• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEMINAR NASIONAL II. FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JAMBI 2020 SISTEM PRODUKSI PETERNAKAN DAN PERIKANAN YANG BERKELANJUTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SEMINAR NASIONAL II. FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JAMBI 2020 SISTEM PRODUKSI PETERNAKAN DAN PERIKANAN YANG BERKELANJUTAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

194 Pengaruh Pemberian Bungkil Inti Sawit yang Difermentasi Menggunakan Bakteri Mannanolitik Bacillus Cereus V9 Terhadap Bobot Karkas Ayam Broiler

Dimas Raldi1, Mairizal2*, Fahmida Manin2, Akmal2

1 Mahasiswa Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Jambi

2 Dosen Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Jambi

ABSTRAK

*Korespondensi Penulis e-mail :

mairizal_fapet@unja.ac.id

Bungkil inti sawit adalah bahan pakan alternatif penyusun ransum unggas yang ketersediaannya berlimpah dan kontinyu serta relatif lebih murah, akan tetapi penggunannya dalam ransum unggas masih sangat terbatas karna kandungan serat kasarnya yang tingi. Untuk mengatasi kendala tersebut dapat dilakukan dengan cara fermentasi menggunakan Bacillus cereus V9. Fermentasi bungkil inti sawit diharapkan akan meningatkan nilai gizi BIS dengan menurunkan kandungan serat kasar. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian ransum mengandung bungkil inti sawit fermentasi (BISF) dengan Bacillus cereus V9 terhadap bobot karkas ayam broiler. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 2020 sampai dengan tanggal 20 Oktober 2020 di kandang Farm Fakultas Peternakan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dai 6 perlakuan dan 4 ulangan. Susunan perlakuan yang diterapkan adalah R0 = 0% BISF, R1= 10% BISF, R2= 15% BISF, R3= 20% BISF, R4= 25% BISF, R5=

30% BISF. Peubah yang diamati dalam penilitian ini adalah: konsumsi ransum perhari, bobot potong, bobot karkas mutlak, dan bobot karkas relatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pemberian ransum yang mengandung bungkil inti sawit fermentasi dengan bakteri Bacillus cereus V9 tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum perhari, bobot potong, bobot karkas mutlak, dan bobot karkas relatif.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian bungkil inti sawit fermentasi dengan Bacillus cereus V9 di dalam ransum ayam broiler dapat di gunakan hingga taraf 30% .

Kata kunci : bungkil inti sawit, fermentasi, Bacillus cereus V9 konsumsi ransum, bobot karkas

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak sawit terbesar. Menurut data gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, dimulai dari Januari hingga Oktober 2019, produksi minyak kelapa sawit (CPO) meningkat 11,26% dari 39,59 juta ton tahun 2018 menjadi 44,05 juta ton.

Peningkatan produksi minyak sawit tentunya juga akan meningkatkan hasil samping dari pengolahan minyak sawit tersebut dan salah satunya adalah Bungkil Inti Sawit (BIS). Jika dilihat dari kandungan nutrisinya, bungkil inti sawit masih memiliki nilai nutrisi yang cukup tinggi dengan kandungan protein kasar 17,15%, lemak kasar 8,45%, serat kasar 16,89%, Ca 0,64% dan P 0,45% dengan energi metabolis 2682 Kkal/kg (Mairizal el al., 2019), sehingga bungkil inti sawit dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak.

Pengunaan BIS dalam ransum unggas memiliki beberapa kendala. Tafsin (2007), menyatakan bahwa kandungan serat kasarnya yang tinggi kemudian kecernaan protein dan asam amino yang rendah menjadi kendala dalam pemberian BIS dalam ransum unggas. Sedangkan menurut Chong et al., (1998) tingkat palatabilitas rendah, dan daya cerna yang rendah akibat tingginya serat kasar sebesar 12,47 – 16,09 % yang menjadi kendala sehingga pemberian BIS belum optimal. Oleh sebab itu, pemberian bungkil inti sawit dalam ransum ayam broiler hanya berkisar antara hanya 5% – 10% dan yang umum digunakan sekitar 7% dalam ransum (Sinurat 2012).

