• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAGIAN KESATU OASE HIKMAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAGIAN KESATU OASE HIKMAH"

Copied!
197
0
0

Teks penuh

(1)

BAGIAN KESATU

OASE HIKMAH

(2)

Hidupmu Sebelum Matimu Widia Endang Nurmalasari

Brakkk….

“Apaan itu Mar?” Ridwan berteriak

“Pintu panel listriknya jatuh, Wan. Pantas saja lampu di gedung ini sering mati. Lihat nih pintu panelnya aja kayak gini.” Amar bersungut-sungut sambil merapikan panel yang terjatuh saat Amar mencoba membuka pintu panel listrik.

“Yo wes, nanti aja lagi. Maghriban dulu yuk…,” ajak Ridwan saat melihat dari jendela hari sudah mulai gelap.

“Nanggung ini dikit lagi. Ntar aku nyusul. Kamu duluan aja, Wan”. Amar menyahut dan meneruskan kembali pekerjaannya.

“Duluan ya…,” pamit Ridwan

Ridwan dan Amar bekerja di salah satu instansi listrik yang ditugaskan untuk memantau beberapa gedung yang terletak di sepanjang jalan MH. Thamrin dan Sudirman. Mereka mendapat keluhan bahwa salah satu gedung dimana sekarang sedang mereka perbaiki sering mati lampu dan mengganggu aktivitas karyawan di sana.

Sayup-sayup dan semakin kencang suara adzan terdengar. Ridwan segera turun dan meninggalkan pekerjaannya yang sedang memperbaiki panel listrik di salah satu gedung di bilangan Sudirman. Sedang Amar masih melanjutkan pekerjaannya yang menurutnya tinggal

finishing saja.

Ridwan mengganti pakaiannya dengan baju koko dan kain sarung yang sengaja ia bawa untuk melaksanakan salat. Karena dia selalu diajarkan oleh orang tuanya, “saat solat kenakanlah pakaian terbaikmu, ibarat kau akan bertemu dengan bos besar atau atasanmu. Jika bertemu dengan pejabat atau bos besar kau harus bersusah payah mencari dan mengenakan pakaian terbaik yang kau punya, maka apa tah lagi ketika kau menghadap Sang Pencipta”. Dari pesan itulah, Amar tidak pernah lupa membawa baju koko dan kain sarung terbaiknya kemanapun ia pergi. Meski itu bukanlah sebuah keharusan yang mutlak, namun bagi dia adab dan etika terhadap Sang Pencipta adalah harga mati.

Di tengah keheningan jamaah Salat Magrib, tiba-tiba lampu padam lagi. Imam pun lantas harus lebih mengeraskan suaranya, karena jika suara imam tak dibantu speaker tidak begitu terdengar oleh jamaah di shaf belakang. Untung letak masjid yang di bawah tanah menjadikan masjid hening dan tak terganggu suara kendaraan meski masjid terletak tak jauh dari jalan raya.

(3)

“Assalamu’alaikum warohmatullah…. Assalamu’alaikum warohmatullah…”, Imam pun mengakhiri Salat Magrib berjamaah tersebut.

Dengan cepat Ridwan segera mengganti baju dan menuju lantai 11 untuk mengecek kembali panel listrik apa yang menyebabkan listrik mati lagi.

“Mar, Mar…,” Suara Ridwan mencari Amar. Hening, tak ada suara.

‘Ah, mungkin Amar belum selesai Salat Magribnya. Bukankah tadi dia bilang dia

akan menyusul?’ pikirnya meski tiba-tiba ada hal yang tak enak di hatinya.

Samar-samar Ridwan mencium bau seperti sesuatu yang terbakar. ‘Mungkin karena

korsleting jadinya mati lampu’, pikirnya lagi

Ridwan kembali menjelajah kegelapan lantai 11 yang merupakan pusat listrik di gedung itu. Benar-benar gelap gulita, tak sedikitpun cahaya yang menerangi dan naasnya lagi Ridwan lupa membawa senternya, tadi ia tinggalkan di dekat panel listrik.

‘Ya Allah, di dunia saja segelap ini apalagi nanti di alam kubur-Mu. Ya Rabb….

astaghfirullah, ampuni hamba Ya Rabb’, Ridwan terus bermain dengan pikirannya.

Saat Ridwan tengah mencari-cari pegangan dan berjalan menuju panel listrik tiba-tiba kakinya tersandung sesuatu.

Gubrrakk…

“Astaghfirullah… apa ini?”.

Ridwan segera meraih meja di dekat panel tempat ia menaruh senternya.

Segera ia sorotkan lampu senternya pada bagian yang menyandungnya tadi. Dan, saat itulah ia tercekat.

“Astaghfirullah... Amaaaar!”

Ridwan melihat Amar tergeletak dengan tubuh membiru dan bau terbakar. Disana dia melihat tubuh Amar terbujur kaku dan mengeluarkan bau gosong seperti terbakar. Tak tunggu lama lagi, segera ia cari bantuan, ia panggil satpam yang tengah berjaga disana dan segera menggotong Amar ke Rumah Sakit terdekat. Namun, sayang sungguh sangat disayangkan Amar tidak tertolong. Amar menutup usianya saat itu juga.

Selidik punya selidik ternyata ada kabel yang terkelupas dan mengenai badan Amar hingga menyengatnya dan menghentikan denyut jantungnya seketika.

PELAJARAN:

Sungguh usia itu tidak ada yang tahu kapan berakhir. Amar adalah sebuah pelajaran, betapa batas hidup dan kematian setipis kulit bawang. Kita tidak bisa mendeteksi kapan dan dimana kita akan berakhir, tugas kitalah mengisi hari-hari kita dengan kebaikan. Lalai,

(4)

mungkin saja kita lakukan tapi bukan berarti kita tidak memiliki cara untuk terus memperbaiki diri.

Berapa banyak diantara kita yang begitu gigih mengejar dunia padahal kemana kita akan kembali? ketika jantung berhenti berdetak dan nafas tak lagi mampu melewati kerongkongan, maka tak ada lagi yang dapat menolong selain berpasrah diri kepada Ilahi.

Mengejar kehidupan duniawi itu penting tapi bukan berarti menjadikannya Tuhan. Bagi kita dan sebagai pengingat diri yang masih senang bermain-main dan menunda-nunda pekerjaan apalagi sampai memenunda-nunda-menunda-nunda ibadah kita, ketahuilah waktu tak kan menunggu apalagi berulang, now or never, karena waktu akan terus melaju setiap detiknya berubah. Teringat salah satu hadis Rasulullah: “Jika engkau berada dipagi hari, jangan tunggu sampai petang hari. Jika engkau berada dipetang hari, jangan tunggu sampai pagi. Manfaatkanlah waktu sehatmu sebelum datang sakitmu. Manfaatkanlah waktu hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Bukhari).

Mari terus memperbaiki diri, jangan pernah menyia-nyiakan waktu yang datang kepada kita, berapa teguran halus Allah yang tidak kita pedulikan? Berapa banyak kode yang sudah Allah kirim namun kita buta mata, hati, dan rasa. Berapa kali Allah membangunkan kita untuk sekedar bersujud tujuh menit saja disepertiga malam terakhir, namun kita tersilap dan memilih untuk tidur kembali merajut mimpi yang tak akan menjadi nyata.

Hidup akan terus berjalan dan waktu tak kan pernah menunggu. Disetiap sebaran darah dan hembusan nafas mari senantiasa kita selipkan rasa syukur dan terus berbuat kebaikan. Karena kita tidak pernah tahu kapan dan dimana kita akan berakhir.

Menaklukan Keterbatasan Widia Endang Nurmalasari

Pak Nurdin adalah seorang penjual pisang yang sering berjualan di sekitar Stasiun Gondangdia. Pak Nurdin berjualan pisang sejak pagi hingga malam hari. Bahkan ketika saya pulang agak malam pun saya masih lihat beliau duduk tenang menjajakan pisangnya.

“Pisangnya tinggal enam biji nih, Pak,” kataku.

“Iya Neng, Rp 10.000,- saja pisangnya, udah kematengan,” jawab Pak Nurdin.

Kusisipkan empat lembar Rp 5.000,-an dan ia pun meraba-raba uang tersebut. Iya, mata Pak Nurdin sudah tidak bisa digunakan untuk melihat dengan normal, kedua matanya hampir tertutup katarak.

(5)

“Sudah pak, gak apa-apa”, aku beranjak pergi.

Baru beberapa langkah meninggalkan Pak Nurdin, dan saat kutengok dari kejauhan, Pak Nurdin mulai berkemas. Kulihat sepertinya beliau kerepotan jadi kubantu beliau. Beliau sempat menolak bantuanku.

Usut punya usut ternyata Pak Nurdin tinggal di Klender bersama tiga anaknya yang masih SD. Paling besar usia 12 tahun dan kadang menggantikan Pak Nurdin berjualan pisang. Istrinya bekerja di salah satu cathering yang menurut penuturan Pak Nurdin ekonomi keluarganya sangat terbantu dengan peran istrinya.

“Kalau sedang ada pesanan banyak, kadang Ibu pulang bawa uang bisa sampai Rp300.000,-an“, selanya di tengah senyum wajah yang semakin keriput termakan usia dan mungkin kesulitan ekonomi.

“Pulangnya bareng saya saja pak, naik kereta kan? Tujuan saya ke Bekasi”, ajakku. Si Bapak mengangguk.

Di tengah perjalanan kami banyak bercerita, mulai dari masa muda beliau yang sempat bekerja sebagai satpam di salah satu perusahaan Migas BUMN hingga beliau harus berhenti karena pandangan beliau yang mulai terganggu. Pak Nurdin tidak bisa berbuat apa-apa lagi karena memang demikianlah kondisi beliau, akhirnya beliau pun harus di rumahkan dengan hormat setelah mendapat uang pesangon.

