BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam pengembangan
sumber daya manusia. Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan/ keahlian dalam kesatuan organis
harmonis dinamis, di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup
(Rukiyati, 2013:115). Pendidikan telah berlangsung sejak manusia ada.
Pendidikan yang dimaksud adalah apa yang dilakukan orang dewasa, orang tua
dalam mengajarkan anaknya cara hidup sehari-hari, tradisi yang berlaku,
ketrampilan yang selama itu dikuasai oleh orang tuanya agar dikemudian hari
anak dapat hidup dengan baik tanpa suatu kesulitan (Dwi Siswoyo, dkk,
2013:142). Pendidikan tidak hanya diperoleh di lingkugan keluarga, namun ada
pula suatu lembaga pendidikan seperti sekolah yang mana mengajarkan berbagai
ilmu serta membentuk karakter anak. Di Indonesia pemerintah mewajibkan setiap
anak untuk mendapatkan pendidikan selama minimal 9 tahun.
Menurut UU nomor 20 tahun 2003 pasal 3, pendidikan nasional berfungsi
untuk mengembangkan kemampuan serta membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Diperlukan sistem pendidikan yang baik sehingga pendidikan
melakukan usaha-usaha dalam rangka membangun sistem pendidikan yang baik
tersebut. Salah satunya ialah dengan pembaruan kurikulum.
Kurikulum adalah segala kesempatan untuk memperoleh pengalaman yang
dituangkan dalam bentuk rencana yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di sekolah untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu (Amirin, T. M., dkk, 2013: 13). Kurikulum yang berlaku saat
ini ialah kurikulum 2013. Walaupun masih ada beberapa sekolah yang masih
menggunakan kurikulum KTSP namun dalam waktu dekat kurikulum 2013 akan
diterapkan diseluruh sekolah di Indonesia. Dalam kurikulum 2013 tersebut,
pemerintah telah mengatur sedemikian rupa dalam sistem pembelajarannya
sehingga pendidikan yang terlaksana di Indonesia berjalan dengan lebih baik lagi
dari sebelumnya. Salah satunya ialah pemerintah telah mengatur proses
pembelajaran pada kurikulum 2013, yang mana telah dipaparkan secara jelas pada
Permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses pendidikan dasar dan
menengah.
Menurut Permendikbud nomor 22 tahun 2016, setiap pendidik pada satuan
pendidikan berwajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar
pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat
dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Berdasarkan Permendikbud
nomor 22 tahun 2016, pendidik wajib membuat perencanaan pembelajaran.
pembelajaran tersebut dengan sebaik mungkin. Untuk mewujudkan pembelajaran
yang baik dibutuhkan perangkat pembelajaran yang baik pula sehingga tujuan dari
pembelajaran tersebut dapat terwujud. Terdapat banyak mata pelajaran yang
dipelajari di sekolah, yang mana telah diatur sedemikian rupa oleh pemerintah
untuk mewujudkan fungsi dari pendidikan nasional.
Dari beberapa mata pelajaran yang dipelajari di sekolah, salah satu mata
pelajaran yang sangat penting yaitu matematika. Matematika wajib dipelajari bagi
siswa, karena sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dapat
menguasai matematika serta dapat memecahkan masalah matematika dalam
kehidupan sehari-hari apabila dapat memahami pelajaran matematika dengan
baik. Sehingga pembelajaran matematika yang diterapkan haruslah baik.
Pembelajaran matematika di Indonesia pada saat ini belum dapat dikatakan
baik, karena belum mencapai hasil yang diharapkan. Hal ini terbukti dari
penelitian yang dilakukan oleh TIMSS. TIMSS bertujuan untuk memberikan
gambaran lengkap terkait posisi prestasi matematik dan sains negara-negara
peserta sehingga menjadi titik acuan peningkatan kualitas pendidikan dan
kurikulum di negara masing-masing. Penelitian TIMSS pada negara Indonesia
telah dilakukan pada tahun 1999, 2003, 2007, dan 2011. Hasil yang diperoleh
adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Hasil Penelitian TIMSS pada Negara Indonesia No Tahun Peringkat Indonesia Skor
1 1999 34 403
2 2003 35 411
3 2007 36 397
4 2011 38 386
Diketahui standar internasional untuk mahir 625, tinggi 550, sedang 475,
dan rendah 400 (Sumber: https://timssandpirls.bc.edu). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa skor matematika siswa Indonesia termasuk kategori rendah.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kemampuan matematika siswa di
Indonesia masih rendah. Oleh karena itu kualitas pembelajaran matematika di
Indonesia harus ditingkatkan. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
matematika, guru harus membuat perencanaan pembelajaran matematika dengan
baik. Perencanaan pembelajaran matematika yang baik membutuhkan perangkat
pembelajaran matematika yang baik.
Perangkat pembelajaran matematika yang baik ialah yang dapat digunakan
untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika. Salah satu tujuan dari belajar
matematika adalah untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.
Hal ini berdasarkan Lampiran Permendiknas No 22 tahun 2006 mengenai Standar
Isi, salah satu tujuan siswa belajar matematika yaitu agar siswa memiliki
kemampuan memecahkan masalah, yang di dalamnya meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan
menafsirkan penyelesaian masalah yang diperoleh. Oleh karena itu, peneliti ingin
mengembangkan suatu perangkat pembelajaran yang dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah siswa. Salah satu model perangkat pembelajaran
matematika yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa
ialah perangkat pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah
merupakan model pembelajaran dimana masalah-masalah yang terjadi di dunia
pembelajaran. Oleh karena itu perangkat pembelajaran berbasis masalah dapat
digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.
Perangkat pembelajaran dapat berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Menurut Permendikbud nomor 65
tahun 2013, RPP merupakan rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk
satu pertemuan atau lebih. Lembar Kegiatan siswa (LKS) adalah
lembaran-lembaran berisi petunjuk dan langkah-langkah yang digunakan untuk
menyelesaikan tugas oleh siswa (Depdiknas, 2008:23-24). RPP dan LKS yang
ditemukan oleh peneliti di SMP N 8 Yogyakarta masih memiliki
kekurangan-kekurangan, sehingga pembelajaran yang terlaksana masih belum maksimal. Hal
ini terlihat dari hasil observasi data yang telah dilakukan peneliti di SMP N 8
Yogyakarta. RPP yang digunakan oleh guru yang diteliti di SMP N 8 Yogyakarta
tersaji pada lampiran G.1. Dalam RPP yang ditemukan oleh peneliti, peran guru
tidak dijabarkan dengan detail sehingga sulit untuk dipahami dan digunakan. RPP
yang ditemukan oleh peneliti juga menggunakan metode ceramah yang mana
dalam kegiatan inti, diawali dengan guru memberikan contoh soal berserta
penjelasan terkait cara mengerjakannya. Setelah itu, siswa mengerjakan latihan
soal tersebut. Beberapa siswa yang belum memahami dengan baik penjelasan dari
guru, tidak dapat mengerjakan latihan soal dengan benar. Hal ini dikarenakan
siswa yang belum memahami konsep dan materi yang diberikan dengan baik,
apalagi jika permasalahan yang ditemui adalah masalah-masalah nyata. Hal ini
menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan perlu untuk
memahami konsep dan materi dengan baik serta dapat menyelesaikan persoalan
yang berhubungan dengan masalah-masalah nyata adalah pendekatan
pembelajaran berbasis masalah. Hal ini dikarenakan pembelajaran berbasis
masalah merupakan model pembelajaran dimana masalah-masalah yang terjadi di
dunia nyata digunakan sebagai konteks bagi siswa untuk belajar materi-materi
pembelajaran. Sehingga peneliti ingin mengembangkan RPP dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah.
