TINGKAT PENERIMAAN DIRI REMAJA BROKEN HOME
(Studi Deskriptif pada Siswa/i SMK N 2 Depok Tahun Ajaran 2018/2019 dan Implikasinya Terhadap Usulan Program Pendampingan Siswa)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusunoleh: Hana Septa Gracia
151114023
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
TINGKAT PENERIMAAN DIRI REMAJA BROKEN HOME
(Studi Deskriptif pada Siswa/i SMK N 2 Depok Tahun Ajaran 2018/2019 dan Implikasinya Terhadap Usulan Program Pendampingan Siswa)
SKRIPSI
Diajukanuntuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusunoleh: Hana Septa Gracia
151114023
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN MOTTO
Trust in the LORD with all your heart and lean not on your own understanding; in all your ways submit to him, and he will make your paths
straigh (Proverbs 3:5-6)
Therefore I tell you, whatever you ask for in prayer, believe that you have received it, and it will be yours (Mark 11:24)
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya saya yang sederhana ini saya persembahkan kepada:
Tuhan Yesus Kristus yang selalu mengiringi setiap proses kehidupan saya
Kedua orang tua saya Bapak Sugiman dan Ibu Winarti
viii ABSTRAK
TINGKAT PENERIMAAN DIRI REMAJA BROKEN HOME
(Studi Deskriptif pada Siswa/i SMK N 2 Depok Tahun Ajaran 2018/2019 dan Implikasinya Terhadap Usulan Program Pendampingan Siswa)
Hana Septa Gracia Universitas Sanata Dharma
2019
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mendeskripsikan seberapa baik penerimaan diri remaja broken home SMK N 2 Depok tahun ajaran 2018/2019 (2) Mengetahui item-item instrumen penerimaan diri yang capaian skornya teridentifikasi rendah sebagai bahan usulan program pendampingan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Angket Penerimaan Diri Remaja yang disusun oleh peneliti. Koefisien reliabilitas kuesioner diukur menggunakan Alpha Cronbach dan menunjukan hasil perhitungan 0,934 yang masuk dalam kategori sangat tinggi.Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi broken home di SMK N 2 Depok tahun ajaran 2018/2019 berjumlah 30 siswa. Teknik analisis data yang digunakan adalah norma kategorisasi menurut Azwar terdiri dari 5 kategori yaitu sangat baik, baik, cukup baik, tidak baik, sangat tidak baik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Tingkat penerimaan diri remaja broken home di SMK N 2 Depok tahun ajaran 2018/2019 berada pada tingkatan kategorisasi sangat baik, baik, cukup baik, tidak baik, dan sangat tidak baik. 4 (13,3%) siswa memiliki penerimaan diri dengan kategori sangat baik, 14 (46,7%) siswa memiliki penerimaan diri dengan kategori baik, 10 (33,3%) siswa memiliki penerimaan diri dengan kategori cukup baik, 1 (3,3%) siswa memiliki penerimaan diri dengan kategori tidak baik dan 1 (3,3%) siswa memiliki penerimaan diri dengan kategori sangat tidak baik. (2) Melalui hasil perhitungan capaian skor item instrumen, teridentifikasi 2 item yang berada pada kategori rendah yang dijadikan dasar dalam usulan program pendampingan.
ix ABSTRACT
THE SELF-ACCEPTANCE LEVEL OF BROKEN HOME TEENAGERS (Descriptive Study on Vocational School Students of SMKN 2 Depok Academic Year
2018/2019 and Its Implications for the Proposed Students Assistance Program)
Hana Septa Gracia Sanata Dharma University
2019
This study was aimed to: (1) Describe the self-acceptance of broken home teenagers in Depok 2 Vocational High School (SMKN 2 Depok) year 2018/2019 (2) Know the items of self-acceptance instruments that had low score and identified as a material for the proposed assistance program.
The type of this research was quantitative descriptive research. The instrument used in this study was the Teenagers Self-Acceptance Questionnaire compiled by researcher. The questionnaire reliability coefficient was measured using Cronbach Alpha and showed the calculation results of 0.934 which considered as very high. The subjects of this study were broken home students in Depok 2 Vocational High School year 2018/2019 with total subjects were 30 students. The data analysis technique used was the categorization norm according to Azwar with 5 categories, namely very good, good, quite good, bad, very bad.
The results of this study showed that:(1) The level of self-acceptance of broken home teenagers in Depok 2 Vocational High School year 2018/2019 was categorize as very good, good, quite good, bad, and very bad. 4 (13.3%) students were in a very good categoryof self-acceptance, 14 (46.7%) students had self-acceptance in good category, 10 (33.3%) students had self-acceptance inquite good category, 1 (3, 3%) students had bad self-acceptance and 1 (3.3%) student had very bad self-acceptance. (2) Through the results of the instrument item scorecalculation, 2 items are in the low category and identified as the basis for the proposed guidance program.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
anugrahnya yang telah diberikan sehingga proses penulisan skripsi yang berjudul
“Tingkat Penerimaan Diri Remaja Broken Home (Studi Deskriptif pada Siswa/i
SMK N 2 Depok Tahun Ajaran 2018/2019 dan Implikasinya Terhadap Usulan
Program Pendampingan Siswa)” dapat terselesaikan dengan baik. Begitu banyak
pelajaran berharga yang didapatkan dalam penyusunan tugas akhir ini dan
semakin dijadikan pembelajaran untuk proses menjadi pribadi yang lebih matang.
Penulis menyadari tanpa adanya bantuan, bimbingan, serta kerjasama yang
baik dari pihak lain yang terlibat, penulisan skripsi ini tidak akan berjalan dengan
lancar. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. Dr. Gendon Barus, M.Si selaku Kepala Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Sanata Dharma.
3. Prias Hayu Purbaning Tyas, M.Pd selaku dosen pembimbing yang
membimbing dengan sabar selama penulisan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah
membimbing penulis selama studi.
