• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES PENGOLAHAN PRODUK UDANG WINDU (Panaeus monodon) BEKU TANPA KEPALA (Head less) TUGAS AKHIR OLEH : SRI HERLY JUSNIANTY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROSES PENGOLAHAN PRODUK UDANG WINDU (Panaeus monodon) BEKU TANPA KEPALA (Head less) TUGAS AKHIR OLEH : SRI HERLY JUSNIANTY"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES PENGOLAHAN PRODUK UDANG WINDU (Panaeus monodon) BEKU TANPA KEPALA (Head less)

TUGAS AKHIR

OLEH :

SRI HERLY JUSNIANTY 11 22 087

JURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKAJENE DAN KEPULAUAN

2015

(2)

i LEMBAR PENGESAHAN

PROSES PENGOLAHAN PRODUK UDANG WINDU (Panaeus monodon) BEKU TANPA KEPALA (Head less)

TUGAS AKHIR

OLEH :

SRI HERLY JUSNIANTY 11 22 087

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Studi pada Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene dan Kepulauan

Telah Diperiksa dan Disetujui oleh Pembimbing :

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Muhammad Fitri, MP Rivaldi Badron, ST., M. Si NIP:19620803 1994 1 002 NIP: 19731110 199903 1 001

Diketahui Oleh :

Direktur Plt.Ketua Jurusan

Ir. Andi Asdar Jaya, M.Si Ir. Mursida, M. Si

NIP: 19630610 198803 1 003 NIP: 19640312 199903 1 003

(3)

ii HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI

Judul : Proses Pengolahan Produk Udang Windu (Panaeus monodon) Beku Tanpa Kepala (Head less) Nama Mahasiswa : Sri Herly Jusnianty

Nomor Pokok : 11 22 087

Jurusan : Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Tanggal lulus : O9 September 2015

Disahkan Oleh : Tim Penguji

1 Ir. Muhammad Fitri, MP (……….)

2 Rivaldi Badron, ST,Msi (……….)

3 Dr. Ir. Sitti Nurmiah, M.Si (……….)

4 Fifi Arfini, S.TP,M.Si (……….)

(4)

iii RINGKASAN

SRI HERLY JUSNIANTY, 11 22 087. Proses Pengolahan Poduk Udang Windu (Panaeus monodon) Beku Tanpa Kepala (Head less) di PT. Bogatama Marinusa, Makassar, Sulawesi Selatan di bawah bimbingan Muhammad Fitri dan Rivaldi Badron.

Udang sangat digemari dipasaran karena rasanya yang khas, oleh karena itu pemasaran udang dalam bentuk segar sangat disukai oleh konsumen. Salah satu cara untuk mempertahankan mutu dan kesegaran dari udang yang hendak dipasarkan adalah dengan cara pembekuan.

Udang tanpa kepala (Head less) yaitu udang yang dibekukan setelah pemotongan kepala, di mana semua kulit dan ekor masih menempel pada daging udang untuk selanjutnya dilakukan proses pembekuan.

Penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk mengetahui proses pengolahan udang windu (Paneus monodon) menjadi produk udang beku tanpa kepala sehingga layak untuk dikonsumsi. Penulisan tugas akhir ini didasarkan Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) yang dilaksanakan pada 21 Januari 2015 sampai 18 April 2015, bertempat di PT. Bogatama Marinusa Makassar, Sulawesi Selatan.

Proses pengolahan udang beku tanpa kepala (Head less) melalui beberapa proses yaitu penerimaan bahan baku, penimbangan I, pencucian I, pemotongan kepala, penimbangan II, pencucian II, pemisahan size, pencucian III, pemisahan warna, penimbangan produk, pencucian IV, penyusunan, pembekuan, glazing, pengemasan, pendeteksian logam, dan penyimpanan beku. Faktor utama yang mempengaruhi mutu produk udang beku adalah kesegaran bahan baku dan penanganan yang tepat.

Hal yang penting dalam proses pengolahan produk udang beku tanpa kepala (Head less) adalah perlakuan dalam ruang proses yaitu pada tahap pemotongan kepala yang dilakukan secara manual. Pemotongan kepala dilakukan secara hati-hati agar daging udang tidak ikut terbuang. Pada saat pemotongan kepala, udang selalu ditaburi es curah agar suhu udang dapat terkontrol.

