• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teorema polya dan aplikasinya pada enumerasi graf sederhana - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Teorema polya dan aplikasinya pada enumerasi graf sederhana - USD Repository"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Matematika

Oleh : MUSTAKIM NIM : 023114032

PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

Thesis

Presented as Partial Fulfillment of the Requirements To Obtain the SARJANA SAINS Degree

In Mathematics

by : MUSTAKIM

Student Number : 023114032

MATHEMATICS DEPARTMENT SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

Untuk hidup ..

kita tidak perlu menjadi yang terbaik di antara mereka,

cukup menjadi yang lebih baik dari diri kita yang kemarin ... - arale -

ada rencana-Nya di balik setiap peristiwa dan keadaan,

yang terbaik buat kita ..

meski terlihat buruk di mata kita dan mereka …

- ants -

Dengan penuh sujud syukur kehadirat Allah SWT ... Skripsi ini kupersembahkan untuk : Ayah dan Ibuku tersayang, H. Shodikin dan Hj. Kasturi, Kakak-kakakku, Mas Saefudin dan Mas Amat Taufik Adik-adikku, Saefuroh dan Muchlisin. Seseorang yang telah memberi arti kedewasaan, Sahabat-sahabatku di mana pun engkau ada, Teman-teman seperjuanganku Math ’02, Almamaterku Sanata Dharma.

(6)
(7)

G A dengan merupakan jumlahan bobot warna di R. Persediaan pola menunjukkan banyaknya pewarnaan yang berbeda dengan tipe tertentu, yaitu pewarnaan dari elemen-elemen di A yang menggunakan warna-warna tertentu di R.

(

A R C ,

)

)

k

z

Salah satu aplikasi Teorema Polya adalah untuk menyelesaikan masalah enu-merasi graf, yaitu masalah yang berkaitan dengan penghitungan atau pencacahan banyaknya graf tak isomorfik yang dapat dibentuk oleh n simpul dan m busur. Graf-graf yang tak isomorfik merupakan pewarnaan-pewarnaan yang berbeda di

dengan A adalah himpunan busur.

(

A R

C ,

(8)

cycle index of a permutation group G of a set A, where is the sum of the weights of colors in R. A pattern inventory shows the number of distinct colorings of a certain kind in , that is a coloring of elements in A with certain colors in R.

k

z

(

A R C ,

)

One of the applications of Polya’s Theorem is to solve graph enumeration problem, which is a problem that correspond with counting the number of non-isomorphic graphs that can be constructed by n vertices and m edges. Nonisomor-phic graphs are distinct colorings in C

(

A,R

)

, where A is a set of edges.
(9)
(10)

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya, kasih dan sayang-Nya, serta atas anugerah-Nya berupa kesabaran dan kekuatan kepada penulis sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemui hambatan dan ke-sulitan. Namun, berkat bantuan dan dukungan dari banyak pihak, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu M. V. Any Herawati, S.Si., M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan pikiran, serta dengan sabar membimbing dan mendampingi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Romo Ir. Gregorius Heliarko, S.J., S.S., BST, M.A., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si., selaku Kepala Program Studi Matematika yang telah memberi saran dan masukan.

4. Bapak Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc., selaku dosen pembimbing akademik yang selalu setia memberikan nasehat, saran, dan dukungan untuk penulis. 5. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat berguna

bagi penulis.

6. Mas Tukijo, Ibu Suwarni, Ibu Linda dan segenap staf sekretariat FST yang telah memberikan kemudahan pelayanan administrasi selama penulis kuliah.

(11)

8. Ayah dan Ibuku tercinta, Bapak H. Shodikin & Ibu Hj. Kasturi yang dengan penuh kasih sayang dan kesabaran telah mendidik, memberikan dorongan semangat dan dukungan penuh kepada penulis selama menempuh studi. Terimakasih Ayah .. Terimakasih Ibu ..

9. Kakak-kakakku Mas Asep & Mas Tofiq, Adik-adikku De’ Sae & De’ Shin, yang telah mendukung penulis kuliah di jogja dan senantiasa mendoakan dan memberi semangat.

10. Sahabat-sahabatku, Bani, Markus, Aan, Ijup, Tato, dan Galih (Genk Mawut) yang senantiasa mendampingi penulis dengan keceriaan serta selalu memberikan dukungan dan semangat dalam belajar. Thanks sobat .. Kenanglah selalu tentang kebersamaan kita …

11. Temen-temen angkatan 2002: Lia, Chea, Palma, Pengky, Ika, Vida, Lili, Aning, Desy, Wuri, Lenta, Deby, Felixs, Nunung, Retno, Priska, Dani, Asih, Rita, Sari, dan Deon yang selalu semangat dan kompak dalam melewati kebersamaan selama di Matematika USD.

12. Ridwan thanks untuk saran, doa, dan semangatnya.

13. Kakak angkatan 1998-2001 dan adek-adek angkatan 2003-2007 yang telah memberikan warna kehidupan kepada penulis selama kuliah.

14. Kost Kodok Ijo : Didiet, Topan, Sumin, Bayu, Okhy yang selalu banyak canda dan selalu memberi semangat.

(12)

16. Temen-temen JTC EB 2001, Vina thanks buat dukungannya tentang arti kede-wasaan, Lalita, Lina, Istie, Muthoharoh, Ayun, Patimeh, Nina, Ubed, Zam-roni, Eko dan Bambang yang kompak banget dan selalu berbagi kebersamaan dan dukungan kepada penulis. Keep in Togetherness ..

17. Pak Nardi, Mba’ Ayi’, Mas Sis, Mas Ari, Mba’ Khusnul, Mba’ Rahmi, Taufiq serta segenap staf dan karyawan JTC Cabang Pekalongan, thanks buat suasana kebersamaan dan kekeluargaannya.

18. Dwie’, Visca dan Isna yang selalu mendoakan dan memberikan semangat. 19. Bapak & Ibu RT, Bapak & Ibu Bayan, Mas Sigit, Mas Denny serta segenap

warga Tegal Gaswangi yang telah membuka hati, memberikan tempat dan membimbing selama pelaksanaan KKN di Tegal.

20. Temen-temen KKN 32:23, Si Boss Richard, Cisil, Duo Ms. Big Anink & Ulin, There, Dian, Wulan, Ci’ Lanny, Ronald yang kompak dan selalu sema-ngat dalam bekerja selama KKN.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini yang tidak disebutkan disini.

Yogyakarta, Februari 2008

Penulis

(13)

HALAMAN JUDUL DALAM BAHASA INGGRIS ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 2

C. Pembatasan Masalah ... 2

D. Tujuan Penulisan ... 3

E. Metode Penulisan ... 3

F. Manfaat Penulisan ... 3

G. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II. GRUP PERMUTASI DAN TEORI GRAF ... 6

A. Relasi Ekivalensi dan Kelas Ekivalensi ... 6

(14)

D. Grup Permutasi ... 25

E. Indeks Untai Grup Permutasi ... 38

F. Teorema Burnside ... 41

G. Teori Graf ... 50

BAB III. TEOREMA POLYA ... 59

A. Pewarnaan ... 59

B. Persediaan Pola ... 75

C. Teorema Polya ... 81

BAB IV. APLIKASI TEOREMA POLYA PADA ENUMERASI GRAF SEDERHANA... 96

1. Enumerasi graf sederhana dengan tiga simpul ... 104

2. Enumerasi graf sederhana dengan empat simpul ... 110

BAB V. PENUTUP ... 126

A. Kesimpulan ... 126

B. Saran... 128

DAFTAR PUSTAKA ... 129

(15)

A. Latar Belakang Masalah

Suatu kumpulan obyek-obyek dapat dikaitkan dengan suatu himpunan warna, yaitu berupa pewarnaan obyek-obyek tersebut. Di dalam suatu graf, pewarnaan merupakan pemetaan dari setiap simpul atau busur di dalam graf tersebut ke suatu himpunan warna.