Tak lama berselang dari PHK tersebut, beliau sempat mengajukan diri sebagai tukang, ikut temannya yang sedang dapat proyek untuk membangun apartemen di bilangan Bekasi Barat. Tapi itu pun tak lama, karena debu dan pekerjaan yang lebih banyak menguras tenaga ternyata semakin memperburuk kondisi dan pandangan beliau. Akhirnya beliau pun memutuskan untuk berhenti, hanya tiga bulan saja beliau bertahan sebagai tukang.

Melihat kelelahan Pak Nurdin, istri Pak Nurdin, Bu Sumirah merasa tak tega. Di tengah kesulitan ekonomi yang semakin menghimpit, istri Pak Nurdin berinisiatif untuk menjual jasa cuci dan setrika baju. Dengan modal nekad, mulailah istri Pak Nurdin menjual jasa cuci dan setrika baju ke rumah-rumah. Dari sanalah Bu Sumirah mengenal pemilik

cathering yang sekarang menjadi tempat bekerjanya.

“Kalau ada pesanan cathering yang harus pakai buah pisang, ya ibu minta tolong saya, neng. Lumayan, dapet untung dari jual pisang, ibu juga dapet upah dari bantuin bikin

cathering”.

Tak terasa sudah sampai di Stasiun Klender, Pak Nurdin pun pamit turun duluan sedang aku melanjutkan perjalanan hingga Stasiun Bekasi.

(6)

Betapa beruntungnya aku yang hidup di tengah orang-orang yang secara ekonomi cukup. Tidak semua anak mampu melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi. Bahkan tak sedikit juga mereka yang harus putus sekolah meski dengan keterpaksaan. Namun, berapa banyak dari kita yang mampu bersyukur di tengah keterhimpitan ekonomi dan berapa banyak dari kita yang mampu bersyukur di tengah segala kelebihan financial yang Allah berikan?

Bukan masalah banyak atau sedikit yang Dia berikan, tetapi seberapa banyak kita bersyukur dan berbagi menjadi sumber kebermanfaatan bagi orang-orang di sekitar kita. PELAJARAN:

Kisah ini mengajarkan kepada kita apa arti ketekunan, kegigihan, kesabaran, kepasrahan dan bersyukur. Lima kunci bagi mereka yang ingin mencapai kesuksesan. Apalah arti suatu cita-cita dan impian apabila kita tidak memiliki ketekunan untuk menggapai itu. Cita-cita dan impian kadang kala tersarukan dengan keinginan dan nafsu, ketekunanlah yang kelak akan membedakan keduanya. Tanpa ketekunan Pak Nurdin, bisa jadi anaknya akan putus sekolah, hidup terlunta-lunta dan mungkin saja hanya akan hidup dengan mengharap belas kasihan orang lain.

Tanpa kegigihan pun akan menyia-nyiakan apa yang sudah dan sedang kita perjuangkan, kegigihan mampu dengan cepat membangun pondasi keberhasilan. Seorang yang gigih akan terus berjuang dimanapun dia berada. Tak ada kesempatan baginya untuk berleha-leha ketika hajat belum terpenuhi. Begitupun dengan Pak Nurdin, tanpa kegigihannya beliau akan menjadi pribadi yang berputus asa apalagi menghadapi kehidupannya yang belum tentu bisa dijalani oleh banyak orang.

Tanpa kesabaran manalah mungkin seorang Ibu Sumirah mampu bertahan hidup bersama Pak Nurdin di tengah himpitan berbagai macam kesulitan. Bisa jadi tanpa kesabaran, beliau meninggalkan Pak Nurdin dan memilih lelaki lain yang mungkin lebih bisa menjamin hidupnya. Namun itulah, bagi kita yang senantiasa mengukur kemampuan hanya dari segi materi maka uang adalah segalanya. Namun kita lupa bahwa uang itu hanyalah efek, kekayaan yang sebenarnya adalah apa yang ada dan pontesi yang kita miliki. Kesabaran merupakan kekayaan terbesar yang dimiliki seseorang. Kesabaranlah yang menjadi kekuatan untuk ketekunan dan kegigihan seseorang dalam menjalani setiap detik kehidupannya.

Kepasrahan kepada Allah merupakan ikrar diri bahwa kita ini lemah bahkan setelah apa yang kita jalani dan pertahankan tetap saja Allah-lah penentu segalanya. Pasrah tak bisa disaudarakembarkan dengan berpangku tangan dan berputus asa, sangat jauh berbeda. Pasrah merupakan suatu bentuk penyerahan secara total apa yang sudah kita ikhtiarkan dan

(7)

perjuangkan, tidak bisa disebut pasrah ketika kita tidak melakukan apapun sementara kita punya hajat yang ingin dicapai. Hanya mengharapkan angin kosong tanpa berjuang. Begitupun dengan Pak Nurdin dan Ibu Sumirah yang menjalankan konsep Ibunda Siti Hajar, setelah berikhtiar bekerja menjadi satpam meski akhirnya berhenti dan menjadi penjual pisang Pak Nurdin tak menyerah dan kalah pada keadaan, semua sudah dilakukan dan dengan kepasrahannya Allah tunjukan rezeki yang senantiasa ia jemput, Allah berikan jalan melalui Ibu Sumirah bahkan Pak Nurdin sendiri jadi penyuplai pisang di acara hajatan-hajatan di kampungnya. Begitulah cara Allah mengabulkan doa-doa kita dengan cara yang tidak disangka-sangka, pada akhirnya anak Pak Nurdin pun bisa bersekolah seperti yang lainnya.

Dan yang terakhir adalah bersyukur, setiap detik hidup yang diberikan Allah, setiap nafas yang berhembus, setiap usaha yang diupayakan, bahkan setiap daun yang jatuhpun tak luput dari pandangan Allah. Mari bersyukur, maka Allah akan menambahkan nikmat-Nya. Mungkin bukan dengan nikmat harta yang banyak, karena banyak harta biasanya bukan menjadi nyaman tetapi malah jadi ancaman. Bisa jadi nikmat yang Allah beri berupa kesehatan, kekuatan fisik, kecerdasan akal atau mungkin keberhasilan dalam membangun silaturahmi baik dengan keluarga ataupun tetangga. Nikmat itu sungguh banyak, dan mungkin lupa kita syukuri, maka sedari dini mari mawas diri untuk terus menyukuri apapun yang Allah berikan untuk kita dan keluarga kita.

Begitulah kehidupan Pak Nurdin dan istrinya. Setiap diri dari kita memiliki jalan dan tujuan yang berbeda, kelak pasti ada kesulitan dan hambatan yang menghadang. Kesulitan dan hambatan itu sudah pasti ada dan nyata, yang menjadi fokus adalah bukan seberapa besar kesulitan dan hambatan itu menghampiri kita tetapi bagaimana kita menyikapinya.

Wang Sinawang Abdullah Nuri

Sambil rebahan, seorang tukang becak bersantai di atas becak tua miliknya. Dengan setia ia menunggu penumpang, kalau-kalau ada yang membutuhkan jasanya, sekadar untuk minta diantar atau mengangkut barang bawaan. Di tengah lamunan, tiba-tiba ia dibangunkan oleh suara yang memanggil-manggilnya. Seorang pedagang dengan setumpuk barang bawaan.

“Abang becak.. abang becak!!” panggil sang pedagang. “Iya, pak. Sebentar!” sahut si tukang becak.

(8)

Tukang becak kemudian bergegas bangun dan langsung mengayuh pedal becaknya menghampiri calon penumpangnya.

“Mau diantar kemana, pak?” tanya si abang tukang becak. “Jalan Flamboyan nomer 9, bang,” jawab sang penumpang. “Oke, pak,” sahut abang tukang becak.

“Enak ya jadi tukang becak seperti bapak,” kata sang penumpang, “hidup tenang tanpa beban pikiran,” lanjutnya.

“Enakan juga bapak tho. Punya banyak uang, mau apa saja kesampaian,” tuturnya. “Banyak uang banyak pikiran, pak. Mau tidur saja susah,” jelas sang penumpang, ”tidak seperti bapak, mau tidur kapan saja, dimana saja juga bisa,” ia melanjutkan.

“Sama saja pak,” jawab si tukang becak, ”kalau bapak susah tidur sebab banyak pikiran, bedanya kalau saya susah mikir jadinya kebanyakan tidur,” lanjutnya.

PELAJARAN:

Orang jawa bilang bahwa urip iku mong wang sinawang, hidup tak lain hanya “saling

pandang memandang”. Saling pandang memandang disini bisa diartikan dengan saling menilai orang lain, biasanya dikaitkan dengan kebahagiaan/keberuntungan atas kondisi orang lain dari diri sendiri.

Sebagaimana gambaran cerita di atas. Dalam pandangan sang pedagang bahwa hidup si tukang becak itu enak karena bisa leluasa istirahat kapan dan dimana saja, hidup tenang seolah tanpa beban pikiran. Begitupun sang tukang becak beranggapan bahwa menjadi seorang pedagang itu menyenangkan karena banyak uang, hidup serba berkecukupan.

Sudah menjadi sifat dasar manusia bahwa setiap orang cenderung akan memilih atau menginginkan pada sesuatu (kondisi) yang tidak ia miliki, karena memang begitulah cara kerja kebutuhan dalam kehidupan. Satu hal yang perlu diketahui adalah tak seorang pun yang hidup tanpa masalah di dunia, setiap mereka pasti memiliki persoalan masing-masing sebab sesuatu yang tampak belum tentu menunjukkan kondisi yang sebenarnya.

Tak Ada Yang Abadi Chairunnisa

Dia termasuk kategori wanita cerdas, sarjana teknik diraihnya dengan mudah, karena merasa cerdas iapun terdaftar sebagai mahasiswa S3 di sebuah universitas ternama. Seperti kita ketahui padi yang makin berisi maka akan semakin menunduk, tetapi tidak dengan ibu dari dua orang putra ini. Kecerdasannya membuat dirinya sombong, semua orang

(9)

dianggapnya remeh tidak ada apa-apanya, begitu juga suaminya ia sepelekan begitu saja. Kepada orang tuanya saja ia berani untuk membentaknya, hingga akhirnya bapaknya mendahuluinya menghadap Sang Ilahi. Ibunya yang sudah renta lebih memilih tinggal dengan putra pertamanya yang jauh di seberang pulau.

