• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT PENERIMAAN DIRI REMAJA BROKEN HOME (Studi Deskriptif pada Siswai SMK N 2 Depok Tahun Ajaran 20182019 dan Implikasinya Terhadap Usulan Program Pendampingan Siswa) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TINGKAT PENERIMAAN DIRI REMAJA BROKEN HOME (Studi Deskriptif pada Siswai SMK N 2 Depok Tahun Ajaran 20182019 dan Implikasinya Terhadap Usulan Program Pendampingan Siswa) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT PENERIMAAN DIRI REMAJA BROKEN HOME

(Studi Deskriptif pada Siswa/i SMK N 2 Depok Tahun Ajaran 2018/2019 dan Implikasinya Terhadap Usulan Program Pendampingan Siswa)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusunoleh: Hana Septa Gracia

151114023

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

TINGKAT PENERIMAAN DIRI REMAJA BROKEN HOME

(Studi Deskriptif pada Siswa/i SMK N 2 Depok Tahun Ajaran 2018/2019 dan Implikasinya Terhadap Usulan Program Pendampingan Siswa)

SKRIPSI

Diajukanuntuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusunoleh: Hana Septa Gracia

151114023

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN MOTTO

Trust in the LORD with all your heart and lean not on your own understanding; in all your ways submit to him, and he will make your paths

straigh (Proverbs 3:5-6)

Therefore I tell you, whatever you ask for in prayer, believe that you have received it, and it will be yours (Mark 11:24)

(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya saya yang sederhana ini saya persembahkan kepada:

Tuhan Yesus Kristus yang selalu mengiringi setiap proses kehidupan saya

Kedua orang tua saya Bapak Sugiman dan Ibu Winarti

(7)
(8)
(9)

viii ABSTRAK

TINGKAT PENERIMAAN DIRI REMAJA BROKEN HOME

(Studi Deskriptif pada Siswa/i SMK N 2 Depok Tahun Ajaran 2018/2019 dan Implikasinya Terhadap Usulan Program Pendampingan Siswa)

Hana Septa Gracia Universitas Sanata Dharma

2019

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mendeskripsikan seberapa baik penerimaan diri remaja broken home SMK N 2 Depok tahun ajaran 2018/2019 (2) Mengetahui item-item instrumen penerimaan diri yang capaian skornya teridentifikasi rendah sebagai bahan usulan program pendampingan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Angket Penerimaan Diri Remaja yang disusun oleh peneliti. Koefisien reliabilitas kuesioner diukur menggunakan Alpha Cronbach dan menunjukan hasil perhitungan 0,934 yang masuk dalam kategori sangat tinggi.Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi broken home di SMK N 2 Depok tahun ajaran 2018/2019 berjumlah 30 siswa. Teknik analisis data yang digunakan adalah norma kategorisasi menurut Azwar terdiri dari 5 kategori yaitu sangat baik, baik, cukup baik, tidak baik, sangat tidak baik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Tingkat penerimaan diri remaja broken home di SMK N 2 Depok tahun ajaran 2018/2019 berada pada tingkatan kategorisasi sangat baik, baik, cukup baik, tidak baik, dan sangat tidak baik. 4 (13,3%) siswa memiliki penerimaan diri dengan kategori sangat baik, 14 (46,7%) siswa memiliki penerimaan diri dengan kategori baik, 10 (33,3%) siswa memiliki penerimaan diri dengan kategori cukup baik, 1 (3,3%) siswa memiliki penerimaan diri dengan kategori tidak baik dan 1 (3,3%) siswa memiliki penerimaan diri dengan kategori sangat tidak baik. (2) Melalui hasil perhitungan capaian skor item instrumen, teridentifikasi 2 item yang berada pada kategori rendah yang dijadikan dasar dalam usulan program pendampingan.

(10)

ix ABSTRACT

THE SELF-ACCEPTANCE LEVEL OF BROKEN HOME TEENAGERS (Descriptive Study on Vocational School Students of SMKN 2 Depok Academic Year

2018/2019 and Its Implications for the Proposed Students Assistance Program)

Hana Septa Gracia Sanata Dharma University

2019

This study was aimed to: (1) Describe the self-acceptance of broken home teenagers in Depok 2 Vocational High School (SMKN 2 Depok) year 2018/2019 (2) Know the items of self-acceptance instruments that had low score and identified as a material for the proposed assistance program.

The type of this research was quantitative descriptive research. The instrument used in this study was the Teenagers Self-Acceptance Questionnaire compiled by researcher. The questionnaire reliability coefficient was measured using Cronbach Alpha and showed the calculation results of 0.934 which considered as very high. The subjects of this study were broken home students in Depok 2 Vocational High School year 2018/2019 with total subjects were 30 students. The data analysis technique used was the categorization norm according to Azwar with 5 categories, namely very good, good, quite good, bad, very bad.

The results of this study showed that:(1) The level of self-acceptance of broken home teenagers in Depok 2 Vocational High School year 2018/2019 was categorize as very good, good, quite good, bad, and very bad. 4 (13.3%) students were in a very good categoryof self-acceptance, 14 (46.7%) students had self-acceptance in good category, 10 (33.3%) students had self-acceptance inquite good category, 1 (3, 3%) students had bad self-acceptance and 1 (3.3%) student had very bad self-acceptance. (2) Through the results of the instrument item scorecalculation, 2 items are in the low category and identified as the basis for the proposed guidance program.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan

anugrahnya yang telah diberikan sehingga proses penulisan skripsi yang berjudul

“Tingkat Penerimaan Diri Remaja Broken Home (Studi Deskriptif pada Siswa/i

SMK N 2 Depok Tahun Ajaran 2018/2019 dan Implikasinya Terhadap Usulan

Program Pendampingan Siswa)” dapat terselesaikan dengan baik. Begitu banyak

pelajaran berharga yang didapatkan dalam penyusunan tugas akhir ini dan

semakin dijadikan pembelajaran untuk proses menjadi pribadi yang lebih matang.

Penulis menyadari tanpa adanya bantuan, bimbingan, serta kerjasama yang

baik dari pihak lain yang terlibat, penulisan skripsi ini tidak akan berjalan dengan

lancar. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih

kepada:

1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Dr. Gendon Barus, M.Si selaku Kepala Program Studi Bimbingan dan

Konseling Universitas Sanata Dharma.

3. Prias Hayu Purbaning Tyas, M.Pd selaku dosen pembimbing yang

membimbing dengan sabar selama penulisan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah

membimbing penulis selama studi.

5. Drs. Aragani Mizan Zakaria selaku kepala SMK N 2 Depok yang telah

(12)
(13)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

G. Definisi Istilah ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

A. Hakekat Penerimaan Diri ... 10

1. Pengertian Penerimaan Diri ... 10

2. Ciri-ciri Individu yang Dapat Menerima Diri ... 12

3. Faktor-faktor Penerimaan Diri ... 17

4. Upaya-upaya Peningkatan Penerimaan Diri ... 19

B. Hakekat Broken Home ... 21

1. Pengertian Broken Home... 21

2. Faktor-faktor terjadinya Broken Home ... 22

C. Hakekat remaja... 25

1. Pengertian Remaja ... 25

2. Tugas Perkembangan Remaja ... 26

3. Arti Keluarga dalam Masa Remaja ... 28

(14)

xiii

1. Pengertian Bimbingan Pribadi-Sosial ... 29

2. Unsur-unsur Bimbingan Pribadi-Sosial ... 29

3. Program Pendampingan Siswa ... 31

E. Kajian Penelitian yang Relevan ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

A. Jenis Penelitian ... 33

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

C. Subjek Penelitian ... 34

D. Variabel Penelitian ... 35

E. Teknik Pengumpulan Data ... 35

1. Teknik Pengumpulan Data ... 35

2. Instrumen Pengumpulan Data ... 36

F. Pengujian Instrumen Penelitian... 38

1. Validitas ... 38

2. Reliabilitas ... 44

G. Teknik Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

A. Hasil Penelitian ... 51

1. Gambaran Tingkat Penerimaan Diri Remaja Broken Home di SMK N 2 Depok Tahun Ajaran 2018/2019 ... 51

2. Identifikasi Capaian Skor Item Instrumen ... 54

B. Pembahasan ... 54

1. Gambaran Tingkat Penerimaan Diri Remaja Broken Home di SMK N 2 Depok Tahun Ajaran 2018/2019 ... 55

2. Identifikasi Capaian Skor Item Instrumen ... 58

BAB V PENUTUP ... 60

A. Simpulan ... 60

B. Keterbatasan Penelitian ... 60

C. Saran ... 61

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Norma Skoring Inventori Penerimaan Diri ... 37 Tabel 3.2 Hasil Analisis Uji Validitas Item ... 39 Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Penerimaan Diri Remaja

