• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Material Persediaan

N/A
N/A
Riinda Aulia Utami

Academic year: 2022

Membagikan "Manajemen Material Persediaan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

MANAJEMEN MATERIAL DI PELAYANAN KESEHATAN Ade Heryana, S.ST, M.KM

Prodi Kesehatan Masyarakat – Universitas Esa Unggul

PENDAHULUAN

Biaya yang timbul akibat pengelolaan material (termasuk persediaan obat dan alkes) merupakan biaya yang paling tinggi dikeluarkan perusahaan pelayanan kesehatan setelah biaya SDM. Permasalahannya, permintaan terhadap pelayanan kesehatan terus mengalami perubahan (kondisi uncertainty), sehingga manajemen pelayanan kesehatan menghadapi tantangan bagaimana menentukan tingkat persediaan untuk menghadapi perubahan tersebut. Pengendalian material yang tepat akan menyebabkan berkurangnya biaya persediaan sehingga dapat meningkatkan laba.

PENGERTIAN MANAJEMEN PERSEDIAAN DAN MANAJEMEN MATERIAL

Meskipun terkesan sama, namun terdapat perbedaan antara persediaan (inventory) dengan material. Dalam laporan keuangan, persediaan termasuk dalam kelompok harta lancar sehingga mengandung pengertian sebagai item barang dengan usia pakai kurang dari 12 bulan. Sedangkan pengertian material lebih luas dibanding persediaan.

Material meliputi persediaan, pelayanan, dan peralatan. Artinya segala hal yang berkaitan dengan pelayanan kepada pasien termasuk dalam material.

Dengan demikian manajemen persediaan (inventory management) adalah upaya untuk mengelola dan mengendalikan item-item barang dengan usia pakai kurang dari 12 bulan. Misalnya: obat-obatan, Bahan Habis Pakai (BHP). Sedangkan manajemen material (material management) adalah upaya pengelolaan dan pengendalian persediaan, pelayanan, dan peralatan sejak material tersebut dibeli/didapat hingga dipakai/dijual. Dilihat dari jenisnya material meliputi item-item untuk perawatan pasien (patient care material) dan item-item untuk pekerjaan administrasi (administration material).

Tabel 1. Jenis Material di Pelayanan Kesehatan

No Jenis Material Tipe Contoh

1 Persediaan (inventory) Perawatan pasien (patient care) Obat, vaksin, bahan habis pakai Administrasi (administration) Tinta, kertas, blangko, Form

2 Pelayanan (services) Perawatan pasien (patient care) Tindakan, pemeriksaan, farmasi Administrasi (administration) Surat sakit, Klaim asuransi 3 Peralatan (equipment) Perawatan pasien (patient care) USG, Rontgen, MRI, Ambulance

Administrasi (administration) Server, Lemari arsip, SIRS

(2)

2 PENTINGNYA MANAJEMEN MATERIAL

Secara umum tujuan dijalankannya manajemen material adalah untuk meminimalkan total biaya yang berkaitan dengan material sehingga diperoleh material yang tepat baik secara kualitas maupun kuantitas, hingga material tersebut siap dipakai untuk perawatan pasien dan pekerjaan administratif. Dengan demikian, manajemen material penting dipahami dengan baik karena:

1. Manajemen pelayanan kesehatan harus bisa menentukan jumlah material yang tepat (tidak lebih dan/atau tidak kurang) untuk melayani pasien. Upaya ini dapat dijalankan berkolaborasi dengan komite medik atau pengguna material. Ada tiga hal yang menyebabkan material sulit diprediksi yaitu: waktu yang panjang antara pemesanan hingga material diterima, permintaan yang berubah-ubah sehingga menimbulkan ketidakpastian (uncertatinty), dan adanya dikontinyuitas (discontinuity) pada material.

2. Membantu manajemen pelayanan kesehatan dalam mengendalikan biaya.

Persedian dan material lainnya merupakan asset yang tidak produktif jika tidak terjadi penjualan/pelayanan. Bahkan nilai material tersebut lama kelamaan akan berkurang. Persediaan yang lama tidak dipakai/dijual akan mengalam potensi kerugiaan seperti pencurian, kadaluarsa, atau hilang.

