ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan buku Petunjuk Praktikum Fisika Dasar ini.
Buku ini disusun untuk dapat dipakai sebagai pedoman pelaksanaan praktikum fisika dasar bagi mahasiswa INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL sehingga mahasiswa dapat mempraktekkan pengetahuan yang didapat di dalam kuliah.
Penyusun berpesan agar buku ini dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh mahasiswa untuk memperoleh tambahan ilmu pengetahuan secara praktek dan teori.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu dalam menyusun buku Petunjuk Praktikum Fisika Dasar ini. Terima kasih kepada rekan-rekan asisten dan praktikan serta pihak-pihak yang telah ikut memberitahukan hal-hal yang perlu diralat/diperbaiki, tentu saja penulis masih mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Bandung, Oktober 2021
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
PETUNJUK UMUM PRAKTIKUM FISIKA DASAR ... iv
PERCOBAAN M1 ... 1
PERCOBAAN M2 ... 21
PERCOBAAN M3 ... 37
PERCOBAAN M4 ... 49
PERCOBAAN M5 ... 59
PERCOBAAN M6 ... 73
PERCOBAAN L1 ... 92
PERCOBAAN L2 ... 110
PERCOBAAN L3 ... 118
PERCOBAAN L4 ... 129
PERCOBAAN L5 ... 144
PERCOBAAN L6 ... 156
PERCOBAAN P1 ... 170
PERCOBAAN P2 ... 181
PERCOBAAN P3 ... 198
PERCOBAAN P4 ... 205
PERCOBAAN P5 ... 217
PERCOBAAN O ... 230
iv
PETUNJUK UMUM PRAKTIKUM FISIKA DASAR
1. Laboratorium adalah tempat bekerja/praktikum, maka:
a. Laboratorium Fisika Dasar merupakan salah satu sarana pendidikan dan pembelajaran di Institut Teknologi Nasional, oleh karena itu, selama berada di Laboratorium, praktikan harus bersikap sopan dan santun.
b. Berpakaian rapi: mengenakan kemeja, memakai sepatu tertutup berkaos kaki, celana yang sopan (tidak sobek, bukan legging, dan bukan rok mini), dan tidak memakai aksesoris (contoh : gelang, topi, jaket, cincin, dll kecuali jam tangan).
c. Selama berada di dalam Laboratorium Fisika, praktikan tidak diperkenankan makan, tidur, dan merokok.
d. Praktikan tidak diperkenankan meninggalkan meja praktikum tanpa seizin asisten.
e. Praktikan diperkenankan untuk minum saat praktikum dengan seizin asisten di sekitar loker atau di luar laboratorium.
f. Selama kegiatan praktikum tas dan barang-barang lain yang tidak perlu untuk praktikum harus disimpan dalam loker yang disediakan, tidak diperkenankan membawa ke meja praktikum.
g. Praktikan wajib bertanggung jawab terhadap kunci loker
masing-masing.
v
h. Keselamatan dan keamanan barang milik pribadi menjadi tanggung-jawab masing masing praktikan, Laboratorium Fisika Dasar tidak bertanggung-jawab atas segala jenis kehilangan barang pribadi.
i. Sebelum memasuki laboratorium praktikan diharuskan memakai jas laboratorium, dan hanya boleh dilepas jika sudah diluar laboratorium.
2. Praktikan wajib melakukan semua percobaan sesuai dengan rencana (lihat jadwal di media-media informasi Laboratorium Fisika Dasar).
3. Perihal kartu praktikum:
a. Setiap kali praktikum, kartu praktikum harus dibawa (kartu praktikum diberikan pada hari pertama praktikum), jika tidak membawa maka tidak diperkenankan mengikuti praktikum saat itu dan tidak diberikan praktikum pengganti/susulan.
b. Apabila kehilangan kartu praktikum, maka harus melapor selambat lambatnya 1 (satu) hari sebelum praktikum berikutnya pada jam kerja (08.00 – 17.00 WIB) kepada asisten dan/atau admin laboratorium.
4. Praktikan wajib datang tepat pada waktunya sesuai dengan jadwal praktikum masing-masing (pagi pukul 07.50, siang pukul 12.50). Keterlambatan akan mendapat sanksi, mulai dari kehilangan nilai test awal sampai tidak diperkenankan praktikum pada hari tersebut.
5. Pelajari petunjuk praktikum dengan baik sebelum
praktikum dimulai. Asisten akan menilai persiapan, cara
vi
kerja Saudara/i dalam melakukan percobaan, menghitung dan menjawab setiap pertanyaan yang diajukan, dll. Semua ini akan mendapat nilai tersendiri dan akan digabungkan menjadi nilai akhir suatu praktikum.
6. Perihal kehilangan atau kerusakan alat:
a. Kerusakan atau kehilangan alat yang disebabkan oleh kelalaian praktikan selama praktikum berlangsung adalah tanggung jawab praktikan dan rekan satu kelompok.
b. Praktikan dan rekan satu kelompok harus mengganti dengan alat dengan spesifikasi yang sama. Penggantian alat yaitu satu minggu setelah praktikum berlangsung c. Keterlambatan penggantian alat dapat menyebabkan
praktikan dan rekan sekelompok yang bersangkutan diberi nilai akhir praktikum C.
d. Jika lebih dari 3 hari terhitung dari batas maksimum pengembalian, alat belum juga diganti, maka praktikan dan rekan sekelompok yang bersangkutan diberi nilai akhir praktikum E (atau dinyatakan tidak lulus praktikum).
7. Setiap praktikan harus mempersiapkan diri untuk
pelaksanaan praktikum sesuai dengan modul yang akan
dilaksanakan, hal ini dilihat dari Tugas Pendahuluan dan Tes
Awal. Nilai Tes Awal yang tidak memenuhi kriteria dapat
dikenai perlakuan mulai dari pengulangan tes hingga praktikan
yang bersangkutan tidak diperkenankan praktikum (nilai
modul saat itu akan nol).
vii
8. Tugas pendahuluan harus ditulis tangan menggunakan pena berwarna biru, tidak boleh diketik.
9. Sebelum memulai praktikum, serahkan kartu praktikum dan tugas pendahuluan. Tulislah data kunci loker yang dipegang di form yang akan diberikan oleh asisten, lalu tulis alat-alat yang diperlukan dalam praktikum pada bon peminjaman alat (akan diserahkan oleh asisten sebelum praktikum dimulai). Setelah praktikum selesai, kembalikan alat ke ruang peminjaman alat. Catat data ruang (temperatur, tekanan, dan kelembaban udara) sebelum dan sesudah praktikum.
10. Tiap kelompok akan diberikan 1 buku panduan praktikum dan 1 buku laporan. Tiap kelompok harus menyerahkan buku laporan setiap selesai praktikum.
11. Setiap kelompok akan melaksanakan praktikum enam modul praktikum.
12. Perihal izin tidak mengikuti praktikum:
a. Batas waktu izin (selain sakit) untuk tidak mengikuti praktikum yaitu maksimal 2 hari (jam kerja) sebelum praktikum dilaksanakan.
b. Jenis-jenis izin yang tidak diperkenankan adalah:
• Acara selain acara keluarga kandung
• Liburan
• Kegiatan organisasi, baik intra maupun ekstra kampus c. Batas waktu izin sakit sehingga tidak mengikuti praktikum
yaitu maksimal 2 hari (jam kerja) setelah praktikum
dilaksanakan.
viii
d. Berkas-berkas yang perlu diserahkan untuk menjadi syarat diterimanya izin (baik sakit maupun selain sakit) adalah surat izin dan bukti lain jika memang diperlukan.
13. Segala bentuk kecurangan dan penipuan akan mengakibatkan pemberian nilai akhir praktikum menjadi E tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
14. Perhatikan setiap kali media informasi Laboratorium Fisika Dasar (Seperti perubahan jadwal, panggilan kepada praktikan, pengumuman, dsb.).
Bandung, Oktober 2021
Laboratorium Fisika Dasar
(PENGUKURAN DASAR PADA BENDA PADAT)
Disusun Oleh:
M. AZHIMAN PRIHADI
(13-2019-184)
2 INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL LABORATORIUM FISIKA DASAR
PRAKTIKUM FISIKA – MEKANIKA
PERCOBAAN M1–PENGUKURAN DASAR PADA BENDA PADAT
I. CAPAIAN
Mahasiswa mampu melakukan Pengukuran Langsung (massa, panjang, temperatur) dan Pengukuran Tidak Langsung (volume, massa jenis) dengan baik dan benar.
