MULTIDIMENSIONAL SCALING: STRATEGI MEMASARKAN
DESTINASI PARIWISATA BALI
I Nyoman Sudiarta1, I Wayan Suardana2 dan Nyoman Ariana3 1,2
Program Studi Industri Perjalanan Wisata, Fakultas Pariwisata Universitas Udayana 3
Program Studi D4 Pariwisata, Fakultas Pariwisata Universitas Udayana. 1,2
Mahasiswa Program Doktor Pariwisata, Universitas Udayana-Bali sudiarta.nyoman@yahoo.co.id, suar.dana@yahoo.co.id,
ramabharga@gmail.com
Abstrak
Artikel ini merupakan bagian dari penelitian Hibah bersaing tahun 2014 dengan Judul “Kompetitif Posisioning: Strategi Mengembangkan Daya Tarik Wisata Bali Sebagai Destinasi Kreatif” (Aplikasi Analisis Multidimensional Scaling pada daya tarik wisata pada Kabupaten dan Kota di Bali). Bertujuan untuk mengembangkan suatu model penelitian menggunakan salah satu alat analisis multivariat yakni Multidimensional Scaling ( MDS) dan Coresponden Analysis (ANACOR) sehingga dapat diketahui posisi kompetitif masing-masing daya tarik wisata dibandingkan dengan daya tarik lainnya. Daya tarik Kuta sebagai dasar perbandingan dengan daya tarik wisata lainnya.Penelitian ini akan menggambarkan karakteristik demografi, kelemahan penelitian serta pentingnya penelitian lanjutan dimasa mendatang.
Kata kunci: Strategi pemasaran, multidimensional scaling, destinasi pariwisata, Bali.
This article is part of a research grant of 2014 with the title “Kompetitif Posisioning: Strategi Mengembangkan Daya Tarik Wisata Bali Sebagai Destinasi Kreatif” (Aplikasi Analisis Multidimensional Scaling pada daya tarik wisata pada Kabupaten dan Kota di Bali). Aim to develop a research model using one of the tools of multivariate analysis that is Multidimensional Scaling (MDS) and Coresponden Analysis (ANACOR). It can be seen the competitive position of each tourist attraction compared to other tourist attraction. Characteritics of demographic respondent, weakness of the sudy and future research will discuss.
Pendahuluan
Globalisasi dan Glokaslisasi menjadi dua istilah yang saling paradoks namun saling
melengkapi, dan menjadi diskusi hangat dalam berbagai forum internasional, regional
maupun lokal. Globalisasi identik dengan persaingan dan glokalisasi merupakan gabungan
antara budaya global dan budaya lokal. Dalam konteks Bali sebagai destinasi pariwisata,
istilah “Glokalisasi” sangat melekat dan tidak dapat dipisahkan. Karena pariwisata sendiri
adalah sebuah fenomena global, dilain pihak pariwisata sangat berkaitan dengan berbagai
budaya lokal dan berbagai tradisi yang tumbuh dalam masyarakat yang menghasilkan jenis
pariwisata, seperti pariwisata budaya, wisata kuliner, spiritual yang berbasis budaya lokal.
Globalisasi dan periwisata identik dengan “persaingan” atau competitiveness (lihat
Dimanche, 2007: 1; Reisinger, 2009: 8; Khee Giap et al 2014; WTO: 2007; UNWTO, 2011;
UNWTO, 2013).
United Nation World Tourism Organization atau UNWTO (UNWTO, 2012: 1)
memperkirakan pertumbuhan kepariwisataan dunia yang terus berlanjut walaupun
mengalami sedikit penurunan, dengan menggunakan kedatangan wisatawan sebagai
barometer. Diperkirakan pertumbuhan wisatawan dunia rata-rata mencapai tiga sampai
empat persen pertahun. Kedatangan wisatawan dunia ini diperkirakan mencapai jumlah satu
miliar pada akhir tahun 2012. Sedangkan pada tahun 2011, jumlah wisatawan dunia yang
melakukan perjalanan dari dan ke-seluruh dunia hanya mencapai 980 juta wisatawan
dengan pertumbuhan rata-rata sebesar empat persen (UNWTO, 2011: 1).
Perbandingan kedatangan wisatawan dunia diantara beberapa kawasan digambarkan
mengalami perubahan, terutama wisatawan China yang mungkin menduduki posisi
pertama, disusul Prancis dan Spanyol, pada tahun 2010 (UNWTO, 2011:1). Harus diakui
bahwa kawasan Asia dan Pacifik merupakan destinasi yang diperkirakan sektor pariwisata
mengalami pertumbuhan yang menggembirakan, mencapai jumlah 204 juta dengan
rata-rata pertumbuhan sebesar 22 persen. Kawasan Eropa masih menduduki posisi tertinggi
dengan jumlah kedatangan wisatawan mencapai 477 juta dengan pertumbuhan sebesar lima
puluh satu persen, sedangkan kawasan Amerika dan Timur Tengah mencapai
masing-masing 150 juta (16%) dan 60 juta (6%), Afrika hanya mencapai pertumbuhan sebesar
enam persen dengan kedatangan wisatawan mencapai 49 juta wisatawan.
Pariwisata sebagai suatu industri masih menjadi primadona bagi setiap negara, baik
dilihat dari kedatangan wisatawan maupun penerimaan yang diperoleh dari pembelanjaan
wisatawan pada suatu destinasi pariwisata. Dilihat dari sisi penerimaan (receipts), kawasan
(44%), Asia dan Facifik mencapai 249 triliun dolar Amerika, (27%). Kawasan Amerika,
Timur Tengah dan Amerika masing-masing mencapai 182 miliar dolar Amerika (20%),
Timur Tengah lima puluh triliun dolar Amerka (5%) dan kawasan Afrika mencapai 31
trilun dolar Amerika atau sebesar tiga persen (UNWTO, 2011: 1).
Laporan UNWTO menggambarkan kepariwisataan dunia, antar kawasan serta
perbandingan dengan negara-negara didunia, memperkuat peran penelitian sebagai suatu
kegiatan yang sangat penting dan harus dilakukan secara berkelanjutan baik berkaitan
dengan wisatawan maupun destinasi yang dikunjungi. Sehingga sebuah destinasi
merupakan komponen penting dalam kepariwisataan (lihat pariwisata sebagai suatu sistem).
Kepariwisataan Indonesia dalam konteks dunia dan Asean sesuai dengan laporan
The Travel and Tourism Competitivnes Report tahun 2009, Indonesia masuk dalam urutan
81 destinasi Dunia. Negara Asean yang masuk sepuluh besar atau Top Ten adalah
Singapura yang masuk pada urutan ke-sepuluh Adapun urutan top ten sebagai penerima
Wisatawan Nusantara adalah 1). Swiss, 2). Austria, 3). Jerman, 4).Prancis, 5). Kanada, 6)
Spanyol, 7) Swedia, 8) Amerika Serikat, 9). Australia dan 10). Singapura. Negara Asean
dalam Top Ten berada pada urutan ke-sepuluh untuk Singapura, urutan ke 32 untuk
Malaysia dan urutan ke-39 Thailand, urutan ke-69 sedangkan Kamboja berada pada urutan
108. (Compas.com.2009)
Beberapa penelitian menggambarkan pariwisata merupakan suatu industri yang
memerlukan penanganan yang serius sehingga dampak positifnya dapat dinikmati semua
komponen pariwisata terutama masyarakat tuan rumah atau host (Ritchie and Goldner,
2006: 17; Gee et al., 1997: ix ;Fridgen, 1996: 14 ;Wall and Mathieson, 2006: 73). Dalam
konteks pariwisata studi tentang pemasaran pariwisata merupakan sesuatu yang esensial
bagi setiap orang atau organisasi yang berkecimpung dalam bidang pariwisata, perjalanan
dan hospitaliti. Banyak penelitian dalam bidang pariwisata yang dikaitkan dengan
pemasaran, karena pada haketnya pariwisata tanpa pemasaran adalah suatu keniscayaan,
sebab pemasaran merupakan subsistem dari sistem pariwisata dan memiliki posisi strategis
untuk mendatangkan ndan mempertahankan pelanggan (Mill dan Morrison, 2009: 7).
Pemasaran sebagai bagian dari subsistem pariwisata menghubungkan antara Tourist
Destination Country (TDC) dengan Tourist Generating Country (TGC).
Komponen lainnya dalam sistem kepariwisataan selain pemasaran adalah destinasi
pariwisata. Sering disebut dengan istilah Tourist Destination Country (TDC). Dalam dunia
pemasaran sering disebut dengan place atau tempat, dimana wisatawan melakukan aktifitas
harus dapat dianggap sebagai unit geogarfi dimana berbagai aktifitas kepariwisataan
berlangsung. Karena pada destinasi pariwisata semua komponen pariwisata mulai dari
pemerintah, swasta dan masyarakat, baik organisasi maupun individu saling berinteraksi.
