KELAS VIII MENGGUNAKAN METODE
KAJIAN PUSTAKA Hakikat Kemampuan
Kemampuan dapat didefinisikan kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan yang merupakan daya kekuatan untuk melakukan suatu perbuatan (Chaplin, 1997:34). Kemampuan biasa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek (Robbins, 2000:46). Karakteristik soal-soal IPA-Fisika yang dapat mempengaruhi tingkat kesulitannya, menurut Maloney (1992:
342) adalah: konteks, kejelasan petunjuk, jumlah informasi yang diberikan, kejelasan pertanyaan, jumlah cara / alternatif pemecahan yang dapat digunakan, dan beban ingatan. Dalam memecahkan soal IPA-Fisika seringkali diperlukan perhitungan-perhitungan matematis sebagai
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 44
konsekuensi penggunaan rumus-rumus IPA-Fisika. Hal ini bagi sebagian besar siswa akan menimbulkan kesulitan tersendiri.
Pemecahan soal merupakan salah satu bagian penting dalam pembelajaran IPA-Fisika sebab bukan saja merupakan aspek penerapan konsep-konsep dan pengetahuan IPA-Fisika yang telah diperoleh melalui proses belajar akan tetapi juga merupakan proses memperoleh pengetahuan baru. Kemampuan pemecahan soal-soal IPA-Fisika, menurut Reif (1994: 17) memerlukan kemampuan-kemampuan dasar sebagai prasyarat utama, yakni kemampuan menginterpretasi konsep-konsep dan prinsip-prinsip IPA-Fisika secara tepat, kemampuan mendeskripsikan serta mengorganisasi pengetahuan IPA-Fisika secara efektif.
Materi Getaran dan Gelombang
Materi getaran dan gelombang termasuk dalam Standar Kompetensi: 6. Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang dan optika dalam produk teknologi sehari-hari. Kompetensi Dasarnya:
6.1 Mendeskripsikan konsep getaran dan gelombang serta parameter-parameternya. Indikator pencapaian kompetensinya meliputi: a) Mengidentifikasi getaran pada kehidupan sehari-hari; b) Mengukur perioda dan frekuensi suatu getaran; c) Membedakan karakteristik gelombang longitudinal dan gelombang transversal; dan d) Mendeskripsikan hubungan antara kecepatan rambat gelombang, frekuensi dan panjang gelombang.
Model Pembelajaran Probing-Prompting
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorgannisaikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas mengajar (Syaiful Sagala, 2005). Sedangkan menurut Joyce dan Well (2000:13) menjelaskan secara luas bahwwa model pembelajaran merupakan deskripsi dari lingkungan belajara yang menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus, rancangan unit pembelajaran, perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran, program multimedia dan bantuan belajar melalaui program komputer.
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 45 Berdasarkan penelitian yang dilakukan Priatna (Sudarti, 2008) menyimpulkan bahwa proses probing dapat mengaktifkan siswa dalam belajar yang penuh tantangan, membutuhkan konsentrasi dan keaktifan sehingga aktivitas komunikasi matematika cukup tinggi. Selanjutnya, perhatian siswa terhadap pembelajaran yang sedang dipelajari cenderung lebih terjaga karena siswa selalu mempersiapkan jawaban sebab mereka harus siap jika tiba-tiba ditunjuk oleh guru. Hal yang sama diungkapkan oleh Suherman (2001) bahwa dengan menggunakan metode tanya jawab siswa menjadi lebih aktif daripada belajar mengajar dengan metode ekspositori.
Terdapat dua aktivitas siswa yang saling berhubungan dalam pembelajaran probing prompting, yaitu aktivitas siswa yang meliputi aktivitas berpikir dan aktivitas fisik yang berusaha membangun pengetahuannya, serta aktivitas guru yang berusaha membimbing siswa dengan menggunakan sejumlah pertanyaan yang memerlukan pemikiran tingkat rendah sampai pemikiran tingkat tinggi (Suherman, 2001:55).
Langkah-langkah pembelajaran probing prompting dijabarkan melalui tujuh tahapan teknik probing (Sudarti, 2008:14) yang dikembangkan dengan prompting adalah sebagai berikut:
1) Guru menghadapkan siswa pada situasi baru, misalkan dengan memperhatikan gambar, rumus, atau situasi lainnya yang mengandung permasalahan.
2) Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam merumuskannya.
3) Guru mengajukan persoalan kepada siswa yang sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus atau indikator kepada seluruh siswa.
4) Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam merumuskannya.
5) Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan.