Terkait dengan kondisi ketidakpastian permintaan, maka manajemen pelayanan kesehatan dapat menerapkan tiga metode yakni:

a. Menjalankan Stock-out yaitu tindakan menyimpan atau stok persediaan pada tingkat yang tinggi (memperbanyak persediaan). Metode ini dijalankan jika barang yang harus disediakan adalah obat-obat kelompok lifesaving drugs yang digunakan pada keadaan darurat

b. Menjalankan ABC inventory method yaitu menyediakan barang sesuai dengan klasifikasi nilai persediaan dan jumlahnya (klasifikasi A, B, atau C). Metode ini dijalankan jika barang yang akan disediakan termasuk jarang digunakan.

Bagaimana menentukan klasifikasi A, B, dan C?

• Jika harga barang cenderung memiliki variasi yang berbeda, maka untuk pengklasifikasian sebaiknya hanya menggunakan indikator nilai persediaan.

Jadi berdasarkan total nilai persediaan, dikatanan kelas A proporsinya 0-80%, kelas B jika proporsinya sekitar 80-95%, dan kelas C jika proporsinya sekitar 95- 100%.

• Jika harga barang cenderung homogen (hampir sama) maka selain nilai persediaan, yang perlu dipertimbangkan adalah jumlah persediaanya. Sehingga dari total nilai persediaan dan total jumlah persediaan, barang masuk kelas A jika nilai persediaan 0-80% dan jumlahnya sekitar 0-20%, kelas B jika nilai persediaan sekitar 80-95% dan jumlahnya sekitar sekitar 20-50%, dan kelas C jika nilai persediaan sekitar 95-100%, dan jumlahnya sekitar 50-100%.

Namun metode ini memiliki kelemahan yaitu tidak mempertimbangkan karakteristik barang secara kualitas, misalnya: kategori fast moving item

(3)

3

(persediaan yang cepat habis), lifesaving drugs, obat dengan kadaluarsa pendek, dan sebagainya.

c. Menjalankan Just-in-time method yaitu menyediakan stok barang tepat dengan kecepatan pengisian yang tinggi. Metode ini dipakai jika organisasi pelayanan kesehatan merupakan perusahaan dengan jaringan yang luas atau terdiri dari beberapa cabang.

Contoh perhitungan/penerapan ABC Inventory pada apotik (Harga Bervariasi) Misalnya sebuah apotik memiliki daftar persediaan obat generik golongan sebagai berikut:

No Nama Obat Satuan Jumlah Harga Satuan

1 Azatioprin 50 mg Tablet 790 283

2 Dimenhidrinat 50 mg Tablet 50 283

3 Etambutol 250 mg Tablet 240 537

4 Kuinin Dihidroklorida inj. Ampul 2ml 270 5.706

5 Diazepam 5 mg Tablet 530 65

6 Morfin inj. 10 mg Ampul 1 ml 70 14.174

7 Zidovudin 100 mg Tablet 370 1.281

8 Domperidon susp. 5 mg Botol 60ml 190 17.078

9 Hifrokortison krim 2,5% Tube 5gr 740 4.050

10 Amoxicillin sirup 125mg Botol 60ml 740 4.995

11 Ampicillin 250mg Kaplet 240 363

12 Metronidazole 500mg Tablet 670 297

13 Klindamisin 150mg Kapsul 380 689

14 Teofilin 150mg Tablet 140 73

15 Kolsikin 500 mcg Tablet 250 367

16 Lidokain injeksi 2% Ampul 2ml 820 1.364

17 Meloksikam Suppositoria Supp. 70 8.910

18 Disopiramid 100mg Kapsul 470 319

19 Gliserin Botol 100ml 490 6.386

20 Oksitetrasiklin salep mata Tube 3,5gr 510 2.835

Berdasarkan informasi tersebut, klasifikan persediaan dengan metode ABC Inventory. Untuk menyelesaikan soal ini dapat menggunakan spreadsheet Excel berikut:

1. Jika dilihat dari data pada Harga Satuan, nilainya sangat bervariasi antara 73 (paling kecil) hingga 17.078 (paling besar), maka penentuan kelas menggunakan nilai persediaan

2. Salin seluruh data pada tabel di atas ke dalam spreadsheet Excel

3. Tambahkan kolom Nilai Persediaan. Isi data setiap sel kolom persediaan dengan rumuas Jumlah x Harga Satuan, sehingga sel F2=D2*E2 dan seterusnya sampai F21.

4. Pada baris terbawah buat baris Total Nilai Persediaan yang merupakan penjumlahan sel F2 hingga F21, atau isi dengan formula =sum(F2:F21)

5. Lakukan pengurutan data pada kolom F (Nilai Persediaan) dari nilai terbesar sampai terkecil (gunakan menu Data >

Short Ascending

(4)

4

6. Untuk menentukan kelas A, B, C lakukan:

• Pada kolom G lakukan perhitungan Kumulatif Nilai Persediaan dengan melakukan penambahan Nilai Persediaan obat pada nomor urut n dengan obat nomor urut n- 1, sehingga untuk sel G2=F2+0 (khusus obat pertama ditambah 0), untuk sel G3=F3+G2, G4=F4+G3 dan seterusnya.