II. TEORI
Pengukuran adalah proses membandingkan suatu besaran pada objek ukur dengan besaran sejenis yang dijadikan standar.
Pengukuran dapat bersifat kuantitatif yang hasil pengukurannya berupa suatu nilai dengan satuan dan kecermatannya namun dapat juga bersifat kualitatif yang hasil pengukurannya berupa kualifikasi.
Terdapat dua jenis metode pengukuran, yaitu:
Metode Pengukuran langsung
Proses pengukuran yang hasil pengukurannya dapat langsung dibaca pada skala yang ditunjukkan oleh alat ukur.
Metode Pengukuran tidak langsung
Proses pengukuran yang hasil pengukurannya didapat dengan
cara membandingkan beberapa jenis alat ukur dengan ukuran
standar. Perbedaan nilai yang ditunjukkan oleh skala alat ukur
3
sewaktu mengukur objek ukur dan ukuran standar digunakan untuk menentukan dimensi dari objek ukur. Pengukuran tidak langsung dapat juga dilakukan dengan mengukur besaran lain. Contohnya, mengukur luas suatu bidang segi empat, maka yang dikur adalah panjang dan lebar bidang. Besaran luas didapat dengan menghitung panjang kali lebar.
Semua perlengkapan atau peralatan yang digunakan dalam melakukan proses pengukuran disebut alat ukur. Ada beberapa istilah yang sering ditemukan dalam suatu proses pengukuran:
- Kecermatan, kemampuan suatu alat ukur untuk menunjukkan nilai sekala terkecil (NST).
- Ketelitian atau Akurat (Accuracy), kemampuan suatu proses pengukuran untuk menunjukkan kedekatan nilai hasil mengukur yang didapat dengan nilai sebenarnya.
- Ketepatan atau Presisi (Precision), atau keterulangan, kemampuan suatu alat ukur untuk menunjukkan nilai yang seragam secara berulang.
Untuk menghindari kesalahan akibat alat ukur pada saat proses pengukuran, maka dilakukan kalibrasi pada alat ukur yang digunakan. Kalibrasi merupakan proses mengecek suatu alat ukur berdasarkan standar yang telah ditentukan untuk memastikan alat ukur tersebut layak digunakan.
Proses pengukuran bertujuan untuk mendapatkan hasil pengukuran yang berupa besaran yang memiliki nilai dan satuan.
Segala sesuatu yang dapat diukur dan dinyatakan dengan angka
merupakan definisi dari besaran fisis. Besaran fisis dikelompokkan
4
atas besaran dasar dan besaran turunan. Besaran dasar adalah besaran yang satuannya didefinisikan terlebih dahulu.
No. BESARAN DASAR
SATUAN SI
NAMA LAMBANG RUMUS
DIMENSI
1. Panjang meter m [ L ]
2. Massa kilogram kg [ M ]
3. Waktu second s [ T ]
4. Arus Listrik ampere A [ I ]
5. Suhu termodinamika Kelvin K [ θ ]
6. Jumlah Zat mol mol [ N ]
7. Intensitas Cahaya candela cd [ J ]
BESARAN TAMBAHAN
1. Sudut bidang radian rad
2. Sudut ruang steradian sr
Besaran turunan adalah besaran yang satuannya diturunkan dari satuan satuan besaran dasar. Beberapa contoh besaran turunan diantaranya luas, volume, kecepatan, gaya, dan massa jenis. Terdapat dua cara untuk mengukur besaran fisis, yaitu:
Pengukuran cara statis
Pengukuran cara statis merupakan aplikasi dari pengukuran
langsung, digunakan untuk mengukur benda yang bentuknya teratur
5
sehingga didapat dimensinya. Contoh pengukuran cara statis yaitu untuk mendapatkan panjang, lebar, atau tinggi dari suatu benda.
Pengukuran cara dinamis
Pengukuran cara dinamis merupakan aplikasi dari pengukuran tidak langsung, digunakan untuk mengukur benda yang bentuknya tidak teratur. Pengukuran cara dinamis menggunakan hukum-hukum fisika seperti Hukum Archimedes sebagai acuan.
Secara umum konsep dari Hukum Archimedes menyatakan bahwa:
“Benda yang dicelupkan sebagian atau seluruhnya ke dalam fluida, akan mengalami gaya ke atas sebesar berat fluida yang dipisahkan”
Sehingga maksud dari Hukum Archimedes terhadap benda yang dicelupkan ke dalam fluida dapat dirumuskan:
𝐹
𝐴= 𝜌
𝑓𝑉
𝑓𝑔……… (1) Dimana,
𝐹
𝐴: gaya ke atas (N)
𝜌
𝑓: massa jenis fluida (kg/m
3)
𝑉
𝑓: volume fluida yang dipisahkan (m
3) 𝑔 : percepatan gravitasi (m/s
2)
Dalam setiap pengukuran besaran fisis selalu menemui batas
ketelitian dan kesalahan pengukuran, baik karena salah baca maupun
karena batas ketelitian alat. Setiap alat ukur memiliki karateristik
masing-masing baik dari cara penggunaan maupun kemampuan
dalam proses pengukuran seperti ketelitian, kecermatan, dan
ketepatan.
6 Jangka sorong (Sigmat)
Alat ukur ini banyak terdapat di bengkel-bengkel kerja, yang dalam praktek sehari-hari mempunyai banyak sebutan misalnya jangka sorong, mistar ingsut, schuifmaat atau vernier caliper. Pada batang ukurnya terdapat skala utama yang cara pembacaannya sama seperti pada mistar ukur. Pada ujung yang lain dilengkapi dengan dua rahang ukur yaitu rahang ukur tetap dan rahang ukur gerak.
Dengan adanya rahang ukur tetap dan rahang ukur gerak ini maka jangka sorong bisa digunakan untuk mengukur dimensi luar, dimensi dalam, kedalaman dan ketinggian dari benda ukur.
Di samping skala utama, dilengkapi pula dengan skala tambahan yang sangat penting perannya di dalam pengukuran yaitu yang disebut dengan skala nonius. Skala nonius menaikkan tingkat kecermatan jangka sorong. Dalam pembacaan skalanya ada yang dalam sistem inchi dan ada pula yang dalam sistem metrik. Biasanya pada masing-masing sisi dari batang ukur dicantumkan dua macam skala, satu sisi dalam bentuk inchi dan sisi lain dalam bentuk metrik.
Dengan demikian dari satu alat ukur bisa digunakan untuk mengukur
dengan dua sistem satuan sekaligus yaitu inchi dan metrik. Ketelitian
alat ukur jangka sorong bisa mencapai 0.001 inchi atau 0.05
milimeter. Ada pula mistar ingsut yang tidak dilengkapi dengan skala
nonius. Sebagai penggantinya maka dibuat jam ukur yang
dipasangkan sedemikian rupa sehingga besarnya pengukuran dapat
dilihat pada jam ukur tersebut. Angka yang ditunjukkan oleh jam
ukur adalah angka penambah dari skala utama (angka di belakang
koma yang menunjukkan tingkat kecermatan).
7
Gambar 1. Skala Utama dan Skala Nonius pada Jangka Sorong
Gambar 2. Penunjuk skala Jangka Sorong
Gambar 3. Bagian-bagian Jangka Sorong Universal
Rahang Bawah/ Rahang Luar
Skala nonius
Tangkai Ukur Kedalaman Skala Utama
Baut Pengunci Rahang Rahang Atas/ Rahang Dalam
8 Cara Menggunakan Jangka Sorong
Berdasarkan bagian-bagian utama yang dipunyai oleh jangka sorong, secara umum jangka sorong dapat digunakan antara lain untuk mengukur ketebalan, mengukur jarak luar, mengukur diameter luar (outside), diameter dalam (inside), mengukur kedalaman (depth) , mengukur tingkatan, mengukur celah, dan sebagainya.
Agar pemakaian jangka sorong berjalan baik dan tidak menimbulkan kemungkinan yang dapat menyebabkan cepat rusaknya jangka sorong maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Gerakan rahang ukur harus dapat meluncur dengan mulus tanpa hambatan dan jalannya rahang ukur tidak boleh bergoyang.