6) Jika jawabannya tepat maka guru meminta tanggapan kepada siswa lain tentang jawaban tersebut untuk meyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Namun jika siswa tersebut mengalami kemacetan jawab dalam hal ini jawaban yang diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau diam, maka guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain yang jawabannya merupakan petunjuk jalan penyelesaian jawab. Lalu dilanjutkan dengan pertanyaan yang menuntut siswa berpikir pada tingkat yang
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 46
lebih tinggi, sampai dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan kompetensi dasar atau indikator. Pertanyaan yang dilakukan pada langkah keenam ini sebaiknya diajukan pada beberapa siswa yang berbeda agar seluruh siswa terlibat dalam seluruh kegiatan probing prompting.
7) Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk lebih menekankan bahwa tujuan pembelajaran khusus/indikator tersebut benar-benar telah dipahami oleh seluruh siswa.
Kelebihan dari model pembelajaran probing-prompting diantaranya:
a. Mendorong siswa berfikir aktif.
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas sehingga guru dapat menjelaskan kembali.
c. Perbedaan pendapat antara siswa dapat dikompromikan atau diarahkan pada suatu diskusi.
d. Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa, sekalipun ketika itu siswa sedang ribut, yang mengantuk kembali tegar dan hilang ngantuknya.
e. Mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan mengemukakan pendapat.
Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran ini diantaranya:
a. Siswa merasa takut, apalagi guru kurang dapat mendorong siswa untuk berani dengan menciptakan suasana yang tidak tegang melainkan akrab.
b. Tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkat berfikir dan mudah dipahami siswa.
c. Waktu sering banyak terbuang apabila siswa tidak dapat menjawab pertanyaan sampai dua, atau tiga orang.
d. Jumlah siswa yang banyak tidak mungkin cukup waktu untuk memberikan pertanyaan kepada setiap siswa.
Kerangka Berpikir
Kemampuan menyelesaikan soal-soal IPA-Fisika merupakan salah satu kemampuan yang harus dikuasai siswa dalam pembelajaran IPA-Fisika berdasarkan amanat Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP). Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa gaya mengajar Guru selama ini cenderung hanya menjelaskan materi, memberikan contoh soal dan memberi latihan dengan cara yang monoton. Guru
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 47 hanya mentransfer sejumlah pengetahuan dan siswa sebagai penerima pengetahuan yang bersikap pasif dalam pembelajaran. Keaktifan dan minat belajarnya menjadi rendah.
Dalam pemilihan model pembelajaran, guru hendaknya lebih selektif, sebab pemilihan strategi pembelajaran yang tidak tepat justru menghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Dalam model pembelajaran probing prompting, guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berfikir yang mengkaitkan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa mengkonstruksikan konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara sebagai bentuk dugaan sampai dapat dibuktikan melalui hasil penelitian. Hipotesia tindakan dalam penelitian ini adalah: "Jika pembelajaran IPA-Fisika materi getaran dan gelombang siswa kelas VIII-3 SMP Negeri 5 Balikpapan dilaksanakan melalui penerapan model pembelajaran probing-prompting, maka kemampuan menyelesaikan soal siswa akan meningkat.”
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 5 Balikpapan kelas VIII-3, Jalan Marsma R. Iswahyudi No. 07 Telp. 0542 -764142 Balikpapan. Lokasi tersebut dipilih dengan alasan merupakan tempat peneliti selama ini mengabdikan diri sebagai Guru yang bertanggung jawab untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam kegiatan belajar mengajar, khususnya pada mata pelajaran IPA-Fisika.
Subjek penelitian tindakan ini adalah siswa kelas VIII-3 SMP Negeri 5 Balikpapan yang berjumlah 40 siswa. Penelitian ini dilaksanakan pada semester 2 2011-2012 bulan April sampai dengan bulan Juni 2012. Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 (dua) siklus yang masing-masing siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Pelaksanaan dilakukan dengan mengadakan pembelajaran yang dalam satu siklus ada dua kali tatap muka. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang dicapai, seperti yang telah didesain.
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 48
Sebelum memasuki siklus penelitian tindakan kelas, peneliti mengadakan studi pendahuluan untuk mengamati kinerja dan kemampuan menyelesaikan soal-soal IPA-Fisika pada siswa kelas VIII-3 SMP Negeri 5 Balikpapan melalui metode ceramah, latihan soal, dan pemberian tugas. Hasil studi pendahuluan tersebut akan dipergunakan sebagi pijakan awal untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ditemukan selama pembelajaran berlangsung.
Siklus I
Kegiatan ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Merencanakan pembelajaran melalui RPP dengan penerapan probing-prompting, 2) Menentukan materi, 3) Mengembangkan skenario pembelajaran, 4) Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS), 5) Menyiapkan sumber belajar dan media, 6) Menyusun soal-soal tes dan pedoman penyekoran, dan 7) Menyusun instrumen observasi dan penyekorannya.