Sedangkan LKS yang ditemukan oleh peneliti di SMP N 8 Yogyakarta
masih memiliki kekurangan-kekurangan. LKS yang ditemukan peneliti tersaji
pada lampiran G.2. Dalam LKS yang ditemukan peneliti, kegiatan yang dilakukan
siswa adalah mengerjakan latihan soal, tanpa melalui tahap-tahap kegiatan yang
menuntun siswa untuk memahami konsep dan materi yang diajarkan, apalagi bila
permasalahan yang ditemui adalah masalah-masalah nyata. Sehingga beberapa
siswa tidak dapat memahami konsep dan materi yang diberikan dengan baik,
apalagi jika permasalahan yang ditemui adalah masalah-masalah nyata Hal ini
menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan pada LKS perlu
untuk diubah. Salah satu pendekatan pembelajaran yang tepat agar siswa melalui
tahap-tahap kegiatan agar siswa dapat memahami konsep dan materi dengan baik
serta dapat menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan masalah-masalah
nyata adalah pendekatan pembelajaran berbasis masalah. Hal ini dikarenakan
pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran dimana
belajar materi-materi pembelajaran. Sehingga peneliti ingin mengembangkan LKS
dengan menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah.
Aritmetika Sosial merupakan salah satu materi yang dipelajari di sekolah
menengah pertama (SMP) pada kelas VII. Berdasarkan laporan hasil ujian
nasional terkait daya serap penguasaan materi aritmetika sosial pada tahun
terakhir mendapatkan hasil yang belum baik dan lebih rendah dari tahun
sebelumnya, yakni seperti pada tabel berikut.
Tabel 2. Laporan Hasil Ujian Nasional untuk Persentase Daya Serap Indikator Soal tahun 2014/2015
No Kemampuan yang Diuji Nasional Provinsi Yogyakarta 5 Menyelesaikan masalah yang
berkaitan dg perbankan atau koperasi dalam aritmetika sosial sederhana
65.88 69.75
Sumber: http://un.kemdikbud.go.id
Tabel 3. Laporan Hasil Ujian Nasional untuk Persentase Daya Serap Indikator Soal tahun 2015/2016
No Kemampuan yang Diuji Nasional Provinsi Yogyakarta 3 Diberikan tabel tiga jenis barang, harga
dan diskonnya, peserta didik dapat menentukan jumlah harga barang (yang
harus dibayar) dari a jenis pertama, b jenis kedua dan c jenis ketiga (a, b, c
hitungan asli kurang dari 5)
57.39 58.63
Sumber: http://un.kemdikbud.go.id
Hasil tersebut menunjukkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
pada materi aritmetika sosial masih rendah. Hasil nilai UN yang belum baik
tersebut dapat disebabkan oleh perangkat pembelajaran yang ada menggunakan
pendekatan yang belum tepat. Pendekatan berbasis masalah tepat digunakan untuk
materi aritmetika sosial. Sehingga peneliti mengembangkan perangkat
pembelajaran berbasis masalah pada materi aritmetika sosial untuk siswa SMP
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, diidentifikasi masalah penelitian
sebagai berikut.
1. Kemampuan matematika siswa di Indonesia masih rendah berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh TIMSS. (Sumber: Puspendik, 2011)
2. Kemampuan pemecahan masalah pada siswa belum berkembang
maksimal.
3. RPP yang ditemukan peneliti di SMP N 8 Yogyakarta masih memiliki
kekurangan-kekurangan dalam menjadikan siswa mudah untuk
memahami konsep dan materi yang diajarkan serta dapat menyelesaikan
persoalan yang berhubungan dengan masalah-masalah nyata.
4. LKS yang ditemukan peneliti di SMP N 8 Yogyakarta masih memiliki
kekurangan-kekurangan dalam menjadikan siswa mudah untuk
memahami konsep dan materi yang diajarkan apalagi menyelesaikan
persoalan masalah-masalah nyata.
5. Daya serap UN pada materi aritmetika sosial pada tahun terakhir
mendapatkan hasil yang belum baik dan lebih rendah dari tahun
sebelumnya (Sumber: http://un.kemdikbud.go.id).
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian menjadi lebih fokus, maka masalah dalam penelitian ini
dibatasi pada pengembangan perangkat pembelajaran matematika berbasis
masalah pada materi aritmetika sosial untuk siswa SMP kelas VII. Perangkat
D. Rumusan Masalah
Bagaimana karakteristik perangkat pembelajaran matematika berbasis
masalah pada materi aritmetika sosial untuk siswa SMP kelas VII?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
karakteristik perangkat pembelajaran matematika berbasis masalah pada materi
aritmetika sosial untuk siswa SMP kelas VII.
F. Manfaat Peneltitian
Apabila tujuan yang dimaksud tercapai, terdapat beberapa manfaat yang
dapat disumbangkan bagi guru, siswa serta peneliti.
1. Bagi siswa: melalui pembelajaran matematika dengan perangkat
pembelajaran yang menggunakan pendekatan berbasis masalah diharapkan
kemampuan pemecahan masalah siswa dapat meningkat.
2. Bagi guru: dapat membantu guru dalam proses pembelajaran, khususnya
dalam pembelajaran matematika.
3. Bagi dunia pendidikan: perangkat pembelajaran ini diharapkan dapat
digunakan sebagai referensi bahan pengembangan lebih lanjut dalam
pembuatan perangkat pembelajaran di masa mendatang dan hasil penelitian
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Matematika untuk Siswa SMP a. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun
2003 pasal 1 adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan suatu upaya yang
dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan,
mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode
sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta
dengan hasil optimal (Sugihartono, dkk, 2007:81). Belajar merupakan proses yang
unik dan bersifat internal yang berlangsung dalam diri individu, sedangkan
pembelajaran merupakan proses yang bersifat eksternal yang sengaja
direncanakan. Belajar yang disertai dengan proses pembelajaran akan berlangsung
terarah dan sistematik (Erman Suherman, 2001: 8).
Menurut Johnson dan Rising (1972) (dalam Erman Suherman, 2001: 19)
mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan,
pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah
yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan
simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai
bunyi. Sehingga dalam pembelajaran matematika perlu dilakukan proses
pengorganisasian siswa dengan lingkungan belajar sehingga terbentuk suasana
pengorganisasian, dan pembuktian logis dalam upaya memecahkan masalah
matematika. Pembelajaran matematika di sekolah harus mengutamakan proses
pembangunan pengetahuan oleh siswa sendiri, sedangkan guru lebih banyak
berperan sebagai fasilitator. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan terkait beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika di
sekolah (Erman Suherman, 2001: 67-69), yaitu:
a. Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap)
Bahan kajian matematika diajarkan secara berjenjang atau bertahap, yaitu dimulai dari hal konkrit dilanjutkan ke hal yang abstrak, dari yang sederhana ke hal yang kompleks. Atau bisa dikatakan dari konsep yang mudah menuju konsep yang lebih sukar.
b. Pembelajaran matematika mengikuti metoda spiral.