2. Saat melakukan pengukuran benda ukur harus masuk agak kedalam rahang ukur.
3. Sebelum mengukur pastikan bahwa posisi nol dari skala ukur dan kesejajaran muka ukur pada rahang ukur sudah benar.
4. Waktu melakukan penekanan kedua rahang ukur pada benda ukur harus diperhatikan gaya penekannya. Terlalu kuat menekan kedua rahang ukur akan menyebabkan kebengkokan atau ketidaksejajaran rahang ukur. Disamping itu, bila benda ukur mudah berubah bentuk maka terlalu kuat menekan rahang ukur dapat menimbulkan penyimpangan hasil pengukuran.
5. Sebaiknya jangan membaca skala ukur pada waktu jangka
sorong masih berada pada benda ukur. Kunci dulu peluncurnya
lalu dilepas dari benda ukur kemudian baru dibaca skala
9
ukurnya dengan posisi pembacaan yang tegak lurus bidang skala ukur.
6. Jangan lupa bersihkan kembali jangka sorong setelah digunakan sebelum disimpan ditempatnya. Bersihkan jangka sorong menggunakan alat-alat pembersih yang telah disediakan misalnya kertas tissue, wash benzine, dan sebagainya.
Cara Membaca Skala Jangka Sorong
Jangka sorong mempunyai skala ukur dalam inchi dan dalam metrik. Akan tetapi, kebanyakan skala jangka sorong yang digunakan dalam sistem metrik. Karena kedua sistem satuan tersebut sama-sama digunakan maka pembahasan cara membacanya pun kedua-duanya akan dijelaskan.
Cara Membaca Skala Jangka Sorong dalam Inchi
Pada jangka sorong dengan skala inchi, skala vernier-nya
(nonius) dibagi dalam 25 bagian dan ada juga yang dibagi dalam 50
bagian. Untuk jangka sorong yang skala vernier-nya dibagi dalam 25
bagian, skala utama 1 inchi dibagi dalam 10 bagian utama yang diberi
nomor 1 sampai 9. Berarti satu bagian skala utama mempunyai jarak
0.1 inchi. Masing- masing dari satu bagian skala utama (0.1 inchi)
dibagi lagi dalam 4 bagian kecil. Untuk jangka sorong yang skala
vernier-nya dibagi 50 bagian, skala utama 1 inchi juga dibagi dengan
10 bagian. Akan tetapi yang sepersepuluh bagian (0.1) dibagi lagi
dengan 2 bagian kecil. Berarti satu skala (divisi) dari skala utama
berjarak 0.050 inchi.
10
Cara Membaca Skala Jangka Sorong dalam Metrik
Sistem pembacaan jangka sorong dengan skala satuan metrik sebetulnya sama saja dengan sistem pembacaan jangka sorong dalam satuan inchi. Perbedaannya hanyalah pada satuannya dan juga tingkat ketelitian pada skala vernier (nonius). Untuk jangka sorong dengan sistem metrik skala nonius memiliki kecermatan 0.05 milimeter. Tiap angka pada skala utama menunjukkan besarnya jarak dalam centimeters. Misalnya angka 1 berarti 1 centimeters = 10 milimeter. Jarak antara dua angka berarti 10 milimeter. Jarak ini dibagi dalam 10 bagian yang sama, berarti satu skala kecil (divisi) pada skala utama menunjukkan jarak 1 milimeter.
Mikrometer
Mikrometer merupakan alat ukur linear yang mempunyai kecermatan yang lebih tinggi dari pada jangka sorong, umumnya mempunyai kecermatan sebesar 0,01 mm (meskipun namanya
“mikrometer”). Jenis khusus memang ada yang dibuat dengan kecermatan 0,005 mm, 0,002 mm.
Mikrometer memang dirancang untuk pemakaian praktis, sering dimanfaatkan oleh operator mesin perkakas dalam rangka pembuatan beragam komponen yang dibuat berdasarkan acuan toleransi geometrik dengan tingkat kualitas sedang s.d. menengah. Jadi, kecermatan sebesar 0,01 mm dianggap sesuai karena semakin cermat alat ukur memerlukan kesaksamaan yang tinggi saat pengukuran berlangsung (lebih cocok dilakukan pada laboratorium ukur/
metrologi dari pada dilakukan di pabrik dengan berbagai jenis
gangguan; getaran, debu, suhu).
11
Dengan memutar silinder putar satu kali, poros ukur akan bergerak linier sepanjang satu kisar sesuai dengan kisar (pitch) ulir utama (biasanya 0,5 mm). Apabila poros ukur digerakkan mulai dari nol sampai batas akhir, kesalahan kisar ini akan “terkumpul” atau terakumulasi sehingga menimbulkan penyimpangan yang sering disebut dengan kesalahan kumulatif. Oleh karena itu, untuk membatasi kesalahan kisar kumulatif, biasanya panjang ulir utama (jarak gerakan poros ukur) dirancang hanya sampai 25 mm saja.
Gambar 4. Bagian-bagian Mikrometer
Pemakaian Mikrometer (0-25 mm)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sewaktu memakai mikrometer adalah sebagai berikut:
Permukaan benda ukur dan mulut ukur mikrometer harus dalam kondisi bersih. Adanya debu terutama geram bekas proses
Rahang Tetap
Rahang Geser
Mur Pengunci
Skala Utama
Skala Nonius
Roda Bergerigi
Bagan
Selubung Luar
12
pemesinan dapat menyebabkan kesalahan sistematik dan bisa merusak permukaan mulut ukur (sensor) mikrometer.
Sebelum dipakai, kedudukan nol mikrometer harus diperiksa.
Apabila perlu, kedudukan nol ini diatur dengan cara merapatkan mulut ukur (dengan memutar ratchet sampai terdengar suara ratchet dua/tiga kali; dua atau tiga “klik” ) kemudian silinder tetap diputar (relatif terhadap suaiannya yaitu silinder rangka; lihat gambar 5, dengan memakai kunci penyetel sampai garis referensi skala tetap bertemu dengan garis nol skala putar.
Bukalah mulut ukur sampai sedikit, melebihi dimensi objek ukur.
Apabila dimensi tersebut cukup lebar, poros ukur dapat digerakkan (dimundurkan) dengan cepat dengan cara menggelindingkan silinder putar pada telapak tangan.
Benda ukur dipegang dengan tangan kiri dan mikrometer dengan tangan kanan, lihat gambar 5. Rangka mikrometer diletakkan pada tapak kanan dan ditahan oleh kelingking, jari manis serta jari manis serta jari tengah. Telunjuk dan ibu jari digunakan untuk memutar silinder putar, setelah hampir menyentuh gunakan ratchet untuk memutar sampai “tiga klik”.
Pada waktu mengukur, penekanan poros ukur pada benda ukur
tidak boleh terlalu keras sehingga memungkinkan kesalahan ukur
karena adanya deformasi. Penekanan yang amat keras dapat
merusakkan ulir utama. Ketepatan pengukuran bergantung pada
penggunaan tekanan pengukuran yang cukup dan diusahakan selalu
tetap sama. Hal ini dapat dicapai dengan cara memutar silinder putar
melalui gigi gelincir (ratchet) atau tabung gelincir (friction thimble)
13
sewaktu poros ukur hampir mencapai permukaan benda ukur. Jika pembatas momen putar tidak ada, gunakanlah perasaan yang baik sewaktu memutar silinder putar. Pada alat ukur lain yang memakai mikrometer sebagai penggerak sensor ukur, kadang dilengkapi dengan sensor tekanan, atau indikator, meskipun tak ada ratchet atau friction thimble pemutaran silinder putarnya dihentikan ketika jarum indikator menunjukkan angka nol.
Gambar 5. Cara memegang Mikrometer
Neraca Teknis
Neraca Teknis merupakan salah satu alat untuk mengukur massa
benda. Neraca Teknis termasuk ke dalam neraca yang tidak
memiliki ketelitian yang tinggi. Neraca Teknis hanya memiliki
ketelitian 0,01 gram. Karena ketelitiannya yang rendah neraca ini
biasanya hanya dipakai untuk menimbang zat atau benda yang tidak
memerlukan ketelitian yang tinggi, misalnya untuk menimbang
bahan yang diperlukan untuk membuat larutan pereaksi, larutan
baku sekunder dll.