5. Drs. Aragani Mizan Zakaria selaku kepala SMK N 2 Depok yang telah
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Batasan Masalah... 6
D. Rumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 6
F. Manfaat Penelitian ... 7
G. Definisi Istilah ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10
A. Hakekat Penerimaan Diri ... 10
1. Pengertian Penerimaan Diri ... 10
2. Ciri-ciri Individu yang Dapat Menerima Diri ... 12
3. Faktor-faktor Penerimaan Diri ... 17
4. Upaya-upaya Peningkatan Penerimaan Diri ... 19
B. Hakekat Broken Home ... 21
1. Pengertian Broken Home... 21
2. Faktor-faktor terjadinya Broken Home ... 22
C. Hakekat remaja... 25
1. Pengertian Remaja ... 25
2. Tugas Perkembangan Remaja ... 26
3. Arti Keluarga dalam Masa Remaja ... 28
xiii
1. Pengertian Bimbingan Pribadi-Sosial ... 29
2. Unsur-unsur Bimbingan Pribadi-Sosial ... 29
3. Program Pendampingan Siswa ... 31
E. Kajian Penelitian yang Relevan ... 32
BAB III METODE PENELITIAN ... 33
A. Jenis Penelitian ... 33
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34
C. Subjek Penelitian ... 34
D. Variabel Penelitian ... 35
E. Teknik Pengumpulan Data ... 35
1. Teknik Pengumpulan Data ... 35
2. Instrumen Pengumpulan Data ... 36
F. Pengujian Instrumen Penelitian... 38
1. Validitas ... 38
2. Reliabilitas ... 44
G. Teknik Analisis Data ... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51
A. Hasil Penelitian ... 51
1. Gambaran Tingkat Penerimaan Diri Remaja Broken Home di SMK N 2 Depok Tahun Ajaran 2018/2019 ... 51
2. Identifikasi Capaian Skor Item Instrumen ... 54
B. Pembahasan ... 54
1. Gambaran Tingkat Penerimaan Diri Remaja Broken Home di SMK N 2 Depok Tahun Ajaran 2018/2019 ... 55
2. Identifikasi Capaian Skor Item Instrumen ... 58
BAB V PENUTUP ... 60
A. Simpulan ... 60
B. Keterbatasan Penelitian ... 60
C. Saran ... 61
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 3.1 Norma Skoring Inventori Penerimaan Diri ... 37 Tabel 3.2 Hasil Analisis Uji Validitas Item ... 39 Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Penerimaan Diri Remaja
Broken Home(Setelah Uji Validitas) ... 42 Tabel 3.4 Kriteria Guilford ... 45 Tabel 3.5 Kategorisasi Normal Tingkat Penerimaan Diri ... 47 Tabel 3.6 Kategorisasi Normal Tingkat Penerimaan Diri
Remaja Broken Home di SMK N 2 Depok Tahun
Ajaran 2018/2019 ... 48 Tabel 3.7 Kategorisasi Identifikasi Item Instrumen Tingkat
Penerimaan Diri Remaja Broken Home di SMK N
2 Depok Tahun Ajaran 2018/2019 ... 49
Tabel 4.1 Kategorisasi Tingkat Penerimaan Diri Remaja Broken Home
di SMK N 2 Depok Tahun Ajaran 2018/2019 ... 51 Tabel 4.2 Identifikasi Item Instrumen ... 54 Tabel 4.3 Usulan Program Pendampingan untuk Meningkatkan
Penerimaan Diri Berdasarkan Item yang
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 4.1 Diagram Batang Tingkat Penerimaan Diri Remaja
Broken Home di SMK N 2 Depok Tahun Ajaran
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1: Angket Tingkat Penerimaan Diri ... 65 Lampiran 2: Tabulasi Data ... 66 Lampiran 3: Kisi-Kisi Instrumen Penerimaan Diri Remaja
Broken Home ... 68 Lampiran 4: Tabulasi Data Validitas ... 71 Lampiran 5: Uji Validitas Angket Penerimaan Diri Remaja
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dipaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah,
batasan masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan definisi istilah
A. Latar Belakang Masalah
Penerimaan diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang dapat
melihat dirinya secara positif, menerima dan mengakui berbagai aspek yang
ada dalam dirinya baik kualitas baik maupun buruk serta memandang secara
positif kehidupan yang sedang dijalani. Individu yang memiliki penerimaan
diri akan mengembangkan sikap positif terhadap dirinya sendiri maupun
lingkungannya. Apabila seseorang memiliki konsep diri yang positif, maka
ia akan memiliki kondisi yang positif. Seseorang yang memiliki kondisi
yang positif akan melihat dirinya secara positif dan akan bersikap secara
positif. Seseorang yang memiliki sikap positif, perasaan bahagia, dan
menghargai kenyataan yang ada dalam dirinya dianggap sebagai seseorang
yang mampu menerima dirinya.
Penerimaan diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang. Dengan
adanya penerimaan diri seorang individu dapat menghormati dirinya, dapat
menyadari kondisi positif mapun negatif yang ada dalam dirinya, serta
mengetahui bagaimana untuk hidup bahagia saat individu berada pada
kondisi yang negatif. Proses penerimaan diri tidak hanya dapat terjadi ketika
individu sudah memasuki masa dewasa namun juga dapat terjadi ketika
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa
dimana pada masa ini remaja membutuhkan peranan orang tua untuk dapat
menjadi teladan, pembimbing, pendidik, dan pengarah. Dalam masa
pertumbuhannya, remaja sangatlah membutuhkan bantuan orang tua untuk
dapat berkembang secara optimal. Orang tua bertanggungjawab penuh
dalam proses perkembangan remaja termasuk dalam memenuhi kebutuhan
fisik dan psikisnya agar remaja dapat tumbuh dan berkembang ke arah
kepribadian yang harmonis dan matang.
Keharmonisan dalam keluarga berfungsi penting dalam perkembangan
remaja. Remaja dengan keluarga yang broken home memiliki kemungkinan
lebih tinggi terlibat kasus kenakalan remaja dibandingkan remaja dengan
keluarga yang harmonis. Istilah broken home digunakan untuk
menggambarkan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan
layaknya keluarga yang rukun akibat sering terjadi konflik. Ida Ayu dan
Yohanes Kartika (2018) mengatakan bahwa keberfungsian keluarga yang
rendah akan menimbulkan kenakalan remaja. Kenakalan remaja banyak
terjadi dikarenakan tidak berfungsinya orang tua sebagai figur teladan bagi
anak-anak mereka. Banyak remaja broken home kurang dapat menerima diri
mereka dikarenakan ketidakharmonisan orang tua mereka. Beberapa remaja
yang tidak dapat menerima diri mereka cenderung untuk mencari pelarian
ke hal-hal yang negatif seperti minder, pesimis terhadap dirinya dan
hidupnya, melepaskan tanggung jawab, mengikuti gaya hidup orang lain,
Menurut harian Jawa Pos edisi tanggal 7 Mei 2018, pada tahun 2018
angka perceraian meningkat hingga 20% dikarenakan keluarga yang tidak
harmonis. Peningkatan jumlah perceraian tersebut secara otomatis semakin
memperbanyak jumlah anak di Indonesia yang menyandang status anak
broken home. Broken home digunakan untuk menggambarkan kondisi
keluarga yang tidak harmonis dan tidak sesuai dengan keadaan keluarga
yang rukun, damai, dan sejahtera dikarenakan dalam keluarga sering terjadi
pertengkaran dan perselisihan. Hal tersebut menyebabkan banyak remaja
broken home yang merasakan berkurangnya keberfungsian keluarga akibat
perceraian kedua orang tuanya. Rendahnya keberfungsian keluarga akan
meningkatkan kenakalan remaja dan perilaku maladaptive. Remaja broken
home yang lari kepada hal-hal negatif akibat dari kondisi dirinya dapat
dikatakan sebagai seseorang yang kurang dapat menerima diri.
Ida Ayu dan Yohanes Kartika (2018) mengatakan bahwa kasus
perceraian tidak selalu berdampak negatif. Beberapa remaja merasakan hal
positif ketika orang tua mereka bercerai. Remaja merasakan hal positif
ketika mereka mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang cukup dari
kedua orang tuanya walapun dalam keadaan bercerai. Mereka memiliki
pemahaman bahwa perceraian merupakan jalan terbaik dari pada hidup
dengan keluarga yang tidak harmonis. Hal tersebut berarti bahwa ada
sebagian remaja broken home memiliki pandangan bahwa perceraian kedua
orang tua mereka bukanlah hal yang buruk bahkan dapat dikatakan mereka
Berdasarkan pengalaman beberapa mahasiswa PPL BK Sanata Dharma
dan Guru BK di SMK N 2 Depok, fenomena kenakalan remaja dan perilaku
maladaptive yang dilakukan siswa broken home antara lain siswa merasa
minder dalam segala hal, pesimis terhadap dirinya dan hidupnya,
melepaskan tanggung jawab, mengikuti gaya hidup orang lain, tidak bisa
menerima kritik dan saran dari orang lain.
Menurut pemaparan mahasiswa PPL dan Guru BK, siswa broken home
di SMK N 2 Depok banyak yang menunjukan sikap minder karena diketahui
bahwa ada beberapa siswa yang menarik diri dan cenderung kurang dapat
bersosialisasi dengan teman-temannya di sekolah. Selain itu, siswa broken
home di SMK N 2 Depok juga memiliki sikap pesimis tentang dirinya
sendiri, hal tersebut dikarenakan mereka tidak memiliki penghargaan
terhadap dirinya dan merasa dirinya kurang baik dibanding individu lain.