Rumah milik ibunya lama-lama ia kuasai. Suaminya yang tidak bisa membimbing dan mempengaruhi kelakuan sang istri, juga merupakan salah satu faktor ibu muda tersebut menjadi tidak terkontrol. Ditambah tidak ada orang tua yang selalu mengingatkan atau menegurnya lagi.

Ibu muda tersebut hanya memikirkan bagaimana cara ia harus lebih hebat dari teman-temannya. Bila ada sesuatu yang menghalangi keinginannya, akan dia taklukkan dengan berbagai cara, termasuk dalam jabatan, merasa kecerdasannya sangat dibutuhkan untuk instansi dimana ia bekerja, maka jabatan tertinggi pun ingin ia kuasai.

Tidak ada waktu untuk mengurusi anak dan suaminya bahkan rumah menjadi berantakan. Sampai suatu ketika, suaminya mengajaknya berbicara baik-baik, suaminya menjelaskan hak, kewajiban, koridor, dan batasan-batasan tentang arti sebuah profesi. Bila di rumah harus sebagai apa, di kantor sebagai apa, di kampus sebagai apa, harus dilakukan secara profesional.

Ternyata, maksud baik sang suami menjadi salah tanggap. Dia tidak terima, merasa digurui akhirnya naik pitamlah sang istri. Caci maki ia lemparkan kepada sang suami. Pertengkaran pun tidak bisa dielakkan. Anak-anak melihat pertengkaran kedua orang tuanya. Sampai akhirnya tidak bisa terkontrol emosi diantara mereka, sang istri mengusir sang suami. Saat itu juga sang suami membawa anak-anaknya pergi jauh entah kemana.

Obsesinya yang terlalu tinggi membuatnya lupa menjaga kesehatan. Suatu ketika ia beberapa kali jatuh pingsan secara tiba-tiba. Teman-teman kantornya lah yang membawanya ke rumah sakit terdekat. Teman-teman kantornya panik dibuatnya, pasalnya ketika menghubungi pihak keluarga tidak ada satu nomor pun yang aktif. Alhasil dititipkannya lah ibu tersebut kepada pihak rumah sakit. Setelah siuman, dokter menanyakan keberadaan keluarga pasien. Ibu tersebut mengatakan dia hanya seorang diri. Dokter pun akhirnya menjelaskan perihal penyakit yang diderita pasien. Ternyata pasien terkena kanker sel darah putih stadium lanjut. Dokter menjelaskan masih bisa diobati dan memberikan kepercayaan kepada pasien tentang kesembuhannya melalui kemoterapi.

Lambat laun kesehatannya semakin memburuk, daya tahan tubuhnya semakin melemah. Harta yang ia punya habis tidak tersisa sedikitpun untuk berobat. Keluarga tidak ada yang tahu tentang penyakit yang dideritanya. Komunikasi putus sejak mereka keluar dari

(10)

rumah. Tidak ada kekuatan apapun lagi untuk bertahan hidup, hanya penyesalan karena keserakahan yang ia putar ulang dalam pikirannya. Caci maki yang ia lontarkan kepada suami terngiang kembali.

PELAJARAN:

Tidak ada di dunia ini yang abadi, kecantikan, kekayaan, kecerdasan sekalipun tidak akan menyelamatkan kita di dunia bila tidak dimanfaatkan dengan baik. Selagi berada di atas awan janganlah congkak. Belajarlah dari padi, yang makin berisi makin merunduk.

Kerikil KCUUP Rian Hidayat Abi

Di sebuah desa, hiduplah seorang petani padi, ia hanya punya satu petak sawah yang ia tanami secara rutin. Dengan panen sekitar empat bulan sekali, ia sering merasa sangat kekurangan. Hasil panen ia gunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari bersama keluarganya. Dan, akan habis sebelum panen selanjutnya tiba, maka sangat sering ia berhutang kepada tetangganya untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, apalagi di zaman sekarang yang semuanya serba mahal.

Suatu ketika, saat ia sedang mencakul sawahnya, ia merasa keheranan saat melihat gundukan tanah yang bergerak-gerak, dengan rasa penasaran ia kemudian mencangkul lebih dalam tanah itu, hingga akhirnya ia menemukan sebuah jawaban bahwa sumber air telah muncul di bawah gundukan tanah itu.

“Wah, kalau seperti ini aku bisa panen lebih sering.” pikirnya.

Karena selama ini ia hanya mengandalkan air hujan dan sungai yang airnya tidak seberapa. Hatinya gembira, kemudian ia pulang dan ia ceritakan kepada keluarganya.

Keesokan harinya, kembali ia melihat keanehan. Ada kerikil kecil berwarna hitam yang muncul dari sumber airnya, semakin lama, kerikil itu semakin kencang memuncrat hingga mengalahkan percikan air yang keluar. Mata petani itu semakin terbelalak hingga seolah mau keluar dari kelopak mata, saat ia melihat batu kuning keluar dari sumber airnya yang ternyata adalah emas.

Hatinya gembira bukan main, ia mengambil emas-emas itu, memasukannya ke dalam ember, dan membawanya pulang. Karena emas tak kunjung berhenti keluar, ia membawa dua ember dari rumahnya untuk memungutinya. Ember yang ia bawa rupanya tak jua cukup untuk memunguti emas itu, hingga ia kembali pulang membawa beberapa karung. Seharian ia

(11)

menunggu dan memunguti percikan emas itu hingga karung-karungnya penuh, ia pun pulang saat hari sudah gelap, meninggalkan sumurnya yang masih memuntahkan kerikil emas.

Biasanya, dalam aktifitas pertaniannya, menjelang tengah hari ia pulang untuk shalat Zuhur. Setelah itu kembali ke sawah, menjelang Ashar lalu pulang lagi. Namun kali ini ia punya kesibukan baru. Memunguti kerikil-kerikil emasnya.

Dengan tergopoh-gopoh membawa karung-karung berisi emas ia pulang menjelang hari mulai gelap. Betapa gembira hati istrinya melihat suaminya membawa emas yang sangat banyak, terbayang keindahan dunia akan menjadi genggaman mereka. Menjadi orang kaya. Setelah makan malam yang disiapkan sang istri, petani itu pamit pergi lagi, ia mau mencari karung sebanyak-banyaknya untuk memunguti emas besok pagi, hingga ia melupakan waktu Isya.

Hari berganti hari, hingga minggu berganti bulan petani itu terus menumpuk emas yang keluar dari sumber mata air, hingga tidak muat lagi di rumahnya. Ia kemudian menumpuk kerikil emas itu di langit-langit rumahnya, yang terbuat dari kayu sederhana.

Namun, ada satu keanehan yang dirasakan petani itu saat melihat setiap batu emasnya, dari ribuan kerikil emasnya yang sudah terkumpul, ia melihat deretan lima huruf yang sama pada setiap kerikil. K-C-U-U-P. Namun ia tidak mendiskusikannya dengan serius bersama istrinya, ia hanya merasa itu adalah deretan huruf biasa dan menganggap semua emas ini adalah anugerah Tuhan.

Bulan berganti bulan, rumahnya tidak muat lagi dengan emasnya, kamar tidur, ruang tamu, dapur, kamar anaknya, langit-langit, semua penuh dengan emas, hingga mereka tidur di atas tumpukan emas. Ia pun berencana merombak rumahnya lebih besar lagi.

Sebelum terealisasi niatnya untuk merombak rumah...

Keesokan harinya terdengar kabar di kampung tersebut, ada sebuah rumah ambruk dan semua keluarganya yang terlelap tidur tewas tertimpa bangunan rumah dan emas. Itulah rumah petani itu. Langit-langitnya tidak kuat menopang emasnya hingga ambruklah rumahnya.

Hal ini menggegerkan kampung tersebut dengan emas yang banyak di rumah petani itu. Bahkan seorang ustad kampung yang datang dan melihat, juga begitu kaget. Ia mendekat dan memperhatikan emas-emas itu dengan seksama. Ia memperhatikan huruf-huruf itu dengan baik, lalu mengangguk mengerti.

Kemudian, ia bertanya kepada warga dimana petani ini menemukan emasnya, tidak ada yang tahu karena selama ini petani itu merahasiakannya dan tidak bersosialisasi dengan warga lainnya. Lalu sang ustad bertanya dimana petani ini biasa bekerja. Beberapa petani lain

(12)

lalu menunjukan sawahnya, sang ustad dan beberapa warga datang kesana dan kagetlah mereka melihat sumber air yang mengeluarkan kerikil emas. Sang ustad itu mendekat dan mengatakan, “cukup”.

Buncahan kerikil emas itupun berhenti. *** PELAJARAN

Demikianlah, keserakahan tidak akan pernah mencukupi hasrat manusia. Semakin serakah seseorang, maka akan semakin haus ia kepada harta. Namun, dengan syukur hidup akan semakin tenang dan berkah. Harta yang dimiliki akan disyukuri dan digunakan dengan sebaik-baiknya.

Dalam Surat Ibrahim ayat 7, Allah Swt berfirman, “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".

Tukang Kayu dan Kapak Emas Widia Endang Nurmalasari

Tersebutlah di pinggiran hutan sepasang suami istri yang kesehariannya bekerja sebagai tukang kayu bakar. Sepasang suami istri ini hidup bahagia meski dalam kondisi kekurangan. Mereka syukuri setiap rejeki yang datang pada mereka, baik yang didapatkan dari hasil menjual kayu-kayu bakar ataupun hasil kebun yang tidak seberapa namun cukup untuk mengganjal perut sehari-hari.

Seiring berjalannya waktu, si tukang kayu merasakan pekerjaannya mulai berat dan melelahkan. Hingga suatu hari, ia mendapat berita dari istrinya bahwa di kota ada seorang pandai besi yang bisa membuat kapak yang super tajam dan kuat.

Wah, kalau saya punya kapak itu pasti pekerjaan saya akan lebih mudah dan lebih

banyak lagi kayu bakar yang bisa saya jual. ‘ Pikirnya.