Andaikan diberikan suatu array 2x2 sebagai berikut

Pewarnaan dari array tersebut berkaitan dengan penempatan suatu warna ke dalam empat kotak dari array 2x2. Misal, warna yang digunakan adalah hitam dan putih. Oleh karena itu, ada dua kemungkinan bahwa suatu kotak di dalam array tersebut ditempati oleh warna hitam atau warna putih. Karena terdapat dua warna dan em-pat kotak di dalam array tersebut, sehingga banyaknya pewarnaan yang mungkin adalah 24 =16.

(16)

banyaknya pewarnaan yang berbeda tanpa mendaftar semua pewarnaan dan tanpa mencari kelas-kelas ekivalensi dari himpunan pewarnaan tersebut.

Di dalam masalah enumerasi graf sederhana, penggunaan Teorema Polya ber-hubungan dengan perhitungan banyaknya graf sederhana yang memuat n simpul dan m busur serta tak isomorfik antara satu graf dengan yang lainnya. Graf-graf yang tak isomorfik merupakan pewarnaan-pewarnaan yang berbeda.

B. Perumusan Masalah

Pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas di dalam skripsi ini dapat diru-muskan sebagai berikut :

1. Hal-hal apa saja yang melandasi Teorema Polya ? 2. Apa isi Teorema Polya dan bagaimana pembuktiannya ?

3. Bagaimana menggunakan Teorema Polya di dalam menyelesaikan ma-salah enumerasi graf sederhana tak berlabel dengan tiga simpul dan empat simpul ?

C. Pembatasan Masalah

(17)

D. Tujuan Penulisan

Selain untuk melatih kemampuan akademik di dalam bidang berkarya ilmiah, penyusunan skripsi ini juga bertujuan untuk memperdalam pemahaman mengenai Teorema Polya serta aplikasinya di dalam menyelesaikan masalah enumerasi graf sederhana tak berlabel.

E. Metode Penulisan

Penyusunan skripsi ini menggunakan metode studi pustaka, yaitu dengan mempelajari materi yang terdapat di dalam buku-buku dan jurnal yang berkaitan dengan Teorema Polya dan aplikasinya di dalam masalah enumerasi graf seder-hana tak berlabel. Sehingga hasil dari penulisan ini tidak ditemukan hal-hal yang baru.

F. Manfaat Penulisan

(18)

G. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II GRUP PERMUTASI DAN TEORI GRAF

Bab ini menjelaskan mengenai grup permutasi dan konsep-konsep dasar dari teori graf. Pada bagian awal akan dijelaskan mengenai relasi ekivalensi dan kelas ekivalensi. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai permutasi, grup permutasi, indeks untai grup permutasi dan Teorema Burnside. Bab ini diakhiri dengan pembahasan mengenai teori graf.

BAB III TEOREMA POLYA

Bab ini menjelaskan mengenai pewarnaan, persediaan pola serta Teorema Polya dan pembuktiannya.

BAB IV APLIKASI TEOREMA POLYA PADA ENUMERASI GRAF SEDERHANA

(19)

BAB V PENUTUP

(20)

Di dalam bab ini akan dibahas mengenai grup permutasi dan teori graf. Penu-lis akan mengawali pembahasan dengan pengertian tentang relasi ekivalensi dan kelas ekivalensi, serta fungsi dan permutasi. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai grup permutasi serta Teorema Burnside, dan diakhiri de-ngan konsep-konsep dasar tentang teori graf.

A. Relasi Ekivalensi dan Kelas Ekivalensi

Partisi dari suatu himpunan merupakan pemecahan himpunan menjadi

him-punan-himpunan bagian, sehingga setiap elemen dari himpunan tersebut hanya berada di satu himpunan bagian saja. Himpunan bagian ini disebut sel atau kelas. Dua himpunan yang tidak memiliki elemen yang sama disebut saling terpisah, sehingga sel-sel suatu himpunan adalah saling terpisah.

Definisi 2.1.1

Suatu relasi ∼ pada himpunan A disebut relasi ekivalensi jika, untuk setiap

, ∼ memenuhi tiga sifat berikut : A

c b a, , ∈

1. aa (memantul).

2. Jika ab maka ba (setangkup).

(21)

Definisi 2.1.2

Diberikan ∼ suatu relasi ekivalensi pada A. Untuk setiap aA, kelas ekivalensi

dari a merupakan suatu himpunan

[ ]

a =

{

xA:xa

}

.

Suatu relasi ekivalensi membagi elemen-elemen di dalam suatu himpunan ke dalam kelas-kelas yang saling terpisah.

Teorema 2.1.1

Jika ∼ adalah suatu relasi ekivalensi pada A, maka A=U

[ ]

a , untuk setiap ,

dan jika

A a

[ ] [ ]

ab , maka

[ ] [ ]

a I b =∅, untuk setiap a,bA. Oleh karena itu, relasi

∼ membagi A menjadi kelas-kelas ekivalensi yang saling terpisah.

Bukti :

Karena a

[ ]

a sehingga berlaku U

[ ]

a =A, untuk setiap aA.

Akan dibuktikan, jika

[ ] [ ]

ab , maka

[ ] [ ]

a I b =∅.

Andaikan

[ ]

a I

[ ]

b ≠∅, misal c

[ ] [ ]

a I b , sehingga berlaku c

[ ]

a dan c

[ ]

b .

Menurut Definisi 2.1.2, jika c

[ ]

a dan c

[ ]

b , maka c a∼ dan cb.

Menurut Definisi 2.1.1, jika c∼ maka ∼c dan karena ∼ , maka ∼b,

se-hingga .

a a c b a

[ ]

b a

Misal x

[ ]

a , maka berlaku xa.

Karena ab, sehingga xb diperoleh x

[ ]

b . Jadi, jika x

[ ]

a maka x

[ ]

b ,
(22)

Menurut Definisi 2.1.1, jika c∼ maka ∼c dan karena ∼ , maka ∼ ,

se-hingga .

b b c a b a

[ ]

a b

Misal x

[ ]

b , maka berlaku xb.

Karena ba, sehingga xa diperoleh x

[ ]

a . Jadi, jika x

[ ]

b maka x

[ ]

a ,

sehingga

[ ]

b

[ ]

a .

Karena

[ ] [ ]

ab dan

[ ]

b

[ ]

a maka

[ ] [ ]

a = b .

Sehingga berlaku bahwa jika

[ ] [ ]

a I b ≠∅, maka

[ ] [ ]

a = b .

Terbukti bahwa kelas-kelas ekivalensi pada suatu himpunan A saling terpisah,

yaitu jika

[ ] [ ]

ab , maka

[ ] [ ]

a I b =∅, untuk setiap a,bA.

Contoh 2.1.1

Andaikan diberikan himpunan warna R=

{

hitam,putih

}

dan suatu array 2x2 yang

dapat digambarkan berikut,

(23)

C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9

C10 C11 C12 C13 C14 C15 C16

Andaikan A himpunan semua pewarnaan array tersebut. Pewarnaan a dan b

dika-takan sama, dan ditulis a∼ , jika b dapat diperoleh dengan memutar a sejauh ,

, , atau , terhadap titik pusatnya dan berlawanan arah jarum jam.

Di-asumsikan bahwa memutar a sejauh

b 0o

o

90 180o 270o

(

)

o

x

+

360 sama dengan memutar a sejauh

. Untuk setiap , relasi ∼ memenuhi sifat-sifat berikut :

o

x a, ,b cA

1. Memantul, karena a dapat diperoleh dengan memutar a sejauh . Misal,

dapat diperoleh dengan memutar sejauh

o

0

2

C C2

o

0 .

2. Setangkup, karena jika b dapat diperoleh dengan memutar a sejauh ,

maka a dapat diperoleh dengan memutar b sejauh

o

x

(

)

o

x

360 . Misal,

dapat diperoleh dengan memutar sejauh , maka dapat diperoleh

dengan memutar sejauh

3 C

2

C 90o C2

3

C

(

360−90

)

o =270o.