Broken Home(Setelah Uji Validitas) ... 42 Tabel 3.4 Kriteria Guilford ... 45 Tabel 3.5 Kategorisasi Normal Tingkat Penerimaan Diri ... 47 Tabel 3.6 Kategorisasi Normal Tingkat Penerimaan Diri

Remaja Broken Home di SMK N 2 Depok Tahun

Ajaran 2018/2019 ... 48 Tabel 3.7 Kategorisasi Identifikasi Item Instrumen Tingkat

Penerimaan Diri Remaja Broken Home di SMK N

2 Depok Tahun Ajaran 2018/2019 ... 49

Tabel 4.1 Kategorisasi Tingkat Penerimaan Diri Remaja Broken Home

di SMK N 2 Depok Tahun Ajaran 2018/2019 ... 51 Tabel 4.2 Identifikasi Item Instrumen ... 54 Tabel 4.3 Usulan Program Pendampingan untuk Meningkatkan

Penerimaan Diri Berdasarkan Item yang

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 4.1 Diagram Batang Tingkat Penerimaan Diri Remaja

Broken Home di SMK N 2 Depok Tahun Ajaran

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1: Angket Tingkat Penerimaan Diri ... 65 Lampiran 2: Tabulasi Data ... 66 Lampiran 3: Kisi-Kisi Instrumen Penerimaan Diri Remaja

Broken Home ... 68 Lampiran 4: Tabulasi Data Validitas ... 71 Lampiran 5: Uji Validitas Angket Penerimaan Diri Remaja

(18)

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dipaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah,

batasan masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan definisi istilah

A. Latar Belakang Masalah

Penerimaan diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang dapat

melihat dirinya secara positif, menerima dan mengakui berbagai aspek yang

ada dalam dirinya baik kualitas baik maupun buruk serta memandang secara

positif kehidupan yang sedang dijalani. Individu yang memiliki penerimaan

diri akan mengembangkan sikap positif terhadap dirinya sendiri maupun

lingkungannya. Apabila seseorang memiliki konsep diri yang positif, maka

ia akan memiliki kondisi yang positif. Seseorang yang memiliki kondisi

yang positif akan melihat dirinya secara positif dan akan bersikap secara

positif. Seseorang yang memiliki sikap positif, perasaan bahagia, dan

menghargai kenyataan yang ada dalam dirinya dianggap sebagai seseorang

yang mampu menerima dirinya.

Penerimaan diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang. Dengan

adanya penerimaan diri seorang individu dapat menghormati dirinya, dapat

menyadari kondisi positif mapun negatif yang ada dalam dirinya, serta

mengetahui bagaimana untuk hidup bahagia saat individu berada pada

kondisi yang negatif. Proses penerimaan diri tidak hanya dapat terjadi ketika

individu sudah memasuki masa dewasa namun juga dapat terjadi ketika

(19)

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa

dimana pada masa ini remaja membutuhkan peranan orang tua untuk dapat

menjadi teladan, pembimbing, pendidik, dan pengarah. Dalam masa

pertumbuhannya, remaja sangatlah membutuhkan bantuan orang tua untuk

dapat berkembang secara optimal. Orang tua bertanggungjawab penuh

dalam proses perkembangan remaja termasuk dalam memenuhi kebutuhan

fisik dan psikisnya agar remaja dapat tumbuh dan berkembang ke arah

kepribadian yang harmonis dan matang.

Keharmonisan dalam keluarga berfungsi penting dalam perkembangan

remaja. Remaja dengan keluarga yang broken home memiliki kemungkinan

lebih tinggi terlibat kasus kenakalan remaja dibandingkan remaja dengan

keluarga yang harmonis. Istilah broken home digunakan untuk

menggambarkan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan

layaknya keluarga yang rukun akibat sering terjadi konflik. Ida Ayu dan

Yohanes Kartika (2018) mengatakan bahwa keberfungsian keluarga yang

rendah akan menimbulkan kenakalan remaja. Kenakalan remaja banyak

terjadi dikarenakan tidak berfungsinya orang tua sebagai figur teladan bagi

anak-anak mereka. Banyak remaja broken home kurang dapat menerima diri

mereka dikarenakan ketidakharmonisan orang tua mereka. Beberapa remaja

yang tidak dapat menerima diri mereka cenderung untuk mencari pelarian

ke hal-hal yang negatif seperti minder, pesimis terhadap dirinya dan

hidupnya, melepaskan tanggung jawab, mengikuti gaya hidup orang lain,

(20)

Menurut harian Jawa Pos edisi tanggal 7 Mei 2018, pada tahun 2018

angka perceraian meningkat hingga 20% dikarenakan keluarga yang tidak

harmonis. Peningkatan jumlah perceraian tersebut secara otomatis semakin

memperbanyak jumlah anak di Indonesia yang menyandang status anak

broken home. Broken home digunakan untuk menggambarkan kondisi

keluarga yang tidak harmonis dan tidak sesuai dengan keadaan keluarga

yang rukun, damai, dan sejahtera dikarenakan dalam keluarga sering terjadi

pertengkaran dan perselisihan. Hal tersebut menyebabkan banyak remaja

broken home yang merasakan berkurangnya keberfungsian keluarga akibat

perceraian kedua orang tuanya. Rendahnya keberfungsian keluarga akan

meningkatkan kenakalan remaja dan perilaku maladaptive. Remaja broken

home yang lari kepada hal-hal negatif akibat dari kondisi dirinya dapat

dikatakan sebagai seseorang yang kurang dapat menerima diri.

Ida Ayu dan Yohanes Kartika (2018) mengatakan bahwa kasus

perceraian tidak selalu berdampak negatif. Beberapa remaja merasakan hal

positif ketika orang tua mereka bercerai. Remaja merasakan hal positif

ketika mereka mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang cukup dari

kedua orang tuanya walapun dalam keadaan bercerai. Mereka memiliki

pemahaman bahwa perceraian merupakan jalan terbaik dari pada hidup

dengan keluarga yang tidak harmonis. Hal tersebut berarti bahwa ada

sebagian remaja broken home memiliki pandangan bahwa perceraian kedua

orang tua mereka bukanlah hal yang buruk bahkan dapat dikatakan mereka

(21)

Berdasarkan pengalaman beberapa mahasiswa PPL BK Sanata Dharma

dan Guru BK di SMK N 2 Depok, fenomena kenakalan remaja dan perilaku

maladaptive yang dilakukan siswa broken home antara lain siswa merasa

minder dalam segala hal, pesimis terhadap dirinya dan hidupnya,

melepaskan tanggung jawab, mengikuti gaya hidup orang lain, tidak bisa

menerima kritik dan saran dari orang lain.

Menurut pemaparan mahasiswa PPL dan Guru BK, siswa broken home

di SMK N 2 Depok banyak yang menunjukan sikap minder karena diketahui

bahwa ada beberapa siswa yang menarik diri dan cenderung kurang dapat

bersosialisasi dengan teman-temannya di sekolah. Selain itu, siswa broken

home di SMK N 2 Depok juga memiliki sikap pesimis tentang dirinya

sendiri, hal tersebut dikarenakan mereka tidak memiliki penghargaan

terhadap dirinya dan merasa dirinya kurang baik dibanding individu lain.