Keesokan harinya, di pagi buta si tukang kayu segera bergegas menuju kota dan mencari pandai besi yang konon katanya bisa membuatkan kapak yang super tajam dan kuat. Setelah mencari begitu lama, si pandai besi akhirnya ditemukan.

“Tolong buatkan aku sebuah kapak yang tajam dan kuat agar bisa digunakan untuk membelah kayu bakar, kapak lamaku sudah mulai tumpul dan tidak setajam dulu lagi. “ pinta si tukang kayu.

(13)

“Aku bisa membuatkannya untukmu, tapi dengan satu syarat, kapak itu harus terbuat dari emas,”

“Hah, harus dari emas? Untuk makan saja aku sulit apalagi harus membeli emas,” keluhnya.

“Baiklah jika kau keberatan, bekerjalah padaku selama satu tahun, bawakan aku kayu bakar setiap hari agar tungku apiku tetap menyala dan kelak aku akan berikan kapak emas itu dengan percuma, bagaimana?”

“Baiklah, esok aku kembali dengan membawa kayu bakar yang kau minta.” Tanpa pikir panjang si tukang kayu mengiyakan syarat yang diajukan.

Si tukang kayu pun kembali ke desanya dengan senang hati. Diceritakanlah semua hal yang ia alami selama di kota dan perjanjian antara ia dengan si pandai besi.

“Apakah membawa kayu bakar ke kota setiap hari tidak terlalu memberatkanmu? Bukankah kapak yang kau punya masih cukup bagus? Untuk apa kapak emasmu nanti?” sang istri memberondong dengan banyak pertanyaan kepada suaminya, karena tahu isi perjanjian antara suaminya dan si pandai besi jelas sangat memberatkan suaminya.

Si tukang kayu menjelaskan kepada istrinya bahwa dengan kapak emas itu kelak akan lebih meringankan pekerjaannya dan akan lebih banyak kayu bakar yang bisa dipotong dan dijual. Meski istrinya sedikit keberatan, namun demi melihat semangat dan tekad suaminya yang membaja, ia pun tak kuasa. Dengan berat hati ia mengizinkan suami untuk pergi ke kota setiap hari dalam rangka memenuhi perjanjian antara ia dan si pandai besi.

Hari-hari berat ia rasakan, betapa tidak, setiap pagi ia harus segera bertolak menuju kota. Sepulang dari kota ia segera pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Begitulah hari-hari ia lalui dengan semangat, lelahpun tak ia rasakan.

Akhirnya satu tahun berlalu, si tukang kayu menyerahkan kayu terakhirnya dan menagih janji si pandai besi.

“Terima kasih karena sudah satu tahun ini kamu bersedia menjalankan perjanjian kita hingga aku sudah punya cukup kayu bakar untuk persediaanku. Aku serahkan kapak emas ini padamu, pergunakanlah sebaik mungkin dan rawatlah ia.”

“Terima kasih, dengan kapak ini pasti pekerjaanku jadi lebih ringan dan cepat.” si tukang kayu mengharu biru.

Kapak emas pun sudah di tangan, dan sudah siap digunakan. Tapi ada yang berubah dari niat awal si tukang kayu, setelah kapak emas ada di tangannya justru ia jadi enggan menggunakan kapak itu untuk memotong-motong kayu bakarnya, sayang katanya khawatir rusak dan tergores. Bahkan kapak emas itu ia simpan laiknya benda pusaka yang harus

(14)

diberikan tempat yang terhormat. Berita tentang kapak emas yang dimiliki si tukang kayu telah tersebar, semua tetangga berkumpul ingin melihat kapak emas yang konon dibuat oleh pandai besi termasyhur di kota. Namun, karena si tukang kayu khawatir kapaknya nanti akan rusak bahkan hilang, akhirnya ia tutup dan kunci pintu rumah yang biasanya selalu terbuka itu.

Istrinya pun tak kalah heran, mengapa sang suami begitu terlihat berbeda. Ia jadi mudah cemas dan selalu dibayang-bayangi ketakutan rusak atau bahkan hilangnya kapak emas. Sungguh emas telah menyilaukan mata dan hati si tukang kayu. Setiap hari ia bersihkan kapak emas tersebut, hidupnya benar-benar seperti terpasung kapak emas. Saat di hutan mencari kayu yang ada dipikirannya adalah kapak emas, ‘jangan-jangan ada yang ambil

kapak itu?’ selalu itu yang ada dipikirannya. Setiap kali pikiran itu mengampiri dengan

segera ia meninggalkan pekerjaannya yang belum selesai. Pada akhirnya bukan keuntungan yang ia peroleh dengan adanya kapak emas itu tapi kerugian berlipat-lipat dan perubahan pada sosok si tukang kayu yang ramah menjadi tak bersahabat.

Hingga pada suatu hari, saat ia kembali dari mencari kayu bersama istrinya di hutan. Tiba-tiba ia mendapati jendela rumah yang terbuka, hatinya mulai tak tenang berlari ia menuju rumah dan yang pertama kali dicari adalah kapak emas. Ternyata kekhawatirannya benar, kapak emas telah hilang dari tempatnya. Si tukang kayu pun menangis meraung-raung meratapi kapaknya yang hilang entah siapa yang tega mengambilnya.

“Sudahlah pak, ini takdir. Mungkin jodoh kapak emas itu dengan bapak cuma sampai disini, lagi pula beberapa minggu terakhir ini bapak hidupnya seperti terkungkung oleh kapak emas ini, penghasilan kita dari menjual kayu saja jauh berkurang dari biasanya. Sudahlah pak, ikhlaskan. Mungkin ini adalah teguran dari Sang Pencipta karena kita telah lalai.”

Si tukang kayu duduk tersungkur dan merenungi diri, benar apa yang dikatakan istrinya, adanya kapak emas itu bukannya membantu malah menambah kesulitan yang baru. Ia jadi jarang bersilaturahim dengan tetangganya, malah berpikiran buruk terhadap mereka, mencari kayu bakar pun tidak, seadanya saja, malah sibuk memikirkan kapak emas yang jelas-jelas telah membuatnya berubah.

Si tukang kayu memang sedih kehilangan kapak emasnya, namun ia bahagia karena sekarang ia tak lagi terkungkung, ia bebas. Mau kemanapun dan melakukan apapun tak ada lagi alasan yang membuatnya harus selalu khawatir.

(15)

Mari kita cintai benda-benda berharga, bahkan dunia dan seisinya, secukupnya saja. Seseorang yang terlalu berlebihan terhadap dunia akan tersiksa, semakin mahal rumah, mobil, dan barang yang kita miliki semakin erat barang-barang itu mengikat kita.

Kita jadi lebih takut kehilangan harta daripada kehilangan iman. Kita jadi lebih khawatir jika mobil kita tergores ketimbang menjaga akidah agar tetap lurus di jalannya. Memiliki barang yang mewah lagi mahal tidak dilarang selagi diimbangi dengan ilmu dan sedekah. Firman Allah mengatakan dalam Surah At-Takasur (bermegah-megahan):

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.

Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui. Sesekali-kali-sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti, niscaya kamu benar akan melihat neraka Jahim, kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan kepala sendiri, kemudian kamu benar-benar-benar-benar akan ditanya

pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu).” (QS. At-Takasur : 1-8).

Seperti itulah Allah telah mengingatkan kita agar kita tidak lalai dan tak keliru menentukan tujuan hidup. Mari terus memberikan manfaat untuk hidup yang lebih baik, lebih berkah.

Kisah Pencuri Kain Kafan Rian Hidayat Abi

Terdapat seorang pemuda yang kerjanya menggali kubur dan mencuri kain kafan untuk dijual. Pada suatu hari, pemuda tersebut berjumpa dengan seorang ahli ibadah untuk menyatakan keinginannya bertaubat kepada Allah Swt. Dia berkata: “Sepanjang aku menggali kubur untuk mencuri kain kafan, aku telah melihat tujuh perkara ganjil yang menimpa mayat-mayat tersebut. Lantaran aku merasa sangat insaf atas perbuatanku yang sangat keji itu dan ingin sekali bertaubat.”

“Tujuh perkara ganjil? Apa maksudmu? Cobalah ceritakan padaku!” pinta ahli ibadah itu.

Kemudian, penggali kubur itu menceritakannya. ”Pertama, aku melihat mayat yang pada siang harinya menghadap kiblat. Tetapi apabila aku menggali semula kuburnya pada waktu malam, aku lihat wajahnya telah membelakangi kiblat. Mengapa terjadi begitu, wahai tuan guru?” tanya pemuda itu.

”Wahai anak muda, mereka itulah golongan yang telah berbuat syirik kepada Allah Swt sewaktu hidupnya. Allah telah menghinakan mereka dengan memalingkan wajah mereka

(16)

dari menghadap kiblat, untuk membedakan mereka dari golongan muslim yang lain,” jawab ahli ibadah itu.

Kemudian pemuda penggali kubur itu melanjutkan ceritanya, ”Kedua, aku lihat wajah mayat berseri-seri ketika dimasukan ke liang kubur. Pada malam harinya aku menggali kuburannya dan aku lihat wajahnya berubah menjadi babi. Kenapa terjadi seperti itu wahai tuan?”

”Wahai anak muda, mereka itulah golongan yang meremehkan dan meninggalkan shalat sewaktu hidupnya. Sesungguhnya shalat merupakan amalah yang pertama dihisab. Jika sempurna shalatnya, maka sempurnalah amalan-amalan yang lain,” jawab ahli ibadah itu lagi. Pemuda itu menyambung lagi, ”Wahai tuan, golongan yang ketiga yang aku lihat, pada waktu siang mayat kelihatan seperti biasa saja, apabila aku menggali kuburnya pada waktu malam, aku lihat perutnya berubah buncit dan keluar ulat yang banyak dari perutnya itu.”

”Mereka itulah golongan yang gemar memakan harta haram, wahai anak muda,” balas ahli ibadah itu lagi.