Dalam setiap memperkenalkan konsep atau bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya. Bahan baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari, dan sekaligus untuk mengingatkannya kembali. Pengulangan konsep dalam bahan ajar dengan cara memperluas dan memperdalam adalah perlu dalam pembelajaran matematika. Metoda spiral bukanlah mengajarkan konsep hanya dengan pengulangan atau perluasan saja tetapi harus ada peningkatan. Spiralnya harus spiral naik bukan spiral datar.
c. Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif
Matematika adalah ilmu deduktif, matematika terssun secara deduktif aksiomatik. Namun demikian kita harus dapat memilih pendekatan yang cocok dengan kondisi anak didik yang kita ajar. Misalnya sesuai dengan perkembangan intelektual siswa di SLTP, maka dalam pembelajaran matematika belum seluruhnya menggunakan pendekatan deduktif tapi masih campur dengan induktif.
d. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi
Tujuan umum pembelajaran matematika pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah adalah memberikan penekanan pada keterampilan dalam penerapan
matematika, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam membantu
pembelajaran ilmu pengetahuan lainnya (R. Soedjadi, 2000:43). Tujuan khusus
pembelajaran matematika di SMP adalah agar:
1) Siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan
matematika.
2) Siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan
ke pendidikan menengah.
3) Siswa memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan dan
perluasan dari matematika sekolah dasar untuk digunakan dalam
kehidupan sehari-hari.
4) Siswa memiliki pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis,
kritis, cermat dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika.
b. Karakteristik Siswa SMP
Rata-rata siswa SMP ada di rentang 13-15 tahun. Menurut Hurlock (2003)
awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun sampai 16 tahun atau 17
tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 tahun atau 17 tahun sampai 18
tahun, yaitu usia mata secara hukum (Izzaty, R. E., dkk., 2013: 122). Jadi siswa
SMP yang rata-rata berusia 13-15 tahun tergolong dalam kelompok masa remaja
awal.
Jean Piaget membagi perkembangan kognitif menjadi empat tahapan yaitu
1) Tahap Sensorimotor (usia 0-2 tahun)
2) Tahap Praoperasional Thinking (usia 2-7 tahun)
3) Tahap Concrete Operations (usia 7-11 tahun)
4) Tahap Formal Operations (usia 11 tahun hingga dewasa)
Berdasarkan tahap perkembangan kognitif, siswa SMP termasuk pada tahap
operasional formal. Pada tahap ini, anak-anak bisa menangani situasi hipotesis
dan proses berpikir mereka tidak lagi tergantung pada hal-hal yang berlangsung
riil dan memiliki penalaran yang logis.
Dalam teori perkembangan kognitif Piaget, masa remaja adalah tahap
peralihan dari penggunaan operasi konkret ke penerapan operasi formal dalam
penalaran. Remaja mulai menyadari keterbatasan pemikiran mereka. Mereka
bergumul dengan konsep-konsep yang dihilangkan dari pengalaman mereka
sendiri. Menurut Piaget penggunaan operasi formal bergantung pada
ketidakasingan siswa dengan suatu materi tertentu. Saat siswa merasa tidak asing
dengan suatu materi mereka lebih mungkin menggunakan operasi formal.
Sebaliknya apabila mereka asing terhadap suatu materi, siswa cenderung
menggunakan pola penalaran konkret dan tidak sering menggunakan ide-ide
mereka sendiri (Slavin, 2008: 113).
Masa remaja merupakan masa yang sangat krusial dalam kehidupannya
karena keberhasilan dalam menatapi masa depannya juga dipengaruhi oleh
keberhasilan remaja dalam menjalani perkembangannya. Oleh karena itu
diperlukan perhatian yang lebih dari para pendidik (baik orang tua maupun guru),
pada masa remaja tersebut (Izzaty, R. E.,dkk., 2013: 150). Oleh karena itu
pembelajaran yang dilakukan, harus memperhatikan perkembangan yang terjadi
pada masa remaja, khususnya anak SMP. Sehingga perangkat pembelajaran yang
dikembangkan menggunakan tahap-tahap kegiatan yang dapat menuntun siswa
dalam memahami konsep dan materi yang diajarkan serta menggunakan
permasalahan nyata sebagai konteks bagi siswa belajar.
2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Dalam belajar matematika, masalah merupakan soal yang tidak biasa
dijumpai oleh siswa. Menurut Erman Suherman, dkk. (2001: 86), suatu masalah
memuat situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi
tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya.
Jika seorang anak diberikan suatu soal dan dapat langsung mengetahui cara
menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut bukan masalah bagi anak
tersebut.Dalam Lampiran Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 mengenai Standar
Isi disebutkan bahwa kemampuan memecahkan masalah merupakan kemampuan
yang didalamnya meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model
matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Selain
itu, kemampuan pemecahan masalah pada siswa dapat dilihat dari
langkah-langkah pemecahan masalah yang dituliskannya. Pemecahan masalah merupakan
suatu proses untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi untuk mencapai
tujuan yang diharapkan. Dalam matematika, kemampuan pemecahan masalah
harus dimiliki oleh siswa untuk menyelesaikan soal-soal berbasis masalah (Tina,
Menurut Bransford dan Stein, langkah-langkah dalam menemukan
pemecahan masalah yang efektif adalah sebagai berikut (Santrock, 2011: 113).
1. Menemukan dan menyusun masalah tersebut
2. Mengembangkan strategi pemecahan masalah yang baik. Beberapa
strategi yang efektif adalah menentukan subtujuan dan algoritma
3. Menganalisis terhadap hasil akhir
4. Mengevaluasi hasil-hasil
Menurut Polya (1973: 6-14), terdapat empat langkah dalam memecahkan
masalah, yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan
masalah sesuai rencana, dan melakukan pemeriksaan kembali.
a. Memahami masalah (understand the problem)
Pada langkah ini, siswa diharapkan dapat memahami permasalahan yang
dihadapi. Kegiatan yang dilakukan siswa pada langkah ini, meliputi menuliskan
bagian penting, hal yang tidak diketahui, data yang diketahui, dan syarat pada
masalah. Selain itu, siswa juga menuliskannya dalam notasi matematika. Jika
terdapat gambar terkait dengan masalah, siswa diharapkan dapat
menggambarkannya.
b. Merencanakan penyelesaian masalah (devising a plan)
Tahap ini dilaksanakan setelah siswa memahami masalah yang dihadapi.
Pada tahap ini, siswa menyusun strategi atau rencana yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah. Dalam merencanakan masalah, dibutuhkan pengalaman
dan pengetahuan yang telah didapat siswa.
Pada tahap ini, siswa harus menyusun rincian yang sesuai dengan garis
besar rencana yang telah dibuat pada tahap sebelumnya. Siswa harus menguji
rincian tersebut satu persatu hingga tidak terdapat kesalahan.
d. Memeriksa kembali (looking back)
Pada tahap ini, siswa memeriksa kembali keseluruhan penyelesaian untuk
menghindari kesalahan pada fase penting dalam langkah penyelesaian. Siswa
mempertimbangkan kembali dan menguji kembali hasil penyelesaian dan
langkah-langkahnya. Setelah memeriksa hasil dan setiap langkah penyelesaian,
siswa dapat meyakini bahwa hasil penyelesaian yang didapat merupakan
penyelesaian yang benar.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan
masalah adalah kemampuan untuk memahami masalah dan merencanakan
pemecahan masalah, membuat proses penyelesaian suatu masalah, menjelaskan
atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta memerika
kebenaran hasil atau jawabannya.
3. Perangkat Pembelajaran
Pembelajaran yang baik didapatkan apabila guru telah merencanakan
pembelajaran dengan baik. Dalam melakukan perencanaan pembelajaran tersebut
tentu guru membuat perangkat pembelajaran. Menurut Trianto (2011:96),
perangkat pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar dapat
berupa: buku siswa, silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar
penelitian ini, peneliti mengembangkan perangkat pembelajaran berupa RPP dan
LKS.