Perilaku maladaptive lain yang ditunjukan siswa broken home di SMK N 2

Depok adalah melepaskan diri dari tanggung jawab, mereka merasa bahwa

mereka tidak dapat menyelesaikan tanggung jawab yang diberikan

meskipun sebenarnya mereka mampu untuk menyelesaikan tanggung jawab

tersebut. Mereka sering membolos, terlambat masuk sekolah, dan tidak

menyelesaikan tugas dari guru dengan baik. Selain itu, mereka juga lebih

senang mengikuti gaya hidup orang lain dibandingkan dengan gaya

hidupnya sendiri. Mereka merasa bahwa gaya hidup orang lain lebih bisa

diterima oleh lingkungannya. Gaya hidup yang sering mereka ikuti adalah

(22)

keras, merokok, dan lain sebagainya. Perilaku maladaptive yang terakhir

yang sering terjadi adalah siswa broken home di SMK N 2 Depok kurang

dapat menerima berbagai kritik dan saran dari orang lain. Hal tersebut

terlihat ketika ia diberikan nasihat oleh guru ataupun teman-temannya ia

cenderung mengabaikan.

Siswa broken home terutama di SMK N 2 Depok perlu lebih bisa

menerima diri. Selain itu perlu adanya sebuah kegiatan berupa layanan

bimbingan pribadi-sosial yang berfungsi untuk siswa broken home agar

mereka lebih dapat menerima diri mereka.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka peneliti merasa tertarik

dan merasa tergerak untuk mengangkat judul “TINGKAT PENERIMAAN

DIRI REMAJA BROKEN HOME DI SMK N 2 DEPOK TAHUN AJARAN 2018/2019”

B. Identifikasi Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah di atas, terkait dengan Tingkat

Penerimaan Diri Remaja Broken Home SMK N 2 Depok Tahun Ajaran

2018/2019 diidentifikasi berbagai masalah sebagai berikut:

1. Siswa broken home menarik diri dan minder dengan teman-temannya

2. Siswa broken home pesimis terhadap dirinya dan hidupnya karena tidak

memiliki penghargaan atas dirinya

3. Siswa broken home melepaskan tanggung jawab seperti membolos,

(23)

4. Siswa broken home mengikuti gaya hidup orang lain seperti trend gaya

berpakaian orang lain, bergonta-ganti gadget, minum minuman keras,

merokok, dan lain-lain

5. Siswa broken home tidak bisa menerima kritik dan saran dari orang lain

dan cenderung mengabaikan nasihat orang lain

C. Batasan Masalah

Melihat berbagai bentuk masalah yang muncul pada latar belakang, fokus

kajian dalam penelitian ini diarahkan untuk menjawab apakah remaja broken

home di SMK N 2 Depok memiliki penerimaan diri. Penelitian ini dilakukan

kepada siswa broken home di SMK N 2 Depok.

D. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:

1. Seberapa baik penerimaan diri siswa broken home SMK N 2 Depok

Tahun Ajaran 2018/2019?

2. Topik bimbingan pribadi-sosial seperti apa yang akan diusulkan

berdasarkan item-item instrument yang capaian skornya teridentifikasi

rendah?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini, yaitu:

1. Mengetahui tingkat penerimaan diri siswa broken home di SMK N 2

(24)

2. Mengidentifikasi item-item instrumen penerimaan diri yang capaian

skornya rendah yang implikatif dijadikan dasar penyusunan program

pendampingan

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat secara teoritis

tentang penerimaan diri sehingga berguna bagi pengembangan ilmu di

bidang pendidikan terutama di bidang bimbingan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Kepala Sekolah dan para guru

Hasil penelitian ini menjadi masukan yang dapat digunakan oleh

sekolah untuk mengetahui seberapa baik tingkat penerimaan diri

siswa broken home SMK N 2 Depok Tahun Ajaran 2018/2019.

Penelitian ini juga dapat membantu kepala sekolah dan seluruh guru

dalam memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan siswa.

Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan siswa dapat

meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penerimaan diri

dalam setiap remaja.

b. Bagi siswa SMK N 2 Depok

Manfaat penelitian ini bagi siswa adalah agar siswa terutama siswa

broken home dapat menerima kelebihan dan kekurangan dalam

(25)

kelebihan dalam dirinya semakin termotivasi untuk berkembang

secara optimal.

c. Bagi peneliti

Manfaat penelitian bagi peneliti adalah menambah wawasan dan

pengetahuan tentang remaja broken home secara khusus tentang

penerimaan diri.

d. Bagi peneliti lain

Manfaat penelitian ini bagi peneliti lain adalah untuk

mengembangkan penelitian tentang penerimaan diri pada remaja

broken home sehingga penelitian ini menjadi lebih mendalam.

G. Definisi Istilah

Adapun definisi istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penerimaan diri

Penerimaan diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kemampuan siswa sebagai seorang remaja broken home SMK N 2

Depok dalam memahami dan memiliki gambaran terhadap dirinya

sendiri serta menerima segala kondisi yang ada dalam dirinya yang

tengah dalam kondisi keluarga yang broken home.

2. Broken Home

Broken home merupakan keadaan dimana sebuah keluarga (ayah

dan ibu) mengalami keretakan dalam rumah tangga yaitu berupa

perceraian ataupun tidak bercerai namun dalam keadaan keluarga yang

(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini dipaparkan kajian pustaka tentang penerimaan diri, remaja,

dan bimbingan pribadi-sosial. Setiap pengertian dan penjabaran didasarkan pada

sumber buku atau bacaan yang dapat dipertanggung jawabkan. Masing-masing

sub bagian landasan teori dijabarkan secara singkat, padat, dan jelas.

A. Hakekat Penerimaan Diri

1. Pengertian Penerimaan Diri

Penerimaan diri merupakan bentuk dari kepuasan individu atau

kebahagiaan individu mengenai dirinya serta berfikir mengenai

kebutuhannya untuk memiliki mental yang sehat. Individu yang

memiliki mental dan berkepribadian sehat akan lebih mudah untuk

mengaktualisasikan dirinya secara lebih optimal. Noviani (2016)

mengatakan terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kebahagiaan

seseorang yaitu prestasi (achievement), penerimaan (acceptance), dan

afeksi (affection). Menurut Supratiknya (1995), orang yang menolak

dirinya biasanya tidak bahagia dan tidak mampu membangun serta

melestarikan hubungan baik dengan orang lain.

Supratiknya (1995) mengatakan penerimaan diri adalah ciri

perilaku dari aspek penyesuaian diri ketika seseorang memiliki jati diri

yang positif.Individu menunjukkan penerimaan diri ketika memiliki

penilaian yang realistik terhadap berbagai kelebihan dan kekurangan

dalam dirinya sehingga dapat memandang masa depan secara positif.

(27)

berkembang secara psikologis. Seseorang yang memiliki kesehatan

psikologis yang baik adalah seseorang yang memandang dirinya

disenangi, mampu, berharga dan diterima oleh orang lain.

Menurut Maslow (Boeree, 2008), penerimaan diri berarti menerima

diri kita sebagaimana adanya kita dan bukan mengubah diri kita

menjadi seperti apa yang kita maupun orang lain pikirkan atau

inginkan dari kita. Individu yang mampu menerima dirinya akan

merasa puas dengan keadaan dirinya yang memiliki sisi positif

maupun negative.

Chaplin (2005) mengemukakan bahwa peneriman diri adalah sikap

yang pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas

dan bakat-bakat sendiri, serta pengetahuan-pengetahuan akan

keterbatasan-keterbatasan sendiri. Penerimaan diri dalam hal ini berarti

bahwa seseorang yang menerima dirinya adalah seseorang yang

mampu memahami dirinya dan segala hal positif maupun negatif

dalam dirinya.

Secara implisit, Maslow mengatakan bahwa penerimaan diri

merupakan suatu kebutuhan. Penerimaan diri merupakan kebutuhan

dasar individu untuk dapat lebih mengaktualisasikan dirinya.

Berdasarkan lima teori kebutuhan, Maslow mengatakan bahwa “kita

semua membutuhkan rasa diingini dan diterima oleh orang lain. Ada

(28)

berorganisasi.Tanpa ikatan ini kita akan merasa kesepian.”(Sobur,

2003).