• Pada kolom H lakukan perhitungan Kumulatif Persen terhadap Total Nilai Persediaan, sehingga sel H2=G2/F22*100, H3=G3/F22*100 dan seterusnya

• Di kolom I tambahkan kolom untuk memberikan keterangan kategori barang (KAT).

• Pada perhitungan ini, Total Nilai Persediaan (sel F22) harus sama dengan baris akhir pada kolom Kumulatif Nilai Persediaan (sel G20). Pada contoh ini nilainya sama yaitu 20.462.940

Dari tabel di atas, terdapat:

a. Nilai total Persediaan = 20.462.940 (sel F22)

b. Item yang masuk kategori A = 6 jenis obat, dengan persentase nilai persediaan sebesar 78,5% (sel H7), dan nilai persediaan sebesar 16.053.730 (sel G7) c. Item yang masuk kategori B = 5 jenis obat, dengan persentase nilai persediaan

sebesar 95,4% - 78,5% = 16,9% (sel H12-H7), dan nilai persediaan sebesar 19.523.880 - 16.053.730 = 3.470.150 (sel G12-G7)

d. Item yang masuk kategori C = 9 jenis obat, dengan persentase nilai persediaan sebesar 100% - 97,5% = 2,5% (sel H20-H12), dan nilai persediaan sebesar 20.462.940 - 19.747.450 = 939.060 (sel G20-G12)

(5)

5 PENILAIAN PERSEDIAAN

Informasi persediaan barang pada suatu perusahaan ditunjukkan dengan dua hal, yaitu:

1. Persediaan pada laporan Neraca, yang ditunjukkan sebagai Harta Lancar. Nilai persediaan yang diperoleh dari laporan Neraca pada dasarnya merupakan material/barang yang tidak digunakan (tidak terjual, tidak terpakai) pada periode tertentu. Misalnya jika pada laporan Neraca per 31 Desember 2019 menunjukkan nilai persediaan adalah 15.000.000 maka hal ini menunjukkan jumlah barang/material yang tidak terjual/terpakai pada tanggal tersebut adalah 15.000.000. Sehingga nilai persediaan pada laporan Neraca dihitung berdasarkan biaya untuk mendapatkan/membeli material.

2. Persediaan pada laporan Laba-Rugi, yang ditunjukkan sebagai biaya untuk memanfaatkan item/barang. Sehingga pada laporan laba-rugi, nilai persediaan ditunjukkan sebagai jumlah barang/material yang terjual/terpakai selama satu periode tertentu. Misalnya: pada laporan Laba-Rugi per 31 Desember 2019, maka biaya-biaya yang muncul yang berkaitan dengan persediaan merupakan nilai barang/materil yang digunakan pada periode 1 januari s/d 31 Desember 2019. Sehingga pada laporan Laba-Rugi, nilai persediaan dihitung sebagai biaya penggunaan material.

Bagaimana seorang manajer pelayanan menentukan nilai persediaan? Untuk menentukan nilai persediaan terdapat empat metode yang umumnya dipakai yaitu metode First-in First-out (FIFO), Last-in First-out (LIFO), Rata-rata tertimbang (Weight average), dan identifikasi spesifik (specific indentification).

First-in First-out atau pertama-masuk pertama-keluar adalah metode pengendalian persediaan dengan menerapkan aturan “persediaan yang masuk pertama adalah persediaan yang pertama kali dinilai”. Dengan demikian FIFO menghasilkan nilai persediaan untuk item yang baru. Nilai persediaan total ditentukan dengan mengalikan biaya per unit item terbaru dengan jumlah unit dalam persediaan.

Last-in First-out atau terakhir-masuk pertama keluar adalah metode yang menerapkann aturan “persediaan yang masuk terakhir adalah persediaan yang pertama kali dinilai”. Dengan demikian LIFO menghasilkan nilai persediaan yang terakhir. Nilai persediaan total dihitung dengan mengalikan biaya per unit item terakhir dengan jumlah unit dalam persediaan.

Weight average atau rata-rata tertimbang merupakan metode yang menentukan nilai persediaan dengan menentukan rata-rata biaya dalam persediaan, kemudian mengalikannya dengan jumlah unit dalam persediaan.