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Menurut Permendikbud nomor 22 tahun 2016, RPP merupakan rencana
kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP disusun
berdasarkan KD atau sub tema yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau
lebih. Setiap guru berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis
agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, efisien, memotivasi siswa untuk berperan aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan
bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Menurut
Permendikbud nomor 22 tahun 2016, Komponen RPP terdiri atas:
1. identitas sekolah, yaitu nama satuan pendidikan;
2. identitas mata pelajaran atau tema/subtema;
3. kelas/semester;
4. materi pokok;
5. alokasi waktu ditentukan sesuai kebutuhan untuk pencapaian KD dan
beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang
tersedia dalam silabus dan KD yang akan dicapai;
6. tujuan pembelajaran yang dirumuskan dalam KD, dengan menggunakan
kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan;
8. materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang
relevan dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan
indikator ketercapaian kompetensi;
9. metode pembelajaran, digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai KD yang
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang akan
dicapai;
10. media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk
menyampaikan materi pembelajaran;
11. sumber belajar, berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar,
atau sumber belajar yang relevan;
12. langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan pendahuluan,
inti, dan penutup; dan
13. penilaian hasil belajar.
Menurut Permendikbud nomor 22 Tahun 2016, dalam menyusun RPP
hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut.
a) Perbedaan individual peserta didik antara lain kemampuan awal, tingkat
intelektual, bakat, potensi, minat, motivasi belajar, kemampuan sosial,
emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang
budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.
b) Partisipasi aktif peserta didik.
c) Berpusat pada peserta didik untuk mendorong semangat belajar,
d) Pengembangan budaya membaca dan menulis yang dirancang untuk
mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan,
dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.
e) Pemberian umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat rancangan
program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan
remedi.
f) Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduan antara KD, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi,
penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar.
g) Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu, keterpaduan lintas mata
pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.
h) Penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi,
sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
b. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
Lembar kegiatan siswa adalah lembaran-lembaran berisi petunjuk dan
langkah-langkah yang digunakan untuk menyelesaikan tugas oleh siswa
(Depdiknas, 2008:23-24). LKS merupakan panduan peserta didik yang digunakan
untuk melaksanakan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah (Trianto,
2013: 222). LKS merupakan salah satu dari sekian banyak bentuk bahan ajar yang
sering digunakan dalam pembelajaran. LKS memiliki peran yang sangat besar
dalam proses pembelajaran dikarenakan LKS dapat membantu guru dalam
mengarahkan siswanya menemukan konsep-konsep melalui aktivitas-aktivitas
keterampilan proses, meningkatkan aktivitas peserta didik sehingga dapat
mengoptimalkan hasil belajar (Novi Prayekti, 2013: 695). Lembar kegiatan siswa
memuat kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik untuk
mencapai tujuan intruksional. Lembar kegiatan ini berisi petunjuk dan
langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas yang diberikan guru kepada siswanya.
Dalam menyusun LKS tentunya harus memenuhi beberapa syarat agar LKS
tersebut dapat dikatakan baik serta dapat menunjang pencapaian peserta didik.
Berikut ini terdapat berapa syarat penyusunan LKS menurut Hendro Darmodjo
dan Jenny R. E Kaligis (1992: 41-46).
1) Syarat didaktik
LKS sebagai salah satu bentuk sarana berlangsungnya proses pembelajaran haruslah memenuhi persyaratan didaktik, artinya LKS harus mengikuti asas-asas pembelajaran yang efektif, yaitu
a) LKS yang baik memperhatikan adanya perbedaan individual, sehingga dapat digunakan oleh siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda, b) LKS menekankan pada proses untuk menemukan konsep-konsep,
sehingga LKS berfungsi sebagai petunjuk jalan bagi siswa untuk mencari tahu,
c) LKS memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa, sehingga dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menulis, menggambar, berdialog dengan temannnya, menggunakan alat, menyentuh benda nyata, dan sebagainya,
d) LKS dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika pada diri siswa. Jadi tidak semata-mata ditujukan untuk mengenal fakta-fakta dan konsep-konsep materi. Oleh karena itu diperlukan bentuk kegiatan yang memungkinkan siswa dapat berhubungan dengan orang lain, mengkomunikasikan hasil kerjanya kepada orang lain, dan sebagainya,
e) LKS memuat pengalaman belajar yang ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi siswa (intelektual, emosional, dan sebagainya), dan bukan ditentukan oleh materi bahan pelajaran.
2) Syarat konstruksi
a) LKS menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan anak.
b) LKS menggunakan struktur kalimat yang jelas.
c) LKS memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan kemampuan anak.
d) LKS hendaknya menghindari pertanyaan yang terlalu terbuka. Dianjurkan menggunakan isian atau jawaban yang didapat dari hasil pengolahan informasi, bukan mengambil dari perbendaharaan pengetahuan yang tak terbatas.
e) LKS tidak mengacu pada buku sumber yang di luar kemampuan keterbacaan siswa.
f) LKS menyediakan ruangan yang cukup untuk memberi keleluasaan pada siswa untuk menulis maupun menggambarkan pada LKS. Selain itu, LKS hendaknya memberikan tempat atau bingkai untuk menuliskan jawaban atau keperluan lain.
g) LKS menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek. h) LKS menggunakan lebih banyak ilustrasi daripada kata-kata. i) LKS dapat digunakan siswa yang lamban maupun cepat.
j) LKS memiliki tujuan belajar yang jelas serta manfaat sebagai sumber motivasi.
k) LKS mempunyai identitas meliputi nama, kelas, tanggal, dan sebagainya untuk memudahkan siswa.
3) Syarat teknis
a) Tulisan, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut. 1. Penggunaan huruf yang jelas dibaca meliputi jenis dan ukuran huruf. 2. Penggunaan bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan
jawaban siswa bila perlu.
3. Memperhatikan perbandingan ukuran huruf dengan ukuran gambar. b) Gambar, gambar yang baik adalah gambar yang dapat menyampaikan
pesan atau isi dari gambar tersebut secara efektif kepada pengguna LKS untuk mendukung kejelasan konsep.
c) Penampilan, penampilan LKS hendaknya dibuat menarik yaitu meliputi ukuran LKS, desain tampilan baik isi maupun kulit buku yang meliputi tata letak dan ilustrasi.
4. Pembelajaran Berbasis Masalah
a. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang
didasarkan pada banyaknya permasalahan yang dibutuhkan penyelidikan yang
autentik yaitu penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari
pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang menyuguhkan
situasi masalah autentik dan bermakna kepada siswa, dengan tujuan agar siswa
dapat melakukan investigasi dan penyelidikan. Pendekatan pembelajaran berbasis
masalah merupakan salah satu cara untuk mensimulasikan pemecahan masalah di
dunia nyata dengan bantuan guru yang berperan sebagai fasilitator. Melalui model
pembelajaran berbasis masalah siswa akan dapat mengembangkan kemampuan
menemukan, menyelidiki, dan mengungkap ide mereka sendiri dalam
memecahkan masalah matematika (Nurhayati Abbas, 2009:126). Pembelajaran
berbasis masalah merupakan kegiatan belajar yang diharapkan dapat
memberdayakan peserta didik untuk menjadi individu yang mandiri dan mampu
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi (Sri Rochani, 2016:275).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah
pembelajaran yang mana menjadikan masalah-masalah nyata digunakan sebagai
konteks bagi siswa untuk belajar materi-materi pembelajaran.
b. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah
Arends (2008:42) menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis masalah
(PBL) memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Pengajuan pertanyaan atau masalah
Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar mengenai masalah sosial yang penting bagi peserta didik. Peserta didik dihadapkan pada situasi kehidupan nyata, mencoba membuat pertanyaan terkait masalah dan memungkinkan munculnya berbagai solusi untuk menyelesaikan permasalahan.
