu, didalam Ineupuspita (2008) guru SLB berdasarkan PP

RI No. 72 tahun 1991 adalah: “Tenaga kependidikan pada satuan pendidikan

luar biasa merupakan tenaga kependidikan yang memiliki kualifikasi khusus

sebagai guru pada satuan pendidikan luar biasa”.

Guru SLB juga dituntut untuk memiliki kesabaran yang tinggi,

kesehatan fisik dan mental yang baik dalam bekerja karena mereka

melakukan tugas fungsional yaitu mengajar satu per satu siswanya dengan

penuh kesabaran, melakukan tugas administrasi seperti membuat rapor, dan

tugas struktural dalam organisasi sekolah (Hariyanti, 2004).

Selain itu, guru SLB dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti

(36)

ketersediaan sumber daya guru SLB, rendahnya insentif yang

mereka terima, kurangnya perhatian pemerintah terhadap Sekolah Luar

Biasa (Supriadi, 2003). Guru memiliki kemampuan professional untuk

melaksanakan tugasnya. Kemampuan profesional pada Guru SLB (dalam

Hidayat, 1996) tersebut adalah :

E Menguasai mata pelajaran dalam kurikulum Pendidikan Luar Biasa

(PLB).

E Mampu mengajarkan mata pelajaran kepada Anak Luar Biasa (ALB).

E Mampu merencanakan, mengelola, mengevaluasi, dan membangun

programEprogram belajar mengajar di PLB.

E Mampu melaksanakan dan mengelola administrasi dan supervisi di bidang

PLB.

E Mampu melakukan layanan pendidikan dan rehabilitasi kepada anak

berkelainan pada satuan PLB, serta lembagaElembaga lain, maupun dalam

masyarakat.

E Mampu melakukan penelitian dan pengembangan ilmu di bidang PLB.

Didalam melaksanakan tugasnya di sekolah luar biasa, para guru

memiliki beban dan tanggung jawab. Terdapat perbedaan diantara beban dan

tanggung jawab yang dimiliki oleh guru sekolah luar biasa dengan guru di

sekolah pada umumnya. Hal ini dapat menyebabkan stres pada guru

(37)

E Pengaruh shift pekerjaan

Di beberapa sekolahEsekolah luar biasa, jumlah antara siswa yang ada

tidak berimbang dengan jumlah sarana dan prasarana yang ada di

sekolah tersebut. Baik dari staf pengajar, maupun fasilitasEfasilitas lain

guna mendukung proses pendidikan. Bagi sekolah yang memiliki

kelebihan jumlah siswa, terpaksa pihak pengelola sekolah harus

membagi waktu belajar menjadi beberapa shift. Guru seringkali

diharuskan menjalani shift ganda. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas

pelayanan yang diberikan kepada siswa, terlebih jika di luar sekolah

para guru masih memiliki tugas tambahan.

E Optimalisasi pemanfaatan kemampuan

Didalam hal menyampaikan materiEmateri pada murid di sekolah luar

biasa bukanlah suatu hal yang mudah dikarenakan adanya keterbatasan

pada diri murid tersebut. Bahkan seringkali penyampaian materiEmateri

pelajaran tidak dapat diterima secara optimal oleh para murid dikelas.

Hal tersebut dapat menimbulkan, keputusasaan, kebosanan, dan

kejenuhan bagi para guru SLB jika mereka tidak dapat menjaga sinergi

yang dimiliki.

E Kelebihan beban kerja

Sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh para siswanya, guru

SLB dituntut tidak hanya mampu mengajar sejumlah pengetahuan dan

keterampilan namun juga sesekali harus mampu bertindak atau berperan

(38)

paramedis, para guru diharapkan dapat mengetahui perkembangan

fisiologis para siswanya. Sebagai terapis, para guru harus senantiasa siap

untuk melakukan kegiatan yang memiliki unsurEunsur terapi seperti

, dan

lainE lainnya, baik pada waktu mengajar maupun di luar waktu

mengajar. Sebagai konselor, para guru diharapkan dapat terus

memberikan dorongan positif kepada para siswanya untuk terus

belajar dan agar para siswa dapat menerima keadaan diri mereka. Tidak

hanya kepada para siswa, tetapi juga memberikan pengertian kepada

para orangtua murid, serta masyarakat mengenai kekurangan yang

dimiliki para siswanya. Lalu sebagai administrator, para guru

diharuskan memberikan laporan tertulis kepada pimpinannya

mengenai program kerja dan realisasi kegiatan yang dilaksanakan.