Specific identification merupakan metode untuk menentukan biaya aktual setiap item persediaan. Metode ini dilakukan jika item persediaan mudah diindetifikasi dan biaya tiap persediaan sangat tinggi.

(6)

6

Contoh soal menentukan nilai persediaan dengan metode FIFO, LIFO dan Weight Average Sebuah klinik membeli alat kesehatan untuk tindakan pembedahan dengan data sebagai berikut:

Keterangan Jumlah Harga Total

Saldo (1 Januari) 100 10.000 1.000.000

Pembelian (1 Maret) 400 12.000 4.800.000

Pembelian (1 Mei) 400 13.000 5.200.000

Pembelian (1 Juli) 300 14.000 4.200.000

Pembelian (1 September) 200 14.000 2.800.000

Pembelian (1 November) 100 15.000 1.500.000

Total 1.500 19.500.000

Nilai akhir (31 Desember) 150

Berapakah biaya akhir persediaan pada 31 Desember (sebesar 150) menggunakan metode FIFO, LIFO, Weighted-average.

a. Menggunakan metode FIFO (yang pertama masuk) sehingga nilai persediaan menggunakan periode 1 Januari sebagai awal:

Keterangan Jumlah Harga Total

1 Januari 100 10.000 1.000.000

1 Maret 50 12.000 600.000

Nilai akhir 150 1.600.000

Nilai persediaan akhir = 1.600.000 : 150 = 10.667 per unit

b. Menggunakan metode LIFO (yang terakhir masuk) sehingga nilai persediaan menggunakan periode 1 November sebagai awal:

Keterangan Jumlah Harga Total

1 November 100 15.000 1.500.000

1 September 50 14.000 700.000

Nilai akhir 150 2.200.000

Nilai persediaan akhir = 2.200.000 : 150 = 14.667 per unit

c. Menggunakan weighted-average = 19.500.000 : 150 = 1.950.000 per unit

BIAYA PERSEDIAAN, ECONOMIC ORDER QUANTITY, REORDER POINT

Biaya persediaan dapat dihitung dengan menjumlahkan biaya-biaya antara lain biaya pembelian, biaya pemesanan, biaya pengelolaan, biaya kekurangan persediaan, dan biaya akibat kelebihan persediaan.

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑛𝑡𝑜𝑟𝑦 𝐶𝑜𝑠𝑡 (𝑇𝐼𝐶) = 𝑃𝐷 + (𝐷𝑄) 𝑂 + (𝐻𝑄 + 𝐼𝑃 [𝑄2]) + 𝑆 + 𝐿 (1)

Biaya Pembelian B. Pemesanan B. Pengelolaan B. kelebihan stok B. kekurangan stok

(7)

7

Dalam menjalankan manajemen persediaan ada tiga jenis persediaan yang muncul yaitu:

1. Biaya pembelian barang (purchasing cost) yaitu total biaya yang dibayarkan kepada vendor/supplier untuk membeli barang tertentu. Biaya pembelian barang dihitung dengan mengalikan harga barang yang dibeli (P) dengan jumlah barang yang dibeli (D), sehingga dapat dituliskan dengan formula:

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑒𝑙𝑖𝑎𝑛 = 𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒 × 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑟𝑚𝑖𝑛𝑡𝑎𝑎𝑛 = 𝑃𝐷 (2)

2. Biaya pemesanan barang (ordering cost), pada dasarnya biaya administratif yang berkaitan dengan pemesanan per satuan barang. Biaya administrasi pemesanan barang dapat meliputi biaya untuk penentuan spesifikasi barang, biaya mengumpulkan penawaran, biaya evaluasi penawaran, biaya persiapan kontrak, biaya persiapan pemesanan, biaya penerimaan barang, dan biaya pembayaran faktur. Biaya pemesanan total (total ordering cost) tergantung pada jumlah yang dipesan, yang dihitung dengan membagi jumlah permintaan (D) terhadap jumlah sekali order (Q), yang kemudian dikalikan dengan jumlah pemesanan, sehingga dapat ditulis dengan formula:

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑚𝑒𝑠𝑎𝑛𝑎𝑛 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑟𝑚𝑖𝑛𝑡𝑎𝑎𝑛

