ABSTRAK
EFEK HERBA SAMBILOTO (Andrographidis Herba) SEBAGAI IMUNOMODULATOR
PADA MENCIT DENGAN DERMATITIS ALERGIKA
Nevin Chandra Junarsa, 2006. Pembimbing I : Diana K. Jasaputra, dr., M.Kes.
Sambiloto sebagai Tumbuhan Obat Asli Indonesia secara empiris dapat bermanfaat untuk pengobatan dermatitis alergika.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sambiloto sebagai imunomodulator dengan indikator berkurangnya reaksi peradangan secara makroskopis, berkurangnya jumlah sel radang pada daerah lesi dan berkurangnya persentase eosinofil pada sediaan apus darah tepi mencit dengan dermatitis alergika.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium menggunakan hewan coba mencit jantan dengan galur Swiss Webster, berat badan 20 gram sejumlah 25 ekor dalam lima kelompok ( n = 5 ). Data yang diamati adalah hasil pengukuran diameter daerah peradangan, jumlah sel radang pada daerah lesi dan jumlah eosinofil pada sediaan apus darah tepi (dihitung dalam %) mencit dengan dermatitis alergika.
Kelompok mencit yang diberi sambiloto peroral baik dengan dosis 0,013 g / mencit 20 g ( lebar peradangan 5,82 mm, jumlah sel radang pada daerah lesi 123,2 sel, persentase eosinofil 14,13 % ), 0,026 g / mencit 20 g ( lebar peradangan 5,68 mm, jumlah sel radang pada daerah lesi 72,8 sel, persentase eosinofil 7.6 % ), maupun 0,052 g / mencit 20 g ( lebar peradangan 0 mm, jumlah sel radang pada daerah lesi 60 sel, persentase eosinofil 4,93 % ) secara signifikan dapat mengurangi reaksi peradangan akibat pemberian ovalbumin, jumlah sel radang pada daerah lesi, dan persentase eosinofil ( p<0,05 ) jika dibandingkan kontrol positif ( lebar peradangan 9,29 mm, jumlah sel radang pada daerah lesi 306 sel, persentase eosinofil 24 % )
Kesimpulan penelitian ini adalah sambiloto dapat berperan sebagai imunomodulator pada dermatitis alergika dengan indikator berkurangnya diameter daerah peradangan, jumlah sel radang pada daerah lesi dan persentase eosinofil pada sediaan apus darah tepi mencit.
Kata kunci : Sambiloto, imunomodulator, dermatitis alergika
ABSTRACT
THE EFFECT OF SAMBILOTO (Andrographidis Herba) AS IMUNOMODULATOR
ON MICE WITH ALLERGIC DERMATITIS
Nevin Chandra Junarsa, 2006. Tutor I : Diana K. Jasaputra, dr., M.Kes.
Sambiloto as Indonesian original medicinal plant has been empirically useful for allergic dermatitis treatment.
The aim of this study is to determine the effect of Sambiloto as immunomodulator. The effect of Sambiloto were summarized by measuring the diameter of the inflammatory area, counting the number of inflammatory cell on the lesion, and counting the persentage of eosinophil on peripheral blood on mice with allergic dermatitis.
The study is laboratory experimental and was carried out by using 25 Swiss-Webster male mice, 8 weeks of age and approximately 20 g weight. They were devided into five groups ( n=5). The data, that were measured are the diameter of inflammatory area, the number of inflammation cell, and the persentage of eosinophil.
The result shows that group with 0,013 g / 20 g mice Sambiloto peroral (diameter of inflammatory area 5,82 mm, the number of inflammatory cell on the lesion 123,2 cells, the persentage of eosinophil 14,13 % ), group with 0,026 g / 20 g mice Sambiloto peroral ( diameter of inflammatory area 5,68 mm, the number of inflammation cell on the lesion 72,8 cells, the persentage of eosinophil 7,6 % ), and group with 0,052 g / 20 g mice Sambiloto peroral ( diameter of inflammatory area 0 mm, the number of inflammatory cell on the lesion 60 cells, the persentage of eosinophil 4,93 % ) significantly reduced the diameter of the inflammatory area, the number of inflammatory cells on the lesion and the number of eosinophil cells ( p<0,05 ) as compared with positive control (diameter of inflammatory area 9,29 mm,the number of inflammatory cell on the lesion 306 cells, the persentage of eosinophil 24 % ).
