• Tidak ada hasil yang ditemukan

pada pasal 13 bahwa bagian utama tersebut sekurang-kurangnya memuat nama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "pada pasal 13 bahwa bagian utama tersebut sekurang-kurangnya memuat nama"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Label Produk Makanan Kemasan

Dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan, yang di maksud dengan label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan di bidang pangan bahwa label pangan dapat dikategorikan sebagai media komunikasi, informasi, dan edukasi antara produsen dan konsumen. Pada pasal 30 ayat 2 pada Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, disebutkan bahwa sebuah label memuat sekurang-kurangnya memuat keterangan mengenai nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia, serta tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa.

Label pangan terdiri dari dua bagian antara lain bagian utama dan bagian informasi. Bagian utama merupakan bagian yang memuat keterangan penting yang dibutuhkan oleh konsumen sedangkan bagian kedua memuat tentang informasi yang belum tercantum pada bagian utama seperti daftar bahan atau komposisi, informasi nilai gizi dan lainnya yang belum ada pada bagian utama. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 tentang label dan iklan pangan pada pasal 13 bahwa bagian utama tersebut sekurang-kurangnya memuat nama produk, berat bersih atau isi bersih, serta nama dan alamat pihak yang

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

(2)

memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia. Beberapa keterangan yang terdapat pada label yaitu seperti berikut :

1. Nama Produk Pangan

Pada setiap produk pangan terdapat nama produk. Nama produk pangan tersebut memberikan keterangan mengenai identitas produk pangan yang menunjukkan sifat dan keadaan produk pangan yang sebenarnya. Untuk produk pangan yang sudah terdapat dalam Standar Nasional Indonesia penggunaan nama produk menjadi bersifat wajib.

2. Keterangan Bahan yang Digunakan dalam Pangan

Keterangan in di urutkan dari bahan yang paling banyak digunakan kecuali vitamin, mineral dan zat penambah gizi lainnya. Bahan tambahan pangan atau pengawet yang digunakan juga harus dicantumkan. Pernyataan mengenai bahan yang ditambahkan, diperkaya, atau difortifikasi juga harus dicantumkan selama itu benar dilakukan pada proses produksi dan tidak menyesatkan.

3. Berat Bersih Atau Isi Bersih Pangan

Berat bersih atau isi bersih menerangkan jumlah produk pangan yang terdapat dalam kemasan produk tersebut. Keterangan tersebut dinyatakan dalam satuan metrik seperti gram, kilogram, liter atau milliliter. Untuk produk makanan padat dinyatakan dalam ukuran berat, produk makanan cair dinyatakan dalam ukuran isi dan produk makanan semi padat atau kental dinyatakan dalam ukuran isi atau berat.

(3)

4. Nama dan Alamat Pabrik Pangan

Keterangan mengenai nama dan alamat pabrik pada produk pangan berisi keterangan mengenai nama dan alamat pihak yang memproduksi, memasukkan dan mengedarkan pangan ke wilayah Indonesia. Untuk nama kota, kode pos dan Indonesia dicantumkan pada bagian utama label sedangkan nama dan alamat dicantumkan dalam bagian informasi.

5. Tanggal Kedaluwarsa Pangan

Setiap produk pangan mempunyai keterangan kedaluwarsa yang tercantum pada label pangan. Keterangan kedaluwarsa yaitu batas akhir suatu pangan dijamin mutunya sepanjang penyimpanannnya mengikuti petunjuk yang diberikan oleh produsen. Keterangan kedaluwarsa dicantumkan terpisah dari tulisan “Baik Digunakan Sebelum” dan disertai dengan petunjuk tempat pencantuman tanggal kedaluwarsa (Perka BPOM, 2011).

6. Nomor Pendaftaran Pangan

Dalam hal peredaran pangan, pada label pangan tersebut wajib mencantumkan nomor pendaftaran pangan. Adapun tanda yang diberikan untuk pangan yang diproduksi baik di dalam negeri maupun yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia adalah tanda MD untuk pangan olahan yang diproduksi didalam negeri dan tanda ML untuk pangan olahan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia (Perka BPOM, 2011).

7. Kode Produksi Pangan

Kode produksi yang dimaksud adalah kode yang dapat memberikan penjelasan mengenai riwayat suatu produksi pangan yang diproses pada kondisi dan waktu yang sama. Kode produksi tersebut disertai dengan atau tanggal produksi. Tanggal produksi yang dimaksud adalah tanggal, bulan dan tahun

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

(4)

pangan tersebut diolah (Perka BPOM, 2011).

8. Penggunaan atau Penyajian dan Penyimpanan Pangan

Keterangan tentang petunjuk penggunaan dan atau petunjuk penyimpanan dicantumkan pada pangan olahan yang memerlukan penyiapan sebelum disajikan atau digunakan. Selain itu, cara peyimpanan setelah kemasan dibuka juga harus dicantumkan pada pangan kemasan yang tidak mungkin dikonsumsi dalam satu kali makan. Kemudian pada pangan yang memerlukan saran penyajian atau saran penggunaan dapat mencantumkan gambar bahan pangan lainnya yang sesuai dan disertai dengan tulisan ”saran penyajian” (Perka BPOM, 2011).