Chaplin (2005) dalam kamus psikologi mendefinisikan penerimaan

diri (self-acceptance) sebagai berikut:

Penerimaan-diri adalah sebuah sikap seseorang menerima dirinya. Istilah ini digunakan dengan konotasi khusus kalau penerimaan ini didasarkan kepada pujian yang relatif obyektif terhadap talenta-talenta, kemampuan dan nilai umum yang unik dari seseorang, sebuah pengakuan realistik terhadap keterbatasan dan sebuah rasa puas yang penuh akan

talenta maupun keterbatasandirinya.

Berdasarkan definisi dari Chaplin, pengenalan terhadap diri sendiri

sangatlah penting agar seseorang mampu mengenali siapa dirinya

dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Berdasarkan paparan dari beberapa ahli, peneliti menyimpulkan

bahwa penerimaan diri adalah indikator seorang individu memiliki

kepribadian yang sehat, dapat menyesuaikan diri dan bahagia.

Ketidakmampuan seseorang dalam menerima dirinya akan

menyebabkan individu tersebut memiliki perilaku maladaptive.

2. Ciri-ciri Individu yang Dapat Menerima Diri

Sheerer (Sutadipura, 1984) mengatakan bahwa terdapat ciri-ciri

orang yang dapat menerima dirinya yaitu:

a. Kepercayaan atas kemampuannya untuk menghadapi hidupnya

Individu yang memiliki kepercayaan terhadap dirinya

(29)

menghadapi segala tantangan dalam hidupnya. Individu yang

memiliki kepercayaan atas kemampuanya adalah individu yang

memiliki sikap yang optimis. Kubler Ross menjelaskan bahwa

penerimaan diri terbentuk ketika individu mampu menghadapi

kenyataan dari pada hanya menyerah pada tidak adanya harapan

(Lusyawati dkk, 2018). Hal tersebut mendukung pernyataan bahwa

individu yang optimis terhadap dirinya merupakan karakteristik

individu yang mampu menerima dirinya.

b. Menganggap dirinya sederajat dengan orang-orang lain

Individu yang menganggap dirinya sederajat dengan orang

lain secara otomatis dapat melihat dirinya sebagai pribadi yang

berharga. Apabila kondisi nyata seorang individu dengan idealnya

sangat berbeda sekali akan memungkinkan individu tersebut tidak

bahagia dengan dirinya. Individu yang memandang diri idealnya

dalam diri orang lain akan membuat individu merasa dirinya lebih

rendah dari orang lain. Seorang individu yang tidak bahagia

dengan dirinya dan mengganggap dirinya lebih rendah dari orang

lain merupakan individu yang kurang bisa menerima dirinya. Hal

tersebut akan berdampak pada cara bersosialisasi individu tersebut.

Individu yang merasa dirinya lebih rendah dari orang lain akan

(30)

c. Tidak menganggap dirinya sebagai orang hebat atau abnormal dan

tidak mengharapkan bahwa orang lain mengucilkannya

Individu yang memiliki self acceptance akan bisa berpikir

positif tentang dirinya bahwa setiap individu pasti memiliki

kelemahan atau kekuragan dan hal tersebut tidak menjadi

penghambat individu untuk mengaktualisasikan dirinya (Lusyawati

dkk, 2018). Individu yang dapat menerima dirinya dapat melihat

kelebihannya secara lebih bijaksana dan melihat kekurangannya

dengan sisi yang positif. Individu yang memiliki penerimaan diri

yang baik akan mampu menghargai dirinya sendiri serta mampu

menghargai orang lain.

d. Tidak malu-malu kucing atau serba takut dicela orang lain

Tidak malu-malu dan serba takut dicela orang lain

merupakan individu yang memiliki tingkat kepercayaan diri yang

tinggi. Individu yang memiliki kepercayaan diri memiliki

pandangan positif serta optimis tentang dirinya dan hidupnya

sehingga individu tidak merasa dirinya akan dikucilkan ataupun

dicela oleh individu lain.

e. Mempertanggung-jawabkan perbuatannya

Individu yang mempertanggung jawabkan atas apa yang di

lakukan merupakan individu yang dapat menerima segala

konsekuensi apapun yang ada dalam hidupnya. Individu mampu

(31)

benar.Penerimaan diri merupakan kondisi dimana individu dapat

menerima segala aspek baik atau buruk yang ada di hidupnya.

f. Mengikuti standar pola hidupnya sendiri dan tidak ikut-ikutan

Salah satu ciri dari individu yang dapat menerima dirinya

adalah individu yang dapat menjalani kehidupan sesuai dengan

porsi dirinya dan kemampuannya. Individu yang menerima dirinya

juga dapat menjadi dirinya sendiri dengan tidak mengikuti standar

pola individu lain. Individu menilai bahwa kehidupannya lebih

baik dari orang lain sehingga individu tidak berusaha untuk

menjadi orang lain untuk membuat hidupnya lebih bahagia.

g. Menerima pujian atau celaan secara objektif

Individu yang dapat melihat pujian atau celaan secara

objektif merupakan individu yang memiliki kematangan secara

psikologis. Menurut Anderson (Sobur, 2003), individu yang

memiliki kematangan psikologis mampu menerima kritikan dan

saran.Individu yang matang secara psikologis akan memiliki

penerimaan diri yang baik karena individu yang matang secara

psikologis dapat mengolah berbagai kritik maupun pujian serta

menyadari bahwa dirinya juga memiliki kelemahan maupun

(32)

h. Tidak menganiaya diri sendiri dengan kekangan-kekangan yang

berlebihan

Individu yang tidak mengekang dirinya sendiri secara

berlebihan merupakan individu yang dapat melihat dirinya sebagai

individu yang berharga. Individu yang menghargai dirinya akan

mengetahui apa yang terbaik untuk dirinya tanpa harus berlaku

negatif terhadap dirinya sendiri. Individu memiliki rasa sayang

terhadap dirinya sendiri serta mampu untuk mengontrol dirinya

ketika sedang berhadapan dengan konflik dalam dirinya.

i. Menyatakan perasaannya dengan wajar

Individu yang dapat menerima dirinya mampu menjadi

pribadi yang otentik dan asertif. Otentik dan asertif dapat diartikan

bahwa individu memiliki kerelaan untuk dapat terbuka atau lebih

dapat menyatakan aneka pikiran, perasaan, serta reaksi kepada

orang lain. Ridha (2012) mengatakan bahwa dalam penerimaan diri

individu, terciptanya suatu penerimaan diri yang baik terhadap

kekurangan dan kelebihan yang dimiliki, dapat dilihat dari

bagaimana ia mampu untuk menghargai dan menyayangi dirinya

serta terbuka kepada orang lain.

Menurut paparan ahli mengenai ciri-ciri individu yang dapat

menerima dirinya, peneliti menyimpulkan bahwa individu yang

dapat menerima dirinya merupakan individu yang memiliki rasa

(33)

lebih tinggi dari pada orang lain, tidak malu dengan orang lain,

bertanggung jawab atas perbuatannya, percaya diri, melihat sesuatu

secara objektif, menghargai dirinya, serta dapat bersikap asertif.

3. Faktor-Faktor Penerimaan Diri

Menurut Jersild (1958), yang merupakan faktor yang

mempengaruhi penerimaan diri yaitu:

a. Usia

Semakin matang usia seorang individu maka akan semakin

baik pula penerimaan diri yang dimiliki oleh individu tersebut.

Individu yang semakin berusia matang maka dalam hal emosi

dapat semakin matang. Individu dengan kematangan emosi yang

baik akan semakin mampu menerima dirinya sebagaimana adanya.

b. Pendidikan

Individu dengan tingkat pendidikan lebih tinggi akan lebih

dapat menerima dirinya dari pada individu yang memiliki

pendidikan rendah. Individu yang memiliki tingkat pendidikan

yang tinggi memiliki kesadaran yang tinggi akan dirinya dan

memiliki wawasan yang lebih luas tentang cara mengelola dirinya.