It can be concluded that Sambiloto peroral has a role as imunommodulator on allergic dermatitis.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN SURAT PERNYATAAN
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT... v
PRAKATA... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1
1.2Identifikasi Masalah ... 2
1.3Maksud dan Tujuan... 3
1.4Manfaat Karya Tulis Ilmiah ... 3
1.4.1 Manfaat Akademis ... 3
1.4.2 Manfaat Praktis ... 3
1.5Kerangka Pemikiran dan Hipotesis... 4
1.5.1 Kerangka Pemikiran... 4
1.5.2 Hipotesis... 5
1.6Metodologi ... 5
1.7Lokasi dan Waktu ... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Imun ... 6
2.1.1 Respon Imun Spesifik dan Non Spesifik... 6
2.1.1.1 Respon Imun Non Spesifik ... 7
2.1.1.2 Respon Imun Spesifik ... 7
2.1.1.3 Interaksi antara Sel-sel Limfosit dan Sel-sel Fagosit... 8
2.1.2 Sel-sel yang Terlibat dalam Sistem Imun... 8
2.1.2.1 Sel Fagosit ... 8
2.1.2.2 Sel Limfosit... 9
2.1.2.3 Sel Sitotoksik ... 10
2.1.2.4 Sel Pembantu ( auxiliary cell )... 11
2.1.3 Mediator dalam Sistem Imun ... 11
2.1.3.1 Sistem Komplemen... 11
2.1.3.2 Interaksi Sitokin dengan Sel Limfosit dan Sel Fagosit... 12
2.1.4 Antibodi... 14
2.1.4.1 Imunoglobulin M (IgM)... 14
2.1.4.2 Imunoglobulin G (IgG) ... 14
2.1.4.3 Imunoglobulin A (IgA) ... 14
2.1.4.4 Imunoglobulin D (IgD) ... 15
2.1.4.5 Imunoglobulin E (IgE)... 15
2.1.5 Antigen ... 15
2.1.6 Respon Imun... 16
2.1.6.1 Mekanisme Menghilangkan Patogen ... 16
2.1.7 Reaksi Inflamasi ... 17
2.1.7.1 Hal-hal yang Terjadi dalam Proses Inflamasi... 17
2.1.7.2 Kemotaksis dan Migrasi Sel ... 17
2.1.8 Pertahanan terhadap Patogen Ekstraseluler dan Intraseluler ... 18
2.1.9 Imunopatologi ... 18
2.1.9.1 Autoimun ... 18
2.1.9.2 Imunodefisiensi... 19
2.1.9.3 Hipersensitifitas ... 19
2.2 Reaksi Hipersensitivitas... 19
2.2.1 Hipersensitivitas Tipe I (reaksi anafilaksis) ... 20
2.2.2 Hipersensitivitas Tipe II (hipersensitivitas sitotoksik) ... 20
2.2.3 Hipersensitivitas Tipe III (hipersensitivitas yang dimediasi oleh kompleks imun) ... 21
2.2.4 Hipersensitivitas Tipe IV (delayed type hypersensitivity dan T cell mediated cytolysis)... 21
2.2.5 Hipersensitivitas Tipe V (reaksi stimulasi oleh antibodi) ... 22
2.3 Imunomodulator ... 22
2.3.1 Methotrexate... 22
2.3.2 Cyclosporine... 23
2.3.3 Intravenous Immunoglobulin ... 23
2.3.4 Phyllantus niruri L. (Meniran) ... 23
2.3.5 Physalis angulata (Ciplukan) ... 24
2.3.6 Smilax officinalis (Sasparilla)... 24
2.3.7 Pfaffia paniculata ( Brazilian ginseng) ... 24
2.3.8 Andrographis paniculata (Burm. f.) Ness (Sambiloto)... 24
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 27