Tanggung jawab yang telah dipaparkan tadi dapat menjadi menjadi

beban kerja yang berlebih bagi para guru SLB.

E Konflik peranan

Guru SLB tidak hanya dituntut untuk memiliki kemampuan didalam hal

mengajar, tetapi juga memiliki pengetahuan sebagai konselor,

paramedis, terapis, serta administrator. Hal tersebut dapat menimbulkan

konflik peran bagi para guru tersebut. Peran dan tanggung jawab

pekerjaan yang dimiliki oleh para guru SLB atas multiperan yang kurang

jelas seringkali menimbulkan stres (Sutherland&Cooper, 1990; Smet,

(39)

E Ketimpangan dalam pengupahan

Sebagian besar dari guruEguru SLB adalah pegawai negeri sipil yang

diangkat oleh pemerintah. Upah atau gaji yang mereka dirasa masih

kurang sepadan dengan pengorbanan dan tanggung jawab yang

mereka emban. Sebagai guru SLB, beban yang dipikul lebih berat

dibandingkan dengan beban pekerjaan yang harus dipikul oleh guru

sekolah biasa, baik beban fisik, mental, maupun moral. Besarnya upah

atau gaji yang tidak seberapa yang diterima oleh para guru SLB seolah

membuat kurangnya pengakuan terhadap kerja keras mereka. Sarafino

(1990) mengatakan bahwa kurangnya pengakuan terhadap prestasi

kerja dapat menjadikan seseorang memiliki stres (dalam Effendi, 1996).

E Status profesi

Profesi guru sekolah luar biasa bukanlah profesi yang mudah untuk

dijalankan. Hal tersebut dikarenakan beberapa hal seperti beban kerja

yang seringkali melebihi tugas guru pada umumnya, gaji atau upah

yang diterima masih dapat dikatakan belum sepadan dengan tanggung

jawab mereka, persiapan mental yang lebih harus diperhatikan

dibandingkan guru pada umumnya, penghargaan yang masih rendah

bagi para guru SLB karena masih banyak masyarakat beranggapan

bahwa profesi sebagai guru SLB bukanlah profesi yang dapat

dibanggakan.

E Perangkat atau fasilitas pendidikan

(40)

bukanlah hal yang mudah dan praktis, tetapi memerlukan perangkatE

perangkat lain untuk membantu proses belajar mengajar menjadi lebih

optimal. Tidak semua sekolah mampu untuk mengadakan alat bantu

tersebut, jika memang sekolah tidak mampu maka para guru yang

harus turun tangan untuk mengusahakannya. Untuk itu, para guru SLB

diharapkan dapat kreatif untuk mengusahakan perangkat khusus yang

dapat menunjang kegiatan belajar mengajar.

! +& +# ( +- !#." ' ( + &

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk

menggantikan kata ”Anak Luar Biasa” (ALB) yang menandakan adanya

kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang

berbeda antara satu dan lainnya (Delphie, 2006:1). Di Indonesia, anak

berkebutuhan khusus yang mempunyai gangguan perkembangan dan telah

diberikan layanan antara lain sebagai berikut;

E Anak yang mengalami hambatan penglihatan (tunanetra), khususnya anak

buta ( " ), tidak dapat menggunakan indera penglihatannya

untuk mengikuti segala kegiatan belajar maupun kehidupan sehariEhari.

E Anak dengan hambatan pendengaran dan bicara (tunarungu wicara), pada

umumnya mereka mempunyai hambatan pendengaran dan kesulitan

(41)

E Anak dengan hambatan perkembangan kemampuan (tunagrahita),

memiliki problema belajar yang disebabkan adanya hambatan

perkembangan intelegensi, mental, emosi, sosial, dan fisik.

E Anak dengan hambatan kondisi fisik atau motorik (tuna daksa). Anak E

anak tersebut digolongkan sebagai anak yang membutuhkan layanan

khusus pada gerak anggota tubuhnya.

E Anak dengan hambatan perilaku $ atau sering disebut

dengan tuna laras. Karakteristik yang menonjol adalah sering membuat

keonaran secara berlebihan, dan bertendensi ke arah perilaku kriminal.