Perilaku maladaptive lain yang ditunjukan siswa broken home di SMK N 2
Depok adalah melepaskan diri dari tanggung jawab, mereka merasa bahwa
mereka tidak dapat menyelesaikan tanggung jawab yang diberikan
meskipun sebenarnya mereka mampu untuk menyelesaikan tanggung jawab
tersebut. Mereka sering membolos, terlambat masuk sekolah, dan tidak
menyelesaikan tugas dari guru dengan baik. Selain itu, mereka juga lebih
senang mengikuti gaya hidup orang lain dibandingkan dengan gaya
hidupnya sendiri. Mereka merasa bahwa gaya hidup orang lain lebih bisa
diterima oleh lingkungannya. Gaya hidup yang sering mereka ikuti adalah
keras, merokok, dan lain sebagainya. Perilaku maladaptive yang terakhir
yang sering terjadi adalah siswa broken home di SMK N 2 Depok kurang
dapat menerima berbagai kritik dan saran dari orang lain. Hal tersebut
terlihat ketika ia diberikan nasihat oleh guru ataupun teman-temannya ia
cenderung mengabaikan.
Siswa broken home terutama di SMK N 2 Depok perlu lebih bisa
menerima diri. Selain itu perlu adanya sebuah kegiatan berupa layanan
bimbingan pribadi-sosial yang berfungsi untuk siswa broken home agar
mereka lebih dapat menerima diri mereka.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka peneliti merasa tertarik
dan merasa tergerak untuk mengangkat judul “TINGKAT PENERIMAAN
DIRI REMAJA BROKEN HOME DI SMK N 2 DEPOK TAHUN AJARAN 2018/2019”
B. Identifikasi Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah di atas, terkait dengan Tingkat
Penerimaan Diri Remaja Broken Home SMK N 2 Depok Tahun Ajaran
2018/2019 diidentifikasi berbagai masalah sebagai berikut:
1. Siswa broken home menarik diri dan minder dengan teman-temannya
2. Siswa broken home pesimis terhadap dirinya dan hidupnya karena tidak
memiliki penghargaan atas dirinya
3. Siswa broken home melepaskan tanggung jawab seperti membolos,
4. Siswa broken home mengikuti gaya hidup orang lain seperti trend gaya
berpakaian orang lain, bergonta-ganti gadget, minum minuman keras,
merokok, dan lain-lain
5. Siswa broken home tidak bisa menerima kritik dan saran dari orang lain
dan cenderung mengabaikan nasihat orang lain
C. Batasan Masalah
Melihat berbagai bentuk masalah yang muncul pada latar belakang, fokus
kajian dalam penelitian ini diarahkan untuk menjawab apakah remaja broken
home di SMK N 2 Depok memiliki penerimaan diri. Penelitian ini dilakukan
kepada siswa broken home di SMK N 2 Depok.
D. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1. Seberapa baik penerimaan diri siswa broken home SMK N 2 Depok
Tahun Ajaran 2018/2019?
2. Topik bimbingan pribadi-sosial seperti apa yang akan diusulkan
berdasarkan item-item instrument yang capaian skornya teridentifikasi
rendah?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini, yaitu:
1. Mengetahui tingkat penerimaan diri siswa broken home di SMK N 2
2. Mengidentifikasi item-item instrumen penerimaan diri yang capaian
skornya rendah yang implikatif dijadikan dasar penyusunan program
pendampingan
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat secara teoritis
tentang penerimaan diri sehingga berguna bagi pengembangan ilmu di
bidang pendidikan terutama di bidang bimbingan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Kepala Sekolah dan para guru
Hasil penelitian ini menjadi masukan yang dapat digunakan oleh
sekolah untuk mengetahui seberapa baik tingkat penerimaan diri
siswa broken home SMK N 2 Depok Tahun Ajaran 2018/2019.
Penelitian ini juga dapat membantu kepala sekolah dan seluruh guru
dalam memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan siswa.
Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan siswa dapat
meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penerimaan diri
dalam setiap remaja.
b. Bagi siswa SMK N 2 Depok
Manfaat penelitian ini bagi siswa adalah agar siswa terutama siswa
broken home dapat menerima kelebihan dan kekurangan dalam
kelebihan dalam dirinya semakin termotivasi untuk berkembang
secara optimal.
c. Bagi peneliti
Manfaat penelitian bagi peneliti adalah menambah wawasan dan
pengetahuan tentang remaja broken home secara khusus tentang
penerimaan diri.
d. Bagi peneliti lain
Manfaat penelitian ini bagi peneliti lain adalah untuk
mengembangkan penelitian tentang penerimaan diri pada remaja
broken home sehingga penelitian ini menjadi lebih mendalam.
G. Definisi Istilah
Adapun definisi istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penerimaan diri
Penerimaan diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kemampuan siswa sebagai seorang remaja broken home SMK N 2
Depok dalam memahami dan memiliki gambaran terhadap dirinya
sendiri serta menerima segala kondisi yang ada dalam dirinya yang
tengah dalam kondisi keluarga yang broken home.
2. Broken Home
Broken home merupakan keadaan dimana sebuah keluarga (ayah
dan ibu) mengalami keretakan dalam rumah tangga yaitu berupa
perceraian ataupun tidak bercerai namun dalam keadaan keluarga yang
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini dipaparkan kajian pustaka tentang penerimaan diri, remaja,
dan bimbingan pribadi-sosial. Setiap pengertian dan penjabaran didasarkan pada
sumber buku atau bacaan yang dapat dipertanggung jawabkan. Masing-masing
sub bagian landasan teori dijabarkan secara singkat, padat, dan jelas.
A. Hakekat Penerimaan Diri
1. Pengertian Penerimaan Diri
Penerimaan diri merupakan bentuk dari kepuasan individu atau
kebahagiaan individu mengenai dirinya serta berfikir mengenai
kebutuhannya untuk memiliki mental yang sehat. Individu yang
memiliki mental dan berkepribadian sehat akan lebih mudah untuk
mengaktualisasikan dirinya secara lebih optimal. Noviani (2016)
mengatakan terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kebahagiaan
seseorang yaitu prestasi (achievement), penerimaan (acceptance), dan
afeksi (affection). Menurut Supratiknya (1995), orang yang menolak
dirinya biasanya tidak bahagia dan tidak mampu membangun serta
melestarikan hubungan baik dengan orang lain.
Supratiknya (1995) mengatakan penerimaan diri adalah ciri
perilaku dari aspek penyesuaian diri ketika seseorang memiliki jati diri
yang positif.Individu menunjukkan penerimaan diri ketika memiliki
penilaian yang realistik terhadap berbagai kelebihan dan kekurangan
dalam dirinya sehingga dapat memandang masa depan secara positif.
berkembang secara psikologis. Seseorang yang memiliki kesehatan
psikologis yang baik adalah seseorang yang memandang dirinya
disenangi, mampu, berharga dan diterima oleh orang lain.
Menurut Maslow (Boeree, 2008), penerimaan diri berarti menerima
diri kita sebagaimana adanya kita dan bukan mengubah diri kita
menjadi seperti apa yang kita maupun orang lain pikirkan atau
inginkan dari kita. Individu yang mampu menerima dirinya akan
merasa puas dengan keadaan dirinya yang memiliki sisi positif
maupun negative.
Chaplin (2005) mengemukakan bahwa peneriman diri adalah sikap
yang pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas
dan bakat-bakat sendiri, serta pengetahuan-pengetahuan akan
keterbatasan-keterbatasan sendiri. Penerimaan diri dalam hal ini berarti
bahwa seseorang yang menerima dirinya adalah seseorang yang
mampu memahami dirinya dan segala hal positif maupun negatif
dalam dirinya.
Secara implisit, Maslow mengatakan bahwa penerimaan diri
merupakan suatu kebutuhan. Penerimaan diri merupakan kebutuhan
dasar individu untuk dapat lebih mengaktualisasikan dirinya.
Berdasarkan lima teori kebutuhan, Maslow mengatakan bahwa “kita
semua membutuhkan rasa diingini dan diterima oleh orang lain. Ada
berorganisasi.Tanpa ikatan ini kita akan merasa kesepian.”(Sobur,
2003).