3. Menghantar, karena jika b dapat diperoleh dengan memutar a sejauh

dan c dapat diperoleh dengan memutar b sejauh , maka c dapat

diperoleh dengan memutar a sejauh

o

x

o

y

(

)

o

y

x+ . Misal, jika dapat

diperoleh dengan memutar sejauh dan dapat diperoleh dengan 3

C

2

(24)

memutar sejauh , maka dapat diperoleh dengan memutar

sejauh

(

)

. 3

C 90o C4 C2

o o

180 90

90+ =

Jadi, relasi ∼ merupakan suatu relasi ekivalensi.

Relasi ekivalensi ∼ membagi himpunan A menjadi kelas-kelas ekivalensi yang

saling terpisah. Pewarnaan , , dan terdapat di dalam satu kelas

ekivalensi

2

C C3 C4 C5

[ ] [ ] [ ] [ ]

C2 = C3 = C4 = C5 , pewarnaan , , dan terdapat di

dalam satu kelas ekivalensi

6

C C7 C8 C9

[ ] [ ] [ ] [ ]

C6 = C7 = C8 = C9 , pewarnaan , , dan

terdapat di dalam satu kelas ekivalensi

10

C C11 C12

13

C

[ ] [ ] [ ] [ ]

C10 = C11 = C12 = C13 , pewarnaan

dan terdapat di dalam satu kelas ekivalensi 14

C C15

[ ] [ ]

C14 = C15 , pewarnaan

terdapat di dalam satu kelas ekivalensi

1

C

[ ]

C1 dan pewarnaan terdapat di dalam

satu kelas ekivalensi

[

. Jadi, terdapat 6 kelas ekivalensi yang disebabkan oleh

relasi ekivalensi ∼ pada A.

16 C

]

16 C

B. Fungsi atau Pemetaan

Elemen-elemen di dalam dua himpunan tak kosong dapat dikaitkan satu sama lain dengan pemetaan. Pemetaan tersebut mengaitkan setiap elemen himpunan pertama dengan tepat satu elemen dari himpunan kedua.

Definisi 2.2.1

Suatu fungsi atau pemetaan φdari himpunan A ke himpunan B adalah suatu aturan

tertentu yang memasangkan setiap elemen aA dengan elemen tunggal , dikatakan

B b

(25)

( )

a =b

φ .

Elemen b merupakan bayangan a terhadap φ. Kenyataan bahwa φ memetakan A

ke B dinotasikan dengan

B A→ :

φ .

Himpunan A disebut daerah definisi φ dan himpunan B disebut daerah bayangan

φ.

Contoh 2.2.1

Andaikan A=

{

a1,a2,a3

}

dan B=

{

b1,b2

}

. Suatu fungsi φ:AB didefinisikan

oleh φ

( )

a1 =b1, φ

( )

a2 =b2 dan φ

( )

a3 =b1. Jadi, fungsi φ ini memasangkan setiap

elemen di dalam himpunan A dengan tepat satu elemen di dalam himpunan B.

Berdasarkan sifatnya, fungsi dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu fungsi onto (surjektif), fungsi satu - satu (injektif) dan fungsi korespondensi satu-satu

(bijektif).

Definisi 2.2.2

Fungsi φ:AB adalah onto atau surjektif, jika setiap elemen di B adalah

ba-yangan dari paling sedikit satu elemen di A. Secara simbolik, φ:AB adalah

onto jika untuk setiap bB maka paling sedikit ada satu aA sehingga

( )

a =b
(26)

Contoh 2.2.2

Suatu fungsi φ1 didefinisikan sebagai berikut

4

3 3

2 2

1 1

a

b a

b a

b a

A B

1

φ

Fungsi φ1:AB di atas bersifat onto, karena untuk setiap elemen b di B maka

ada a di A sehingga b1

( )

a , yaitu b11

( )

a11

( )

a4 , b21

( )

a2 dan

( )

3

1

3 a

b =φ .

Definisi 2.2.3

Suatu fungsi φ:AB dikatakan satu-satu (ditulis 1-1) atau injektif jika

( ) ( )

a1 φ a2

φ = maka a1 =a2, atau ekivalen dengan mengatakan jika a1a2 maka

( ) ( )

a1 φ a2

φ ≠ .

Contoh 2.2.3

Suatu fungsi φ2 didefinisikan sebagai berikut

A B

5 4 4

3 3

2 2

1 1

b b a

b a

b a

b a

(27)

Fungsi φ2:AB di atas bersifat 1-1, karena tidak ada dua atau lebih elemen di

A yang mempunyai bayangan sama, yaitu φ2

( )

a1 ≠φ2

( )

a2 ≠φ2

( )

a3 ≠φ2

(

a4

)

.

Definisi 2.2.4

Fungsi φ:AB dikatakan korespondensi 1-1 atau bijektif jika φ adalah 1-1 dan

onto.

Contoh 2.2.4

Suatu fungsi φ3 didefinisikan sebagai berikut

3 φ

A B

4 4

3 3

2 2

1 1

b a

b a

b a

b a

Fungsi φ3:AB di atas bersifat onto, karena untuk setiap elemen b di B, ada a

di A sehingga φ3

( )

a =b, yaitu φ3

( )

a1 =b1, φ3

( )

a2 =b2, φ3

( )

a3 =b3 dan

( )

4 4

3 a =b

φ . Fungsi φ3 juga bersifat 1-1, karena tidak ada dua atau lebih elemen di

A yang mempunyai bayangan sama, yaitu φ3

( )

a1 ≠φ3

( )

a2 ≠φ3

( )

a3 ≠φ3

(

a4

)

.

Suatu fungsi φ1:AB dan φ2:BC dapat dituliskan sebagai komposisi

dua fungsi yaitu φ21:AC. Komposisi tersebut berarti bahwa fungsi φ1

(28)

ke C. Dengan ketentuan bahwa daerah bayangan φ1 sama dengan daerah definisi

2 φ .

Definisi 2.2.5

Jika φ1:AB dan φ2 :BC, maka komposisi φ2 dengan φ1 dituliskan φ21,

yaitu fungsi φ21:AC, didefinisikan oleh

(

φ21

)( )

a2

(

φ1

( )

a

)

,

untuk setiap aA.

Contoh 2.2.5

Misal, diketahui fungsi φ1dan φ2 sebagai berikut,

A B

4 4

3 3

2 2

1 1

b a

b a

b a

b a

1

φ

4 4

3 3

2 2

1 1

c b

c b

c b

c b

B C

2

φ

sehingga diperoleh komposisi fungsi φ2 dengan φ1 sebagai berikut,

4 4

3 3

2 2

1 1

c a

c a

c a

c a

A C

1

2

φ

(29)

Teorema 2.2.1

Jika φ1:AB, φ2:BC dan φ3:CD, maka komposisi dari tiga fungsi

tersebut memenuhi sifat asosiatif, yaitu

(

2 1

) (

3 2

)

1

3 φ φ φ φ φ

φ o o = o o .

Bukti :

Misal aA. Berlaku

(

)

(

φ3o φ2oφ1

)( )

a =φ3

(

(

φ2oφ1

)( )

a

)

=φ3

(

φ2

(

φ1

( )

a

)

)

(

φ32

) ( )

(

φ1 a

) (

=

(

φ32

)

1

)

( )

a

= ,

sehingga

(

)

(

φ3o φ21

)( ) (

a =

(

φ32

)

1

)( )

a

untuk setiap aA. Jadi, menurut Definisi 2.2.5 diperoleh bahwa

(

2 1

) (

3 2

)

1

3 φ φ φ φ φ

φ o o = o o .

C. Permutasi

Di dalam subbab ini akan dibahas mengenai konsep-konsep yang berkaitan dengan permutasi.