Kandungan serat kasar BIS didominasi oleh polisakarida non pati terutama dari fraksi mannan dan galaktomanan (Tafsin, 2007). Tingginya

(2)

195

kandungan polisakarida non pati terutama dari fraksi mannan yang terdapat pada bungkil inti sawit akan meningkatkan viskosita usus sehingga mengurangi penyerapan gizi (Ng, 2004). Disamping itu, kandungan mannan dapat menyebabkan penurunan performa ayam pedaging akibat berkurangnya energi metabolisme (EM) didapat hingga 3% (Daskiran et al., 2004). Agar pemanfaatan BIS sebagai bahan pakan ternak unggas dapat dimaksimalkan, maka kandungan polisakarida mannan harus didegradasi menjadi monosakarida yang mudah dicerna dan diserap melalui fermentasi menggunakan bakteri yang bersifat mannanolitik.

Bacillus cereus V9 merupakan bakteri mannanolitik yang mampu menghasilkan enzim mannanase dengan aktivitas enzim 110 U/mg (Mairizal et al., 2018). Tingginya aktivitas enzim mannanase dari Bacillus cereus V9akan menguntungkan penggunaan Bacillus cereus V9 sebagai inokulan untuk fermentasi bungkil inti sawit. Hasil penelitian Mairizal dan Akmal (2019) menunjukan bahwa serat kasar bungkil inti sawit dapat diturunkan dari 16,36% menjadi 8,12%

dengan melalui proses fermentasi menggunakan bakteri Bacillus cereus V9.

Proses fermentasi dapat menurunkan kandungan serat kasar dan meningkatkan kandungan gizinya (Supriyatiet al., 1998)sehingga pemanfaatanya sebagai pakan unggas dapat ditingkatkan.Serat kasar yang tinggi dalam ransum akan dapat menurunkan bobot karkas karena serat kasar sangat sulit dicerna dalam saluran pencernaan ayam broiler sehingga akan membawa sebahagian zat makanan seperti protein untuk dikeluarkan bersama serat kasar tersebut. Menurun nya kandungan serat kasar pada BIS hasil fermentasi tentunya akan dapat meningkatkan ketersediaan gizi bagi ternak unggas terutama ayam broiler sehingga akan dapat meningkatkan performas ternak yang salah satunya terlihat dari peningkatan bobot karkas yang dihasilkan.Oleh sebab itu, perlu dilakukan suatu penelitian untuk melihat pengaruh pemberian bungkil inti sawit hasil fermentasi dengan Bacilluscereus V9 dalam ransum terhadap bobot karkas ayam broiler

MATERI DAN METODA

Penelitian ini dilakukan dilakuan tanggal 25 Agustus sampai dengan 30 September 2020 di laboratorium Fakultas Peternakan, kandang percobaan ternak unggas Fapet Farm Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah 300 ekor DOC strain platinum produksi PT. Cipendawa Farm Jakarta. Pakan diberikan ad libitum. Bahan bahan yang digunakan pada ransum yaitu BIS hasil fermentasi dengan Bacillus cereus V9, jagung,

dedak, tepung ikan, minyak sawit, premix, methionine, dan lysin, kemudian Nutrient Broth, Nutrient Agar, locus bean gum, Aquadest steril,bungkil kelapa, mineral digunakan untuk pertumbuhan mikroba. Kandang yang digunakan sebanyak 30 unit, setiap kandang terdiri dari 10 ekor broiler yang dilengkapi tempat pakan dan tempat minum dengan lampu 40 watt. Peralatan yang digunakan adalah 1 buah thermometer, 1 buahtimbangan 5 kg, timbangan 2 kg untuk menimbang karkas, Inkubator sheaker, erlemeyer, autoclave, cawan petri, oven, baki dan plastic.

Tahap Fermentasi Bungkil Inti Sawit

Timbang mineral untuk pertumbuhan mikroba yang terdiri dari 0,5% urea, 0.05 % FeSO4, 0,075% CaCO3 dan 0,25% MgSO4 per kilogram bungkil inti sawit, kemudian larutkan dalam 500 mL aquadest. Setelah itu, tuangkan kedalam satu kilogram bungkil inti sawit dan selanjutnya di kukus selama 30 menit yang dihitung mulai saat air mendidih, kemudian diangkat dan didinginkan.