E Anak dengan hambatan autism ( ). Anak autistik

mempunyai ketidakmampuan bahasa. Anak autistik mempunyai

kehidupan sosial yang aneh dan terlihat seperti orang yang selalu sakit,

tidak suka bergaul, dan terisolasi dari lingkungan hidupnya.

E Anak dengan hambatan hiperaktif (

). Hiperaktif bukan merupakan penyakit tetapi suatu gejala.

Cirinya adalah tidak mau diam, suka mengganggu teman, sulit

berkonsentrasi, bermasalah dalam belajar, dan kurang atensi terhadap

pelajaran.

E Anak dengan hambatan belajar ( ! "

! " ). Istilah ini ditujukan pada siswa yang mempunyai

prestasi rendah dalam bidang akademik tertentu, seperti membaca,

(42)

E Anak dengan hambatan kelainan perkembangan ganda (

" ). Mereka sering disebut dengan

istilah tunaganda yang mempunyai kelainan perkembangan mencakup

hambatanEhambatan perkembangan neurologis (Tarmansyah, 1996).

Adapun satuan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus terdiri

dari jenjang TKLB, SDLB, SMPLB, SMALB, SMLB (Mangunsong, 1998).

Jenis pendidikan Luar Biasa tersebut meliputi: SLBEA bagi peserta didik

Tunanetra, SLBEB bagi peserta didik Tunarungu, SLBEC bagi peserta didik

Tunagrahita, SLBED bagi peserta didik Tunadaksa, SLBEE bagi peserta didik

Tuna Laras, dan SLBEG bagi peserta didik Tuna Ganda. Disamping itu, pada

saat ini telah berkembang pula sekolah untuk anak autis (Supriadi, 2003).

!3! - & $ ).&+

!$%! + $ )()

Goleman (1995) mengatakan bahwa EI adalah kemampuan lebih

yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam

menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta

mengatur keadaan jiwa. Goleman (dalam Nggermanto, 2002) juga

mengatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali

perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri

sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan

(43)

Sedangkan, Patton (1998) mendefinisikan kecerdasan emosi

sebagai kemampuan menggunakan emosi secara efektif untuk mencapai

tujuan, membangun hubungan yang produktif dan meraih keberhasilan di

tempat kerja.

Gardner (Goleman, 1999) memberikan pengertian tentang

kecerdasan emosi sebagai kemampuan yang bersifat pribadi yang meliputi

kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi. Kecerdasan

antarpribadi adalah kemampuan memahami orang lain, apa yang memotivasi

mereka, bagaimana mereka bekerja dan bagaimana bekerja sama dengan

mereka. Kecerdasan intrapribadi adalah kemampuan korelatif yang terarah

ke diri sendiri. Kemampuan intrapribadi tersebut adalah kemampuan untuk

membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri

sendiri serta kemampuan untuk menggunakan model tadi sebagai alat untuk

menempuh kehidupan yang efektif.

Salovey dan Mayer (dalam Stein&Book, 2000) sebagai pencipta

istilah kecerdasan emosi (EI) mengatakan arti dari kecerdasan emosi itu

sendiri adalah kemampuan seseorang untuk dapat mengenali apa yang

dirasakan, kemampuan untuk dapat menggunakan perasaan untuk

mengoptimalkan pemikirannya, serta kemampuan untuk dapat

mengendalikan perasaannya sehingga dapat membantu perkembangan emosi

dan intelektual. Selain itu, Salovey dan Mayer (dalam Goleman 2001) juga

mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan memantau dan

(44)

menggunakan perasaanEperasaan itu untuk memandu pikiran dan

tindakan.

Cooper dan Sawaf (Tedja, 2003) kecerdasan emosi adalah

kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan

kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi.

Howes dan Herald (Tedja, 2003) juga pada intinya menjelaskan, kecerdasan

emosi merupakan kemampuan dalam diri seseorang yang membuat orang

tersebut menjadi pintar menggunakan emosi. Sedangkan menurut BarOn, EI

adalah suatu kemampuan dan kompetensi pada diri manusia yang dapat

memberikan pengaruh terhadap kesuksesan seseorang. BarOn (2004)

mengemukakan bahwa EI penting untuk berbagai profesi. Baik profesi dari

bidang pendidikan, kesehatan, bahkan organisasi.

Senada dengan Daniel Goleman, dalam Emotional Competence

Inventory dari

(2005) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk

mengenali perasaan diri sendiri, memotivasi diri sendiri dan mengelola

emosi secara efektif dalam diri sendiri.