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑂𝑟𝑑𝑒𝑟× 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑚𝑒𝑠𝑎𝑛𝑎𝑛 =𝐷𝑄𝑂 (3) 3. Biaya pengelolaan (carrying cost) adalah biaya yang digunakan untuk

mengelola persediaan. Biaya pengelolaan pada dasarnya merupakan penjumlahan antara biaya penyimpanan (holding cost) dengan biaya oportunitas (opportunity cost). Biaya penyimpanan adalah biaya yang muncul untuk menjalankan kegiatan yang berkaitan dengan penyimpanan. Sedangkan biaya oportunitas pada dasarnya bukan biaya, tetapi pendapatan yang hilang (lost) akibat persediaan yang menumpuk di gudang. Secara teoritis, barang/persediaan yang menumpuk akan memberikan konsekuensi hilangnya kesempatan perusahaan mendapatkan pendapatan. Sehingga biaya pengelolaan dapat dihitung sebagai berikut:

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑜𝑙𝑎𝑎𝑛 = 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑎𝑛 + 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑜𝑝𝑜𝑟𝑡𝑢𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠 (4) 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑎𝑛 = 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡 × 𝑄𝑢𝑎𝑛𝑡𝑖𝑡𝑦 = 𝐻𝑄 (5) 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑜𝑝𝑜𝑟𝑡𝑢𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 𝑏𝑎𝑛𝑘 × 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 × 𝑅𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 = 𝐼𝑃𝑄2 (6)

4. Biaya kekurangan stok (stock-out cost) adalah biaya yang muncul akibat stok persediaan di gudang tidak dapat memenuhi permintaan. Biaya ini agak sulit diidentifikasi secara langsung dan terjadi kasus per kasus. Bila pelayanan kesehatan mengalami kekurangan stok maka akan timbul: 1) biaya pembelian dan biaya pemesanan yang sifatnya urgent (cito) untuk memenuhi kekurangan

(8)

8

permintaan; 2) biaya tak nampak yang muncul akibat kinerja staff pembelian yang kurang; dan 3) biaya kejadian tak diharapkan (misalnya: ada pasien yang meninggal akibat kekurangan stok obat). Dalam formula (1) di atas biaya kekurangan stok diberi simbol huruf S.

5. Biaya kelebihan stok (overstock cost) yaitu biaya yang muncul akibat stok yang berlebih atau melebih permintaan barang. Biaya kelebihan stok meliputi biaya tambahan pengelolaan barang yang muncul akibat stok berlebih sampai stok tersebut terjual/terpakai. Pada formula (1) di atas biaya kelebihan barang diberi simbol L.

Dari formula (1) di atas dapat ditentukan jumlah pemesanan yang ekonomis (Economic Order Quantity, EOQ). Secara matematis untuk menentukan turunan (diferesial) dari TIC terhadap Q, sehingga diperoleh:

𝑄𝑒 = √𝐼𝑃+2𝐻2𝐷𝑂 (7)

Dimana: D = jumlah permintaan; O = jumlah pemesanan; I = tingkat bunga; P = harga barang; H = biaya penyimpanan per unit.

Kondisi EOQ pada rumus (7) di atas dapat dijalan dengan asumsi: 1) tingkat permintaan konstan selama satu tahun; 2) Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan barang (Lead Time) bersifat konstan; 3) Tidak berlaku potongan harga;

dan 4) Tidak terjadi kelebihan atau kekurangan barang.

Dengan jumlah permintaan tetap per tahun (D) maka kita dapat menentukan Reorder Point (RP), dengan membagi jumlah permintaan terhadap jumlah hari dalam setahun (dianggap 365) dikali dengan periode atau lama waktu sejak barang dipesan hingga diterima gudang atau Lag Time (LT). Sehingga:

𝑅𝑒𝑜𝑟𝑑𝑒𝑟 𝑃𝑜𝑖𝑛𝑡 (𝑅𝑃) =365𝐷 × 𝐿𝑇 (8)

Kemudian kita juga dapat menentukan jumlah pemesanan dalam setahun dengan membagi jumlah permintaan (D) terhadap Economic Order Quantity (Qe), sehingga:

𝑂𝑟𝑑𝑒𝑟 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 (𝑂𝐴) =𝑄𝐷

𝑒 (9)

Selanjutnya setelah diketahui jumlah order per tahun (OA) maka dapat ditentukan jumlah hari interval pemesanan (Interval Order), sehingga:

(9)

9

𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑚𝑒𝑠𝑎𝑛𝑎𝑛 (𝐼𝑂) =365𝑂𝐴 (10)

Contoh perhitungan Total Biaya Persediaan dan Economic Order Quantity (EOQ)

Sebuah apotik bermaksud memesan obat untuk memenuhi permintaan dari sebuah perusahaan. Harga obat tersebut adalah Rp 10.000 per unit. Jumlah permintaan obat oleh perusahaan tiap tahuan adalah 10.000 yang bersifat konstan tiap tahun. Untuk memesan obat tersebut dibutuhkan biaya sebesar Rp 10.000 untuk sekali order. Saat ini tingkat bunga bank yang berlaku adalah 7%. Biaya penyimpanan obat diperkirakan Rp 100 per unit. Waktu yang dibutuhkan sejak barang dipesan hingga diterima adalah 5 hari.