”Keempat, aku lihat mayat yang jasadnya berubah menjadi batu bulat yang hitam warnanya. Mengapa terjadi begitu, wahai tuan?” Ahli ibadah itu menjawab, ”Wahai anak muda, itulah golongan manusia yang durhaka kepada orang tuanya semasa hidupnya. Sesungguhnya Allah Swt sama sekali tidak ridha kepada manusia yang mendurhakai orang tuanya.”

”Kelima, aku lihat ada mayat yang kukunya sangat panjang hingga membelit seluruh tubuhnya dan keluar segala isi dari tubuhnya,” sambung pemuda itu. ”Anak muda, mereka itulah golongan yang gemar memutuskan silaturrahmi. Semasa hidup mereka suka bertengkar dan tidak mau bertegur sapa lebih dari tiga hari. Bukankah Rasulullah Saw pernah bersabda, bahwa ”barang siapa yang tidak bertegur sapa melebihi tiga hari bukanlah termasuk dalam golongan umatku,” jelas ahli ibadah tersebut.

”Wahai tuan, golongan yang keenam yang aku lihat, sewaktu siangnya lahadnya kering kerontang. Ketika malam harinya, aku mengali kuburnya, aku melihat mayat tersebut terapung dan lahadnya dipenuhi air hitam yang busuk.” ”Wahai pemuda, itulah golongan yang memakan harta riba semasa hidupnya.” jawab ahli ibadah itu.

”Wahai tuan, golongan yang terakhir yang aku lihat, mayatnya senantiasa tersenyum dan berseri-seri wajahnya. Mengapa demikian halnya wahai tuan guru?” Ahli ibadah kembali menjelaskan, ”Mereka itulah golongan manusia yang berilmu. Dan mereka beramal dengan

(17)

ilmunya semasa hidupnya. Inilah golongan yang mendapat keridhaan dan kemuliaan di sisi Allah Swt baik dikala hidup atau mati.”

Dan akhirnya, penggali kubur itupun bertaubat dengan bimbingan dari sang ahli ibadah. Cerita ini diambil dari http://www.mymasjid.net.my/koleksi-artikel/display/324/tujuh-perkara-ganjil dengan sedikit perubahan.

*** PELAJARAN

Ingatlah, sesungguhnya hanya kepada Allah-lah kita akan kembali dan akan mempertanggung jawabkan setiap perbuatan yang kita perbuat, sebagaimana yang Rasulullah Saw sabdakan:

Kalian adalah pemimpin, maka kalian akan dimintai pertanggungjawab. Penguasa

adalah pemimpin, maka akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin keluarganya, maka akan dimintai pertanggungjawaban atas kepmimpinannya. Isteri adalah pemimpin (rumah tangga suaminya), maka akan dimintai pertanggungjawabannya. Pelayan adalah pemimpin (atas harta tuannya), maka akan dimintai pertanggungjawabann atas pengelolaannya. Oleh karena kalian adalah pemimpin,

maka kalian akan dimintai pertanggungjawabannya.” (HR. Bukhari-Muslim)

Santri Eropa Rian Hidayat Abi

Kini aku tinggal di Istanbul-Turki. Kata ‘Santri Eropa’ kusematkan dalam diriku sebagai ‘santri’ yang berdomisili di Eropa, menempuh study pada ‘kyai’ kehidupan. Mendalami Bahasa Turki dan menyelami budaya Islam masa lalu di negeri yang pernah menjadi pusat Kekhalifahan Usmani.

Saudaraku, perjalananku hingga menginjakkan kaki di bumi Sultan Muhammad Al-Fatih ini benar-benar bagian dari keajaiban hidupku. Saat itu, Desember 2009, hari dimana aku mengalami perubahan besar dalam hidupku. Dimulai saat mengikuti Training NLP selama tiga hari di Gintung Ciputat-Tangerang Selatan. Sesi training inilah yang membuatku semakin kuat menjalani hidup, berani menatap masa depan, fokus pada tujuan, dan berpikiran global.

Sesi yang kumaksudkan itu adalah proses meraih mimpi dengan men-sett pikiran dengan berpositif feeling and thinking kepada Allah Swt, bahwa Allah Swt akan memeluk setiap hamba yang berdoa dan berani bermimpi untuk menggapai sesuatu.

(18)

Pikiran kami ‘dicuci’ dari berpikiran kepada sesuatu hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Awalnya, aku berpikir tidak mungkin sebilah keramik keras bisa dihancurkan oleh bola bohlam yang tipis, dan bola bohlam itu malah yang tidak pecah, tetap utuh seperti sedia kala setelah dijatuhkan dari ketinggian badan orang dewasa, sesi yang merubah pemikiran bahwa kekuatan pikiran mampu merubah hal yang menurut orang lain tidak mungkin menjadi mungkin. Bukan magic tapi fokus pada kekuatan pikiran.

Kemudian setelah kami yakin bahwa kekuatan fokus dan pikiran terhadap suatu objek atau tujuan, akan menjadikan objek atau tujuan itu bisa dicapai, bi iznillah. Lalu master trainer kami, meminta kami menggambar mimpi, mimpi-mimpi 17 peserta training yang akan dicapai dimasa mendatang. Gambarnya bebas sesuai imajinasi, yang penting menggambarkan proses meraih mimpi.

Saat menggambar itu aku masih kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta semester akhir, sedang menyusun skripsi. Lalu kugambar sebuah tangga yang menjulang ke langit, ujungnya menempel ke awan dilangit sana… tangga itu kuberi warna merah sebagai tanda semangat hidup. Dan awannya berwarna kuning keemasan, sebagai tanda puncak kesuksesan. Dengan penuh keyakinan kepada Allah Swt, aku tuliskan beberapa mimpi yang ingin kucapai diantara ruas tangga itu, diantaranya: wisuda, menerbitkan buku sebelum wisuda, kuliah S2 ke luar negeri, dan deretan mimpi-mimpi lainnya sesuai jumlah anak tanggaku.

Setelah semua peserta menggambar dan mempresentasikan gambar mimpinya, master trainer kami memberikan dua pesan dahsyat yang masih kugenggam sampai sekarang, yaitu: “FOKUS TETAP, STRATEGI BOLEH BERUBAH.” Dan “JIKA TIDAK ADA JALAN, MAKA BUAT JALAN SENDIRI.” Kalimat ini masih kugenggam sebagai ‘hidayah’ sampai sekarang, ya, sampai sekarang, sampai kini aku telah berhasil menggapai mimpi keempat, dan terus berproses menggapai mimpi-mimpiku selanjutnya.

Mimpi wisuda tahun 2010 adalah mimpi pertama yang kugoreskan, dan kujabarkan dalam beberapa aksi yang mendukung proses menuju wisuda, meski dengan berbagai tantangan yang ada. Salah satu yang paling berkesan dalam mimpiku adalah menerbitkan buku sebelum proses wisuda, mimpi terkuat yang pernah kualami hingga aku berumur 23 tahun. Kutambahkan beberapa akun medsos penerbit dan organisasi kepenulisan, berkomunikasi dengan mereka, bertanya tanpa malu, kubaca buku-buku kepenulisan, lalu akhirnya TIGA buah buku, terbit SEMINGGU sebelum aku memakai toga, dari lima naskah yang kutawarkan. FOKUS TETAP, STRATEGI BOLEH BERUBAH, telah merubah segalanya, bi iznillah.

(19)

Mimpi selanjutnya adalah belajar publik speaking di sebuah Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi di bilangan Bintaro, yang orang bilang untuk masuk kampus tersebut sangat susah. Seleksinya berat, bukan hanya seleksi akademik, tapi banyak seleksi tak terduga dari para seniornya. Lagi-lagi, aku tak peduli dengan suara sumbang yang melemahkan, aku yakin pada Allah, berpositif thinking and feeling, bahwa dengan yakin pada-Nya, tidak ada yang tidak mungkin, dan akhirnya aku diterima kuliah di kampus ini.

Setelah mimpi itu terwujud, aku terus berproses. Kuliah di kampus ini tidak selesai karena aku ‘tergoda’ dengan mimpi selanjutnya yang telah terwujud, yakni menginjakkan kaki di bumi Allah yang lain, luar negeri. Turki. Aku berhasil mendapat beasiswa belajar bahasa ke Turki, untuk menjadi Santri Eropa selama satu tahun. Meski tidak sesuai dengan rencana awal untuk S2, tapi kalimat ‘menginjakkan kaki di bumi Allah yang lain’ telah berhasil kurealisasikan. Bagaimana aku bisa mendapat beasiswa itu? Lagi-lagi FOKUS TETAP, STRATEGI BOLEH BERUBAH.

Allah Maha Besar! Maha Pengabul Doa bagi hamba-Nya yang benar-benar berdoa. Aku belum berhenti bermimpi kawan, mimpi-mimpi selanjutnya sedang menunggu untuk direalisasikan. Semoga Allah menuntun kita semua, hamba-hamba yang senantiasa menjadikan-Nya sebagai penolong utama, bukan yang lain. Terakhir, inilah biografiku kawan.

Akulah sang pembelajar Akulah sang pemimpi Akulah sang pemuda

Akulah hamba yang selalu yakin pada-Nya.

“FOKUS TETAP, STRATEGI BOLEH BERUBAH. Kan kugenggam hidayah ini erat-erat selamanya”

Pkl 08.16 waktu Turki. Saat Musim Semi. ***

PELAJARAN

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda, Allah Swt berfirman:

ِب ىِدْبَع ِِّنَظ َدْنِع َنََأ

(20)

Hadits ini mengajarkan kepada kita untuk selalu berprasangka baik kepada Allah, dan memiliki sifat pengharapan hanya kepada Allah Swt. Cerita ini pernah penulis masukkan ke dalam buku Jadi Pelajar Harus Sukses terbitan Quanta tahun 2017.