Berdasarkan definisiEdefinisi yang telah dijelaskan, maka dapat

disimpulkan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan yang dimiliki oleh

seseorang, yang terdiri dari kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan

intrapribadi yang digunakan untuk mengelola emosinya, menggunakan

(45)

serta kemampuan untuk dapat mengendalikan perasaannya

sehingga dapat mencapai tujuan.

&2!#0 &2!# !3! - & $ ).&+

Senada dengan aspekEaspek yang dikemukakan oleh Goleman,

dalam ( (2005) kecerdasan emosi dibagi

menjadi empat kluster dengan delapan belas kompetensi seperti yang

dipaparkan berikut ini:

E Kesadaran diri merupakan kemampuan untuk mengetahui keadaan,

prefensi, sumber daya, dan intuisi diri sendiri. Kluster kesadaran diri

terbagi dalam tiga kompetensi, yaitu:

a. Kesadaran emosi: Mengenali emosi diri sendiri dan efeknya.

b. Penilaian diri secara teliti: Mengetahui kekuatan dan batasEbatas diri

sendiri.

c. Percaya diri: Keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri.

E Pengaturan diri merupakan kemampuan untuk mengelola keadaan,

impuls, dan sumber daya yang ada dalam diri. Dalam kluster ini terdapat

enam kompetensi, sebagai berikut:

a. Kendali diri emosi: Mengelola emosi dari impuls yang merusak.

b. Sifat dapat dipercaya (transparan): Memelihara integritas, berperilaku

sesuai dengan nilai pada diri sendiri.

(46)

d. Dorongan berprestasi: Dorongan untuk menjadi lebih baik atau

memenuhi standar keberhasilan.

e. Inisiatif: Kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan.

f. Optimisme: Kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada

halangan dan kegagalan.

E Kesadaran sosial merupakan bagaimana seseorang menangani hubungan

dan kesadaran perasaan orang lain, kebutuhan, dan perhatian. Dalam

kluster ini terdapat tiga kompetensi, sebagai berikut:

a. Empati: Mengindra perasaan dan perspektif orang lain, dan

menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka.

b. Kesadaran politis: Mampu membaca arusEarus emosi sebuah

kelompok.

c. Orientasi membantu orang lain: Mengantisipasi, mengenali, dan

berusaha memenuhi kebutuhan orang lain.

E Pengaturan hubungan menyangkut dengan keterampilan atau kecakapan

seseorang dalam menanggapi respon yang diinginkan orang lain. Dalam

kluster pengaturan hubungan terdapat enam kompetensi, yaitu:

a. Mengembangkan orang lain: Merasakan kebutuhan perkembangan

orang lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka.

b. Kepemimpinan yang inspiratif: Membangkitkan inspirasi dan

memandu kelompok dan orang lain.

(47)

d. Pengaruh: Memiliki taktik untuk melakukan persuasi.

e. Manajemen konflik: Negosiasi dan pemecahan silang pendapat.

f. Kolaborasi dan kooperasi: Kerja sama dengan orang lain demi tujuan

bersama menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan

(48)
(49)

/ +$ )+# &+#.".%+&

Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah sekolah khusus bagi anak usia

sekolah yang memiliki ”kebutuhan khusus” (Supriadi 2003). Menurut

Petunjuk Pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional Tahun 1993, Lembaga

pendidikan SLB adalah lembaga pendidikan yang bertujuan membantu

peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental, perilaku dan

sosial agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan

sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan

timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat

mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan

lanjutan. Satuan SLB disebut juga sistem segregasi yaitu sekolah yang

dikelola berdasarkan jenis ketunaan namun terdiri dari beberapa jenjang.

Tenaga kerja atau guru yang bekerja di sekolah khusus ini dituntut

untuk memiliki kesabaran yang tinggi, kesehatan fisik dan mental yang baik

dalam bekerja karena mereka melakukan tugas fungsional yaitu mengajar

satu per satu siswanya dengan penuh kesabaran, melakukan tugas

administrasi seperti membuat rapor, dan tugas struktural dalam organisasi

sekolah (Hariyanti, 2004). Menurut hasil observasi yang dilakukan peneliti

pada saat di dalam ruang kelas, guru mengajar satu per satu muridnya

tentang materi yang sudah dipersiapkan. Hal ini juga dikarenakan jumlah

murid yang sedikit pada setiap ruang kelasnya. Disisi lain, guru SLB di

hadapkan pada berbagai tantangan, seperti harus mengajar siswa yang

(50)