Hitunglah: Economic Order Quantity (EOQ), Total Inventory Cost (TIC), Reorder Point (RP), Order per tahun (OA), dan Interval Order (IO)

Dari soal di atas, diketahui bahwa:

Harga (P) = Rp 10.000 per unit

Permintaan (D) = 10.000 per tahun (konstan) Biaya order (O) = Rp 10.000 per sekali order Tingkat bunga (I) = 7% = 0,07

Biaya penyimpanan (H) = Rp 100 per unit Lag Time (LT) = 5 hari

Menggunakan formula (7), maka EOQ adalah 𝑄𝑒 = √𝐼𝑃+2𝐻2𝐷𝑂 = √ 2×10.000×10.000

(0,07×10.000)+(2×100)= √200.000.000

700+200 = 471,4 ~ 471 artinya dengan kondisi seperti di atas maka jumlah pemesanan yang ekonomis bagi apotik dalam memesan obat adalah sejumah 471 unit.

Dengan Qe = 471 dan tanpa S dan L, Total Inventory Cost (TIC) dapat dihitung dengan formula (1), sehingga:

𝑇𝐼𝐶 = 𝑃𝐷 + (𝐷𝑄) 𝑂 + (𝐻𝑄 + 𝐼𝑃 [𝑄2]) + 𝑆 + 𝐿

𝑇𝐼𝐶 = (10.000 × 10.000) + (10.000471 ) 10.000 + [(100 × 471) + (0,07 ×

10.000 × [4712 ]] + 0 + 0 = 100.424.000, artinya untuk memesan sejumlah 471 unit dibutuhkan biaya sebesar Rp. 100.424.000,-

𝑅𝑃 =365𝐷 × 𝐿𝑇 =10.000365 × 5 = 137 (dibulatkan), artinya apotik sebaiknya segera melakukan pemesanan jika stok = 137 unit

𝑂𝐴 =𝑄𝐷

𝑒=10.000471 = 21,2 kali pemesanan dalam setahun

𝐼𝑂 =365𝑂𝐴 =21,2365 = 17,2 atau pemesanan dilakukan setiap 17-18 hari

(10)

10

MANAJEMEN PERSEDIAAN DENGAN KONDISI KETIDAKPASTIAN

Pada model persediaan di atas, berlaku asumsi bahwa tingkat permintaan barang tiap tahun adalah konstan. Pada kenyataannya, permintaan obat di pelayanan kesehatan tidak mungkin konstan, namun umumnya dalam kondisi berfluktuasi atau naik-turun.

Kondisi inilah yang disebut dengan ketidakpastian (uncertatinty). Pada situasi ini, manajer persediaan harus memutuskan pada jumlah reorder point berapa harus dilakukan, dimana keputusan ini dapat menurukan biaya stock-out dan biaya overstock.

Untuk menentukan reorder point pada kondisi uncertainty, maka perlu diketahui oleh manajer persediaan:

a. Jumlah permintaan dan probabilitas terjadinya tingkat permintaan tersebut b. Kondisi stock-out, jika permintaan > reorder point

c. Kondisi overstock, jika permintaan < reorder point

Contoh perhitungan reorder point dengan kondisi ketidakpastian (uncertainty)

Sebuah instalasi farmasi ingin menentukan jumlah pemesanan kembali (reorder point) dalam kondisi yang tidak konstan (uncertainty). Diketahui bahwa tingkat permintaan bervariasi antara 135 unit hingga 139 unit per tahun. Adapun probabilitas masing-masing tingkat permintaan adalah 10% (jika 135), 25% (jika 136), 30% (jika 137), 25% (jika 138), dan 10%

(jika 139). Biaya stock-out (reorder point < permintaan) adalah Rp 750.000 per unit, sedangkan biaya overstock (reorder point > permintaan) adalah Rp 200.000 per unit.