Individu yang sadar akan kondisi dirinya dan memiliki wawasan

akan pengelolaan dirinya maka individu akan lebih mudah dalam

(34)

c. Keadaan fisik

Keadaan fisik akan mempengaruhi penerimaan diri individu.

Seorang individu yang memiliki kondisi fisik yang sehat dan utuh

akanlebih dapat menerima dirinya dibandingkan dengan individu

dengan fisik yang tidak sehat ataupun cacat.

d. Dukungan sosial

Penerimaan diri akan mudah dilakukan jika seseorang

mendapat dukungan dari orang-orang di sekitarnya. Dengan

mendapat dukungan sosial dari lingkungannya, individu merasa

diterima oleh individu lain. Individu yang merasa diterima oleh

individu lain akan lebih mudah untuk dapat menerima dirinya

sendiri.

e. Pola asuh orang tua

Pola asuh orang tua merupakan faktor yang penting dalam

perkembangan individu. Pola asuh yang baik dan tepat akan

mendorong individu untuk memiliki konsep diri yang positif.

Seorang individu yang memiliki konsep diri yang positif akan

melihat dirinya secara positif. Individu yang melihat dirinya secara

positif akan secara otomatis dapat menerima dirinya.

Menurut paparan ahli mengenai faktor yang mempengaruhi

seseorang dalam menerima diri, peneliti menyimpulkan bahwa

terdapat faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi

(35)

hanya faktor yang ada dalam dirinya tetapi juga faktor diluar

dirinya.

4. Upaya-Upaya Peningkatan Penerimaan Diri

Menurut Siti Sundari (2005), ada beberapa cara yang dapat

memudahkan seseorang untuk menerima dirinya yaitu:

a. Mencari orang lain yang dapat dipercaya untuk mendengarkan

keluh kesah diri.

Dukungan sosial merupakan salah satu faktor yang penting

dalam kehidupan manusia terutama dalam hal penerimaan

diri.Dukungan sosial dapat berupa kesempatan untuk bercerita,

meminta pertimbangan, bantuan nasehat, atau tempat untuk

mengeluh (Kartika dkk, 2016).

b. Mencari orang lain yang mempunyai masalah kehidupan

yangsama, sehingga individu dapat berdiskusi, mencurahkan isi

hati dan problem pribadi.

Menemukan orang lain yang memiliki masalah kehidupan

yang samasama akan lebih menguatkan seorang individu untuk

menghadapi masalahnya. Individu yang memiliki permasalahan

yang sama dapat saling menguatkan satu sama lain, saling

memberikan masukan, serta saling belajar tentang kesuksesan

(36)

c. Menghayati hasil sastra orang lain, misal cerita-cerita pendek,

novel, drama, film dan sebagainya. Di dalam hasil sastra tersebut

dapat dilihat motif dan cara-cara mekanisme pertahanan diri dan

dapat ditemukan masalah yang samadengan tokoh didalamnya,

sehingga dapat mempelajari bagaimana cara mengatasi

masalahnya.

Menonton atau membaca cerita-cerita yang berkaitan dengan

permasalahan yang sedang dialami merupakan salah satu metode

dalam konseling dimana seorang individu berproses menggunakan

suatu media. Media yang digunakan kiranya berhubungan dengan

keadaan yang ssedang dialami seorang individu. Media tersebut

dapat digunakan individu untuk belajar bagaimana dapat survive

dan belajar bagaimana cara mengatasi ketika seorang individu

dihadapkan pada masalah tersebut.

d. Mengembangkan potensi diri yang positif. Ketika individu

menerima kenyataan, individu dapat menyesuaikan dengan

keadaan dan mengembangkan potensi yang positif dalam diri.

Setiap individu memiliiki sisi positif dalam dirinya. Ketika

seorang individu melihat dirinya positif dan berharga maka seorang

(37)

B. Hakekat Broken Home

1. Pengertian Broken Home

Kata Broken home berasal dari dua kata yaitu broken dan home.

Menurut Kamus Inggris-Indonesia, broken berasal dari kata break yang

berarti keretakan, sedangkan home mempunyai arti rumah atau rumah

tangga (Echols dan Hassan, 2007). Broken home dapat diartikan sebagai

rumah tangga yang retak atau keluarga yang retak.

Broken home diartikan sebagai kondisi keluarga yang tidak

harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai dan

sejahtera karena sering terjadi keributan dan perselisihan yang

menyebabkan pertengkaran (Santrock, 2002). Broken home disebutkan

bukan hanya untuk keluarga yang bercerai akan tetapi untuk keluarga

yang yang tidak bercerai namun kurang harmonis.

Menurut Kartono (1996), broken home adalah kurangnya

perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang orang tua sehingga

membuat mental anak menjadi frustasi, brutal, dan susah diatur. Dalam

keluarga broken home, keberfungsian keluarga menjadi berkurang

sehingga dapat memicu kenakalan remaja.

Chaplin (2005) juga mengemukakan bahwa broken home adalah

keluarga atau rumah tangga tanpa hadirnya salah seorang dari kedua

orang tua (ayah dan ibu) disebabkan oleh meninggal, perceraian,

(38)

Menurut paparan dari beberapa ahli terkait definisi broken home,

peneliti menyimpulkan bahwa broken home merupakan suatu keadaan

dimana sebuah keluarga (ayah dan ibu) sudah tidak utuh akibat

perceraian atau masih membina rumah tangga namun tidak harmonis.

2. Faktor-Faktor terjadinya Broken Home

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kasus pertikaian

dalam keluarga yang berakhir dengan perceraian. Dagun (2013)

menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya

broken home yaitu persoalan ekonomi, perbedaan usia yang besar,

keinginan memperoleh anak putra (putri), dan persoalan perinsip hidup

yang berbeda. Faktor lainnya berupa perbedaan penekanan dan cara

mendidik anak, juga pengaruh dukungan sosial dari pihak luar,

tetangga, sanak saudara, sahabat, dan situasi masyarakat yang

terkondisi, dan lain-lain.

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya broken

home adalah:

a. Terjadinya perceraian

Perceraian dalam keluarga biasanya diawali oleh sebuah

konflik yang terjadi di dalam keluarga tersebut sehingga kedua

orang tua memilih perceraian untuk menjadi jalan keluar. Dagun

(2013:113) mengatakan bahwa peristiwa perceraian senantiasa

(39)

Perceraian dapat menimbulkan stress, tekanan, dan menimbulkan

perubahan fisik, dan mental.

b. Ketidakdewasaan sikap orang tua

Ketidakdewasaan sikap orang tua juga dapat menjadi salah

satu faktor penyebab terjadinya keluarga broken home. Saat

menghadapi suatu permasalahan, orang tua cenderung untuk

menggunakan ego masing-masing dan enggan untuk membicarakan

dengan baik mengenai permasalahan yang sedang dialami.

c. Orang tua yang kurang memiliki rasa tanggungjawab

Kurangnya rasa tanggungjawab dalam keluarga akan memicu

permasalahan dalam keluarga tersebut. Orang tua yang kurang

memiliki rasa tanggungjawab akan berlaku seenaknya dan

cenderung untuk lari dari kewajibannya sebagai orang tua, istri,

atau suami.

d. Jauh dari Tuhan

Relasi terhadap Tuhan merupakan hal yang sangat penting

dalam kehidupan spiritual manusia. Kedekatan individu dengan

Tuhan akan meminimalisir seorang individu untuk berprilaku

menyimpang atau tidak sesuai dengan ajaran Nya.

e. Adanya masalah ekonomi

Masalah ekonomi sering kali menjadi pemicu keretakan

dalam rumah tangga. Berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi

(40)

penentu kesejahteraan dalam sebuah keluarga. Keadaan ekonomi

yang buruk memicu adanya cekcok antara anggota keluarga satu

dengan yang lainnya. Ibu menuntut hal-hal diluar penghasilan ayah

atau ayah sebagai kepala keluarga tidak mampu memenuhi

kebutuhan keluarga dapat menjadi pemicu keretakan hubungan

keluarga. Hal lain yang dapat menjadi pemicu adalah orang tua

lebih fokus mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga

sehingga kurang dapat fokus mengurus keluarga. Komunikasi

anggota keluarga menjadi kurang karena mereka lebih fokus

kepada pemenuhan kebutuhan keluarga. Komunikasi yang kurang

dapat menjadi pemicu kesalahpahaman antar anggota keluarga.