2.2. Label Informasi Nilai Gizi

Salah satu informasi yang terdapat pada label pangan adalah informasi nilai gizi yang akan bermanfaat untuk konsumen dalam memilih dan memutuskan konsumen dalam membeli produk sesuai yang mereka butuhkan dalam memenuhi kebutuhan gizinya. Di Indonesia Informasi Nilai Gizi atau dikenal juga dengan Nutrition Information atau Nutrition Fact atau Nutrition labeling merupakan salah satu informasi yang wajib dicantumkan apabila label pangan memuat sejumlah keterangan tertentu. Secara definisi lnformasi Nilai Gizi diartikan sebagai daftar kandungan zat gizi pangan pada label pangan sesuai dengan format yang telah ditetapkan (BPOM, 2009).

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan bahwa keterangan kandungan gizi pada label wajib dicantumkan apabila pangan tersebut mengandung vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya yang ditambahkan atau dipersyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang mutu dan gizi pangan. Dalam

(5)

pelabelan kandungan gizi, informasi yang wajib dicantumkan adalah ukuran takaran saji, jumlah sajian per kemasan, kandungan energi per takaran saji, kandungan protein per sajian, kandungan karbohidrat per sajian, kandungan lemak per sajian (Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999).

1. Takaran Saji

Keterangan tentang takaran saji merupakan informasi pertama yang terdapat pada label informasi nilai gizi. Takaran saji menerangkan tentang jumlah produk pangan yang biasa dikonsumsi dalam satu kali makan dan dinyatakan dalam ukuran rumah tangga seperti sendok teh, sendok makan, sendok takar, gelas, botol, kaleng, mangkuk/cup, bungkus, sachet, keping, buah, biji, potong, iris dan diikuti dengan jumlah dalam satuan metrik (miligram, gram, mililiter) (BPOM, 2005).

Satuan metrik yang terdapat pada produk pangan dilakukan pembulatan, misalnya jika jumlah pangan tersebut kurang dari 10 gram maka pencamtumannya biasanya dibulatkan ke kelipatan 0,1 gram terdekat (1 desimal) dan sebaliknya. Contoh informasi takaran saji pada label informasi nilai gizi yakni seperti : “Takaran saji 2 sendok takar (14 g)”.

2. Jumlah Sajian Per Kemasan

Informasi ini digunakan untuk menunjukkan jumlah takaran saji yang terdapat dalam satu kemasan pangan. Pencantumannya yaitu seperti jika satu bungkus produk pangan berisi 5 takaran saji, maka pencantuman jumlah sajian per kemasan yang tertera adalah "Jumlah sajian per kemasan : 5". Tetapi untuk kemasan pangan berisi sajian tunggal, tidak terdapat pencantuman informasi mengenai jumlah sajian per kemasan.

Universitas Sumatera Utara

(6)

3. Catatan Kaki

Catatan kaki merupakan informasi yang menerangkan bahwa persentase Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang ditunjukkan dalam Informasi Nilai gizi dihitung berdasarkan kebutuhan energi 2000 kkal. Informasi catatan kaki tersebut terdapat pada bagian paling bawah di dalam kotak informasi nilai gizi, ditulis dengan huruf miring (italic) dan merupakan informasi terakhir didalam kotak informasi nilai gizi. Bagi pangan yang ditujukan untuk anak berusia 6 sampai 24 bulan dan anak berusia 2 sampai 5 tahun tidak terdapat informasi catatan kaki yang dicantumkan.

Gambar 2.1. Catatan Kaki

Selain ukuran takaran saji, jumlah sajian per kemasan dan catatan kaki, terdapat juga informasi masing-masing zat gizi per sajian yang wajib dicantumkan yang didahului dengan kalimat berikut yang ditulis dengan huruf besar (kapital) dan tebal (bold) yaitu seperti “JUMLAH PER SAJIAN''. Setelah itu terdapat uraian informasi zat gizi berikut :

1. Energi Total

Energi total merupakan jumlah energi yang berasal dari lemak, protein dan karbohidrat. Kandungan energi total dicantumkan dalam satuan kkal per takaran saji.

*Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 2000 kkal. Kebutuhan energi anda mungkin lebih tinggi atau lebih rendah.

(7)

2. Lemak Total

Lemak total menggambarkan kandungan semua asam lemak dalam pangan dan dinyatakan sebagai trigliserida. Kandungan lemak total dicantumkan dalam gram per sajian dan dalam persentase AKG lemak.

3. Protein

Kandungan protein menggambarkan kandungan semua asam amino dalam pangan. Satuan yang digunakan adalah gram per sajian. Keterangan ini juga dicantumkan dengan persentase AKG.

4. Karbohidrat total

Karbohidrat total meliputi gula, pati, serat pangan dan komponen karbohidrat lain. Keterangan mengenai karbohidrat total dinyatakan dalam gram per sajian dan persentase AKG.

5. Natrium

Pencantuman kandungan natrium dinyatakan dalam miligram per sajian dan persentase AKG.

Di Indonesia berbagai produk makanan kemasan hendaknya harus memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan agar aman untuk dikonsumsi. Salah satu contoh makanan kemasan yang diolah dari pabrik pangan besar dan memiliki label informasi nilai gizi adalah biskuit. Syarat mutu biskuit yang berlaku secara umum di Indonesia yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-2011), seperti komponen air nilai yang diizinkan adalah maksimum 5%, protein minimum 5%, protein untuk produk biskuit yang dicampur dengan pengisi dalam adonan minimum 4,5%, protein untuk produk biskuit yang di beri pelapis atau

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

(8)

pengisi dan pai minimum 3%, lemak minimum 9,5%, dan karbohidrat minimum 70%, (SNI, 2011).