Chaplin (2005) dalam kamus psikologi mendefinisikan penerimaan
diri (self-acceptance) sebagai berikut:
Penerimaan-diri adalah sebuah sikap seseorang menerima dirinya. Istilah ini digunakan dengan konotasi khusus kalau penerimaan ini didasarkan kepada pujian yang relatif obyektif terhadap talenta-talenta, kemampuan dan nilai umum yang unik dari seseorang, sebuah pengakuan realistik terhadap keterbatasan dan sebuah rasa puas yang penuh akan
talenta maupun keterbatasandirinya.
Berdasarkan definisi dari Chaplin, pengenalan terhadap diri sendiri
sangatlah penting agar seseorang mampu mengenali siapa dirinya
dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Berdasarkan paparan dari beberapa ahli, peneliti menyimpulkan
bahwa penerimaan diri adalah indikator seorang individu memiliki
kepribadian yang sehat, dapat menyesuaikan diri dan bahagia.
Ketidakmampuan seseorang dalam menerima dirinya akan
menyebabkan individu tersebut memiliki perilaku maladaptive.
2. Ciri-ciri Individu yang Dapat Menerima Diri
Sheerer (Sutadipura, 1984) mengatakan bahwa terdapat ciri-ciri
orang yang dapat menerima dirinya yaitu:
a. Kepercayaan atas kemampuannya untuk menghadapi hidupnya
Individu yang memiliki kepercayaan terhadap dirinya
menghadapi segala tantangan dalam hidupnya. Individu yang
memiliki kepercayaan atas kemampuanya adalah individu yang
memiliki sikap yang optimis. Kubler Ross menjelaskan bahwa
penerimaan diri terbentuk ketika individu mampu menghadapi
kenyataan dari pada hanya menyerah pada tidak adanya harapan
(Lusyawati dkk, 2018). Hal tersebut mendukung pernyataan bahwa
individu yang optimis terhadap dirinya merupakan karakteristik
individu yang mampu menerima dirinya.
b. Menganggap dirinya sederajat dengan orang-orang lain
Individu yang menganggap dirinya sederajat dengan orang
lain secara otomatis dapat melihat dirinya sebagai pribadi yang
berharga. Apabila kondisi nyata seorang individu dengan idealnya
sangat berbeda sekali akan memungkinkan individu tersebut tidak
bahagia dengan dirinya. Individu yang memandang diri idealnya
dalam diri orang lain akan membuat individu merasa dirinya lebih
rendah dari orang lain. Seorang individu yang tidak bahagia
dengan dirinya dan mengganggap dirinya lebih rendah dari orang
lain merupakan individu yang kurang bisa menerima dirinya. Hal
tersebut akan berdampak pada cara bersosialisasi individu tersebut.
Individu yang merasa dirinya lebih rendah dari orang lain akan
c. Tidak menganggap dirinya sebagai orang hebat atau abnormal dan
tidak mengharapkan bahwa orang lain mengucilkannya
Individu yang memiliki self acceptance akan bisa berpikir
positif tentang dirinya bahwa setiap individu pasti memiliki
kelemahan atau kekuragan dan hal tersebut tidak menjadi
penghambat individu untuk mengaktualisasikan dirinya (Lusyawati
dkk, 2018). Individu yang dapat menerima dirinya dapat melihat
kelebihannya secara lebih bijaksana dan melihat kekurangannya
dengan sisi yang positif. Individu yang memiliki penerimaan diri
yang baik akan mampu menghargai dirinya sendiri serta mampu
menghargai orang lain.
d. Tidak malu-malu kucing atau serba takut dicela orang lain
Tidak malu-malu dan serba takut dicela orang lain
merupakan individu yang memiliki tingkat kepercayaan diri yang
tinggi. Individu yang memiliki kepercayaan diri memiliki
pandangan positif serta optimis tentang dirinya dan hidupnya
sehingga individu tidak merasa dirinya akan dikucilkan ataupun
dicela oleh individu lain.
e. Mempertanggung-jawabkan perbuatannya
Individu yang mempertanggung jawabkan atas apa yang di
lakukan merupakan individu yang dapat menerima segala
konsekuensi apapun yang ada dalam hidupnya. Individu mampu
benar.Penerimaan diri merupakan kondisi dimana individu dapat
menerima segala aspek baik atau buruk yang ada di hidupnya.
f. Mengikuti standar pola hidupnya sendiri dan tidak ikut-ikutan
Salah satu ciri dari individu yang dapat menerima dirinya
adalah individu yang dapat menjalani kehidupan sesuai dengan
porsi dirinya dan kemampuannya. Individu yang menerima dirinya
juga dapat menjadi dirinya sendiri dengan tidak mengikuti standar
pola individu lain. Individu menilai bahwa kehidupannya lebih
baik dari orang lain sehingga individu tidak berusaha untuk
menjadi orang lain untuk membuat hidupnya lebih bahagia.
g. Menerima pujian atau celaan secara objektif
Individu yang dapat melihat pujian atau celaan secara
objektif merupakan individu yang memiliki kematangan secara
psikologis. Menurut Anderson (Sobur, 2003), individu yang
memiliki kematangan psikologis mampu menerima kritikan dan
saran.Individu yang matang secara psikologis akan memiliki
penerimaan diri yang baik karena individu yang matang secara
psikologis dapat mengolah berbagai kritik maupun pujian serta
menyadari bahwa dirinya juga memiliki kelemahan maupun
h. Tidak menganiaya diri sendiri dengan kekangan-kekangan yang
berlebihan
Individu yang tidak mengekang dirinya sendiri secara
berlebihan merupakan individu yang dapat melihat dirinya sebagai
individu yang berharga. Individu yang menghargai dirinya akan
mengetahui apa yang terbaik untuk dirinya tanpa harus berlaku
negatif terhadap dirinya sendiri. Individu memiliki rasa sayang
terhadap dirinya sendiri serta mampu untuk mengontrol dirinya
ketika sedang berhadapan dengan konflik dalam dirinya.
i. Menyatakan perasaannya dengan wajar
Individu yang dapat menerima dirinya mampu menjadi
pribadi yang otentik dan asertif. Otentik dan asertif dapat diartikan
bahwa individu memiliki kerelaan untuk dapat terbuka atau lebih
dapat menyatakan aneka pikiran, perasaan, serta reaksi kepada
orang lain. Ridha (2012) mengatakan bahwa dalam penerimaan diri
individu, terciptanya suatu penerimaan diri yang baik terhadap
kekurangan dan kelebihan yang dimiliki, dapat dilihat dari
bagaimana ia mampu untuk menghargai dan menyayangi dirinya
serta terbuka kepada orang lain.
Menurut paparan ahli mengenai ciri-ciri individu yang dapat
menerima dirinya, peneliti menyimpulkan bahwa individu yang
dapat menerima dirinya merupakan individu yang memiliki rasa
lebih tinggi dari pada orang lain, tidak malu dengan orang lain,
bertanggung jawab atas perbuatannya, percaya diri, melihat sesuatu
secara objektif, menghargai dirinya, serta dapat bersikap asertif.
3. Faktor-Faktor Penerimaan Diri
Menurut Jersild (1958), yang merupakan faktor yang
mempengaruhi penerimaan diri yaitu:
a. Usia
Semakin matang usia seorang individu maka akan semakin
baik pula penerimaan diri yang dimiliki oleh individu tersebut.
Individu yang semakin berusia matang maka dalam hal emosi
dapat semakin matang. Individu dengan kematangan emosi yang
baik akan semakin mampu menerima dirinya sebagaimana adanya.
b. Pendidikan
Individu dengan tingkat pendidikan lebih tinggi akan lebih
dapat menerima dirinya dari pada individu yang memiliki
pendidikan rendah. Individu yang memiliki tingkat pendidikan
yang tinggi memiliki kesadaran yang tinggi akan dirinya dan
memiliki wawasan yang lebih luas tentang cara mengelola dirinya.