Tindakan yang dilakukan adalah dengan memperbaiki tindakan pada tahap pra penelitian sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah disempurnakan berdasarkan hasil refleksi pra penelitian dan memantau proses peningkatan kemampuan menyelesaikan soal-soal IPA-Fisika dalam materi getaran dan gelombang. Observasi dilakukan dengan mengamati keaktifan dan minat belajar siswa serta kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran selama kegiatan pembelajaran siklus I berlangsung. Menganalisis hasil tes dan pengamatan untuk memperoleh gambaran tentang dampak dari tindakan yang dilakukan, hal-hal yang perlu diperbaiki dan yang harus menjadi perhatian agar diperoleh hasil yang maksimal.
Siklus II
Kegiatan ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Merencanakan pembelajaran (menyusun RPP) dengan model pembelajaran probing-prompting sebagai bentuk perbaikan, 2) Menetapkan materi, 3) Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS), 4) Menyiapkan sumber belajar dan media, 5) Menyusun soal-soal tes dan pedoman penyekoran, dan 6) Menyusun instrumen observasi dan penyekorannya.
Tindakan yang dilakukan adalah dengan memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ditemukan pada siklus I sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disempurnakan
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 49 berdasarkan hasil refleksi pada siklus I dan memantau proses peningkatan kemampuan menyelesaikan soal-soal IPA-Fisika.
Observasi dilakukan dengan mengamati keaktifan dan minat belajar siswa serta kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran selama kegiatan pembelajaran siklus II berlangsung. Hasil analisis data dari siklus II ini digunakan sebagai acuan untuk menentukan tingkat ketercapaian tujuan yang dilakukan guru dalam meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal-soal IPA-Fisika materi getaran dan gelombang dengan model pembelajaran probing-prompting siswa kelas VIII-3.
Instrumen Penelitian
Instumen tes disini adalah berupa soal yang harus dikerjakan siswa pada akhir kegiatan pembelajaran. Instrumen nontes berupa lembar observasi siswa dan guru untuk mengetahui aktifitas siswa dan guru melalui pengamatan. Observasi dilakukan selama siswa mengikuti proses pembelajaran pada tiap siklus. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik tes dan nontes. Tahapan yang terdapat pada analisis interaktif menurut Iskandar (2008: 222) yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Dalam penelitian ini, data akan dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif. Data Kuantitatif meliputi Prosentase ketuntasan belajar siswa, Siswa secara individual dianggap menguasai kemampuan menyelesaikan soal-soal IPA-Fisika jika telah mendapat nilai ≥70 (tuntas belajar). Suatu kelas dinyatakan tuntas belajar jika 85% dari keseluruhan jumlah siswa tuntas belajar secara individu. Perhitungannya:
Prosentase Ketuntasan Klasikal = jumlah siswa yang tuntas jumlah siswa seluruhnyax 100
Nilai Rata-Rata Kelas = jumlah total nilai jumlah siswa
Data kualitatif yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisa dan direduksi. Reduksi data yang diperoleh dari hasil observasi ditulis dalam bentuk rekaman data, dikumpulkan, dirangkum, dan dipilih hal-hal yang pokok, kemudian dicari polanya dan disusun lebih sistematis, ditonjolkan pokok-pokok yang penting sehingga lebih tajam hasil pengamatan dalam penelitian ini, juga mempermudah peneliti untuk
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 50
mencatat kembali data yang diperoleh bila diperlukan yang dirumuskan sebagaimana Tabel 1.
70% Dihitung berdasarkan hasil skor rata-rata observasi keaktifan belajar siswa pada tiap siklus dan diprosentasekan.
2 Prosentase skor rata-rata aspek minat belajar siswa
70% Dihitung berdasarkan hasil skor rata-rata observasi minat belajar siswa pada tiap siklus dan diprosentasekan.
3 Prosentase siswa yang memiliki kemampuan menyelesaikan soal-soal IPA-Fisika
85% Dihitung berdasarkan jumlah siswa yang mendapatkan skor hasil belajar IPA-Fisika 70 pada tiap siklus dan diprosentasekan.
