• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS METRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS METRO"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 1, Nomor 4, Desember 2021 ISSN : 2807-3649

Martuti, Penerapan Relaksasi Otot… 493

PENERAPAN RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP KADAR GULA

DARAH PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS METRO

IMPLEMENTATION OF PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION OF

BLOOD SUGAR LEVELS OF PATIENTS TYPE II DIABETES

MELLITUS IN THE METRO HEALTH WORK

Bella Sasi Lutfi Martuti1, Ludiana2, Asri Tri Pakarti3 1,2,3Akademi Keperawatan Dharma Wacana Metro

Email: bellasasi124@gmail.com ABSTRAK

Diabetes melitus (DM) atau kencing manis adalah penyakit dimana kadar gula di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin. Komplikasi yang dapat terjadi pada diabetes melitus apabila kadar gula darah tidak tertangani antara lain dapat terjadi ketoasidosis diabetik, penyakit ginjal, mata, neuropati, stroke dan penyakit vaskular perifer. Penatalaksanaan yang diterapkan penulis untuk menurunkan kadar gula darah dalam karya tulis ilmiah ini yaitu penerapan relaksasi otot progresif. Rancangan karya tulis ilmiah ini menggunakan desain studi kasus (case study). Subyek yang digunakan yaitu dua pasien dengan diabetes melitus. Analisa data dilakukan menggunakan analisis deskriptif dengan melihat kadar gula darah sebelum dan setelah penerapan. Hasil penerapan menunjukkan bahwa setelah dilakukan penerapan relaksasi otot progresif selama 7 hari, terjadi penurunan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus, yaitu pada subyek I (Tn. B) dari 221 menjadi 131 mg/dl dan pada subyek II (Ny. M) dari 275 menjadi 185 mg/dl. Kesimpulan: penerapan relaksasi otot progresif dapat menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus. Saran: bagi pasien diabetes melitus hendaknya dapat melakukan penerapan relaksasi otot progresif secara mandiri untuk membantu menurunkan atau mengontrol kadar gula darah.

Kata Kunci : Diabetes Melitus, Kadar Gula Darah, Relaksasi Otot Progresif.

ABSTRACT

Diabetes mellitus (DM) is a disease in which blood sugar levels are high because the body cannot release or use insulin. Complications that can occur in diabetes mellitus if blood sugar levels are not handled include diabetic ketoacidosis, kidney disease, eye disease, neuropathy, stroke and peripheral vascular disease. The management applied by the author to reduce blood sugar levels in this scientific paper is the application of progressive muscle relaxation. The design of this scientific paper uses a case study design. The subjects used were two patients with diabetes mellitus. Data analysis was carried out using descriptive analysis by looking at blood sugar levels before and after application. The results showed that after applying progressive muscle relaxation for 7 days, there was a decrease in blood sugar levels in patients with diabetes mellitus, namely in subject I (Mr. B) from 221 to 131 mg/dl and in subject II (Mrs. M) from 275 to 185 mg/dl. Patients with diabetes mellitus should be able to apply progressive muscle relaxation independently to help lower or control blood sugar levels.

(2)

Martuti, Penerapan Relaksasi Otot…

494

PENDAHULUAN

Diabetes melitus (DM) atau kencing manis adalah penyakit dimana kadar gula di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin1. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa kematian akibat diabetes meningkat 70% secara global antara tahun 2000 dan 2019, dengan peningkatan 80% kematian di antara pria. di Mediterania Timur, kematian akibat diabetes meningkat lebih dari dua kali lipat dan merupakan persentase peningkatan terbesar dari seluruh dunia2.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk semua umur menurut Provinsi, pada tahun 2018 di Indonesia angka

kejadian diabetes melitus sebanyak

1.017.290 penderita. Sedangkan penderita diabetes melitus di Provinsi Lampung sebanyak 32.148 penderita3.