(5)

iv KATA PENGANTAR

Tiada kata yang patut penulis ucapkan kecuali puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat, taufik dan hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Tugas Akhir ini disusun berdasarkan hasil kegiatan Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) yang telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai April 2015 di PT. Bogatama Marinusa Makassar (Sulawesi Selatan).

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada kedua orang tua saya dan seluruh keluarga yang terlah mencurahkan kasih sayang, iringan doa serta bantuan moril maupun materil yang tulus dan ikhlas. Dan ucapan yang sama pula ditujukan kepada Bapak Ir.

Muhammad Fitri, MP dan Bapak Rivaldi Badron, ST,M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan petunjuk sehingga tugas akhir dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini pula dengan rendah hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Darmawan, MP selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

2. Bapak Ir. Mursida, M.Si selaku Plt. Ketua Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.

3. Bapak A. Risal selaku Kepala QA (Quality Ansurance) PT. Bogatama Marinusa Makassar, Sulawesi Selatan.

4. Bapak A. Risal selaku pembimbing lapangan dan QA (Quality Ansurance) PT. Bogatama Marinusa Makassar, Sulawesi Selatan.

(6)

v 5. Rekan-rekan di Himpunan Mahasiswa Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan (HIMATERIN) yang telah memberikan bantuan serta semangat selama penyelesaian tugas akhir ini.

6. Untuk semua pihak-pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya menyempurnakan tugas akhir ini penulis sangat harapkan. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan mendapat ridha Allah SWT, amin.

Akhir kata semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis sendiri.

Pangkep, Juli 2016

Penulis

(7)

vi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN ...i

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI...ii

RINGKASAN ...iii

KATA PENGANTAR ...iv

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR GAMBAR ...ix

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Tujuan dan Kegunaan ...2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...3

2.1 Morfologi Udang ...3

2.2 Komposisi Kimia Udang ...4

2.3 Persyaratan Mutu Udang ...5

2.4 Kemunduran Mutu Udang ...6

2.5 Pengawetan dengan Pembekuan ...11

2.6 Alat-Alat Pembekuan ...12

BAB III METODOLOGI ...14

3.1 Waktu dan Tempat ...14

3.2 Pengambilan Data ...14

(8)

vii

3.3 Alat dan Bahan ...14

3.4 Prosedur Kerja ...15

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...16

4.1 Pengadaan Bahan Baku dan Bahan Pembantu ...16

4.2 Proses Pengolahan ...16

4.3 Deskripsi Produk ...16

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...30

5.1 Kesimpulan ...30

5.2 Saran ...30

DAFTAR PUSTAKA ...31 LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

(9)

viii DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Komposisi Kimia Daging Udang Mentah……….. 5 7

2. Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Udang Beku………... 6

3. Standar penilaian Uji Organoleptik……… 17

4. Cek Size Head on Black Tiger………..………. 19

5. Jumlah Susunan Udang HL Black Tiger dalam Inner……….. 25

(10)

ix DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Udang Windu (Panaeus monodon)……… 3

2. Proses Pembongkaran Bahan Baku………...………. 18

3. Penimbangan………. 20 29 4. Pengguntingan Genjer………. 21

5. Mesin Grader mechine Tampak Belakang……… 23

6. Mesin Grader mechine Tampak Depan……… 23

7. Cara Penyusunan Produk Head less………..26

8. Glazing……… 27

9. Metal Detecting………... 28

(11)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Salah satu komoditas perikanan yang menjadi unggulan ekspor Indonesia adalah udang, komoditas udang menempati urutan ke lima besar dalam deretan komoditas ekspor non migas dan merupakan komoditas perikanan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia karena 50 % dari total ekspor perikanan Indonesia sekitar dua milyar US$ pada tahun 2002 berasal dari komoditas udang (Dahuri, 2003).