rendahnya insentif yang mereka terima, kurangnya perhatian pemerintah

terhadap Sekolah Luar Biasa (Supriadi, 2003). Selain itu, di dalam sekolah

luar biasa juga terdapat murid SLB yang memiliki karakteristik yang

berbeda pula dengan muridEmurid disekolah regular. Anak – anak yang

bersekolah di SLB adalah anak berkebutuhan khusus yang mempunyai

karakteristik yang berbeda antara satu dan lainnya (Delphie, 2006).

Dengan berbagai karakteristik dan tuntutan tersebut, muncul

stressor tersendiri. Stresor tersebut (Effendi, 2006) berupa pengaruh shift

pekerjaan, optimalisasi pemanfaatan kemampuan, kelebihan beban kerja,

konflik peranan, ketimpangan dalam pengupahan, status profesi dan

perangkat atau fasilitas pendidikan. Profesi guru Sekolah Luar Biasa juga

memiliki beban dan tanggung jawab yang tidak sedikit. Beban dan tanggung

jawab yang mereka miliki sudah menjadi bagian dari pekerjaan mereka.

Beban atau tuntutan tersebut berupa empati dan perhatian lebih terhadap anak

didiknya, kecakapan dalam berkomunikasi, penanaman konsep yang

berulang dan hasil yang minim, multiperan pada saat dibutuhkan (sebagai

konselor, paramedis, terapis, dll), dan perasaan kurang senang menjadi guru

SLB.

Stres kerja (Siahaan, 2004) dapat mengganggu kesehatan tenaga

kerja, baik fisik maupun emosional. Hal ini didukung juga oleh Sulliyan dan

Bhagat (1992) dalam studi mereka mengenai stres kerja (yang diukur dengan

" ! ) dan kinerja, pada umumnya

(51)

Stres mempunyai posisi yang penting dalam kaitannya dengan produktivitas

sumber daya manusia, dana, dan materi. Selain dipengaruhi oleh faktorE

faktor yang ada dalam diri individu, stres juga dipengaruhi oleh faktorEfaktor

dari organisasi dan lingkungan (Siahaan, 2004).

Masalah stres kerja (Hidayati, Puranto, & Yuwono, 2008) di dalam

organisasi menjadi gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya

tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Setiap tenaga kerja bekerja sesuai

dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai

kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturanEaturan yang

ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Namun demikian,

tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk memainkan perannya tanpa

menimbulkan masalah. Kurang baik berfungsinya peran, yang merupakan

pembangkit stress yaitu meliputi konflik peran dan ketaksaan peran (

" ! ).

Menurut Cooper dan Sawaf (1999), berbagai penelitian

membuktikan bahwa kecerdasan emosi menyumbang persentase yang lebih

besar dalam kemajuan dan keberhasilan masa depan seseorang,

dibandingkan dengan kecerdasan intelektual yang biasanya diukur dengan

! 9 (IQ). Penelitian yang dilakukan oleh Yen,

Tjahjoanggoro, dan Atmadji (2003) tentang hubungan kecerdasan emosi

dengan prestasi kerja + !, menghasilkan kesimpulan

bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan emosi dan

(52)

emosi, maka semakin tinggi prestasi kerja distributor tersebut dan

sebaliknya. Disisi lain, Shapiro (1997) mengungkapkan bahwa kecerdasan

emosi akan mempengaruhi perilaku tiap individu dalam mengatasi

permasalahan yang muncul pada diri sendiri termasuk dalam permasalahan

kerja. Kecerdasan emosi lebih memungkinkan seorang karyawan mencapai

tujuannya. Kesadaran diri, penguasaan diri, empati dan kemampuan sosial

yang baik merupakan kemampuan yang sangat mendukung karyawan di

dalam pekerjaannya yang penuh tantangan serta persaingan diantara rekan

kerja. Sehingga dapat dikatakan bahwa kecerdasan emosi sangat dibutuhkan

oleh setiap karyawan untuk meningkatkan kinerjanya. Adanya kecerdasan

emosi yang tinggi, individu akan memiliki kestabilan emosi. Kestabilan

merupakan kemampuan individu dalam memberikan respon yang

memuaskan dan kemampuan dalam mengendalikan emosinya sehingga

mencapai suatu kematangan perilaku (Hidayati, Puranto & Yuwono, 2008).