Definisi 2.3.1

Permutasi dari suatu himpunan A adalah fungsi dari A ke A yang bersifat 1-1 dan

(30)

Andaikan A suatu himpunan berhingga, permutasi π dari A merupakan fungsi yang bersifat 1-1 dan onto. Sebagai penyederhanaan, penulis menggunakan bi-langan bulat positif untuk menyatakan elemen-elemen di A. Misal, jika

dan

n , , 3 , 2 ,

1 K

{

1,2,3,4

}

=

A π

( )

1 =2, π

( )

2 =3, π

( )

3 =4, π

( )

4 =1 maka permutasi π dapat

dinyatakan sebagai

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

1 4 3 2

4 3 2 1

π .

Secara umum, permutasi π dari himpunan A dapat dinyatakan sebagai

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

n

a a

a a

n

K K

3 2 1

3 2 1

π ,

dimana permutasi π memetakan 1 ke , 2 ke , 3 ke dan seterusnya hingga

elemen ke n dipasangkan ke . Bilangan bulat positif menyatakan

urutan elemen-elemen di A dan

1

a a2 a3

n

a 1,2,3,K,n

A a a a

a1, 2, 3,K, n∈ .

Contoh 2.3.1

Misal, suatu permutasi π1 didefinisikan sebagai berikut

4 4

3 3

2 2

1 1

A A

1

π

Permutasi π1 memetakan 1 ke 3, 2 ke 1, 3 ke 4 dan 4 ke 2, sehingga π1 dapat

(31)

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

2 4 1 3

4 3 2 1 1

π .

Andaikan π1 dan π2 adalah permutasi dari himpunan A. Suatu komposisi

per-mutasi (penggandaan / hasilkali perper-mutasi) π1 dengan π2, yaitu π12 atau

2 1π

π , merupakan suatu permutasi yang memetakan setiap elemen di A ke A

de-ngan permutasi π2 terlebih dulu, kemudian memetakan hasilnya ke elemen di A

menggunakan permutasi π1.

Contoh 2.3.2

Jika ⎟⎟ dan , maka .

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

3 1 2 4

4 3 2 1 1

π ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

3 4 1 2

4 3 2 1 2

π ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

1 3 4 2

4 3 2 1 2 1 π π o

Di dalam contoh tersebut dapat dilihat bahwa 2 dipasangkan ke 1 oleh π2, dan 1

dipasangkan ke 4 oleh π1, jadi komposisi π12 memetakan 2 ke 4. Hal ini dapat

dituliskan sebagai

(

π12

)( )

2 =π1

(

π2

( )

2

)

1

( )

1 =4.

Definisi 2.3.2

Permutasi identitas merupakan permutasi i dari suatu himpunan A yang

memeta-kan setiap elemen aA ke dirinya sendiri yaitu

( )

a a

i = untuk setiap aA.

Permutasi identitas dari

{

1,2,3,K,n

}

dinyatakan dengan

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

n n i

K K

3 2 1

3 2 1

(32)

Definisi 2.3.3

Untuk suatu permutasi π dari himpunan A, invers permutasi π, yaitu ,

meru-pakan permutasi yang membalik arah fungsi

1

π

π, yaitu jika π

( )

a' =a maka

, untuk setiap

( )

'

1 a a =

π a,a' ∈A. Ketunggalan elemen π−1

( )

a

, ,

meru-pakan konsekuensi dari kenyataan bahwa

A a

π adalah suatu fungsi 1-1 dan onto.

Invers dari suatu permutasi π diperoleh dengan membalik arah fungsi π, yaitu menukarkan baris pertama dengan baris kedua, kemudian kolom-kolom ba-ris pertama dari hasil pertukaran tersebut diurutkan kembali sehingga diperoleh urutan yang sesuai dengan bilangan bulat 1,2,3,K,n.

Contoh 2.3.3

Misal, suatu permutasi π1 didefinisikan oleh

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

4 2 1 3 6 5

6 5 4 3 2 1 1

π .

Invers dari π1, yaitu , diperoleh dengan menukarkan baris pertama dengan

baris kedua, yaitu

1 1

π

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛

6 5 4 3 2 1

4 2 1 3 6 5

,

kemudian kolom-kolom baris pertama dari hasil tersebut diurutkan kembali sesuai dengan urutan bilangan bulat 1,2,3,K,n, sehingga diperoleh

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

2 1 6 3 5 4

6 5 4 3 2 1 1 1

(33)

Komposisi dari suatu permutasi π dengan dirinya sendiri dituliskan sebagai

notasi perpangkatan dari π, yaitu . Jika , maka didefinisikan secara rekursif sebagai berikut,

k

π Ζ+

k πk

π1 =π π π π2 = 1o

π π π3 = 2o

M

πk+1=πk oπ .

Jika k =0, maka πk didefinisikan sebagai

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ = =

n n i

L L

3 2 1

3 2 1 0

π .

Jika k∈Ζ−, yaitu k =−m, untuk suatu m∈Ζ+, maka πk didefinisikan sebagai

( )

m

m k =π− = π−1

π .

Misal, komposisi dari 2 permutasi π1 dan 3 permutasi π2, berturut-turut dapat

dinyatakan sebagai π12 dan π23.

Setiap permutasi π dari himpunan A menentukan suatu partisi dari A menjadi kelas-kelas dengan sifat bahwa a,bA berada di dalam kelas yang sama jika dan

hanya jika b=πk

( )

a , untuk suatu Ζ

k . Pernyataan ini dapat dinyatakan sebagai

abbk

( )

a

, a,bA, untuk suatu k∈Ζ.

Relasi ∼ merupakan suatu relasi ekivalensi, karena memenuhi sifat : 1. Memantul

Karena a=i

( )

a =π0

( )

a , ∈Ζ
(34)

2. Setangkup

Karena jika a b∼ maka bk

( )

a , k∈Ζ, akibatnya a=π−k

( )

b dan −k∈Ζ,

sehingga ba.

3. Menghantar

Karena jika ab dan bc, maka bk

( )

a dan , untuk suatu

, diperoleh

( )

b cj

Ζ ∈

k j,

( )

b

(

( )

a

)

( )

a

cjj πkj+k dan j+k∈Ζ,

sehingga ac.

Definisi 2.3.4

Andaikan π suatu permutasi dari himpunan A. Kelas-kelas ekivalensi yang diten-tukan oleh relasi ekivalensi

abb=πk

( )

a

, ,a,bA k∈Ζ,

di sebut orbit-orbit dari π.

Contoh 2.3.4

Suatu permutasi π dari himpunan A=

{

1,2,3,4,5,6,7,8

}

didefinisikan oleh

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

2 5 1 4 7 6 8 3

8 7 6 5 4 3 2 1

π .

Orbit-orbit dari permutasi tersebut diperoleh dengan mengerjakan , untuk setiap . Pertama, diambil suatu elemen di A, misal 1, maka

k

π

Ζ ∈

k

( )

1 1

0 =

(35)

atau dapat dituliskan sebagai

L

⎯→ ⎯ ⎯→ ⎯ ⎯→ ⎯ ⎯→ ⎯ ⎯→ ⎯ ⎯→ ⎯ ⎯→ ⎯ ⎯→

⎯π 3 π 6 π 1 π 3 π 6 π 1 π 3 π

1 .

Permutasi , yaitu invers dari , hanya akan membalik arah permutasi,

se-hingga orbit dari

k

π πk

π yang memuat 1 adalah

{ }

1,3,6 . Kemudian, dipilih suatu

ele-men di A yang tidak terdapat di dalam

{ }

1,3,6 , misal 2 , dengan cara yang sama

diperoleh bahwa orbit yang memuat 2 adalah

{ }

2,8 . Selanjutnya, dipilih lagi

ele-men di A yang tidak terdapat di dalam

{ }

1,3,6 dan

{ }

2,8 , misal , dengan cara

yang sama pula diperoleh

{

. Karena ketiga orbit tersebut telah memuat

se-mua elemen di A, sehingga orbit-orbit dari

4

}

5 , 7 , 4

π adalah

{ }

1,3,6 ,

{ }

2,8 dan

{

4,7,5

}

.