Selama ini udang dijual untuk tujuan ekspor atau untuk penjualan di pasar- pasar lokal. Harganya tergantung dari ukuran, jenis dan mutunya. Pada dasarnya produk udang beku (Frozen Prawns Product) menurut Ilyas, (1983) dapat dibagi menjadi tiga bentuk yaitu produk beku mentah (Raw Forzen Product), produk rebus beku (Pre-cooking Forzen Product) dan produk olahan beku (Processed Forzen Product).

Berdasarkan pada potensi yang besar serta tingkat kebutuhan yang tinggi maka diperlukan upaya serta langkah-langkah optimal dalam pengolahannya.

Salah satu cara adalah melalui pembekuan udang yang diterapkan secara luas dan intensif dalam usaha perikanan. Hal ini terbukti bahwa udang diawetkan dengan cara pembekuan ternyata mutunya hampir sama dengan udang yang baru ditangkap dari air (Ilyas, 1983).

Pada prinsipnya pembekuan udang merupakan salah satu cara memperlambat terjadinya proses penurunan mutu, baik secara autolisis, bakteriologis dan oksidasi. Walaupun dapat memperlambat pertumbuhan mikroorganisme serta memperlambat reaksi kimia dan aktivitas enzim, pembekuan bukanlah cara untuk mensterilkan udang. Oleh karena itu, setelah

(12)

2 udang dibekukan dan disimpan dalam ruang beku (cold storage), tidak akan lepas begitu saja dari proses penurunan mutu (Ilyas, 1993).

Mengingat udang cepat mengalami kemunduran mutu, maka perlu dilakukan langkah-langkah untuk mencegah tejadinya penurunan mutu mulai dari penerimaan bahan baku sampai pemasaran. Hal yang harus dilakukan adalah penerapan rantai dingin pada setiap langkah proses pengolahan udang windu beku (Panaeus monodon) tanpa kepala (Headless) agar produk yang dihasilkan sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan.

1.2 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui tahapan proses pengolahan produk udang windu beku (Panaeus monodon) tanpa kepala (Head less) di PT. Bogatama Marinusa, Makassar.

Sedangkan kegunaannya adalah sebagai bahan informasi yang bermanfaat bagi pengembangan proses pembekuan udang dalam bentuk Head less khususnya pada udang windu (Panaeus monodon).

(13)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi Udang

Udang windu dikenal dengan nama black tiger, tiger shrimp, atau tiger prawn. Adapun udang windu diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phyllum : Arthropoda SubPhyllum : Mandibulata Class : Crustacea Subclass : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Family : Panaeidae

Genus : Panaeus

Species : Panaeus monodon

Gambar 1. Udang Windu (Panaeus monodon) Sumber: cester20.wordpress.com

(14)

4 Ditinjau dari morfologinya, tubuh udang windu (Panaeus monodon) terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala yang menyatu dengan dada atau disebut cephalothorax dan bagian perut (abdomen) yang terdapat ekor di bagian belakangnya. Bagian tubuhnya terdiri dari beberapa ruas (segmen). Cephalothorax terdiri dari 13 ruas, yaitu kepala 5 ruas dan dada 8 ruas. Sedangkan bagian perut terdiri atas 6 segmen dan 1 telson. Setiap ruas tubuh memiliki kaki sepasang.

Udang merupakan bahan makanan yang bernilai tinggi dan digemari oleh banyak orang, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Penilaian tersebut didasarkan atas nilai komersial dan nilai gizinya (Moeljanto, 1975). Menurut pernyataan Darmono (1991), udang sangat digemari oleh konsumen negara maju karena kolesterolnya yang rendah dari pada hewan mamalia.

Udang yang diperdagangkan di dunia dikenal mempunyai berbagai ragam spesies. Keragaman itu dapat dibagi atas habitat asalnya. Berdasarkan asal habitatnya dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu pertama spesies udang laut dingin, kelompok spesies ini berasal dan hidup di laut dingin. Petumbuhan lambat dan bentuk tubuh lebih kecil dari pada udang yang berasal dari daerah tropika. Kedua spesies udang laut tropika, kelompok spesies ini berasal dan hidup di perairan pantai daerah tropika serta memiliki ukuran yang lebih besar. Ketiga spesies udang air tawar kelompok spesies ini hidup di danau sungai dan dibudidayakan di tambak daerah tropika (Kismono, 1991).