2) Berfokus pada keterkaitan antardisiplin
Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah terpusat pada pelajaran tertentu (IPA, Matematika, Sejarah), namun permasalahan yang diteliti benar-benar nyata untuk dipecahkan. Peserta didik meninjau permasalahan itu dari berbagai mata pelajaran.
Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan peserta didik untuk melakukan penyelidikan autentik untuk menemukan solusi nyata untuk masalah nyata. Peserta didik harus menganalis dan menetapkan masalah, kemudian mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan percobaan (bila diperlukan) dan menarik kesimpulan.
4) Menghasilkan produk dan mempublikasi
Pembelajaran berbasis masalah menuntut peserta didik untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau peragaan yang dapat mewakili penyelesaian masalah yang mereka temukan.
5) Kolaborasi
Pembelajaran berbasis masalah ditandai oleh peserta didik yang saling bekerja sama, paling sering membentuk pasangan dalam kelompok-kelompok kecil. Bekerja sama memberi motivasi untuk secara berkelanjutan dalam penugasan yang lebih kompleks dan meningkatkan pengembangan keterampilan sosial.
c. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Langkah-langkah dalam pembelajaran berbasis masalah dapat dilakukan
dalam lima tahap sebagai berikut (Arends, 2008:57).
1) Mengorientasikan siswa pada masalah
Pada tahap ini guru menyampaikan tujuan pembelajaran, menyiapkan logistik yang diperlukan selama proses pembelajaran, serta memotivasi siswa agar aktif dalam memecahkan masalah yang disediakan.
2) Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu siswa memahami dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi.
3) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru memotivasi siswa untuk mengumpulkan informasi yang dapat dimanfaatkan dalam pemecahan masalah dan mendorong siswa melakukan eksperimen untuk mencari penjelasan dan pemecahan.
4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, maupun presentasi, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah dalam
pembelajaran berbasis masalah serta aktivitas siswa dalam pembelajaran adalah
sebagai berikut:
Tabel 4. Tahapan Kegiatan Problem Based Learning No. Tahap Aktivitas Siswa
1 Orientasi siswa kepada masalah
Siswa dihadapkan pada permasalahan dengan kegiatan mengamati permasalahan dan bertanya terkait permasalahan.
2 Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Siswa menggali informasi untuk memahami permasalahan serta membuat rencana untuk menyelesaikan permasalahan.
3 Membimbing penyelidikan
Siswa menalar untuk menyelesaikan masalah serta memeriksa kembali terkait pemecahan masalah yang didapatkan.
4 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang siswa gunakan dengan kegiatan menyimpulkan. 5 Menyajikan hasil
karya
Siswa merencanakan dan menyajikan hasil penyelesaian masalah yang didapatkan dengan kegiatan mempresentasikan
5. Materi Aritmetika Sosial Kelas VII SMP
Materi aritmetika sosial diajarkan di siswa SMP kelas VII pada
semester dua. Berikut adalah kompetensi inti dan kompetensi dasar pada
materi aritmetika sosial berdasarkan Permendikbud nomor 24 tahun 2016.
Kompetensi Inti
K1: Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
K2: Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
K3: Memahami, menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengurang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.
Kompetensi Dasar
3.11 Menganalisis aritmetika sosial (penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, kerugian, bunga tunggal, persentase, bruto, neto, tara) 4.11 Menyelesaikan masalah berkaitan dengan aritmetika sosial
(penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, kerugian, bunga tunggal, persentase, bruto, neto, tara).
Indikator Pencapaian Kompetensi
3.11.1 Mendapatkan informasi yang terkait dengan artimetika sosial 3.11.2 Menentukan hubungan antara penjualan, pembelian, untung, dan
rugi
3.11.3 Menentukan bunga tunggal dan pajak
3.11.4 Menentukan hubungan antara, bruto, neto, dan tara
4.11.1 Memecahkan masalah terkait dengan aritmetika sosial baik melalui tanya jawab, diskusi, atau presentasi
Secara garis besar materi aritmetika sosial yang diajarkan pada siswa SMP
adalah sebagai berikut.
a. Harga penjualan dan pembelian
Setiap barang yang dimiliki oleh penjual didapatkan dengan nilai
harga yang disebut harga pembelian (modal), kemudian barang tersebut
dijual dan memiliki suatu nilai harga yang disebut harga penjualan.
b. Keuntungan. Kerugian, dan impas
Keuntungan diperoleh apabila harga penjualan suatu barang lebih
besar daripada harga pembelian (modal). Kerugian diperoleh apabila harga
penjualan suatu barang lebih kecil daripada harga pembelian (modal). Impas
diperoleh apabila harga penjualan suatu barang sama dengan harga
c. Persentase untung dan rugi
Persentase keuntungan digunakan untuk mengetahui persentase
keuntungan dari suatu penjualan terhadap modal yang dikeluarkan.
Misal: = Presentasi keuntungan = Harga beli (modal)
= Harga jual (total pemasukan)
Persentase keuntungan dapat ditentukan dengan rumus:
Persentase kerugian digunakan untuk mengetahui persentase kerugian dari
suatu penjualan terhadap modal yang dikeluarkan.
Misal: = Presentasi kerugian = Harga beli (modal)
= Harga jual (total pemasukan)
Persentase kerugian dapat ditentukan dengan rumus:
d. Diskon
Diskon adalah potongan atau pengurangan nilai terhadap nilai atau
e. Pajak
Pajak adalah pertambahan nilai suatu barang atau jasa yang wajib
dibayarkan oleh masyarakat kepada pemerintah.
f. Bruto, tara, dan netto
Bruto diartikan sebagai berat kotor. Neto diartikan sebagai berat
bersih. Tara di artikan sebagai selisih antara bruto dengan netto.
Misal diketahui Netto , Tara , Bruto
Persentase Netto , Persentase Tara
Persentase netto dapat dirumuskan:
Persentase tara dapat dirumuskan:
Nilai brutto dapat dirumuskan:
g. Bunga tunggal
Dalam menentukan bunga tunggal dari suatu tabungan atas pinjaman
di bank dapat dirumuskan sebagai berikut.
Misalkan persentase bunga , Besarnya modal
Besarnya bunga pertahun
Maka besarnya bunga pertahun ialah:
Sehingga besarnya bunga perbulan ialah:
Berikut ini adalah contoh dari kegiatan-kegiatan pembelajaran yang dilakukan
pada materi aritmetika sosial yaitu sebagai berikut.
a. Mencermati kegiatan-kegiatan sehari-hari berkaitan dengan transaksi jual beli,
b. Mencermati cara menentukan diskon dan pajak dari suatu barang
c. Mengamati konteks dalam kehidupan di sekitar yang terkait dengan bruto, neto,
dan tara
d. Mengumpulkan informasi tentang cara melakukan manipulasi aljabar terhadap
permasalahan sehari-hari yang berkaitan dengan artimetika sosial
e. Menyajikan hasil pembelajaran tentang aritmetika sosial
f. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan artimetika sosial
6. Pengertian Valid, Praktis, Efektif
Nieveen dan Van den Akker mengemukakan bahwa perangkat pembelajaran
yang dikembangkan perlu memperhatikan kriteria kualitas (Rochmad, 2012: 68).
Perangkat pembelajaran dikatakan berkualitas apabila memenuhi tiga kriteria,
yaitu kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.
a. Kevalidan perangkat pembelajaran.