Definisi 2.3.5

Suatu permutasi π adalah untai jika mempunyai paling banyak satu orbit yang memuat lebih dari satu elemen.

Panjang untai adalah banyaknya elemen di dalam orbit terbesar.

Definisi 2.3.6

Andaikan adalah r elemen berbeda dari suatu himpunan A, suatu

untai

r

a a a

a1, 2, 3.,K,

π dari A yang didefinisikan oleh

( )

a1 =a2,π

( )

a2 =a3,π

( )

a3 =a4, ,π

( )

ar−1 =ar

( )

ar =a1

π K

dan π

( )

x =x jika x

{

a1,a2,a3,K,ar

}

, π disebut untai dengan panjang r atau

r-untai. Notasi r-untai π dinyatakan dengan

(

a1a2a3Kar

)

=

(36)

Contoh 2.3.5

Di dalam Contoh 2.3.4 diketahui bahwa permutasi π mempunyai orbit

{ }

,

dan

{

. Orbit-orbit ini dapat direpresentasikan sebagai

lingkaran-ling-karan berikut,

6 , 3 , 1

{ }

2,8 4,7,5

}

. 2

8

4

7 5

1

3 6

Setiap lingkaran dapat juga mewakili satu permutasi dari himpunan A. Misal, lingkaran paling kiri mewakili suatu permutasi

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

8 7 1 5 4 6 2 3

8 7 6 5 4 3 2 1 1

π .

Orbit-orbit dari π1 adalah

{ }

1,3,6 ,

{ }

2 ,

{ }

4 ,

{ }

5 ,

{ }

7 dan

{ }

8 . Permutasi π1

meru-pakan untai, karena hanya mempunyai satu orbit yang memuat lebih dari satu elemen yaitu

{ }

1,3,6 . Panjang untai π1 adalah 3. Permutasi tersebut dapat

ditulis-kan dalam bentuk notasi untai sebagai berikut,

(

1 3 6

)

1 =

π ,

yang menyatakan bahwa π1

( )

1 =3, π1

( )

2 =2, π1

( )

3 =6, π1

( )

4 =4, π1

( )

5 =5,

( )

6 1

1 =

π , π1

( )

7 =7, dan π1

( )

8 =8.
(37)

se-hingga tidak ada suatu elemen a di A yang muncul di kedua untai yang berbeda tersebut.

Teorema 2.3.1

Setiap permutasi π dari suatu himpunan berhingga merupakan hasilkali dari un-tai-untai yang saling terpisah.

Bukti :

Diberikan suatu himpunan berhingga N =

{

1,2,K,n

}

.

Misal π adalah suatu permutasi dari N. Untuk setiap kN, didefinisikan

( )

{

∈Ν

}

= k s

Nk πs : .

k

N merupakan orbit dari π. Jika π suatu permutasi identitas, yaitu π =i, maka

berlaku untuk setiap k, Nk hanya memuat satu elemen.

Andaikan N1,N2,K,Nr adalah orbit-orbit dari π yang memuat lebih dari satu

elemen dan saling terpisah, maka berlaku Np INq =∅ untuk pq.

Misal, banyaknya elemen di Nk adalah nk, didefinisikan suatu untai

( ) ( )

( )

(

k k k nk k

)

k

1

2 −

= π π π

π L .

Untai πk merupakan Nk yang dituliskan dalam bentuk untai, sehingga

r

π π

π1, 2,K, merupakan untai-untai yang saling terpisah, karena himpunan

saling terpisah.

r

N N N1, 2,K,

Akan dibuktikan π =π1π2r.

(38)

Jika , maka x ada di dalam N yang hanya memuat satu

ele-men, yaitu x. Oleh karena itu, menurut Definisi 2.3.6, elemen x dipetakan oleh

untai-untai

r

N N

N

x1U 2ULU

r

π π

π1, 2,K, ke dirinya sendiri, sehingga

( ) (

x = π π πr

)( )

x =x

π 1 2L .

Jika , karena saling terpisah, sehingga x

ter-muat di dalam satu dan hanya satu , diperoleh

r

N N

N

x1U 2 ULU N1,N2,K,Nr

k

N

( )

k

xs , untuk suatu s∈Ν.

Elemen πs

( )

k merupakan suatu elemen yang dipetakan oleh πk dan

( )

k s+1 π

adalah bayangan πs

( )

k terhadap πk, sehingga

( )

(

( )

)

( )

k

s s

k k k N

x =π π =π +1 ∈

π .

Dengan demikian,

( )

x πk

( ) (

x π πk πr

)( )

x

π = = 1L L .

Jadi, untuk setiap xN berlaku

( ) (

x π π πr

)( )

x

π = 1 2L

atau

r

π π π

π = 1 2L .

Terbukti, bahwa setiap permutasi π dari suatu himpunan berhingga merupakan hasilkali dari untai-untai yang saling terpisah.

(39)

Hasilkali dari untai-untai yang saling terpisah ini disebut faktorisasi untai dari

π. Banyaknya untai yang menyusun faktorisasi tersebut dinotasikan dengan

( )

π

cyc . Faktorisasi ini bersifat tunggal dengan urutan untai adalah sembarang.

Contoh 2.3.6

Permutasi π dari Contoh 2.3.4 dapat dituliskan dalam bentuk hasilkali untai yang saling terpisah, yaitu

(

1 3 6

)(

2 8

)(

4 7 5

)

=

π .

D. Grup Permutasi

Pada subbab ini akan dibahas mengenai grup yang terdiri dari permutasi-per-mutasi. Pembahasan diawali dengan definisi grup dan grup berhingga.

Definisi 2.4.1

Himpunan G≠Ø dengan operasi ∗ yang didefinisikan padanya disebut grup

, bila memenuhi empat sifat berikut :

(

G,∗

)

1. ∀x,yG, xyG (sifat tertutup terhadap operasi ∗)

2. ∃eG, xe=ex=x, ∀xG (ada elemen identitas e)

3. ∀xG, ∃x−1∈G, xx−1 =x−1∗x=e (ada elemen invers)

4. ∀x,y,zG, x

(

yz

) (

= xy

)

z (sifat asosiatif)

Himpunan bagian H dari G disebut grup bagian

( )

G,∗ jika

( )

H,∗ adalah juga
(40)

Contoh 2.4.1

Diberikan Ζ adalah himpunan semua bilangan bulat dan ∗ merupakan operasi penjumlahan biasa, +, di . Menurut sifat dasar bilangan bulat, maka tertutup terhadap dan ∗ bersifat asosiatif. Ada

Ζ Ζ

e=0∈Ζ sedemikian hingga untuk

sem-barang a∈Ζ berlaku a=ae=a+e, sehingga e=0 merupakan elemen identi-tas terhadap penjumlahan. Misal jika a∈Ζ maka −a∈Ζ

− = −

+ a a

a

, memenuhi

. Jadi

( ) ( )

+a=0 Ζ memenuhi empat sifat di dalam Definisi 2.4.1,

se-hingga Ζ merupakan sebuah grup.

Definisi 2.4.2

Grup G dikatakan suatu grup berhingga jika mempunyai banyak elemen yang berhingga. Banyaknya elemen di G dinamakan order dari G, dinotasikan dengan

G .

Sekumpulan permutasi dari himpunan tak kosong membentuk grup terhadap operasi komposisi permutasi jika memenuhi empat sifat di dalam Definisi 2.4.1.

Teorema 2.4.1

Jika A adalah suatu himpunan tak kosong dan adalah himpunan semua

permu-tasi dari A, maka merupakan suatu grup terhadap komposisi permutasi.

A

S

A

S

Bukti :

Akan dibuktikan bahwa memenuhi empat sifat di dalam Definisi 2.4.1,

yaitu

(41)

1. Tertutup terhadap komposisi permutasi

Andaikan π1 dan π2 adalah permutasi dari A. Misal .