Destinasi parwisata sering juga disebut sebagai tempat akhir dari aktifitas wisatawan
dan berbagai pengalaman diperoleh mulai dari yang positif sampai kepada pengalaman
yang negatif. Pada tempat ini bertemu antara wisatawan dan tuan rumah dengan berbagai
perilaku mereka. Dengan demikian berbagai strategi digunakan oleh produsen, pelaku
pariwisata untuk menarik wisatawan untuk berkunjung dan mempertahankan serta
membangun loyalitas..
Beberapa hasil penelitian tentang destinasi pariwisata telah dilakukan yang
berkaitan dengan memposisikan sebuah destinasi pariwisata. Seperti destinasi yang kreatif
(Prentice dan Andersen, 2003: 7), pentingnya riset yang berkaitan dengan posisioning suatu
produk (Malhotra, 2002: 9); posisioning destinasi perdesaan dalam perspektif komunikasi
(Lo, et.al., 2012); peran posisioning suatu destinasi untuk memperoleh keuntungan
kompetitif (Chacko, 1997); posisioning dan harga menggabungkan antara teori, strategi dan
taktik Shaw (2009: 33); Strategi posisioning keuntungan kompetitif yang berkelanjutan
(Njuguna, 1999: 32). Serta penelitian destinasi pariwisata menggunakan analisis scenario
(Michailidis and Chatzitheodorodis, 2006: 41)
Ritchie and Crouch (2003: 68) menggambarkan elemen fundamental yang
menyebabkan pengunjung tertarik datang pada suatu destinasi dibandingkan dengan
destinasi pariwisata lainnya, dapat dibagi menjadi tujuh katagori, yaitu;1). Phisiografi dan
iklim, 2).Kebudayaan dan Sejarah, 3). Persaingan pasar, 4) Gabungan Aktifitas, 5) Spesial
event, dan 6) Entertainment, serta 7) Prasarana pariwisata.
Mohamed et al (2009) menggambarkan pentingnya suatu destinasi pariwisata dalam
mengevaluasi persepsi dan preferensi wisatawan pada suatu destinasi pariwisata. Sehingga
wisatawan perlu disediakan berbagai pilihan produk yang bernilai sehingga pengalaman
mereka semakin berkualitas (Mohamed, 2009; Reisinger, 2009: 8; Pike, 2008: 43; Ritchie
and Crouch,2003: 68). Kotler (2004: 24), menyatakan bahwa sebuah perusahaan atau
organisasi dapat mendefinisikan pasar sasaran, namun mengalami kegagalan karena gagal
memahami kebutuhan pelanggan secara akurat. Lebih jauh dikatakan bahwa pemasar yang
sukses adalah orang yang memiliki kemampuan “tanggap, antisipatif dan kreatif “ (lihat
juga Prentice and Andersen, 2003:7)
Tanggap berarti memahami kebutuhan konsumen kemudian memenuhinya,
keinginan dimasa mendatang, sedangkan pemasar yang kreatif adalah menemukan dan
memproduksi solusi yang tidak diminta oleh pelanggan namun ditanggapi secara
bersemangat oleh pelanggan (Kotler, 2004: 24).
Penelitian ini di inspirasi oleh penelitianm dilakukan Mohamed, et.al. (2009 yang
mengukur persaingan masing-masing potensi yang ada pada sebelas kota yang ada di
Malaysia seperti 1). Kuching, 2) Kota Bahru,3) Kota Kinabalu, 4). Kuala
Terengganu,5).Malacca, 6).Penang,7). Kulalumpur, 8).Cameron Highland, 9). Lumut. 10).
Taiping dan 10). Port Dirksen. Menggunakan konsep persaingan atau competitivnes dengan
menggunakan lima variabel yaitu : 1) tourist aatraction, 2) facilities and service, 3)
infrastructure, 4) cost, dan 5) hospitality.
Penelitiannya menganalisis persepsi wisatawan terhadap 11 destinasi yang diseleksi
dengan menggunakan 757 responden, dari Wisatawan Nusantara maupun nusantara,
stakeholders pariwisata, akademisi pariwisata, mahasiswa pasca sarjana dengan
menggunakan metode on line dan survei administrasi. Responden menilai 40 atribut
destinasi parwiisata kompetitif dari lima tema utama tersebut. Dengan tujuan untuk
mengetahui kepuasan wisatawan terhadap destinasi yang akan dikunjunginya dengan
menggunakan analisis MDS.
Penelitian lain yang menggambarkan tentang persepsi wisatawan dengan
menggunakan multidimensional scaling adalah Moscardo dkk 1996, yang melakukan
penelitian pada kapal pesiar dengan mengevaluasi dan menggambarkan jenis wisatawan
dan pengalaman yang ditawarkan pihak kapal pesiar serta membandingkan dengan jenis
liburan lainnya. Tujuan kedua ada mendemontrasikan nilai dari analisis MDS untuk
memahami dan presentasi data pariwisata. Metodelogi yang digunakan adalah survei
terhadap wisatawan Kanada yang dilakukan oleh Longwoods Research Group Limited
dengan menggunakan sample sebanyak 12.908 responden dengan menggunakan pos
survey yang menanyakan tentang pengalaman liburannya dengan menggunakan jenis
liburannya seperti mengunjungi keluarga, dikombinasikan dengan bisnis, liburan diluar
gedung, mengunjungi resor Kategori pertanyaan dibagi menjadi empat yaitu: 1). An
oceanside beach resort, 2). Summer country resort, 3). Casino resort dan 4). Skii Resort.
Berbagai jenis penelitian yang berkaitan dengan evaluasi konsumen terhadap
berbagai produk, aktifitas dan potensi suatu destinasi pariwisata menggambarkan
pentingnya memahami konsumen. Dengan demikian setiap produsen akan berlomba-lomba
Bali sebagai salah satu destinasi pariwisata di Indonesia sudah tentu berada dalam
posisi persaingan, diantara provinsi yang ada di Indonesia. Bali bersaing dengan 33 provinsi
lainnya yang ada di Indonesia. Dibandingkan dengan 33 provinsi yang ada di Indonesia Bali
berada dalam 5 posisi persaingan menurut lingkup tahun 2011, yakni 1) daya saing
keseluruhan, 2) stabilitas ekonomi, 3) perencanaan pemerintah dan institusi, 4) kondisi
finansial, bisnis dan tenaga kerja, serta 5) kualitas hidup dan pembangunan pariwisata.
Dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia, Bali berada pada posisi 8 dari daya
saing keseluruhan berada di bawah Aceh. Dalam posisi stabilitas ekonomi Bali menempati
posisi 13 di bawah Banten Riau dan banyak provinsi lainnya. Dalam konteks kondisi
pemerintahan Bali menempati posisi 15 berarti dibawah standar kompetitif (10 besar).
Sedangkan dalam persaingan finansial, bisnis dan tenaga kerja serta kualitas hidup Bali
berada pada posisi 9 dan 6 yang berarti berada dalam posisi persaingan, namun masih
berada dibawah Jawa Tengah. Bahka berada dibawah Sulawesi Selatan dalam hal kondisi
finansial (Khee Giap, et al., 2014: 10-14).
Bali memiliki 113 daya tarik wisata yang tersebar di semua kabupaten dan Kota di
Bali. Kabupaten yang memiliki daya tarik wisata terbanyak adalah Bulelen, sebanyak
21buah, disusul kabupaten Gianyar sebanyak 20 buah, Denpasar sebanyak 16 buah,
Kabupaten Jembrana sebanyak 15 buah, kabupaten Tabanan sebanyak 13 buah, kabuapten
Karang Asem sebanyak 12 buah, kemudian kabupaten Bangli sebanyak 7 buah, kabupaten
kelungkung dan Badung sebanyak masing-masing 5 dan 4 buah. Jumlah daya tarik yang
dimiliki masing-masing kabupaten tidak mencerminkan jumlah wisatawan yang
berkunjung, sebagai contoh daya tarik wisata Buleleng memiliki 21 daya tarik wisata
namun jumlah kunjungan hanya mencapai 700 an wisatawan, Kabupaten Badung hanya
memiliki 4 daya tarik wisata namun mendapat kunjungan Wisatawan Nusantara dan
Nusantara sebanyak 1 juta an orang. Jumlah kunjungan wisatawan terbanyak di capai oleh
Kabupaten Tabanan sebanyak 4,5 juta wisatawan dan terendah adalah kabupaten Jembrana
sebanyak 98.859 orang. Mengindikasikan bahwa masing-masing kabupaten dan kota di
Bali, termasuk masing-masing daya tarik wisata saling bersaing untuk mendapatkan
kunjungan wisatawan.