14
Neraca teknis memiliki bagian-bagian tertentu seperti sekrup penyeimbang, tuas penopang (didalam), peredam, magnet, penyangga, meja tambahan (tidak tertimbang), piring tempat menimbang, batang gantung dan poros penggantung. Sekrup penyeimbang berfungsi untuk mengkalibrasi neraca teknis sebelum digunakan, piring tempat menimbang berfungsi untuk meletakkan benda yang akan ditimbang
Gambar 6. Bagian-bagian Neraca Teknis Tuas Penopang
(di dalam)
Poros Penggantung Sekrup
Penyeimbang Peredam
Batang
Gantung Magnet
Piringan tempat menimbang
Penyangga
Meja tambahan (tidak tertimbang) Skala Nonius
Skala Utama
15 III. ALAT-ALAT
1. Jangka sorong (Sigmat/ Vernier Caliper).
2. Mikrometer sekrup.
3. Neraca teknis.
4. Benda-benda yang diukur (dua buah) 5. Kawat tipis.
6. Bejana gelas.
7. Termometer 50 °C.
IV. TUGAS PENDAHULUAN
1. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan:
a. Pengukuran
b. Pengukuran langsung c. Pengukuran tidak langsung
2. Jelaskan apa perbedaan pengukuran dan perhitungan!
3. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan besaran fisis!
4. Sebutkan besaran-besaran dasar dalam fisika beserta satuan dan dimensinya dalam sistem SI (berdasarkan sistem MKS)!
5. Sebutkan 10 besaran turunan dalam fisika beserta satuan (SI)!
6. Tuliskan rumus yang digunakan untuk menentukan volume benda dengan cara statis dan dinamis!
7. Sebutkan tiga ciri khas alat ukur!
8. Tentukan massa jenis dari suatu balok yang memiliki panjang 60cm, lebar 35cm, dan tinggi 20cm dengan massa 1500g!
9. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kalibrasi!
10. Sebutkan hasil pengukuran dari alat ukur dibawah ini!
16 a. Jangka Sorong
b. Mikrometer Sekrup
V. PROSEDUR PERCOBAAN A. Cara Statis
1. Catat keadaan ruang sebelum percobaan!
2. Ukurlah panjang dan lebar benda padat dengan jangka sorong masing-masing 10 kali pada sisi yang berlainan!
3. Ukurlah tebal benda padat dengan mikrometer sekrup, sama seperti langkah V.A.2!
4. Timbanglah massa benda padat dengan neraca teknis (cukup sekali saja)!
5. Ulangi langkah V.A.2 s.d. V.A.4 untuk benda padat lainnya!
17
Tabel pengamatan cara statis
No.
Benda 1 (warna ………….) Benda 2 (warna ………….) p
(cm)
l (cm)
t (mm)
p (cm)
l (cm)
t (mm) 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Massa benda 1 ... gr Massa benda 2 ... gr
B. Cara Dinamis
1. Ikat benda padat menggunakan kawat tipis kemudian gantungkan pada neraca teknis!
2. Timbanglah massa benda padat menggunakan neraca teknis
dalam keadaan tergantung (cukup sekali saja)!
18
3. Isi air pada bejana sebanyak 250 ml dan letakkan bejana pada meja tambahan sehingga bejana tidak tertimbang oleh neraca (tanya asisten)!
4. Celupkan benda padat yang akan diukur ke dalam bejana yang berisikan air dalam keadaan tergantung pada kawat tipis!
5. Timbanglah benda dengan posisi di tengah-tengah antara dasar dan permukaan air (cukup sekali saja)!
6. Ukur suhu awal air dalam keadaan benda padat tercelup ke dalam bejana menggunakan termometer!
7. Ukur suhu akhir air dalam keadaan benda padat telah dikeluarkan dari dalam bejana!
8. Ulangi langkah V.B.1 s.d. V.B.5 untuk benda padat lainnya!
9. Catat keadaan ruang setelah percobaan!
Tabel pengamatan cara dinamis
Benda 1 Benda 2
Suhu air awal (°C)
Suhu air akhir (°C)
Suhu air awal (°C)
Suhu air akhir (°C)
Benda Massa + tali tipis (gram)
Massa + tali tipis di dalam air (gram)
1
2
19 VI. PENGOLAHAN DATA
A. Cara Statis
1. Panjang Benda Rata-rata (𝑐𝑚):
𝑝̅ =
Ʃ𝑝𝑛
2. Lebar Benda Rata-rata (𝑐𝑚):
𝑙̅ =
Ʃ𝑙𝑛
3. Tebal Benda Rata-rata (𝑐𝑚):
𝑡̅ =
Ʃ𝑡𝑛
4. Volume Benda (𝑐𝑚
3):
𝑉 = 𝑝̅ . 𝑙̅ . 𝑡̅
5. Massa Jenis Benda (𝑔𝑟/c𝑚
3):
𝜌 =
𝑚𝑉
B. Cara Dinamis
1. Temperatur Air Rata-rata (°C):
𝑇𝑟 ̅̅̅ =
𝑇𝑚+𝑇𝑎2
2. Volume Benda (𝑐𝑚
3):
𝑉 =
𝑚𝑢−𝑚𝑎𝜌𝑎
3. Massa Jenis Benda (𝑔𝑟/c𝑚
3):
𝜌 =
𝑚𝑉
20 VII. DAFTAR PUSTAKA
1. Prasodjo, Budi dkk. 2006. Teori dan Aplikasi Fisika.
Yudhistira Ghalia Indonesia. Jakarta.
2. Rochim, Taufiq, dan Sri Hardjoko Wirjomartono. 2001.
Spesifikasi, Metrologi, & Kontrol Kualitas Geometrik.
Penerbit ITB. Bandung.
3. Saripudin, Aip dkk. 2009. Praktis Belajar Fisika. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
4. Soeprapto Andar, Drs., Muhammad Ridwan, ST. MT., Dkk.
2012. Buku Petunjuk Praktikum Fisika Dasar. Bandung.
21
PERCOBAAN M2 (HUKUM NEWTON)
Disusun Oleh:
MUHAMMAD INKA
(13-2019-145)
22 INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL LABORATORIUM FISIKA DASAR
PRAKTIKUM FISIKA – MEKANIKA PERCOBAAN M2 – HUKUM NEWTON
I. CAPAIAN
1. Mampu menjelaskan fenomena gerak lurus beraturan (GLB) dan gerak lurus berubah beraturan (GLBB).
2. Mampu mengidentifikasi fenomena Hukum Newton.
II. TEORI
A. HUKUM NEWTON
Hukum I Newton berbunyi: “Setiap benda akan mempertahankan keadaan diam atau bergerak lurus beraturan, kecuali ada gaya yang bekerja untuk merubahnya”. Maksud dari bunyi tersebut adalah jika suatu benda mendapatkan gaya yang sama besar dan berlawanan arah, benda tersebut akan diam, begitu juga dengan benda yang bergerak dengan kecepatan tetap hal itu disebut dengan setimbang.
Kecenderungan suatu benda untuk mempertahankan keadaan disebut Inersia, sehingga hukum I Newton biasa disebut hukum inersia. Hukum I Newton dirumuskan dengan:
∑F = 0 ……… (1) Dengan:
∑F = Gaya
23
Hukum II Newton berbunyi: “Percepatan suatu benda berbanding lurus dengan gaya yang diberikan/bekerja padanya dan berbanding terbalik dengan massa benda. Arah percepatan searah dengan arah gaya yang diberikan”. Maksud dari bunyi tersebut adalah benda akan bertambah cepat atau lambat di akibatkan oleh gaya, dan gerak benda tersebut akan searah dengan gaya tersebut. Terdapat tiga variabel dalam hukum II Newton, yaitu: Gaya, Massa, Percepatan. Gaya akan sebanding dengan percepatan jika variabel massa konstan, dan gaya akan sebanding dengan massa jika variabel percepatan konstan. Dirumuskan dengan:
∑F = m.a ……….………(2) Dengan:
∑F = Gaya (N) m = Massa (Kg) a = Percepatan (m/s
2)
Bunyi dari hukum ke 3 adalah: “Untuk setiap aksi selalu ada reaksi yang sama besar dan berlawanan arah, atau setiap benda yang memberikan gaya aksi pada benda lain akan menerima gaya reaksi yang sama besar dan berlawanan arah”. Maksud dari bunyi tersebut adalah jika suatu benda diberi gaya aksi maka benda tersebut akan memberi gaya reaksi yang sama besar dan berlawanan arah. Di rumuskan dengan:
∑F aksi= -∑F reaksi ...(3) Dengan:
∑F = Gaya (N) a = Percepatan (m/s
2)
m = Massa (Kg)
24
B. GERAK LURUS BERATURAN (GLB)
Gerak lurus beraturan (GLB) adalah gerak suatu benda pada lintasan berupa garis lurus dengan kecepatan tetap (konstan) pada selang waktu tertentu.