3.2 Hewan Coba ... 28
3.3 Penentuan Besar Sampel ... 28
3.4 Variabel Penelitian ... 28
3.5 Bahan dan Alat... 29
3.6 Prosedur Kerja... 29
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pembahasan ... 32
4.2 Pengujian Hipotesis Penelitian ... 41
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 44
5.2 Saran ... 44
DAFTAR PUSTAKA ... 45
LAMPIRAN... 47
RIWAYAT HIDUP PENULIS ... 53
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1. Sambiloto ( Andrographis paniculata ( Burm. f. ) Ness)……24 2. Gambar 2. Diagram Batang Rata-rata Diameter Daerah Peradangan dalam Waktu 24 Jam………33 3. Gambar 3. Diagram Batang Rata-rata Jumlah Sel Radang pada Daerah
Lesi………36 4. Gambar 4. Diagram Batang Rata-rata Persentase Eosinofil pada Sediaan
DAFTAR TABEL
1. Tabel 4.1. Hasil Pengukuran Rata-rata Diameter Peradangan pada
Berbagai Kelompok Perlakuan selama Pengamatan 24 Jam……….32 2. Tabel 4.2. Hasil Uji Lanjut Metode Student Newman Keuls Rata-rata
Diameter Peradangan antara Masing-masing Kelompok Perlakuan
(p<0,05)………..34 3. Tabel 4.3. Hasil Pengukuran Rata-rata Jumlah Sel Radang pada Daerah
Lesi pada Berbagai Kelompok Perlakuan………..35 4. Tabel 4.4. Hasil Uji Lanjut Metode Student Newman Keuls Rata-rata
Jumlah Sel Radang pada Daerah Lesi antara Masing-masing Kelompok Perlakuan (p<0,05)...………..37 5. Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Rata-rata Persentase Eosinofil pada Berbagai
Kelompok Perlakuan………..38 6. Tabel 4.6. Hasil Uji Beda rata Metode Student Newman Keuls
Rata-rata Persentase Eosinofil antara Masing-masing Kelompok Perlakuan (p<0,05)………..40
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1. Perhitungan Konversi Dosis………..47 2. Lampiran 2. Data Hasil Percobaan………...……….48 3. Lampiran 2. ANOVA on Ranks Rata-rata Diameter Daerah Peradangan
dalam Waktu 24 Jam………..50 4. Lampiran 3. ANOVA on Ranks Rata-rata Jumlah Sel Radang pada Daerah
Lesi……….51 5. Lampiran 4. ANOVA Rata-rata Persentase Eosinofil pada Sediaan Apus
LAMPIRAN 1
PERHITUNGAN KONVERSI DOSIS
Infusa Sambiloto 10%
10 gram Sambiloto dalam 100cc dibuat menggunakan panci infus.
1. Dosis konversi :
5 gram Sambiloto untuk manusia 70 kilogram sebagai efek imunomodulator (Winarto, 2003) dikonversikan ke mencit 20 gram menjadi
= 5 g x 0,0026 = 0,013 g / mencit 20 g ( dalam 0,5 cc air ) 2. Dosis konversi :
10 gram Sambiloto untuk manusia 70 kilogram sebagai efek imunomodulator dikonversikan ke mencit 20 gram menjadi
= 10 g x 0,0026 = 0,026 g / mencit 20 g ( dalam 0,5 cc air ) 3. Dosis konversi :
20 gram Sambiloto untuk manusia 70 kilogram sebagai efek imunomodulator dikonversikan ke mencit 20 gram menjadi