Berdasarkan berbagai fenomena tersebut penelitian ini berusaha mengungkap posisi
persaingan masing-masing daya tarik wisata yang ada di Bali. Pada 12 daya tarik wisata
LANDSAN KONSEP
2.1 Pengertian Pariwisata dan Wisatawan
Pariwisata pada hakekatnya dapat didekati dari berbagai sudut pandang baik dari sisi
sejarah; sebagai suatu dekade perjalanan manusia untuk bersenang-senang, sebagai suatu
teori dan praktek; dimana pengertian pariwisata secara teori dan praktek telah digunakan.
Pariwisata telah dipandang sebagai suatu sektor yang berperan dalam bidang ekonomi baik
secara regional maupun nasional, serta peran pariwisata yang dilihat dari dampak
lingkungan (Leiper,2004:39).
Pengertian atau definisi, sejarah serta dampak yang ditimbulkan. Secara etimologi
dikatakan kata “tour “berasal dari bahasa Latin “tornare” dan bahasa Greek “tormos”
berarti lathe or circle, suatu perpindahan dari suatu titik pusat atau aksis. Dalam bahasa
inggris moderen berarti change atau perpindahan atau perputaran atau turn. (Theobald,
2005: 9) . Sedang akhiran “ism” berarti tindakan. Ketika digabungkan antara tour dan ism
menjadi tourism yang berarti perpindahan atau perputaran daris satu titik tertentu dan
kembali lagi ke tempat semula. Sehingga tour menunjukkan suatu perjalanan yang berputar
(round trip).
Leiper (1979:11:10) berkaitan dengan kata tourism menjelaskan bahwa kata ini telah
digunakan di Inggris yang menggambarkan Aristokrat laki-laki Inggris yang melakukan
studi tentang politik, pemerintahan serta diplomatic, dimana mereka melakukan perjalanan
selama tiga tahun dalam kegiatan belajarnya sampai ke daratan eropa..Salah satu kerangka
konseptual yang telah dibangun adalah oleh Jafar Jafari (1977 dalam Theobald, 2005: 11)
yang menyatakan bahwa Pariwisata adalah suatu studi tentang manusia yang meninggalkan
tempat asal mereka, suatu industri yang merespon kebutuhan dan dampak industri bagi
kehidupan social budaya, ekonomi dan lingkungan phisik”
Sebuah forum internasional yang dilaksanakan pada tahun 1963 dengan nama
Committee of Statistical Expert of The League of Nation, pertama kali mengusulkan
penggunaan kata wisatawan asing atau foreign tourist adalah orang yang mengunjungi
suatu negara diluar tempat biasanya tinggal untuk kurun waktu sekurang-kurangnya 24 jam
waktu maksimun 6 bulan. Sedangkan organisasi internasional ada yang memberikan
batasan 1 tahun atau kurang.
Konferensi UN tentang perjalanan dan pariwisata pada tahun 1963 yang disponsori
International Union of Official Travel Organization (IUOTO) yang sekarang bernama
World Tourism Organization (WTO) sekarang lebih familiar dengan nama UNWTO,
memberikan rekomendasi bahwa kata visitor dapat diadopsi sebagai definisi wisatawan;
yaitu “seorang yang mengunjungi suatu negara diluar biasanya mereka tinggal dengan
berbagai alasan kecuali untuk mencari nafkah dinegara yang dikunjunginya” Pengunjung
atau visitor dalam hal ini dapat dikatagorikan menjadi dua yaitu: 1). Wisatawan atau tourist
dan 2). Pelancong atau excursionist. (Theobald, 2005: 13)
Wisatawan adalah “pengunjung sementara yang tinggal sekurang-kurangnya 24 jam
disuatu destinasi yang dikunjunginya dengan tujuan untuk bersenang-senang (pleasure),
bisnis, keluarga, misi atau pertemuan. Sedangkan pengertian “excursionist atau pelancong
adalah orang yang melakukan perjalanan kurang dari 24 jam di negara yang dikunjunginya
termasuk penumpang kapal pesiar.(Theobald, 2005: 15-17) Sejak tahun 1963 kata visitor,
tourist dan excursionist yang diusulkan diterima dengan berbagai revisi dan
konsekuensinya.
Pada tahun 1993 UN menerima laporan dari WTO dan memberikan rekomendasi
kepada UN bagian statistik, untuk tujuan statistik pariwisata. Salah satu hasil resolusi ini
(WTO, 1991) pariwisata didefinisikan sebagai:” aktifitas sesorang yang melakukan
perjalanan ke suatu tempat diluar lingkungan biasanya untuk kurang dari spesifik waktu
dan tujuan umumnya adalah perjalanan dan bukan untuk mendapatkan penghasilan
ditempat yang dikunjunginya…”. Sebagai tambahan definisi umum yang digunakan adalah
“ suatu aktifitas perjalanan manusia untuk berenang-senang, bisnis dan tujuan lain diluar
tempat lingkungan mereka dan tinggal tidak lebih dari satu tahun.
Konferensi di Ottawa ini juga menghasilkan kesepakatan untuk pengembangan dan
implementasi sistem pengukuran dan indikator yang digunakan untuk mempredeiksi
industri pariwisata secara utuh.(Theobald, 2005: 15). Menurut Goldner and Ritchie (2006:5)
definisi pariwisata bila diterjemahkan secara bebas adalah ”proses, aktifitas dan hasil yang
muncul dari hubungan dan interaksi antara wisatawan, penyedia pariwisata, pemerintah,
masyarakat tuan rumah, dan lingkungan sekitar yang terlibat dalam interaksi antara tuan
” as the processes, activities, and outcomes arising from the relationships and the
interaction among tourists, tourism suppliers, host goverments, host communities, and
surrounding environments that are involved in the attracting and hosting of visitors”
Pariwisata dapat digambarkan sebagai bagian dari gabungan aktifitas manusia untuk
berbagai tujuan terutama untuk bersenang-senang, dimana mereka adalah bagian dari
pengertian pengunjung atau visitor, dimana pengunjung sendiri menurut Goldner and
Ritchie (2006: 11) dapat dibagai menjadi dua yaitu pengunjung yang dikaitkan dengan
kegiatan perjalanan dan pariwisata dan perjalanan yang dikaitkan dengan tujuan lain seperti
; melakukan perjalanan karena pulang pergi kerja atau commuters, pekerja musiman,
migran dan sebagainya (Goldner and Ritchie, 2006: 11).
Mathieson and Wall (2006: 19) menggambarkan pariwisata sebagai suatu
phenomena yang beragam yang mengakibatkan perpindahan dan tinggal pada suatu
destinasi diluar tempat dimana biasanya mereka tinggal. “Tourism is a multi-faced
phenomena that involve movement to and stay in destinations outside the normal place of
residence.
Pariwisata menurut World Tourism Organization (WTO) merupakan suatu
stereotype imej dalam melakukan kegiatan berlibur, seperti digambarkan
” Tourism comprises the activities of person travelling to and staying in places
outside their usual environment for not more than one consecutive year for leisure,
business, and other purposes”
Bila diterjemahkan secara bebas, pariwisata adalah suatu aktifitas manusia yang
melakukan perjalanan dan tinggal disuatu tempat yang bukan merupakan lingkungan tempat
biasanya tinggal dengan tenggang waktu satu tahun untuk tujuan menikmati waktu luang,
bisnis dan tujuan lainnya.
Dibandingkan dengan definsisi sebelumnya, definisi menurut WTO menambahkan
”batasan waktu” sebagai batas antara perjalanan untuk kegiatan pariwisata dan bukan
pariwisata, dengan batas waktu maksimal adalah satu tahun. Bila perjalanan dan tinggal
lebih dari satu tahun maka tidak dianggap sebagai kegiatan pariwisata. Kata ”usual
environment’ untuk membedakan perjalanan yang dilakukan oleh penduduk yang
melakukan kegiatan rutinitas seperti kegiatan kerja dan lainnya. (Goldner and Ritchie,
2006: 7).
Pariwisata menurut WTO (1993 dalam Goldner and Ritchie, 2006: 70) digambarkan
tourism, dibagi menjadi inbound tourism, yaitu kunjungan yang dilakukan oleh bukan
penduduk setempat, sedangkan outbound tourisn adalah kunjungan keluar suatu negara
yang dilakukan oleh suatu penduduk. 2). Internal tourism adalah kunjungan yang dilakukan
oleh penduduk dan bukan penduduk setempat dalam suatu negara. 3) Domestic tourism,
kunjungan yang dilakukan dalam suatu negara sendiri, 4) National tourism adalah
pariwisata internal ditambah dengan outbound tourism. Seperti digambarkan pada Tabel 2.1
Tabel 2.1.
Terminologi Pariwisata menurut WTO
Pelaku perjalanan atau Traveller menurut asosiasi riset perjalanan dan
pariwisata digambarkan sebagai berikut: Traveller atau orang yang melakukan
perjalanan dapat dibagi menjadi dua katagori yaitu: 1) pengunjung atau visitor dan
2) bukan pelaku perjalanan wisata (non traveller). Sedangkan pengunjung atau
visitor sendiri dapat di bagi menjdi dua yaitu; a) Tourist dan 2). Excursionist,
katagori ini sering disebut dengan tipelogi perjalanman wisata. Seperti disajikan
pada Gambar 2.2.