2.2.1 Acuan Label Informasi Nilai Gizi

Selain keterangan jumlah dan jenis zat gizi, presentase Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan juga dicantumkan dalam informasi nilai gizi. Standar AKG yang digunakan untuk menghitung presentase AKG (% AKG) adalah Acuan Label Gizi (ALG). Acuan Label Gizi (ALG) adalah acuan untuk pencantuman keterangan tentang kandungan gizi pada label produk pangan. Acuan ini ditetapkan dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, nomor : HK. 00.05.52.6291 tahun 2007 tentang Acuan Label Gizi pada Produk Pangan (BPOM, 2009).

Angka kecukupan gizi yang digunakan untuk menghitung persentase angka kecukupan gizi pada label disesuaikan dengan angka kecukupan gizi berdasarkan kelompok umur (BPOM, 2005). Di Indonesia, nilai % AKG pada label didasarkan pada referensi kecukupan energi 2000 kkal. Kegunaan dari % AKG yaitu untuk mengidentifikasi kandungan zat gizi yang tersedia dalam setiap sajian pangan yang telah dibandingkan dengan standar angka kecukupan gizi (Brown dkk, 2005). Berikut merupakan panduan dalam menggunakan % AKG pada label pangan (Drummond dan Brefere, 2010) :

1. Pangan yang mengandung 5 persen atau kurang, tergolong rendah untuk kandungan gizi tersebut.

2. Pangan yang mengandung 10 hingga 19 persen , tergolong sumber yang baik untuk zat gizi tersebut.

3. Pangan yang mengandung 20 persen atau lebih, tergolong tinggi untuk

(9)

kandungan gizi tersebut. 2.2.2 Format Pencatuman

Format informasi nilai gizi pada label pangan meliputi bentuk, susunan informasi dan cara pencantumannya. Berdasarkan luas permukaan label pangan, maka formatnya dikelompokkan menjadi format vertikal, untuk kemasan dengan luas permukaan label lebih dari 100 cm2. Format horizontal, untuk kemasan dengan luas permukaan label kurang dari atau sama dengan 100 cm2 dan format untuk kemasan dengan luas permukaan label kurang dari atau sama dengan 30 cm2 .

Pada kemasan yang luas permukaannnya lebih dari 100 cm2 digunakan format vertikal. Untuk pangan umum, format vertikal yang digunakan terdiri dari tiga bagian informasi. Informasi bagian pertama memuat tulisan “INFORMASI NILAI GlZl" serta keterangan tentang takaran saji dan jumlah sajian perkemasan. Informasi bagian kedua menyajikan keterangan mengenai kandungan zat gizi beserta ukuran satuannya. Bagian kedua ini terdiri dari tiga sub bagian yang diawali dengan kalimat "JUMLAH PER SAJIAN". Sub bagian pertama memuat informasi mengenai energi. Sub bagian kedua mengenai lemak, protein, karbohidrat, dan natrium. Sub bagian ketiga mengenai vitamin dan mineral lainnya. Informasi bagian ketiga adalah catatan kaki yang menerangkan bahwa perhitungan persentase Angka Kecukupan Gizi (AKG) dilakukan berdasarkan energi 2000 kkal dan kebutuhan masing-masing orang mungkin berbeda-beda.

Pada kemasan yang luas permukaan label kurang dari atau sama dengan 100 cm2 digunakan format horizontal/tabular atau juga format liner. Keterangan pada format horizontal/tabular disajikan dalam bentuk kolom dan baris. Informasi zat

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

(10)

gizi mengenai lemak dan protein terdapat pada kolom kedua yang disajikan dalam bentuk persen AKG per sajian. Informasi mengenai karbohidrat dan natrium terdapat pada kolom ketiga dan informasi mengenai vitamin dan mineral lainnya dimuat dalam kolom tersendiri dibawah kolom kedua dan ketiga. Sedangkan pada format linear cara pencantumannya adalah semua informasi dicantumkan dalam satu kolom.

Kemudian pada kemasan yang luas permukaan labelnya kurang dari atau sama dengan 30 cm2 dilakukan dengan mencantumkan nomor telepon atau alamat lengkap untuk memperoleh Informas Nilai Gizi. Tetapi ketentuan tersebut hanya diperbolehkan jika tidak terdapat klaim kandungan gizi, klaim fungsi gizi, klaim kesehatan atau informasi gizi lainnya pada label pangan tersebut.

(11)

Gambar 2.2 Contoh Label Informasi Nilai Gizi pada Makanan Kemasan Dalam Bentuk Vertikal.

Gambar 2.3 Contoh Label Informasi Nilai Gizi pada Makanan Kemasan Dalam Bentuk Horizontal.

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

(12)

2.3 Manfaat Label Informasi Nilai Gizi

Perilaku konsumen yang tidak membaca label informasi nilai gizi sebelum membeli atau mengonsumsi produk makanan kemasan dapat meningkatkan terjadinya berbagai risiko kesehatan salah satunya seperti obesitas. Seperti diketahui, kelebihan berat badan merupakan pemicu timbulnya penyakit tidak menular seperti diabetes, tekanan darah tinggi, jantung dan lainnya. Beberapa permasalahan yang dapat dikaitkan dengan penyakit tidak menular ialah seperti pola konsumsi atau pilihan jenis dan ragam makanan pada produk pangan olahan.