= 20 g x 0,0026 = 0,052 g / mencit 20 g ( dalam 0,5 cc air )
LAMPIRAN 2
DATA HASIL PERCOBAAN
RATA-RATA DIAMETER PERADANGAN (mm)
Kel.1 Kel.2 Kel.3 Kel.4 Kel.5 Mencit
Kontrol - Kontrol + Dosis I Dosis II Dosis III
1 - 7,70 5,10 6,50 -
2 - 9,10 5,10 5,30 -
3 - 8,70 8,10 5,20 -
4 - 10,30 5,50 6,10 -
5 - 10,65 5,30 5,30 -
Rata-rata - 9,29 5,82 5,68 - Keterangan :
Kel.1. Kontrol - : Kelompok yang diberi 0,2 ml aquadest Intrakutan
Kel.2. Kontrol + : Kelompok yang diberi 0,2 ml Ovalbumin 10% Intrakutan Kel.3. Infusa Sambiloto Dosis I : 0,013 gram / 0,5 ml
Kel.4. Infusa Sambiloto Dosis II : 0,026 gram / 0,5 ml Kel.5. Infusa Sambiloto Dosis III : 0,052 gram / 0,5 ml
RATA-RATA JUMLAH SEL RADANG PADA DAERAH LESI (sel)
Kel.1 Kel.2 Kel.3 Kel.4 Kel.5 Mencit
Kontrol - Kontrol + Dosis I Dosis II Dosis III
1 36 338 128 74 70
2 24 161 140 74 60
3 21 317 136 68 47
4 23 345 101 74 60
5 27 369 111 74 63
Rata-rata 26,2 306 123,2 72,8 60
Keterangan :
Kel.1. Kontrol - : Kelompok yang diberi 0,2 ml aquadest Intrakutan
Kel.2. Kontrol + : Kelompok yang diberi 0,2 ml Ovalbumin 10% Intrakutan Kel.3. Infusa Sambiloto Dosis I : 0,013 gram / 0,5 ml
RATA-RATA JUMLAH EOSINOFIL PADA SADT (sel)
Kel.1 Kel.2 Kel.3 Kel.4 Kel.5 Mencit
Kontrol - Kontrol + Dosis I Dosis II Dosis III
1 2,33 29,33 13,67 6,67 7,33
2 2,33 23,67 15,33 12 3,33
3 4 22 12 10 4
4 4 24 15,67 6 4,33
5 3,67 21 14 3,33 5,67
Rata-rata 3,27 24 14,13 7,6 4,93
Keterangan :
Kel.1. Kontrol - : Kelompok yang diberi 0,2 ml aquadest Intrakutan
Kel.2. Kontrol + : Kelompok yang diberi 0,2 ml Ovalbumin 10% Intrakutan Kel.3. Infusa Sambiloto Dosis I : 0,013 gram / 0,5 ml
Kel.4. Infusa Sambiloto Dosis II : 0,026 gram / 0,5 ml Kel.5. Infusa Sambiloto Dosis III : 0,052 gram / 0,5 ml
LAMPIRAN 3
ANOVA ON RANKS RATA-RATA DIAMETER DAERAH PERADANGAN DALAM WAKTU 24 JAM
One Way Analysis of Variance Data source : Data 1 in Notebook Normality Test : Failed ( P=<0.001)
Test Execution ended by user request, ANOVA on Ranks begun Kruskal-Wallis One Way Analysis of Variance on Ranks Data source : Data 1 Notebook
Group N Missing Col 1 5 0 Col 2 5 0 Col 3 5 0 Col 4 5 0 Col 5 5 0
Group Median 25% 75% Col 1 0.000 0.000 0.000 Col 2 9.100 8.450 10.388 Col 3 5.300 5.100 6.150 Col 4 5.300 5.275 6.200 Col 5 0.000 0.000 0.000
H=21.963 with 4 degrees of freedom (P=<0.001)
The differences in the median values among the treatment groups are greater than would be expected by chance, there is a statistically significant difference (P=<0.001)
To isolate the group or groups that differ from the others use a multiple comparison procedure.