Domistik
inbound outbound
National Internal
International
Sumber : WTO dalam Theobald, 2005, gambar diadaptasi.
Gambar 2.2 Tipe Pelaku Perjalanan
2.2 Klasifikasi Permintaan Pariwisata
Untuk menggambarkan permintaan pariwisata telah dikembangkan suatu sistem
klasifikasi yang diusulkan oleh United Nation (UN) pada tahun 1979 yang digunakan
untuk memudahkan pengukururan permintaan pariwisata serta tujuan perencanaan dan
pemasaran (Theobald,2005:19). Seperti disajikan pada pada Gambar 3.2. Sebenarnya
pengukuran pemintaan pariwisata dapat dijelaskan dari beberapa dimensi atau variabel,
yaitu:
1. Lama perjalanan atau tinggal
2. Asal dan tujuan perjalanan
3. Tempat tinggal atau destinasi dalam negeri
4. Akomodasi pariwisata
2.3 Klasifikasi Penawaran Pariwisata
Pengeluaran wisatawan adalah salah satu data yang akurat untuk memonitor dan
mengevaluasi dampak pariwisata pada bidang ekonomi dan berbagai segmen dalam Traveller
Other Traveller Visitor
Tourists Excursionist
pariwisata. Konferensi menyetujuai definisi pengeluaran wisatawan sebagai total
pengeluaran konsumsi wisatawan selama mereka tinggal disuatu destinasi.. Pengeluaran
wisatawan dibagi menjadi tiga yaitu 1). Pengeluaran awal yang harus dipersiapkan untuk
perjalanannya, 2). Pengeluran ketika berada didaerah tujuan dan 3) pengeluaran ketika
kembali dari daerah tujuan.
Namun rekomendasi pengeluaran wisatawan dapat digambarkan sebagai berikut:
1). Paket perjalanan
2). Akomodasi
3). Makan dan Minum
4). Trasportasi dengan berbagai jenisnya
5). Rekreasi, budaya dan aktifitas olah raga
6). Belanja dan lainnya
6). Konsumsi pariwisata (Theobald, 2005: 22).
Traveller
Other Traveller ( not Include in tourism statistic)
Gambar 2.3
Klasifikasi Perjalanan (Traveller)
2.4 Pariwisata Sebagai Suatu Sistem
Seperti digambarkan sepintas sebelumnya, pariwisata sebagai suatu sistem
dijelaskan oleh Leiper (2004:52-53), sebagai gabungan dari berbagai elemen dimana satu
dengan yang lainnya saling tergantung dan mempengaruhi, tiga elemen tersebut adalah 1).
Daerah asal wisatawan (Traveller- generating region TGR), 2). Daerah tujuan wisatawan
(Tourst destination region atau TDR), 3). Daerah persilangan antara daerah asl dengan
daerah tujuan (TRR).(Leiper,2004). TGR menggambarkan keadaan suatu negara dimana
wisatawan itu berasal, dimana keputusan untuk melakukan perjalanan juga dipengaruhi oleh
lingkungan mereka, seprti pendapatan mereka, keamanan negara mereka serta kestabilan
ekonomi mereka. Sedangkah TDC adalah daerah asal wisatawan seperti Bali, adalah suatu
destinasi dimana, dikawasan ini tersedia berbagai prasarana dan sarana yang harus ada.
Ketiga adalah adanya suatu tempat yang merupakan lalu lintas dari TGC dan TDC yang
disingkat dengan TRR, dimana kemungkinan konsumen melakukan persinggahan didaerah
tersebut.
Pariwisata sebagai suatu sistem juga digambarkan oleh Morison (1998) yang terdiri
dari empat elemen,dimana satu elemen dengan lainnya saling berhubungan, dan
ketergantungan, empat elemen tersebut adalah: 1). Daerah asal wisatawan atau Tourist
Generating Gountry (TGC), 2). Tourist Destinastion Country (TDC) serta dihubungkan
dengan dua elemen yaitu 3). Travel dan 4). Marketing. Mill and Morrison (1998 dalam
Hsu,et.al.2008). Travel menghubungkan TGC dengan TDC sedangkan Marketing
menghubungkan antara TDC dengan TGC.
Pariwisata sebagai suatu sistem dapat digambarkan sebagai peran empat elemen
yang saling ketergantungan satu dengan yang yang lainnya. Seperti TGC adalah daearah
asal wisatawan, dimana mereka memiliki karakteristik yang dapat dilihat dari aspek
eografis, demografi psikografi dan behaviour.(Richarson and Fluker (2004:46). Sehingga
pasar dapat di segmentasi dapat dikatagorikan menjadi beberapa kelompok berdasarkan
kebiasaanya (habit), kesukaannya (preferences), kelompok dan individu, tujuan perjalanan,
demografis dan psikografis Gee, et.al (1997: 48).
Sedangkan Tourism Destination Country ( TDC) atau daerah tujuan wisata, adalah
tempat dimana wisatawan akan berkeunjung dan berbagai produk ditawarkan baik yang
bersifat tangible maupun intangible. Berbagai fasilitas harus ada pada suatu destinasi
diantaranya akomodasi, trasnportasi, makanan, toko cendera mata dan segala sesuatu yang
dapat dilihat atau menikmati produk yang telah disediakan tersebut Richarson and Fluker
(2004:49)
2.5 Pengertian Destinasi Pariwisata
Destinasi menurut Richarson and Fluker (2004:48) adalah tempat yang signifikan
yang dikunjungi dalam suatu petjalanan, Richard and Fluker menekankan destinasi dari
sudut pandang tempat (Place) dan signifikan atau memadai. Sehingga destinasi harus
bermanfaat bagi konsumen serta tersedia berbagai atribut terutama prasarana dan sarana
pariwisata. Sedangkan Kotler (1999) mengatakan destinasi adalah suatu tempat dengan
berbagai bentuk yang nyata atau dipersepsikan oleh konsumen.
Berbagai atribut yang diharapkan dan diinginkan oleh wisatawan terhadap suatu
destinasi dan pada saat yang bersamaan imej suatu destasi wisata telah diidentifikasi
sebagai faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan oleh wisatawan baik dalam
aspek koqnitif maupun behavior (Mohamed,2009:230). Sehingga bagi destinasi merupakan
sehingga dapat meningkatkan kualitas pengalaman wisatawan (Moscardo et.al.1996: 62;
Shaw, 2009: 31).
Destinasi sering diistilahkan juga dengan sebutan destination area.WTO (1995c)
dalam Richarson and Fluker (2004:48). Destinasi juga sering diistilahkan dengan ”region”
sehingga sering digabungkan istilahnya menjadi ”destination region”. Leiper (2004:51).
Menurut Pike (2008:24) destinasi dari sudut pandang permintaan adalah suatu tempat yang
menarik pengunjung untuk tinggal sementara. Sedangkan Rubies,( 2001:39 dalam Pike,
2008:24) menyatakan bahwa suatu destinasi adalah ruang geografis yang didalamnya
terdapat klaster berbagai sumber daya pariwisata.
Dari definisi yang diberikan oleh beberapa peneliti, dapat digambarkan destinasi
pariwisata adalah suatu kesatuan unit geografis yang didalamnya terdapat berabagai sarana
dan prasarana pariwisata serta msayarakat yang menjadi daya tarik bagi wisatawan.
2.6 Persaingan Destinasi Pariwsita
Persaingan dalam dunia pariwisata masih mengacu pada model tradisional yaitu
hanya dari aspek ekonomi (Ritchie and Crouch,2003:2), walaupun sesungguhnya
persaingan suatu destinasi pariwisata sering hanya dilihat dalam konteks ekonomi seperti
seberapa besar pendapatan yang diterima adanya kedatangan wisatawan. Sebuah destinasi
wisata harus dipandang sebagai suatu kesatuan geografis yang didalamnya terdapat
berbagai kegiatan yang memiliki kekuatan yang multidimensi (Ritchie and Crouch,2003:2),
yang terdiri dari komponen; 1). Ekonomi, 2). Sosial, 3). Budaya, 4). Politik, 5). Teknologi,
dan 6). Lingkungan, 7). Sehingga elemen ini dapat digunakan sebagai daya tarik wisata
serta kekuatan dalam menghadapi pesaing.Isu tentang persaingan suatu destinasi baru
muncul sejak tahun 1990 dimana riset dalam bidang destinasi baru dimulai, dengan adanya
tiga paper yang berkaitan dengan destinasi, satu diantaranya adalah persaingan harga pada
suatu destinasi (Dwyer et.al 1999 dalam Pike,2004:4). Persaingan destinasi juga
digambarkan dengan munculnya berbagai Destination Organization Managemen (DMOs).