Dari soal di atas diketahui ada lima kemungkinan tingkat permintaan dengan probabilitasnya yaitu:

Tingkat permintaan (unit) 135 136 137 138 139

Probabilitas 0,10 0,25 0,30 0,25 0,10

Dalam hal ini, instalasi farmasi memiliki lima pilihan reorder point yaitu pada stok sejumlah 135, 136, 136, 137, atau 138. Instalasi farmasi akan menentukan pada tingkat permintaan berapa yang dapat meminimalkan biaya stock-out dan overstock. Sehingga:

Jika RP = 135, maka pada tingkat permintaan (P)

• 135 ➔ RP=PP ➔ selisih = 0 ➔ tidak ada stock-out & overstock cost = 0

• 136 ➔ RP<PP ➔ Stock-out cost = (136-135) x 750.000 x 0,25 = 188.000

• 137 ➔ RP<PP ➔ Stock-out cost = (137-135) x 750.000 x 0,25 = 450.000

• 138 ➔ RP<PP ➔ Stock-out cost = (138-135) x 750.000 x 0,25 = 563.000

• 139 ➔ RP<PP ➔ Stock-out cost = (139-135) x 750.000 x 0,25 = 300.000

• Total Biaya = 0+188.000+450.000+563.000+300.000 = 1.501.000 Jika RP = 138

• 135 ➔ RP>PP ➔ Overstock cost = (138-135) x 200.000 x 0,10 = 60.000

• 136 ➔ RP>PP ➔ Overstock cost = (138-136) x 200.000 x 0,25 = 100.000

• 137 ➔ RP>PP ➔ Overstock cost = (138-137) x 200.000 x 0,25 = 60.000

• 138 ➔ RP=PP ➔ selisih = 0 ➔ tidak ada stock-out & overstock cost = 0

• 139 ➔ RP<PP ➔ Stock-out cost = (139-138) x 750.000 x 0,25 = 75.000

• Total Biaya = 60.000+100.000+60.000+0+75.000 = 295.000

Perhitungan pada tingkat Reorder Point lainnya jika dibuat dalam bentuk matriks adalah sebagai berikut:

(11)

11

RP Stock-out cost/Overstock cost

135 136 137 138 139 Biaya

135 0 188.000 450.000 563.000 300.000 1.501.000

136 20.000 0 225.000 375.000 225.000 845.000

137 40.000 50.000 0 188.000 150.000 428.000

138 60.000 100.000 60.000 0 75.000 295.000

139 80.000 150.000 120.000 50.000 0 400.000

RP = Reorder Point

Dari tabel di atas, manajemen instalasi farmasi sebaiknya memilih titik reorder point pada jumlah 138, karena pada titik tersebut ekspektasi biaya stock-out atau oversrock yang muncul adalah yang terkecil yaitu 295.000

EVALUASI KINERJA PERSEDIAAN

Untuk mengevaluasi kinerja manajemen dari sisi pengelolaan persediaan, indikator yang sering dipakai adalah inventory turnover atau perputaran persediaan.

Pembahasan tentang hal ini sudah dijelaskan pada modul tentang analisis laporan keuangan dan manajemen modal kerja (working capital).

REFERENSI

Nowicki, M. (2018). Introduction to The Financial Management of Healthcare Organizations, 7th edition. New York: AUPHA

LATIHAN SOAL

1. Soal ABC Inventory

No Nama Obat Satuan Jumlah Harga Satuan

1 Azatioprin 50 mg Tablet 80 283

2 Dimenhidrinat 50 mg Tablet 590 283

3 Etambutol 250 mg Tablet 950 537

4 Kuinin Dihidroklorida inj. Ampul 2ml 300 5.706

5 Diazepam 5 mg Tablet 760 65

6 Morfin inj. 10 mg Ampul 1 ml 680 14.174

7 Zidovudin 100 mg Tablet 10 1.281

8 Domperidon susp. 5 mg Botol 60ml 40 17.078 9 Hifrokortison krim 2,5% Tube 5gr 480 4.050 10 Amoxicillin sirup 125mg Botol 60ml 870 4.995

11 Ampicillin 250mg Kaplet 150 363

12 Metronidazole 500mg Tablet 410 297

13 Klindamisin 150mg Kapsul 330 689

14 Teofilin 150mg Tablet 610 73

15 Kolsikin 500 mcg Tablet 30 367

16 Lidokain injeksi 2% Ampul 2ml 820 1.364 17 Meloksikam Suppositoria Supp. 610 8.910

18 Disopiramid 100mg Kapsul 740 319

(12)

12

No Nama Obat Satuan Jumlah Harga Satuan

19 Gliserin Botol 100ml 950 6.386

20 Oksitetrasiklin salep mata Tube 3,5gr 720 2.835

Dengan menggunakan spreadsheet Excel, tentukan obat mana saja yang masuk kelompok A, kelompok B, dan kelompok C.