Kom-posisi permutasi

A a a1, 2

2 1 π

π o bersifat 1-1, jika dipenuhi

(

π1oπ2

)( ) (

a1 = π1oπ2

)( )

a2 ⇒ a1 =a2.

Dengan kontradiksi, akan dibuktikan bahwa π12 bersifat 1-1, yaitu

de-ngan mede-ngandaikan ingkaran dari pernyataan tersebut bernilai benar, yaitu

(

π1oπ2

)( ) (

a1 = π1oπ2

)( )

a2 dan a1 ≠a2.

Karena

(

π1oπ2

)( ) (

a1 = π1oπ2

)( )

a2 ,

sehingga diperoleh

( )

(

2 1

)

1

(

2

( )

2

)

1 π a π π a

π = .

Karena π1 bersifat 1-1, berlaku π2

( )

a12

( )

a2 , dan karena π2 bersifat

1-1 juga maka berlaku a1 =a2. Hal ini kontradiksi dengan kenyataan bahwa

. Ingkaran dari pernyataan bernilai salah, sehingga pernyataannya

bernilai benar. Terbukti, bahwa 2

1 a

a

(

π1oπ2

)( ) (

a1 = π1oπ2

)( )

a2 ⇒ a1 =a2.

Oleh karena itu, π12 bersifat 1-1.

Akan dibuktikan bahwa π12 bersifat onto, yaitu untuk setiap ,

pa-ling sedikit ada satu

A b

A

a∈ sehingga

(

π12

)( )

a =b.

Andaikan aA.

1

(42)

2

π bersifat onto, ∀a'∈A, ∃a"∈A sehingga π2

( )

a" =a'.

Oleh karena itu,

(

π12

)( )

a" =π1

(

π2

( )

a"

)

1

( )

a' =a,

sehingga π12 bersifat onto.

Jadi, karena π12 bersifat 1-1 dan onto, maka menurut Definisi 2.3.1,

2 1 π

π o merupakan suatu permutasi dari A.

Terbukti, bahwa π12SA.

2. Mempunyai elemen identitas

Permutasi i, dimana i

( )

a =a, ∀aA, merupakan elemen identitas di SA.

Misal, π∈SAdan i permutasi identitas di SA.

Akan dibuktikan

π π πoi=io = .

Akan ditunjukkan

(

πoi

)( ) (

a = i

)( ) ( )

aa , ∀aA.

Dari Definisi 2.3.2, berlaku i

( )

a =a untuk setiap aA, diperoleh

(

πoi

)( )

a

( ) ( )

i

( )

aa =i

(

π

( )

a

) (

= i

)( )

a

sehingga

(

πoi

)( ) (

a = i

)( ) ( )

aa ,

akibatnya

π π πoi=io = .

Terbukti, bahwa terdapat elemen identitas iSA, sehingga π

(43)

3. Mempunyai elemen invers

Untuk setiap π∈SA, terdapat elemen invers , yaitu permutasi

yang membalik arah fungsi

A

S

−1 π

π, dimana untuk setiap a,a' ∈A, jika

( )

a' =a

π maka π−1

( )

a =a'.

Misal a,a' ∈A.

Menurut Definisi 2.3.2 berlaku i

( )

a =a, dan jika π

( )

a' =a maka

( )

'

1 a a =

π , akibatnya

( )

a a

( )

a

(

( )

a

) (

)

( )

a

i 1 1

' = − = −

=

= π π π πoπ

dan

( )

a' a' 1

( )

a 1

(

( )

a'

)

(

1

)

( )

a' i = =π− =π− π = π− oπ .

Jadi, πoπ−1 dan π−1oπ merupakan permutasi identitas dari himpunan A, sehingga berlaku

i

= = −

π π

π

π o 1 1o

.

Terbukti, bahwa untuk setiap π∈SA, terdapat elemen invers ,

se-hingga

A

S

−1 π

i

= = −

π π

π

π o 1 1o

. 4. Asosiatif

Andaikan π123SA. Akan dibuktikan

(

2 3

) (

1 2

)

3

1 π π π π π

π o o = o o .

Akan ditunjukkan, untuk setiap aA,

(

)

(44)

Misal, aA. Berlaku

(

)

(

π1o π23

)( )

a1

(

(

π23

)( )

a

)

1

(

π2

(

π3

( )

a

)

)

(

π1oπ2

) ( )

(

π3 a

) (

=

(

π1oπ2

)

oπ3

)( )

a

= ,

sehingga diperoleh

(

)

(

π1o π2oπ3

)( ) (

a =

(

π1oπ2

)

oπ3

)( )

a ,

untuk setiap aA.

Jadi, menurut Definisi 2.2.5 diperoleh bahwa

(

2 3

) (

1 2

)

3

1 π π π π π

π o o = o o .

Terbukti, bahwa sifat asosiatif dipenuhi.

Jadi, terbukti bahwa SA membentuk grup terhadap komposisi permutasi.

Definisi 2.4.3

Andaikan suatu himpunan berhingga dengan elemen. Grup yang dibentuk

oleh semua permutasi dari disebut grup simetrik, dinotasikan dengan .

A n

A Sn

Suatu grup simetrik Sn mempunyai n! elemen, dimana

(

1

) (

2

)

( ) ( ) ( )

3 2 1 !=nn− ⋅ n− ⋅K⋅ ⋅ ⋅

n .

Definisi 2.4.4

(45)

Contoh 2.4.2

Suatu himpunan G yang terdiri dari permutasi-permutasi π1, π2 dan π3, yaitu

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

3 2 1

3 2 1 1

π , ⎟⎟, ,

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

1 3 2

3 2 1 2

π ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

2 1 3

3 2 1 3 π

membentuk grup permutasi, karena memenuhi sifat 1. tertutup terhadap komposisi

karena

2 1 2 2

1 π π π π

π o = o = , π111,

3 1 3 3

1 π π π π

π o = o = , π223,

1 2 3 3

2 π π π π

π o = o = , π332.

2. mempunyai elemen identitas, yaitu i1, sehingga berlaku

2 2 1 1

2 π π π π

π o = o = , π31133 dan π111,

3. ∀π∈G, ∃π−1∈G, sehingga berlaku − = − = =i 1 1

1 π π π

π

πo o

invers dari π1 yaitu π1, berlaku π1oπ1 =i,

invers dari π2 yaitu π3, berlaku π23321 =i,

invers dari π3 yaitu π2, berlaku π3oπ2 =π2oπ3 =π1=i.

4. memenuhi sifat asosiatif

menurut Teorema 2.4.1, komposisi dari tiga permutasi bersifat asosiatif.

(46)

Definisi 2.4.5

Suatu fungsi bijektif dari titik-titik pada bidang datar disebut transformasi. Suatu transformasi yang mengawetkan panjang ruas garis disebut isometri.

Dengan kata lain, suatu transformasi φ dari suatu bidang datar A adalah suatu

isometri jika, untuk setiap pasang titik x dan y di A, jarak dari φ

( )

x ke φ

( )

y sama

dengan jarak dari x ke y, yaitu d

( )

x,y =d

(

φ

( ) ( )

xy

)

, dimana adalah jarak

antara elemen x dan y di A.

(

x y d ,

)

)

Definisi 2.4.6

Pencerminan terhadap garis L merupakan suatu isometri yang memetakan setiap

titik di L ke dirinya sendiri dan setiap titik q yang tidak di L ke titik sehingga L

adalah garis tegaklurus yang membagi dua garis penghubung dan . Garis L

disebut cermin.

q

q q

Definisi 2.4.7

Rotasi ρ(P,θ adalah suatu isometri yang memutar bidang datar di sekitar titik P

dan berlawanan arah jarum jam sepanjang sudut θ, dimana 0≤θ ≤2π .