Raja Gemuk Insomnia Misbah Sirhindi

Hiduplah seorang raja yang sangat gemuk. Kegemukannya tiada yang dapat menandingi. Kegemukannya disebut-sebut sebagai pembawa keberuntungan bagi rakyatnya karena raja tersebut tidak hanya menggemuki diri sendiri, tetapi juga menggemuki rakyatnya. Kehidupan rakyat begitu makmur alias gemah repah loh jenawi (makmur subur dan sejahtera). Tanah yang subur, lautan yang hasil ikannya melimpah, sistem tata kota yang rapi, perekonomian yang melesat adalah hasil dari perhatian dan kebijaksaannya. Negeri-negeri lain tunduk di bawah kekuasaannya dalam ikatan persemakmuran. Tak ayal raja itu pun begitu dicintai rakyat dan pastinya juga oleh staf istana, mulai dari penasihat sampai juru masak.

Suatu ketika negeri yang aman damai itu gempar, karena sebuah berita beredar di seluruh penjuru negeri. Berita yang membuat istana kerajaan nampak seperti bangunan kosong melompong nan usang tiada lagi bergigi. Berita yang membuat rakyat bersedih dan malas untuk beraktifitas sebagaimana biasanya. Dan berita yang pastinya membuat sang permaisuri raja jadi serba salah dan bingung. Seakan berita itu adalah sesosok hantu yang siap menggentayangi setiap jiwa penduduk negeri.

Apa berita itu? Selidik punya selidik ternyata berita itu berpusat dari sang raja yang dicintai. Akhir-akhir ini sang raja tidak dapat tidur. Sang permaisuri mengatakan bahwa paduka raja sudah hampir dua bulan ini tidak bisa tidur.

“Tidak sedetik pun matanya terlelap untuk tidur. Paduka bercerita bahwa bukan masalah negara, rakyat, atau apapun yang membuatnya tidak bisa tidur. Karena menurutnya semua aman terkendali. Paduka sendiri bingung atas peritiwa yang menimpanya.” Kisah sang permaisuri dengan sedih kepada penasehat kerajaan.

Penasihat itu pun mengusulkan untuk membuat sayembara. Sayembara untuk membuat sang raja tertidur karena ia sendiri pun bingung dan tidak dapat menyelesaikan masalah tersebut. Sayembara tersebut dibumbui iming-iming bahwa barang siapa yang dapat membuat raja tertidur jika ia laki-laki, maka akan mewarisi setengah kekayaan kerajaan. Jika ia perempuan, ya tentu saja menjadi selir kerajaan.

(21)

Tawaran sayembara itu pun langsung disetujui paduka raja setelah sang permaisuri menyampaikan usulan tersebut. Bak virus ganas, berita sayembara pun dengan cepat tersiar dan tersebar ke pelosok-pelosok negeri.

Rakyat yang sangat mencintai rajanya tersebut datang berbondong-bondong ke istana ingin ikut berpartisipasi menyembuhkan sang raja. Mereka berlomba untuk menyembuhkan penyakit anehnya sang raja. Berlomba-lomba memberikan yang terbaik demi kesembuhan sang raja. Tapi, Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak. Sang raja pun tak urung sembuh. Semua rakyat pun berpikir bagaimana dan obat apalagi yang harus diberikan kepada sang raja. Karena hampir semua cara dan obat-obatan telah diberikan.

Lama tak kunjung sembuh, akhirnya datang usulan kedua dari sang penasihat untuk memanggil sang bijak dari dusun nun jauh di sana. Sebuah dusun yang tidak berperadaban di salah satu negeri persemakmuran itu. Lagi-lagi sang raja pun setuju. Setujunya kali ini tidak seperti sebelumnya. Responnya acuh-tak acuh. Ia pasrahkan dan serahkan nasibnya kepada Tuhan lewat si penasihatnya. Ia hampir-hampir putus asa. Tidak lama, sang bijak pun dihadirkan.

“Maaf Paduka Rajaku yang kucintai. Maafkan jika hamba lancang. Kiranya sudah berapa cara dan berapa orang yang datang untuk berusaha menghilangkan peristiwa aneh yang menimpa paduka?” Tanya sang bijak.

“Sudah beraneka cara dan tak terhitung lagi berapa orang yang berusaha menyembuhkanku. Hiks... hiks...hiks,” keluh sang raja diiringi tangis putus asa.

“Hari ini tepat setengah tahun paduka raja tidak bisa tidur,” tambah sang permaisuri. “Emh... sekali lagi maaf paduka jikalau hamba lancang, menurut hamba kemajuan dan kemakmuran negeri inilah penyebab utama peristiwa yang menimpa Paduka,” terka sang bijak sambil memegang dan menarik halus jenggotnya yang memutih.

“Tapi kurasa tidak ada masalah. Penduduk negeri hidup makmur, kekayaan alam melimpah, dan negara pun aman terkendali,” terang sang raja dengan mata semakin mengendur.

“Lagi-lagi maaf paduka. Ini adalah kelancangan hamba yang bodoh. Menurut hamba itulah sebab utama mengapa paduka raja menjadi seperti ini,” jelas sang bijak dengan tetap menundukkan kepala penuh hormat.

“Apa maksudnya...,” sergah sang penasihat dan permaisuri kompak penuh kebingungan.

(22)

Mendengar hal itu sang bijak pun tersenyum. Dalam hatinya terbesit kagum. Walaupun hampir setengah tahun belum tidur tetapi masih bisa bercanda dan bersahaja. Tidak salah paduka begitu dicintai rakyatnya. Salutnya dalam hati.

“Lanjutkan apa maksud perkataanmu wahai orang bijak,” serang sang raja.

“Maaf paduka, menurut hamba mengapa kemajuan dan kemakmuran negeri adalah penyebab utama masalah paduka. Tanpa disadari atau tidak dengan kondusifnya negeri ini maka paduka tidak memiliki banyak pikiran. Sehingga paduka tidak merasa lelah baik pikiran maupun tenaga. Tubuh paduka semakin membesar di samping porsi makan yang tidak terkontrol.”

“Lalu...”

“Lalu, maaf paduka kalau boleh hamba menyarankan. Memang saran ini agak sedikit konyol dan khawatir tidak berkenan di hati paduka atau seluruh rakyat.”

“Apa saranmu. Cepat katakan. Aku akan menerimanya selagi itu baik.”

“Begini paduka...,” sang bijak mendekat dan membisiki telinga sang raja, “Paduka harus terjun ke salah satu tempat di negeri ini. Bantulah para petani membajak dan memanen di sawah. Asal dilakukan dengan penuh semangat dan keikhlasan, maka cukup butuh waktu satu jam saja. Maaf, silahkan dipertimbangkan usul konyol ini.”

“Baiklah, asal itu baik untukku, akan aku lakukan dengan semangat dan ikhlas.” Kesepakatan ini pun langsung tersebar. Tak ayal membuat seluruh rakyat tercengang. Seluruh rakyat tumpah ruah, turun ke sawah menyaksikan sang raja yang dicintai membajak dan memanen. Mereka tidak tega melihat peristiwa demikian walaupun hanya satu jam saja.

Seluruh rakyat pun semakin panik dan histeris manakala melihat sang raja yang semangat tiba-tiba tergelepak di pembatas sawah. Digugah tubuhnya tetap tidak bangun. Semuanya pun semakin panik kecuali si sang bijak. Sang bijak pun menuai ancaman dari rakyat. Rakyat meminta agar sang bijak dihukum gantung jika sang raja yang dicintai meninggal nantinya.

Dengan masih seperti itu, sang raja pun dibawa kembali ke istana oleh ajudan-ajudannya. Hampir setengah hari sang raja tidak kunjung bangun. Tiang gantungan pun disiapkan oleh algojo dan sang bijak pun mulai dikalungkan tambang gantungan.

“Gara-gara kau hai orang bijak yang dungu, raja kami meninggal,” sengit salah satu algojo berbadan besar dan kekar. Sang bijak pun hanya senyum-senyum layaknya tanpa dosa. Tiba-tiba terdengar teriakan kegembiraan dari dalam istana.

(23)

“Jangan, jangan digantung. Biarkan dia hidup,” teriak penuh cegah salah seorang abdi dalam kepada para algojo. Bersamaan dengan itu terompet-terompet dibunyikan. Bunyi yang menandakan sedang ada suatu peristiwa yang membahagiakan istana.

“Tidak dengarkah kalian suara terompet itu?” sambung abdi dalam setelah semakin mendekat ke tempat tiang gantungan.

“Ada apa dengan suara terompet itu? Apa urusan kami dengan suara itu. Biarkan kami menggantung pembohong ini. Karena dia, raja kita meninggal,” cerocos ketua algojo berbadan besar.

“Tidak, hentikan perbuatan kalian. Sang permaisuri meminta menghentikan hal ini karena sang raja telah hidup lagi. Permaisuri meminta orang itu dibawa masuk ke istana menemui raja dan permaisuri,” jelas abdi dalam tegas.

Sang bijak pun tidak jadi digantung. Tak lama ia masuk ke istana menemui sang raja dan permaisuri. Sesampainya di istana, penuh takjub ternyata di istana telah sudah dipersiapkan pesta besar. Pesta kegembiraan menyambut bangunnya kembali sang raja. Bangun dari tidurnya yang hanya setengah hari setelah lebih dari setengah tahun tidak bisa tidur.

“Wahai orang bijak katakan apa yang kau inginkan. Pasti akan aku kabulkan semuanya. Karena nasihatmu lah aku bisa tertidur. Sewaktu memanen tubuhku sudah mulai lelah. Mataku pun tak dapat menahan kantuk. Tanpa pikir panjang aku memutuskan tidur di pematang sawah,” sambut sang raja sambil menjelaskan peristiwa yang hampir membuat sang bijak digantung ketika sang bijak tersebut menghadap.

Semua yang hadir mendengarkan penjelasan sang raja termasuk permaisuri, penasihat, abdi dalam, sampai juru masak. Mereka semua minta maaf atas kebodohan mereka menuduh dan menjatuhkan hukuman gantung kepada sang bijak. Sang bijak pun hanya senyum-senyum. Ia pun menyatakan keinginannya dengan penuh bijak.