Individu yang sadar akan kondisi dirinya dan memiliki wawasan
akan pengelolaan dirinya maka individu akan lebih mudah dalam
c. Keadaan fisik
Keadaan fisik akan mempengaruhi penerimaan diri individu.
Seorang individu yang memiliki kondisi fisik yang sehat dan utuh
akanlebih dapat menerima dirinya dibandingkan dengan individu
dengan fisik yang tidak sehat ataupun cacat.
d. Dukungan sosial
Penerimaan diri akan mudah dilakukan jika seseorang
mendapat dukungan dari orang-orang di sekitarnya. Dengan
mendapat dukungan sosial dari lingkungannya, individu merasa
diterima oleh individu lain. Individu yang merasa diterima oleh
individu lain akan lebih mudah untuk dapat menerima dirinya
sendiri.
e. Pola asuh orang tua
Pola asuh orang tua merupakan faktor yang penting dalam
perkembangan individu. Pola asuh yang baik dan tepat akan
mendorong individu untuk memiliki konsep diri yang positif.
Seorang individu yang memiliki konsep diri yang positif akan
melihat dirinya secara positif. Individu yang melihat dirinya secara
positif akan secara otomatis dapat menerima dirinya.
Menurut paparan ahli mengenai faktor yang mempengaruhi
seseorang dalam menerima diri, peneliti menyimpulkan bahwa
terdapat faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
hanya faktor yang ada dalam dirinya tetapi juga faktor diluar
dirinya.
4. Upaya-Upaya Peningkatan Penerimaan Diri
Menurut Siti Sundari (2005), ada beberapa cara yang dapat
memudahkan seseorang untuk menerima dirinya yaitu:
a. Mencari orang lain yang dapat dipercaya untuk mendengarkan
keluh kesah diri.
Dukungan sosial merupakan salah satu faktor yang penting
dalam kehidupan manusia terutama dalam hal penerimaan
diri.Dukungan sosial dapat berupa kesempatan untuk bercerita,
meminta pertimbangan, bantuan nasehat, atau tempat untuk
mengeluh (Kartika dkk, 2016).
b. Mencari orang lain yang mempunyai masalah kehidupan
yangsama, sehingga individu dapat berdiskusi, mencurahkan isi
hati dan problem pribadi.
Menemukan orang lain yang memiliki masalah kehidupan
yang samasama akan lebih menguatkan seorang individu untuk
menghadapi masalahnya. Individu yang memiliki permasalahan
yang sama dapat saling menguatkan satu sama lain, saling
memberikan masukan, serta saling belajar tentang kesuksesan
c. Menghayati hasil sastra orang lain, misal cerita-cerita pendek,
novel, drama, film dan sebagainya. Di dalam hasil sastra tersebut
dapat dilihat motif dan cara-cara mekanisme pertahanan diri dan
dapat ditemukan masalah yang samadengan tokoh didalamnya,
sehingga dapat mempelajari bagaimana cara mengatasi
masalahnya.
Menonton atau membaca cerita-cerita yang berkaitan dengan
permasalahan yang sedang dialami merupakan salah satu metode
dalam konseling dimana seorang individu berproses menggunakan
suatu media. Media yang digunakan kiranya berhubungan dengan
keadaan yang ssedang dialami seorang individu. Media tersebut
dapat digunakan individu untuk belajar bagaimana dapat survive
dan belajar bagaimana cara mengatasi ketika seorang individu
dihadapkan pada masalah tersebut.
d. Mengembangkan potensi diri yang positif. Ketika individu
menerima kenyataan, individu dapat menyesuaikan dengan
keadaan dan mengembangkan potensi yang positif dalam diri.
Setiap individu memiliiki sisi positif dalam dirinya. Ketika
seorang individu melihat dirinya positif dan berharga maka seorang
B. Hakekat Broken Home
1. Pengertian Broken Home
Kata Broken home berasal dari dua kata yaitu broken dan home.
Menurut Kamus Inggris-Indonesia, broken berasal dari kata break yang
berarti keretakan, sedangkan home mempunyai arti rumah atau rumah
tangga (Echols dan Hassan, 2007). Broken home dapat diartikan sebagai
rumah tangga yang retak atau keluarga yang retak.
Broken home diartikan sebagai kondisi keluarga yang tidak
harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai dan
sejahtera karena sering terjadi keributan dan perselisihan yang
menyebabkan pertengkaran (Santrock, 2002). Broken home disebutkan
bukan hanya untuk keluarga yang bercerai akan tetapi untuk keluarga
yang yang tidak bercerai namun kurang harmonis.
Menurut Kartono (1996), broken home adalah kurangnya
perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang orang tua sehingga
membuat mental anak menjadi frustasi, brutal, dan susah diatur. Dalam
keluarga broken home, keberfungsian keluarga menjadi berkurang
sehingga dapat memicu kenakalan remaja.
Chaplin (2005) juga mengemukakan bahwa broken home adalah
keluarga atau rumah tangga tanpa hadirnya salah seorang dari kedua
orang tua (ayah dan ibu) disebabkan oleh meninggal, perceraian,
Menurut paparan dari beberapa ahli terkait definisi broken home,
peneliti menyimpulkan bahwa broken home merupakan suatu keadaan
dimana sebuah keluarga (ayah dan ibu) sudah tidak utuh akibat
perceraian atau masih membina rumah tangga namun tidak harmonis.
2. Faktor-Faktor terjadinya Broken Home
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kasus pertikaian
dalam keluarga yang berakhir dengan perceraian. Dagun (2013)
menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
broken home yaitu persoalan ekonomi, perbedaan usia yang besar,
keinginan memperoleh anak putra (putri), dan persoalan perinsip hidup
yang berbeda. Faktor lainnya berupa perbedaan penekanan dan cara
mendidik anak, juga pengaruh dukungan sosial dari pihak luar,
tetangga, sanak saudara, sahabat, dan situasi masyarakat yang
terkondisi, dan lain-lain.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya broken
home adalah:
a. Terjadinya perceraian
Perceraian dalam keluarga biasanya diawali oleh sebuah
konflik yang terjadi di dalam keluarga tersebut sehingga kedua
orang tua memilih perceraian untuk menjadi jalan keluar. Dagun
(2013:113) mengatakan bahwa peristiwa perceraian senantiasa
Perceraian dapat menimbulkan stress, tekanan, dan menimbulkan
perubahan fisik, dan mental.
b. Ketidakdewasaan sikap orang tua
Ketidakdewasaan sikap orang tua juga dapat menjadi salah
satu faktor penyebab terjadinya keluarga broken home. Saat
menghadapi suatu permasalahan, orang tua cenderung untuk
menggunakan ego masing-masing dan enggan untuk membicarakan
dengan baik mengenai permasalahan yang sedang dialami.
c. Orang tua yang kurang memiliki rasa tanggungjawab
Kurangnya rasa tanggungjawab dalam keluarga akan memicu
permasalahan dalam keluarga tersebut. Orang tua yang kurang
memiliki rasa tanggungjawab akan berlaku seenaknya dan
cenderung untuk lari dari kewajibannya sebagai orang tua, istri,
atau suami.
d. Jauh dari Tuhan
Relasi terhadap Tuhan merupakan hal yang sangat penting
dalam kehidupan spiritual manusia. Kedekatan individu dengan
Tuhan akan meminimalisir seorang individu untuk berprilaku
menyimpang atau tidak sesuai dengan ajaran Nya.
e. Adanya masalah ekonomi
Masalah ekonomi sering kali menjadi pemicu keretakan
dalam rumah tangga. Berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi
penentu kesejahteraan dalam sebuah keluarga. Keadaan ekonomi
yang buruk memicu adanya cekcok antara anggota keluarga satu
dengan yang lainnya. Ibu menuntut hal-hal diluar penghasilan ayah
atau ayah sebagai kepala keluarga tidak mampu memenuhi
kebutuhan keluarga dapat menjadi pemicu keretakan hubungan
keluarga. Hal lain yang dapat menjadi pemicu adalah orang tua
lebih fokus mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga
sehingga kurang dapat fokus mengurus keluarga. Komunikasi
anggota keluarga menjadi kurang karena mereka lebih fokus
kepada pemenuhan kebutuhan keluarga. Komunikasi yang kurang
dapat menjadi pemicu kesalahpahaman antar anggota keluarga.