Definisi 2.4.8

(47)

Definisi 2.4.9

Suatu bangun F di bidang dikatakan mempunyai simetri rotasional dengan sudut

θ jika terdapat suatu rotasi dengan sudut θ yang mentransformasikan bangun F

ke dirinya sendiri.

Suatu segi-n beraturan F mempunyai garis simetri dan simetri rotasional. Un-tuk n genap, garis simetri ini berupa garis yang melalui titik tengah sisi-sisi yang berlawanan dan garis yang melalui titik-titik sudut yang berlawanan. Untuk n ganjil, garis simetri ini hanya berupa garis yang melalui titik sudut dan titik tengah suatu sisi yang berlawanan. Simetri rotasional dari segi-n beraturan berupa rotasi

( θ)

ρP, , dimana titik P adalah pusat dari segi-n beraturan tersebut. Pencerminan F

terhadap garis simetrinya disebut sebagai simetri lipat dari F dan simetri rota-sional dengan sudut θ dari F disebut sebagai simetri putar θ.

Permutasi yang berkaitan dengan simetri lipat dari F dinotasikan dengan τ . Suatu permutasi τ memetakan setiap titik di F ke titik yang bersesuaian di F se-telah mengalami simetri lipat.

Contoh 2.4.3

Andaikan himpunan titik-titik sudut F =

{

1,2,3,4

}

mendefinisikan suatu segi-4

beraturan sebagai berikut,

3

2 1

(48)

Suatu simetri lipat dari F terhadap garis yang melalui titik sudut 1 dan 3 menye-babkan perubahan posisi titik-titik sudut di F sebagai berikut,

3

4 1

2

sehingga permutasi yang berkaitan dengan simetri lipat dari F terhadap garis yang melalui titik sudut 1 dan 3 dapat dituliskan sebagai

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

2 3 4 1

4 3 2 1

τ .

Permutasi yang berkaitan dengan simetri putar

(

360 n

)

o dari F dinotasikan

de-ngan ρn. Secara umum, untuk setiap bilangan bulat tidak negatif k, adalah

permutasi yang berkaitan dengan simetri putar

k n

ρ

(

)

(

)

o

n

k× 360 . Sedangkan invers

dari ρnk didefinisikan dengan

( )

ρnk −1 =ρnnk, 1k =0,1,2,K,n− . Suatu permutasi

memetakan setiap titik di F ke titik yang bersesuaian di F setelah mengalami

simetri putar

k n

ρ

(

)

(

)

o

n k× 360 .

Contoh 2.4.4

Andaikan himpunan titik-titik sudut A=

{

1,2,3,4

}

mendefinisikan suatu segi-4
(49)

3

2 1

4

Suatu simetri putar dari A menyebabkan perubahan posisi titik-titik sudut di A sebagai berikut,

o

90

2

1 4

3

sehingga permutasi yang berkaitan dengan simetri putar 90o dari A adalah

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

3 2 1 4

4 3 2 1 1 4

ρ .

Contoh 2.4.5

Andaikan pemberian label setiap kotak dari array 2x2 di dalam Contoh 2.1.1 ditentukan sebagai berikut,

1 2

3 4

Simetri putar , , , dan dari array tersebut, berturut-turut meng-hasilkan array 2x2 berikut,

o

0 90o 180o 270o

1 2 3

4 1

2

3 4 1

1

2 2

3

3

4 4

Permutasi-permutasi yang berkaitan dengan simetri putar , , dan

dari array 2x2 tersebut, berturut-turut adalah sebagai berikut

o

0 , 90o 180o

o

(50)

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

4 3 2 1

4 3 2 1 1

π , ⎟⎟, , .

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

3 2 1 4

4 3 2 1 2

π ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

2 1 4 3

4 3 2 1 3

π ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

1 4 3 2

4 3 2 1 4 π

Permutasi tersebut memetakan label dari setiap kotak di dalam array 2x2 ke label yang bersesuaian di dalam array 2x2 setelah mengalami simetri putar.

Himpunan semua permutasi yang berkaitan dengan simetri putar dan simetri lipat dari suatu segi-n beraturan membentuk grup terhadap komposisi permutasi.

Definisi 2.4.10

Suatu grup yang terdiri dari semua permutasi yang berkaitan dengan simetri putar dan simetri lipat dari suatu segi-n beraturan disebut grup dihedral, Dn.

Jika n genap, maka terdapat n simetri putar, terdapat n 2 simetri lipat

terha-dap garis yang melalui titik-titik sudut yang berlawanan dan terterha-dapat n 2 simetri

lipat terhadap garis yang melalui titik tengah dari sisi-sisi yang berlawanan. Jika n ganjil, maka terdapat n simetri putar dan n simetri lipat terhadap garis yang

me-lalui titik sudut dan sisi yang saling berlawanan. Sehingga Dn =2n, untuk setiap

. 3 ≥

n

Contoh 2.4.6

Andaikan diberikan adalah himpunan titik-titik sudut dari suatu

segi-4 beraturan seperti gambar berikut,

{

1,2,3,4 =
(51)

4

1 2

3

Akan dibentuk sebuah grup dihedral D4.

Karena n=4, sehingga D4 =8, yaitu empat simetri putar, dua simetri lipat

terha-dap garis yang melalui titik-titik sudut yang berlawanan dan dua simetri lipat ter-hadap garis yang melalui titik tengah sisi-sisi yang berlawanan.

Delapan permutasi yang berkaitan dengan simetri putar dan simetri lipat dari segi-4 beraturan tersebut adalah sebagai berikut,

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = = 4 3 2 1 4 3 2 1 0 4 i

ρ , berkaitan dengan simetri putar 0 ,o

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = 1 4 3 2 4 3 2 1 1 4

ρ , berkaitan dengan simetri putar 90o,

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = 2 1 4 3 4 3 2 1 2 4

ρ , berkaitan dengan simetri putar 180o,

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = 3 2 1 4 4 3 2 1 3 4

ρ , berkaitan dengan simetri putar 270o,

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = 2 3 4 1 4 3 2 1 1

τ , berkaitan dengan simetri lipat terhadap garis yang melalui

titik sudut 1 dan 3,

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = 4 1 2 3 4 3 2 1 2

τ , berkaitan dengan simetri lipat terhadap garis yang melalui

(52)

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

3 4 1 2

4 3 2 1 3

τ , berkaitan dengan simetri lipat terhadap garis yang melalui

titik tengah sisi 1−2 dan sisi 3−4,

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

1 2 3 4

4 3 2 1 4

τ , berkaitan dengan simetri lipat terhadap garis yang melalui

titik tengah sisi 1−4 dan sisi 2−3.

Jadi,

{

3 1 2 3 4

}

4

2 4 1 4 0 4

4 = ρ ,ρ ,ρ ,ρ ,τ ,τ ,τ ,τ

D .

E. Indeks Untai Grup Permutasi

Penulisan sebuah permutasi dapat disederhanakan dengan notasi untai. Notasi untai menempatkan elemen-elemen di dalam permutasi tersebut dalam bentuk satu baris, dimana setiap elemen dipasangkan dengan elemen berikutnya, kecuali ele-men pada urutan terakhir dipasangkan dengan eleele-men pada urutan pertama. Setiap permutasi dapat dituliskan sebagai sebuah hasilkali untai-untai yang saling terpisah, disebut sebagai faktorisasi untai. Dari faktorisasi untai ini, dapat ditentu-kan indeks untai dari suatu grup permutasi.

Andaikan π suatu permutasi dari himpunan A dengan n elemen. Tipe dari permutasi π didefinisikan oleh

( ) (

e e e en

)

tipeπ = 1, 2, 3,K, ,

yang menyatakan bahwa faktorisasi untai dari π mempunyai 1-untai,

2-un-tai, 3-untai, K, dan n-untai.