Gambar 1. Contoh Gerak Lurus Beraturan
Dirumuskan dengan:
s = v.t...(4) Dengan:
s = Perpindahan (m) t = Waktu (s)
v = Kecepatan (m/s)
C. GERAK LURUS BERUBAH BERATURAN (GLBB)
Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) adalah gerak suatu benda
pada lintasan berupa garis lurus dengan kecepatan yang berubah-ubah
secara teratur (percepatan konstan).
25
Gambar 2. Contoh Gerak Lurus Berubah Beraturan
Dirumuskan dengan:
V = V
0± at...(5) V
2= V
02± 2as...(6) S = V
0t±
12
a t
2...(7) Dengan:
S = Perpindahan (m) t = Waktu (s)
V = Kecepatan akhir (m/s) a = Percepatan/Perlambatan (m/s
2) V
0= Kecepatan awal (m/s)
D. MOMEN INERSIA
Bila sebuah benda berputar melalui porosnya, maka pada gerak melingkar ini berlaku persamaan-persamaan gerak yang ekuivalen dengan persamaan-persamaan gerak linier. Dalam hal ini besaran fisis
”momen inersia” (momen kelembaman) ekuivalen dengan besaran fisis
”massa” m pada gerak linier. Momen inersia dapat diartikan sebagai ukuran kelembaman suatu benda untuk berotasi pada porosnya.
Momen inersia I suatu benda terhadap poros tertentu harganya
sebanding dengan massa benda tersebut, sebanding dengan kuadrat dan
26
ukuran atau jarak benda pangkat dua terhadap poros, dan sebanding dengan bentuk dari benda tersebut.
I ≈ m
I ≈ k I =
k.m.r
2...(8) I ≈ r
2Untuk katrol dengan beban seperti pada gambar 1 maka berlaku persamaan:
𝑎 =
𝑚3𝑔𝑚1+𝑚2+ 𝑚3+𝐼 𝑟2
……….(9) Dengan:
a = percepatan gerak (m/s
2) I = momen inersia katrol (kg.m
2) m
1, m
2= massa beban (kg) r = jari-jari katrol (m)
m
3= massa beban tambahan (kg) g = percepatan gravitasi (m/s
2)
Gambar 3. Percobaan GLB
Gambar 4. Percobaan GLBB
27 Keterangan Gambar:
P = penjepit
A = kedudukan awal B = penyangkut beban C = meja akhir
S
1= sensor gerbang cahaya pertama S
2= sensor gerbang cahaya kedua
Pada saat awal, m
1dijepit P, m
2dan m
3di A. Jika kemudian m
1dilepas, maka m
2dan m
3akan turun dari A ke B dengan gerak dipercepat.
Pada saat melalui B, m
3akan tersangkut, maka gerak dari B ke C merupakan gerak lurus beraturan bila m
1=m
2.
Gambar 5. Pesawat Atwood
28 III. ALAT-ALAT
1. Pesawat Atwood lengkap: tiang berskala, katrol, 2 buah beban dengan tali, 3 buah beban tambahan, penjepit beban, penyangkut beban, meja akhir.
2. Pencacah waktu (Timer Counter).
3. Sensor gerbang cahaya (2 buah).
4. Neraca teknis.
IV. TUGAS PENDAHULUAN
1. Sebutkan bunyi Hukum Newton serta tuliskan perumusannya!
Serta beri keterangan dan satuan untuk huruf-huruf yang dipakai (dalam SI)!
2. Apa yang dimaksud dengan gerak lurus beraturan dan gerak lurus berubah beraturan? Berikan keterangan dan satuannya dalam SI!
3. Apa yang dimaksud dengan momen inersia serta tuliskan perumusannya! Beri keterangan dan satuan untuk huruf-huruf yang dipakai (dalam SI)!
4. Gambarkan rangkaian pesawat atwood pada percobaan GLB dan GLBB! Jelaskan perbedaannya!
5. Jelaskan fungsi alat-alat yang digunakan pada modul M2!
6. Jelaskan perbedaan percobaan GLB dengan percobaan GLBB!
(Lihat pada Gambar 3 Percobaan GLB dan Gambar 4 Percobaan
GLBB)
29
7. Berikan contoh peristiwa yang mengalami kejadian Hukum Newton I, II, & III pada kehidupan sehari-hari! (masing-masing minimal 2)
8. Gambarkan grafik kecepatan dan waktu serta tuliskan contoh cara perhitungan jaraknya!
9. Turunkan percepatan gerak yang didapat pada persamaan (9) dengan menggunakan persamaan Hukum Newton II dan momen Inersia (I)!
10. Gambarkan Diagram Gaya yang bekerja pada sistem berikut!
V. PROSEDUR PERCOBAAN
Mula-mula atur tiang berskala agar benar-benar tegak lurus, dengan cara mengatur sekrup-sekrup pada kaki (lihat gambar 3). Juga atur sekrup-sekrup pada katrol, katrol harus dapat bergerak bebas.
Kedudukan ini tidak boleh diubah-ubah sampai semua percobaan selesai.
A. Gerak Lurus Beraturan
1. Catat keadaan ruang sebelum percobaan!
2. Timbang beban m1, m2, dan 3 buah m3 dengan menggunakan neraca teknis!
3. Ukur keliling katrol dengan menggunakan tali (tanya
asisten)!
30
4. Letakkan penjepit beban (P), 2 buah beban (m
1dan m
2), 2 buah sensor gerbang cahaya (S
1dan S
2), penyangkut beban (B), dan meja akhir (C) seperti pada gambar 1 dengan menggunakan 1 buah beban tambahan (m
3A)!
5. Atur agar posisi sensor gerbang cahaya (S
1dan S
2) berjarak 50 cm di tengah-tengah tiang berskala!
6. Pasang penyangkut beban (B) kira-kira 10 cm di atas sensor gerbang cahaya 1 (S
1) dan meja akhir (C) kira-kira 10 cm di bawah sensor gerbang cahaya 2 (S
2)!
7. Hubungkan sensor gerbang cahaya 1 (S
1) ke port 1 (P1) dan sensor gerbang cahaya 2 (S
2) ke port 2 (P2) pada pencacah waktu!
8. Gunakan fungsi timing 2 pada pencacah waktu (tanya asisten)!
9. Setelah beban m2 diam, lepaskan penjepit (P), kemudian catat waktu tempuh beban dari sensor gerbang cahaya 1 (S
1) ke sensor gerbang cahaya 2 (S
2) pada pencacah waktu (usahakan agar beban m2 tidak kembali melewati kedua sensor)!
10. Lakukan langkah V.A.9 sebanyak 3 kali!
11. Ulangi langkah V.A.9 dan V.A.10 dengan mengubah jumlah beban tambahan (tanya asisten)!
12. Ulangi langkah V.A.6 s.d. V.A.11 dengan jarak kedua sensor
yang berbeda (lihat tabel pengamatan)!
31
Tabel Keadaan Ruang
Keadaan Awal Akhir
Suhu ( C ) Kelembapan (%)
Tekanan (mmHg)
Tabel pengamatan
Massa beban m
1... gr Massa beban m
2... gr Massa beban tambahan m
3A... gr Massa beban tambahan m
3B... gr Massa beban tambahan m
3C... gr
Jarak antar sensor (cm)
Pengukuran ke-
Waktu tempuh beban m
2berdasarkan jumlah beban tambahan (second) m
3Am
3A+ m
3Bm
3A+ m
3B+ m
3C50
1 2 3
45 1
32 Catatan:
Selama serangkaian percobaan berlangsung jangan mengubah kedudukan atau jarak antara A dan B.
B. Gerak Lurus Berubah Beraturan
1. Pastikan tiang berskala benar-benar tegak lurus dan katrol dapat bergerak bebas !
2. Letakkan penjepit beban (P), 2 buah beban (m
1dan m
2), 2 buah sensor gerbang cahaya (S
1dann S
2), penyangkut beban (B), dan meja akhir (C) seperti pada gambar 2 dengan menggunakan 1 buah beban tambahan (m
3A)!