2.2 Komposisi Kimia Udang

Meningkatnya permintaan udang tidak terlepas dari mutu udang yaitu sebagai bahan pangan yang bergizi. Udang memiliki kandungan lemak yang rendah dan kandungan protein yang tinggi. Udang pada umumnya mengandung asthaxantin, yaitu suatu jenis karatenoid yang berwarna merah muda atau merah.

Warna kebiruan pada udang segar dihasilkan dari ikatan asthaxantin dengan protein. Jika terkena panas maka ikatan protein dengan asthaxantin akan terputus sehingga menghasilkan warna merah kekuningan yang khas dari karatenoid bebas. Komposisi kimia daging udang dapat di lihat pada tabel berikut:

(15)

5 Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Udang Mentah (Anonim, 2010)

Bahan gizi Satuan Kandungan gizi per 100gram udang

Air G 75,86

Energi Kkal 106

Energi Kj 444

Protein G 20,31

Total Lipid (fat) G 1,73

Abu G 1,2

Karbohidrat

G 0,91

(bydifference) Serat (total

dietary) G 0

Gula G 0

Mineral

Kalsium (Ca) Mg 52

Besi (Fe) Mg 2,41

Magnesium (Mg) Mg 37

Fosfor (P) Mg 205

Kalium (K) Mg 185

Natrium (Na) Mg 148

Seng (Zn) Mg 1,11

Tembaga (Cu) Mg 0,264

Mangan (Mn) Mg 0,05

Selenium (Se) Mcg 38

Vitamin

Vitamin C

Mg 2

(total

ascorbicacid)

Tiamin Mg 0,028

Riboflavin Mg

Catatan: Nilai dan berat gizi yang digunakan untuk edibleportion (spesies udang campuran)

2.3 Persyaratan Mutu Udang

Udang sebagai salah satu produk perikanan yang memilliki sifat mudah busuk (highly perisibble). Oleh karena itu penanganan yang baik mutlak diperlukan agar mutu udang tetap segar pada saat dikonsumsi. Mutu udang

(16)

6 terutama ditentukan oleh keadaan fisik dan organoleptik (rupa, warna, bau, rasa dan tekstur) dari udang tersebut. Oleh karena itu, tidak boleh ada cacat, rusak atau defect yang akan mengurangi nilai dari mutu udang (Agung 2007).

Tabel 2. Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Udang Beku (Badan Standarisasi Nasional, 2007)

Jenis Uji Satuan Persyaratan

a. Organoleptik angka (1-9) minimal 7 b. Cemaran mikroba:

 ALT koloni/g maksimal 5,0 x 105

Escherichia coli APM/g maksimal < 2

Salmonella APM/25g Negatif

Vibrio cholerae APM/25g Negatif

Vibrio

parahaemolyticus (kanagawa positif)*

APM/g maksimal < 3 c. Cemaran kimia*:

Kloramfenikol Ppb maksimal 0

Nitrofuran Ppb maksimal 0

Tetrasiklin Ppb maksimal 100

d. Fisika:

Suhu pusat, maks. °C maksimal -18

e. Filth Jenis/jumlah maksimal 0

*: Bila diperlukan

2.4 Kemunduran Mutu Udang

Hasil perikanan termasuk udang merupakan salah satu komoditi yang digolongkan pada Highly Perisibble, dimana dalam waktu satu jam setelah kematian akan segera mengalami proses kemunduran mutu.

Syarat bahan baku udang segar yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk harus memenuhi SNI 01-3458.2-2006 yang menetapkan jenis bahan baku,

(17)

7 bentuk bahan baku, asal bahan baku, mutu bahan baku dan penyimpanan bahan baku. Bahan baku udang segar adalah semua jenis udang hasil perikanan yang baru ditangkap/dipanen dan belum mengalami penanganan dan pengolahan. Mutu bahan baku yang harus dipenuhi adalah bahan baku harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan (BSN, 2006).