Berdasarkan data sepuluh penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di Puskesmas (terlapor Klinik Utama dan Klinik Pratama) Kota Metro Tahun 2019, diabetes melitus menempati urutan ke-8 dengan jumlah 3141 penderita atau 4,74%, peringkat pertama diduduki oleh penderita hipertensi dengan 17401 penderita atau 26,24% dan peringkat terakhir diduduki oleh penderita gastritis dengan 2537 penderita atau 3,83%4. Prevalensi diabetes melitus di Puskesmas Metro berdasarkan program PTM dan Indra tahun 2020, diabetes melitus menempati urutan 2 dari

10 besar penyakit di Puskesmas Metro dengan angka kejadian 327 penderita5. Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia6. Komplikasi yang dapat terjadi pada diabetes melitus apabila kadar gula darah tidak tertangani antara lain dapat terjadi ketoasidosis diabetik, penyakit ginjal, mata, neuropati, stroke dan penyakit vaskular perifer7.

Klasifikasi diabetes melitus (DM) terdiri dari DM tipe I dan DM tipe II. DM tipe I dapat disebabkan oleh faktor genetik, faktor-faktor imunologi, dan faktor lingkungan. Sedangkan DM tipe II mekanisme yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin masih belum diketahui. Faktor resiko terjadinya DM tipe II yaitu usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun), obesitas dan riwayat keluarga6. Penatalaksanaan diabetes melitus bertujuan menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes melitus adalah mencapai kadar glukosa darah normal. Terdapat 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes melitus yaitu diet, pemantauan kadar gula darah, terapi (jika diperlukan), pendidikan kesehatan, latihan fisik6.

Latihan fisik atau olahraga mengaktifasi ikatan insulin dan reseptor insulin di membran plasma sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah. Manfaat

(3)

Martuti, Penerapan Relaksasi Otot…

495

latihan fisik adalah menurunkan kadar

glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin, memperbaiki sirkulasi darah dan tonus otot, mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida8.

Salah satu intervensi wajib yang bisa dilakukan penderita DM tipe 2 adalah latihan jasmani. Latihan jasmani yang dianjurkan seperti jalan kaki, jogging, naik turun tangga, bersepeda merupakan alternatif pilihan yang dianjurkan bagi penderita DM tipe 2 tetapi masih menujukkan hasil yang bervariasi sehingga diberikan alternatif lain yaitu relaksasi9. Macam-macam relaksasi yaitu antara lain relaksasi meditasi dan pernapasan berirama, relaksasi progresif, relaksasi dengan gerakan sensoris dan relaksasi dengan musik10. Relaksasi yang dapat diberikan pada penderita diabetes melitus salah satunya yaitu dengan melakukan relaksasi otot progresif. Teknik relaksasi otot progresif merupakan suatu terapi relaksasi yang diberikan kepada pasien dengan mengkombinasikan latihan napas dalam dan serangkaian seri kontraksi dan relaksasi otot tertentu11.

Tujuan penerapan otot progresif adalah untuk membantu menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus.

METODE

Desain karya tulis ilmiah ini menggunakan desain stadi kasus (case study). Subyek

yang digunakan dalam studi kasus yaitu pasien diabetes melitus yang terdiri dari 2 pasien. Alat ukur yang digunakan meliputi alat glukometer, strip gula darah dan lembar observasi. Pengukuran dilakukan dengan mengukur gula darah sewaktu pasien. Kriteria hasil ukur kadar gula darah sewaktu normal yaitu <200 mg/dL.

HASIL

Gambaran subyek penerapan yang didapatkan pada saat pengkajian sesuai dengan tahapan rencana penerapan adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Gambaran Subyek I

Data Subyek I Nama Tn. B Usia 64 tahun Pendidikan Sarjana Pekerjaan Pensiunan PNS BB/TB 70 kg / 160 cm IMT 27 BB Ideal 54 kg Kelebihan BB 16 kg (29,6%) Aktivitas Fisik

Klien mengatakan setelah pensiun dari PNS, sering mengikuti senam yang rutin diadakan dilingkungan klien. Tanggal pengkajian 29 Juni 2021 Riwayat kesehatan sebelumnya