3. Atur agar posisi sensor gerbang cahaya (S
1dan S
2) berjarak 50 cm di tengah-tengah tiang berskala!
4. Pasang penyangkut beban (B) kira-kira 10 cm dibawah sensor gerbang cahaya 2 (S
2)! (C diabaikan).
2 3
40
1 2 3
35
1 2 3
30
1
2
3
33
5. Hubungkan sensor gerbang cahaya 1 ke port 1 (P1) dan sensor gerbang cahaya 2 ke port 2 (P2) pada pencacah waktu!
6. Gunakan fungsi timing 2 pada pencacah waktu (tanya asisten)!
7. Setelah beban m2 diam, lepaskan penjepit (P), kemudian catat waktu tempuh beban dari sensor gerbang cahaya 1 (S
1) ke sensor gerbang cahaya 2 (S
2) pada pencacah waktu (usahakan agar beban m2 tidak kembali melewati kedua sensor)!
8. Lakukan langkah V.A.6 sebanyak 3 kali!
9. Ulangi langkah V.A.6 dan V.A.7 dengan mengubah jumlah beban tambahan (tanya asisten)!
10. Ulangi langkah V.A.3 s.d. V.A.7 dengan 5 jarak kedua sensor yang berbeda (tanya asisten)!
11. Catat keadaan ruang setelah percobaan!
Tabel Pengamatan Jarak
antar sensor
(cm)
Pengukuran ke-
Waktu tempuh beban m
2berdasarkan jumlah beban tambahan (second)
m
3Am
3A+ m
3Bm
3A+ m
3B+ m
3C50
1 2 3 45
1
2
34 VI. PENGOLAHAN DATA
A. Gerak Lurus Beraturan
1. Waktu tempuh beban rata-rata (𝑡̅)(s) 𝑡̅ =
Σ𝑡𝑛
=
2. Kecepatan beban (𝑣)(cm/s) 𝑣 = 𝑠
𝑡̅ =
3. Kecepatan beban rata-rata (𝑣̅)(cm/s) 𝑣̅ = Σ 𝑣
𝑛 = 3
40
1 2 3
35
1 2 3
30
1
2
3
35 4. Grafik 𝑠 terhadap 𝑡̅ (𝑣̅)(cm/s)
B. Gerak Lurus Berubah Beraturan
1. Waktu tempuh beban rata-rata (𝑡̅)(s) 𝑡̅ =
Σ𝑡𝑛
=
2. Percepatan beban (𝑎)(cm/s
2) 𝑎 = 2𝑠
𝑡̅
2=
3. Percepatan beban rata-rata (𝑎̅)(cm/s
2) 𝑎̅ = Σ 𝑎
𝑛 =
Sumbu x (
𝑡̅
) Sumbu y (s)Titik Sentroid 𝑥̅ = [s] 𝑦̅ = [cm]
𝑠 (𝑐𝑚)
𝑡̅ (𝑠) 𝜃
𝑡𝑎𝑛𝜃 = ∆𝑠
∆𝑡̅ =
Titik sentroid
36
4. Grafik 2 𝑠 terhadap 𝑡̅
2(𝑎̅)(cm/s
2)
5. Momen inersia katrol (𝐼)(gr.cm
2) 𝐼 = [ 𝑚
3. 𝑔
𝑎̅ − (𝑚
1+ 𝑚
2+ 𝑚
3)] 𝑟
2=
VII. DAFTAR PUSTAKA
1. Scientific, Pudak. 2010. Panduan Percobaan-Percobaan Fisika KIT MEKANIKA (PMS 500). Bandung: Pudak Scientific.
2. Halliday, Resnick, Walker, J. 2011. Fundamentals of Physics 9
thEdition. John Wiley & sons, Inc.: Danvers.
Sumbu x (
𝑡̅
) Sumbu y (s)Titik Sentroid 𝑥̅ = [s] 𝑦̅ = [cm]
2𝑠 (𝑐𝑚)
𝑡̅
2(𝑠
2)
𝜃
𝑡𝑎𝑛𝜃 = ∆2𝑠
∆𝑡̅
2=
Titik sentroid
37
PERCOBAAN M3
(FENOMENA HUKUM HOOKE)
Disusun Oleh:
ALIF RIDWAN FIRDAUS
( 12-2019-163)
38 INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL LABORATORIUM FISIKA DASAR
PRAKTIKUM FISIKA – MEKANIKA
PERCOBAAN M3 – FENOMENA HUKUM HOOKE
I. CAPAIAN
Mampu menjelaskan fenomena hukum Hooke
II. TEORI
Hukum Hooke merupakan hukum yang mengkaji jumlah maksimum yang gaya dapat diberikan sebuah benda yang bersifat elastis (contoh : pegas) agar tidak melewati batas elastisnya, dan menghilangkan sifat elastisnya. Misalkan sebuah benda digantungkan di ujung sebuah pegas. Benda kemudian turun akibat massa benda itu sendiri dan pengaruh gaya gravitasi, sehingga pegas bertambah panjang sebesar x dari posisi setimbang. Posisi setimbang adalah posisi ketika pegas tidak terdorong atau tertarik. Jenis pegas antara lain pegas daun, pegas koil, dan pegas batang torsi (puntir).
Berdasarkan hukum Hooke yang berbunyi “Bila gaya tarik tidak melewati batas elastis pegas, maka , gaya tarik pegas berbanding lurus dengan pertambahan panjang pegas.” gaya yang dilakukan pegas pada benda memenuhi persamaan:
𝐹 = 𝑚𝑔 = −𝑘𝑥………..(1) Dengan:
F = Gaya ( 𝑁 )
39 m = Massa ( 𝐾𝑔 )
g = Percepatan Gravitasi (
𝑚𝑠2
) k = Konstanta Pegas (
𝑁𝑚
) x = Pertambahan Panjang ( 𝑚 )
Tanda negatif menunjukkan bahwa arah gaya selalu berlawanan dengan arah perubahan panjang pegas. Jika pegas ditarik ke bawah melewati posisi setimbang maka gaya pegas berarah ke atas.
Sebaliknya jika pegas ditekan ke atas melewati posisi setimbang maka gaya pegas berarah ke bawah (Gambar 1).
Pada saat pegas menghasilkan getaran akan menghasilkan frekuensi tertentu. Getaran adalah gerakan bolak-balik yang ada di sekitar posisi setimbang dimana kuat lemahnya energi dipengaruhi oleh besar kecilnya energi yang diberikan. Frekuensi adalah banyaknya getaran yang terjadi dalam kurun waktu satu detik.
Gambar 1. Ilustrasi Pegas
Posisi Setimbang X1 F1
F2
- - - -
X2
40
Dengan membuat grafik antara pertambahan beban 𝑚 dengan pertambahan panjang 𝑥, maka dapat ditentukan harga 𝑛, dimana:
N =
𝑥𝑚𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛
………...………(2)
Dimana:
𝑚
𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛= Massa Beban (Kg)
𝑥 = Pertambahan Panjang (m)
Bila pegas digantungi suatu beban sebesar F, dan ditarik sedikit melewati titik setimbangnya sebesar ∆𝑥, kemudian dilepaskan, maka pegas akan bergetar seperti yang ditunjukan pada gambar 1.
𝑚
𝑒𝑓𝑓= |
𝐶 . 𝑔4 . 𝜋2 . 𝑛
− 𝑚
𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑎𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔|………...………(3) 𝐹
𝑒𝑓𝑓=
𝑚𝑒𝑓𝑓𝑚𝑝𝑒𝑔𝑎𝑠
………...………...(4) T = 2𝜋√
𝑚𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙𝑘
………...……….(5)
g =
4.𝜋2.𝑛
𝑡𝑎𝑛 𝜃
………...(6) dengan
𝑚
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙= 𝑚
𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛+ 𝑚
𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑎𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔+ 𝑚
𝑒𝑓𝑓𝐶 = 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑡 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑔𝑟𝑎𝑓𝑖𝑘 Dari persamaan (1), (2), (5), dan (6) diperoleh
𝑇
2=
4 . 𝜋2 . 𝑛 . 𝑚𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑔
………...………....(7)
Dimana:
T = Periode, waktu yang diperlukan untuk melakukan satu
kali getaran.