1

e e2

3

e en

(53)

dalam faktorisasi untai tersebut. Untuk membedakan permutasi berdasarkan ti-penya, suatu permutasi π dituliskan dalam bentuk suatu monomial. Monomial dari suatu permutasi π menunjukkan banyaknya k-untai yang menyusun permu-tasi tersebut, yaitu

( )

en

n e e e

z z z z

mon 1 2 3L

3 2 1

=

π ,

untuk setiap permutasi π dengan

( ) (

e e e en

)

tipeπ = 1, 2, 3,K, ,

dimana hanya sekedar simbol yang menyatakan bahwa terdapat k-untai

yang menyusun permutasi

k

e k

z ek

(

k =1,2,3,K,n

)

π. Jumlahan derajat dari monomial

ini menyatakan banyaknya untai di dalam faktorisasi untai

k

z

π, yaitu

( )

e e e en

cycπ = 1+ 2 + 3+L+ .

Hasil bagi jumlahan dari monomial-monomial setiap permutasi π di G,

( )

∈ ∈

=

G

e n e e e G

n

z z z z mon

π π

π 1 2 3L

3 2

1 ,

dengan banyaknya elemen di G, yaitu

(

)

=

G

e n e e e n

G

n

z z z z G z z z z P

π

L

K 1 2 3

3 2 1 3

2 1

1 ,

, ,

, ,

disebut indeks untai dari grup permutasi G.

Contoh 2.5.1

Faktorisasi untai setiap permutasi di di dalam Contoh 2.4.6 dapat dituliskan

seperti di dalam tabel berikut,

4

(54)

4

D Faktorisasi untai

0 4

ρ

( )( )( )( )

1 2 3 4

1 4

ρ

(

1 2 3 4

)

2 4

ρ

(

1 3

)(

2 4

)

3 4

ρ

(

1 4 3 2

)

1

τ

( )(

1 2 4

)( )

3

2

τ

(

1 3

)( )( )

2 4

3

τ

(

1 2

)(

3 4

)

4

τ

(

1 4

)(

2 3

)

Contoh 2.5.2

Contoh 2.4.6 menunjukkan elemen-elemen dari dan Contoh 2.5.1

memperli-hatkan faktorisasi untai dari setiap permutasi di . Akan ditentukan indeks untai

dari grup dihedral . Faktorisasi untai di dalam Contoh 2.5.1 menentukan tipe

dari setiap permutasi serta monomial yang berkaitan dengannya, seperti yang di-tunjukkan di dalam tabel berikut ini,

4

D

4

D

4

D

4

D Faktorisasi untai Tipe Monomial

0 4

ρ

( )( )( )( )

1 2 3 4

(

4,0,0,0

)

z14z20z30z04 =z14

1 4

ρ

(

1 2 3 4

)

(

0,0,0,1

)

z10z20z30z14 =z14

2 4

(55)

3 4

ρ

(

1 4 3 2

)

(

0,0,0,1

)

z10z20z30z14 =z14

1

τ

( )(

1 2 4

)( )

3

(

2,1,0,0

)

z12z21z30z40 =z12z21

2

τ

(

1 3

)( )( )

2 4

(

2,1,0,0

)

z12z12z30z40 =z12z12

3

τ

(

1 2

)(

3 4

)

(

0,2,0,0

)

z10z22z30z40 =z22

4

τ

(

1 4

)(

2 3

)

(

0,2,0,0

)

z10z22z30z40 =z22

Sehingga, diperoleh indeks untai dari D4, yaitu

(

)

(

1

)

2 2 1 2 2 1 4 4 1 4

3 2

1 2 3 2

8 1 ,

, ,

4 z z z z z z z z z

PD = + + + .

F. Teorema Burnside

Di dalam bagian ini akan dibahas mengenai metode untuk menghitung ba-nyaknya kelas-kelas ekivalensi yang berbeda terhadap relasi ekivalensi yang di-timbulkan oleh suatu grup permutasi.

Definisi 2.6.1

Diketahui G adalah grup permutasi dari suatu himpunan A. Relasi S didefinisikan sebagai berikut,

A b a

∀ , , aSb ⇔ ada suatu permutasi π di G sehingga π

( )

a =b,
(56)

Contoh 2.6.1

Andaikan jika G suatu grup permutasi seperti di dalam Contoh 2.4.2, maka

karena terdapat

2 1S

2

π sehingga π2

( )

1 =2, 3S2 karena terdapat π3 sehingga

( )

3 2

3 =

π .

Teorema 2.6.1

Jika G grup permutasi dari suatu himpunan A, maka S yang didefinisikan di De-finisi 2.6.1 merupakan suatu relasi ekivalensi pada A, dan disebut sebagai relasi ekivalensi yang ditimbulkan oleh grup permutasi G.

Bukti :

Misal G adalah grup permutasi dari suatu himpunan A.

Akan dibuktikan relasi S memenuhi sifat memantul, setangkup dan menghantar.

aSa, karena terdapat permutasi identitas iG, sehingga berlaku untuk

setiap . Jadi, sifat memantul dipenuhi.

( )

a a i =

A a

Jika aSb, maka terdapat π∈G dan berlaku π

( )

a =b, akibatnya dan

, sehingga bSa. Jadi, sifat setangkup dipenuhi.

( )

b =a

−1 π

G

−1 π

Andaikan aSb dan bSc, maka terdapat π12G, berlaku π1

( )

a =b dan

( )

b =c

2

π . Karena

(

π21

)( )

a2

(

π1

( )

a

)

2

( )

b =c dan π21G, maka

ber-laku aSc, sehingga sifat menghantar dipenuhi.

Jadi, relasi S merupakan suatu relasi ekivalensi, karena memenuhi sifat memantul, setangkup dan menghantar.

(57)

Relasi S membagi A menjadi kelas-kelas ekivalensi. Suatu kelas ekivalensi

yang memuat a, , merupakan suatu himpunan yang terdiri dari semua

sehingga aSb atau

( )

a

C bA

( )

a =b

π , yaitu

( )

a

{

( )

a G

}

C = π :π∈ ,

dan disebut orbit dari a.

Contoh 2.6.2

Andaikan A=

{

1,2,3,4

}

dan G terdiri dari permutasi-permutasi berikut

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

4 3 2 1

4 3 2 1 1

π , ⎟⎟,

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

4 3 1 2

4 3 2 1 2 π

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

3 4 2 1

4 3 2 1 3

π , ⎟⎟.

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

3 4 1 2

4 3 2 1 4 π

Misal, S adalah suatu relasi ekivalensi yang ditimbulkan oleh G, sehingga diperoleh kelas-kelas ekivalensi sebagai berikut

( )

1 =

{

π1

( ) ( ) ( ) ( )

1,π2 1,π3 1,π4 1

} {

= 1,2,1,2

} { }

= 1,2 C

( )

2 =

{

π1

( ) ( ) ( ) ( )

2,π2 2,π3 2,π4 2

} {

= 2,1,2,1

} { }

= 1,2 C

( )

3 =

{

π1

( ) ( ) ( ) ( )

3,π2 3,π3

Gambar

Tabel berikut menunjukkan nilai-nilai

Referensi

Dokumen terkait

Survei dapat dilakukan untuk mengetahui rasa empati atau kepedulian kepada pelanggan, mengukur tingkat kemampuan suatu perusahaan terkait kehandalan dan cepat

[r]

Dengan percepatan pada kuartal ketiga, belanja modal pemerintah diperkirakan meningkat sebesar 21,4 persen secara riil dalam sembilan bulan pertama tahun 2015 dibanding periode

Karena itu, beberapa produsen makanan bayi termasuk susu formula sering merinci jenis gula pada label komposisi gula dengan harapan agar konsumen memahami bahwa kandungan

Metode ini digunakan untuk penentuan logam raksa (Hg) total dalam air dan air limbah secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)-uap dingin pada kisaran kadar 1  g/L sampai

[r]

Maka dari itu saya sebagai penulis ingin meneliti apakah masjid Dian Al- Mahri ini telah memiliki estetika yang lebih untuk

Ag RAHMAT ILHAM,