• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penanggung Jawab Bambang Utoyo. Ketua Penyunting Tendas Teddy Soesilo. Wakil Ketua Penyunting Jarwoko

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penanggung Jawab Bambang Utoyo. Ketua Penyunting Tendas Teddy Soesilo. Wakil Ketua Penyunting Jarwoko"

Copied!
236
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan adalah jurnal ilmiah,

Diterbitkan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Propinsi Kalimantan Timur Terbit dua kali setahun, yakni setiap bulan Juni dan Desember

Penanggung Jawab Bambang Utoyo Ketua Penyunting Tendas Teddy Soesilo Wakil Ketua Penyunting

Jarwoko

Penyunting Pelaksana

Prof. Dr. Dwi Nugroho Hidayanto, M.Pd., Prof. Dr. Husaeni Usman, M.Pd.,MT., Dr. Edi Rachmad, M.Pd., Dra. Siti Fatmawati, MA, Drs. Ali Sadikin, M.AP, Drs. Masdukizen,

Dra.Pertiwi Tjitrawahjuni, M.Pd.,Dr. Sugeng, M.Pd., Andrianus Hendro Triatmoko, Dr. Pramudjono, M.S.

Sirkulasi Sunawan Sekretaris Abdul Sokib Z.

Tata Usaha

Heru Buana Herman,Sunawan,

Alamat Penerbit/Redaksi : Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Propinsii Kalimantan Timur, Jl. Cipto Mangunkusumo Km 2 Samarinda Seberang, PO Box 218

• Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan diterbitkan pertama kali pada Juni 2007 oleh LPMP Kalimantan Timur

• Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan

dalam media lain. Naskah dalam bentuk soft file dan print out di atas

kertas HVS A4 spasi ganda lebih kurang 20 halaman, dengan format

seperti tercantum pada halaman kulit dalam belakang

(3)

EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ISSN 1858-3105

Diterbitkan oleh

Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Propinsi Kalimantan Timur

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rakhmat serta hidayah-Nya, Borneo Jurnal Ilmu Pendidikan LPMP Kalimantan Timur dapat diterbitkan.

Jurnal Borneo EDISI KHUSUS Nomor 2, Juli 2015 merupakan edisi yang diharapkan dapat kembali terbit pada edisi-edisi berikutnya. Jurnal Borneo Reguler terbit dua kali setiap tahun, yakni pada bulan Juni dan Desember sedangkan Edisi Khusus terbit setiap bulan Januari dan Juli.

Tujuan utama diterbitkannya jurnal Borneo ini adalah memberi wadah kepada tenaga perididik, khususnya guru di Propinsi Kalirnantan Timur untuk mempublikasikan hasil pemikirannya di bidang pendidikan, baik berupa telaah teoritik, maupun hasil kajian empirik lewat penelitian. Publikasi atas karya mereka diharapkan memberi efek berantai kepada para pembaca untuk melahirkan gagasan- gagasan inovatif untuk memperbaiki mutu pendidikan dan pembelajaran. Perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran ini merupakan titik perhatian utama LPMP Kalimantan Timur sebagai lembaga penjaminan mutu pendidikan.

Pada edisi ini ,jurnal Borneo memuat beberapa artikel yang ditulis oleh Widyaiswara LPMP Kalimantan Timur, Dosen, Pengawas, dan Guru. jurnal Borneo edisi ini lebih hanyak memuat tulisan dari luar khususnya yang datang dari pengawas dan guru atau siapa saja yang peduli dengan perkembangan pendidikan, dengan tujuan untuk memicu semangat guru mengembangkan gagasan-gagasan ilmiahnya. Untuk itu, terima kasih kami sampaikan kepada para penulis artikel sebagai kontributor sehingga jurnal Borneo edisi inidapat terbit sesuai waktu yang ditentukan.

Ucapan terima kasih dan selamat kami sampaikan kepada pengelola jurnal Borneo yang telah berupaya keras untuk menerbitkan Borneo edisi ini. Apa yang telah mereka sumbangkan untuk menerbitkan jurnal Borneo mudah-mudahan dicatat sebagai amal baik oleh Alloh SWT.

Kami berharap, semoga kehadiran jurnal Borneo ini memberikan nilai tambah, khususnya bagi LPMP Kalimantan Timur sendiri, maupun bagi upaya perbaikan mutu pendidikan pada umumnya.

Redaksi

Bambang Utoyo

(5)

DAFTAR ISI

BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ISSN : 1858-3105

KATA PENGANTAR III

DAFTAR ISI IV

1 Implementasi Manajemen “RE” Untuk Mengurangi Jam Kosong, Keterlambatan Guru Datang Di Sekolah, Dan Keterlambatan Guru Masuk Kelas Di SDN 024 Balikpapan Tengah

Eny Supriani

1

2 Upaya Peningkatan Prestasi Belajar IPA / Kimia Melalui Pembuatan Model Atom Sederhana Pada Kompetensi Dasar Atom, Ion Dan Molekul

Suparno

15

3 Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII Menggunakan Metode Cooperative Integrated Reading And Composition

Retno Susilowati

27

4 Penerapan Model Pembelajaran Probing-Prompting Untuk Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal-Soal IPA-Fisika

Suhartini

41

5 Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi Siswa Kelas XII PMS 1 SMK Negeri 2 Balikpapan Melalui Penerapan Teknik Pancingan Kata Kunci Hadi Suwito

55

6 Meningkatkan Kemampuan Mengemukakan Pendapat Pada Siswa Kelas XII Dalam Pembelajaran PKn Melalui Strategi Inkuiri Jurisprudensial

Sri Yoana

67

7 Meningkatkan Hasil Belajar Shalat Melalui Strategi Flash Card Siswa Kelas III SDN 016 Balikpapan Tengah

Sufyansyah

81

8 Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPA Pada Kompetensi Dasar Ekosistem Melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Model STAD (Student Teams Achievement Division)

Pintamalem

93

(6)

9 Implementasi ISO 9001:2000 Dalam Rangka Peningkatan Motivasi Dan Kinerja Staf Di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Kalimantan Timur

Wahyuni

107

10 Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Dengan Metode Penerapan Latihan Soal Terbimbing Untuk Siswa Kelas VII

Sunaji

121

11 Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Upaya Peningkatan Prestasi Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Rotasi Bumi

Ramelan

135

12 Peningkatan Pembelajaran Berbicara Melalui Pendekatan Terpadu Bidang Studi Bahasa Indonesia

Supiyati

149

13 Eksperimen Fermentasi Dalam Pembelajaran Enzim Dan Metabolisme Sebagai Penerapan Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach)

Rosdiana

163

14 Penerapan Metode Tutor Sebaya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Materi Memahami Hubungan Antara Struktur Bagian Tumbuhan Dengan Fungsinya

Nurkhasanah

175

15 Meminimalkan Kesulitan Belajar Matematika Materi Persamaan Dan Pertidaksamaan Linear Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Dengan Pendekatan Konstruktivis

Wahyu Sudiarsono

189

16 Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Kelas X–2 Dengan Mengapresiasi Puisi Menggunakan Media CD

Indah Sutjiati

203

17 Analisis Kendala Dalam Implementasi Kurikulum 2013 Dan Alternatif Solusinya

Samodro

217

(7)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 1 IMPLEMENTASI MANAJEMEN “RE” UNTUK MENGURANGI

JAM KOSONG, KETERLAMBATAN GURU DATANG DI SEKOLAH, DAN KETERLAMBATAN GURU MASUK KELAS

DI SDN 024 BALIKPAPAN TENGAH Eny Supriani

Dinas Pendidikan Balikpapan Abstrak

Manajemen RE adalah sebuah konsep manajemen yang berarti upaya-upaya untuk menciptakan teori atau konsep baru berkaitan dengan cara mengelola sebuah sekolah dengan 6 langkah melalui sebuah siklus (cycling). Keenam langkah tersebut adalah “reorienting, relearning, replanning, redoing, rechecking, dan re-acting”. Inti dari manajemen ini adalah bagaimana seorang kepala sekolah memberdayakan semua aspek yang ada disekolah, untuk dikelola secara profesional dan total, melalui tahapan- tahapan yang digambarkan melalui model siklus tersebut.

Adapun pola siklus yang penulis tawarkan dimulai dari pengendalian, perbaikan / peningkatan, pemeliharaan, tindakan, perencanaan, pemeriksaan dan pelaksanaan.