All Pairwise Multiple Comparison Procedurs (Student-Newman-Keuls Method) :
Comparison Diff of Ranks p q P<0.05 Col 2 vs Col 5 86.500 5 5.256 Yes Col 2 vs Col 1 86.500 4 6.539 Yes Col 2 vs Col 3 38.000 3 3.800 Yes Col 2 vs Col 4 34.000 2 5.022 Yes Col 4 vs Col 5 52.500 4 3.969 Yes Col 4 vs Col 1 52.500 3 5.250 Yes Col 4 vs Col 3 4.000 2 0.591 No
LAMPIRAN 4
ANOVA ON RANKS RATA-RATA JUMLAH SEL RADANG PADA DAERAH LESI
One Way Analysis of Variance Data source : Data 1 in Notebook Normality Test : Failed ( P=<0.001)
Test Execution ended by user request, ANOVA on Ranks begun Kruskal-Wallis One Way Analysis of Variance on Ranks Data source : Data 1 Notebook
Group N Missing Col 1 5 0 Col 2 5 0 Col 3 5 0 Col 4 5 0 Col 5 5 0
Group Median 25% 75% Col 1 24.000 22.500 29.250 Col 2 338.000 278.000 351.000 Col 3 128.000 108.500 137.000 Col 4 74.000 72.500 74.000 Col 5 60.000 56.750 64.750
H=22.997 with 4 degrees of freedom (P=<0.001)
The differences in the median values among the treatment groups are greater than would be expected by chance, there is a statistically significant difference (P=<0.001)
To isolate the group or groups that differ from the others use a multiple comparison procedure.
All Pairwise Multiple Comparison Procedurs (Student-Newman-Keuls Method) :
Comparison Diff of Ranks p q P<0.05 Col 2 vs Col 1 100.000 5 6.076 Yes
Col 2 vs Col 5 74.000 4 5.594 Yes Col 2 vs Col 4 51.000 3 5.100 Yes Col 2 vs Col 3 25.000 2 3.693 Yes Col 3 vs Col 1 75.000 4 5.669 Yes Col 3 vs Col 5 49.000 3 4.900 Yes Col 3 vs Col 4 26.000 2 3.840 Yes Col 4 vs Col 1 49.000 3 4.900 Yes Col 4 vs Col 5 23.000 2 3.397 Yes Col 5 vs Col 1 26.000 2 3.840 Yes
LAMPIRAN 5
ANOVA RATA-RATA PERSENTASE EOSINOFIL DALAM SEDIAAN APUS DARAH TEPI MENCIT
One Way Analysis of Variance Data source : Data 1 in Notebook Normality Test : Passed ( P=0.260) Equal Variance Test : Passed ( P=0.198)
Group N Missing Col 1 5 0 Col 2 5 0 Col 3 5 0 Col 4 5 0 Col 5 5 0
Group Mean Std Dev SEM Col 1 3.266 0.865 0.387 Col 2 24.000 3.222 1.441 Col 3 14.134 1.464 0.655 Col 4 7.600 3.420 1.529 Col 5 4.932 1.588 0.710
Power of performed test with alpha = 0.050 : 1.000
Source of Variation DF SS MS F P Between Treatments 4 1433.946 358.487 65.204 <0.001 Residual 20 109.958 5.498
Total 24 1543.904
The differences in the mean values among the treatment groups are greater than would be expected by chance, there is a statistically significant difference (P=<0.001)
To isolate the group or groups that differ from the others use a multiple comparison procedure.
All Pairwise Multiple Comparison Procedurs (Student-Newman-Keuls Method) :
RIWAYAT HIDUP
Nama : Nevin Chandra Junarsa
NRP : 0210048
Tempat dan tanggal lahir : Bandung, 26 November 1983
Alamat : Gunung Rahayu III – F5, Bandung
Riwayat Pendidikan :
TK Kristen Baptis, Bandung, 1990 SD Kristen Baptis, Bandung, 1996
SMP St. Angela, Bandung, 1999 SMU St. Angela, Bandung, 2002
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKM, Bandung
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Alergi merupakan suatu keadaan hipersensitivitas terhadap kontak atau
pajanan zat asing (alergen) tertentu dengan akibat timbulnya gejala-gejala
klinis, yang mana untuk kebanyakan orang kontak atau terpajan dengan zat
atau agen yang sama tidak menimbulkan penyakit dan gejala-gejala klinis
tertentu. Reaksi alergi dapat merupakan gangguan hipersensitivitas lokal
maupun sistemik. Alergi termasuk jenis penyakit yang sering dijumpai dalam
masyarakat. Diperkirakan 10-20% dari penduduk dunia pernah menderita
penyakit ini. ( Suyono, 2003).