Setelah dingin, kemudian diinokulasi dengan inoculum Bacillus cereus V9 sebanyak 10 % dari berat substrat dan selanjutnya diinkubasi selama 4 hari pada suhu 30°C yang ditempatkan dalam baki plastic ukuran A3 (28 x 37 x4,5 cm) dan ditutup dengan baki plastic ukuran yang sama. Setelah selesai diinkubasi maka berikutnya produk fermentasi diaduk dan dihancurkan lalu dikeringkan di oven pada suhu 60°C atau dibawah sinar matahari sampai kering dan selanjutnya siap digunakan sebagai campuran bahan pakan ayam broiler dengan level pemberian 0%, 10%, 15%, 20%, 25% dan 30%.

Persiapan Kandang

Persiapan alat penelitian dengan cara memasang lampu, menyiapkan tempat pakan, tempat minum, ember, timbangan, label perlakuan, penomoran pada penomoran broiler dan thermometer.

Pembuatan Ransum

Bahan penyusun ransum terdiri dari jagung, bungkil kedelai, tepung ikan, minyak kelapa, CaCO3, premiks, DL-metionina, L-Lisina, serta bungkil inti sawit yang telah dihi drolisis oleh enzim mannanase. Ransum dibuat berdasarkan kandungan nutrient bahan pakan dengan kebutuhan menurut rekomendasi Leeson and Summers (2005) secara iso kalori dan iso protein dalam bentuk crumble (butiran kecil).Ransum yang digunakan dalam penelitian ini ransum yang disusun sendiri dengan kandungan nutrisi dan energi metabolis pada Tabel 1, Komposisi bahan penyusun ransum pada Tabel 2 dan kandungan nutrisi ransum perlakuan pada Tabel 3

(3)

196

Tabel 1. Kandungan Nutrisi dan Energi Metabolis Bahan Penyusun Ransum.

Bahan BK PK SK LK Ca P ME** (kkal/kg)

Jagung **** 86,30 8,30 2,20 4,10 0,43 0,35 3370,00

Dedak Halus **** 89.37 8,90 13,21 4,20 0,38 0,29 1630,00

B.Kedelai* 87,09 43,46 1,77 1,37 0,61 0,70 2240,00

BISF*** 89,93 22,15 8,12 5,18 0,58 0,80 2864,00**

Tep. Ikan* 93,64 47,01 6,23 8,74 5,17 2,08 3080,00

M. kelapa 0,00 0,00 0,00 100,00 0,00 0,00 8600,00

CaCO3 0,00 0,00 0,00 0,00 38,00 0,00 0,00

Premik - - - - - - -

Dl-Met 0,00 - 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

L-Lysin 0,00 - 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Ket : * Hasil analisis laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi (2018).

** Scott, et al. (1982); *** Mairizal dan Akmal (2019); **** Nelwida (2009)

Tabel 2. Komposisi Bahan Penyusun Ransum Perlakuan.

Bahan Pakan

Ransum Perlakuan

AO A1 A2 A3 A4 A5

Jagung 54,00 47,50 45,00 42,00 39,00 36,00

Dedak Halus 1,50 1,50 1,50 1,50 1,50 1,50

Bungkil kedelai 28,50 25,00 22,50 20,50 18,50 16,50

BISH 0,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00

Tepung Ikan 12,00 12,00 12,00 12,00 12,00 12,00

Minyak Kelapa 2,50 2,50 2,50 2,50 2,50 2,50

CaCO3 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50

Premiks 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50

DL- Methionin 0,250 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25

L-Lysin 0,250 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25

Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Tabel 3. Kandungan Nutrisi Ransum Perlakuan.

Kandungan Nutrisi

Ransum Perlakuan

AO A1 A2 A3 A4 A5

Protein Kasar (%) 23,14 23,30 23,20 23,10 23,09 23,08

Serat Kasar (%) 2,64 3,25 3,55 3,86 4,16 4,47

Lemak Kasar (%) 6,22 6,42 5,36 6,65 6,76 6,87

Ca (%) 1,22 1,23 1,23 1,25 1,25 1,26

P (%) 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64

ME (Kkal/kg) 3067,25 3056,20 3059,15 3056,45 3053,75 3051,05

Keterangan : berdasarkan perhitungan antara Tabel 8 dan Tabel 9

Pemeliharaan dan Pengambilan Sampel

Pemeliharaan dilaksanakan selama 5 minggu (35 hari). Ransum yang digunakan sebelumnya ditimbang terlebih dahulu. Ransum dan air minum diberikan ad libitum. Pengukuran sisa konsumsi ransum dilakukan setiap pada akhir minggu.