Di pasaran dapat ditemukan berbagai jenis produk pangan olahan yang diproduksi oleh industri rumah tangga hingga industri pangan besar. Selain produk pangan khusus, tidak ada batasan usia peruntukan pada sebagian besar produk seperti makanan ringan (snack), minuman ringan, coklat, semuanya dapat dikonsumsi oleh segala usia (Zahir, 2014).

Diketahui data dari Riskesdas 2013 bahwa terdapat proporsi penduduk mengonsumsi makanan yang dianggap berisiko yaitu 77,3% menggunakan bumbu penyedap, 53,1% mengonsumsi makanan manis, 40,7% makanan berlemak, 29,3% kopi, dan 26,2% makanan asin. Seperti diketahui, makanan dengan kandungan lemak, gula, dan atau garam tinggi dapat berisiko pada penyakit tidak menular seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), stroke, diabetes dan serangan jantung. Diperparah lagi dengan kenyataan bahwa 93.5 persen penduduk di atas 10 tahun dikategorikan kurang mengonsumsi sayur dan buah (Riskesdas, 2013).

Penyakit tidak menular telah menjadi penyebab kematian terbesar di dunia, dan upaya penanggulangannya menjadi beban ekonomi yang tidak sedikit (Zahir, 2014). Studi cost benefit oleh FDA memperkirakan bahwa jika konsumen

(13)

mengubah pola konsumsi dengan penggunaan label informasi nilai gizi atau nutrition labelling, maka hal itu dapat membantu dalam penurunan resiko penyakit tidak menular yang akan membawa keuntungan secara ekonomi (BPOM, 2013).

Dalam hal ini, WHO memiliki strategi penanganan penyakit tidak menular. Strategi tersebut menjelaskan upaya yang seharusnya dilakukan baik bagi pemerintah, NGO, maupun sektor swasta dengan menekankan pada dua faktor risiko utama yaitu diet dan aktifitas fisik. Untuk penanganan diet, WHO merekomendasikan dengan pendekatan seperti menjaga keseimbangan energi dan berat badan ideal, membatasi asupan energi dari lemak total dan lemak trans, merubah konsumsi dari lemak jenuh menjadi lemak tak jenuh, meningkatkan konsumsi buah, sayur, kacang-kacangan dan biji-bijian, kemudian membatasi asupan gula dan garam (natrium) dari berbagai sumber serta menggunakan garam beryodium (BPOM, 2013).

Salah satu upaya yang harus dilakukan pemerintah adalah memberikan informasi yang akurat dan seimbang. Salah satunya yaitu melalui pelabelan. Label Informasi Nilai Gizi atau Nutrition Labelling dapat memberikan informasi tentang energi, protein, karbohidrat, gula, serat pangan, lemak, lemak jenuh,lemak trans, vitamin, natrium dan mineral lainnya. Informasi tersebut mengggambarkan kandungan gizi dalam pangan dan persentase pemenuhan kebutuhan gizi seseorang per hari.

Dalam informasi nilai gizi dapat dilihat berapa takaran saji dalam sebungkus snack, berapa kandungan energi total, lemak total, kandungan natrium dan zat gizi lainnya. Misalnya dalam satu bungkus snack mempunyai kandungan

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

(14)

energi total sebesar 110 kalori, lemak total 6 gram, dan natrium 70 miligram per sajian, serta satu bungkus snack tersebut terdiri dari 3 takaran saji. Sehingga jika menghabiskan satu bungkus snack tersebut sebenarnya kita mengonsumsi 330 kalori energi total, 18 gram lemak total, dan 210 miligram natrium. Dengan mengetahui hal tersebut kita bisa tahu seberapa banyak zat gizi yang diperoleh dari makanan kemasan tersebut dan tidak kelebihan dalam mengonsumsi makanan kemasan (Setyawan, 2016).

Label informasi nilai gizi atau nutrition labelling dimaksudkan antara lain untuk sarana menyampaikan informasi kandungan gizi yang terdapat pada suatu produk pangan, mendorong penggunaan prinsip gizi dalam penyediaan pangan yang sehat dan mencegah pelabelan gizi yang tidak benar (BPOM, 2013).

2.4 Perilaku

Perilaku merupakan semua kegiatan atau akitivitas manusia yang dapat diamati langsung maupun tidak langsung oleh orang lain. Menurut Ensiklopedia Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi atau reaksi seseorang terhadap lingkungannya. Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu seseorang yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari (Kholid, 2014). Maka yang dimaksud perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu yang berupa antara lain berjalan, berbicara, menulis, membaca dan lainnya.

Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan menyatakan bahwa perilaku dibagi ke dalam tiga domain (kawasan) yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Selanjutnya ketiga domain tersebut diukur dari pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan praktik atau tindakan (practice).

(15)

a. Pengetahuan Tentang Label Informasi Nilai Gizi

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan hal itu terjadi setelah seseorang tersebut melakukan pengindraan pada suatu objek. Pegindraan tersebut terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2012).