Aspek kevalidan adalah kriteria kualitas perangkat pembelajaran dilihat dari
materi yang terdapat di dalam perangkat pembelajaran. Menurut Nieveen
(Rochmad, 2012: 69) kevalidan suatu perangkat pembelajaran dapat merujuk
pada dua hal, yaitu apakah perangkat pembelajaran yang dikembangkan sesuai
teoritiknya serta terdapat konsistensi internal pada setiap komponennya. Validitas
perangkat pembelajaran adalah dikatakan valid apabila perangkat pembelajaran
dinyatakan layak digunakan dengan revisi atau tanpa revisi oleh validator.
Penilaian kevalidan terhadap RPP dan LKS menggunakan instrumen penilaian
kevalidan. Instrumen kevalidan ini juga divalidasi oleh dosen ahli sehingga dapat
yang dikembangkan ditentukan oleh pendapat para ahli. Para ahli, dalam
penelitian ini adalah dosen FMIPA UNY dan guru matematika, akan memberikan
saran dan penilaian terkait dengan aspek kevalidan perangkat pembelajaran yang
dikembangkan.
b. Kepraktisan perangkat pembelajaran.
Van Den Akker (Rochmad, 2012: 70) mengemukakan bahwa suatu
perangkat pembelajaran dikatakan praktis jika praktisi atau ahli menyatakan
bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan dapat diterapkan dilapangan.
Nieveen (Rochmad, 2012: 70) mengemukakan bahwa kepraktisan suatu perangkat
pembelajaran yang dikembangkan dapat dilihat dari tingkat kemudahan dan
keterbantuan dalam penggunaannya. Kepraktisan perangkat pembelajaran juga
dapat ditinjau dari apakah guru dapat melaksanakan pembelajaran di kelas
(Rochmad, 2012: 70).
Kepraktisan dalam penelitian ini adalah ditentukan dengan angket respon
guru dan siswa. Angket respon digunakan untuk mengetahui tanggapan pengguna
perangkat pembelajaran yang dikembangkan mengenai seberapa cocok dan
mudah penerapan perangkat pembelajaran tersebut. RPP dan LKS dapat dikatakan
praktis apabila guru memberikan respon baik terhadap RPP dan LKS, serta siswa
memberikan respon baik terhadap LKS. Penilaian respon terhadap RPP dan LKS
tersebut dinilai berdasarkan instrumen yang telah divalidasi oleh dosen ahli.
c. Keefektifan perangkat pembelajaran.
Keefektifan perangkat pembelajaran dapat dilihat dari tujuan penelitian dan
pembelajaran efektif dapat dilihat dari hasil belajar siswa, aktivitas siswa, dan
respon siswa (Rochmad: 2012, 71). Indikator yang digunakan antara penelitian
satu dengan penelitian yang lain dapat berbeda-beda tergantung pada
pendefinisian yang disebut efektif dalam penelitian tersebut. Apresiasi siswa yang
tinggi akan meningkatkan keinginan siswa untuk belajar. Hal ini tentunya dapat
meningkatkan pencapaian siswa. Pencapaian siswa dapat digunakan untuk
mengukur tingkat keefektifan perangkat pembelajaran.
Keefektifan perangkat pembelajaran dalam penelitian ini adalah ditentukan
dengan lembar keterlaksanaan kegiatan pembelajaran serta hasil belajar siswa
menggunakan pretest dan posttest. RPP dan LKS dikatakan efektif apabila lembar
keterlaksanaan pembelajaran serta hasil ujian belajar siswa mendapatkan hasil
yang baik. Penilaian terhadap keterlaksanaan pembelajaran tersebut berdasarkan
instrumen yang telah divalidasi oleh dosen ahli. Sedangkan hasil belajar siswa
menggunakan soal pretest dan posttest yang telah divalidasi oleh dosen ahli.
B. Penelitian Yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Tina Sri Sumartini (2016) dalam jurnalnya
yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa
melalui Pembelajaran Berbasis Masalah.” Hasil penelitian ini memperoleh
kesimpulan bahwa (1) peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa
yang mendapat pembelajaran konvensional, (2) Kesalahan-kesalahan yang
dilakukan oleh siswa ketika mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan
atau kurang cermat, kesalahan mentransformasikan informasi, kesalahan
keterampilan proses, dan kesalahan memahami soal.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Rochani (2016) dalam jurnalnya
yang berjudul “Keefektifan Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah dan
Penemuan Terbimbing Ditinjau dari Hasil Belajar Kognitif Kemampuan Berpikir
Kreatif.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pembelajaran berbasis masalah
efektif ditinjau dari hasil belajar kognitif dan kemampuan berpikir kreatif siswa
kelas VIII SMP, (2) pembelajaran penemuan terbimbing efektif ditinjau dari
hasil belajar kognitif dan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VIII SMP,
dan (3) pembelajaran berbasis masalah lebih efektif daripada pembelajaran
penemuan terbimbing ditinjau dari hasil belajar kognitif dan kemampuan berpikir
kreatif siswa kelas VIII SMP.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Nila Hayati dan Fahrurozi (2015) dalam
jurnalnya yang berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis
Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi
Matematis.” Melalui proses pengembangan, telah dihasilkan: (1) perangkat
pembelajaran berbasis masalah dan (2) instrumen penelitian. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran berbasis masalah telah memenuhi
kriteria kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan. Kriteria kevalidan terlihat dari
hasil analisis kevalidan perangkat pembelajaran matematika yang memenuhi
kriteria valid, kriteria kepraktisan perangkat pembelajaran matematika dilihat dari
kepraktisan menurut guru yang memenuhi kriteria mudah digunakan dan
pembelajaran matematika berdasarkan pada persentase jumlah siswa yang
mendapat skor kemampuan berpikir kritis dan komunikasi matematis dengan
katagori minimal tinggi adalah 80%.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Niluh Sulistyani dan Heri Retnawati
(2015) dalam jurnalnya yang berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Bangun Ruang di SMP dengan Pendekatan Problem Based Learning.” Hasil
penelitian ialah berupa perangkat pembelajaran bangun ruang yang terdiri atas
silabus, RPP, LKS, dan instrumen evaluasi berupa tes pencapaian kompetensi
dasar dan kemampuan berpikir kritis yang valid, praktis, dan efektif.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Siwi Khomsiatun & Heri Retnawati (2015)
dalam jurnalnya yang berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran dengan
Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah.”
Hasil Penelitian ialah menghasilkan perangkat pembelajaran pada Kompetensi
Dasar “Menghitung keliling dan luas bangun segitiga dan segiempat serta
menggunakannya dalam pemecahan masalah” yang telah memenuhi kriteria valid,
praktis, dan efektif.
C. Kerangka Berpikir
Sebagian besar siswa SMP mengalami kesulitan saat mempelajari
matematika. Salah satu faktor yang mempengaruhi hal tersebut ialah dikarenakan
siswa SMP masih belum memasuki tahap operasi formal. Materi aritmetika sosial
merupakan materi yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa. Hal ini dapat
dilihat dari laporan hasil ujian nasioanl pada daya serap indikator soal materi
pada tahun sebelumnya di provinsi Yogyakarta. Oleh karena itu perlu dilakukan
koreksi ulang terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan di kelas. Hasil
nilai UN yang rendah serta mengalami penurunan tersebut juga dikarenakan
perangkat pembelajan yang ada menggunakan pendekatan yang belum tepat. Hasil
UN yang rendah serta mengalami penurunan tersebut juga menunjukkan bahwa
kemampuan pemecahan masalah peserta didik masih rendah. Pendekatan berbasis
masalah tepat digunakan untuk materi aritmetika sosial. Perangkat pembelajaran
dapat berupa RPP dan LKS. RPP dan LKS yang nantinya akan dikembangkan
ialah yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.