Pengambilan sampel dilakukan pada ayam umur 35 hari. Sebelum pemotongan, ayam dipuasakan terlebih dahulu selama 8 jam, setiap unit kendang perlakuan diambil 2 ekor ayam dengan bobot badan mendekati rata rata.

Pemotongan dilakukan pada pangkal leher meliputi saluran nafas, saluran makan, saluran pembuluh darah putus sehingga darah keluar dengan sempurna. Setelah dilakukan pemotongan ayam dicelupkan air panas untuk mempermudah pembersihan bulu. Setelah itu kepala dipotong pada batas tulang atlas dan kaki dipotong pada batas antara tibiotarsus dengan tarso metatarsus, Bobot karkas ditimbang setelah saluran

Rancangan Penelitian dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Rncangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 macam ransum perlakuan yang mengandung BIS fermentasi yang berbeda yaitu 0, 10, 15, 20, 25 dan 30 % dalam ransum dengan 4 kali ulangan yang masing masingnya terdapat 10 ekor ayam pedaging.

Ransum perlakuan disusun berdasarkan kebutuhan broiler sesuai dengan yang dikombinasikan oleh NRC (2004). Bahan penyusun ransum terdiri dari jagung, bungkil inti sawit fermentasi, dedak, tepung ikan, bungkilkelapa, premix, minyak sawit, methionine, dan lysin. Perlakuan yang digunakan sebagai berikut:

P0: Kontrol

P1: Ransum Mengandung Bungkil Inti Sawit Fermentasi 10%

P2: Ransum Mengandung Bungkil Inti Sawit Fermentasi 15%

P3: Ransum Mengandung Bungkil Inti Sawit Fermentasi 20%

(4)

197

P4: Ransum Mengandung Bungkil Inti Sawit Fermentasi 25%

P5: Ransum Mengandung Bungkil Inti Sawit Fermentasi 30%

Peubah yang diamati yaitu konsumsi ransum perhari, bobot potong , bobot karkas mutlak dan bobot karkas relatif

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Ransum Perhari

Pengaruh pemberian Bungkil Inti Sawit Fermentasi dengan bakteri Bacillus cereusV9 terhadap konsumsi ransum perhari ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Konsumsi Ransum Per Hari

Perlakuan Konsumsi Ransum Perhari (gram/ekor)

R0 78,59 ± 2,11

R1 78,29 ± 1,22

R2 78,43 ± 1,43

R3 76,99 ± 0,29

R4 76,58 ± 1,05

R5 76,76 ± 2,49

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemberian bungkil inti sawit hasil fermentasi menggunakan bakteri Mannanolitik Bacillus cereus V9 tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum perhari ayam Menurut Wahyu, (1992) Ransum merupakan faktor penting terhadap pertumbuhan ayam. Ransum disebut seimbang apabila mengandung semua zat makanan yang diperlukan oleh ayam dalam perbandingan yang sesuai dengan kebutuhan. Penyusunan ransum perlu diperhatikan utamanya mengenai keseimbangan antara kandungan energi dan proteinnya. Fillawati (2008) menyatakan faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum antara lain kandungan energi.

Kandungan nutrisi ransum perlakuan,

Ransumyang diberikan sudah Isoprotein dan Isoenergi yang artinya kandungan energi dan protein nya sudah seimbang. Akan tetapi belum

berpengaruh nyata (P>0,05) .Hal ini bisa disebabkan beberapa faktor. Menurut Wahju (1992), bahwa temperatur lingkungan, strain, imbangan zat-zat makanan, kesehatan dan tingkat energi ransum mempengaruhi tingkat konsumsi ransum.

Selain itu tingkat palatabilitas untuk semua ransum perlakuan juga relatif sama, sehingga menyebabkan konsumsi ransum yang berpengaruh tidak nyata (P>0,05). Pernyataan ini diperkuat oleh Ensminger (1990), yang menyebutkan bahwa konsumsi ransum juga dipengaruhi oleh bau, rasa, warna dan tekstur.