41 III. ALAT-ALAT
1. Batang statif.
2. Bosshead universal.
3. Pasak penumpu.
4. Pegas Helik (3 buah).
5. Beban bercelah (4 buah) 6. Penggantung beban.
7. Stopwatch.
8. Neraca teknis.
9. Mistar gulung.
IV. TUGAS PENDAHULUAN
1. Apa yang dimaksud dengan Hukum Hooke? Tuliskan persamaan dan keterangannya!
2. Apa arti minus (-) dalam persamaan Hukum Hooke?
3. Apa yang dimaksud dengan:
a. Periode (T).
b. Frekuensi (f).
c. Amplitudo.
d. Konstanta pegas.
4. Jelaskan korelasi apa yang terjadi antara gaya (F) dan perubahan panjang (Δx)!
5. Apa yang dimaksud dengan posisi setimbang pegas?
6. Pada prosedur percobaan, untuk apa kita melakukan penimbangan terhadap penggantung beban, pegas helik, dan beban-beban bercelah?
7. Gambarkan:
42 a. Bosshead universal b. Pegas helik
c. Penggantung beban d. Beban-beban bercelah
8. Jelaskan fungsi alat-alat yang digunakan pada modul M3!
9. Jelaskan pengertian dan perbedaan dari jenis-jenis pegas!
10. Sebutkan aplikasi penerapan hukum Hooke pada kehidupan sehari-hari!
V. PROSEDUR PERCOBAAN A. Statis
1. Catat keadaan ruang sebelum percobaan!
2. Timbang massa penggantung beban, pegas helik, dan beban- beban bercelah!
3. Pasang pegas pada bosshead universal yang telah terpasang pada batang statif horizontal!
4. Gantungkan penggantung beban pada pegas dan tandai posisi ini sebagai posisi setimbang (Tanya asisten)!
5. Urutkan beban 𝑚
1yang paling berat sampai 𝑚
4yang paling ringan!
6. Tambahkan beban 𝑚
1ke dalam penggantung! Tunggu beberapa saat (hingga beban tidak berayun), kemudian ukur pertambahan panjangnya dengan menggunakan mistar gulung!
7. Tambahkan beban 𝑚
2,ukur kembali pertambahan
panjangnya! Lakukan hal ini hingga beban habis
ditambahkan satu per satu!
43
8. Setelah semua beban ditambahkan, kurangi secara berturut- turut beban sebelumnya, kemudian ukur pengurangan panjangnya setiap pengurangan beban!
9. Ulangi langkah V.A.3 s.d. V.A.7 untuk kedua pegas lainnya!
Tabel Pengamatan
Massa pegas 1 …... gr Massa pegas 2 …... gr Massa pegas 3 …... gr Massa beban 𝑚
1…... gr Massa beban 𝑚
2…... gr Massa beban 𝑚
3…... gr Massa beban 𝑚
4…... gr Massa penggantung ……….gr
No Massa beban total (gr)
Perubahan kedudukan (cm)
pegas 1
Perubahan kedudukan (cm)
pegas 2
Perubahan kedudukan (cm)
pegas 3
x+ x- x+ x- x+ x-
1 2 3 4
44 B. Dinamis
1. Gantungkan penggantung beban pada pegas, kemudian getarkan! Usahakan ayunan penggantung tidak bergetar ke arah kiri-kanan dan dengan memberikan simpangan yang tidak terlalu besar!
2. Tambahkan beban 𝑚
1, kemudian ayunkan kembali, serta amati dan catat waktunya untuk 20 ayunan!
3. Ulangi langkah V.B.2 untuk beban lainnya (sampai dengan 𝑚
4)!
4. Ulangi langkah V.B.1 s.d. V.B.3 untuk kedua pegas lainnya!
5. Catat keadaan ruang setelah percobaan!
Tabel Pengamatan
No Massa beban total (gr)
Waktu untuk 20 ayunan (s)
pegas 1
Waktu untuk 20 ayunan (s)
pegas 2
Waktu untuk 20 ayunan (s)
pegas 3
t+ t- t+ t- t+ t-
1 2 3 4
45 VI. PENGOLAHAN DATA
A. Statis
No Massa beban total (gr)
Perubahan Kedudukan (cm)
Pegas 1
Perubahan Kedudukan (cm)
Pegas 2
𝑥+ 𝑥− 𝑥 𝑥+ 𝑥− 𝑥
1 2 3 4
1. Menghitung Perubahan Kedudukan Pegas Rata – Rata (𝑥) [cm]
𝑥
= 𝑥
++ 𝑥
−2
No Massa beban total (gr)
Rasio Pertambahan Panjang Terhadap Massa
( 𝑐𝑚
𝑔𝑟 ) Pegas 1 [ n ]
Rasio Pertambahan Panjang Terhadap Massa
( 𝑐𝑚
𝑔𝑟 ) Pegas 2 [ n ] 1
2 3 4
Rasio Rata-Rata Pertambahan Panjang Terhadap Massa [ 𝑛 ]
2. Menghitung Rasio Pertambahan Panjang Terhadap Massa (n) [
𝑐𝑚𝑔𝑟
] 𝑛 =
𝑥𝑚𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛
46
3. Menghitung Rasio Rata – Rata Pertambahan Panjang Terhadap Massa ( 𝑛 ) [
𝑐𝑚𝑔𝑟]
𝑛 =
𝛴𝑛4
4. Membuat Grafik 𝑥 𝑣𝑠 𝑚
𝑡𝑎𝑛𝜃 = ∆𝑥
∆𝑚 B. Dinamis
No Massa beban total (gr)
Waktu Untuk 20 Ayunan Pegas 1 (s)
Waktu Untuk 20 Ayunan Pegas 2 (s)
𝑡+ 𝑡− 𝑡 𝑡+ 𝑡− 𝑡
1 2 3 4
1. Menghitung Waktu Rata – Rata (𝑡) [s ]
47 𝑡 =
𝑡++𝑡−2
No Massa beban total (gr)
Periode Kuadrat ( 𝑠2 ) Pegas 1 [ 𝑇2]
Periode Kuadrat ( 𝑠2 ) Pegas 2 [ 𝑇2] 1
2 3 4
2. Menghitung Periode Kuadrat Pegas (𝑇
2) [s²]
𝑇
2= (
𝑡20
)
23. Membuat Grafik 𝑇
2𝑣𝑠 𝑚 𝑡𝑎𝑛𝜃 =
∆𝑇2∆𝑚
4. Menghitung Percepatan Gravitasi (g) [
𝑐𝑚2𝑠
] 𝑔 =
4.𝜋𝑡𝑎𝑛 𝜃 2.𝑛5. Mencari Massa Efektif Pegas ( 𝑚
𝑒𝑓𝑓) [gr]
𝑚
𝑒𝑓𝑓= |
𝐶 . 𝑔4 . 𝜋2 . 𝑛
– 𝑚
𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑎𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔| 6. Mencari Faktor Efektif Pegas ( 𝐹
𝑒𝑓𝑓)
𝐹
𝑒𝑓𝑓=
𝑚𝑒𝑓𝑓𝑚𝑝𝑒𝑔𝑎𝑠
7. Mencari Konstanta Pegas (k) [
𝑔𝑟𝑠2
] k =
𝑔𝑛
48 VII. DAFTAR PUSTAKA
1. Abdullah, Mikrajuddin. 2016. Fisika Dasar 1. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
2. Tyler, F., B.Sc., Ph.D., F.Inst.P. 1967. A Laboratory Manual of
Physics. Edward Arnold (Publishers) Ltd.: London.
49
PERCOBAAN M4
(TUMBUKAN MOMENTUM LINEAR)
Disusun Oleh:
NANDITA ANGGRAENI. P
(12-2018-046)
50 INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL LABORATORIUM FISIKA DASAR
PRAKTIKUM FISIKA – MEKANIKA
PERCOBAAN M4 – TUMBUKAN MOMENTUM LINIER
I. CAPAIAN
Membuktikan hukum kekekalan momentum linear pada tumbukan.