Pengendalian perlu dilakukan terhadap produk input, proses pengerjaan (KBM) atau implementasi PBM hingga akhir output. Untuk itu perlu dikembangkan “mentalitas berkualitas guru” yang melekat pada pelaku proses (built in quality) dan menerapkan do it right the first time. Dari hasil yang diperoleh dapat disampaikan bahwa dengan manajemen RE dapat membentuk disiplin guru dan berefek pada disiplin siswa, yang akhirnya akan mewujudkan sekolah yang efektif dan unggul.

Kata kunci : Manajemen RE

PENDAHULUAN

Disadari atau tidak, guru adalah panutan bagi siswa di sekolah

dimana ia bertugas. Oleh karena itu apapun yang dilakukan oleh guru

(8)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 2

selalu menjadi contoh bagi anak didiknya. Jika gurunya masih ada yang datang terlambat di sekolah atau terlambat masuk kelas, jangan harap siswanya dapat hadir tepat waktu atau masuk kelas sesuai dengan jam bel masuk.

Penulis prihatin jika menyaksikan ada guru yang datang ke sekolah terlambat, atau masuk kelas tidak sesuai dengan bel masuk atau bahkan ada guru yang sering meninggalkan jam mengajar dengan alasan yang tidak jelas. Hal tersebut terjadi pada sekolah tempat penulis bertugas. Pada saat itu tingkat kosong jam tinggi, guru terlambat datang menjadi pemandangan sehari-hari dan guru terlambat masuk kelas menjadi kebiasan yang membudaya.

Sebuah organisasi akan berjalan sebagaimana yang diinginkan, jika seluruh stakeholder yang ada di dalamnya selalu mempunyai kemauan yang kuat untuk berinovasi. Inovasi yang dimaksud adalah keinginan mengembangkan organisasi kearah yang positif melalui langkah meningkatkan hal-hal yang positif dan menghilangkan hal-hal yang menghambat. Hal tersebut di Jepang dikenal dengan “Kaizen” yang artinya Inovasi tiada henti, dalam dunia bisnis dikenal dengan Manajemen Peningkatan Mutu, dalam dunia pendidikan kita kenal dengan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS).

Implementasi Inovasi tiada henti secara operasional dalam sebuah sekolah adalah Ulangi dan tingkatkan (Re). Dalam manajemen RE kondisi organisasi sekolah dan Kepala sekolah mempunyai peranan yang sangat menentukan. Robert G. Owen dalam bukunya Organizational behavior in Education (1992) menyatakan sebagai berikut : Faktor utama (dari organisasi yang efektif atau tidak efektif) adalah kondisi organisasi dan tingkah laku kepala akan menunjukkan efek terhadap bagaimana bawahan melakukan perjanjian dengan yang lain secara individual dan secara team works dalam memproduk hasil akhir.

.

KAJIAN PUSTAKA

Manajemen RE, dari uraian konsep-konsep manajemen di atas

kemudian apa yang ditawarkan oleh RE dalam rangka membantu kepala

sekolah menghadapi kompleksitas pendidikan sekarang ini. RE berasal

dari “RE and UP” dimana “RE” menurut kamus The Amarican Heritage

Dictionary (1991:1029) artinya “again” atau “anew” lagi atau

memperbarui kembali, sedangkan menurut Hernowo dalam bukunya Bu

(9)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 3 Slim dan Pak Slim (2004:12) menyatakan bahwa “RE” berarti upaya- upaya untuk menciptakan teori atau konsep baru berkaitan dengan cara mengelola bisnis misalnya ada “repositioning yang berarti”

memposisikan kembali strategi perusahaan, atau ada pula “relearning”

yang berarti mempertanyakan kembali cara-cara belajar yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman”, dan seterusnya. Sedangkan

“UP” menurut kamus dapat diartikan “maju terus” artinya menu terus sambil menyempurnakan kekurangan yang lalu. Sehingga RE dapat diartikan sebagai usaha untuk mengulang sambil menyempurnakan.

Walaupun fenomena RE ini sudah dikembangkan beberapa tahun lalu dan sukses dengan konsepnya yaitu “reenginering, relearning, repositioning dan RE yang lainnya, penulis ingin mencoba lagi manajemen RE ini dalam kontek yang lain dan khususnya dalam bidang pengelolaan sekolah. Sedangkan manajemen sendiri menurut Sudjana dalam bukunya Manajemen Program Pendidikan (2004:16) menyatakan bahwa pengelolaan sekolah atau manajemen merupakan ketrampilan khusus untuk melakukan suatu kegiatan, baik bersama orang lain atau melalui orang lain dalam mencapai tujuan organisasi. Harsey dan Blanchard (1982) dalam Sudjana (16-17) menyatakan sebagai berikut:

“Management as working with and through individuals and groups to accomplish organizitional goals”. Sedangkan Stoner (1981) dalam Sudjana (17) mengartikan sebagai berikut : “Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan evaluasi sebagai efek dari anggota suatu organisasi dan pemanfaatan seluruh sumber daya organisasi yang lain untuk mencapai tujuan lembaga organisasi”.

Implementasi kedua pengertian tersebut menurut Sudjana adalah

bahwa manajemen merupakan serangkaian kegiatan merencanakan,

mengorganisasikan, menggerakkan, dan mengendalikan, disertai

mengembangkan segala upaya dalam mengatur dan mendayagunakan

sumber daya manusia, sarana dan prasarana, secara efisien dan efektif

untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Strategi

manajemen RE bertujuan untuk mengelola rencana-rencana strategis dan

taktis yang dibuat untuk dilaksanakan diseluruh tingkatan manajemen

dengan baik dan benar. Menyelaraskan kebijakan dan tindakan yang

strategis diseluruh tingkatan manajemen untuk mencapai tujuan

bersama. Melaksanakan proses manajemen strategi yang sistematis

dengan konsisten. Menyediakan prinsip-prinsip sistem manajemen yang

dapat mengukur tingkat keberhasilan baik yang sudah berlalu,

operational yang sedang berjalan, maupun yang akan dating.

(10)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 4

Menyediakan prinsip-prinsip sistem manajemen yang bisa mengukur dan membedakan keberhasilan sisi financial, sisi operasional maupun sisi siswa (students‘achievement).

Adapun ranah “manajemen RE” yang kami tawarkan adalah Reorienting yang merupakan sebuah proses yang sistematis yang meliputi pemahaman, pengenalan serta pengidentifikasian kembali segala sesuatu yang telah dimiliki oleh sebuah lembaga yang dilakukan oleh kepala sekolah, para guru, karyawan, wali murid, siswa dan stakeholder lainnya. Dan ini harus dilakukan sebelum dan setiap tahun ajaran baru sehingga apa saja potensi yang dimiliki sekolah akan diketahui oleh semua komponen sekolah. Bentuk peningkatan pada fase ini adalah menghilangkan segala hambatan dan mengarahkan orientasi pada posisi yang lebih operasional dan rasional. Relearning merupakan sebuah proses yang sistimatis untuk mempelajari kembali cara-cara atau teknik-teknik pengelolaan sekolah yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman yang didalamnya ada seperangkat instrument dan assesoris menajerial yang berdasarkan kebutuhan (need assesment).

Bentuk peningkatan pada fase ini adalah menghilangkan teknik yang tidak efektif dan mengganti dengan metode-metode lain yang dianggap lebih efektif. Replaning adalah sebuah proses yang sistimatis dalam rangka mempersiapkan kembali seperangkat keputusan tentang kegiatan-kegiatan untuk masa yang akan datang dengan diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan melalui penggunaan sarana yang tersedia berdasarkan hasil relearning yang telah dilakukan. Menurut Sudjana (2004;67-72) ada 3 tipe perencanaan yaitu pertama perencanaan berdasarkan perintah (Command Planning) dimana orientasinya pada rencana umum yang telah disusun berdasarkan patokan-patokan yang telah ditetapkan, sedangkan pakar hanya sebagai spesialis saja.

Perencanaan ini lebih bersifat sentralistik.

Kedua Perencanaan berdasarkan kebijakan (Polecies Planning)

yang telah ditetapkan yang ditandai dengan kehadiran para pakar

perencanaan yang berperan sebagai penasehat (advisor) bagi para

perencana di tingkat pusat, daerah, dan tingkat lembaga penyelenggara

program. Orientasi perencanaan ini hampir sama dengan yang pertama

yang cenderung pada kepentingan lembaga yang lebih tinggi. Ketiga

Perencanaan berdasarkan persekutuan (Corporate Planning) yang

orientasinya berbeda dengan keduanya di atas.

(11)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 5 Perencanaan ini ditandai oleh hadirnya para pakar perencanaan yang berperan sebagai penghubung dalam perundingan-perundingan antara bebagai pihak yang terlibat dalam perencanaan. Perecanaan ini menekankan pada proses kegiatan yang saling hubungan antara berbagai pihak baik dalam menentukan tujuan maupun dalam menetapkan kegiatan untuk mencapai tujuan. Untuk mengembangkan manajemen RE yang ketiga yang paling sesuai. Fase ini bertujuan untuk mendapatkan komitmen dari semua pihak dengan cara melibatkan (participation) mereka dalam perencanaan sejak awal. Hal ini dilandasi pada keyakinan bahwa fase replanning adalah kesempatan untuk membangun sinergi yang amat dibutuhkan pada fase implementasi.

Bentuk peningkatan pada fase ini adalah membuat planing ulang sesuai dengan yang telah direncanakan pada fase reorienting dan relearning. Redoing, Fase ini bertujuan untuk menghasilkan kembali kinerja yang optimal yang dibarengi dengan mengarahkan dan membimbing (Coaching & conseling) anggota kelompok kerjanya.

Kegiatan mengarahkan dan membimbing merupakan proses pengendalian (check) berdasarkan fakta untuk menghidari penyimpangan atau kesalahan yang mungkin terjadi dan atau memperbaikinya. Fase ini merupakan kesempatan untuk saling memberdayakan.

Bentuk peningkatan pada fase ini adalah mengerjakan semua yang sudah direncanakan sebagaimana yang sudah dituangkan dalam replaning. Rechecking, Manusia sebagai salah satu unsur terpenting dalam menetukan efektifitas kegiatan dalam suatu lembaga sekaligus sebagai unsur penggerak dalam suatu kegiatan yang menyandang tugas tugas organisasi sebagai pelaksana kegiatan organisasi, tentunya memerlukan stimulan-stimulan yang dapat mendorong kinerja mereka.

Untuk itu setiap kurun waktu harus dideteksi kembali secara

berkelanjutan perilaku mereka, sehingga etos kerja mereka tetap

konsisten bahkan cenderung meningkat. Pemotivan kembali yang

merupakan sebuah proses pembangunan karakter manusia dalam rangka

mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, dan merupakan daya

(inner power) penggerak diri dalam diri untuk mencapai tujuan tertentu

sering tercermin dalam bentuk kebutuhan (needs), keinginan (willings),

rangsangan (drive) dan kata hati (Sudjana;2004:147). Oleh sebab itu

pemotivasian kembali merupakan hal yang penting yang harus selalu

dilakukan secara berkelanjutan dan simultan.

(12)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 6

Jadi fase ini bertujuan untuk memotifasi selama proses

“Redoing”, dengan cara menilai dan menghargai (Appraising and Rewarding). Fase ini merupakan kesempatan untuk merayakan yang telah diperoleh dan menggalang kebulatan tekat untuk mencapai keberhasilan berikutnya. Bentuk peningkatan pada fase receckeing adalah pengecekan tidak hanya pada satu permasalahan saja, namun pengecekan juga dilakukan pada semua langkah, untuk mendapat informasi sebanyak mungkin, agar dapat membuat langkah-langkah antisipatif lebih dini.

Re-acting atau melakukan kembali merupakan upaya memelihara atau, membawa kembali, suatu keadaan yang seharusnya terjadi atau menjaga kembali keadaan sebagaimana seharusnya terlaksana dengan cara conforming pada semua pihak yang telibat. Tujuannya adalah agar kegiatan atau program yang sedang dilaksanakan selalu sesuai dengan rencana atau tidak menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan.

Menurut Sudjana (2004:209) menyatakan bahwa pembinaan (conforming) merupakan rangkaian upaya pengendalian secara professional terhadap semua unsur organisasi agar unsur-unsur tersebut berfungsi sebagaimana mestinya sehingga rencana untuk mencapai tujuan dapat terlaksana secara berdaya guna dan berhasil guna.

Fase ini bertujuan untuk menanggulangi persoalan yang timbul (problem solving), menggulirkan improvement / inovasi, menarik pelajaran (insight) dan mengubah sikap mental (paradigm shift). Hal ini dapat dicapai dengan cara menujukkan bahwa setiap individu di dalam kelompok (termasuk pemberi tugas) merupakan bagian dari permasalahan tersebut, memecahkan persoalan secara bersama dalam semangat memberdayakan anggota kelompok, mengambil alih tanggung jawab bila persoalan tidak terselesaikan kelompok.

Fase ini merupakan kesempatan untuk melakukan lompatan /

terobosan untuk mengubah perilaku disiplin dalam meningkatkan tingkat

kedisiplinan guru dan siswa. Dengan demikian, dapat disimpulkan salah

satu tugas utama seorang atasan / kepala adalah membangun kerjasama

kelompok pada setiap tahapan manajemen RE. Adapun siklus

manajemen RE sebagai konsep manajemen yang perlu dilakukan oleh

setiap kepala sekolah dalam tiap kurun waktu tiap tahunnya dapat

digambarkan sebagaimana dalam Gambar 1.

(13)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 7 Gambar 1. Manajemen RE

Gambar 2. Siklus RO RL RP RD RC RA dan OLPDCA

Perputaran siklus RO, RL, RP, RD, RC, RA dilakukan sampai

tercapainya standard kinerja tertentu yang selanjutnya digulirkan sebagai

OLPDCA (Orienting, Learn, Plan, Do, Create, Act) atau RO RL RP RD

RC RA berikutnya. Dengan demikian dapat dilihat pentingnya seorang

peran atasan / kepala dalam membangun dan mengembangkan

kerjasama kelompok pada setiap tahapan manajemen RE yang

dijabarkan dalam setiap fase.

(14)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 8

Gambar 3. Siklus RO RL RP RD RC RA

Dari keenam langkah manajemen RE tersebut sebagai sebuah model manajemen sekolah, penulis akan menjabarkan sasaran (goal) dan strategi untuk mencapai operational excellent dalam gambar 3. Model ini akan digunakan selanjutnya untuk menyusun sistimatika manajemen sekolah yang merupakan suatu system yang menyelaraskan seluruh elemen superstruktur (visi, nilai-nilai dan strategi) dan infrastruktur (Proses, Sistem dan struktur serta Sarana-Prasarana) sekolah sedemikian rupa hingga memiliki kesinambungan dan tidak terjadi “missing link”

didalam alignment-nya.

METODE PENELITIAN

Dalam mengimplementasikan manajemen RE ini penulis menggunakan tiga siklus sebagai berikut Siklus Pertama, Pada saat itu di awal semester diadakan rapat pembagian jam mengajar dengan kesepakatan bahwa kita harus meningkatkan disiplin siswa dan kita awali dari disiplin kepala sekolah, guru dan karyawan dengan langkah merencanakan penempatan guru sebagai wakil kepala sekolah, wali kelas, guru mata pelajaran, guru ekstrakurikuler, guru piket, menfungsikan masing-masing guru tersebut secara maksimal.

menyiapkan Buku point siswa, menyiapkan absensi kehadiran guru.

menyiapkan Buku Ijin Guru, menyiapkan buku piket guru dan

melaksanakan kegiatan sesuai dengan kesepakatan tersebut.

(15)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 9 Siklus Kedua, Pada rapat pembagian raport dengan agenda rapat sebagai berikut Evaluasi kehadiran guru dari buku kehadiran guru oleh kepala sekolah. Evaluasi disiplin siswa dari buku point oleh wali kelas.

Merencanakan penanganan bagi siswa yang point nya melebihi 40 pint dalam satu semester. Merumuskan sanksi bagi guru yang meninggalkan jam mengajar lebih, dari 5 kali dalam satu semester, mulai dipanggil, diperingatkan secara lisan, tertulis atau pengurangan jam mengajar.

Melaksanakan program sesuai dengan kesepakatan di awal semester.

Pada siklus kedua ini ada peningkatan tindakan yaitu pemberian sanksi bagi siswa dan guru yang melanggar disiplin sesuai dengan kesepakatan pada awal semester.

Siklus ketiga diawali Evaluasi Disiplin siswa oleh Wali kelas.

Evaluasi Disiplin guru oleh Kepala Sekolah. Merencanakan rumusan tugas masing-masing guru secara jelas, termasuk yang berhak memperingatkan siswa yang melanggar tata tertib, tidak hanya wali kelas tetapi semua bapak/ibu guru berhak mengingatkan siswa.

Demikian juga yang berhak mengingatkan guru yang melanggar kesepakatan adalah kepala sekolah. Melaksanakan program sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang sudah tertulis dan ditanda tangani oleh kepala sekolah. Pada Siklus ketiga ini ada peningkatan tindakan yaitu memperluas pengambil langkah untuk mengingatkan bagi warga sekolah yang melanggar kesepakatan. Hal ini dapat berjalan karena tugas pokok dan fungsi sudah tertulis secara rinci, sehingga akan kelihatan siswa yang melanggar dan sanksinya juga jelas, demikian juga guru yang melanggar kesepakatan akan mudah diingatkan dengan mengembalikan pada tugas pokok dan fungsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data guru diperoleh dari rekapitulasi yang dibuat oleh Tata Usaha, dan data siswa diperoleh dari wali kelas. Sebagaimana Tabel 1.

Dari Tabel 1 data yang terkumpul tampak bahwa dengan menggunakan

manajemen RE ditambah dengan peningkatan langkah dan tindakan

terjadi peningkatan yang berarti yaitu Rata-rata jam kosong menurun

secara berarti dimana siklus satu 12 % dan pada siklus dua sebesar 5 %

dan pada siklus tiga menjadi 3 %. Pada siklus satu guru mudah sekali

meninggalkan tugas mengajarnya, sehingga jika di sekolah total jam

belajar ada 300 Jam/minggu. Siklus satu 12 % nya atau sebesar 36 jam

kosong/minggu atau 144 Jam kosong/bulan atau kira-kira 720 jam

(16)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 10

kosong/semester.Siklus kedua 5% nya atau sebesar 15 jam kosong/minggu atau 60 Jam kosong/bulan atau kira-kira 300 jam kosong/semester. Siklus ketiga 3% nya adalah sebesar 9 jam kosong/minggu atau 36 jam kosong/bulan atau kira-kira 45 jam kosong/semester.

Tabel 1. Data Guru dan Siswa

No Jenis Kegiatan Siklus

1

Siklus 2

Siklus 3

1 Rata-rata Jumlah Jam Kosong 12% 5% 3%

2 Rata-rata guru terlambat datang ke sekolah 25 % 20 % 5%

3 Rata-rata guru terlambat masuk kelas 30% 25% 10%

4 Rata-rata siswa bolos sekolah 15% 4% 2%

5 Rata-rata siswa terlambat datang ke sekolah 16% 8% 3%

6 Rata-rata siswa terlambat masuk kelas 20% 6% 1%

Rata-rata guru terlambat datang ke sekolah, menurun secara berarti, Siklus satu 25 % nya atau sebesar 6 orang guru / minggu yang terlambat atau 24 orang guru/bulan atau kira-kira 120 orang guru/semester, Siklus dua 20 % nya atau sebesar 4 orang guru/minggu yang terlambat atau 16 orang guru / bulan atau kira-kira 80 orang guru/semester, Siklus tiga 5 % nya atau sebesar 1 orang guru/minggu yang terlambat atau 4 orang guru/bulan atau kira-kira 20 orang guru/semester. Pada akhir siklus ketiga dianggap wajar dan dapat dimaklumi dengan jumlah guru yang terlambat 5 % itu pun sebagian besar tanpa ada kesengajaan.

Rata-rata jumlah guru yang terlambat masuk kelas terjadi peningkatan yang berarti yaitu siklus pertama sebesar 30 %, dan 25 % pada siklus dua serta 10 % pada siklus tiga. Siklus satu 30% x 27 = 9 guru yang terlambat masuk kelas/hari. Siklus dua 25% x 27 = 6 guru yang terlambat masuk kelas/hari. Siklus tiga 10% x 27 = 3 guru yang terlambat masuk kelas/hari. Disiplin Siswa, meningkat seiring meningkatnya disiplin guru, ini berarti memang guru adalah kunci keberhasilan penegakan disiplin di sekolah.

Untuk mendorong ketercapaian tujuan sekolah sebagai lembaga

pengembang dan pembangun sumberdaya manusia serta mengukur

kemampuan sekolah untuk tetap exist dan maju, maka perlu adanya

perumusan dan analisa sekolah, analisa pasar dan analisa hasil dengan

model EKSF atas dasar manajemen RE tersebut untuk mendapatkan

(17)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 11 seluruh qualified-educational share. Untuk mendapatkan seluruh qualified-educational share, diperlukan resources yang sangat besar yang dapat menimbulkan masalah dalam keberhasilan dan keuntungan lembaga dikemudian hari. Sekolah perlu membatasi diri dengan menetapkan School Key Success Factor (SKSF) yang reasonable.

EKSF bersifat dinamis, bergerak sesuai dengan tuntutan stakeholder yang makin meningkat, kecepatan tersebut tergantung pada situasi saat itu. Beberapa hal yang perlu diperhatikan menentukan EKSF adalah sebagai berikut : Apa dan bagaimana kondisi pendidikan yang sedang dijalani saat ini? (identifikasi apakah implisit dan eksplisit strategi saat ini, Analisa SWOT dan kondisi persaingan). Apa yang terjadi dengan lingkungan pendidikan? (Educational analysis, Competitor analysis, Social analysis, Strength & Weakness yang berkaitan dengan competitor saat ini dan yang akan datang). Bagaimana menjalankan pendidikan ke depan?

Tujuan sekolah adalah menyeimbangkan antara tuntutan kepuasan pelanggan (orang tua siswa) dengan keberadaan sekolah.

Objeknya adalah qualified school tertentu dengan students achievement tertentu. Untuk itu sekolah hanya memprioritaskan Key Success Faktor yang paling esensial sesuai dengan visi dan kemampuan sekolah.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perumusan SKSF (School Key Success Factor): Apakah KSF yang dipilih akan mampu mempertahankan eksistensi mutu sekolah? Apakah KSF yang diplilih dapat memenuhi dinamika tuntutan pelanggan (orang tua/wali)? Apakah KSF sekolah lebih baik dari pesaing (benchmarking)?

Gap antara EKSF dan SKSF akan menjadi alasan bagi sekolah untuk melakukan aktifitas transformasi. Gap antara SKSF dengan kompetitor akan menjadi alasan bagi operasional sekolah untuk melakukan Strategic Improvement.

EKSF = SKSF sekolah + GAP transformasi sekolah

SKSF pesaing = SKSF sekolah + GAP strategic improvement

Dari persamaan diatas, Standar Nasional (SN) / EKSF tahun

2004 = 75, Sekolah A menetapkan 65, apabila tahun 2005 Standar

Nasional (EKSF) menjadi 85 sedang sekolah tetap 65 maka terjadi

kemunduran = 10,20% walaupun nilai sekolah tetap 65 seperti tahun

sebelumnya. Hal ini terjadi karena pihak sekolah tidak ada usaha untuk

melakukan perubahan dan pengembangan sesuai yang ditawarkan pada

(18)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 12

manajemen RE Sekolah B terjadi kenaikan= 1,57% karena mengikuti perkembangan Standar Nasional dengan menggunakan manajemen RE.

Jadi dalam hal ini selalu ada peluang suatu sekolah untuk bertumbuh kembang dengan memperbaiki jarak (GAP) antara SKSF nya dengan EKSF maupun SKSF pesaing. Perlu diketahui bahwa sifat dari SKF lebih merupakan suatu syarat untuk masuk ke kwalitas pendidikan sehingga tidak mudah untuk merubah dalam periode yang relatif singkat karena memerlukan sumber daya yang banyak.

KESIMPULAN

Disiplin guru merupakan kunci keberhasilan membangun disiplin warga sekolah dan merupakan kunci keberhasilan membangun sebuah sekolah yang ideal. Perlu adanya tindakan, strategi, serta pemberdayaan sumberdaya yang ada, termasuk bagaimana mengembangkan manajemen sesuai dengan situasi dan kondisi yang dimiliki oleh sebuah sekolah. Kepala sekolah memiliki peran yang banyak (multi-roles) yang mampu memotivasi, memberdayakan serta mendayagunakan semua komponen yang ada.

Improvement / kemajuan menjadi sebuah kata kunci dalam manajemen. Dua hal yang menyebabkan tidak ada kemajuan pertama, manajemennya itu sendiri yang secara sistimatis tidak tepat dan bagus.

Kedua, pihak institusinya (Kepala sekolah, guru, karyawan dan stakeholder lainnya) yang belum paham serta belum mampu secara kualitas baik secara teoritis maupun implementatif.

RE sebagai suatu model manajemen merupakan alternatif anajemen untuk memecahkan persoalan-persoalan yang selama ini terjadi di pihak sekolah. RE dilaksanakan secara sirkuler (cycling) mempermudah kepala sekolah untuk mengontrol dan mengevaluasi fungsi-fungsi manajemen secara berkesinambungan dan sinergis.

DAFTAR PUSTAKA

Sudarman Danim., (2002), Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan, Pustaka Pelajar Offset, Bengkulu

Terry Evans and Daryl Nation, (2000), Changing University Teaching,

Reflection on Creating Educational Technologies, Kogan Page

Limited Stylus Publishing Inc., London

(19)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 13 David P. Langford., Barbara A. Cleary., (1996), Orchestrating Learning

with Quality, Synergy Books International

Hernowo., Chairul Nurdin., (2003), Bu Slim & Pak Bil, Kisah tentang Kiprah Guru “Multiple Intelligences” di Sekolah, Penerbit Mizan Learning Center, Bandung

Indra Djati Sidi., (2001), Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, Paramadina dengan Logos Wacana Ilmu, Telaga Kahuripan.

Ibtisam Abu-Duhou., (2002), School Based Management, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, Logos

Zamroni., (2000), Paradigma Pendidikan Masa Depan, Bigraf Publishing

Dedi Supriadi., (2003), Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Bandung

Jason Tan., S. Gopinathan., Ho Wah Kam., (1997), Education in Singapore, A book of Reading, National Institute of Education Nanyang Technological University, Prentice Hall, Singapore James W. Brown., Kenneth D. Norberg., Sara K. Srygley., (1965)

Administering Educational Media - Instructional Technology and Library services, McGraw-Hill Book Company

Joseph Murphy., Karen Seashore Louis., (1999), Hand Book of Research on Educational Administration-A Project of The American Educational Research Association, Jossey-Bass Publishers Robert G. Owens., (1991), Organizational Behavior in Education, Allyn

and Bacon United States of America.

______ (1976), The American Heritage Dictionary, Houghton Mifflin Company, Boston, New York, London

Sudjana., (2004), Manajemen Program Pendidikan-untuk Pendidikan

Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Falah

Production.

(20)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 )

14

(21)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 15 UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPA / KIMIA

MELALUI PEMBUATAN MODEL ATOM SEDERHANA PADA KOMPETENSI DASAR ATOM, ION DAN MOLEKUL

Suparno

Guru SMP Negeri 9 Balikpapan Abstrak

Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan di SMP Negri 9 Balikpapan yang terdiri dari 3 Siklus dengan Tujuan Penelitian ini adalah Meningkatkan Prestasi Belajar IPA/Kimia Melalui pembuatan Model Atom Sederhana PAda Kompetensi Dasar Atom, Ion Dan Molekul Semester Ganjil Di SMP Negeri 9 Balikpapan Tahun Pembelajaran 2012/2013. Manfaat dari penelitian ini adalah Melatih Ketrampilan Siswa dalam Menggunakan Alat-alat IPA di dalam Laboratorium IPA dalam menunjang dan memudahkan Belajar IPA/Fisika. Sedangkan hasil yang diperoleh dari Siklus 1 ke siklus 2 dan dari siklus 2 ke Siklus 3 adalah sebagai berikut : Pada Siklus 1 diperoleh Nilai Rata-rata 57,28 dan pada Siklus 2 diperoleh nilai rata-rata 67,38 dan pada Siklus 3 diperoleh nilai rata-rata 83,38 dari hasil tersebut terdapat kenaikan presentasi sebagai berikut siklus I ke siklus II 10,10% dan dari siklus II ke siklus III terdapat kenaikan prestasi belajar 16,00 %. Sehingga metode ini digunakan oleh seluruh guru IPA dalam pembelajaran di dalam kelas ataupun di dalam Laboratorium IPA di SMP yang kebetulan mempunyai Fasilitas Laboratorium di sekolahnya pada Mata pelajaran IPA/Kimia.

Keyword: Pembuatan Model Atom Sederhana

PENDAHULUAN

Permasalahan dalam penelitian ini adalah rendahnya nilai hasil

belajar IPA/ Kimia siswa Kelas VIII- 4 yang tidak mencapai 72 pada

Kompetensi Dasar Kemagnetan di semester 1, maka penulis membuat

cara pembelajaran dengan metode eksperimen / percobaan sederhana

dengan membuat magnet sederhana untuk meningkatkan nilai dan

prestasi belajar siswa yang mengarah kepada keterlibatan semua anak

(22)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 16

atau aktivitas belajar seluruh siswa sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan baik di dalam kelas maupun di dalam laboratorium IPA secara praktikum langsung.

Nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan di kelas RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) adalah 72 di SMP Negeri 9 Balikpapan untuk nilai IPA yang terdiri IPA Terpadu yaitu terdiri dari Fisika dan Biologi. Maka apabila nilai rata-rata di dalam kelas tersebut belum mencapai 72 berarti masih belum di anggap tuntas nilainya di kelas itu. Maka untuk meningkatkan ketuntasan nilai tersebut perlu diadakan remedial atau perbaikan ulang sehingga siswa memperoleh nilai yang standarnya sesuai dengan KKM yang telah di tentukan oleh sekolah yang bersangkutan khususnya untuk kelas VIII-4 di SMP Negeri 9 Balikpapan.

Hasil nilai ulangan yang pertama sebagai acuan dan refleksi/pencerminan dan tindak lanjut untuk mengevaluasi dan menganalisa kekurangan nilai yang dihadapi di dalam kelas dan sebagai perbaikan untuk ulangan berikutnya atau siklus berikutnya. Berdasarkan latar belakang diatas, masalah penelitian ini adalah apakah dengan metode eksperimen / pratikum sederhana pembuatan model atom di kelas VIII-4 semester ganjil dapat meningkatkan prestasi belajar siswa SMP Negeri 9 Balikpapan Tahun Pembelajaran 2012/2013.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut bagi guru IPA (Fisika, biologi dan Kimia) agar guru IPA selalu mendokumentasikan setiap pembelajaran yang di lakukan untuk mendapatkan konsep IPA secara konkrit dan benar, melatih diri dan dapat menanamkan konsep IPA secara konkrit dan benar kepada siswa.

Sedangkan bagi siswa, agar dapat melatih keterampilan para siswa dan menumbuh kembangkan minat belajar fisika dalam menggunakan alat- alat peraga IPA dalam eksperimen yang dirancang atau dibuat sendiri menurut kelompoknya.

KAJIAN PUSTAKA

Hakekat Pembelajaran IPA

Pada prinsipnya hakekat pembelajaran IPA telah dirumuskan dan

ditafsirkan oleh para ahli berbeda-beda antara yang satu dengan yang

lainnya. Menurut Nyoman Kertiasa (1979 : 26) pembelajaran IPA dapat

berlangsung dengan baik bila ditunjang dengan kegiatan percobaan

(23)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 17 praktikum, terutama disekolah lanjutan. Sehingga selain memberikan materi secara klasikal maka diperlukan juga pembuktian realita yang berupa praktikum tersebut dengan merancang alat peraga sederhana.

H.M Lubis (1995 : 23) mengatakan bawha konsep IPA dapat diperoleh melalui percobaan sederhana dengan pembuatan alat-alat IPA yang dirancang sendiri untuk memudahkan kegiatan pembelajaran di dalam kelas maupun di Laboratorium IPA. Amin (1971:15) berpendapat bahwa kegiatan praktikum dapat menambah wawasan bagi para siswa untuk mendapatkan konsep-konsep IPA secara konkrit nyata dalam pengamatannya secara langsung.

Muryono (1993) mengatakan konsep IPA dapat diperoleh secara konkrit melalui praktek sederhana penggunaan laboratorium IPA, sehingga hasil prestasi belajar siswa dapat meningkat. Kegiatan pembelajaran IPA tersebut dapat di lakukan dengan mencoba merancang alat-alat IPA sederhana baik yang di lakukan disekolah, di rumah dan di lakukan di lingkungan masyarakat secara luas. Di dalam kegiatan pembelajaran IPA para siswa di samping mendapat informasi dari guru mata pelajaran dan guru mitra, para siswa bisa memahami, mengamati mendiskusikan dan menyimpulkan serta melakukan percobaan secara langsung dengan membuat alat peraga sederhana rancangannya sendiri menurut kelompoknya yang dapat memudahkan mereka sebagai alat bantu dalam kegiatan pembelajaran yang dihadapi bagi peserta didik disekolah.

Prinsip – Prinsip Belajar

Belajar adalah merupakan suatu proses yang tidak sederhana melainkan sangat kompleks, dari hasil pengalaman dan pengamatan

maka penulis mengajukan prinsip-prinsip dalam belajar diantaranya sebagai berikut :

1. Dalam belajar siswa harus mempunyai tujuan.

Tujuan harus timbul dan muncul dari diri sendiri oleh siswa tersebut

dan berhubungan dengan kebutuhan hidupnya bukan dipaksa oleh

orang lain.Siswa harus bersedia dan mengalami berbagai kesukaran

dan tekun berusaha untuk mencapai suatu tujuan. Belajar dapat

berhasil jika tercapai kematangan, berbuat melakukan dan

memberikan sukses yang menyenangkan. Belajar dapat terbukti jika

ada perubahan dalam tingkah laku dan adanya penambahan

keterampilan dan pengetahuan serta pengalaman. Belajar tidak hanya

semata-mata dengan otak saja tetapi juga harus dibarengi dengan

(24)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 18

jasmani, rohani, dan pengendalian diri. Ulangan dan latihan perlu tetapi harus didahului oleh pemahaman suatu masalah yang akan di hadapi.

2. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah untuk mengetahui bagaimana ciri-ciri tingkah laku perkembangan kemampuan dan pengetahuan siswa sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran. Adapun ciri-ciri tersebut ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku, kemampuan dasar dan pengalaman yang dimiliki serta motivasi belajar. Nana Sudjana (1989:21) mengatakan hasil belajar yang dapat dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua factor intern dan factor ekstern. Faktor internnya adalah kemampuan yang terdapat dalam diri siswa sendiri, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang meliputi 3 aspek yaitu: Lingkungan Rumah Tangga, Lingkungan Sekolah dan Lingkungan Masyarakat. Penilaian hasil belajar IPA – Kimia siswa dapat dilakukan melalui penelitian, hasil ulangan umum semester atau ulangan harian. Dapat juga dengan menggunakan laporan praktikum siswa untuk dinilai. Segala hal yang berkaitan dengan perilaku siswa terutama mengenai keterampilan proses sikap ilmiah dapat pula digunakan sebagai unsur yang dinilai.

3. Prestasi Belajar

Poerwadarminta (1982:768) mengatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai selama mengikuti pelajaran disekolah berupa nilai atau angka perolehan dari hasil ulangan harian dan ulangan umum semester I. Kemampuan siswa untuk menunjukkan hasil tertinggi yang dicapai selama mengikuti pembelajaran disekolah setelah dievaluasi. Dengan demikian tentunya ada keterkaitan antara usaha dalam belajar ini diharapkan akan memperoleh kemampuan yang sifatnya kognitif, efektif, psikomotorik. Dan pada akhirnya mengantarkan siswa dalam meningkatkan kualitas pendidikan yang baik dan bermutu.

Hakekat Fisika dan Kimia Di Sekolah

Dalam GBPP (1993:3) dijelaskan pengertian IPA-Kimia sebagai

hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang

terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman

melalui serangkaian proses ilmiah. Proses ini antara lain meliputi

penyelidikan, pengujian dan penyusunan gagasan. Kimia merupakan

(25)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 19 bagian dari ilmu pengetahuan atau sains yang mempelajari tentang zat dan energi di dalam alam ini. Ciri khas yang digunakan dalam mempelajari, mengembangkan dan menentukan sesuatu materi dalam kimia adalah metode ilmiah, yaitu metode yang dilakukan untuk memperoleh jawaban dari suatu permasalahan dalam kimia, dengan cara melakukan eksperimen atau praktek sederhana yang langkah-langkahnya melalui observasi, pengamatan, pengambilan data, menyusun hipotesis, menarik kesimpulan dan menguji kembali kesimpulan tersebut. Kimia merupakan suatu ilmu yang lebih memerlukan pemahaman daripada hafalan. Kunci keberhasilan siswa dalam mempelajari kimia sangat tergantung dari kemampuan siswa dalam memahami konsep, hukum/teori dan penerapan matematika. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam mempelajari kimia diperlukan kegigihan, ketekunan, ketelitian, ketelatenan, kemampuan, dan kemauan yang tinggi. Serta kesabaran yang tangguh dan teruji.

Pada jenjang SMP mata pelajaran Kimia merupakan bagian dari mata pelajaran IPA, Kimia merupakan mata pelajaran untuk memperluas wawasan pengetahuan tentang materi dan energi, meningkatkan keterampilan ilmiah, menumbuh kembangkan sikap ilmiah dan kesadaran atau kepedulian pada produk teknologi melalui penerapan konsep Kimia yang dikuasai. Pada GBPP (1993:1) Ilmu pengetahuan alam merupakan hasil suatu kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian kegiatan ilmiah. Proses meliputi penyelidikan, penyusunan, dan pengujian gagasan.

Mata pelajaran IPA-Kimia berfungsi untuk memberikan

pengetahuan tentang lingkungan alam, mengembangkan keterampilan,

wawasan dan kesadaran dalam kehidupan sehari-hari dan prasyarat

untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah, serta meningkatkan

kesadaran terhadap kebesaran dan kekuasaan Tuhan YME. Mata

pelajaran IPA-Kimia di SMP mempunyai tujuan agar siswa mampu (1)

meningkatkan kesadaran dan kelestarian lingkungan, kebanggaan dan

kebesaran serta kekuasaan Tuhan YME, (2) memahami konsep-konsep

IPA dan saling keterkaitannya, (3) mengembangkan daya untuk

memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, (4)

mengembangkan keterampilan proses untuk memperoleh konsep IPA

dan menumbuhkan nilai dan sikap ilmiah, (5) menerapkan konsep dan

prinsip IPA untuk menghasilkan karya teknologi sederhana yang

berkaitan dengan kebutuhan manusia, dan (6) memberikan bakat

(26)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 20

pengetahuan dasar untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam penelitian ini bertempat di SMP Negeri 9 Balikpapan. Lokasi sekolah ini terletak ditengah-tengah kota tepatnya di Jalan Gn. Empat SMP Negeri 9 Balikpapan terdiri dari 28 ruangan kelas dengan rincian sebagai berikut 10 ruangan kelas VII, 8 ruangan kelas VIII dan 10 ruangan kelas IX. Sasaran yang dijadikan objek tindakan kelas adalah kelas VIII-4 karena kelas VIII-4 sampai dengan VIII-8 memiliki tingkat kemampuan prestasi akademik yang sama dibanding kelas VIII-1, dengan jumlah siswa 40 orang. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua variabel sebagai penunjang dasar dalam mengamati objek tindakan kelas. Variabel tersebut adalah variabel bebas, yaitu penggunaan laboratorium IPA dengan metode eksperimen perkelompok dan variabel terikat, yaitu berupa prestasi belajar siswa yang memperoleh perlakuan dengan menggunakan alat bantu IPA dengan membuat magnet sederhana pada kegiatan belajar mengajar.

Dalam tahapan perencanaan peneliti menyiapkan rencana pengajaran dengan kompetensi dasar tentang kemagnetan, membuat model pembelajaran yang berbentuk eksperimen perkelompok, membuat lembar observasi tes awal untuk melihat bagaimana kondisi awal belajar mengajar dikelas ketika latihan atau metode tersebut diaplikasikan dalam kegiatan pembelajaran, membuat kartu soal atau lembaran soal yang harus di jawab setiap siswa, menyiapkan LKS dan buku bahan ajar yang relevan.

Siklus 1

Guru melakukan apersepsi dan menuliskan kompetensi dasar yang akan dipelajari. Siswa duduk berkelompok menjadi 5 kelompok tiap kelompok 8 orang siswa. Guru membagi bahasan materi pada 5 kelompok dengan materi yang akan disajikan. Siswa mengerjakan kartu soal secara individu sesuai dengan bahasan materi tiap kelompok.

Masing-masing siswa mempresentasikan hasil kerja per individu. Guru mengobservasi kerja siswa. Penilaian diambil dari hasil kerja siswa.

Hasil siklus 1 dianalisis untuk membuat refleksi pada siklus 2.

(27)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 21 Siklus 2

Siklus kedua dilaksanakan dengan berpedoman dari hasil analisis pada kegiatan pada siklus pertama, yaitu bagaimana hasil kekurangan langkah dari siklus pertama tersebut dan apa akibatnya serta perubahan apa yang harus dilakukan pada tahap berikutnya. Tahap-tahap tindakan pada siklus kedua juga sama dengan tahap pada siklus pertama hanya saja permasalahan atau sub pokok bahasan yang di berikan pada siswa merupakan masalah baru tentang Kemagnetan. Siswa diharuskan mengerjakan test yang sama seperti saat penjajagan atau test awal.

Guru melakukan apersepsi dan menuliskan standar kompetensi / kompetensi dasar yang akan dipelajari. Siswa duduk berkelompok menjadi 5 kelompok tiap kelompok 8 orang siswa. Guru membagikan LKS pada siswa pada setiap kelompok. Guru membagikan alat dan bahan yang diperlukan dalam pembelajaran. Siswa melaksanakan eksperimen dan mengisi LKS serta mengamati hasil eksperimen setiap kelompok. Siswa mempresentasikan hasil eksperimen yang dilakukan.

Guru mengobservasi kerja siswa. Penilaian diambil dari hasil kerja siswa. Guru melakukan pembenaran hasil presentasi dan menyimpulkan hasil presentasi bersama dengan siswa.

Siklus Ketiga

Siklus Ketiga dilaksanakan dengan berpijak pada kekurangan yang ditemui pada siklus kedua. Tahap-tahap tindakan siklus ketiga sama pada tindakan pada siklus sebelumnya hanya saja yang membedakan dalam siklus ini adalah sub pokok bahasan yang diberikan adalah membuat alat peraga Magnet sederhana, kemudian setiap siswa diharuskan mengerjakan test yang sama pada saat pertama. Untuk memperoleh data diambil dari hasil kerja siswa. Siklus 1 dan siklus 2.

Dari 5 kelas diambil 1 kelas yang berjumlah 40 siswa. Data yang akan dianalisis berupa test tertulis hasil kerja siswa dan hasil observasi (test awal dan test akhir) yang diperoleh siswa. Data diambil dari jawaban test tertulis, Pemberian Tugas Pekerjaan Rumah (PR) Test Tertulis setiap akhir siklus dan catatan observasi selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah bila pembuatan magnet sederhana pada kompetensi dasar mencapai penguasaan materi 75% dengan nilai 72 ke atas.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII-4 (satu

kelas) SMP Negeri 9 Balikpapan Tahun Pembelajaran 2012/2013

semester ganjil. Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini

(28)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 22

adalah siswa sebanyak 40 orang. Sifat populasi dalam penelitian ini dianggap sama karena fasilitas yang diberikan kepada siswa adalah fasilitas yang sudah sama, tingkat sosial ekonomi orang tua relatif seimbang, Bimbingan dan konseling sama, usia rata-rata tidak jauh berbeda dan nilai yang diperoleh siswa pada semeter ganjil tidak jauh berbeda (hampir sama). Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 9 Balikpapan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Analisa data dilakukan dengan cara membedakan antara persentase pada data siklus I dengan presentase pada data siklus II dalam presentase. Ketuntasan belajar baik secara individual maupun klasikal.

Terhadap hasil test awal dan test akhir siswa setelah diberikan tindakan kelas. Kriteria yang digunakan adalah dengan membandingkan data yang diperoleh siswa pada test awal (siklus I) dan test (siklus II) serta test akhir pada siklus III setelah diberikan tindakan kelas dengan metode praktek langsung membuat magnet sederhana di laboratorium IPA dengan pelaksanaan eksperimen per kelompok. Maka prestasi siswa dapat meningkat menjadi lebih baik.

Berdasarkan dari hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan ternyata ada perbedaan yang nyata dan dapat disimpulkan bahwa, peningkatan prestasi belajar kimia siswa dengan metode praktek secara langsung di SMP Negeri 9 Balikpapan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Siklus I

Pada sklus 1 ini diberikan test awal kepada siswa maka

doperoleh data test awal (siklus I) diperoleh persentase 57,28 %

walaupun ada beberapa siswa yang menjawab secara kebetulan tinggi

nilainya namun persentasenya sangat kecil. Dalam siklus ini siswa

belum banyak memperoleh informasi secara kongkrit dan lengkap

karena siswa belum menerapakan praktikum secara kelompok dengan

anggota mereka dan belum terjadi diskusi yang baik antar siswa dan

kelompok tersebut inilah penyebab utama nilai yang diproleh para siswa

kurang begitu baik. Setelah diberikan test awal dan hasilnya sudah kita

evaluasi maka peneliti membimbing semua kelompok yang terdiri 5

kelompok kerja siswa. Kemampuan peneliti dalam memotivasi siswa

(29)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 23 dinilai baik karena siswa dapat bertukar informasi dengan siswanya sendiri demgan membuat magnet sederhana secara praktikum berkelompok.

Siklus 2

Pada siklus kedua ini peneliti memulai dengan langkah-langkah penelitian yaitu dengan cara membuat model atom sedarhana mulai dari langkah awal mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan praktikum sampai dengan mengamati siswa secara langsung dalam melakukan praktikum secara berkelompok. Siswa sangat antusias melaksanakan praktikum dengan baik mulai dari memilih bola pimpong yang akan di buat model atom, kemudian merangkainya dengan pipet atau sedotan plastik secara sistematis seperti yang ada pada gambar. Alat di rangkai sedemikian rupa dan menentukan jenis atom masing- masing.

Setiap kelompok membuat rangkaian model molekul sminimal 2 model molekul dan maksimal 3 model molekul dan diberi waktu yang sama yaitu masing-masing 20 menit. Kemudian dari ketiga percobaan tersebut dibandingkan hasilnya manakah yang terbaik dari ketiga percobaan tersebut untuk dijadikan sebagai acuan dalam menarik kesimpulan ketika akan mendiskusikan dan mempersentasikan hasil yang di peroleh dari kelompoknya masing-masing. Disinilah para siswa terjadi interaksi antar kelompok sehingga kelas dalam suasana aktif dan ramai karena terjadi diskusi antar kelompok tersebut.

Dengan melakukan kegiatan tersebut siswa dapat menemukan idenya sendiri dari kelompok tersebut dan dapat mengkomunikasikan dengan teman-temanya sendiri. Ternyata setelah diberikan penelitian tindakan kelas dengan mebuat model atom sederhana dengan 3 percobaan yang mereka lakukan nilainya dapat meningkat seperti yang diperoleh pada test (siklus II) sehingga mencapai 67,38 %, terlihat terdapat kenaikan yang mencapai nilai 10,10%. Pembelajaran dengan praktek secara langsung dengan eksperimen per- kelompok di dalam laboratorium IPA dapat memberikan kesan belajar pada diri siswa yang mendalam, serta perhatian siswa dapat dipusatkan pada materi yang diberikan. Selain itu, guru dapat menambahkan informasi yang belum diketahui siswa serta mengajak diskusi agar wawasan siswa akan materi yang dipaparkan oleh guru dapat diingat lebih lama oleh siswa.

Dari kriteria yang ada pada kurikulum pendidikan dasar dan

menengah keberhasilan siswa dalam belajar jika nilainya lebih dari 72

secara individual dan minimal 75% secara klasikal sehingga penelitian

(30)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 24

tindakan kelas semacam ini dapat dilaksanakan secara terus menerus untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Sedangkan untuk kelas VIII- 4 secara individual 72 untuk KKM/Kriteria Ketuntasan Minimal nilai yang harus diperoleh oleh setiap siswa. Dan 75 % dari jumlah siswa di dalam kelas harus mencapai nilai tersebut, jika tidak mencapai 75%

maka harus di adakan remedial test/ ulangan perbaikan dari test awal.

Siklus 3

Berdasarkan hasil pada siklus I dan siklus II, maka dalam siklus ketiga tersebut ini peneliti merefleksi hasil yang diperoleh para siswa yang belum mencapai 72 dan mencari apakah kendala yang dihadapi oleh para siswa dalam menjawab soal atau pertanyaan pada test dalam siklus kedua. Dan peneliti berusaha untuk meningkatkan kretivitas para siswa agar lebih aktif dan mempunyai keberanian dalam mempersentasikan hasil praktikum yang mereka lakukan untuk menyampaikan pendapatnya supaya ditanggapi oleh kelompok lain.