Setelah udang ditangkap, udang akan mengalami perubahan ke arah penurunan mutu dan akhirnya akan membusuk. Udang yang baru ditangkap warnanya cemerlang dan lembab. Setelah memasuki penurunan mutu terjadilah perubahan warna (diskolorasi) dari warna aslinya ke arah warna kecoklatan dan akhirnya warna kehitaman; bau segar udang baru ditangkap segera akan hilang, akhirnya berubah ke arah bau amoniak dan busuk. Cita rasa udang akan berkurang; tekstur yang mulanya kompak dan elastis akan berubah menjadi lembek. Hubungan antara ruas jadi longgar sedangkan kepala agak terkulai longgar; udang diliputi oleh bercak hitam (Black Spot) yang sangat mengurangi nilai harganya (Ilyas, 1993).

Suatu gejala memberatkan bagi mutu kesehatan udang adalah timbulnya bercak hitam (Black Spot), bercak hitam ini biasanya timbul antara dua sampai empat hari pada udang yang langsung diberi es sejak ditangkap. Noda ini mulai berkembang dari kepala lalu meluas ke membran kulit penghubung ruas-ruas tubuh hingga meliputi sirip ekor. Pada tingkat lanjut meluas pula kesirip, kaki perangkap dan kaki perenang sehingga seluruhnya akan mengalami penghitaman.

Gejala bercak hitam atau Melanosis ini disebabkan oleh kegiatan enzim. Bercak hitam ini adalah senyawa melanin. Sesudah udang mati enzim oksidatif tirosin (substrat) menjadi melanin yang berwarna hitam. Proses terjadinya melanosis tergantung pada adanya substrat tirosin pada kulit udang (chitin), oksigen molecular dan enzim tyrosinase. Ciri udang yang segar adalah apabila sekelompok udang disentuh dengan jari, udang yang segar akan mudah bergeser

(18)

8 antara sesamanya, tidak ada bau busuk, daging padat kenyal, berwarna hijau keabu-abuan dan semi transparan (Munchtadi dan Sugiono, 1992).

Hasil perikanan yang baik adalah yang masih segar karena hal ini disukai oleh konsumen. Keadaan seperti itu dapat diperoleh dari penanganan dan sanitasi yang baik. Kesegaran adalah tolak ukur membedakan hasil perikanan yang baik kualitasnya. Hasil perikanan dikatakan masih segar, jika perubahan-perubahan biokimiawi, mikrobiologi, dan fisikawi belum menyebabkan kerusakan berat pada hasil perikanan. Berdasarkan kesegarannya hasil perikanan termasuk udang dapat digolongkan menjadi empat mutu yaitu hasil perikanan yang masih baik sekali (prima), hasil perikanan yang kesegarannya masih baik (advance), hasil perikanan yang kesegarannya sudah mulai mundur (sedang), dan hasil perikanan yang kesegarannya sudah rendah (busuk). Parameter untuk menentukan kesegaran hasil perikanan termasuk udang terdiri atas faktor fisikawi, sensorik/organoleptik, kimiawi maupun mikrobiologi (Hadiwiyoto, 1993).

Udang yang masih bermutu baik dan laku untuk diekspor harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: utuh, kulit licin, warna asli sesuai jenis, tidak ada black spot dibagian tubuh, mata bulat hitam, bening serta bercahaya, daging kenyal, rasa manis, kulit kuat, bau segar khas, dan ukuran seragam.

Tanda-tanda udang yang masih segar dan baik mutunya adalah :

1) Rupa dan warna; utuh, bening, sambungan antara kepala dan ekor serta antara ruas kokoh.

2) Bau; segar dan spesifik serta bau amoniak yang menusuk sebelum ada sama sekali.

3) Daging; tekstur elastis, warna daging bening dan bercahaya.

Proses kemunduran mutu udang dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari badan udang itu sendiri dan faktor lingkungan. Penurunan mutu ini terjadi secara autolisis, bakteriologis dan oksidatif.

Kerusakan mikrobiologis dipacu oleh pertumbuhan mikroba yang terdapat dalam tubuh dan permukaan udang, setelah udang mati pertahanan tubuhnya

(19)

9 berkurang sehingga mikroba dapat menyerang daging udang. Pengaruh lingkungan seperti sinar matahari dan suhu dapat menjadi penyebab utama kerusakan fisik. Peningkatan suhu dapat mempercepat proses oksidasi dan tekstur udang menjadi lunak.