II. TEORI
Momentum merupakan besaran yang menyatakan tingkat kesulitan/kesukaran suatu partikel dengan massa m yang bergerak dengan kecepatan linear (v). Berdasarkan persamaannya, momentum juga dapat diartikan sebagai hasil kali massa benda dengan kecepatan gerak benda tersebut. Hukum Newton kedua menyatakan bahwa ∑ 𝐹 = 𝑚𝑎, dengan mempertimbangkan massa benda (partikel) konstan, karena 𝑎 =
𝜕𝑣𝜕𝑡
, kita dapat menuliskan juga hukum kedua Newton ini sebagai berikut:
∑𝐹 = 𝑚
𝜕𝑣𝜕𝑡
=
𝜕𝜕𝑡
(𝑚𝑣) =
𝜕𝑝𝜕𝑡
………... (1) Dengan demikian, hukum kedua Newton menyatakan bahwa gaya total (∑ 𝐹) yang bekerja pada suatu benda (partikel) sama dengan laju perubahan kombinasi mv terhadap waktu. Kombinasi ini disebut dengan momentum atau momentum linear dari suatu benda (partikel). Momentum dinyatakan dengan simbol p.
Secara matematis, persamaan momentum pada sebuah benda dapat dituliskan menjadi:
𝑝 = 𝑚𝑣 ………... (2)
Momentum merupakan besaran vektor, selain mempunyai
besar atau nilai, momentum juga mempunyai arah. Arah
51
momentum sama dengan arah kecepatan gerak benda tersebut.
Momentum suatu benda (partikel) tidak akan berubah kecuali ada gaya eksternal yang bekerja. Peristiwa ketika kedua partikel bertemu dan terjadi kontak fisik secara langsung (bertabrakan) dinamakan tumbukan. Menurut hukum kekelan momentum, dalam sebuah tumbukan antara dua benda dalam sebuah sistem, momentum sebelum tumbukan adalah sama dengan momentum setelah tumbukan. Secara matematis ungkapan ini dapat ditulis menjadi:
∑ 𝑝 = ∑ 𝑝′
m
A.v
A+ m
B.v
B= m
A.v
A’ + m
B. v
B’………..(3)
Dimana:
P = momentum sebelum tumbukan (kg.m/s) P’ = momentum setelah tumbukan (kg.m/s) m
A= massa benda A
m
B= massa benda B
v
A= kecepatan benda A sebelum tumbukan v
B= kecepatan benda B sebelum tumbukan v
A’ = kecepatan benda A setelah tumbukan v
B’ = kecepatan benda A setelah tumbukan
Jika tidak ada gaya eksternal yang bekerja, maka tumbukan tidak
akan mengubah momentum total sistem.
52
Gambar 1. Skema Praktikum
Tumbukan dapat terjadi apabila terdapat dua benda yang bergerak dan bertemu pada suatu titik yang sama. Dengan kata lain, tumbukan dapat terjadi ketika kedua benda saling menumbuk atau salah satu benda menumbuk benda yang lain. Selama tumbukan, terjadi gaya interaksi antar kedua benda tersebut. Berdasarkan berlaku atau tidaknya kekekalan energi kinetik, tumbukan dapat dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu:
1. Tumbukan lenting sempurna, dimana jumlah momentum dan jumlah energi kinetik antara kedua benda sebelum dan sesudah tumbukan adalah sama. Dengan demikian pada tumbukan lenting sempurna dapat dikatakan berlaku hukum kekekalan momentum dan hukum kekekalan energi kinetik dengan nilai koefisien restitusi (𝑒) adalah 1.
2. Tumbukan tidak lenting, terjadi perubahan jumlah energi kinetik
antara kedua benda sebelum dan sesudah tumbukan, namun
jumlah momentum antara kedua benda sebelum dan sesudah
53
tumbukan tidak berubah. Tumbukan tidak lenting dibagi menjadi dua yaitu:
a. Tumbukan tidak lenting sebagian, koefisien restitusi (𝑒) antara 0 dan1.
b. Tumbukan tidak lenting sama sekali, koefisien restitusi (𝑒) bernilai 0.
Untuk dapat memahami jenis - jenis tumbukan, maka perlu meninjau apa yang dimaksud dengan koefisien restitusi. Koefisien restitusi merupakan rasio perbandingan antara selisih kecepatan benda setelah bertumbukan dengan selisih kecepatan benda sebelum bertumbukan yang dilambangkan dengan e.
Secara sistematis nilai koefisien restitusi dapat dituliskan sebagai berikut:
Dimana :
v
a= kecepatan benda A sebelum tumbukan (m/s) v
b= kecepatan benda B sebelum tumbukan (m/s) v
a’= kecepatan benda A setelah tumbukan (m/s) v
b’= kecepatan benda A setelah tumbukan (m/s)
I. ALAT – ALAT
1. Rel presisi (2 buah).
2. Penyambung rel (2 buah).
3. Kaki rel (buah).
4. Pencacah waktu.
5. Stopwatch.
54
6. Kereta dinamika beserta pasak dan pegas (2 buah).
7. Beban bercelah (4 buah).
8. Sensor gerbang cahaya F (2 buah).
9. Neraca teknis.
10. Batang dan statif (2 buah).
II. TUGAS PENDAHULUAN
1. Sebutkan dan jelaskan tujuan dari modul praktikum M4 ini!
2. Apa yang dimaksud dengan tumbukan? Jelaskan!
3. Jelaskan contoh fenomen tumbukan dalam kehidupan sehari- hari untuk setiap jenis tumbukan!
4. Sebukan jenis-jenis tumbukan dan jelaskan apa perbedaannya!
5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan energi kinetik!
6. Tuliskan persamaan energi kinetik serta berikan keterangan dan satuan yang digunakan dalam SI!
7. Jelaskan apa yang dimaksud dengan impuls!
8. Tuliskan persamaan impuls serta berikan keterangan dan satuan-satuan yang digunakan dalam SI!
9. Jelaskan apa yang dimaksud dengan momentum!
10. Tuliskan persamaan momentum serta berikan keterangan dan satuan-satuan yang digunakan dalam SI!
III. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Catat keadaan ruang sebelum percobaan!
2. Timbang masing-masing kereta dinamika beserta pegas dan
pasak penumpu, Timbang juga masing-masing beban bercelah.
55
Beban bercelah ke-1 (kecil) dan beban bercelah ke-2 (besar) untuk masing-masing kereta jangan lupa ditukar!
3. Susunlah alat-alat seperti gambar 1!
4. Atur agar jarak antar kereta 1 (penumbuk) dan kereta 2 (ditumbuk) s
1adalah 40 cm (diukur dari pasak penumpu dan kereta dalam keadaan tanpa beban bercelah). Atur jarak antara sensor 1 dan sensor 2 s
2’ adalah 40 cm (diukur dari batang sensor)!
5. Set timing 2 pada pencacah waktu, gunakan tombol function!
6. Setelah rangkaian diperiksa oleh asisten, beri dorongan pada kereta 1 hingga kereta 1 bergerak dan menumbuk kereta 2.
• Catat waktu t
1setelah kereta didorong hingga menumbuk kereta 2 dengan menggunakn stopwatch.
• Catat waktu t
2yang terbaca pada pencacah waktu setelah kereta 2 melewati sensor 1 dan sensor 2! (Usahakan kereta tidak keluar dari rel dan tidak bergerak kembali melewati sensor 2).
7. Ulangi langkah 5 s.d. 7 dengan penambahan beban!
Massa kereta 1 : +0 +20 +50 +70 +20 Massa kereta 2 : +0 +50 +70 + 50 + 70
8. Ulangi langkah 5 s.d. 7 untuk jarak s
1dan s
2’ yang berbeda (50 cm dan 60 cm)!
9. Catat keadaan ruang dan posisikan alat-alat praktikum seperti
semula!
56
Data Keadaan Ruang
Massa kereta dinamika pertama + pasak penumpu + pegas
penumbuk ...gr
Massa kereta dinamika kedua + pasak penumpu + pegas penumbuk ...gr Massa beban bercelah ke-1 untuk kereta dinamika pertama ...gr Massa beban bercelah ke-2 untuk kereta dinamika pertama ...gr Massa beban bercelah ke-1 untuk kereta dinamika kedua ...gr Massa beban bercelah ke-2 untuk kereta dinamika kedua ...gr
No Kereta Dinamika 1 Kereta Dinamika 2
m1 (gr) s1 (cm) t1 (s) m2 (gr) s2 (cm) t2 (s) 1
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Keadaan Ruang Awal Akhir
Suhu (ºC) Tekanan (mmHg)
Kelembapan (%)