Rosidah (2003) dalam temuannya yang menunjukkan ada korelasi

negatif antara stres kerja dengan kinerja pada karyawan, yang berarti

semakin tinggi stres kerja maka akan semakin rendah kinerja karyawan. Hal

ini didukung oleh hasil penelitian Adi (2000) yang dipublikasikan dalam

jurnalnya yang menunjukkan bahwa stres kerja yang sangat tinggi dapat

berakibat negatif terhadap kinerja. Hal ini membuat seorang guru SLB

membutuhkan kecerdasan emosi yang baik dalam bekerja. Patton (1998)

mengemukakan manfaat kecerdasan emosi di tempat kerja, yaitu : seseorang

(53)

baik, merasa percaya diri dan diberdayakan untuk mencapai tujuan,

menangani masalah dengan efektif, memberikan pelayanan dengan lebih

baik, dan memimpin dan mengelola pekerja dengan falsafah hati dan kepala.

Ketika kecerdasan emosi dikaitkan dengan kinerja, maka guru

dengan kinerja tinggi akan lebih mampu mengatasi kesulitanEkesulitan

dalam melaksanakan tugasEtugasnya sehingga kinerjanya akan meningkat.

Kinerja kerja yang baik akan menghasilkan prestasi kerja. Hal ini membuat

seorang guru yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi maka ia

mempunyai kinerja yang tinggi pula. Sedangkan seorang guru yang

mempunyai kecerdasan emosi yang rendah maka dalam kinerjanya akan

rendah pula.

+2. !&+& !$!"+ + $

Berdasarkan landasan teori mengenai kecerdasan emosi dan prestasi

mengajar, maka penelitian ini mengajukan hipotesis “Terdapat Hubungan yang

Positif antara Kecerdasan emosi dengan Kinerja Guru SLB”. Semakin baik

(54)

Pada bab ini akan dibahas metode penelitian yang akan digunakan pada

penelitian ini. HalEhal yang yang akan dijabarkan dalam bab ini antara lain jenis

penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian, instrumen dan

teknik pengumpulan data, serta metode analisis data yang akan dipakai pada

penelitian ini.

!$+& !$!"+ + $

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional.

Menurut Sukmadinata (2007), penelitian korelasional adalah penelitian

empirik yang sistematis, untuk mengetahui hubungan suatu variabel dengan

variabel lain. Studi korelasional ini bertujuan mencari hubungan antara variabel

yang satu dengan variabel yang lain. Penelitian ini termasuk kategori penelitian

korelasi maka variabel yang dilibatkan dalam penelitian ini ada dua macam,

yaitu variabel X dan variabel Y. Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui

apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dan kinerja pada guru

sekolah luar biasa (SLB).

+ 4!" !$!"+ + $

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel

(55)

berubahnya atau timbulnya variabel terikat (Idrus, 2009). Variabel bebas pada

penelitian ini adalah kecerdasan emosi. Sementara variabel tergantung

merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya

variabel bebas (Idrus, 2009). Variabel tergantung pada penelitian ini adalah

kinerja pada guru yang berbentuk Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan

(DP3).

!,+$+&+ 2! &+.$ "

!3! - & $ ).&+

Senada dengan Daniel Goleman, dalam (

dari

(2005) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk

mengenali perasaan diri sendiri, memotivasi diri sendiri dan mengelola

emosi secara efektif dalam diri sendiri.

Pada penelitian ini, skala yang digunakan untuk mengukur

kecerdasan emosi adalah terfokus pada empat kluster dan delapan belas

kompetensi yang dipaparkan oleh ( , hal ini

dikarenakan ECI (( ) sudah teruji dan

banyak digunakan di berbagai Negara. Selain itu, ECI ini memiliki

persamaan dengan ke 5 aspek yang dipaparkan oleh Goleman, yaitu

kesadaran diri, pengaturan diri, kesadaran sosial, pengaturan hubungan.

(56)

juga sudah banyak digunakan di banyak Negara dengan jumlah sampel

lebih dari 10.000.

Untuk melihat kecerdasan emosinya, subjek diminta untuk mengisi

skala ECI dengan indikator berupa kesadaran diri, pengaturan diri,

kesadaran sosial, pengaturan hubungan. Tingkat kecerdasan emosi dilihat

dari besarnya skor yang diperoleh pada skala ECI. Semakin tinggi skor

yang diperoleh, semakin tinggi pula kecerdasan emosinya. Begitu pula

sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh menunjukkan semakin

rendah pula kecerdasan emosinya.