f. Kehilangan kehangatan dalam keluarga

Relasi yang baik antar anggota keluarga akan menjadikan

sebuah keluarga lebih harmonis. Apabila ayah dan ibu kehilanggan

rasa peduli satu sama lain, kasih sayang, tidak adanya keterikatan

satu sama lain, dan kurangnya komunikasi, hal tersebut akan

menimbulkan dampak yang negatif bagi relasi keduanya serta

anggota keluarga yang lain.

g. Adanya masalah pendidikan

Pendidikan atau wawasan merupakan salah satu faktor

penting dalam pembentukan diri individu. Individu yang tidak

memiliki pendidikan atau wawasan yang baik akan lebih sulit

(41)

pengelolaan diri. Individu dengan pengelolaan diri yang kurang

baik akan sulit untuk beradaptasi dengan lingkungannya dan

orang-orang disekitarnya sehingga seringkali memicu terjadinya konflik

antara individu satu dengan yang lain.

C. Hakekat Remaja

1. Pengertian Remaja

Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal

dari bahasa Latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk

mencapai kematangan” (Ali & Asrori, 2016). Kematangan dalam hal

ini bukan hanya kematangan fisik, namun juga kematangan

sosial-psikologis.Menurut Mappiare (Ali & Asrori, 2016), masa remaja

berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi

wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Remaja awal

berlangsung pada usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun dan

remaja akhir pada usia 17/18 sampai dengan usia 21/22 tahun.

Berbeda dengan WHO, WHO mengatakan bahwa batasan usia

remaja yaitu pada usia 10-20 tahun. WHO membagi dalam dua bagian

yaitu remaja awal pada usia 10-14 tahun sedangkan remaja akhir pada

usia 15-20 tahun (Sarwono, 2007). Menurut paparan dari beberapa

ahli terkait definisi remaja, peneliti menyimpulkan bahwa remaja

merupakan masa dimana terjadi peralihan antara masa anak-anak

(42)

2. Tugas Perkembangan Remaja

Menurut Havighust (Ali & Asrori, 2016), terdapat sejumlah

tugas perkembangan remaja yang harus diselesaikan yaitu:

a. Mencapai hubungan baru dengan teman sebaya baik pria maupun

wanita

Dalam kelompok yang sejenis, remaja mulai berprilaku

layaknya orang dewasa dan pada kelompok lain jenis remaja

belajar menguasai ketrampilan sosial. Remaja putri memiliki

kecenderungan lebih cepat matang dari pada remaja putra baik

kematangan fisik maupun psikologis.

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita

Peran sosial antara pria dan wanita memiliki perbedaan

dimana seorang remaja putra memiliki peranan sosial sebagai

seorang pria dan remaja putri memiliki peranan sosial sebagai

seorang wanita.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif

Masa remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak

dan masa dewasa. Dalam masa tersebut terjadi

perubahan-perubahan fisik disertai dengan perubahan-perubahan sikap dan minat remaja.

d. Mencari kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang

dewasa lainnya

Remaja dalam hal ini berusaha untuk membebaskan diri dari

(43)

orang tua dan orang lain. Dalam masa ini, remaja ingin bebas

namun mereka masih mengharapkan perlindungan orang tua

karena mereka belum merasa siap menghadapi dunia dewasa.

e. Mencapai jaminan kebebasan ekonomis

Masa remaja merupakan masa dimana seseorang berusaha

untuk mencapai kemandiriannya. Remaja memiliki hasrat untuk

berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang tua dan merasakan

kemampuan mereka dalam membangun kehidupan sendiri.

f. Memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan

Usia remaja merupakan saat dimana seseorang mulai

memiliki gambaran akan pekerjaan yang akan diminatinya. Faktor

yang mempengaruhi dapat berupa prestasi di sekolah, cita-cita,

serta tujuan selanjutnya dalam menempuh pendidikan.

g. Persiapan untuk memasuki kehidupan berkeluarga

Masa transisi menuju masa dewasa dapat dikatakan masa

persiapan seseorang untuk menuju kehidupan berkeluarga.Sikap

remaja terhadap perkawianan bervariasi, ada yang menunjukan

rasa takut dan ada yang menganggap bahwa perkawianan

(44)

h. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep yang

penting untuk kompetensi kewarganegaraan.

Masa remaja merupakan masa dimana seseorang mulai untuk

mengembangkan konsep berkaitan dengan hukum, politik,

ekonomi, dan kemasyarakatan.

i. Mencapai dan mengharapkan tingkah laku sosial yang

bertanggung jawab

Remaja berpartisipasi sebagai orang dewasa dimana mereka

mampu bertanggung jawab dalam kehidupan masyarkat dan

mampu menjunjung nilai-nilai masyarakat dalam bertingkah laku.

j. Memperoleh suatu himpunan nilai-nilai dan sistem etika sebagai

pedoman tingkah laku

Remaja memperoleh suatu himpunan nilai-nilai sehingga

remaja dapat mengembangkan serta merealisasikan nilai-nilai

tersebut untuk kepentingan hubungan dengan individu lain.

3. Arti Keluarga dalam Masa Remaja

Menurut Singgih & Gunarsa (2009) terdapat tiga faktor yang

merupakan segi-segi keluarga yang sangat penting bagi perkembangan

remaja:

a. Keluarga dapat memenuhi kebutuhan remaja akan keakraban dan

kehangatan yang memang perlu baginya

b. Keluarga dapat memupuk kepercayaan diri anak dan perasaan

(45)

c. Keluarga memegang peranan besar yakni memberikan kesempatan

untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang diperlukan.

D. Program Bimbingan

1. Pengertian Bimbingan Pribadi-Sosial

Menurut Winkel dan Sri Hastuti (2004), bimbingan pribadi sosial

merupakan bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri

dan mengatasi berbagai pergumulan dalam batinnya sendiri, dalam

mengatur diri sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani,

pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual dan sebagainya, serta

bimbingan dalam membina hubungan kemanusiaan dengan sesama di

berbagai lingkungan (pergaulan sosial).

2. Unsur-Unsur Bimbingan Pribadi Sosial

Bimbingan pribadi-sosial yang diberikan di jenjang pendidikan

menengah dan pendidikan tinggi sebagian disalurkan melalui

bimbingan kelompok dan sebagian lagi melalui bimbingan individual,

serta mengandung unsur-unsur berikut (Winkel dan Hastuti, 2004):

a. Informasi tentang fase atau tahap perkembangan yang sedang

dilalui oleh siswa remaja, misalnya mengenai menerima keadaan

diri sendiri, tata cara bergaul yang baik, pengelolaan diri. Informasi

ini berguna agar siswa dapat mengetahui tahap perkembangannya

saat ini dan memahami apa yang terjadi dalam dirinya saat ini,

(46)

dirinya agar lebih bisa menerima diri serta mengetahui apa yang

harus diperbuat.

b. Penyadaran akankeadaan masyarakat dewasa ini, yang semakin

berkembang ke arah masyarakat modern, antara lain apa ciri-ciri

kehidupan modern, dan apa makna ilmu pengetahuan serta

teknologi bagi kehidupan manusia. Dengan adanya teknologi yang

semakin maju dan trend masa kini, siswa diberikan penegertian

untuk dapat lebih bijak menerima perubahan teknologi dan trend

terbaru karena tidak semua dapat digunakan. Perubahan teknologi

dan trend masa kini mendorong siswa untuk menjadi orang lain

dari pada menjadi diri mereka sendiri. Hal tersebut memicu

kurangnya penerimaan diri pada diri siswa.

c. Pengaturan diskusi kelompok mengenai kesulitan yang dialami

oleh kebanyakan siswa agar siswa tidak merasa sendiri dalam

mengatasi permasalahannya. Diskusi kelompok ini membantu

siswa untuk dapat menumbuhkan kepercayaan dirinya serta

membuat siswa merasa diterima oleh orang-orang disekitarnya.

d. Pengumpulan data yang relevan untuk mengenal kepribadian

siswa, misalnya sifat-sifat kepribadian yang tampak dalam tingkah

laku, latar belakang keluarga, dan keadaan kesehatan.