2. Soal Penilaian Persediaan

Sebuah klinik membeli alat kesehatan untuk tindakan pembedahan dengan data sebagai berikut:

Keterangan Jumlah Harga Total

Saldo (1 Januari) 100 10.000 1.000.000

Pembelian (1 Maret) 400 12.000 4.800.000

Pembelian (1 Mei) 400 13.000 5.200.000

Pembelian (1 Juli) 300 14.000 4.200.000

Pembelian (1 September) 200 14.000 2.800.000 Pembelian (1 November) 100 15.000 1.500.000

Total 1.500 19.500.000

Nilai akhir (31 Desember) 400

Berapakah biaya akhir persediaan pada 31 Desember (sebesar 150) menggunakan metode FIFO, LIFO, Weighted-average.

3. Soal Penilaian Persediaan

Sebuah klinik membeli alat kesehatan untuk tindakan pembedahan dengan data sebagai berikut:

Keterangan Jumlah Harga Total

Saldo (1 Januari) 100 10.000 1.000.000

Pembelian (1 Maret) 400 12.000 4.800.000

Pembelian (1 Mei) 400 13.000 5.200.000

Pembelian (1 Juli) 300 14.000 4.200.000

Pembelian (1 September) 200 14.000 2.800.000 Pembelian (1 November) 100 15.000 1.500.000

Total 1.500 19.500.000

Nilai akhir (31 Desember) 700

Berapakah biaya akhir persediaan pada 31 Desember (sebesar 150) menggunakan metode FIFO, LIFO, Weighted-average.

4. Soal Total Inventory Cost, EOC, RP

Sebuah apotik bermaksud memesan obat untuk memenuhi permintaan dari sebuah perusahaan. Harga obat tersebut adalah Rp 15.000 per unit. Jumlah permintaan obat oleh perusahaan tiap tahuan adalah 10.000 yang bersifat konstan tiap tahun. Untuk memesan obat tersebut dibutuhkan biaya sebesar Rp 20.000 untuk sekali order. Saat ini tingkat bunga bank yang berlaku adalah 8%. Biaya penyimpanan obat diperkirakan Rp 200 per unit. Waktu yang dibutuhkan sejak barang dipesan hingga diterima adalah 7 hari.

(13)

13

Hitunglah: Economic Order Quantity (EOQ), Total Inventory Cost (TIC), Reorder Point (RP), Order per tahun (OA), dan Interval Order (IO)

5. Soal Uncertainty Inventory Management

Sebuah instalasi farmasi ingin menentukan jumlah pemesanan kembali (reorder point) dalam kondisi yang tidak konstan (uncertainty). Diketahui bahwa tingkat permintaan bervariasi antara 135 unit hingga 139 unit per tahun. Adapun probabilitas masing-masing tingkat permintaan adalah 20% (jika 135), 20% (jika 136), 30% (jika 137), 15% (jika 138), dan 10% (jika 139). Biaya stock-out (reorder point < permintaan) adalah Rp 550.000 per unit, sedangkan biaya overstock (reorder point > permintaan) adalah Rp 400.000 per unit.

Tentukan pada tingkat reorder point berapa sebaiknya dilakukan pembelian?

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan lain dengan anova adalah uji beda rerata hanya membandingkan dua Perbedaan lain dengan anova adalah uji beda rerata hanya membandingkan dua rerata populasi yang

Sistem konversi gelombang laut tipe owe, seperti yang telah diuraikan sebelumnya adalah sistem yang terdiri dari dua bagian utama yaitu ruang udara berupa kolom

Komoditas kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir masih dapat dikembangkan mengingat lahan yang tersedia untuk pengembangan masih cukup luas yaitu mencapai 210.283 hektar

Karakteristik lahan di Kabupaten Gresik yaitu topografi pantainya dengan elevasi rendah, lautnya terbuka dan dangkal, tam- baknya hasil konversi mangrove, rawa, dan sawah serta

Banyak pihak yang selama ini menitikberatkan pemenuhan kebutuhan air bersih hanya untuk wilayah perkotaan, sehingga banyak desa di Nusa Tenggara Timur (NTT)

(su) kolonunda A ve B bölümlerinde ölçülen basınçları hesaplayınız.. Atmosfer basıncı, yükseklikle azalır. Bu nedenle damar içinde akan kanın basıncı ile atmosfer

Mangkunegara 2005:67 berpendapat bahwa: “Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan