• Tidak ada hasil yang ditemukan

KELAS VIII MENGGUNAKAN METODE

HASIL PENELITIAN

142

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 2 Balikpapan pada semester ganjil Tahun Pembelajaran. Kelas Akuntansi terdiri 4 kelas, sedangkan sebagai subyek penelitian adalah kelas X Akuntansi 4.

Berdasarkan dari hasil penelitian diperoleh nilai dari siklus 1 sampai dengan siklus 3 yang berbeda-beda hasilnya yaitu sebagai berikut : pada siklus 1 memperoleh nilai rata-rata sebesar 53,03 dan pada siklus ke dua terdapat kenaikan prestasi sehingga nilai rata-rata menjadi 65,45 maka terdapat kenaikan prestasi belajar yaitu 12,42%.

Sedangkan pada siklus ke 3 atau siklus terakhir nilai rata-rata yang di peroleh oleh siswa adalah 91,82% maka dari siklus 2 ke siklus 3 terdapat kenaikan 26,37 % dari data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif di kelas X Akuntansi 4 mengalami kenaikan yang signifikan sehingga penelitian tindakan kelas ini juga dapat di gunakan untuk penelitian oleh guru yang lain dalam melakukan dan melaksanakan pembelajaran di dalam kelas untuk meningkatkan kwalitas pembelajaran. Analisa data dilakukan dengan cara membedakan antara persentase pada data siklus I dengan presentase pada data siklus II dan siklus III dalam presentase. Ketuntasan belajar baik secara individual maupun klasikal. Terhadap hasil test awal siklus I test siklus II dan test akhir siklus III perolehan siswa setelah diberikan tindakan kelas.

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang digunakan adalah dengan membandingkan data yang diperoleh siswa pada test awal (siklus I, test siklus II ) dan test akhir (siklus III) setelah diberikan tindakan kelas dengan metode pembelajaran melalui model kooperatif per kelompok. Maka prestasinya dapat meningkat menjadi lebih baik.

Berdasarkan dari hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan ternyata ada perbedaan yang nyata dan dapat disimpulkan bahwa, peningkatan prestasi belajar fisika siswa dengan metode pembelajaran kooperatif pada Kompetensi Dasar Rotasi Bumi Elektron di SMK Negeri 2 Balikpapan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dengan hasil yang cukup baik.

Siklus 1

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)143 Dalam siklus 1 ini seluruh siswa diberikan test awal maka diperoleh data test awal siklus 1 dengan presntase 53,03 % walaupun ada siswa yang mendapat nilai tuntas tetapi hanya satu orang. Dalam siklus ini siswa belum banyak memperoleh informasi secara menyeluruh dan kongkrit serta lengkap karena siswa belum menerapkan belajar sebara kooperatif/kelompok dalam pemecahan masalah. Hal ini terbukti bahwa data test awal (siklus I) diperoleh persentase 53,03 % walaupun ada beberapa siswa yang menjawab secara kebetulan tinggi nilainya namun persentasenya sangat kecil. Inilah penyebab utama bagi siswa pada test awal karena para siswa belum banyak membaca buku dan belum memperoleh informasi dari teman-teman sekelompoknya sehingga dalam hal ini peneliti banyak memotivasi seluruh siswa dengan baik dan para siswa dapat memperoleh informasi dari kelomp[ok mereka sendiri maupun dari kelompok yang lain.

Siklus 2

Ternyata setelah diberikan penelitian tindakan kelas pada siklus II nilainya dapat meningkat seperti yang diperoleh para siswa terdapat kenaikan presentase dari 53,03 % naik menjadi 65,45% terdapat kenaikan presentase pada siklus II sebesar 12,42%. Pada siklus II ini peneliti memulai membelajarkan anak atau peserta didik dengan membagi menjadi 5 kelompok dengan mennggunakan Model Kooperatif pada Kompetensi Dasar Konfigurasi Elektron sehingga Pembelajaran dengan model kooperatif perkelompok di dalam laboratorium IPA dapat memberikan kesan belajar pada diri siswa yang mendalam, serta perhatian siswa dapat dipusatkan pada materi yang diberikan. Selain itu, guru dapat menambahkan informasi yang belum diketahui siswa serta mengajak diskusi agar wawasan siswa akan materi yang dipaparkan oleh guru dapat diingat lebih lama oleh siswa. Dari kriteria yang ada pada kurikulum pendidikan dasar dan menengah keberhasilan siswa dalam belajar jika nilainya lebih dari 75 secara individual dan minimal 75% secara klasikal nilainya dapat tercapai, sehingga penelitian tindakan kelas semacam ini dapat dilaksanakan secara terus menerus untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.

Sedangkan untuk kelas RSBI/Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional secara individual 75 untuk KKM/Kriteria Ketuntasan Minimal nilai yang harus diperoleh oleh setiap siswa. Dan 85 % dari jumlah siswa di dalam kelas harus mencapai nilai tersebut, jika tidak mencapai 75 maka harus di adakan remedial test/ ulangan perbaikan dari

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 144

test awal. Karena pada siklus II ini para siswa belum mencapai ketuntasan belajarnya maka perlu diadakan refleksi untuk tahap berikutnya dimana kekurangan nilai atau hasil yang diperoleh para siswa belum mencapai rata-rata 75 dari Standart Minimal yang telah di tentukan dan di targetkan oleh pihak sekolah bagi kelas RSBI / Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional di SMK Negeri 2 Balikpapan. Dengan demikian untuk tahapan berikutnya peneliti perlu melihat kembali ketidakberhasilan para siswa terletak dimana sehingga peneliti bisa meperbaiki langkah berikutnya agar nilai yang dicapai dan di peroleh seluruh siswa dapat meningkat dengan baik seperti apa yang kita harapkan bersama dalam peningkatan kwalitas pembelajaran.

Siklus 3

Dengan melihat dari hasil pada siklus 1 dan siklus 2, maka pada siklus ke 3 ini merefleksi hasil yang di peroleh para siswa yang nilainya belum mencapai 75 dan mencari apakah kendala yang dihadapi oleh para siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di dalam kelas terutama dalam menjawab soal test awal siklus 1 dan test akhir pada siklus 2.

Disinilah peneliti berusaha untuk meningkatkan prestasi siswa agar lebih aktif dalam mengikuti seluruh rangkaian proses pembelajaran di dalam kelas secara berkelompok dalam memecahkan masalah yang di hadapi dari beberapa kelompok yang berbeda-beda. Ternyata dari beberapa pendapat para ahli memang benar setelah diterapkan dan dicoba di lapangan bahwa dengan metode kooperatif perkelompok, ternyata dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan dapat meningkatkan siswa lebih kreatif dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh siswa secara langsung di dalam laboratorium IPA untuk mendapatkan konsep-konsep IPA yang lebih kongkrit dan benar serta data yang akurat.

Kelebihan dari model kooperatif adalah dapat meningkatkan daya nalar siswa dalam berpikir, mengamati, mencatat, menghitung dan mencoba serta menyimpulkan apa yang diperoleh dalam pengamatannya, sehingga data yang didapat lebih akurat dan nyata melalui pengamatan mereka sendiri. Kelemahan dari model kooperatif ini adalah sebelum kegiatan dilaksanakan penelitian harus menyiapkan alat-alat peraga ataupun bahan-bahan yang akan digunakan dalam kegiatan termasuk di dalamnya membagi siswa perkelompok dan sebagainya.

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)145 Dengan demikian memerlukan waktu khusus untuk menguji terlebih dahulu kelayakan alat maupun bahan agar dalam proses pembelajaran secara kooperatif sedikit ditemukan kesalahan baik dalam diskusi, presentasi pengukuran maupun ketelitian alat ukur yang digunakan, serta hasil yang diperoleh dalam kelompok tersebut untuk di presentasikan dan di simpulkan bersama. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan model kooperatif perkelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa SMK Negeri 2 Balikpapan-Kalimantan Timur.

Dengan perbedaan persentase yang signifikan yaitu pada siklus ke 2 diperoleh nilai rata-rata siswa sebasar 65,45 dan pada siklus ke 3 terdapat kenaikan nilai yang cuykup bagus yaitu naik menjadi 91, 82 , maka pada siklus 3 ini terdapat kenaikan nilai yang di peroleh para siswa yaitu 26,37 % dan rata-rata nilai dari seluruh siswa mencapai ketuntasan baik secara Individual maupun secara Klasikal di dalam kelas tersebut.

Oleh sebab itu metode tersebut dapat dilaksanakan setiap saat sehingga dapat memacu dan memberikan motivasi kepada siswa sehingga prestasi belajar siswa bisa menjadi lebih baik seperti yang kita harapkan. Dan pada akhirnya para siswa dapat mencapai kepuasan tersendiri dalam pembelajaran IPA di sekolah, yang tadinya merupakan pelajaran yang terkadang membosankan setelah mereka melakukan kegiatan diskusi, presentasi, menentukan hasil sementara yang melibatkan setiap siswa maka para siswa akan menjadi senang dan terus ingin mencoba menemukan berbagai masalah yang di hadapi yang mereka kerjakan bersama menurut kelompoknya masing-masing.

Dan ketika mempresentasikan hasil diskusi mereka, maka mereka saling mempertahankan hasilnya sesuai dengan kelompoknya demi mencapai kesepakatan bersama untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, dan hasilnya menjadi keputusan berasama yang dapat dijadikan materi pembelajaran yang bermakna dan berkwalitas bagi majunya pendidikan demi keberhasilan di masa mendatang bagi generasi penerus perjuangan bangsa dan negara kita yaitu Indonesia pada umumnya.

Maka dengan metode pembelajaran Kooperatif Learning ini guru dapat melakukan Penelitian Tindakan Kelas untuk menerapakan dan melakukan ketika pembelajaran di dalam kelas berlangsung oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan sesuai dengan bidang keahliannya masingimasing yang terdapat di SMK Negeri 2 Balikpapan.

KESIMPULAN

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 146

Berdasarkan hasil Penelitian dan Pembahasan, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatatan prestasi belajar dan perbedaan prestasi belajar yang terdapat pada siklus, siklus 2 dan siklus ke 3 untuk mata pelajaran IPA dengan model Pembelajan Kooperatif di SMK Negeri 2 Balikpapan Kelas X Akuntansi 4 Semester Ganjil tahun Pembelajaran 2012 / 2013.

SARAN

Dengan adanya model pembelajaran Kooperatif maka dapat memberikan masukan kepada para guru untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas serta dapat dipakai sebagai acuan dalam melaksanakan pembelajaran di dalam maupun diluar kelas. Bagi siswa agar dapat bekerjasama dengan teman-teman sejawat di dalam lingkungan kelas atau lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat supaya dapat menambah rasa percaya diri dalam berkomunikasi maupun bersosialisasi dalam bidang akademik khusunya mata pelajaran IPA. Bagi guru dengan model pembelajaran secara Kooperatif setidaknya guru mempunyai wawasan baru dalam mengembangkan dan memotivasi siswanya dalam pembelajaran sehingga pembelajaran IPA dapat lebih menyenangkan bagi seluruh siswa. Bagi sekolah sebaiknya para guru melakukan dan menerapkan pembelajaran dengan model kooperatif khususnya mata pelajaran IPA sehingga diperoleh Pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Edukatif, Menyenangkan, Gembira dan Berbobot (PAIKEM GEMBROT).

DAFTAR PUSTAKA

Trianto, 2007, Model - model Pembelajaran inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta : Prestasi Pustaka.

Ismail, 2002, Model-model Pembelajaran, Makalah disajikan dalam Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi, Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Jakarta.

Kunandar, 2007, Guru Profesional Implementasi Kurikulum KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, Jakarta : Rajawali Pers.

Slameto, 2000, Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya, Jakarta : Rineka Cipta.

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)147 Sukidin, B asrowi dan Susanto, 2002, Manajemen Penelitian Tindakan

Kelas, Jakarta : Insan Cita.

Amin, 1980, Pembelajaran dengan Metode Kooperatif, IKIP Yogyakarta.

Muryono, Sigit, 1993, Pengembangan Bahan Belajar dan Prestasi Belajar IPA dan Matematika, Depdikbud, Jakarta.

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 148

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)149 PENINGKATAN PEMBELAJARAN BERBICARA

MELALUI PENDEKATAN TERPADU