Salah satu cara untuk menghambat proses penurunan mutu udang segar adalah dengan pembekuan yang merupakan cara yang paling baik untuk penyimpanan jangka panjang. Apabila cara pengolahan dan pembekuan dilakukan dengan baik dan bahan mentahnya masih segar, maka dapat dihasilkan udang beku yang bila dicairkan mendekati sifat-sifat udang segar (Moeljanto, 1992).

2.4.1 Aktivitas enzimatis

Penurunan mutu adalah suatu proses autolisis yang terjadi karena kegiatan enzim dalam tubuh udang dan tidak terkendali sehingga senyawa pada jaringan tubuh yang telah mati terurai secara kimia (Purwaningsih, 1995). Seperti diketahui bahwa enzim pada udang berfungsi antara lain menguraikan protein, karbohidrat dan lemak menjadi energi atau disimpan sebagai cadangan makanan, tetapi setelah udang mati enzim masih terus menguraikan jaringan tubuh, sementara pemasukan makanan dari luar terhenti, akibatnya jaringan tubuh menjadi lembek.

Selain itu, terjadi pula penguraian protein menjadi asam amino dan perubahan-perubahan terhadap komponen flavor, warna (diskolorasi) dari warna asli menjadi warna coklat atau hitam (blackspot) yang disebabkan oleh reaksi enzimatis.

2.4.2 Oksidasi

Winarno (1993) menyatakan bahwa berdasarkan kandungan lemaknya, udang termasuk ke dalam ikan dengan kandungan lemak sedang (2 – 5 %) seperti halnya ikan mas, ikan lemuru, ikan salmon dan juga jenis kerang-kerangan. Penguraian lemak terjadi akibat kerja enzim lipolitik.

Proses yang terjadi secara autolisa maupun karena kegiatan mikroba. Lemak

(20)

10 akan teroksidasi lebih lanjut menjadi aldehide dan keton-keton. Hasil oksidasi ini merupakan senyawa-senyawa berbau tengik. Selain itu mengakibatkan warna udang menjadi kemerah-merahan.

2.4.3 Aktivitas Mikroorganisme

Proses penurunan mutu secara mokrobiologis adalah suatu proses penurunan mutu yang terjadi karena adanya kegiatan bakteri yang berasal dari selaput lendir, insang dan saluran pencernaan (Purwaningsih, 1995).

Aktivitas bakteri dimulai setelah udang mati namun demikian kegiatannya masih terbatas karena kondisi jaringan tubuh udang (pH dan suhu) yang belum sesuai untuk aktivitas dan perkembangannya. Aktivitas perkembangbiakan baru berlangsung setelah terjadi kelembekan pada daging akibat kerja enzim (proses autolysis). Serangan bakteri pada udang terutama tertuju pada beberapa tempat yang merupakan sumber pembusukan yaitu selaput lendir, kulit, isi perut, insang, dan kaki yang terdapat pada bagian kepala.

2.4.4 Dehidrasi

Produk udang beku akan mengalami proses dehidrasi (kekeringan) karena adanya perpindahan panas yang membawa uap air dari produk ke arah evaporator, sehingga produk menjadi kering dan berwarna coklat. Cara mengatasinya adalah dengan proses glazing dan pengemasan yang benar.

Dengan diketahuinya penyebab penurunan mutu pada udang beku, diharapkan penanganan terhadap produk beku dapat dilakukan dengan lebih baik sehingga tujuan dari pembekuan itu sendiri akan tercapai.

Proses kemunduran mutu udang terjadi sesaat setelah udang mati.

Keadaan ini dapat dibedakan menjadi 3 fase yaitu 1. Fase prerigor, dalam fase ini udang baru mengalami kematian dan bakteri mengalami perkembangan lambat, 2. Fase rigor mortis, dimana dalam fase ini keadaan daging udang keras yang dipengaruhi oleh suhu dan penyebab kematian

(21)

11 udang, 3. Fase postrigor, dalam fase ini terjadi proses autolysis yang menyebabkan sebagian cairan keluar dari sel yang merupakan substrat yang cocok untuk pertumbuhan bakteri.