Jika ketiga indikator keberhasilan di atas telah tercapai secara kumulatif, maka penelitian tindakan kelas ini dinyatakan berhasil dan dihentikan. Akan tetapi jika ketiga indikator keberhasilan di atas belum tercapai secara kumulatif, maka penelitian tindakan kelas akan dilanjutkan pada siklus berikutnya.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kegiatan pemecahan soal-soal IPA-Fisika secara kelompok melalui model pembelajaran probing-prompting tersebut dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus, masing-masing siklus 2 (dua) kali pertemuan. Pada siklus I, keaktifan dan minat siswa belum begitu tampak. Kemampuan bertanya, menanggapi, dan mengajukan pendapat siswa belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Kemampuan pemecahan masalah siswa juga belum maksimal. Berdasarkan hasil tindakan dan observasi siklus I, indikator kinerja hanya terpenuhi 1 (satu) indikator dari 3 (tiga) indikator yang telah ditetapkan secara kumulatif, yaitu prosentase minat belajar yang mencapai 72.5%. Oleh karena itu, penelitian ini belum dinyatakan berhasil dan harus dilanjutkan pada siklus II.
Hasil penelitian siklus I dapat ditingkatkan kembali pada siklus II. Adanya motivasi dari guru berupa pemberian poster IPA-Fisika pada siswa yang aktif presentasi, menanggapi, bertanya dan berpendapat mampu memotivasi keaktifan dan minat belajar siswa. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Joni (1992:89) bahwa faktor-faktor
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 51 yang dapat mempengaruhi motivasi dan kemampuan siswa dalam belajar adalah adanya penghargaan yang diberikan oleh guru. Selain itu, guru juga mewajibkan setiap siswa menyumbangkan pemikirannya pada kelompok masing-masing sehingga kegiatan siswa terfokus pada kegiatan kelompok.
Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dengan menekankan pada pemberian kesempatan kepada siswa ini terbukti mampu meningkatkan keaktifan, minat, dan kemampuan menyelesaikan soal-soal IPA-Fisika pada siswa. Hasil tindakan dan observasi siklus II telah memenuhi 3 (tiga) indikator yang telah ditetapkan secara kumulatif.
Oleh karena itu, penelitian ini dinyatakan berhasil dan dihentikan pada siklus II. Hasil dari Siklus I, II, dan III disajikan dalam Tabel 2.
Peningkatan hasil tes dan observasi siswa pada tiap siklus terjadi karena model pembelajaran probing-prompting mendorong siswa lebih aktif berpikir, berani mengemukakan pendapat, dan siswa dituntut untuk mampu memecahkan masalah dalam soal-soal berdasarkan informasi dan pengetahuan yang mereka dapatkan. Probing-prompting juga melatih siswa dalam mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan mengemukakan pendapat kemudian siswa dapat mengaitkan konsep dasar yang sudah ada dengan konsep baru berdasarkan pemahamannya sendiri, siswa memiliki pemahaman yang lebih terhadap konsep yang dipelajari melalui model pembelajaran probing-prompting.
Tabel 2. Perbandingan Hasil Penelitian Antar Siklus
No Aspek Perbandingan Siklus I Siklus II Peningkatan 1 Nilai rata-rata Kelas 71.25 79.37 8.12 2 Prosentase Ketuntasan Belajar 70 87.5 17.5 3 Prosentase Ketidaktuntasan Belajar 30 12.5 -17.5 4 Prosentase Skor Keaktifan Belajar 62.5 77.5 15 5 Prosentase Skor Minat Belajar 72.5 82.5 10 6 Prosentase Skor Kinerja Guru 80.83 91.67 10.84
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat peningkatan antar siklus.
Peningkatan tersebut juga menggambarkan bahwa siswa sudah mulai paham dan antusias dalam mengikuti pelajaran, minat belajar siswa juga meningkat sehingga terwujudnya pribadi siswa dalam hal perhatian, ketertarikan, keaktifan, dan kepuasan setelah penerapan model
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 52
pembelajaran probing-promptingyang berdampak pada respon siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Nilai tes yang memuaskan dapat membantu siswa untuk memiliki kemauan yang tinggi dalam mengikuti semua tahapan dan proses pembelajaran dari awal hingga akhir pembelajaran. Selain itu penguasaan konsep terhadap materi pelajaran semakin baik karena dalam pelaksanaan siswa sudah mampu bekerjasama didalam kelompoknya baik dalam mengemukakan ide-ide maupun dalam berdiskusi pada saat pemecahan masalah.
Menurut Wijaya (2010), dalam penerapan model pembelajaran probing-prompting siswa dihadapkan pada suatu permasalahan yang membuat siswa mengembangkan pengetahuannya sendiri sehingga membuat siswa lebih memahami konsep dibandingkan siswa yang hanya menerima informasi dari guru. Kebiasaan belajar siswa yang menerima semua informasi dari guru menjadi belajar mandiri dan kelompok dengan mencari dan mengolah informasi sendiri tidak mudah untuk dirubah. Mengubah kebiasaan bukanlah suatu hal yang mudah, namun apabila terus dibiasakan maka model pembelajaran probing-prompting tentu dapat meningkatkan daya serap siswa.