Bahkan sejak tahun 2004 WTTC mengembangkan indek kompetitif destinasi yang
telah digunakan pada lebih dari 200 negara dengan memberikan kode hijau (green), orange
(orange) dan merah (reda) bagi katagori yang kurang baik (Pike,2005:41). Sebagai contoh
perbandingan indek antara Australia dan China, yang menggunakan delapan indeks yaitu:
1). Price competitifness, 2). Human tourism, 3). Infrastructure, 4).
Environment,5).Technology,6). Human resources, 7). Openness, dan 8).Sosial. China
sedangkan dari sisi human tourism mendapatkan nilai merah dengan nilai 9. sedangkan
Australia dalam bidang infrastruktur mendapatkan nilai 100 (green) sedangkan price dan
human tourism masih mendapat warna merah.
2.7 Pengertian dan Pentingnya Posisioning
Posisioning adalah bagian akhir dari rangkaian strategi pemasaran, yang terdiri dari
elemen segmentasi, targeting dan posisioning atau STP (Kotler dan Keller,2009:292).
Segmentasi adalah membagi pasar menjadi bagian yang lebih homogen dari beragam
segmentasi pasar yang dapat dianalisis dari aspek geografi, demografi, psikografi dan
behavior. Sedangkan penentuan pasar sasaran atau targeting adalah membidik pangsa pasar
mana yang dapat dipenuhi oleh perusahaan atau organisasi secara superior (Kotler dan
Keller,2009:292).
Dilanjutkan dengan memposisikan penawaran agar pasar sasaran mengetahui
kelebihan produk yang ditawarkan serta citra perusahaan atau organisasi.Dengan demikian
kesuksesan sebuah posisioning sangat ditentukan oleh kemampuan dalam menentukan
target pasar yang dituju sesuai dengan produk dan potensi suatu destinasi. Posisioning atau
pemosisian menurut Kotler dan Keller. (2009: 292) adalah tindakan merancang penawaran
dan citra perusahaan agar mendapatkan tempat khusus dalam pikiran pasar sasaran.
Tujuannya adalah menempatkan merek dalam pikiran konsumen untuk memaksimalkan
manfaat potensian bagi perusahaan. Hasil dari posisioning adalah terciptanya dengan sukses
suatu proposisi nilai yang terfokus pada pelanggan.
Istilah penentuan posisi atau posisioning dipopulerkan pertama kali oleh Al Ries dan
Jack Trout pada tahun 1972, mereka adalah penulis buku dengan judul Posisioning: The
Battle for Your Mind. Tjiptono (1997:109). Posisioning adalah suatu startegi yang berusaha
menciptakan diferensiasi yang unik dalam benak konsumen sehingga terbentuk citra atau
imej produk yang unggul dibandingkan dengan produk lainnya. Tjiptono (1997:109-113).
Menurut Tjiptono (1997:110), ada tujuh pendekatan yang digunakan dalam menentukan
posisi suatu produk atau organisasi, yaitu : 1) Posisioning berdasarkan atribut, ciri-cirinya,
sebuah produk dapat dilihat dari ciri-cirinya apakah warnanya atau ciri yang lain 2).
Posisioning berdasarkan harga dan kualitas suatu produk, hotel bintang lima akan memiliki
kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan hotel kelas melati, 3). Posisioning
didasarkan pada aspek penggunaan atau aplikasi, apakah suatu produk memberikan nilai
guna bagi pembelinya, komputer dengan spesifikasi terbaru dan lengkap mungkin akan
dapat diaplikasikan pada berbagai jenis aplikasi, 4). Posisioning didasarkan pada aspek
siapakah pembelinya produk pariwisata heritage dan spiritual akan berbeda pembelinya. 5).
Posisioning didasarkan atas kelas produk tertentu, produk yang ramah lingkungan akan
memiliki kelas eksklusif dibandingkan dnegan produk yang biasa saja, 6). Posisioning
didasarkan atas posisi dengan pesaing, sebuah perusahaan dapat menentukan dirinya
dengan pesaing, apakah ingin lebih tinggia atau hanya sebagai pengikut saja, 7).
Posisioning dilihat dari manfaat, apakah produk yang dibeli atau destinasi yang akan
dikunjungi akan memberikan manfaat atau tidak. (Tjiptono,1997:110 – 111).
Lebih lanjut dikatakan bahwa keberhasilan sebuah posisioning sangat ditentukan
oleh persepsi yang diciptakan oleh konsumen atau pelanggan, perusahaan itu sendiri dan
pesaing. Dengan demikian evaluasi terhadap posisioning suatu produk, perusahaan, atau
organisasi sangat ditentukan oleh kemampuan untuk mempersepsikan produk itu endiri
kepada pelanggan. Produk yang bekualitas akan dipersepsikan baik oleh konsumen.
Persepsi perusahaan terhadap produknya sendiri, dapat dilakukan dengan memahami selera
konsumen, sehingga akan mampu mempersepsikan produk yang sesuai dengan selera pasar
atau konsumen yang pada gilirannya merasa bangga terhadap produk yang diciptakan
melalui penciptaan daya kreasi atau inovasi dalam menciptakan produk yang bermutu atau
bernilai.
Harus disadari bahwa bahwa pesaing juga akan berusaha menciptakan produk yang
berkualitas serta ingin memuaskan konsumen dengan berbagai cara. Maka pahamilah
pesaing dan ciptakan produk yang meningkatkan pengalaman kepada konsumen, yang
dalam konteks pariwisata sering disebut dengan quality of experinces adalah sebuah
keharusan.
Penelitian ini mencoba memposisikan Bali sebagai suatu destinasi dunia, yang
mungkin dibenak konsumen menganggap Bali tidak hanya sebagai destinasi budaya atau
mungkin juga tidak tahu Bali adalah destinasi Budaya, mungkin sebagai destinasi wisata
budaya, alam, heritage dan mungkin spiritual. Sebagai destinasi budaya, memang sudah
tidak asing karena telah dituangkan melalui Perda No. 3 tahun 1993 tentang pariwisata
Budaya, namun dibenak konsumen yang memiliki banyak keinginan, banyak pengalaman
serta rekomendasi dari orang – orang atau mungkin akan memutuskan sendiri resiko untuk
METODE PENELITIAN
Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir penelitian ini diilhami oleh paper yang disampaikan Frederic
Dimance, Director Center for Tourism Management, Ceram Business School Nice – Sophia
Antipolis, France sebagai keynote presentation on ”Hosting Signature Event for Anchoring
Destinations” pada World Tourism Conference (WTC): Tourism Success Stories and
Shooting Stars. Dapat digambarkan bahwa globalisasi (GL) dan teknologi informasi (IT)
telah melanda dunia (Dimanche,2007:1;Reisinger,2009:8), sehingga membawa perubahan
dalam konteks pariwisata sehingga menuntut negara, wilayah dan juga destinasi harus
berubah untuk menjadi lebih efektif terutama dalam menghadapi pesaing
(Dimanche,2007:1). Reisinger (2009:11) menambahkan bahwa globalisasi telah membawa
perubahan pada sisi demand atau permintaan, kosumen digambarkan sebagai ”new type of
tourist” sehingga sering disebut dengan ”experiential”tourist, yang menginginkan sesuatu
yang novelty, ”strangeness, authenticity sehingga menciptakan pengalaman yang unik.
(Reisinger, 2009:11) atau experiences tourists (Jafari, 1987 dalam Leiper, 2004: 78;
Prentice dan Andersen, 2003:).
Persaingan yang semakin ketat meuntut produsen harus berfikir seperti seorang
bisnis, pariwisata sebagai suatu industri, harus dikelola dengan baik (UNWTO, 2011: 1;
Ritchie and Goldner ,2006: 17; Gee et.al., 1997: ix; Fridgen 1996: 14; Wall dan Mathieson,
2006: 73). Sehingga diperlukan 1). Pengembangan produk, 2). Menarik pasar, 3).
Memuaskan konsumen, dan 4) Membangun loyalitas. (Dimenche, 2007: 1), ke-empat
elemen ini merupakan komponen yang sangat penting bagi seorang pemasar agar dapat
meningkatkan loyalitas kosumen serta menghadapi persaingan yang semakin kompetitif.
Berkembangnya globalisasi dan teknologi informasi membawa perubahan pula pada
suatu destinasi wisata sebagai suatu ”tempat” atau ”kesatuan geografis” yang didalamnya
terdapat berbagai kegiatan yang memiliki kekuatan yang multidimensi (Ritchie and
Crouch,2003:2), yang terdiri dari komponen; 1). Ekonomi, 2). Sosial, 3). Budaya, 4).