2.5 Pengawetan dengan Pembekuan

Pembekuan adalah adalah salah satu cara untuk mengawetkan makanan berdasarkan atas penghambatan pertumbuhan mikroorganisme, menahan reaksi kimia dan aktivitas enzim. Faktor yang penting dalam pembekuan adalah kecepatan pembekuan. Pembekuan cepat lebih dianjurkan dari pada pembekuan lambat karena mempunyai beberapa keuntungan antara lain, pembekuan cepat akan membentuk kristal-kristal es yang lebih kecil sehingga kerusakan sel lebih sedikit,produk didinginkan sangat cepat dibawah suhu pertumbuhan mikroorganisme.

2.5.1 Prinsip Pembekuan

Prinsip dasar dari pembekuan ikan dan hasil perikanan adalah menghilangkan panas dari ikan dalam waktu lebih singkat, sehingga ikan tidak mengalami perubahan mutu yang berarti dalam mencapai suhu rendah penyimpanan dan dapat mengawetkan ikan dalam waktu panjang selama penyimpanan beku dan distribusi (Ilyas, 1983).

Prinsip pembekuan adalah mengontrol aktivitas enzim dan mikroorganisme serta menurunkan kecepatan reaksi yang mampu menyebabkan perubahan mutu. Pembekuan adalah suatu proses refrigrasi makanan terpenting untuk pengawetan dalam jangka waktu yang lama karena adanya penurunan suhu di bawah titik beku. Pembekuan dapat merubah kandungan air produk menjadi es sehingga suhu pada pusat bahan pangan mencapai -180C dan bisa lebih rendah jika dalam penyimpanan.

Secara prakteknya pembekuan merupakan penurunan suhu yang secara umum mencapai -180C atau di bawahnya sehingga mengakibatkan terjadinya kristalisasi air atau larutan lainnya.

(22)

12 Menurut Hariadi (1994), secara singkat proses pembekuan cairan di dalam tubuh ikan atau udang dapat dibagi menjadi tiga fase:

1. Terjadi penurunan suhu wadah penyimpanan yang segera diikuti dengan suhu penurunan suhu tubuh ikan atau udang. Meskipun suhu telah menurun, proses pembekuan baru akan terjadi setelah tubuh udang mencapai 00C ditandai dengan terbentuknya kristal-kristal es. Pada fase ini, pembekuan es akan berlangsung sangat cepat.

2. Penurunan suhu lebih lanjut akan meningkatkan pembekuan cairan tubuh. Biasanya proses pembekuan ini akan segera terhenti apabila suhu tubuh telah mencapai -120C. Kisaran suhu ini disebut pula sebagai daerah kritis, karena sebagian besar cairan tubuh ikan atau udang mengalami pembekuan. Untuk menurunkan suhu tubuh dari 0 sampai -120C diperlukan waktu cukup lama karena selain banyak panas yang harus dibebaskan, kristal es yang telah terbentuk pada bagian luar akan menghambat proses pembekuan cairan tubuh bagian dalam.

3. Karena sebagian besar cairan tubuh udang telah banyak yang membeku pada periode sebelumnya, pada fase ini proses pembekuan akan berlangsung lambat, meskipun suhu terus diturunkan hingga mencapai - 300C.

2.5.2 Proses Pembekuan

Menurut Afrianto dan Liviawati (1989), berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk melintasi daerah kritis (critical zone), poses pembekuan dapat dibagi menjadi dua yaitu:

1. Pembekuan cepat (quick freezing), yaitu proses pembekuan dimana thermal arrest priod kurang dari dua jam.

2. Pembekuan lambat (slow freezing), yaitu proses pembekuan dimana thermal arrest priod lebih dari dua jam.

2.6 Alat-Alat Pembekuan

Tipe peralatan yang digunakan untuk membekukan produk ditentukan oleh berbagai faktor antara lain: sensivitas produk, ukuran, bentuk produk makanan

(23)

13 serta kualitas akhir yang diperlukan, laju produksi, ketersediaan ruang, kapasitas investasi, tipe media pendinginan yang digunakan dan lain-lain. Peralatan pembekuan secara umum dapat dikelompokan sebagai berikut:

1. Memanfaatkan kontak langsung dengan permukaan dingin yaitu produk makanan, baik dalam keadaan dikemas atau tidak, diekspos secara langsung dengan permukaan dingin menggunakan logam, lempengan dan sebagainya.