“Tetaplah paduka raja berbuat adil dan bijak agar tetap dicintai rakyat. Karena setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap apa yang dipimpinnya di hadapan Tuhan di hari nanti dimana tidak ada raja diraja selain-Nya.”

Semua yang mendengar semakin berdecak kagum kepada sang bijak. Bukan harta yang diinginkannya. Bukan kedudukan yang diinginkannya. Bukan penguasaan wilayah yang diinginkannya. Tetapi nasihat yang mendalam lagi bijak yang diinginkannya. Yang ingin diberikan kepada paduka raja yang dicintainya dan dicintai oleh rakyatnya.

*** PELAJARAN

(24)

Begitulah sekelumit kisah sang raja gemuk yang dicintai. Hanya dengan berlelah-lelah satu jam saja, ia dapat mengalahkan matanya yang tetap melek hingga setengah tahun.

Lelah, kata yang menyimpan makna sejuta kepenatan dan rasa tak kuasa seorang manusia. Lelah dirasakan saat badan tak lagi mampu menyokong segala aktivitas serta mempersempit segala ruang gerak alami bagi manusia yang menyimpan sejuta potensi. Lelah selalu menjadi keluhan, menjadi kambing hitam atas segala kepenatan, bahkan menjadi pembenaran atas segala ketidakmampuan.

Namun, tahukah bahwa lelah adalah gugusan dari sebuah keberhasilan, sebuah harga yang harus dibayar untuk mendapatkan apa yang dicita-citakan, sebuah konsekuensi atas pencapaian keinginan dan impian?

Dengan lelah kita bisa merasakan kenyaman saat beristirahat, keadaan yang terkadang luput dari rasa syukur para insan. Lelah mengajarkan arti kehidupan, bahwa tak selamanya hidup itu indah, harus ada pengorbanan yang diiringi keindahan rasa lelah. Lelah mempertegas perbedaan antara orang yang bersungguh-sungguh dalam menjalani tiap episode hidupnya dengan orang yang hanya bisa mencaci dan memaki tiap kondisi yang dirasakan sebagai kondisi terburuk bagi dirinya.

Dengan lelah kita tahu bagaimana rasanya berusaha, bekerja, belajar, bermain, bahkan tidur pun diajari oleh rasa lelah. Lelah... karunia indah dari Allah yang sering terlupakan.

Musuh Berbentuk Penasihat

Rian Hidayat Abi

Di suatu pagi saat banyak manusia masih terlelap dalam tidurnya, tiba-tiba Azzam terbangun dan melihat penunjuk waktu yang setia menempel di dinding kamarnya. Pkl 02.00 WIB. Masih terlalu pagi memang, kemudian ada keanehan yang berbisik ke telinga Azzam yang saat itu masih setengah sadar.

“Masih pagi, baru jam dua pagi, waktu tahajud masih banyak, apalagi waktu ke Shalat Subuh masih jauh, tubuhmu kan lelah jadi butuh istirahat yang cukup, tidur saja lagi…”

Azzam menuruti nasihat yang nampak bijak itu, ia melanjutkan tidurnya. Beberapa saat kemudian ia terbangun lagi, nuraninya terketuk sesuatu. Azzam terbangun dan melihat jam dinding lagi. Pkl 02.30 WIB. Lalu, bisikan itu datang lagi.

(25)

“Masih pagi Zam, baru jam setengah tiga. Kalau kamu mau tahajud, menjelang subuh saja, kira-kira satu jam lagi. Selain menghemat waktu, tubuhmu juga dapat istirahat lebih lama.”

Sekali lagi Azzam menuruti bisikan yang entah dari mana datangnya, ia tertidur lagi. Tidurnya kali ini terasa berbeda dengan tidur-tidur sebelumnya, ia merasa sangat pulas. Balutan hangat selimut menambah pulas tidurnya.

Tiba-tiba…

Driiing…driiing!!!

Alarm handphone yang ia pasang sebelum tidur membangunkannya pada jam empat tepat. Ia langsung tersadar dan bangun, lalu mematikan alarm yang sedang menjerit-jerit itu. Tiba-tiba, bisikan itu datang lagi ke telinganya. Tapi, kali ini ia mencampakannya, ia singkapkan selimut tebal yang menutupi tubuhnya, lalu Azzam melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.

Udara pagi yang masuk dari sela-sela rumahnya sangat dingin, ia ambil air dan membasuh anggota wudhu. Dan, subhanallah… Air yang ia kira sangat dingin, ternyata sangat segar, air itu menghilangkan sisa kantuknya, lalu Azzam kembali ke kamar dan memasang sajadah lalu mengangkat kedua tangannya sambil membaca takbiratul ihram. Azzam tahajud.

*** PELAJARAN

Pengalaman seperti ini banyak dialami umat Muslim setiap pagi. Saat bangun di sepertiga malam, nurani Muslim sangat ingin sekali untuk bangun dan qiyamul lail. Namun bisikan itu selalu datang, bisikan yang berbentuk nasihat, yang sebenarnya sesat dan menyesatkan, bisikan setan yang selalu menggoda, setan yang tidak pernah tidur meski kita (manusia) sedang tidur pulas.

Kadang kita berhasil memenangkan pertarungan itu, kadang juga kita dikalahkan oleh bisikan itu, hingga hilanglah waktu berharga itu, waktu yang dijanjikan sebagai waktu-waktu terkabulnya do’a. Namun, kita harus tetap berusaha hingga bisikan itu bisa dikalahkan sepenuhnya. Setan adalah musuh yang nyata, dan sebagai musuh tentu kita harus memeranginya.

Teringat isi ceramahnya (alm) KH. Zainuddin MZ, beliau mengatakan bahwa setan itu selalu membawa tiga benda ketika menggoda manusia. Tiga benda itu adalah tepung, paku, dan kulit kambing (sebagai perumpamaan). Tepung digunakan setan untuk dicipratkan

(26)

ke mata manusia, sehinga ketika ia belajar, mengaji dan berbuat aktivitas kesalehan lainnya, cepat mengantuk dan tertidur, atau ingin cepat selesai.

Paku digunakan setan untuk di tempatkan di tempat duduk manusia, misalnya di tempat belajar, majlis taklim, masjid, dan lain-lain. Dengan tujuan agar korbannya merasa tidak nyaman duduk lama-lama di tempat itu dan menyudahi aktifitas kesalehannya.

Kulit kambing digunakan setan untuk menyelimuti manusia di waktu subuh agar manusia tetap terlelap dalam tidurnya, hingga ia kehilangan sepertiga malam dan waktu subuh.

Benda-benda ini semua bisa jadi benar, bisa juga hanyalah kiasan, yang penting adalah kita harus ingat bahwa setan itu tidak pernah tidur untuk menjerumuskan keturunan Nabi Adam As agar tersesat dari jalan-Nya, ia selalu istiqomah dengan janjinya. Semoga kita semua bisa mengambil hikmah dari kisah ini.

Imam Masjid Terakhir

Di sebuah desa hiduplah seorang imam masjid, usianya sudah tidak muda lagi, 62 tahun. Karena sudah tua, jalannya pun tidak segesit waktu muda. Imam masjid itu bernama pak Ahmad.

Pak Ahmad adalah satu-satunya imam di kampung itu, anak-anak muda di kampungnya tidak ada yang mau belajar agama, termasuk belajar menjadi imam. Hingga akhirnya Tuhan memanggil pak Ahmad ke sisi-Nya. Beliau wafat dalam usia 63 tahun, sama dengan ketika Allah memanggil Nabi Muhammad Saw.

Kematian pak Ahmad membuat gempar desa itu. Pasalnya, bukan karena pak Ahmad itu orang besar, atau orang kaya. Pak Ahmad bukan presiden atau jenderal, pak Ahmad hanyalah orang biasa, rakyat jelata, yang setiap waktu shalat tiba, selalu berangkat menuju masjid kampungnya. Yang jadi masalah adalah tidak ada orang yang bisa menyolatkan pak Ahmad, karena selama ini apabila ada orang yang meninggal dunia, pak Ahmadlah yang menyolatkan. Begitu pula dengan dengan shalat berjamaah, pak Ahmadlah yang menjadi selalu menjadi imam.

Akhirnya, ketua RT berinisiatif memanggil ustad dari desa sebelah untuk menyolatkan pak Ahmad.

*** PELAJARAN

(27)

Kejadian ini sangat mungkin terjadi di sekitar kita, melihat banyaknya fenomena remaja acuh pada agama. Agama hanya dijadikan pelengkap hidup tanpa menyadari hakikat pentingnya agama sebagai jalan hidup. Jika hal ini sudah terjadi, maka generasi muda jauh dari agama benar-benar mengkhawatirkan.

Hal ini memberikan pelajaran bagi kita bahwa regenerasi itu sangat penting, sebagai orang tua, harus bisa melahirkan generasi-generasi yang kuat, yang bisa menegakkan Islam di bumi Allah ini, yang bisa melanjutkan estafet dakwah Nabi.

Sebagai guru, harus bisa melahirkan alumni yang terbaik dan terpuji baik baik dari segi akhlak maupun intelektual. Sebagai pemimpin, harus bisa mengkader bawahannya untuk menjadi pemimpin selajutnya.

Reputasi Pak Ali Lilis Handayani

Di sebuah desa, tersebutlah seorang pedagang beras, bernama Pak Ali. Ia adalah pedagang yang ulet dan rajin, satu hal yang membuatnya terkenal baik hati adalah ia selalu memuaskan pelanggannya. Beras yang ia jual adalah beras yang berkualitas tinggi, tanpa oplosan, dan tanpa kecurangan, dengan harga yang meringankan masyarakat.

Tentu saja, masyarakat yang membeli beras padanya merasa senang karena selalu terpuaskan, baik dari segi pelayanan maupun dari kualitas beras. Perbuatan baik Pak Ali yang jujur, membuat kios miliknya selalu digandrungi banyak pembeli. Hal itu berlangsung lama.