Pengumpulan data bertujuan untuk mengetahui siswa dan

(47)

3. Program Pendampingan Siswa

Program pendampingan dilakukan dengan tujuan untuk

mendampingi siswa broken home agar siswa dapat lebih dapat

menerima diri mereka yang tengah dalam kondisi broken home.

Adapun program pendampingan yang dilakukan yaitu:

a. Bimbingan kelompok

Winkel dan Hastuti (2004) mengatakan bahwa kelompok (a

group) dalam rangka bimbingan kelompok merupakan suatu

satuan/unit orang yang mempunyai tujuan yang ingin dicapai

bersama, berinteraksi dan berkomunikasi secara intensif satu sama

lain pada waktu berkumpul, saling tergantung dalam proses bekerja

sama, dan mendapat kepuasan pribadi dari interaksi psikologi

dengan seluruh anggota yang tergabung dalam satuan itu.

Bimbingan kelompok dilakukan dengan tujuan agar siswa broken

home di SMK N 2 Depok dapat saling bertukar pikiran serta

pengalaman dan saling mendapat penguatan satu sama lain.

b. Konseling kelompok

Konseling kelompok merupakan proses konseling yang tidak

hanya melibatkan dua orang namun lebih dari dua orang dengan

tujuan untuk saling memberikan bantuan psikologis satu sama lain.

Menurut Gazda (Winkel dan Hastuti, 2004), konseling kelompok

merupakan suatu proses antar pribadi yang dinamis, yang terpusat

(48)

E. Kajian Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Laurensia Puji Noviani

tahun 2016 dengan judul, “Tingkat Kemampuan Penerimaan Diri Remaja

(Studi Deskriptif pada Remaja Kelas VII di SMP Karitas Ngaglik Tahun

Ajaran2016/2017 dan Impikasinya Terhadap Usulan Topik-Topik

Bimbingan Pribadi Sosial”,diketahui bahwa pengukuran tingkat

penerimaan diri didasarkan pada delapan aspek, yaitu sifat percaya diri dan

menghargai diri sendiri; kesediaan menerima kritik dari orang lain; mampu

menilai diri dan mengoreksi kelemahan; jujur terhadap diri sendiri dan

orang lain; nyaman dengan dirinya sendiri; memanfaatkan kemampuan

dengan efekif; mandiri dan berpendirian; dan bangga menjadi diri sendiri.

Hasil penelitian tersebut secara umum menunjukan tingkat

penerimaan diri remaja berada pada kategori tinggi. Faktor paling

berpengaruh pada penerimaan diri remaja terletak pada adanya

pemahaman tentang diri sendiri, adanya harapan yang realistik, tidak

adanya hambatan di dalam lingkungan, sikap-sikap anggota masyarakat

yang menyenangkan, tidak adanya gangguan emosional yang berat,

pengaruh keberhasilan yang dialami baik secara kualitatif maupun

kuantitatif, identifikasi dengan orang yang memiliki penyesuaian diri yang

baik, adanya perspektif diri yang luas, pendidikan yang baik pada masa

anak-anak, dan konsep diri yang stabil. Letak relevansi dengan penelitian

yang sedang dilakukan terletak pada jenis penelitian dan teknik

(49)

33

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari uraian jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian,

populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian, teknik dan instrumen

pengumpulan data penelitian, validitas dan reliabilitas, dan teknik analisis data

penelitian.

A. Jenis Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan yang peneliti angkat, peneliti ingin

meneliti tingkat penerimaan diri remaja broken home, secara khusus remaja di

SMK N 2 Depok. Maka peneliti menggunakan penelitian deskriptif.

Penelitian deskriptif memecahkan masalah berdasarkancara menggambarkan

obyek penelitian pada masa sekarang berdasarkan pada fakta-fakta

sebagaimana adanya. Fakta-fakta tersebut kemudian dianalisis dan

diinterpretasikan dalam bentuk survei dan studi perkembangan. Metode

penelitian survei tepat digunakan dalam penelitian iniuntuk mendapatkan data

di tempat tertentu yang alamiah. Sugiyono (2015) mengatakanbahwa

Metode survey digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan), tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data, misalnya dengan mengedarkan kuesioner, test, wawancara terstruktur, dan lain sebagainya.

Jenis penelitian ini menurut jenis datanya adalah jenis penelitian

kuantitatif.Jenis penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian

yang sering digunakan dalam sebuah penelitian. Sugiyono (2015) mengatakan

(50)

Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk penelitian.Metode

kuantitatif sebagai metode positivistik karena

berlandaskan pada filsafat positivisme.Metode

kuantitatifsebagai metode ilmiah/scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional, dansistematis.

Metode kuantitatif menganalisis data menggunakan statistik karena data

dalam penelitian merupakan angka-angka.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di ruang BK SMK N 2 Depok.Waktu

pelaksanaan penelitian ini berlangsung pada bulan Februari 2018 sampai

dengan bulan Desember 2018. Proses pengambilan data dimulai pada hari

Jumat, 23 November 2018 dimulai Pukul 08.00 WIB dan berakhir Pukul

12.00 WIB.Hari kedua pada hari selasa, 27 November 2018 dimulai pukul

08.00 WIB dan berakhir pada pukul 12.00 WIB.

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa broken home di SMK Negeri 2

Depok.Jumlah subjek yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 30

siswa.Teknik penentuan subjek dalam penelitian ini menggunakan purposive

sampling. Menurut Sugiyono (2015), Purposive sampling merupakan teknik

penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Teknik purposive sampling

(51)

D. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah penerimaan diri pada remaja

broken home.Peneriman diri yang dimaksud dalam penelitian ini artinya

penerimaan diri siswa dalam konteks keadaan siswa yang mengalami broken

home.

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Sugiyono (2015) mengatakan bahwa pengumpulan data dapat

dilakukan dengan berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik angket.

Angket merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan caramemberi seperangkat pernyataan tertulis kepada responden.

Angket yang akan dibuat harus berlandaskan pada faktor dalam prinsip

penulisan angket. Prinsip penulisan angket dalam bukunya Sugiyono

(2015) mengatakan bahwa:

Prinsip ini menyangkut beberapa faktor yaitu: isi dan tujuan pertanyaan, bahasa yang digunakan mudah, pertanyaan tertutup terbuka positif negatif, pertanyaan tidak mendua, tidak menanyakan hal-hal yang sudah lupa, pertanyaan tidak mengarahkan, panjang pertanyaan, dan urutan pertanyaan.

Teknis pengumpulan data yang peneliti lakukan dalam penelitian

ini meliputi beberapa langkah sebagai berikut:

a. Peneliti mengkondisikan siswa di ruang kelas.

(52)

melakukan penelitian kepada subjek di SMK N 2 Depok.

c. Peneliti membagikan bolpoin dan lembar angket kepada masing-

masing subjek.

d. Peneliti membacakan pengantar dalam angket

e. Peneliti mengajak masing-masing subjek untuk membaca petunjuk

pengerjaan angket.

f. Subjek yang sudah selesai mengejakan maju ke depan untuk

mengumpulkan angket dan diperkenankan meninggalkan ruangan atau

duduk kembali.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini berupa angket

tentang penerimaan diri pada remaja broken home di SMK N 2

Depok.Angket dalam penelitian ini bersifat tertutup karena pilihan

alternatif jawaban untuk setiap item sudah disediakan, sehingga

responden hanya perlu memilih salah satu dari keempat alternatif

jawaban. Angket dalam penelitian ini memuat pernyataan-pernyataan

yang mengungkap ciri-ciri penerimaan diri pada remaja broken home

denganmenggunakan skala Likert. Skala pengukuran Likert yang

digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur sikap, pendapat, dan

persepsi sekelompok remaja broken home terkait dengan penerimaan diri.