Politik, 5). Teknologi, dan 6). Lingkungan, Sehingga elemen ini dapat digunakan sebagai
Untuk meningkatkan daya saing, perusahaan atau organisasi harus mampu
mengembangkan strategi pemasaran melalui pengembangan destinasi wisata yang berbeda
dengan berbagai produk yang memiliki keunggulan kompetitif melalui kegiatan yang
kreatif dan inovatif. (Richards, 2001 dalam Prentice and Andersen,2003:8), sehingga
tercipta posisioning destinasi wisata yang kreatif atau pariwisata kreatif. Dengan demikian
inti dari posisioning suatu destinasi wisata bagaimana melaksanakan strategi pemasaran
mengkombinasikan bauran produk dan pasar atau produk – market mix (Dimanche,2007:1)
Berbagai pandangan tersebut maka dapat digambarkan kerangka berfikir sebagai
berikut: Globalisasi dan teknologi informasi telah mampu membawa perubahan dalam
bidang pariwisata terutama perubahan pada sisi konsumen dimana wisatawan dewasa ini
menginginkan suatu pengalaman yang berkualitas (quality experience) sehingga diperlukan
produk berkualitas, atau suatu destinasi yang berkualitas melalui kegiatan yang kreatif dan
inovatif Dengan demikian posisioning suatu destinasi sangat ditentukan oleh kemampuan
dalam mengembangkan strategi yang memadukan berbagai kebutuhan konsumen dengan
pengembangan produk yang dapat memuaskan konsumen , loyalitas serta memiliki daya
saing dengan kompetitor yang lain. Seperti disajikan pada Gambar.3.1.
Permasalaha n Destinasi Pariwisata : Teoritis dan
Empiris
Wisatawan Nusantara/Keb utuhan dan keinginan
Organisasi/Perusah aan (BPW) Globalissi
Stakeholder Pariwisata/Biro Perjalanan
Persainga n
Gambar 4.1.
Kerangka Berfikir Penelitian
4.2 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan salah satu
metode analisis multivariat yaitu Multidimensional Scaling (MDS) dan dan
Corespondence Analysis (Hair et al., 1998: 519). Penelitian ini juga didukung metode
kualitatif dengan melakukan kegiatan fokus grup dan wawancara dengan pengelola daya
tarik wisata serta wisatawan, sehingga melengkapi data kuantitatif (Jennings, 2001:
133).
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Bali, pada 12 daya tarik wisata (Kuta, Tanjung Benoa,
Jimbaran, Nusa Dua, Sanur, Medewi, Tanah Lot, Ubud, Kintamani, Lembongan, Tulamben
dan Lovina), selama setahun, terdiri dari 6 bulan penelitian lapangan dan enam bulan
persiapan proposal sampai tabulasi dan analisis data.
Membangun Strategi: Positioning
Analis is
4.4 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi survei yang ditujukan kepada Wisatawan
Nusantara dengan memberikan kuesioner tentang posisi kompetitif masing-masing DTW
yang ada di kabupaten dan kota di Bali. Penyebaran kuesiner dan Fokus grup ditujukan
kepada BPW di Bali untuk mengetahui bagaimana persepsi mereka terhadap daya tarik
wisata yang ada pada masing-masing kabupaten dan kota di Bali.Data yang diperoleh
kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik peubah ganda ”Multidimensional
Scalling” untuk menentukan posisi satu obyek relatif terhadap obyek lainnya berdasarkan
penilaian kemiripannya (Wijaya, 2010: 119) serta preferensi mereka dengan menggunakan
analisis korenponden (Hair et al., 1998: 519).
4.5 Penentuan Sumber Data
Sumber data dapat dibagi menjadi dua yaitu 1) data sekunder dan 2) data primer.
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari 1). Dinas Pariwisata Provinsi Bali, 2).
Badan pusat statistik provinsi Bali serta dari literaratur melalui internet, koran dan buku
bacaan serta artikel yang terkait dengan penelitian ini. Sedangkan data primer diperoleh
melaui penyebaran kuesioner, folkus grup dan wawancara dengan responden serta
observasi pada objek dan daya tarik wisata yang ada di Bali.
4.6 Analisis Data
Setelah dilakukan pengecekan dan tabulasi data, kemudian dianalsis dengan
menggunakan metode analisis multi variat atau peubah ganda dengan menggunakan
Multidimensional Scaling (MDS) dan Corespondence Analysis (ANACOR) (Hair et al.,
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Analisis Deskriptif
5.1.1 Karakteristik Responden
Adapun karakteristik responden yang berkunjung pada 12 daya tarik wisata di Bali,
seperti disajikan pada tabel-tabel berikut:
5.1.1.1 Berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin responden yang berkunjung pada 12 daya tarik wisata di Bali sebagian
besar adalah laki-laki dengan prosentase sebesar 68,7%, sisanya berjenis kelamin
perempuan dengan prosentase 31, 3 persen. Selengkapnya disajikan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah
(orang)
Persentase (%)
Laki 103 68,7
Perempuanm 47 31,3
Jumlah 150 100
Sumber: Lampiran 2
5.1.1.2 Berdasarkan pendidikan
Jenis pendidikan responden yang berkunjung pada 12 daya tarik wisata yang
ada di Bali sebagian besar adalah pendidikan SMA, sebanyak 56 persen, disusul
pendidikan S2 sebanyak 19 persen, pendidikan D3 sebanyak 16 persen dan
pendidikan S3 sebesar 8,7 persen. Seperti disajikan pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Jenis Pendidikan Jumlah Persentase
SMA 84 56
D3 24 16
S2 29 19
S3 13 8,7
Jumlah 150 100
5.1.1.3. Bali sebagai destinasi kreatif
Pandangan responden terhadap Bali sebagai destinasi kreatif, seluruh
responden setuju atau menyatakan Bali sebagai destinasi kreatif. Menggambarkan
bahwa Bali memang layak sebagai destinasi kretif karena berbagai produk wisata
yang ada, mulai dari daya tarik alam, budaya serta spiritual serta berbagai
akomodasi serta cendera mata yang dijual di Bali. Selengkapnya disajikan pada
Tabel 5.3
Tabel 5.3 Karakteristik Responden Bali sebagai Destinasi Kreatif
Katagori Jumlah Persentase
Ya 150 100
Tidak 0 0
Jumlah 150 100
Sumber: Lampiran 2
5.1.1.4 Periode kunjungan
Periode kunjungan wisatawan secara garis besarnya dapat dibagi menjadi
dua bagian yakni, kunjungan pertama kali dan kunjungan ulang. Lebih dari 80
persen Wisatawan Nusantara yang berkunjung ke Bali adalah mereka yang sudah
pernah berkunjung ke Bali. Hanya 12 persen wisatawan yang berkunjung pada daya
tarik wisata di Bali adalah mereka yang berkunjung pertama kali. Lebih dari 50
persen Wisatawan Nusantara berkunjung lebih dari 5 kali. Artinya bagi Wisatawan
Nusantara, Bali adalah sebagai destinasi pariwisata utama dan menjadi rumah kedua
bagi mereka. Kunjungan kedua sampai ketiga kali mencapai 20 persen.
Selengkapnya disajikan pada Tabel 5.4..
Tabel 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Periode Kunjungan
Pertama kali 19 12,7
2-3 kali 31 20,7
4-5 kali 16 10,7
>5 kali 84 56,0
Jumlah 150 100
Sumber: Lampiran 2
5.1.1.5 Mengetahui daya tarik wisata
Berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada responden pada 12 daya tarik
wisata yang ada di Bali, 150 responden menyatakan pandangannya sebagai berikut:
Kuta dan Sanur adalah daya tarik wisata yang paling banyak dikunjungi dan
diketahui oleh responden. Sebesar 100 persen Wisatawan Nusanatra menyatakan
pernah berkunjung dan mengetahui Kuta dan Sanur (posisi nomor 1). Posisi kedua
adalah Nusa Dua dan Jimbaran. Ubud dan Tanah Lot adalah daya tarik ketiga yang
paling banyak dikunjungi dan diketahui oleh responden. Daya tarik yang paling
jarang dikunjungi dan kurang diketahui adalah pantai Medewi di Kabupaten
Jembrana. Seperti disajikan pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5 Karakteristik Responden Tentang Daya Tarik Wisata
Nama Daya Tarik Wisata
Jumlah Persentase Urutan
Kuta 150 100 1
Medewi 45 30 9
Tanah Lot 148 98, 7 3
Tanjung Benoa 143 95, 3 4
Nusa Dua 149 99, 3 2
Jimbaran 149 99, 3 2
Sanur 150 100 1
Ubud 148 98, 7 3
Lembongan 88 58, 7 7
Kintamani 73 48, 7 8
Tulamben 141 94 5
Lovina 124 82, 7 6
5.3 Analisis Multidimensional Scaling (MDS)
MDS adalah salah satu teknik multivariat untuk menganalisis hubungan
interdependensi atau saling ketergantungan antar varaibel (Santoso dan Tjiptono, 2001:
321). Adapun sofware yang dewasa ini digunakan untuk analisis MDS adalah SPSS dengan
kemempuan membuat ALSCAL dan INDSCAL. Adapun langkah-langkan dalam analisis
MDS meliputi 1) perumusan maslaah, 2) adanya data input , yaitu nilai kesamaan dan
ketidaksamaan dari objek yang dinilai, 3) pemilihan prosedur MDS berupa data metrik dan
non metrik, 4) penentuan dimensi yang didasarkan pada penelitian-penelitian sebelumnya,
5) pemberian nama kelompok atau konfigurasi dan 6) pengujian validitas dan reliabilitas
dengan menggunakan nilai Stress dan R -Square.