Bobot Potong

Pengaruh pemberian Bungkil Inti Sawit Fermentasi dengan bakteri Bacillus cereus V9 terhadap bobot potong ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Bobot Potong Ayam Broiler

Perlakuan Bobot Potong (gram/ekor)

R0 1406,18 ± 47,14

R1 1461,01 ± 44,48

R2 1440,09 ± 85,58

R3 1404,78 ± 69,99

R4 1376,42 ± 54,76

R5 1413,06 ± 84,34

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemberian bungkil inti sawit hasil fermentasi menggunakan bakteri Mannanolitik Bacillus cereus V9 tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap bobot potong ayam broiler. Hal bisa ini tejadi disebabkan oleh konsumsi ransum untuk setiap perlakuan yang relatif sama, sehingga tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan bobot potong yang dihasilkan. Konsumsi ransum yang rendah mengakibatkan bobot potong yang didapat juga rendah, hal ini sejalan dengan pendapat Murtidjo, (1995) yang menjelaskan bahwa dengan

meningkatnya konsumsi maka bobot potong didapat semakin meningkat demikian pula sebaliknya. Tetapi ada hal lain yang juga bias mempengarugi tinggi rendah nya bobot potong ayam broiler. Salah satunya sifat keturunan atau genetik, Maynard dan Loosli,(1969) mengatakan bahwa Kecepatan pertumbuhan bobot badan serta ukuran badan ditentukan oleh sifat keturunan. Sifat keturunan atau genetik yang buruk akan membuat ayam tidak bertumbuh dengan maksimal.

(5)

198

Bobot Karkas Mutlak

Pengaruh pemberian Bungkil Inti Sawit Fermentasi dengan bakteri Bacillus cereusV9 terhadap Bobot Karkas Mutlak ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Pemberian tingkat BISF dalam ransum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap persentase karkas.

Menurut pendapat Dewanti et al. (2013) bahwa faktor yang mempengaruhi karkas adalah bobot potong, persentase karkas dimulai dari laju pertumbuhan yang ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan yang akan mempengaruhi bobot potong yang dihasilkan.

Banyaknya persentase karkas yang dihasilkan tergantung dari besaran bobot potong yang di dapat.

Tabel 6. Bobot Karkas Mutlak

Perlakuan Bobot Karkas Mutlak (gram/ekor)

R0 1022,00 ± 86,29

R1 1076,00 ± 54,36

R2 1028,50 ± 19,57

R3 996,38 ± 32,01

R4 982,88 ± 38,68

R5 993,38 ± 75,09

Jika dilihat pada tabel 5 bobot potong tidak berpengaruh nyata (P>0,05) sehingga mengakibatkan bobot karkas mutlak ikut turun. Hal ini erat kaitannya dengan bobot potong dan konsumsi ransum, karna jika konsumsi ransum baik maka akan meningkatkan bobot potong sehingga bobot karkas mutlak juga ikut meningkat. Menurut Tillman et al. (1998) bahwa penurunan lemak abdominal akan secara otomatis akan meningkatkan bobot badan ayam. Sedangkan menurut Megawati (2011). bobot hidup,

perlemakan, jenis kelamin, umur, aktivitas, serta jumlah dan kualitas pakan akan mempengaruhi mempengaruhi persentase bobot karkas yang didapatkan.

Bobot Karkas Relatif

Pengaruh pemberian Bungkil Inti Sawit Fermentasi dengan bakteri Bacillus cereusV9 terhadap Bobot Karkas Relatif ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel. 7 Bobot Karkas Relatif

Perlakuan Bobot Karkas Relatif (gram/ekor)

R0 73,50 ± 1,37

R1 74,09 ± 2,03

R2 72,94 ± 0,88

R3 73,52 ± 0,99

R4 72,66 ± 0,69

R5 71,88 ± 1,06

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Pemberian tingkat BISF dalam ransum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap persentase karkas relatif.

Bobot karkas relatif yang dihasilkan sangat berhubungan dengan bobot potong dan bobot karkas mutlak yang dihasilkan. Jika semakin tinggi bobot potong dan bobot karkas mutlak yang dihasilkan maka akan berpengaruh dengan perbandingan bobot karkas relatif dapatkan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan Bungkil Inti Sawit hasil fermentasi menggunakan Bakteri Mannanolitik Bacillus cereus V9 dapat digunakan dalam ransum hingga taraf 30%

DAFTAR PUSTAKA

Chong CH., Blair R., Zulkifli I., and Jelan ZA. 1998.

Physical and chemical characteristics of Malaysian palm kernel cake (PKC). Proc. 20 th MSAP Conf. 27 – 28 July. Putrajaya. Malaysia Daskiran, M., R.G. Teeter, D.W. Fodge and H.Y.