Siklus ke III dimulai oleh seluruh siswa bekerja sama dalam kelopoknya untuk menggunakan lembar kerja siswa yang harus diselesaikan selama kerja kelompok dengan menghasilkan 3 langkah percobaan yaitu memilih dan menentukan bola pimpong yang akan dijadikan sebagai salah satu atom, yang kedua mereka menyelesaikan tugasnya dengan membuat dan merangkai bola pimpong dengan alat pipet atau sedotan plastik , dan yang ketiga membuat dan merangkai atau menyambungkan beberapa bola pimpong menjadi rangkaian molekul yang sederhana . Setelah ketiga percobaan tersebut selesai dilaksanakan maka setiap kelompok berdiskusi dan presentasi dari hasil mereka masing-masing untuk dapat disimpulkan model atom sederhana, sedangkan peneliti meluruskan hasil diskusi dan presntasi yang telah dilakukan oleh berbagai kelompok tersebut.

Ternyata dari beberapa pendapat para ahli memang benar setelah diterapkan dan dicoba di lapangan bahwa dengan metode eksperimen secara langsung perkelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan dapat meningkatkan siswa lebih kreatif dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh siswa secara langsung di dalam laboratorium IPA untuk mendapatkan konsep-konsep IPA yang lebih kongkrit dan benar serta data secara akurat.

Kelebihan dari metode eksperimen adalah akan mningkatkan

daya nalar siswa dalam berpikir, mengamati, mencatat, menghitung dan

mencoba serta menyimpulkan apa yang diperoleh dalam

(31)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 25 pengamatannya, sehingga data yang didapat lebih akurat dan nyata baik pengamatan dengan indera dan praktek langsung oleh berbagai kelompok. Kelemahan dari eksperimen ini adalah sebelum kegiatan dilaksanakan penelitian harus menyiapkan alat-alat peraga ataupun bahan-bahan yang akan digunakan dalam kegiatan eksperimen. Dengan demikian memerlukan waktu khusus untuk menguji terlebih dahulu kelayakan alat maupun bahan agar dalam proses percobaan sedikit ditemukan kesalahan baik dalam pengukuran maupun ketelitian alat ukur yang digunakan, serta hasil yang diperoleh dalam kelompok tersebut untuk di presentasikan dan di simpulkan bersama.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan metode eksperimen perkelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa SMP Negeri 9 kelas VIII-4 Balikpapan Kalimantan Timur. Dalam upaya peningkatan prestasi belajar siswa dengan membuat magnet sederhana. Dari ketuntasan 72% meningkat hingga 83,38%. Dengan perbedaan persentase yang signifikan yaitu 16 %. Oleh sebab itu metode tersebut dapat dilaksanakan setiap saat sehingga dapat memacu dan memberikan motivasi kepada siswa sehingga prestasi belajar siswa bisa menjadi lebih baik seperti yang kita harapkan. Dan pada akhirnya para siswa dapat mencapai kepuasan tersendiri dalam pembelajaran IPA/Kimia di sekolah, yang tadinya merupakan pelajaran yang terkadang membosankan setelah mereka melakukan kegiatan praktek yang melibatkan setiap siswa maka para siswa akan menjadi senang dan terus ingin mencoba membuat alat-alat peraga IPA sederhana dengan ciptaan dan buatannya sendiri dari hasil praktek yang mereka kerjakan bersama menurut kelompoknya masing-masing. Dan ketika mepresentasikan hasil praktek mereka, maka mereka saling memertahankan hasilnya sesuai dengan kelompoknya.

KESIMPULAN

Dengan membuat alat peraga membuat magnet sederhana melalui metode eksperimen secara langsung perkelompok maka dapat : 1. Meningkatkan prestasi belajar siswa yang signifikan yang dapat

mencapai kenaikan 16 %.

2. Mencapai dan memenuhi kriteria ketuntasan belajar minimal yang

melebihi rata-rata diatas 72% secara klasikal.

(32)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 26

3. Memberikan motivasi kepada siswa dalam menggunakan alat peraga IPA secara ekperimen dalam pengamatan, pencatatan data secara konkrit dan benar, dalam membuat magnet sederhana.

SARAN

1. Dalam proses pembelajaran IPA Guru sebaiknya mengajak siswa membuat alat peraga IPA sederhana yang dapat membantu memudahkan dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas maupun di dalam laboratorium IPA.

2. Perlunya dukungan dari Dinas pendidikan mengadakan alat-alat praktek untuk sekolah-sekolah secara merata sampai ke daerah terpencil sebagai upaya dan sarana meningkatkan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar IPA.

3. Perlunya dukungan orang tua / wali murid agar memberikan motivasi kepada anaknya supaya mengembangkan minat baca pada buku-buku yang bersifat ilmu pengetahuan yang selain motivasi dari para guru di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Kertiasa, Nyoman, 1979, Naskah Petunjuk Pengelolaan IPA, Direktorat PMD Dirjen PDM Dekdikbud, Jakarta.

Amin, P.M. 1980, Pengelolaan Laboratorium FISIKA, FKIE, IKIP,Yogyakarta.

Muryono, Sigit, 1993, Pengembangan Bahan GBPP Bahan Belajar IPA dan Matematika, Dekdikbud, Jakarta.

H.M. Lubis, 1995, Pengelolaan Laboratorium IPA, Dekdikbud, Jakarta.

Hadiat, 1998, Pengelolaan Laboratorium IPA, Dekdikbud, Jakarta.

I Made Putrawan, 1988, Pengelolaan Laboratorium IPA, FMIPA IKIP

Jakarta, Jakarta.

(33)

( BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ) 27 UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA

KELAS VIII MENGGUNAKAN METODE

COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION

Retno Susilowati

Guru Bahasa Inggris SMP Negeri 3 Balikpapan Abstract

The goal of this Action Classroom Research is : to improve the students speaking skill by Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC) Method. The Research located in VII A first year Class, SMP N 3 Balikpapan. . The time of Reserch spent 3 months. The method of data analysis uses qualitative and quantitative descriptive.

Based on the result of the Research, it is concluded that CIRC Method in reading Learning English can motivate the students to be active in Reading English and give the opotunity to the students to express their idea in the situation given, so their skill in reading can be improved.

Keyword: Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) Learning Method.

PENDAHULUAN

Hasil belajar Bahasa Inggris di kelas VIII C rata-rata siswa adalah 60, hal ini mengindikasikan belum tercapainya nilai Kriteria Ketuntasan Minimal / KKM yang disepakati oleh Musyswarah Guru Mata Pelajaran / MGMP Bahasa Inggris di SMP Negeri 3 Balikpapan sebesar 75. Berdasarkan hal tersebut penulis mengganggap perlu mengadakan Penelitian Tindakan Kelas di dalam kelas VIII C dengan Judul “ Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Kelas VIII C SMP Negeri 3 Balikpapan dengan Metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) Semester Ganjil Tahun Pembelajaran 2011 / 2012”.

Kondisi didalam kelas VIII C tersebut tidak jauh berbeda antara

kemampuan siswa yang satu dibandingkan dengan siswa yang lainnya

sehingga dapat diambil sebagai sampel dalam Penelitian Tindakan

Gambar

Gambar 2. Siklus RO RL RP RD RC RA dan OLPDCA
Gambar 3. Siklus RO RL RP RD RC RA
Tabel 1. Data Guru dan Siswa
Tabel 1. Indikator Keberhasilan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data dari Disperindagtamben, Pryangan Bakery merupakan industri roti dengan kapasitas produksinya termasuk yang besar dibandingkan industri roti sejenis di Kota

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan penelitian tindakan kelas atau classroom action research yakni melalui landasan teoritik, teori

Bagaimana profil pasien tumor ganas kulit berdasarkan jenis tumor, jenis kelamin, usia, pekerjaan, distribusi lokasi lesi, dan faktor pencetus di Poliklinik

bahwa untuk operasionalisasi pendayagunaan sarana dan prasarana penunjang peningkatan kualitas produksi dan pelayanan terhadap pelaku usaha kecil menengah sebagaimana

Tanggap Darurat Krisis Kesehatan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan segera pada saat kejadian akibat bencana untuk menangani dampak kesehatan yang ditimbulkan,

Dari nilai absolute parameter teknik sebagai pedoman utama dan interaksi diantara parameter teknik maka dapat ditentukan parameter mana yang menjadi prioritas untuk

Dari hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dengan menerapkan Metode Latihan Soal Terbimbing dalam pembelajaran Matematika pada siswa kelas VII-1

Diharapkan bagi para guru dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, sebaiknya untuk mengajak para siswa untuk melakukan pembelajaran secara kooperatif