f. Kehilangan kehangatan dalam keluarga
Relasi yang baik antar anggota keluarga akan menjadikan
sebuah keluarga lebih harmonis. Apabila ayah dan ibu kehilanggan
rasa peduli satu sama lain, kasih sayang, tidak adanya keterikatan
satu sama lain, dan kurangnya komunikasi, hal tersebut akan
menimbulkan dampak yang negatif bagi relasi keduanya serta
anggota keluarga yang lain.
g. Adanya masalah pendidikan
Pendidikan atau wawasan merupakan salah satu faktor
penting dalam pembentukan diri individu. Individu yang tidak
memiliki pendidikan atau wawasan yang baik akan lebih sulit
pengelolaan diri. Individu dengan pengelolaan diri yang kurang
baik akan sulit untuk beradaptasi dengan lingkungannya dan
orang-orang disekitarnya sehingga seringkali memicu terjadinya konflik
antara individu satu dengan yang lain.
C. Hakekat Remaja
1. Pengertian Remaja
Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal
dari bahasa Latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk
mencapai kematangan” (Ali & Asrori, 2016). Kematangan dalam hal
ini bukan hanya kematangan fisik, namun juga kematangan
sosial-psikologis.Menurut Mappiare (Ali & Asrori, 2016), masa remaja
berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi
wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Remaja awal
berlangsung pada usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun dan
remaja akhir pada usia 17/18 sampai dengan usia 21/22 tahun.
Berbeda dengan WHO, WHO mengatakan bahwa batasan usia
remaja yaitu pada usia 10-20 tahun. WHO membagi dalam dua bagian
yaitu remaja awal pada usia 10-14 tahun sedangkan remaja akhir pada
usia 15-20 tahun (Sarwono, 2007). Menurut paparan dari beberapa
ahli terkait definisi remaja, peneliti menyimpulkan bahwa remaja
merupakan masa dimana terjadi peralihan antara masa anak-anak
2. Tugas Perkembangan Remaja
Menurut Havighust (Ali & Asrori, 2016), terdapat sejumlah
tugas perkembangan remaja yang harus diselesaikan yaitu:
a. Mencapai hubungan baru dengan teman sebaya baik pria maupun
wanita
Dalam kelompok yang sejenis, remaja mulai berprilaku
layaknya orang dewasa dan pada kelompok lain jenis remaja
belajar menguasai ketrampilan sosial. Remaja putri memiliki
kecenderungan lebih cepat matang dari pada remaja putra baik
kematangan fisik maupun psikologis.
b. Mencapai peran sosial pria dan wanita
Peran sosial antara pria dan wanita memiliki perbedaan
dimana seorang remaja putra memiliki peranan sosial sebagai
seorang pria dan remaja putri memiliki peranan sosial sebagai
seorang wanita.
c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif
Masa remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak
dan masa dewasa. Dalam masa tersebut terjadi
perubahan-perubahan fisik disertai dengan perubahan-perubahan sikap dan minat remaja.
d. Mencari kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang
dewasa lainnya
Remaja dalam hal ini berusaha untuk membebaskan diri dari
orang tua dan orang lain. Dalam masa ini, remaja ingin bebas
namun mereka masih mengharapkan perlindungan orang tua
karena mereka belum merasa siap menghadapi dunia dewasa.
e. Mencapai jaminan kebebasan ekonomis
Masa remaja merupakan masa dimana seseorang berusaha
untuk mencapai kemandiriannya. Remaja memiliki hasrat untuk
berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang tua dan merasakan
kemampuan mereka dalam membangun kehidupan sendiri.
f. Memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan
Usia remaja merupakan saat dimana seseorang mulai
memiliki gambaran akan pekerjaan yang akan diminatinya. Faktor
yang mempengaruhi dapat berupa prestasi di sekolah, cita-cita,
serta tujuan selanjutnya dalam menempuh pendidikan.
g. Persiapan untuk memasuki kehidupan berkeluarga
Masa transisi menuju masa dewasa dapat dikatakan masa
persiapan seseorang untuk menuju kehidupan berkeluarga.Sikap
remaja terhadap perkawianan bervariasi, ada yang menunjukan
rasa takut dan ada yang menganggap bahwa perkawianan
h. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep yang
penting untuk kompetensi kewarganegaraan.
Masa remaja merupakan masa dimana seseorang mulai untuk
mengembangkan konsep berkaitan dengan hukum, politik,
ekonomi, dan kemasyarakatan.
i. Mencapai dan mengharapkan tingkah laku sosial yang
bertanggung jawab
Remaja berpartisipasi sebagai orang dewasa dimana mereka
mampu bertanggung jawab dalam kehidupan masyarkat dan
mampu menjunjung nilai-nilai masyarakat dalam bertingkah laku.
j. Memperoleh suatu himpunan nilai-nilai dan sistem etika sebagai
pedoman tingkah laku
Remaja memperoleh suatu himpunan nilai-nilai sehingga
remaja dapat mengembangkan serta merealisasikan nilai-nilai
tersebut untuk kepentingan hubungan dengan individu lain.
3. Arti Keluarga dalam Masa Remaja
Menurut Singgih & Gunarsa (2009) terdapat tiga faktor yang
merupakan segi-segi keluarga yang sangat penting bagi perkembangan
remaja:
a. Keluarga dapat memenuhi kebutuhan remaja akan keakraban dan
kehangatan yang memang perlu baginya
b. Keluarga dapat memupuk kepercayaan diri anak dan perasaan
c. Keluarga memegang peranan besar yakni memberikan kesempatan
untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang diperlukan.
D. Program Bimbingan
1. Pengertian Bimbingan Pribadi-Sosial
Menurut Winkel dan Sri Hastuti (2004), bimbingan pribadi sosial
merupakan bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri
dan mengatasi berbagai pergumulan dalam batinnya sendiri, dalam
mengatur diri sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani,
pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual dan sebagainya, serta
bimbingan dalam membina hubungan kemanusiaan dengan sesama di
berbagai lingkungan (pergaulan sosial).
2. Unsur-Unsur Bimbingan Pribadi Sosial
Bimbingan pribadi-sosial yang diberikan di jenjang pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi sebagian disalurkan melalui
bimbingan kelompok dan sebagian lagi melalui bimbingan individual,
serta mengandung unsur-unsur berikut (Winkel dan Hastuti, 2004):
a. Informasi tentang fase atau tahap perkembangan yang sedang
dilalui oleh siswa remaja, misalnya mengenai menerima keadaan
diri sendiri, tata cara bergaul yang baik, pengelolaan diri. Informasi
ini berguna agar siswa dapat mengetahui tahap perkembangannya
saat ini dan memahami apa yang terjadi dalam dirinya saat ini,
dirinya agar lebih bisa menerima diri serta mengetahui apa yang
harus diperbuat.
b. Penyadaran akankeadaan masyarakat dewasa ini, yang semakin
berkembang ke arah masyarakat modern, antara lain apa ciri-ciri
kehidupan modern, dan apa makna ilmu pengetahuan serta
teknologi bagi kehidupan manusia. Dengan adanya teknologi yang
semakin maju dan trend masa kini, siswa diberikan penegertian
untuk dapat lebih bijak menerima perubahan teknologi dan trend
terbaru karena tidak semua dapat digunakan. Perubahan teknologi
dan trend masa kini mendorong siswa untuk menjadi orang lain
dari pada menjadi diri mereka sendiri. Hal tersebut memicu
kurangnya penerimaan diri pada diri siswa.
c. Pengaturan diskusi kelompok mengenai kesulitan yang dialami
oleh kebanyakan siswa agar siswa tidak merasa sendiri dalam
mengatasi permasalahannya. Diskusi kelompok ini membantu
siswa untuk dapat menumbuhkan kepercayaan dirinya serta
membuat siswa merasa diterima oleh orang-orang disekitarnya.
d. Pengumpulan data yang relevan untuk mengenal kepribadian
siswa, misalnya sifat-sifat kepribadian yang tampak dalam tingkah
laku, latar belakang keluarga, dan keadaan kesehatan.