Klien mengatakan menderita diabetes melitus sejak tahun 2016 atau 5 tahun yang lalu, di dalam keluarga klien terdapat yang menderita penyakit diabetes seperti klien yaitu ibu klien. Klien mempunyai riwayat penyakit hipertensi Keluhan saat

ini

Klien mengatakan sering ke fasilitas kesehatan untuk memeriksakan kesehatannya, klien mengatakan rutin mengkonsumsi obat penurun gula. Penatalaksanaan diabetes untuk dirumah yang klien ketahui hanya mengkonsumsi obat. Klien mengonsumsi obat Metformin 2x500 mg.Saat dilakukan pemeriksaan GDS didapatkan hasil 221 mg/dl dan tekanan darah klien 140/90 mmHg.

(4)

Martuti, Penerapan Relaksasi Otot…

496

Tabel 2 Gambaran Subyek II

Data Subyek II Nama Ny. M Usia 55 tahun Pendidikan SD Pekerjaan Pedagang BB/TB 65 kg / 156 cm IMT 26,3 BB Ideal 47,6 kg Kelebihan BB 17,6 kg (36,5%) Aktivitas Fisik

Klien mengatakan bekerja sebagai pedagang, sehingga aktivitas klien banyak duduk. Tanggal pengkajian 30 Juni 2021 Riwayat kesehatan sebelumnya

Klien mengatakan menderita diabetes melitus sejak tahun 2015 atau 6 tahun yang lalu, di dalam keluarga klien terdapat yang menderita penyakit diabetes seperti klien. Klien mempunyai riwayat penyakit hipertensi.

Keluhan saat ini

Klien mengatakan sering ke fasilitas kesehatan untuk memeriksakan kesehatannya, klien mengatakan rutin mengkonsumsi obat penurun gula. Klien tidak mengetahui tentang bagaimana penanganan dan penatalaksanaan diabetes melitus untuk dirumah kecuali mengkonsumsi obat, klien mengonsumsi obt Metformin 1x500 mg (malam) dan Glimepiride 1x1 (pagi). Klien mengatakan setelah terdiagnosa diabetes melitus klien masih tetap beraktivitas seperti biasanya yaitu berdagang. Saat dilakukan pemeriksaan GDS didapatkan hasil 275 mg/dl dan tekanan darah klien 150/90 mmHg. Pengkajian dan penerapan relaksasi otot progresif pada kedua subyek dilakukan pada tanggal 29 Juni sampai 05 Juli 2021 pada subyek I (Tn. B) dan 30 Juni sampai 06 Juli 2021 pada subyek II (Ny. M). Adapun hasil pengkajian GDS pada kedua subyek dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3 Hasil Pengecekan GDS Sebelum dan Setelah Intervensi

No Kegiatan Penerapan Nilai GDS Subyek I (Tn. B) Subyek II (Ny. M) 1 Sebelum Penerapan 221 mg/dl 275 mg/dl 2 Setelah Penerapan 131 mg/dl 185 mg/dl PEMBAHASAN 1. Karakteristik Subyek a. Usia

Usia subyek dalam penerapan ini yaitu subyek I (Tn. B) berusia 64 tahun dan subyek II (Ny. M) berusia 55 tahun. Faktor usia yang berisiko menderita DM tipe 2 adalah usia diatas 30 tahun, hal ini karena adanya perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel, kemudian berlanjut pada tingkat jaringan dan akhirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi homeostasis8

Individu yang berusia lebih dari 40 tahun beresiko tinggi terserang penyakit DM, karena pada usia tersebut individu sudah mengalami proses penuaan. Proses penuaan yang terjadi pada individu menyebabkan berkurangnya ke-mampuan sel β pada pancreas dalam memproduksi insulin dan pada usia ini terdapat penurunan aktivitas mitokondria di selsel otot sebesar 35%. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar lemak di otot sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi insulin13.