Manifestasi penyakit alergi dapat terjadi pada hidung (rinitis alergika),
saluran napas (asma), dan pada kulit (dermatitis alergika) ( Safrida, Pohan,
1999). Dermatitis alergika merupakan peradangan pada kulit yang disebabkan
oleh alergen yang diikuti dengan gejala klinis yang dapat berupa gatal,
kemerahan, bengkak, dan ruam sesudah kontak dengan alergen. Pada
umumnya, penderita penyakit alergi mempunyai riwayat atopi pada dirinya
atau keluarganya, sehingga dermatitis alergika yang dideritanya sering dikenal
juga dengan sebutan dermatitis atopik ( Boguniewicz, Leung, 2003)
Sistem imun dalam tubuh kita secara garis besar terbagi atas dua jalur,
yaitu jalur T helper 1 (Th1), yang bertanggung jawab untuk mengaktifkan
imunitas seluler dan jalur T helper 2 (Th2), yang bertanggung jawab
mengaktifkan imunitas humoral. Dalam keadaan normal jalur Th1 dan Th2
berada dalam keadaan seimbang.
Timbulnya penyakit alergi disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan
sistem imun, yang mana jalur Th2 lebih dominan dibandingkan jalur Th1.
Dengan demikian obat-obatan yang mempunyai efek sebagai imunomodulator
yang mengurangi aktivitas sistem imun pada jalur Th2 dapat mengatasi
2
Imunomodulator adalah berbagai agen yang berefek meningkatkan jalur
Th1 (fagositosis), menghambat jalur Th2, agen yang berefek antiinflamasi, antihistamin, menghambat migrasi eosinofil ke daerah lesi, mencegah
degranulasi sel mast dan basofil, memblokade Fc reseptor, menginhibisi IL-1,
IL-2, IL-3, IL-4, dan IL-5, mengurangi secara selektif sel-sel imun yang aktif
berlebihan, menginhibisi aktivasi sistem komplemen, menekan fungsi limfosit
T dan B.
Pengobatan dermatitis saat ini belum terlalu memuaskan karena penyakit
ini sering mengalami kekambuhan dan obat-obatan kimiawi, seperti
kortikosteroid yang digunakan untuk mengobati alergi saat ini, sering
menimbulkan banyak efek samping.
Di Indonesia, penggunaan obat tradisional bukan merupakan hal yang baru,
masyarakat secara empiris sering menggunakan Sambiloto (Andrographis
paniculata (Burm.F.) Nees) untuk mengatasi dermatitis alergika. Selain itu sambiloto juga dapat digunakan sebagai pereda demam, antiradang, dan
antibengkak
Dalam penelitian ini, peneliti menilai pengaruh Sambiloto terhadap
diameter daerah peradangan, persentase eosinofil pada darah tepi, dan
gambaran histopatologi sel-sel radang dari daerah peradangan tersebut
1.2Identifikasi Masalah
- Apakah infusa sambiloto yang diberikan pada mencit dapat berperan
sebagai imunomodulator dengan indikator berkurangnya reaksi
peradangan secara makroskopis pada dermatitis alergika?
- Apakah infusa sambiloto yang diberikan pada mencit dapat berperan
sebagai imunomodulator dengan indikator berkurangnya jumlah sel radang
pada daerah lesi?
- Apakah infusa sambiloto yang diberikan pada mencit dapat berperan
sebagai imunomodulator dengan indikator berkurangnya persentase
3
1.3Maksud dan Tujuan
- Maksud penelitian ini agar diperoleh terapi dengan obat tradisional
khususnya sambiloto yang lebih baik untuk mengatasi penyakit alergi
khususnya dermatitis alergika
- Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. mengetahui efektivitas infusa sambiloto yang diberikan pada mencit
sebagai imunomodulator dengan indikator berkurangnya reaksi
peradangan secara makroskopis pada dermatitis alergika.
2. mengetahui efektivitas infusa sambiloto yang diberikan pada mencit
sebagai imunomodulator dengan indikator berkurangnya jumlah sel radang
pada daerah lesi.