Berdasarkan uraian tersebut akan dikembangkan perangkat pembelajaran
berbasis masalah yang memiliki kualifikasi valid menurut ahli yang digunakan
untuk siswa SMP kelas VII, secara nyata dapat diterapkan dalam proses
pembelajaran sehingga memenuhi keriteria praktis. Sehingga didapatkan hasil
yang efektif yang mana kemampuan pemecahan masalah siswa meningkat.
D. Pertanyaan penelitian
1. Bagaimana kriteria perangkat pembelajaran matematika berbasis masalah
pada materi aritmetika sosial ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan,
dan keefektifan?
2. Bagaimana kualitas perangkat pembelajaran matematika berbasis masalah
pada materi aritmetika sosial ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan,
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah research and development (R&D). Penelitian ini
merupakan penelitian pengembangan pendidikan (educational research and
development) dengan tujuan menghasilkan perangkat pembelajaran matematika
berbasis masalah pada materi aritmetika sosial untuk siswa SMP kelas VII.
Produk yang dihasilkan dari penelitian ini adalah perangkat pembelajaran berupa
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
berbasis masalah pada materi aritmetika sosial.
B. Prosedur Pengembangan
Model Pengembangan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah
ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation). Model
ADDIE merupakan model pengembangan yang dikembangkan oleh Dick and
Carry (Endang Mulyatiningsih, 2012: 184). Terdapat lima langkah pengembangan
yang terdapat dalam model pengembangan ADDIE, yaitu Analisis (Analysis),
Perancangan (Design), Pengembangan (Development), Implementasi
(Implementation) dan Evaluasi (Evaluation).
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran
berupa RPP dan LKS berbasis masalah pada materi aritmetika sosial untuk siswa
SMP kelas VII. Berikut ini adalah langkah-langkah pengembangan perangkat
pembelajaran dengan mengikuti model pengembangan ADDIE (Endang
1. Analysis (Analisis)
Tahap analisis merupakan tahap yang dilaksanakan sebelum tahap
perencanaan pada proses pengembangan produk berupa perangkat pembelajaran
berbasis masalah pada materi aritmetika sosial. Pada tahap analisis, dilakukan
berbagai identifikasi agar produk yang dihasilkan sesuai dengan siswa, tujuan
belajar, materi pembelajaran, dan lingkungan belajar. Oleh karena itu, terdapat
tiga kegiatan analisis dalam tahap analisis, yaitu analisis kebutuhan, analisis
karakteristik kurikulum, dan analisis karakteristik siswa.
a. Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan dilakukan untuk mengetahui masalah-masalah yang
terdapat dalam pembelajaran matematika yang ada di lapangan, khususnya dalam
materi aritmetika sosial, sehingga dibutuhkan pengembangan perangkat
pembelajaran pada materi aritmetika sosial dengan pendekatan berbasis masalah.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini antara lain, menganalisis hasil
observasi pembelajaran, dan menganalisis kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa.
b. Analisis Kurikulum
Analisis kurikulum meliputi, analisis Kompetensi Inti dan Kompetensi
Dasar yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku, dalam penelitian ini adalah
Kurikulum 2013, yang akan dikembangkan atau dicapai melalui pengembangan
perangkat pembelajaran. Analisis Kurikulum mencakup Kompetensi Inti (KI),
Hasil analisis ini kemudian akan digunakan sebagai dasar dalam pengembangan
perangkat pembelajaran yang dikembangkan.
c. Analisis Karakteristik Siswa
Analisis karakteristik siswa dilakukan dengan melakukan identifikasi
karakter siswa pengguna LKS yang dikembangkan, yaitu siswa kelas VII. Analisis
tersebut dilakukan dengan memperhatikan aspek bakat, kematangan, kecerdasan,
motivasi belajar dan kemampuan awal yang telah dimiliki siswa. Hasil analisis
tersebut kemudian akan digunakan sebagai dasar dalam pengembangan perangkat
pembelajaran agar sesuai dengan karakteristik penggunanya.
2. Design (Perancangan)
Pada tahap desain, dibuat rancangan konsep produk secara rinci (Endang
Mulyatiningsih, 2012: 185). Tahapan ini meliputi pembuatan rancangan perangkat
pembelajaran berbasis masalah berupa RPP dan LKS pada materi aritmetika
sosial. Rancangan ini masih bersifat konseptual dan akan mendasari proses
pengembangan berikutnya. Selain itu, pada tahap ini dibuat juga rancangan
instrumen yang digunakan untuk mengukur kinerja produk yang telah
dikembangkan untuk mengukur kinerja produk antara lain, lembar penilaian RPP
dan LKS untuk mengukur kevalidan, angket respon siswa dan guru untuk
mengukur kepraktisan, lembar observasi keteraksanaan pembelajaran untuk
mengukur keefektifan perangkat pembelajaran, serta pretest dan posttest untuk
mengukur keefektifan ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika
3. Development (Pengembangan)
Tahap pengembangan merupakan tahap realisasi rancangan produk (Endang
Mulyatiningsh, 2012: 184). Rancangan produk yang telah disusun dalam tahap
perencanaan direalisasikan menjadi produk yang siap untuk di implementasikan
dalam tahap ini. Selain itu, dibuat instrumen yang digunakan untuk mengukur
kinerja produk yang telah dikembangkan. Instrumen yang dibuat untuk mengukur
kinerja produk antara lain, lembar penilaian RPP dan LKS untuk mengukur
kevalidan, angket respon siswa dan guru untuk mengukur kepraktisan, lembar
observasi pembelajaran untuk mengukur keefektifan perangkat pembelajaran,
serta tes kemampuan pemecahan masalah berupa pretest dan posttest untuk
mengukur keefektifan ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa. Perangkat pembelajaran berbasis masalah berupa RPP dan LKS pada
materi aritmetika sosial yang telah dikembangkan kemudian dikonsultasikan
kepada dosen ahli untuk divalidasi atau dinilai kelayakannya. Oleh karena itu,
tahap ini akan menghasilkan data yang digunakan untuk mengukur kevalidan
produk yang dikembangkan. Selain itu, pada tahap ini juga diperoleh saran-saran
yang diberikan oleh dosen ahli yang akan digunakan untuk memperbaiki produk
yang telah disusun sebelum produk diimplementasikan.
4. Implementation (Implementasi)
Pada tahap implementasi, produk yang telah dikembangkan diujicobakan
pada situasi yang nyata di kelas (Endang Mulyatiningsih, 2012: 185). Uji coba
dilakukan pada siswa yang dijadikan subjek penelitian untuk menguji kualitas
berbasis masalah. Materi dalam pembelajaran akan disampaikan menggunakan
produk. Tahap implementasi akan menghasilkan data yang digunakan untuk
mengukur kepraktisan dan keefektifan produk yang dikembangkan. Selain itu,
tahap implementasi menyediakan umpan balik yang akan digunakan dalam tahap
evaluasi.
5. Evaluation (Evaluasi)
Tahap evaluasi merupakan tahap dimana ketercapaian tujuan pengembangan
produk diukur (Endang Mulyatiningsih, 2012: 186). Dalam tahap ini, kepraktisan
dan keefektifan perangkat pembelajaran berbasis masalah berupa RPP dan LKS
pada materi aritmetika sosial yang dikembangkan akan diukur. Selain pengukuran
ketercapaian tujuan pengembangan produk yang dikembangkan, dilakukan juga
revisi terhadap produk sesuai dengan hasil evaluasi atau kebutuhan yang belum
dapat dipenuhi oleh produk tersebut (Endang Mulyatiningsih, 2012: 185).