(5)

Martuti, Penerapan Relaksasi Otot…

497

b. Faktor Keturunan (Genetik)

Kedua subyek dalam karya tulis ilmiah ini mempunyai riwayat diabetes melitus di dalam keluarganya. Riwayat diabetes melitus pada orang tua dan saudara kandung, anak dari penyandang akan memiliki peningkatan risiko dua hingga empat kali menyandang DM tipe 213. Riwayat keluarga dengan DM tipe II, akan mempunyai peluang menderita DM sebesar 15% dan resiko mengalami intoleransi glukosa yaitu ketidakmampuan dalam metabolisme karbohidrat secara normal sebesar 30%8.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Santoso, Trijayanto dan Endiyono (2017) tentang hubungan riwayat garis keturunan dengan usia terdiagnosis diabetes melitus tipe II, menunjukkan sebanyak 21% responden memiliki riwayat garis keturunan DM dari ayah, 54,9% responden memiliki riwayat garis keturunan DM dari ibu dan 23,5% memiliki riwayat garis keturunan DM dari ayah dan ibu. Uji statistik Korelasi Pearson menunjukkan hasil nilai p=0,288 yang artinya tidak ada hubungan antara garis keturunan dengan usia terdiagnosis DM14.

c. Obesitas

Berat badan subyek I (Tn. B) yaitu 70 kg dengan tinggi badan 160 cm (IMT=27) dalam kategori gemuk ringan, persentase kenaikan berat badan subyek I (Tn. B) yaitu 29,6% dan subyek II (Ny. M) dalam penerapan ini

yaitu 65 kg dengan tinggi badan 156 cm (IMT=26,3) dalam kategori gemuk ringan, persentase kenaikan berat badan subyek II (Ny. M) yaitu 36,5%. Kegemukan menyebabkan ber-kurangnya jumlah reseptor insulin yang dapat bekerja di dalam sel pada otot skeletal dan jaringan lemak. Kegemukan merusak kemampuan sel beta untuk melepas insulin saat terjadi peningkatan glukosa darah8.

Kegemukan didefinisikan sebagai kelebihan berat badan minimal 20% lebih dari berat badan. Kegemukan, khususnya kegemukan viseral (lemak abdomen), dikaitkan dengan peningkatan resistensi insulin13.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Adnan, Mulyati & Isworo (2013) tentang hubungan indeks massa tubuh (IMT) dengan kadar gula darah penderita diabetes mellitus (DM) tipe 2 rawat jalan di RS Tugurejo Semarang, menunjukkan dari 37 responden yang menderita DM, 5 (13.5%) responden dalam kategori berat badan normal, dan 19 (51.4%) responden dalam kategori berat badan berlebih atau cenderung obesitas15.

Berdasarkan uraian diatas menurut analisa penulis diabetes melitus dapat terjadi karena faktor obesitas. Kedua subyek dalam penerapan ini dalam kategori gemuk ringan dengan persentase kenaikan berat badan 29,6% dan 36,5%, sehingga kedua subyek berisiko mengalami diabetes melitus.

(6)

Martuti, Penerapan Relaksasi Otot…

498

d. Aktivitas Fisik

Subyek I (Tn. B) setelah pensiun dari PNS, sering mengikuti senam yang rutin diadakan dilingkungan klien. Sedangkan pada subyek II (Ny. M) mengatakan bekerja sebagai pedagang, sehingga aktivitas klien banyak duduk. Aktivitas fisik berdampak terhadap aksi insulin pada orang yang berisiko DM. Kurangnya aktivitas merupakan salah satu faktor yang ikut berperan yang menyebabkan resistensi insulin pada DM tipe 28.

Penyerapan glukosa oleh jaringan tubuh pada saat istirahat membutuhkan insulin, sedangkan pada otot yang aktif tidak disertai kenaikan kadar insulin walaupun kebutuan glukosa meningkat. Hal ini dikarenakan pada waktu seseorang beraktivitas fisik, terjadi peningkatan kepekaan reseptor insulin di otot yang aktif. Masalah utama yang terjadi pada diabetes melitus tipe 2 adalah terjadinya resistensi insulin yang menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel. Saat seseorang melakukan aktivitas fisik, akan terjadi kontraksi otot yang pada akhirnya akan mempermudah glukosa masuk ke dalam sel. Hal tersebut berarti saat seseorang beraktivitas fisik, akan menurunkan resistensi insulin dan pada akhirnya akan menurunkan kadar gula darah16.