Pengumpulan data bertujuan untuk mengetahui siswa dan
3. Program Pendampingan Siswa
Program pendampingan dilakukan dengan tujuan untuk
mendampingi siswa broken home agar siswa dapat lebih dapat
menerima diri mereka yang tengah dalam kondisi broken home.
Adapun program pendampingan yang dilakukan yaitu:
a. Bimbingan kelompok
Winkel dan Hastuti (2004) mengatakan bahwa kelompok (a
group) dalam rangka bimbingan kelompok merupakan suatu
satuan/unit orang yang mempunyai tujuan yang ingin dicapai
bersama, berinteraksi dan berkomunikasi secara intensif satu sama
lain pada waktu berkumpul, saling tergantung dalam proses bekerja
sama, dan mendapat kepuasan pribadi dari interaksi psikologi
dengan seluruh anggota yang tergabung dalam satuan itu.
Bimbingan kelompok dilakukan dengan tujuan agar siswa broken
home di SMK N 2 Depok dapat saling bertukar pikiran serta
pengalaman dan saling mendapat penguatan satu sama lain.
b. Konseling kelompok
Konseling kelompok merupakan proses konseling yang tidak
hanya melibatkan dua orang namun lebih dari dua orang dengan
tujuan untuk saling memberikan bantuan psikologis satu sama lain.
Menurut Gazda (Winkel dan Hastuti, 2004), konseling kelompok
merupakan suatu proses antar pribadi yang dinamis, yang terpusat
E. Kajian Penelitian yang Relevan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Laurensia Puji Noviani
tahun 2016 dengan judul, “Tingkat Kemampuan Penerimaan Diri Remaja
(Studi Deskriptif pada Remaja Kelas VII di SMP Karitas Ngaglik Tahun
Ajaran2016/2017 dan Impikasinya Terhadap Usulan Topik-Topik
Bimbingan Pribadi Sosial”,diketahui bahwa pengukuran tingkat
penerimaan diri didasarkan pada delapan aspek, yaitu sifat percaya diri dan
menghargai diri sendiri; kesediaan menerima kritik dari orang lain; mampu
menilai diri dan mengoreksi kelemahan; jujur terhadap diri sendiri dan
orang lain; nyaman dengan dirinya sendiri; memanfaatkan kemampuan
dengan efekif; mandiri dan berpendirian; dan bangga menjadi diri sendiri.
Hasil penelitian tersebut secara umum menunjukan tingkat
penerimaan diri remaja berada pada kategori tinggi. Faktor paling
berpengaruh pada penerimaan diri remaja terletak pada adanya
pemahaman tentang diri sendiri, adanya harapan yang realistik, tidak
adanya hambatan di dalam lingkungan, sikap-sikap anggota masyarakat
yang menyenangkan, tidak adanya gangguan emosional yang berat,
pengaruh keberhasilan yang dialami baik secara kualitatif maupun
kuantitatif, identifikasi dengan orang yang memiliki penyesuaian diri yang
baik, adanya perspektif diri yang luas, pendidikan yang baik pada masa
anak-anak, dan konsep diri yang stabil. Letak relevansi dengan penelitian
yang sedang dilakukan terletak pada jenis penelitian dan teknik
33
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini terdiri dari uraian jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian,
populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian, teknik dan instrumen
pengumpulan data penelitian, validitas dan reliabilitas, dan teknik analisis data
penelitian.
A. Jenis Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan yang peneliti angkat, peneliti ingin
meneliti tingkat penerimaan diri remaja broken home, secara khusus remaja di
SMK N 2 Depok. Maka peneliti menggunakan penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif memecahkan masalah berdasarkancara menggambarkan
obyek penelitian pada masa sekarang berdasarkan pada fakta-fakta
sebagaimana adanya. Fakta-fakta tersebut kemudian dianalisis dan
diinterpretasikan dalam bentuk survei dan studi perkembangan. Metode
penelitian survei tepat digunakan dalam penelitian iniuntuk mendapatkan data
di tempat tertentu yang alamiah. Sugiyono (2015) mengatakanbahwa
Metode survey digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan), tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data, misalnya dengan mengedarkan kuesioner, test, wawancara terstruktur, dan lain sebagainya.
Jenis penelitian ini menurut jenis datanya adalah jenis penelitian
kuantitatif.Jenis penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian
yang sering digunakan dalam sebuah penelitian. Sugiyono (2015) mengatakan
Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk penelitian.Metode
kuantitatif sebagai metode positivistik karena
berlandaskan pada filsafat positivisme.Metode
kuantitatifsebagai metode ilmiah/scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional, dansistematis.
Metode kuantitatif menganalisis data menggunakan statistik karena data
dalam penelitian merupakan angka-angka.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di ruang BK SMK N 2 Depok.Waktu
pelaksanaan penelitian ini berlangsung pada bulan Februari 2018 sampai
dengan bulan Desember 2018. Proses pengambilan data dimulai pada hari
Jumat, 23 November 2018 dimulai Pukul 08.00 WIB dan berakhir Pukul
12.00 WIB.Hari kedua pada hari selasa, 27 November 2018 dimulai pukul
08.00 WIB dan berakhir pada pukul 12.00 WIB.
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa broken home di SMK Negeri 2
Depok.Jumlah subjek yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 30
siswa.Teknik penentuan subjek dalam penelitian ini menggunakan purposive
sampling. Menurut Sugiyono (2015), Purposive sampling merupakan teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Teknik purposive sampling
D. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah penerimaan diri pada remaja
broken home.Peneriman diri yang dimaksud dalam penelitian ini artinya
penerimaan diri siswa dalam konteks keadaan siswa yang mengalami broken
home.
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Sugiyono (2015) mengatakan bahwa pengumpulan data dapat
dilakukan dengan berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik angket.
Angket merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan caramemberi seperangkat pernyataan tertulis kepada responden.
Angket yang akan dibuat harus berlandaskan pada faktor dalam prinsip
penulisan angket. Prinsip penulisan angket dalam bukunya Sugiyono
(2015) mengatakan bahwa:
Prinsip ini menyangkut beberapa faktor yaitu: isi dan tujuan pertanyaan, bahasa yang digunakan mudah, pertanyaan tertutup terbuka positif negatif, pertanyaan tidak mendua, tidak menanyakan hal-hal yang sudah lupa, pertanyaan tidak mengarahkan, panjang pertanyaan, dan urutan pertanyaan.
Teknis pengumpulan data yang peneliti lakukan dalam penelitian
ini meliputi beberapa langkah sebagai berikut:
a. Peneliti mengkondisikan siswa di ruang kelas.
melakukan penelitian kepada subjek di SMK N 2 Depok.
c. Peneliti membagikan bolpoin dan lembar angket kepada masing-
masing subjek.
d. Peneliti membacakan pengantar dalam angket
e. Peneliti mengajak masing-masing subjek untuk membaca petunjuk
pengerjaan angket.
f. Subjek yang sudah selesai mengejakan maju ke depan untuk
mengumpulkan angket dan diperkenankan meninggalkan ruangan atau
duduk kembali.
2. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini berupa angket
tentang penerimaan diri pada remaja broken home di SMK N 2
Depok.Angket dalam penelitian ini bersifat tertutup karena pilihan
alternatif jawaban untuk setiap item sudah disediakan, sehingga
responden hanya perlu memilih salah satu dari keempat alternatif
jawaban. Angket dalam penelitian ini memuat pernyataan-pernyataan
yang mengungkap ciri-ciri penerimaan diri pada remaja broken home
denganmenggunakan skala Likert. Skala pengukuran Likert yang
digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi sekelompok remaja broken home terkait dengan penerimaan diri.
Data dalam instrumen penelitian ini dihasilkan dengan menggunakan
pengukuran skala Likertdalam bentuk cheklist. Jawaban setiap item
sampai sangat negatif. Item dalam kuesioner ini terdapat jenis item yang
favorable yaitu item yang menunjukkan penerimaan diri dan unfavorable
yaitu item yang belum menunjukkan penerimaan diri. Alternatif jawaban
pada setiap item yang favorable diberi skor sebagai berikut:
Tabel 3.1
Norma Skoring Inventori Penerimaan Diri
Alternatif Jawaban Favourable (+) Unfavourable (-)
Sangat Sesuai 4 1
Sesuai 3 2
Tidak Sesuai 2 3
Sangat Tidak Sesuai 1 4
Kuesioner berbentuk checklist diberikan kepada responden untuk
menghasilkan data yang diperlukan untuk mengetahui tingkat
penerimaan diri pada remaja broken home di SMK N 2 Depok. Sebelum
pembuatan angket tentang penerimaan diri pada remajabroken home di
SMK N 2 Depok, peneliti lebih dahulu membuat kisi-kisi melalui ciri-ciri
penerimaan diri menurut Sheerer. Setiap butir item dalamangket bertolak
dari sembilan ciri-ciri penerimaan diri menurut Sheeer (Sutadipura, 1984)
yaitu:
a. Kepercayaan atas kemampuannya menghadapi hidupnya.
b. Menganggap dirinya sederajat dengan orang-orang lain.
c. Tidak menganggap dirinya sebagai orang hebat atau abnormal dan
tidak mengharapkan bahwa orang lain mengucilkannya.
d. Tidak malu-malu kucing dan serba takut dicela orang lain.
e. Mempertanggungjawabkan perbuatannya.
g. Menerima pujian atau celaan secara objektif.
h. Tidak menganiyaya diri sendiri dengan kekangan-kekangan yang
berlebihan.
i. Menyatakan perasaannya dengan wajar
F. Pengujian Instrumen Penelitian
1. Validitas
Validitas merupakan drajad ketepatan antara data yang terjadi
pada objek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti
(Sugiyono, 2015). Data dapat dikatakan valid apabila data yang
dilaporkan peneliti dengan data yang sesungguhanya yang terjadi pada
objek penelitian tidak berbeda. Validitas yang diuji untuk instrumen
penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi merupakan validitas
yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis
rasional dengan caraprofessional judgement (Azwar, 2009). Dalam
penelitian ini, instrumen penelitian dikonstruksi berdasarkan ciri-ciri
yang diukur kemudian dikonsultasikan kepada ahli.
Teknik uji yang digunakan adalah dengan cara mengkorelasikan
skor-skor setiap item yang digunakan terhadap skor-skor ciri melalui
pendekatan analisis korelasi Pearson Product Moment. Formulasi yang
digunakan adalah sebagai berikut:
𝑅𝑥𝑦 = N ∑XY − (∑X)(∑Y)
Keterangan:
Semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 dianggap
memuaskan dan jika kurang dari 0,30 item diinterpretasikan sebagai item
yang memiliki daya diskriminasi rendah (Azwar 2009). Pengujian validitas
dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Statistic Programme for
Social Science) versi 20, dari hasil penghitungan diperoleh 60 yang
memiliki korelasi ≥ 0,30, sedangkan 18 item memiliki korelasi ≤ 0,30. Hasil
penghitungan koefisien korelasi item instrumen penelitian dapat dilihat pada
table 3.2
Tabel 3.2
Hasil Analisis Uji Validitas Item
Ciri-Ciri Indikator
Nomer Item
Jumlah
Valid Tidak
Valid
1. Kepercayaan atas
kemampuannya menghadapi hidupnya
a. Remaja mampu
menghadapi tantangan dalam hidupnya sendiri.
7,4,9 1 3
b. Remaja percaya
bahwa dia dapat mengatasi permasalahan dalam hidupnya.
5,2,11 8 3
c. Remaja memiliki
rasa optimis dalam menghadapi
hidupnya
2. Menganggap
dirinya sederajat dengan orang lain
a. Remaja yakin bahwa dirinya
a. Remaja mudah
bergaul dengan teman-teman yang ada di lingkungan sekitar. bahwa orang lain mengucilkannya
a. Remaja mampu
menghargai dirinya sendiri.
21,22,24, 28 3
b. Remaja mampu
menghargai orang lain.
27 25 1
c. Remaja mampu
menganggap dirinya orang yang optimal
29 23,26 1
4. Tidak merasa
malu atau serba takut dicela orang lain
a. Remaja memiliki
kepercayaan diri dalam hidupnya.
30,31,33, 35
- 4
b. Remaja memiliki
rasa optimis terhadap apa yang akan dia lakukan.
32,34,36 - 3
5. Mempertanggung
jawabkan perbuatannya
a. Remaja mampu
bertanggungjawab atas apa yang telah dia lakukan.
38,41 37,39 2
b. Remaja mampu
mengakui
a. Remaja yakin
dengan apa yang akan atau telah dia lakukan.
45,46 43 2
b. Remaja yakin
bahwa hidupnya lebih baik dari hidup orang lain.
44,47,48 - 3
7. Menerima pujian
atau celaan secara objektif
a. Remaja mampu
menerima kritikan dari orang
laindengan baik.
b. Remaja mampu
mengelola pujian yang diberikan orang lain dengan baik
50, 52 - 2
8. Tidak
menganiyaya diri sendiri
a. Remaja memiliki
rasa sayang kepada dirinya sendiri.
56,59 53 3
b. Remaja meyakini
bahwa dirinya adalah berharga
62,64 - 2
c. Remaja memiliki
pengaturan diri terhadap frustasi
54,57,60, 66
- 4
d. Remaja sadar
dalam
a. Remaja mampu
tampil secara otentik.
70 67 1
b. Remaja mampu
menampilkan diri secara asertif.
68,73 71 2
c. Remaja mampu
mengolah rasa bahagia yang ada di dalam hidupnya.
74 76,77 1
d. Remaja mampu
mengolah rasa sedih dan kecewa yang ada di dalam
Berdasarkan perhitungan koefisien butir instrument dari 9 ciri-ciri
menggunakan SPSS (Statistic Programme for Social Science)versi 20, diperoleh
60 instrumen yang valid dan 18 instrumen yang tidak valid dari 78 item. Kisi-kisi
Tabel 3.3
Kisi-Kisi Instrumen Penerimaan Diri Remaja Broken Home (Setelah Uji Validitas)
Ciri-Ciri Indikator Nomor Item Jumlah
Positif Negatif
1. Kepercayaan atas
kemampuannya menghadapi hidupnya
a. Remaja mampu
menghadapi tantangan dalam hidupnya sendiri.
7 4,9 3
b. Remaja percaya
bahwa dia dapat mengatasi permasalahan dalam hidupnya.
5,11 2 3
c. Remaja memiliki
rasa optimis dalam menghadapi hidupnya
3,10 12 3
2. Menganggap
dirinya sederajat dengan orang lain
a. Remaja yakin bahwa dirinya berharga seperti halnya teman-temannya.
13,19 14,16 4
b. Remaja mudah
bergaul dengan teman-teman yang ada di lingkungan sekitar. bahwa orang lain mengucilkannya
d. Remaja mampu
menghargai dirinya sendiri.
21 22,24 3
e. Remaja mampu
menghargai orang lain.
- 27 1
f. Remaja mampu
menganggap dirinya orang yang optimal
- 29 1
4. Tidak merasa
malu atau serba
c. Remaja memiliki
kepercayaan diri