Ada enam tingkatan yang dimiliki dalam pengetahuan, yaitu dimulai dari tahu (know), pada tingkatan ini seseorang mengingat materi yang telah dipelajarinya. Kemudian seseorang tersebut mulai memahami (Comprehension), ia mampu menjelaskan dengan benar tentang objek yang diketahuinya hingga mampu menginterpretasikannya. Setelah memahami maka seseorang tersebut mampu menggunakan materi yang dipahaminya yang disebut dengan tingkatan aplikasi (Application). Tingkat berikutnya adalah analisis (Anlysis), seseorang tersebut mampu menjabarkan materi kedalam komponen-komponen dan masih berkaitan satu sama lain. Setelah itu seseorang tersebut mampu menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru yang disebut dengan tingkatan sintesis (synthesis). Tingkatan terakhir adalah Evaluasi (evaluation), yakni seseorang sudah mulai mampu untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek

Pengetahuan sangat diperlukan untuk membentuk tindakan seseorang terhadap label informasi nilai gizi sebelum membeli atau mengonsumsi produk makanan kemasan. Namun sangat disayangkan, masih banyaknya pengetahuan yang rendah dalam membaca label Informasi Nilai Gizi. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Al Jannah (2011), pada mahasiswa menunjukan bahwa

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

(16)

mahasiswa yang berpengetahuan kurang baik terhadap label informasi nilai gizi dan kebutuhan gizi perhari yang dibutuhkan sebanyak 74,7% sedangkan yang berpengetahuan baik hanya 25,3% dan terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan terhadap label informasi gizi dan kebutuhan gizi perhari yang dibutuhkan dengan perilaku membaca label informasi nilai gizi. Menurut Devi, dkk (2013) dalam penelitiannya juga mengatakan bahwa ada hubungan positif antara tingkat pengetahuan dengan praktek pemilihan makanan kemasan, dimana semakin tinggi tingkat pengetahuan responden semakin baik pula praktek responden dalam pemilihan makanan.

b. Sikap Terhadap Label Informasi Nilai Gizi

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, tetapi sikap masih merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoatmodjo, 2012).

Dalam Notoatmodjo (2007) yang mengutip pendapat Allport, bahwa sikap dibagi dalam tiga komponen yaitu kepercayaan, kehidupan emosional atau evaluasi dan kecendrungan untuk bertindak. Ketiga konponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).

Dari hasil penelitian Mediani (2014) menunjukkan bahwa ada pengaruh postif dan nyata antara sikap terhadap label informasi gizi dengan perilaku membaca label informasi gizi sebesar 43,1%. Begitu juga dengan penelitian Zahara (2009) didapat bahwa terdapat hubungan antara sikap dengan membaca

(17)

label informasi gizi pada produk pangan kemasan. Menurut Nayga dalam Zahara (2009), jika konsumen tidak percaya pada label informasi zat gizi yang tertera pada kemasan makanan maka mereka akan lebih sedikit menggunakan label makanan.

c. Tindakan Terhadap Label Infomasi Nilai Gizi

Tindakan merupakan respon nyata dari seseorang terhadap suatu objek. Setelah seseorang mengetahui stimulus kemudian mengadakan penelitian atau pendapat terhadap apa yang diketahuinya atau yang disikapinya tersebut dalam bentuk tindakan. Sama halnya dengan pengetahuan, tindakan juga memiliki beberapa tingkatan, yakni persepsi (perception), dimana seseorang mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambilnya. Respon terpimpin (quided response), yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh. Mekanisme (mecanism), yaitu ketika sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan pada diri seseorang, dan adopsi (adoption), yaitu tindakan yang sudah berkembang dengan baik (Notoatmodjo, 2007).

Dalam hal ini didapat hasil penelitian yang dilakukan oleh Zahara pada kalangan mahasiswa bahwa mahasiswa yang patuh membaca label informasi nilai gizi hanya 39,1% (Zahara, 2009). Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Purnama pada siswa/i SMK Mandahalayu bahwa siswa/i yang tidak patuh membaca label informasi nilai gizi yaitu sebanyak 85,5% sedangkan yang patuh membaca label informasi nilai gizi hanya 14,5% (Purnama, 2012) dan hasil penelitian Devi, dkk pada tahun 2013 di Pasar Swalayan ADA Setiabudi Semarang juga menunjukkan bahwa dari 12 responden usia remaja hanya 1

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

(18)

(8,3%) responden yang termasuk kategori benar dalam praktek pemilihan makanan kemasan (Devi dkk, 2013).

2.4.1 Klasifikasi Perilaku

Skinner (1938) menyatakan bahwa perilaku merupakan respon seseorang kepada stimulus dan selanjutnya ada dua jenis respon yang timbul dari adanya stimulus tersebut. Kedua jenis tersebut adalah Respondent respons atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh stimulus relatif tetap. Misalnya seperti melihat makanan yang lezat, maka tumbuh keinginan untuk makan. Respon kedua adalah Operant response atau instrumental response, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus yang lain dan stimulus tersebut memperkuat respon.