2. Memanfaatkan media udara sebagai media pendinginan dimana udara dalam temperatur yang sangat dingin digunakan untuk mendinginkan produk makanan. Contoh: Air blast, spray udara, fluidized bed.

3. Menggunakan cairan sebagai coolant. Dalam hal ini, cairan yang bertemperatur sangat rendah, titik didih yang rendah, serta memiliki konduktivitas thermal yang tinggi digunakan dalam mendinginkan produk makanan. Cairan disemprotkan ke produk atau produk direndam ke dalam cairan. Contoh metode cryogenic.

(24)

14 BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penulisan tugas akhir ini berdasarkan data yang diperoleh pada praktek yang berlangsung selama kurang lebih tiga bulan yang dilaksanakan mulai pada bulan Januari – April di Jl.Kima Raya 2 Kav. N-4 B1 Kawasan Industri Makassar, Sulawesi Selatan.

3.2 Pengambilan Data

Metode pengambilan data yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini berupa:

1. Melaksanakan praktek langsung kegiatan pengolahan udang, mulai dari penerimaan bahan baku sampai pada pengemasan produk siap ekspor.

2. Melakukan pengamatan dan tanya jawab langsung dengan karyawan dan para pekerja yang terlibat langsung pada setiap tahap atau setiap bagian kegiatan pengolahan.

3.3 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah baju kerja, apron, penutup kepala, cadar, sepatu boot, sarung tangan, alat transportasi, basket, keranjang plastik, bakul stainless, bakul plastik, baskom, meja kerja, troly, timbangan digital, konveyor, bak fiber, grader mechine, contact plate freezer,chilling room, metal detector, inner pan, penutup inner pan, inner carton, poly bag, master carton dan cold storage.

Bahan-bahan yang digunakan adalah udang windu (Panaeus monodon), air dingin, es curah, dan chlorine.

(25)

15 3.4 Prosedur Kerja

Diagram alir pembekuan udang windu (Panaeus monodon) tanpa kepala (Head less)

Penerimaan Bahan Baku Penimbangan I (Weighing I)

Pencucian I (Washing I) Pemotongan Kepala (De-Heading)

Penimbangan II (Weighing II) Pencucian II (Washing II)

Pemisahan size (sizing) Pencucian III (Washing III) Pisah Warna (Colour Separated) Penimbangan Produk (Weighing Product)

Pencucian IV Penyusunan Pembekuan (Freezing)

Glazing

Pengemasan dan Pelabelan Metal Detecting

Penyimpanan Beku (Cold Storage) Stuffing/Loading

Gambar

Gambar 1. Udang Windu (Panaeus monodon)  Sumber: cester20.wordpress.com

Referensi

Dokumen terkait

dengan judul skripsi “Analisis pengaruh Return On Equity (ROE), Debt Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER), Earning Growth Ratio (EGR), dan Return On Assets (ROA)

Taggart yang terdiri dari perencanaan (plan), pelaksanaan dan observasi (action and observation), dan refleksi (reflection) yang diterapkan. Model tersebut diterapkan

Metode Bayesian dan Regression memperhitungkan perubahan keselamatan lalulintas yang disebabkan oleh fenomena regresi terhadap nilai rata- rata (RTR) atau

Prima Athatama Magelang terbukti karena dari hasil pengujian t hitung diperoleh nilai t hitung lebih besar daripada t tabel yaitu 3.475 &gt; 1.672, berarti Ho

Jenis penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subjek penelitian adalah siswa kelas V MIS Bidayatul Hidayah-2 T.A. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan

 Penggunaan lahan oleh manusia dapat diartikan sebagai campur tangan manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, baik berupa kebutuhan material

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Backhand Short Service Dalam Permainan Bulu Tangkis Melalui Penerapan Gaya Mengajar Penemuan Terbimbing Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG Daftar