Berdasarkan uraian diatas menurut analisa penulis diabetes melitus dapat terjadi karena kurangnya aktivitas fisik

seseorang. Subyek II (Ny. M) dalam penerapan ini bekerja sebagai pedagang, sehingga aktivitas klien banyak duduk sehingga lebih berisiko mengalami diabetes melitus karena kurangnya melakukan aktivitas fisik dibandingkan subyek I (Tn. B) yang memiliki kesibukan sehari-hari yaitu berkebun.

e. Riwayat Hipertensi

Kedua subyek dalam penerapan ini mempunyai riwayat penyakit hipertensi, tekanan darah pada saat pengkajian pada subyek I (Tn. B) 140/90 mmHg dan pada subyek II (Ny. M) yaitu 150/90 mmHg. Seseorang yang berisiko menderita DM adalah mempunyai tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu tekanan darah ≥140/90 mmHg8

.

Pengaruh hipertensi terhadap kejadian diabetes mellitus disebabkan oleh adanya penebalan pembuluh darah arteri yang menyebabkan diameter pembuluh darah menjadi sempit. Hal tersebut akan mengganggu proses pengangkutan glukosa dari dalam darah menjadi terganggu17.

Berdasarkan uraian diatas menurut analisa penulis risiko terjadinya diabetes melitus sering terjadi pada pasien dengan hipertensi ≥140/90 mmHg. Kedua subyek dalam penerapan memiliki riwayat hipertensi sehingga lebih berisiko mengalami diabetes melitus dibandingkan seseoang yang tidak memiliki riwayat hipertensi.

(7)

Martuti, Penerapan Relaksasi Otot…

499

2. Gula Darah Sebelum dan Setelah

Penerapan

Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronik yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan ketidak-adekuatan penggunaan insulin7.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar peningkatan glukosa darah yaitu, kurangnya aktivitas fisik, proses menua, kehamilan, perokok, kwalitas tidur dan stres18,19,20.

Hasil pemeriksaan GDS sebelum penerapan pada subyek I (Tn. B) yaitu 221 mg/dl dan pada subyek II (Ny. M) yaitu 275 mg/dl, terjadi penurunan GDS setelah dilakukan penerapan relaksasi otot progresif selama 7 hari yaitu pada subyek I (Tn. B) menjadi 131 mg/dl dan pada subyek II (Ny. M) menjadi 185 mg/dl.

Pemeriksaan GDS setelah penerapan relaksasi otot progresif pada kedua subyek mengalami penurunan kadar gula dalam darah. Relaksasi otot progresif merupakan salah satu bentuk terapi yang berupa pemberian instruksi kepada seseorang dalam bentuk gerakan-gerakan yang tersusun secara sistematis untuk merileksasikan pikiran dan anggota tubuh seperti otot-otot dan mengembalikan kondisi dari keadaan tegang ke keadaan rileks, normal dan terkontrol, mulai dari gerakan tangan sampai kepada gerakan kaki21.

Latihan relaksasi otot progresif mengajarkan individu bagaimana beristirahat dengan

efektif dan mengurangi ketegangan pada tubuh. Individu belajar untuk mendeteksi sensasi ketegangan otot lokal yang tajam pada satu kelompok otot (misalnya otot lengan atas). Selain itu, individu belajar untuk membedakan antara tegangan yang berintensitas tinggi (kepalan tangan yang kuat) dan tegangan yang sangat ringan. Individu kemudian mempraktikkan penggunaan aktivitas ini pada kelompok otot yang berbeda. Satu teknik relaksasi progresif aktif melibatkan penggunaan pernapasan perut yang dalam dan pelan ketika otot mengalami relaksasi dan ketegangan sesuai urutan yang diperintahkan10.