Hsiao. 2004. An evaluation of endo-β-D- mannanase (Hemicell) effects on broiler performance and energy use in diets varying in β-mannan content. Poultry Science 83: 662- 668.

Esminger, M. M, J. T. Oldfield And W. W.

Heineman. 1990. Feed And Nutrition. The Esminger Publishing Company, USA.

(6)

199

Fillawati. 2008. Pengaruh Penggunaan Bungkil Kelapa Yang Difermentasikan Dengan Tape Dalam Ransum Terhadap Bobot Karkas Broiler.

J. Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. 11(4): 93-99.

Mairizal dan Akmal. 2019. Evaluasi Nutrisi Dari Peningkatan Kualitas Bungkil Inti Sawit Yang Difermentasi Dengan Bacillus cereus V9 Dalam Pemanfaatannya Sebagai Pakan Ternak Unggas. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat.

Universitas Jambi.

Mairizal. 2018. Potensi Bakteri Asal Saluran Cerna Rayap Sebagai Agensi Probiotik dan Enzim Mannanase untuk Menghidrolisis Bungkil Inti Sawit dan Aplikasinya dalam Ransum Broiler.

Desertasi. Program Doctor Ilmu Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Andalas.

Padang.

Maynard,L.A., J.K.Loosli, H.F. Hinta and R.G.

Warner,1979, Animal Nutrition, 7Ed.Tata -Mc.

Graw Hill, Publishing Company Limited, New Delhi

Megawati, D. (2011). Persentase Karkas dan Potongan Komersial Ayam Broiler Yang Diberi Pakan Nabati Dan Komersial. Tesis. Institut Pertanian Bogor: Bogor..

Murtidjo. B. A. 1995. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius. Yogyakarta.

Ng, W.K., H.A. Lim, S.L. Lim and C.O. Ibrahim.

2002. Nutritive Value of Palm Kernel Meal Pretreated With Enzyme or Fermented with Trichoderma Koningii (Oudemans) as A Dietary Ingredient for Red Hybrid Tilapia (Oreochromis sp.) Aquaculture Res. 33: 1199-1207

Sinurat AP. 2012. Teknologi Pemanfaatan Hasil Samping Industri Sawit untuk Meningkatkan Ketersediaan Bahan Pakan Unggas Nasional.

Pengembangan Inov. Pertan. 5(2): 65-78.

Supriyati, Pasaribu T, Hamid H, Sinurat AP. 1998.

Solid State Fermentation of Palm Kernel Meal by Using Aspergillus Niger. JITV. 3:165-170.

Tafsin, M. 2007. Polisakarida Mengandung Mangan Dari Bungkil Inti Sawit Sebagai Anti Mikroba Salmonella Thypimurium Pada Ayam.

Media.Peternakan 30 : 139- 146.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S.

Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1998.

Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Pola Hubungan antara Frekuensi Kunjungan Pengawas Menelan Obat (PMO) ke Praktisi Swasta dengan Angka Penemuan Kasus TBC Paru BTA Positif Puskesmas di Kabupaten Karangasem Tahun

menunjukan bahwa semakin lama penyimpanan hasil fermentasi pelepah nipah menggunakan mikro organisme lokal (MOL) sayur, maka kadar serat kasar semakin menurun, hal ini

Beberapa implikasi penting dari penelitian ini adalah: (1) perancangan teknologi harus mempertimbangkan cabai sebagai salah satu komponen dari penelitian ini adalah: (1)

seharusnya demikian.. Jadi kita harus memeriksa diri sendiri dalam bulan Ramadhan ini berdasarkan semua hal dan pokok-pokok tema yang telah saya beritahukan kepada Saudara-saudara

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian enzim mannanase dari bakteri Bacillus Cereus V9 didalam ransum hidrolisis yang mengandung bungkil inti sawit

Namun seiring dengan kemajuan teknologi, wisata agro Nusa pelangi harus berkompetisi dengan industri pengolahan susu yang melalukan ekspansi pasar dengan

Evaluasi Penggunaan Tapioka Sebagai Bahan Perekat Terhadap Sifat Fisik Wafer Ransum Komplit Berbasis Jerami Padi. Anita Yuliasari, Rasmi Murni, Suparjo, Yatno

Saran yang dapat disampaikan adalah agar masyarakat nelayan Pelabuhan Perikanan Pantai Carocok Tarusan untuk mempertahankan penggunaan alat tangkap yang ramah