Dengan terpenuhinya indikator keberhasilan pada siklus II, maka penelitian ini dinyatakan berhasil dan dihentikan pada siklus II.
Hipotesis penelitian ini yang menyatakan: "Jika pembelajaran IPA-Fisika materi getaran dan gelombang siswa kelas VIII-3 SMP Negeri 5 Balikpapan dilaksanakan melalui penerapan model pembelajaran probing-prompting, maka kemampuan menyelesaikan soal siswa akan meningkat” dapat dibuktikan kebenarannya.
KESIMPULAN
Penerapan model pembelajaran probing-prompting dalam penelitian ini terbukti mampu meninghkatkan kemampuan menyelesaikan soal-soal IPA-Fisika pada siswa. Nilai rata-rata kelas pada siklus I sebesar 71.25 dan pada siklus II menjadi 79.37 atau meningkat 8.12 poin. Prosentase ketuntasan belajar siswa pada siklus I sebesar 70% dan pada siklus II menjadi 87.5% atau meningkat sebesar 17.5%. Prosentase ketidaktuntasan belajar siswa pada siklus I sebesar 30% dan pada siklus II menjadi 12.5% atau mengalami penurunan sebesar 17.5%. Prosentase skor keaktifan siswa pada siklus I sebesar 62.5% dan pada siklus II menjadi 77.5%, atau meningkat sebesar 15%.
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 53 Prosentase skor minat siswa pada siklus I sebesar 72.5% dan pada siklus II menjadi 82.5%, atau meningkat sebesar 10%.
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim, M. 2009. Pembelajaran Kooperatif. Universitas Negeri Surabaya.
Irfan. 2010. Efektifitas Belajar Mengajar Biologi dengan Teknik Probing. http://physicsmaster.orgfree.Efektifitasbekajar-mengajar-biologi-dengan-teknik-probing. Com. Diakses pada tanggal 22 Februari 2011.
Iskandar. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta: Gaung Persada Press.
Joni, Raka. 1992. Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah Melalui Strategi Pembelajaran Aktif (Cara Belajar Siswa Aktif) dan Pembinaan Profesional Guru, Kepala Sekolah serta Pembina Lainnya, Jakarta: Rinehart and Wiston.
Joyce, B., Weill, M, 2000. Models of Teaching. Boston: Allyn and Bacon
Maloney, David. P. tt. Research on Problem Solving: Physics. Indiana University.
Reif, Frederick. 1994. Understanding and Teaching Important Scientific thought Processes. American Journal of Physics 44. (3), 212.
Robbins, Stephen P. 2007. Organizational Behavior. 11 th edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall, Inc.
Rosdiana. 2010. Penggunaan Teknik Probing Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Matematika Siswa SMP. Bandung:
Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung, tidak diterbitkan.
Rosnawati, H. 2008. Penggunaan Teknik Probing Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Siswa SMP. Bandung: Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung, tidak diterbitkan.
Sagala, Syaiful. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung:
Penerbit Alfabeta.
Sinaga, Anggiat M. dan Hadiati, Sri. 2001. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia.
Sudarti, T. 2008. Perbandingan Kemampuan Penalaran Adatif Siswa SMP Antara yang Memperoleh Pembelajaran Matematika Melalui
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 54
Teknik Probing dengan Metode Ekspositori. Bandung: Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung, tidak diterbitkan.
Suherman, dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: JICA UPI.
Suherman, E. 2008. Belajar dan Pembelajaran Matematika. Hand Out.
Bandung: tidak diterbitkan.
Tobing, Rangke L , Setia Adi, Hinduan, 1990, Model-Model mengajar Metodik Khusus Pendidikan Ilmu pengetahuan Alam Sekolah Dasar. Makalah Penataran Calon Penatar Dosen Pendidikan Guru SD (Program D-II).
Wijaya, M. 2010. Penerapan Pembelajaran Probing Prompting Untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir kritis Siswa pada Mata
Pelajaran Biologi.
http://jurnaljpi.files.wordpress.com/2009/09/vol-3-no-2-muchamadafcariono. pdf. Diakses pada tanggal 7 Januari 2011.
Wospakrik, Hans J. 1993. Dasar-dasar Matematika untuk Fisika.
Jakarta: Ditjen Dikti Depdikbud.
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 55 PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI SISWA KELAS XII PMS 1SMK NEGERI 2 BALIKPAPAN MELALUI