Latihan relaksasi otot progresif akan menghambat jalur umpan balik stres dan membuat tubuh pasien rileks dan dapat melepaskan hormon endorphin yang dapat menenangkan sistem syaraf. Sistem parasimpatis akan mendominasi pada keadaan seseorang yang rileks dimana beberapa efek yang ditimbulkan adalah menurunkan kecepatan kontraksi jantung dan merangsang sekresi hormon insulin. Dominasi sistem saraf parasimpatis akan merangsang hipotalamus untuk menurunkan sekresi corticotrophin releasing hormone (CRH). Penurunan CRH akan mempengaruhi adenohipofisis untuk

mengurangi sekresi hormon

adenokortikotropik (ACTH). Keadaan ini dapat menghambat korteks adrenal untuk melepaskan hormon kortisol. Penurunan hormon kortisol akan menghambat proses

(8)

Martuti, Penerapan Relaksasi Otot…

500

glukoneogenesis dan meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel, sehingga kadar gula darah yang tinggi akan menurun dan kembali dalam batas normal22.

Hal ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Safitri dan Putriningrum (2019) tentang pengaruh terapi relaksasi progresif terhadap kadar gula darah pasien diabetes mellitus tipe 2, hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan terapi relaksasi progresif terhadap kadar gula darah penderita diabetes mellitus tipe 2 (p-value = 0,001)23.

Penelitian yang lain dilakukan oleh Karokaro dan Riduan (2019) terkait pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam, hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien diabets mellitus tipe 2 dengan nilai p-value = 0,00124.

Berdasarkan hasil penerapan diatas menurut analisa penulis relaksasi otot progresif dapat menurunkan atau mengontrol GDS pada pasien diabetes melitus (DM), dikarenakan pada saat melakukan relaksasi otot progresif akan menghambat jalur umpan balik stres dan membuat tubuh pasien rileks dan dapat melepaskan hormon endorphin yang dapat menenangkan sistem syaraf. Keadaan ini dapat menghambat korteks adrenal untuk melepaskan hormon kortisol. Penurunan

hormon kortisol akan menghambat proses glukoneogenesis dan meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel, sehingga kadar gula darah yang tinggi akan menurun dan kembali dalam batas normal.

KESIMPULAN

Penerapan relaksasi otot progresif dapat menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wahyuni, K .I. (2019). Diabetes Mellitus. Surabaya: CV. Jakad Media Publishing.

2. WHO. (2020). WHO reveals leading causes of death and disability worldwide: 2000-2019. diakses pada tanggal 06 Februari 2021 pukul 19.00 WIB dalam: https://www.who.int/.

3. Kemenkes RI. (2019). Riskesdas 2018. Kementrian Kesehatan RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 4. Dinkes Kota Metro. (2020). Profil

Kesehatan Kota Metro tahun 2019. Kota Metro: Dinas Kesehatan Kota Metro. 5. Medical Record Puskesmas Metro Pusat.

(2020). 10 Besar Penyakit di Puskesmas Metro Pusat.

6. Padila. (2012). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika.

7. Wijaya, S.A & Putri., M.Y. (2013). KMB 2: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

8. Damayanti, S. (2015). Diabetes Melitus dan Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta : Nuha Medika.

9. Hasaini, Asni. (2015). Effectiveness Muscle Progressive Relaxation (PMR) Toward To Blood Glucose Levels Of Diabetes Mellitus Type 2 Patients Group In The Martapura Public Health Centre. Caring, Vol.2 (1), hlm.16-27.

10. Potter, P A & Perry, A G. (2010). Fundamentals of Nursing Fundamental Keperawatan Buku 2 Edisi 7. alih Bahasa:

(9)

Martuti, Penerapan Relaksasi Otot…

501

Nggie, A F & Albar, M. Jakarta: Salemba Medika.