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VII SMP Negeri 8
Yogyakarta, tahun pelajaran 2016/2017.
D. Waktu dan Tempat
Waktu dan tempat pelaksanaan penelitian ini ialah pada tahun pelajaran
2016/2017 semester genap bulan maret 2017 di kelas VII SMPN 8 Yogyakarta
E. Jenis Data
Data yang diperoleh dari tahap uji coba berfungsi untuk memberikan
masukan dalam melakukan revisi kevalidan, kepraktisan dan keefektifan
masalah yang telah dikembangkan. Terdapat dua jenis data yang didapatkan
dalam proses pengembangan, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif.
Data kualitatif yang diperoleh dalam proses pengembangan ini berupa
deskripsi masukan, respon, kritik dan saran dari dosen pembimbing serta dosen
ahli berkaitan dengan perangkat pembelajaran berbasis masalah pada materi
aritmetika sosial. Data kuantitatif yang diperoleh dalam proses penelitian ini
berupa skor hasil penilaian kevalidan perangkat pembelajaran oleh dosen ahli,
angket respon siswa dan guru, lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran,
serta hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika berupa pretest dan
posttest yang digunakan untuk menilai kualitas perangkat berbasis masalah pada
materi aritmetika sosial yang dikembangkan.
F. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini meliputi:
1. Dosen Ahli
Dosen ahli dalam penelitian ini merupakan dosen yang memiliki
kemampuan dalam bidang aritmetika sosial dan media pembelajaran.
2. Guru Matematika SMP N 8 Yogyakarta
Guru matematika yang menjadi sumber data adalah guru matematika yang
mengajar siswa kelas VII SMP N 8 Yogyakarta.
3. Siswa kelas VII SMP N 8 Yogyakarta.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat ukur yang digunakan dalam penelitian
akan digunakan untuk mengukur kriteria kualitas produk yang dikembangkan,
meliputi kevalidan, kepraktisan dan keefektifan. Terdapat empat instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
1. Lembar Penilaian Kevalidan RPP dan LKS
Lembar penilaian kevalidan digunakan untuk mengukur kevalidan
perangkat pembelajaran berbasis masalah berupa RPP dan LKS pada aritmetika
sosial yang dikembangkan. Lembar penilaian kevalidan ditujukan kepada dosen
ahli. Sebelum digunakan, instumen yang digunakan untuk mengukur kevalidan
divalidasi terlebih dahulu oleh dosen ahli. Sehingga instrumen yang digunakan
dapat untuk mengukur apa yang hendak diukur yaitu penilaian kevalidan terhadap
RPP dan LKS. Selain mengukur kevalidan produk, lembar penilaian juga
menentukan apakah produk yang telah dikembangkan pada tahap development
layak untuk diujicobakan tanpa perbaikan, dengan perbaikan, atau tidak layak
diujicobakan.
Terdapat dua lembar penilaian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu
lembar penilaian RPP yang digunakan untuk mengukur kevalidan RPP dan lembar
penilaian LKS yang digunakan untuk mengukur kevalidan LKS. Lembar penilaian
RPP dan LKS berbentuk angket yang memuat beberapa butir pernyataan untuk
lembar penilaian RPP dan memuat pernyataan untuk lembar penilaian LKS.
2. Angket Respon Guru dan Siswa terhadap Kepraktisan Perangkat
Pembelajaran
Angket respon siswa dan guru digunakan untuk mengukur kepraktisan
produk yang dikembangkan. Penggunaan angket respon siswa bertujuan untuk
mendapatkan data mengenai respon siswa terhadap pembelajaran yang mereka
alami menggunakan LKS dengan pendekatan berbasis masalah, sedangkan angket
respon guru digunakan untuk mendapatkan data mengenai respon guru terhadap
pembelajaran yang diselenggarakan menggunakan RPP dan LKS dengan
pendekatan berbasis masalah. Hasil dari angket respon guru dan siswa akan
menunjukkan apakah RPP dan LKS dengan pendekatan berbasis masalah dapat
dan mudah digunakan atau tidak.
Terdapat dua jenis penyataan yang menyusun angket respon siswa yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu pernyataan positif dan pernyataan negatif.
Pernyataan positif adalah pernyataan yang sesuai dengan yang diharapkan
menjadi respon, sedangkan pernyataan negatif adalah pernyataan yang berlawanan
dengan yang diharapkan menjadi respon. Angket respon guru disusun dari
beberapa pernyataan dengan masing-masing butir pernyataan memiliki lima
alternatif pilihan, yaitu “sangat setuju”, “setuju”, “ragu-ragu”, “tidak setuju”, dan
“sangat tidak setuju”. Angket respon siswa disusun dari beberapa pernyataan
positif dan beberapa pernyataan negatif dengan masing-masing butir pernyataan
memiliki lima alternatif pilihan, yaitu “sangat setuju”, “setuju”, “ragu-ragu”,
“tidak setuju”, dan “sangat tidak setuju”. Sebelum digunakan, angket respon
apakah angket respon guru dan siswa yang disusun valid (mengukur apa yang
hendak diukur) atau tidak.
3. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran
Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran menggunakan perangkat
pembelajaran merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur
keefektifan produk yang dikembangkan. Lembar observasi keterlaksanaan
pembelajaran digunakan sebagai panduan bagi observer (pengamat) untuk
mengamati kegiatan pembelajaran yang terselenggara menggunakan perangkat
berbasis masalah pada materi aritmetika sosial. Lembar observasi ini disusun dari
beberapa pernyataan.
4. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Tes kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan instrumen
yang digunakan untuk mengukur keefektifan produk yang dikembangkan.
Instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematika dibagi menjadi dua,
yaitu pretest dan posttest. Instrumen pretest digunakan untuk mengukur
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sebelum dilakukan tahap
implementasi produk yang dikembangkan. Sedangkan, instrumen posttest
digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
sesudah dilakukan tahap implementasi produk yang dikembangkan.
Penyusunan instrumen pretest dan posttest didasarkan pada indikator
pembelajaran yang telah disusun berdasarkan Kompetensi Inti dan Kompetensi
Dasar. Selain itu, instrumen disusun berdasarkan indikator kemampuan
pemecahan masalah, membuat proses penyelesaian suatu masalah, menjelaskan
atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta memerika
kebenaran hasil atau jawabannya. Sebelum digunakan, instrumen pretest dan
posttest divalidasi terlebih dahulu oleh dosen ahli untuk menentukan apakah
instrumen tersebut valid atau tidak.
H. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan teknik yang digunakan untuk menganalisis
data yang didapatkan dalam proses penelitian. Tujuan dilakukan analisis data
adalah untuk mengetahui kualitas produk berupa perangkat pembelajaran berbasis
masalah berdasarkan aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan. Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Analisis Data Kuantitatif
a. Analisis Kevalidan
Lembar penilaian akan menghasilkan data yang akan digunakan untuk
menentukan kevalidan produk berupa perangkat pembelajaran berbasis masalah
yang dikembangkan. Data penilaian kevalidan RPP dan LKS diperoleh dari dua
dosen ahli dari FMIPA UNY. Data lembar penilaian kevalidan RPP dan LKS
dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1) Tabulasi data
Data yang diperoleh dari dua dosen ahli dari FMIPA UNY ditabulasi untuk
memudahkan proses selanjutnya. Tabel berikut ini menunjukkan pedoman