Adapun objek yang akan dinilai adalah 12 daya tarik wisata, yakni :
1. Kuta
2. Medewi
3. Tanah Lot
4. Tanjung Benoa
5. Nusa Dua
6. Jimbaran
7. Sanur
8. Ubud
9. Lembongan
10.Kintamani
11.Tulamben
12.Lovina
Daya tarik wisata Kuta akan dibandingkan dengan 11 daya tarik lainnya, dari segi
kemiripan (similiarity) dan perbedaan atau sangat tidak mirip. Dengan skor penilaian 1
sampai 5. Skor 1 apabila daya tarik wisata yang ada sangat mirip dengan daya tarik wisata
lainnya (misalnya Kuta memiliki kemiripan dengan daya tarik wisata Sanur). Sedangkan
skor 2 apabila kedua daya tarik wisata kurang memiliki kemiripan, skor 3 apabila kedua
daya tarik wisata memiliki kemiripan dan perbedaan, skor 4 keduanya memiliki banyak
perbedaan, sedangkan skor 5 apabila kedua daya taik wisata sangat berbeda (misalnya Kuta
Adapun berbandingan daya tarik wisata terdiri atas 66 pasangan (disajikan pada
kuesioner, lampiran 1).
Contoh penilaian Wisatawan Nusantara terhadap 12 daya tarik wisata menggunakan MDS
No Daya tarik wisata
1 Kuta >< Medewi Beach 1 2 3 4 5
2 Kuta >< Tanah Lot 1 2 3 4 5
3 Kuta >< Tanjung Benoa 1 2 3 4 5
4 Kuta >< Nusa Dua 1 2 3 4 5
5 Kuta ><Jimbaran 1 2 3 4 5
6 Kuta >< Sanur 1 2 3 4 5
7 Kuta >< Ubud 1 2 3 4 5
8 Kuta >< Lembongan Island 1 2 3 4 5
9 Kuta >< Kintamani 1 2 3 4 5
10 Kuta >< Tulamben 1 2 3 4 5
11 Kuta >< Lovina 1 2 3 4 5
Sumber: lampiran 1
5.2 Analisis Korespondensi (ANACOR)
Analisis korespondensi sering disingkat dengan CA (Santoso dan Tjiptono, 2001:
321). Pada penelitian ini, analisis korespondensi akan disebutkan dengan ANACOR.
Digunakan untuk mengukur preferensi Wisatawan Nusantara terhadap 12 daya tarik wisata
yang ada di Bali. Adapun atribut tersebut adalah :
Sangat Berbeda Sangat
Karena dari 150 jumlah responden yang mengisi kuesioner 25 diantaranya belum
mengisi dengan lengkap kuesioner yang diberikan, terutama pada daya tarik wisata
lembongan dan Kintamani dan Tanah Lot, maka akan dilakukan penelitian kembali pada
tiga daya tarik tersebut sehingga jumlah kuesioner yang akan diolah sesuai dengan
rancangan penelitian yang telah ditetapkan dengan jumlah sampel sebanyak 150 responden. 1. Pemandangan Alam,
2. Seni dan Budaya 3. Heritage
4. Kehidupan malam 5. Festival and special even 6. Spiritual/religi
7. Akomodasi
8. Pelayanan transportasi lokal 9. Pusat belanja
10.Pelayanan makanan dan minuman
11.Fasilitas yang tersedia di daya tarik wisata 12.Fasilitas airport
13.Kualitas informasi di daya tarik wisata 14.Memiliki Fasilitas Internet
15.Fasilitas kesehatan 16.Kemacetan
17.Keamanan 18.Kebersihan 19.Harga Akomodasi
20.Harga makanan dan minuman 21.Harga transportasi
22.Harga di pusat belanja
BAB 6
RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
6.1 Tahapan Setelah Laporan Kemajuan
Adapun tahapan penelitian setelah laporan kemajuan adalah penyelesaian laporan
akhir, meliputi 1) penyebarak kuesioner kembali pada daya tarik wisata Lembongan,
Kintamani dan Tanah Lot (karena ada 25 kuesioner yang tidak lengkap). Melakukan analsis
inferensia atau statistika, yaitu metode multivariat MDS dan ANACOR.
6.2 Tahapan pada Tahun ke-tiga (2015)
Berdasarkan hasil penelitian pada periode ini (2014), maka penelitian berikutnya
(2015) adalah melanjutkan penelitian dengan menggunakan alat analisis American
Customer Service Index atau sering disingkat dengan ACSI. Dengan menggunakan
responden Wisatawan Mancanegara dan Nusantara sehingga dapat diperbandingkan
hasilnya. Hasil penelitian direncanakan dapat dibawakan pada Call paper internasional,
Jurnal nasional tidak terakreditasi, journal nasional terakreditasi dan atau jurnal
internasional adapun Jurnal internasional yang diacu adalah International Journal of
Management & Business (IJMB) dengan ISSN 1949-2847 yang diterbitkan oleh
International Academy of Management and Business (IAMB) Silver Spring Maryland,
USA. Journal nasional yang tidak terakreditasi yang akan diacu adalah Jurnal Ilmiah
Hospitality Management ISSN 2087 – 5576.
BAB 7
Berdasarkan paparan pada Bab sebelumnya dapat disimpulkan dan disarankan
sebagai berikut:
7.1 Kesimpulan
Kesimpulan sementara yang dari tiga permasalahan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Karakteristik demografi Wisatatawan Nusantara yang berkunjung pada 12 daya
tarik wisata di Bali sebagian besar adalah berjenis laki-laki, dengan tingkat
pendidikan tertinggi adalah SMA, periode kunjungan terbanyak adalah lebih dari 5
kali (56 persen) dan kunjungan pertama kali sebesar 13 persen. Seluruh responden
setuju Bali sebagai destinasi kreatif.
2. Wisatawan dan Biro Perjalanan Wisata sejutu Bali sebagai destinasi kreatif dan
Kuta destinasi yang paling diminati.
3. Berdasarkan persepsi wisatawan terhadap 12 daya tariik wisata yang ada di Bali.
Kuta dan Sanur adalah daya tarik wisata paling diminati, disusul daya tarik wisata
Nusa Dua dan Jimbaran, urutan ketiga adalah Tanah Lot dan Ubud, posisi ke empat
dan kelima adalah Tanjung Benoa dan Tulamben. Daya tarik paling tidak diminati
adalah Pantai Medewi di negara, karena letaknya yang jauh dan masih minimnya
informasi daya tarik wisata ini.
7.2 Saran
Akan disajikan pada laporan akhir
DAFTAR PUSTAKA
Referensi MDS
Fenton, Mark and Pearce, Philip. 1988.Multidimensional sacking and tourism reseach. Annal of Tourism Research, Vol.15, Issue 2, pp. 236-254.
Mohamed, Badarudin., Omar, Shida Irwana., Muhibudin, Masitah dan Shamsuddin, Nurhashikin. 2009.
Ivanis, Marija. 2011. General Model of Small entrepreneurship Development in Tourism Destinations in Croacia, Tourism and Hospitality Management, Vol. 17, No. 2, pp. 231-250
UNWTO. 2013. Development of Regional Tourism Competitiveness Framework in the Asia and the Pacific, Kyung Hee University, The 7th UNWTO/PATA Forum on Tourism Trends and Outlook, Oktober, 21, 2013.
Anonim.2009. Indonesia di Peringkat 81 Pariwisata Dunia. Kompas.com.htm. Kamis 5 Maret 2009. 11.45.wib.
Anonim.2010. Bali Dalam Angka. Denpasar: Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Anomim. 2010. Statistik Pariwisata Bali. Denpasar: Dinas Pariwisata Provinsi Bali Anomim.2011. UNWTO World Tourism Barometer. Volume 9 Interin Update 2011. Anonim. 2012. UNWTO World Tourism Barometer. Volume.10 Januari 2012.
Chacko,Harsha E. 1997.Positioning a Tourism Destination To Gain A Competitive Edge.[cited 26 Meret 2012) available from:
http://www.hotel-online.com/Trends/AsiaPacificJournal/PositionDestination.html. 9:14 PM
Culpan,R. 1987 International Tourism Model for Developing Countries. Annals of ourism Research.14(4) 541-552
Cooper,Chris, Fletcher,John, Gilbert,David and Wanhill,Stephen.1993. Tourism Prnciples & Practice. Pitman Publishing.