Setiap hari, walaupun begitu ramai pembeli, Pak Ali hanya mengambil keuntungan sedikit dari penjualannya, ia berprinsif seperti cara dagang Rasulullah Saw, yang hanya mengambil sedikit keuntungan, yang penting langgeng dan bermanfaat.

Tak terasa, 20 tahun sudah Pak Ali berdagang. Ada sesuatu yang ia pendam selama waktu 20 tahun itu, “Sudah 20 tahun aku berdagang, tapi sampai saat ini aku belum jadi

orang kaya raya, apa yang sebaiknya aku lakukan?” kata Pak Ali dalam hatinya.

Bisikan hati Pak Ali didengar dan dimanfaatkan oleh setan yang tidak pernah lengah menggoda manusia, setanpun membisikan sesuatu ke telinga Pak Ali, “Hai Ali, kalau seperti ini terus yang kamu lakukan, sampai tua juga kamu tidak akan jadi kaya, kini pelangganmu sudah banyak, apa salahnya menaikkan harga, dengan begitu penghasilanmu akan bertambah dan kamu bisa cepat kaya”.

Apa yang dibisikan setan, masuk ke dalam relung hati Pak Ali dan rupanya ia melakukan apa yang diinstruksikan oleh setan, ia menaikkan harga beras walupun dari para

(28)

petani tidak naik. Kini, setitik kotoran sudah bersarang di hati Pak Ali, dan ini memudahkan setan untuk menggodanya lagi.

“Bagaimana…? Terasa kan hasilnya? Uangmu jadi lebih banyak. Jika kau mau bermandikan uang, lakukanlah sedikit kesalahan, jangan banyak-banyak sedikit saja. Oploslah berasmu dengan kualitas yang lebih jelek, toh sama-sama beras, apa bedanya? Tidak akan berpengaruh apa-apa?” bisik setan lagi.

Ternyata Pak Ali menuruti lagi bisikan setan itu, ia sudah melunturkan prinsipnya dan termakan rayuan setan, demi harta semata.

Lama-kelamaan, pelanggan Pak Ali mulai mengeluh, banyak diantara mereka yang protes, ada yang menemukan kutu di beras yang dibelinya, ada yang mengeluhkan banyak gabahnya, ada yang bilang berasnya tidak enak dan banyak keluhan yang lain. Akhirnya, wajah-wajah yang dulu di kenal Pak Ali mulai hilang, berpindah ke pedagang beras yang lain dan akhirnya Pak Ali gulung tikar.

*** PELAJARAN

Harga diri dan reputasi baik, yang dibangun Pak Ali selama 20 tahun, hancur dalam hitungan minggu, Betapa menjaga muru’ah dan reputasi itu sangat penting, saya selalu ingat akan nasihat ulama bahwa, ‘syetan itu tidak pernah tidur dan tidak putus asa menggoda manusia. Setan akan terus menggoda dikala kita lalai mengingat Allah Swt”.

Banyak kasus di sekitar kita, karena tidak bisa menjaga reputasinya, prestasi hancur dalam sekejap. Seorang guru yang dipenjara karena menganiaya muridnya, seorang artis mencabuli fansnya, seorang kepsek yang membocorkan soal ujian, dan sebagainya.

Kisah Rumah Tangga

Ada sebuah keluarga shalih dan shalihah, mereka juga dikarunia tiga putri cantik yang shalihah.

Suatu ketika, sang suami yang shalih ini pulang kerja dari kantor dalam keadaan yang sangat lelah dan lapar. Begitu sampai di rumah, rupanya istrinya belum selesai memasak, karena pekerjaan sebagai ibu rumah tangga yang luar biasa. Apalagi si bungsu yang perlu perhatian ekstra.

Karena sudah sangat lapar, maka ia meminta dibuatkan mie instan terlebih dahulu, sambil menunggu di ruang makan dan bermain dengan si bungsu.

(29)

Sang istri yang sibuk memasak itu pun membuatkan mie instan, karena yang dimasak cukup banyak, bumbu-bumbu masih bertebaran dimana-mana, dan tanpa sengaja, sang istri memasukan sesendok garam ke mie instan untuk suaminya.

"Sayang, ini mie-nya sudah jadi," kata sang istri sambil menyodorkan nampan berisi semangkuk mie.

"Terimakasih istriku sayang,"

Sang istri kembali ke dapur untuk melanjutkan masaknya. Dan, suami siap melahap mie instannya. Begitu, hap... subhanallah, asin.

Sang suami yang memahami konsep fa'alhama fujuroha wataqwaha, tidak marah. Bayangkan, dia sedang letih dan lapar. Suami yang kurang adab pasti marah dengan keadaan seperti ini. Namun, ia bersikap lain, dengan penuh kasih sayang dia memanggil istrinya.

"Mah, yuk kita makan bareng, sudah lama kita tidak makan berdua."

Istrinya dari dapur segera menghampirinya. Duduk manis di samping suaminya, mengingat kemesraan saat dulu awal-awal menikah. Kalimat pamungkas suaminya adalah, "Sini, biar papa suapin."

Bayangkan, kalimat mesra seperti ini pasti buat istri klepek-klepek... Begitu, hap.. subhanallah, masih asin.

Akhirnya, sang istri menyadari kekhilafannya dan segera minta maaf atas kesalahannya. Sang suami memaafkan sambil mencium keningnya, ia begitu memahami pekerjaan istrinya yang banyak dan merepotkan.

*** PELAJARAN

Dalam rumah tangga harus saling memahami, dan mengerti konsep berlawanan, kalau istri lagi marah, suami tersenyum, istri ngambek, suami jangan ikutan ngambek, istri suntuk di rumah, ajak jalan-jalan, dan sebagainya. Masalah yang kecil jangan diperbesar. Masalah yang besar harus diperkecil.

Kisah ini diambil dari penuturan Ustadz Adi Hidayat, Lc, MA di https://www.youtube.com/watch?v=LsD2HlODIAY

Kedermawan Pak Nana

Pak Nana dikenal sebagai seorang yang dermawan. Beliau suka bersedekah terutama kepada orang-orang yang kurang mampu, saat keluar dari tempat perbelanjaan ia selalu memberi uang lebih kepada tukang parkir, saat membeli bahan bakar ia tidak pernah

(30)

mengambil sisa kembalian, namun memberikannya ke petugas pengisi bahan bakar. Banyak hal ia lakukan yang mengandung nilai sedekah.

Dan, tatkala Idul Adha tiba, Pak Nana hendak menyumbang dua ekor kambing kepada panitia kurban di masjid sekitar tempat tinggalnya, sebagai kurbannya tahun ini.

Seminggu kemudian, muncul selebaran informasi program santunan anak yatim, yang akan dilaksanakan oleh sekolah tempat anaknya belajar, ia pun menyumbang dengan jumlah yang lumayan besar.

Setahun kemudian tatkala Idul Adha kembali tiba, kali ini Pak Nana hendak berkurban dengan seeokor sapi. Ketua takmir masjid bertanya kepada Pak Nana, “Pak, saya memperhatikan, bapak senang sekali bersedekah, setiap tahun bapak selalu berkurban di masjid kita ini. Apa yang membuat bapak selalu bersemangat bersedekah?”

Pak Nana pun menjelaskan: “Alhamdulillah, usaha saya selalu mengalami kemajuan, hingga keuntungan saya berlipat ganda. Apapun yang saya lakukan, Allah selalu mudahkan proses dan hasilnya. Yang terbaru, saya baru saja selesai membangun kos-kosan dekat sebuah kampus dan alhamdulillah penuh semuanya oleh mahasiswa. Saya meyakini, bahwa dengan berkurban atau bersedekah, sebagai bentuk rasa syukur saya kepada Allah, tidak akan mengurangi harta, karena Allah Swt pasti akan menggantinya dengan yang lebih baik. Dan hal itu saya alami sendiri.”

*** PELAJARAN

Orang yang bersyukur, maka akan diberikan nikmat yang lebih banyak dan berkah, sementara orang yang tidak pernah bersyukur maka ia akan diberi banyak cobaan. Allah Swt berfirman:

ْمُكَّنَديِزََلَ ُْتُْرَكَش ْنِئَل ْمُكُّبَر َنَّذََتَ ْذِإَو

ۖ

ْنِئَلَو

ديِدَشَل ِبِاَذَع َّنِإ ُْتُْرَفَك

“Dan ingatlah tatkala Tuhanmu memaklumkan: ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, Kami pasti akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku maka sesungguhnya azab-Ku amatlah pedih’.” (QS. Ibrahim ayat 7)

Karena Dosa Jariyah

Hiduplah seorang pemuda pandai ilmu komputer bernama Roki. Dengan kemampuannya itu, ia membuka jasa pembuatan website, rental computer, dan game online.

Referensi

Dokumen terkait

Disamping itu, Pandai Sikek, sebagai " center of excellece " di bidang tenun songket waktu itu, tentu wanita-wanitanya ada mengerjakan tenun pesanan dari daerah-daerah

Diperlukannya rekonstruksi dalam upaya mengungkap tindak pidana pembunuhan berencana adalah untuk mendapat gambaran yang jelas tentang terjadinya suatu tindak pidana

barang dan jasa – jasa yang akan diserahkan dalam periode yang akan datang dicatat sebagi pendapatan yang diterima di muka dan dilaporkan di bawah kelompok utang jangka pendek. 

kaidah, tata cara dan etika ilmiah dalam rangka menghasilkan solusi, gagasan, desain atau kritik seni. Mampu menyusun deskripsi saintifik hasil kajian tersebut di atas dalam bentuk

Secara umum, fungsi PGPR dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dibagi dalam tiga kategori yaitu : (1) sebagai pemacu/perangsang pertumbuhan (biostimulan) dengan mensintesis

Dasar penyusunan laporan penelitian ini adalah hasil penelitian di Tulungagung dengan judul “Pengaruh Strategi PAIKEM (Pembelajaran– Aktif – Inofatif- kreatif-

kerja ke-2 (kedua) setelah diketahui Efek tersebut tidak lagi tercantum dalam daftar Efek Syariah yang ditetapkan oleh OJK, dengan ketentuan selisih lebih harga