3. mengetahui efektivitas infusa sambiloto yang diberikan pada mencit
sebagai imunomodulator dengan indikator berkurangnya persentase
eosinofil pada sediaan apus darah tepi mencit dengan dermatitis alergika.
1.4Manfaat Karya Tulis Ilmiah
1.4.1 Manfaat Akademis
Penelitian ini dapat berguna untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
di bidang farmakologi tumbuhan obat asli Indonesia khususnya sambiloto
yang dapat digunakan untuk pengobatan dermatitis alergika.
1.4.2 Manfaat praktis
Efek sambiloto sebagai imunomodulator ini dapat digunakan bagi
4
1.5Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
1.5.1 Kerangka Pemikiran
Andrographolide yang terkandung dalam sambiloto dapat menstimulasi
fagositosis (Mills dan Bone, 2000). Peningkatan fagositosis berarti
meningkatkan jalur Th1 yang mana terjadi peningkatan produksi IFN-γ.
IFN-γ meningkatkan diferensiasi sel CD4+ naif ke subset sel Th1 dan
mencegah proliferasi sel Th2 (Karnen, 2004). Penghambatan jalur Th2
menyebabkan produksi IL-4 dan IL-5 terhambat juga. Penghambatan
produksi IL-4 dan IL-5 menyebabkan penghambatan reaksi alergi dan
peradangan oleh eosinofil. IL-4 merangsang sel B memproduksi IgE yang
berikatan dengan sel mast. Sedangkan IL-5 mengaktifkan eosinofil
(Karnen, 2004). Berbagai zat yang dapat mengurangi reaksi peradangan
dapat digolongkan sebagai imunomodulator
Patogenesis penyakit alergi sangat kompleks, alergi dapat terjadi oleh
karena ketidakseimbangan sistem imun dimana terjadi peningkatan
aktivitas Th2 sehingga jalur Th2 lebih dominan dibandingkan jalur Th1. Jalur Th2 ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan sintesis IgE yang pada gilirannya akan memperantarai untuk terjadinya degranulasi sel mast
yang mensekresikan berbagai produk antara lain IL-5 yang bertanggung
jawab pada perekrutan dan pematangan eosinofil. Eosinofil pada daerah
lesi ini akan menghasilkan berbagai produk yang menimbulkan kerusakan
jaringan lebih lanjut (Cholis, 1999).
Sambiloto yang mengandung andrographolide diperkirakan dapat
berperan sebagai imunomodulator yang akan dapat mengurangi reaksi
peradangan secara makroskopis, jumlah sel radang pada daerah lesi, dan
persentase eosinofil pada SADT sehingga dengan demikian kerusakan
5
1.5.2 Hipotesis
- Infusa sambiloto berperan sebagai imunomodulator dengan indikator
berkurangnya reaksi peradangan secara makroskopis pada mencit dengan
dermatitis alergika.
- Infusa sambiloto berperan sebagai imunomodulator dengan indikator
berkurangnya jumlah sel radang pada daerah lesi mencit dengan dermatitis
alergika.
- Infusa sambiloto berperan sebagai imunomodulator dengan indikator
berkurangnya persentase eosinofil pada sediaan apus darah tepi mencit
dengan dermatitis alergika.
1.6Metodologi
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium yang
bersifat longitudinal prospektif, bersifat komparatif, menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan hewan coba mencit jantan dewasa galur Swiss
Webster sejumlah 25 ekor, umur 8 minggu dengan berat badan 20 gram. Penelitian ini menilai efek pemberian infusa herba sambiloto sebagai
imunomodulator dengan model dermatitis alergika pada hewan coba mencit.
Data yang diamati adalah diameter daerah peradangan, jumlah sel radang
pada daerah lesi dan jumlah eosinofil pada SADT sebagai respon terhadap
efek antialergi herba sambiloto. Data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan Analisis Varian (ANOVA) satu arah dilanjutkan uji beda
rata-rata Student Newman Keuls dengan α = 0,05 menggunakan program sigma
stat. Kemaknaan ditentukan berdasarkan nilai p<0,05.
1.7Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Infusa sambiloto berperan sebagai imunomodulator dengan indikator berkurangnya reaksi peradangan secara makroskopis pada mencit dengan dermatitis alergika.