+$! *

Pada penelitian ini, penilaian kinerja pada guru diperoleh

berdasarkan data yang terdapat pada Daftar Penilaian Pelaksanaan

Pekerjaan (DP3) pegawai negeri sipil. Dasar hukum sebagai implementasi

kebijakan pemerintah terhadap penilaian pelaksanaan pekerjaan PNS

melalui DP3, yaitu : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10

tahun 1979, tanggal 15 Mei 1979, tentang Penilaian Pekerjaan Pegawai

Negeri Sipil. yang dimaksud dengan Daftar Penilaian Pelaksanaan

Pekerjaan (DP3) adalah suatu daftar yang memuat hasil penilaian pekerjaan

seorang PNS dan atau calon PNS dalam jangka waktu satu tahun. Daftar

Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) adalah suatu dokumen yang bersifat

rahasia, oleh sebab itu DP3 hanya boleh diketahui oleh pegawai negeri sipil

(57)

pejabat penilai sampai dengan pejabat penilai tertinggi, dan pejabat lain

yang terkait dengan penilaian tersebut. Oleh karena itu, peneliti meminta

bantuan kepada pejabat penilai atau kepala sekolah untuk menilai para guru

dengan format berdasarkan indikator yang terdapat didalam Daftar

Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3).

Sistem penilaian DP3 menggunakan teknik ! dan

. Menurut Mondy dan Noe (1993:402E414)

, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu evaluator mencatat

mengenai apa saja perilaku/pencapaian terbaik dan terburuk ( :

! " " ) pegawai. Sedangkan ! ! ,

merupakan teknik penilaian kinerja yaitu evaluator menilai kinerja pegawai

dengan menggunakan skala dalam mengukur faktorEfaktor kinerja

( ). Misalnya adalah dalam mengukur tingkat inisiatif

dan tanggung jawab pegawai. Skala yang digunakan adalah 1 sampai 5,

yaitu 1 adalah yang terburuk dan 5 adalah yang terbaik. Jika tingkat inisiatif

dan tanggung jawab pegawai tersebut biasa saja, misalnya, maka ia diberi

nilai 3 atau 4 dan begitu seterusnya untuk menilai faktorEfaktor kinerja

lainnya.

Baik atau buruknya kinerja guru dilihat dari skor total yang

diperoleh data yang telah dinilai oleh kepala sekolah. Semakin tinggi

jumlah skor total penilaian maka kinerja pada guru juga semakin tinggi atau

baik. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah jumlah skor total penilaian

(58)

(4*!# !$!"+ + $

Subjek dalam penelitian ini adalah guru sekolah luar biasa (SLB)

yang merupakan pegawai negeri sipil. Jenis kelamin yang menjadi subjek

penelitian adalah pria dan wanita. Hal ini dikarenakan peneliti ingin melihat

gambaran ! baik pada guru SLB pria maupun wanita agar

mendapatkan gambaran yang lebih luas.

! .-! !$%()2(" $

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ada

2 macam, yaitu:

# " !3! - & $ ).&+

Skala yang digunakan untuk mengukur kecerdasan emosi adalah

terfokus pada empat kluster dan delapan belas kompetensi yang dipaparkan

oleh ( , hal ini dikarenakan ECI ((

) sudah teruji dan banyak digunakan di berbagai

negara. Selain itu, ECI ini memiliki persamaan dengan ke 5 aspek yang

dipaparkan oleh Goleman, yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, kesadaran

sosial, dan pengaturan hubungan.

Skala ini terdiri dari 72 aitem yang terbagi dalam 2 kategori yaitu

59 item " (pernyataan yang mendukung) dan 13 aitem

" (pernyataan yang tidak mendukung). Setiap aitem memiliki

empat kategori pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak

(59)

setiap pilihan jawaban pada aitem " adalah nilai empat untuk

Sangat Sesuai (SS), nilai tiga untuk Sesuai (S), nilai dua untuk Tidak Sesuai

(TS), dan nilai satu untuk Sangat Tidak Sesuai (STS). Sementara itu,

kategori penilaian untuk setiap pilihan jawaban pada item "