Data dalam instrumen penelitian ini dihasilkan dengan menggunakan

pengukuran skala Likertdalam bentuk cheklist. Jawaban setiap item

(53)

sampai sangat negatif. Item dalam kuesioner ini terdapat jenis item yang

favorable yaitu item yang menunjukkan penerimaan diri dan unfavorable

yaitu item yang belum menunjukkan penerimaan diri. Alternatif jawaban

pada setiap item yang favorable diberi skor sebagai berikut:

Tabel 3.1

Norma Skoring Inventori Penerimaan Diri

Alternatif Jawaban Favourable (+) Unfavourable (-)

Sangat Sesuai 4 1

Sesuai 3 2

Tidak Sesuai 2 3

Sangat Tidak Sesuai 1 4

Kuesioner berbentuk checklist diberikan kepada responden untuk

menghasilkan data yang diperlukan untuk mengetahui tingkat

penerimaan diri pada remaja broken home di SMK N 2 Depok. Sebelum

pembuatan angket tentang penerimaan diri pada remajabroken home di

SMK N 2 Depok, peneliti lebih dahulu membuat kisi-kisi melalui ciri-ciri

penerimaan diri menurut Sheerer. Setiap butir item dalamangket bertolak

dari sembilan ciri-ciri penerimaan diri menurut Sheeer (Sutadipura, 1984)

yaitu:

a. Kepercayaan atas kemampuannya menghadapi hidupnya.

b. Menganggap dirinya sederajat dengan orang-orang lain.

c. Tidak menganggap dirinya sebagai orang hebat atau abnormal dan

tidak mengharapkan bahwa orang lain mengucilkannya.

d. Tidak malu-malu kucing dan serba takut dicela orang lain.

e. Mempertanggungjawabkan perbuatannya.

(54)

g. Menerima pujian atau celaan secara objektif.

h. Tidak menganiyaya diri sendiri dengan kekangan-kekangan yang

berlebihan.

i. Menyatakan perasaannya dengan wajar

F. Pengujian Instrumen Penelitian

1. Validitas

Validitas merupakan drajad ketepatan antara data yang terjadi

pada objek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti

(Sugiyono, 2015). Data dapat dikatakan valid apabila data yang

dilaporkan peneliti dengan data yang sesungguhanya yang terjadi pada

objek penelitian tidak berbeda. Validitas yang diuji untuk instrumen

penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi merupakan validitas

yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis

rasional dengan caraprofessional judgement (Azwar, 2009). Dalam

penelitian ini, instrumen penelitian dikonstruksi berdasarkan ciri-ciri

yang diukur kemudian dikonsultasikan kepada ahli.

Teknik uji yang digunakan adalah dengan cara mengkorelasikan

skor-skor setiap item yang digunakan terhadap skor-skor ciri melalui

pendekatan analisis korelasi Pearson Product Moment. Formulasi yang

digunakan adalah sebagai berikut:

𝑅𝑥𝑦 = N ∑XY − (∑X)(∑Y)

(55)

Keterangan:

Semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 dianggap

memuaskan dan jika kurang dari 0,30 item diinterpretasikan sebagai item

yang memiliki daya diskriminasi rendah (Azwar 2009). Pengujian validitas

dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Statistic Programme for

Social Science) versi 20, dari hasil penghitungan diperoleh 60 yang

memiliki korelasi ≥ 0,30, sedangkan 18 item memiliki korelasi ≤ 0,30. Hasil

penghitungan koefisien korelasi item instrumen penelitian dapat dilihat pada

table 3.2

Tabel 3.2

Hasil Analisis Uji Validitas Item

Ciri-Ciri Indikator

Nomer Item

Jumlah

Valid Tidak

Valid

1. Kepercayaan atas

kemampuannya menghadapi hidupnya

a. Remaja mampu

menghadapi tantangan dalam hidupnya sendiri.

7,4,9 1 3

b. Remaja percaya

bahwa dia dapat mengatasi permasalahan dalam hidupnya.

5,2,11 8 3

c. Remaja memiliki

rasa optimis dalam menghadapi

(56)

hidupnya

2. Menganggap

dirinya sederajat dengan orang lain

a. Remaja yakin bahwa dirinya

a. Remaja mudah

bergaul dengan teman-teman yang ada di lingkungan sekitar. bahwa orang lain mengucilkannya

a. Remaja mampu

menghargai dirinya sendiri.

21,22,24, 28 3

b. Remaja mampu

menghargai orang lain.

27 25 1

c. Remaja mampu

menganggap dirinya orang yang optimal

29 23,26 1

4. Tidak merasa

malu atau serba takut dicela orang lain

a. Remaja memiliki

kepercayaan diri dalam hidupnya.

30,31,33, 35

- 4

b. Remaja memiliki

rasa optimis terhadap apa yang akan dia lakukan.

32,34,36 - 3

5. Mempertanggung

jawabkan perbuatannya

a. Remaja mampu

bertanggungjawab atas apa yang telah dia lakukan.

38,41 37,39 2

b. Remaja mampu

mengakui

a. Remaja yakin

dengan apa yang akan atau telah dia lakukan.

45,46 43 2

b. Remaja yakin

bahwa hidupnya lebih baik dari hidup orang lain.

44,47,48 - 3

7. Menerima pujian

atau celaan secara objektif

a. Remaja mampu

menerima kritikan dari orang

(57)

laindengan baik.

b. Remaja mampu

mengelola pujian yang diberikan orang lain dengan baik

50, 52 - 2

8. Tidak

menganiyaya diri sendiri

a. Remaja memiliki

rasa sayang kepada dirinya sendiri.

56,59 53 3

b. Remaja meyakini

bahwa dirinya adalah berharga

62,64 - 2

c. Remaja memiliki

pengaturan diri terhadap frustasi

54,57,60, 66

- 4

d. Remaja sadar

dalam

a. Remaja mampu

tampil secara otentik.

70 67 1

b. Remaja mampu

menampilkan diri secara asertif.

68,73 71 2

c. Remaja mampu

mengolah rasa bahagia yang ada di dalam hidupnya.

74 76,77 1

d. Remaja mampu

mengolah rasa sedih dan kecewa yang ada di dalam

Berdasarkan perhitungan koefisien butir instrument dari 9 ciri-ciri

menggunakan SPSS (Statistic Programme for Social Science)versi 20, diperoleh

60 instrumen yang valid dan 18 instrumen yang tidak valid dari 78 item. Kisi-kisi

(58)

Tabel 3.3

Kisi-Kisi Instrumen Penerimaan Diri Remaja Broken Home (Setelah Uji Validitas)

Ciri-Ciri Indikator Nomor Item Jumlah

Positif Negatif

1. Kepercayaan atas

kemampuannya menghadapi hidupnya

a. Remaja mampu

menghadapi tantangan dalam hidupnya sendiri.

7 4,9 3

b. Remaja percaya

bahwa dia dapat mengatasi permasalahan dalam hidupnya.

5,11 2 3

c. Remaja memiliki

rasa optimis dalam menghadapi hidupnya

3,10 12 3

2. Menganggap

dirinya sederajat dengan orang lain

a. Remaja yakin bahwa dirinya berharga seperti halnya teman-temannya.

13,19 14,16 4

b. Remaja mudah

bergaul dengan teman-teman yang ada di lingkungan sekitar. bahwa orang lain mengucilkannya

d. Remaja mampu

menghargai dirinya sendiri.

21 22,24 3

e. Remaja mampu

menghargai orang lain.

- 27 1

f. Remaja mampu

menganggap dirinya orang yang optimal

- 29 1

4. Tidak merasa

malu atau serba

c. Remaja memiliki

kepercayaan diri

Gambar

Gambar 4.1 Diagram Batang Tingkat Penerimaan Diri Remaja
Tabel 3.1 Norma Skoring Inventori Penerimaan Diri
table 3.2
Tabel 3.3
+7

Referensi

Dokumen terkait