Kemudian dari dua jenis respon tersebut, perilaku manusia dikelompokkan menjadi perilaku tertutup dan perilaku terbuka. Perilaku tertutup (covert behavior), yakni perilaku atau respon seseorang yang belum dapat dilihat atau diamati oleh orang lain. Perilaku ini masih dalam bentuk persepsi, pengetahuan, sikap, perhatian, dan perasaan. Perilaku terbuka (overt behavior), yakni perilaku atau respon seseorang mulai dapat dilihat atau diamati oleh orang-orang di sekitarnya. Perilaku atau pun respon ini berupa bentuk tindakan atau praktik. 2.4.2 Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku

Dalam perubahan perilaku WHO mengelompokkan perubahan tersebut ke dalam tiga kelompok, yakni perubahan alamiah (Natural Change), dalam hal ini sebagian perubahan disebabkan karena kejadian alamiah. Misalnya, Jika dalam lingkungan sekitar seseorang terjadi suatu perubahan berupa menggunakan label informasi nilai gizi setiap kali sebelum membeli atau mengonsumsi produk

(19)

kemasan maka secara alamiah orang yang berada dalam lingkungan tersebut juga akan ikut mengalami perubahan tersebut.

Perubahan kedua adalah perubahan terencana (Planned change), perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncakan sendiri oleh seseorang tersebut, setelah dirinya menimbang-nimbang baik tidaknya perubahan tersebut bagi dirinya. Bentuk perubahan terakhir adalah Kesediaan untuk berubah (Readdiness to change), seperti yang diketahui bahwa setiap orang memiliki kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda. Misalnya saja terjadi perubahan perilaku terhadap label informasi nilai gizi di lingkungan sekitarnya maka sebagian orang sangat cepat menerima perubahan tersebut namun sebagian lagi sangat lambat untuk menerima perubahan tersebut.

2.4.3 Proses Perubahan (Adopsi) Perilaku

Dalam proses adopsi perilaku, penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang berperilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan. Proses yang pertama yakni Awreness (kesadaran), dimana pada tahapan ini seseorang belum mengetahui atau menyadari adanya objek yaitu label informasi nilai gizi. Kemudian tahap selanjutnya adalah Interest (tertarik), pada tahapan ini seseorang tersebut mulai tertarik terhadap label informasi nilai gizi baik tertarik terhadap manfaat yang diperolehnya ataupun anggapan pentingnya terhadap label informasi nilai gizi.

Tahap berikunya adalah Evaluation (evaluasi), yakni seseorang tersebut menimbang-nimbang, berpikir dan mengukur keuntungan yang diperolehnya dari menggunakan label informasi nilai gizi tersebut. Setelah itu adalah Trial (mencoba), pada tahap ini seseorang mulai mencoba untuk menggunakan label

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

(20)

informasi nilai gizi sebelum membeli atau mengonsumsi produk makanan kemasan. Kemudian tahapan yang terakhir adalah Adoption (adopsi), yakni seseorang tersebut mulai berperilaku baru berupa menggunakan label informasi nilai gizi setiap kali sebelum membeli atau mengonsumsi produk makanan kemasan (Notoatmodjo, 2012).

Pada penelitian berikutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas. Adopsi perilaku akan bersifat langgeng atau lama jika proses perubahannya didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif.

2.5 Remaja

Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, yakni tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai dengan berkembangnya kapasitas reproduktif. Selain itu remaja juga berubah secara kognitif dan mulai mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa. (Agustiani, 2006). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014 bahwa remaja adalah kelompok usia 10 tahun sampai berusia 18 tahun. Menurut Santrock (1993) masa remaja berlangsung antara 10-19 tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal (10-14 tahun), masa remaja pertengahan (15-17 tahun), masa remaja akhir (18-19 tahun) yaitu sebagai berikut :

1. Masa remaja awal (early adolescence)

Masa remaja awal ini adalah masa yang ditandai dengan adanya berbagai perubahan tubuh yang cepat, sering mengakibatkan kesulitan dalam

(21)

menyesuaikan diri dan pada saat ini remaja mulai mencari identitas diri (Poltekkes Depkes, 2012).

2. Masa remaja pertengahan (middle adolscense)

Masa remaja pertengahan ini ditandai dengan bentuk tubuh yang sudah menyerupai orang dewasa. Oleh karena itu meskipun belum siap secara psikologi, remaja sering kali diharapkan dapat berperilaku seperti orang dewasa. Pada masa ini sering terjadi konflik, karena pada masa ini remaja sudah mulai ingin bebas mengikuti teman sebaya yang erat kaitannya dengan pencarian identitas diri (Poltekkes Depkes, 2012).

3. Masa remaja akhir (late adolescanse)

Masa remaja akhir ini ditandai dengan pertumbuhan biologis yang sudah melambat sedangkan emosi, minat, konsentrasi, dan cara berpikinya mulai stabil. Kemampuan untuk menyelesaikan masalah pun sudah mulai meningkat (Poltekkes Depkes, 2012).

Perubahan fisik, mental dan emosional pada remaja harus didukung dengan zat gizi yang baik. Salah satu yang berubah akibat perubahan psikologis dan emosional remaja adalah keinginan untuk bebas karena remaja memiliki ciri khas individu selain dari keluarga mereka (Brown dkk, 2005).

Remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstrakurikuler dan bermain dengan teman. Oleh karena meningkatnya aktivitas, kehidupan sosial hingga kesibukan pada masa remaja maka hal tersebut memengaruhi kebiasaan makan mereka seperti salah satunya mereka lebih sering tidak makan pagi, sering jajan dan sebaginya (Adriani, 2012).