adalah nilai satu untuk Sangat Sesuai (SS), nilai dua untuk Sesuai (S), nilai

tiga untuk Tidak Sesuai (TS), dan nilai empat untuk Sangat Tidak Sesuai

(STS). Menurut Hadi (2004), modifikasi skala Likert yang terdiri dari 4

kategori jawaban, dimaksudkan untuk menghilangkan kelemahan yang

dikandung oleh 5 kategori jawaban, karena kategori netral mempunyai arti

ganda atau dapat diartikan belum dapat memutuskan. Tersedianya jawaban

di tengah atau netral juga menimbulkan kecenderungan menjawab ke

tengah ( ) terutama bagi mereka yang raguEragu atas

kecenderungan jawabannya.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sistem uji coba

terpakai atau terpakai. Hasil skala yang disebar akan sekaligus

(60)

!$+" + $ +$! * 2 - ( (

Penilaian kinerja pada guru SLB menggunakan skor total yang

terdapat pada data yang dinilai oleh kepala sekolah dengan format

berdasarkan indikator yang terdapat di dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan

Pekerjaan (DP3).

Skor yang diambil adalah skor komulatif hasil dari penjumlahan

nilai ditiap aspek yang terdapat didalam DP3. Menurut PP nomor 10 tahun

1979 tentang Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) Pegawai

Negeri Sipil, standar yang digunakan untuk mengukur kinerja seorang

pegawai negeri sipil adalah kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab,

ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa dan kepemimpinan. Penilaian

kinerja PNS melalui DP3 dilakukan dengan menggunakan metode penilaian

(61)

pelaksanaan pekerjaan pada DP3 dinyatakan dengan sebutan dan angka

Setelah dilakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan terhadap

seorang PNS, maka hasil penilaian tersebut dimasukkan ke dalam suatu

format yang sudah ditentukan, yaitu dengan menjumlah nilai semua unsur

penilaian tersebut ke dalam tabel.

(62)

!$%(*+ $ $& ()!$ !$!"+ + $

"+-+ &

Validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan

suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu instrument

pengukuran dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat

tersebut memberikan hasil ukur yang sesuai dengan tujuan pengukuran

tersebut (Azwar, 2004). Salah satu bentuk validitas adalah validitas isi.

Validitas isi adalah validitas yang dipandang dari segi isi skala, yaitu sejauh

mana isi dari skala tersebut telah dianggap dapat mengukur halEhal yang

mewakili keseluruhan tentang apa yang hendak diukur (Azwar, 2004).

Validitas ini ditentukan dengan membandingkan isi aitem dengan blue print

yang telah ditentukan melalui pendapat dosen pembimbing selaku

$ ! yang bersifat subjektif dan disebut validitas nonE

empirik Pada penelitian ini, dosen pembimbing melakukan analisis

rasional terhadap aitemEaitem yang telah tersusun. Pengujian validitas ini

bertujuan untuk melihat sejauh mana pernyataan dalam skala telah

mewakili komponen variable yang hendak diukur (Azwar, 2004).

!"+ 4+"+ &

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat

dipercaya. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai

pengukuran yang reliabel (Azwar, 2004). Untuk menghitung koefisien

Gambar

tabel 11 dan 12 berikut :

Referensi

Dokumen terkait

We also found that the myo -inositol and galactinol contents in leaves pre-treated with H2O2 were increased compared with control and DW-treated leaves (Fig.. On the other

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR INTERNAL PERUSAHAAN ...(Listijowati Hadinugroho) 61 umumnya memiliki kewajiban biaya bunga khususnya pada penggunaan hutang jangka panjang. Besar

berdasarkan judul penelitian yang akan dilakukan yaitu “ Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatan Kemampuan Estimasi Dan.. Kemampuan

Tayangan program sinetron di televisi swasta RCTI tidak luput dari.

Analisis kelayakan ekonomi usaha agroindustri gula kelapa di Desa Langkap Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes secara ekonomi layak diusahakan dan menguntungkan dengan hasil

Dari penelahaan tersebut dapat disimpulkan: (1) kebijakan rekapitalisasi telah membantu bank sehingga dapat beroperasi secara normal; (2) fungsi intermediasi perbankan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Pemberian Tunjangan

Hal ini dapat dilihat dari hasil angket yang terdiri dari 2 sub variabel yakni intrinsik dan ekstrinsik dalam belajar dengan persentase untuk motivasi belajar sebesar 82,20%