11. Hardiyati. (2020). Kecemasan Saat Pandemi Covid-19. Gowa: Jariah Publishing Intermedia.

12. Komariah, K., & Rahayu, S. (2020). Hubungan Usia, Jenis Kelamin dan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Gula Darah Puasa Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Klinik Pratama Rawat Jalan Proklamasi, Depok, Jawa Barat. Jurnal Kesehatan Kusuma Husada, 41-50.

13. LeMone, P., Burke, KM & Bauldoff, G. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. Alih Bahasa: Subekti, B N. Jakarta: EGC.

14. Santoso, A., Trijayanto, P A & Endiyono. (2017). Hubungan Riwayat Garis Keturunan dengan Usia Terdiagnosis Diabetes Melitus Tipe II. Jurnal Keperawatan The 6th University Research Colloquium 2017. Universitas Muhammadiyah Magelang ISSN 2407-9189.

15. Adnan, M., Mulyati, T & Isworo, J T. (2013). Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Rawat Jalan di RS Tugurejo Semarang. Jurnal Unimus April 2013, Volume 2, Nomor 1. 16. Paramitha, G. M. (2014). Hubungan

Aktivitas fisik dengan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus tipe 2 di

Rumah Sakit Umum Daerah

Karanganyar (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta). 17. Fradina, B & Nugroho, P.S. (2020).

Hubungan Riwayat Keluarga Diabetes Melitus dan Riwayat Hipertensi dengan Kejadian Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Palaran Samarinda Tahun 2019. Borneo Student Research eISSN: 2721-5727, Vol 1 No 3,2020

18. Purwono, J, Ludiana., Fitri, N. L.,

Hasanah, U., & Ayubbana, S.

(2020). Effects of Sleep Quality Towards Blood Glucose Levels As

At Type Ii Diabetes Mellitus

Patients. Systematic Reviews in

Pharmacy, 11(11), 223-226.

19. Mitra, A. (2008). Diabetes and Stress. Ethno-Med, 2 (2): 131-135, (Online), (http://www.krepublis hers.com/02 Journals/S EM/EM -02-0-000 08-Web/EM-02-2- 000-08-Abst-PDF/EM,02 2 131- 046-Mitra-A/EM-02 2-131- 08-046-Mitra-A-Tt. pdf,

20. Dolongseda, F. V., Masi, G. N., & Bataha, Y. B. (2017). Hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus tipe ii di poli penyakit dalam rumah sakit pancaran kasih gmim manado. e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1

21. Saleh., L.M., dkk. (2019). Teknik Relaksasi Otot Progresif pada Air Traffic Controller (ATC). Yogyakarta: ISBN Elektronik. 22. Dewi, E. N. S., Suriadi & Nurfianti, A.

Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif Terhadap Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Selatan. Jurnal ProNers, 4(1).

23. Safitri, W., & Putriningrum, R. (2019). Pengaruh Terapi Relaksasi Progresif Terhadap Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Profesi (Profesional Islam): Media Publikasi Penelitian, 16(2), 47-54.

24. Karokaro, T. M., & Riduan, M. (2019). Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam. Jurnal Keperawatan Dan Fisioterapi (Jkf), 1(2), 48-53.

Gambar

Tabel 3  Hasil  Pengecekan  GDS  Sebelum  dan Setelah Intervensi

Referensi

Dokumen terkait

Target 4.5 Pada tahun 2030, menghilangkan disparitas gender dalam pendidikan, dan menjamin akses yang sama untuk semua tingkat pendidikan dan pelatihan kejuruan, bagi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang pemberian wewenang kepada Bidan Praktik Mandiri dalam melakukan pemasangan IUD di Kota Yogyakarta, pandangan

Kebudayaan-kebudayaan tersebut berasal dari propinsi DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa

[r]

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik.. Universitas

In terms of surface roughness, the outer surface of the PVDF hollow fiber membranes were compared using various roughness parameters such as the mean

Berdasarkan pada permasalahan yang telah dijelaskan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan merumuskan judul “ Meningkatkan

penelitian ini sebagai berikut. Mendeskripsikan peningkatan keterampilan membawakan acara dengan.. model pembelajaran SAVI dan media video MC Maulid Nabi Bermuatan