Universitas Sumatera Utara

(22)

Pada remaja pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku sangatlah kuat, yang akhirnya membuat pengaruh orang tua pun melemah. Remaja memiliki perilaku dan kesenangan yang berbeda bahkan bertentangan dengan orang tua (Jahja, 2011). Oleh karena itu pemilihan makanan sering tidak didasarkan pada kandungan gizi tetapi sekedar sosialisasi, kesenangan dan agar tidak kehilangan status (Khomsan, 2003).

Sebagian besar kalangan remaja sering melewatkan makan bersama keluarga dirumah dan memilih untuk makan diluar rumah dengan komposisi gizi yang tidak seimbang. Umumnya remaja gemar mengonsumsi makanan ringan yang kebanyakan adalah non kalori. Makanan ringan tanpa kalori ini dapat menghilangkan nafsu makan terhadap makanan lainnya yang lebih bergizi. Hal ini dikarenakan makanan ringan tersebut memenuhi bagian yang semestinya dipenuhi oleh zat gizi lainnya dalam satu hari (Adriani, 2012). Kebiasaan mengonsumsi makanan ringan atau snack dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan. Sebagian besar makanan ringana atau snack mengandung monosodium glutamat (MSG) yang berupa garam natrium dari asam glutamat yang berfungsi sebagai penyedap rasa (Rizki, 2014).

Dari sudut pandang perekonomian, kebiasaan remaja tersebut menjadi sasaran untuk produk-produk makanan tertentu. Hal ini dimanfaatkan oleh pemasang iklan melalui berbagai media cetak maupun elektronik (Khomsan, 2003).

(23)

2.6 Makanan Kemasan

Makanan kemasan memang tidak mempunyai definisi yang baku, sehingga setiap orang dapat mendefinisikan makanan kemasan dengan pengertian apa saja. Kamus besar bahasa Indonesia mendefinisikan kemasan yaitu teratur, bersih dan rapi. Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, dalam Pasal 1 ayat 10 mendefinisikan kemasan pangan yaitu bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak.

Maka dari itu berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa makanan kemasan adalah makanan yang terbungkus dengan teratur, bersih, rapi, dan mempunyai label kemasan serta masa kedaluwarsa untuk dijual dalam waktu yang diperkirakan.

Beberapa makanan kemasan yang sering dibeli atau dikonsumsi siswa-siswi : 1. Biskuit crackers cokelat

biskuit crackers coklat tersebut dikemas dengan kemasan yang mencantumkan label informasi nilai gizi. Kandungan biskuit crackers cokelat tersebut memiliki energi total sebanyak 120 kkal, energi dari lemak 50 kkal, gula 5 gram, natrium 115 miligram, lemak total 6 gram per sajian dan zat gizi lainnya serta menyumbang 22% lemak jenuh dari kebutuhan tubuh. Dalam satu bungkus kemasan tersebut terdapat dua biskuit crackers cokelat. Namun Jika siswa/i membeli biskuit crackers cokelat tersebut di luar sekolah contohnya di supermarket maka biskuit crackers cokelat tersebut dikemas dengan 1 pack yang berisi 5 bungkus biskuit crackers cokelat.

Universitas Sumatera Utara

(24)

2. Keripik kentang

Keripik kentang tersebut dikemas dengan kemasan yang mencantumkan label informasi nilai gizi. Adapun kandungan energi pada makanan kemasan keripik kentang tersebut adalah 110 kkal, energi dari lemak 60 kkal, gula 1 gram, natrium 100 miligram, lemak total 6 gram per sajian dan zat gizi lainnya serta menyumbang 16% lemak jenuh dari kebutuhan tubuh. Jika di luar lingkungan sekolah seperti supermarket maka keripik kentang tersebut dapat diperoleh dengan kemasan yang berukuran kecil, sedang, hingga besar yang tentunya banyak isi setiap kemasan dan kandungan zat gizinya juga berbeda-beda.

3. Biskuit wafer keju

Biskuit wafer dilapisi keju dikemas dengan kemasan yang mencantumkan label informasi nilai gizi. Biskuit wafer keju tersebut mengandung energi total 50 kkal, energi dari lemak 20 kkal, gula 3 gram, natrium 1 miligram, lemak total 2 gram per sajian dan zat gizi lainnya. Dalam satu bungkus biskuit wafer keju tersebut berisi 10 keping biskuit. Jika biskuit wafer keju tersebut di peroleh diluar lingkungan sekolah contohnya supermarket maka biskuit wafer keju tersebut ada dijual dengan ukuran kemasan yang besar yang dimana banyaknya isi satu kemasan dan jumlah zat gizinya juga berbeda-beda.

4. Biskuit susu dengan selai blueberry

Biscuit ini dikemas dengan mencantumkan label informasi nilai gizi. Biscuit ersebut mengandung energi total 10 kkal, energi dari lemak 25 kka, gula 7 gram, natrium 65 miligram, lemak total 3 gram per sajian dan zat gizi lainnya. dlam satu bungkus biscuit tersebut berisi 3 keping sandwich. Jika biskuit tersebut dibeli

(25)

di luar sekolah contohnya supermarket biskuit tersebut dikemas dengan jumlah biskuit yang lebih banyak lagi dalam satu kemasan.