Cooper, Donald and Shindler, Pamela,2001. Business Research Methods. Seventh Edition. USA:Mc GrawHill International Edition.
Davidson,Thomas Lea.2005. What are travel and tourism: are they an industry ? In Theobal, William F. 2005.,editors. Global Tourism.(third edition).USA: Elsevier- Butterworth-Heinemann.
De Kadt.1976. Tourism Passport to Development?. Ajoint World Bank – Unesco Study.USA:Oxford University Press
Fridgen,Josep D.1996. Dimension of Tourism. Michigan: Educational Institute.American Hotel & Lodging Association.Michigan.
Fishbein,Martin;Ajzen, Icek. 1975. Belief,Attitude,Intention and Behavior. Addison – Wesley. USA.
Goldner, Charles R and Ritchie J.R. Brent. Tourism: Principles.Practise, Philosophies. (Tenth edition). Canada: John Wiley &Sons.
Gee,Chuck Y;Maken,James;Choy,Dexter J.L. The Travel Industry. USA: Van Nostrand Reinhold
Go,F;Moutinho,Luiz.(2000). International Tourism Management.In Mountinho,Luiz.,editors. Strategic Management in Tourism. UK. CAB International Wallingford Oxon. pp. 315-335.
Hair, Joseph F; Anderson, Rolph E; Tatham, Ronald L; Black, William C. 1996. Multivariat Data Analysis with Readings (fifth Edition), USA: Prentice Hall International. Kotler, Philip.2000. Manajemen Pemasaran (Edisi Milenium), Jakarta: Pearson Education
dan Prehanllindo.
Kotler,Philip;Bowen,John T; Makens, JamesC.2010. Marketing for Hospitality and Tourism (Fifth Edition). New Jersey: Pearson. Prentice Hall.
Kotler dan Keller.2009. Manajemen Pemasaran. edisi 13 jilid 1.(Bob Sabran, Penterj) Jakarta: Erlangga.
Leiper, Neil.2004.Tourism Management.Australia: Pearson Education.
Lilien,L.Gary;Kotler Philip;Moorthy,K Sridhar, 1992. Marketing Models. New Jersey: Prentice Hall.
Lo, May Chiun;Mohamd,Abang Azlan;Songan,Peter; Yeo Alvin W.2012.Rural Tourism Positioning Strategy: A Community Perspective. 2012 International Conference on Economic Marketing Management.IPEDR Vol.28.2012 IACSIT Press Singapore
Lee,Seungwoo.John.2011. Volunteer Tourist’s Intended Participation: Using the Revised Theory of Planned Behavior. Virginia: Virginia Polytechnic Institute and State University
Liestiandre,Hanugerah Kristiono.2011. Analisis Posisioning Bali Sebagai Destinasi Wisata. (tesis) Denpasar: Universitas Udyana.
Malhotra,Naresh.K. Basic Marketing Research:application to contemporary issues (International edition). Canada: Prentice Hall International.Inc.
Mathieson, A and Wall, G. 1992. Tourism Economic,Physical and Social Impact. London: Longman.
Middleton, Victor T.C and Clarke Jackie. 2001 Marketing in Travel and Tourism..
Oxford:Butterworth-Heinaemann.
Matos,Nelson;Mendes,Julio da Costa; Valle,Patricia Oom do. 2011. The impact of Tourism Expereineces in Destination Image The Case of The Algarve. Book of Proceeding Vol.II. International Conference on Tourism & Management Studies – Algarve. Pp.1057 – 1059.
Mountinho, Luiz. 2000. Consumer Behaviour. In: Mountinho, Lui.,editor. Strategic Management in Tourism. UK: CAB International Wallingford Oxon. pp. 41 – 78
Mohamed, Badaruddin; Omar,Shida Irwana;
Muhibudin,Masitah;Shamsudin,Nurhashikin.2009.MeasuringThe
Competitiveness of Malaysian Tourism Cities Through The Application of Multi Dimentional Scaling Analysis: Paper disampaikan pada APTA, Incheon Korea: Emerging Tourism and Hospitality Trends 9-12 Juli 2009. pp 230 – 239.
Moscardo,Giana;Morrison,Alastair M; Cai, Liping; Nadkarni; O’Leary, Joseph T. 1996. Tourist Perspectives on Cruising : Multidimensional Scaling Analyses of Cruising and Other Holiday Types.The Journal of Tourism Studies Vol.7, No.2. hal.54 – 63.
Moutinho,Luiz. (2000). Tourism Marketing Research. In: Moutinho,L. Strategic Management in Tourism. UK. CAB International Wallingford Oxon. pp.79-120 Michailidis, Anastasios and Chatzitheodorodis, Fotis. 2006. Scenarios Analysis of Tourism
Destinations.Journal of Social Sciences 2(2):41-47.
Pike,Steven.2008.Destination Marketing: an Integrated marketing communication approach.Butterworth-Heinemann.Oxford
Prentice, Richard and Andersen, Vivien. 2003. Festival as Creative Destination.Annal Tourism Research. Vol.30.No 1.pp 7 -30
Power,John; Haberlin,David;Foley,Anthony.2005. Developing The Positioning of The Irish Rural Tourism Product – The Role of Image and Market Focus.Paper Presented at the Tourism & Hospitality Research in Ireland: Exploring the Issues
Conferences – University of Ulster 14 th – 15th June 2005
Reisinger,Yvette. 2009. International Tourism:Cultures and Behaviours. UK:Elsevier Ltd.
Ritchie,Brent W and Palmer, Catherin. 2005. Tourism Research Methods. UK: CAB International.
Richardson, John I and Fluker,Martin.2004. Understanding and Managing Tourism.Australia: Pearson Education.
Sainaghi, Rugerro;Canali,Silvia.2011. Exploring The Effects of Destination’s Posisioning on Hotel’s Performance: The Milan Case.Tourismos: An International Multidisciplinary. Journal of Tourism. Volume 6 Number 2, Autum.pp 121-138 Shaw,Margaret.1992. Positioning and Price: Merging Theory, Strategy, and Tactics.
Journal of Hospitality & Tourism Research;15;2.pp 31-39 Tjiptono,Fandy. 1997. Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Penerbit ANDI
Theobald,William F.2005.The Meaning, Scope, and measurement of travel and tourism In Theobald.,editors.Global Tourism (third edition).
USA:Elsevier-Butterworth-Heinemann.
Wijaya,Tony.2010.Analisis Multivariat: Teknik Olah Data Untuk Skripsi,Tesis dan Disertasi Menggunakan SPSS. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya. Wallingford.
Wall, Geoffrey and Mathieson, Alister.2006. Tourism: Change,Impact and Opportunities. England: Pearson Education
Wiranatha, Agung Suryawan; Priantjaya, Putu; Pujaastawa, I.B.G; Satriawan,Ketu;Raka Dalem, A.A Gede.2008. Analisis Kebutuhan Akomodasi dan Transportasi Pariwisata Bali. Denpasar. Puslit Kebudayaan dan Kepariwisataan Unud Bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Provinsi Bali
Wiranatha, Agung Suryawan dan Pujaastawa, I.B.G. 2009. Analisis pasar wisatawan mancanegara 2009. Denpasar: Dinas Pariwisata Provinsi Bali
.
Echtner, Charlotte M and Ritchie J.R. Brent. 2003. The Meaning and Measurement of
Destination Image. The Journal of Tourism Studies. Vol. 17, No.1, pp. 37 – 48.
Buttler, R.W. 1980. The Concept of Tourist Area Cycle of Evaluation: Implication For Management of Resources, Canadian Geographer, XXIV, 1. Pp.5-12.
Cooper, Chris; Fletcher, John; Gilbert, David and Wanhill, Stephen.1993. Tourism
Prnciples & Practice. Pitman Publishing.
Leiper, Neil.2004.Tourism Management. Australia: Pearson Education.
Mill, Christie and Morrison, Alastair M. 2009. The Tourism System, sixh edition, USA: Kendall Hunt.
Plog.Stanley C.2001. Why Destination Areas Rise and Fall in Popularity, Cornel Hotel and
Restaurant administration Quarterly, Vol.14,No.4, pp. 55-58.
Smith, Stepen L.J. 1994. The Tourism Product, Annal Tourism Research, Vol.21,No.3,pp.582-595.
UNWTO. 2011. Hand book on Tourism Product Development, Madrid: World Tourism Organization (UNWTO) and European Tourism Commision (ETC).
UNWTO World Tourism Barometer, Volume.10 Januari 2012.
World Tourism Organization. 2007. A Practical Guide to Tourism Destination
Management, Spain: World Tourism Organizatyion.
Crouch, Geoffrey I. 2007. Modelling Destination Competitiveness: A Survey and Analysis
of The Impact of Competitiveness Attributes, Australia: Sustainable Tourism CRC