2. Infusa sambiloto berperan sebagai imunomodulator dengan indikator berkurangnya jumlah sel radang pada daerah lesi mencit dengan dermatitis alergika.
3. Infusa sambiloto berperan sebagai imunomodulator dengan indikator berkurangnya persentase eosinofil pada sediaan apus darah tepi mencit dengan dermatitis alergika.
5.2 Saran
Penelitian mengenai efek sambiloto sebagai imunomodulator dapat
menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya yang pada gilirannya dapat bermanfaat bagi pengobatan penyakit alergi seperti dermatitis alergika yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hanan. 1996. Beberapa Catatan Tentang Sambiloto. Warta Tumbuhan Obat Indonesia, 1 (3): 19
Anonymous. 2000. Acuan Sediaan Herbal. 1st ed. Jakarta: Ditjen POM-Depkes RI. P. 41-44, 76.
Boguniewics M., Leung D. Y. M. 2003. Atopic Dermatitis In: Adkison N. F., Yunginger J. W., Busse W. W., Bochner B. S., Holgate S.T., Simon F.E.R., editors: Allergy: Principles and Practice. 6th ed. London: Mosby. P. 1123.
Budi Nuratmi, Adjirni, Dea I. Paramita. 1996. Beberapa Penelitian Farmakologi Sambiloto. Warta Tumbuhan Obat Indonesia, 1 (3): 23-24
Budi Oetomo Roeslan. 2002. Imunologi Oral Kelainan di Dalam Rongga Mulut. 1st ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. P. 87-96.
IGP Santa. 1996. Studi Taksonomi Sambiloto Andrographis Paniculata (Burm.F.) Nees. Warta Tumbuhan Obat Indonesia, 1 (3): 14-15
Jasaputra D. K. 2005. Imunomodulator pada Penyakit Alergi. Jurnal Kedokteran Maranatha, 2 (4): 87-95
Kardinan A., Kusuma F. R. 2004. Meniran, Penambah Daya Tahan Tubuh Alami. Depok: ArgoMedia Pustaka.
Karnen Garna Baratawidjaja. 2004. Imunologi Dasar. 6th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. P. 144-146, 1-31, 77-84, 171-189.
Kavanaugh A., Broide D. H. 2003. Immunomodulators In: Adkison N. F., Yunginger J. W., Busse W. W., Bochner B. S., Holgate S.T., Simon F.E.R., editors: Allergy : Principles and Practice. 6th ed. London: Mosby. P. 957-967.
Lim K. G., Weller P. F. 2003. Eosinophilia and Eosinophil-Related Disorders In: Adkison N. F., Yunginger J. W., Busse W. W., Bochner B. S., Holgate S.T., Simon F.E.R., editors: Allergy : Principles and Practice. 6th ed. London: Mosby. P. 783-785.
M. Cholis. 1999. Mechanisms of Chronic Skin Inflammation in Atopic Dermatitis. Perkembangan Penyakit Kulit dan Kelamin di Indonesia Menjelang Abad 21, 1: 9-13
Myrna Safrida, Saut Sahat Pohan. 1999. The Water Content of The Stratum
Corneum in Non-Eczematous Skin of Patients With Atopic Dermatitis. Perkembangan Penyakit Kulit dan Kelamin di Indonesia Menjelang Abad 21, 1: 1-2
Roitt I., Brostoff J., Male D. 2001. Immunology. 6th ed. London: Mosby. P. 1-12, 323-333.
Slamet Suyono. 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. P. 16.
Taylor L. 2004. The Healing Power of Rainforest Herbs. http:// rain tree.com/plist bot.httm.
Wiart C. 2002. Medicinal Plants of Southeast Asia. 2nd ed. Wong F. K. Selangor: Prentice Hall. P. 270-273.
Winarto W.P. 2003. Sambiloto: Budi Daya dan Pemanfaatan untuk Obat. 1st ed. Jakarta: Penebar Swadaya. P. 1-12
http://www.rich.co.id/rebio/rebioragra.html., April 15th, 2005
http://www.roemahherba.net., December 21th, 2005