2.7 Hubungan Pengetahuan dan Sikap Dengan Tindakan Terhadap Label Informasi Nilai Gizi Produk Kemasan

Perilaku membaca label informasi nilai gizi merupakan langkah untuk menyeimbangkan gizi yang merupakan salah satu dari 10 pesan Pedoman Gizi Seimbang (PGS) untuk menghasilkan kualitas sumberdaya manusia yang andal (Gsianturi dalam Al Jannah, 2010). Dalam hal tersebut peran serta masyarakat dibutuhkan melalui kewajibannya membaca label sesuai yang tercantum dalam pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu kewajiban konsumen adalah membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan atau jasa, demi keamanan dan keselamatan (UU RI, 1999).

Dalam Maulana (2009) menjelaskan bahwa Bloom (1908) membagi perilaku kedalam tiga domain (kawasan) yang tediri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Untuk terbentuknya perilaku baru maka diawali dengan seseorang terlebih dahulu tahu terhadap suatu objek sehingga menimbulkan pengetahuan, selanjutmya pengetahuan tersebut menimbulkan respon berupa sikap seseorang pada objek tersebut. Kemudian setelah objek tersebut diketahui dan disadarinya maka timbul respon yang lebih jauh lagi berupa tindakan.

Dari segi biologis perilaku diartikan sebagai kegiatan atau aktivitas individu yang bersangkutan. Membaca label informasi nilai gizi merupakan aktivitas seseorang dalam mencari informasi yang tertera pada produk pangan kemasan. Aktivitas itu berupa proses yang aktif yang terdiri dari melihat sebagai

Universitas Sumatera Utara

(26)

bentuk usaha pencarian informasi, mengevaluasi informasi yang ada untuk menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan membeli produk makanan. Dalam kegiatan mencari informasi tersebut, mendorong seseorang untuk membaca label informasi yang tertera untuk kemudian mencerna informasi yang ada (Nayga dalam Zahara, 2009).

Informasi yang tepat dan dapat dimengerti penting untuk seseorang karena mempunyai pengaruh dalam perilaku memilih produk. Salah satu yang berperan dalam hal tersebut adalah pengetahuan. Pengetahuan seseorang cenderung menjadikan orang tersebut lebih memerhatikan informasi yang diperolehnya dalam hal produk yang digunakannya (Mediani, 2014). Hal tersebut seperti hasil penelitian yang dilakukan Al Jannah (2010) bahwa pengetahuan berhubungan positif dengan membaca label informasi nilai gizi pada produk pangan kemasan.

Pengetahuan yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi sikapnya terhadap sesuatu, termasuk dalam membaca label informasi nilai gizi. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan psikis dalam menumbuhkan sikap dan perilaku setiap hari. Sikap juga dapat diartikan sebagai kesiapan untuk bertindak. Seperti hasil penelitian yang dliakukan Mediani (2014) pada mahasiswa bahwa ada hubungan yang positif dan nyata antara pengetahuan dengan sikap terhadap label informasi nilai gizi. Artinya, semakin baik pengetahuan responden tentang label informasi nilai gizi, maka semakin baik pula sikapnya terhadap label informasi nilai gizi. Menurut Nayga yang dikutip olah Zahara (2009), jika seseorang tidak percaya pada label informasi nilai gizi yang tertera pada kemasan makanan maka mereka akan lebih sedikit membaca label kemasan.

(27)

2.8 Kerangka Konsep Periaku Siswa/siswi Tentang Label Informasi Nilai Gizi

Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep penelitian diatas menggambarkan bahwa yang akan diteliti adalah gambaran perilaku tentang label informasi nilai gizi pada siswa/siswi yang dimana perilaku tersebut dimulai dari pengetahuan tentang label informasi nilai gizi selanjutya pengetahuan tersebut dapat menimbulkan sikap terhadap label informasi nilai gizi kemudian menimbulkan tindakan terhadap label informasi nilai gizi. Atau pengetahuan tentang label informasi nilai gizi dapat langsung menimbulkan tindakan terhadap label informasi nilai gizi.

Pengetahuan siswa/siswi tentang label informasi nilai gizi

Sikap siswa/siswi terhadap label informasi nilai gizi

Tindakan siswa/siswi terhadap label informasi nilai gizi

Universitas Sumatera Utara

Gambar

Gambar 2.2 Contoh Label Informasi Nilai Gizi pada Makanan Kemasan       Dalam Bentuk Vertikal
Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

^ D i r k Van Hook dan Bambang Setyabudi, Penilaian Kredit Tingkat Dasar Pada Lembaga Kredit Usaha Rakyat Kecil, Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur, t.t7, h..

Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan

a) Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk

anak juga sering dikaitkan dengan proses pikir dari anak tersebut yang masih dalam tahap pertumbuhan, sebab pertumbuhan seorang anak biasanya menyangkut tentang

Pada Gambar 3.9 Arduino sebagai mikrokontroler digunakan untuk mengatur sensor-sensor yang terpasang pada mobile robot , seperti sensor ultrasonik PING, Adjustable

Di sini beliau mengungkapkan lima paragraf dalam konteks penurunan dalam ayat yang sama, sebagai ayat yang artinya: "Allah telah mendengar pembicaraan wanita

Besarnya pengaruh variabel citra toko dan kepercayaan konsumen terhadap loyalitas pelanggan dapat diketahui dengan melihat R Square pada Tabel 5, bahwa R Square = 0.962 atau

 Klik icon sebelah kanan untuk mencetak laporan sesuai dengan format yang diinginkan (printer, PDF, Word atau Excel)5. PENYESUAIAN KINERJA