• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAGIAN KELIMA ORANGTUA – ANAK

Dalam dokumen BAGIAN KESATU OASE HIKMAH (Halaman 101-116)

Jodoh Terbaik dari Tuhan

“Kenapa kamu lebih memilih janda satu anak itu, padahal kita sudah bertunangan, bagaimana dengan kedua orang tuaku.” Teriak Leni pada foto tunangannya dihiasi air mata yang berurai, di kamarnya yang sepi itu.

Kedua orang tuanya belum mengetahui kandasnya hubungan asmara Leni, ia akan merahasiakannya karena khawatir untuk diceritakan. Leni gagal naik ke pelaminan.

Leni Febriyantika, salah satu dosen swasta di daerah Sumatera merupakan anak perempuan satu-satunya dari keluarga mantan mantri yang tersohor di desa Way Kanan. Gadis bungsu ini merupakan anak kesayangan kedua orang tuanya. Sesibuk apapun dengan tugas-tugasnya di kampus, Leni tidak pernah malas untuk membantu ibunya mengurusi pekerjaan rumah. Maklum saja, ibunya yang sudah renta sering sakit-sakitan membuatnya harus kuat. Terakhir ibunya diopname beberapa hari di rumah sakit. Ibunya tak berdaya meski hanya untuk bersih-bersih lantai rumah.

Gadis yang sudah dimakan usia ini telat nikah, ditambah lagi pengorbanan dan harapan kepada laki-laki yang telah menjadi tujuan hidupnya harus pupus begitu saja. Tersadar kalau sebagai manusia tidak menggantungkan harapan kepada yang bukan haknya. Akhirnya, Leni memberitahukan secara baik-baik kepada kedua orangtuanya tentang kandasnya hubungan asmaranya. Sangat hati-hati dan meminta ikhlas, akhirnya kedua orangtuanya bisa apa, tidak bisa berbuat banyak. Mereka meminta Leni supaya tabah dan tetap semangat.

Hari demi hari ia lewati, mencoba menyemangati diri dengan menyibukkan diri. Tetapi tetap belum bisa ia lupakan masa-masa indah bersama tunangannya itu. Kemanapun ia melangkah selalu terbayang mantan calon imam yang menghiasi hari-hari indah Leni. Sampai akhirnya dia browsing pendaftaran S3. Alumni magister kampus negeri di Kota Yogyakarta

ini mulai berpikir untuk pindah dan keluar sementara untuk menghilangkan rasa penat yang melandanya. Dia tidak kuat bila melihat dan berpapasan dengan mantan tunangannya itu.

Setelah makan malam bersama kedua orangtuanya berakhir. Leni mengajukan keinginannya kepada ibu bapaknya. “Ibu dan Bapak, Leni mohon maaf kalau ada salah. Setelah merenung dan menimbang beberapa hari ini, Leni ingin mohon izin untuk kuliah lagi di Jakarta.”

Bapak dan ibunya cukup kaget, “Bapak dan ibu khawatir kamu disana kenapa-kenapa, apalagi jauh di seberang sana, nanti kalau sakit kamu dengan siapa?” kata ayahnya.

Tak kuasa Leni pun menitikkan air mata, dia merasa terenyuh karena orang tuanya sangat mengkhawatikan dirinya. Setelah melalui beberapa timbangan, akhirnya diizinkannya Leni untuk melanjutkan studi terakhirnya. Selain pertimbangan untuk membanggakan kedua orang tua, Leni memang ingin move on dari kisah masa lalunya. Syarat utama yang diminta kedua orang tuanya adalah komunikasi tidak boleh putus, hal itu untuk mengetahui kondisi masing-masing dalam kejauhan. Lalu, kedua orang harus mengetahui dengan siapa Leni tinggal. Kejadian tersebut membuat kedua orang tua Leni harus lebih mawas diri.

Akhirnya, Leni berangkat ke Jakarta.

Tetiba di ibukota, keinginan Leni untuk masuk di bangku kuliah lagi akhirnya tercapai. Dia lolos setelah mengikuti pendaftaran dan ujian seleksi. Namanya tercantum dalam papan pengumuman di kampus tujuannya. Dia terus memanjatkan rasa syukur karena telah dibukakan jalan untuk menempuh gelar doktor, yang sebenarnya, tak ada keinginan dari kecil bahkan bukan menjadi cita-cita yang diimpikan untuk bisa kuliah sampai S3.

Setelah dia ikuti proses perkuliahan selama dua semester, dan punya banyak teman baru, jalan jodohnya kembali terbuka. Leni diperkenalkan dengan laki-laki yang berprofesi sebagai tentara, namanya Arif, keduanya dikenalkan oleh teman akrab Leni. Pria yang pernah sekolah bareng semasa SD ini akhirnya menjalani ta’aruf dengan Leni. Memang tidak mudah untuk menyatukan perasaan, tetapi bila sudah kuasa Allah yang bertindak semua yang tidak masuk akal menjadi logis. Karena keduanya tidak ingin main-main dalam menjalani hubungan, Arif melakukan pendekatan kekeluargaan. Dengan gagah berani, Arif langsung meminta izin kepada kedua orang tua Leni bermaksud mempersunting dengan segera. Setelah ibu Leni mendengar permintaan Arif secara baik-baik, kesehatannya berangsur membaik.

Keteguhan dan keberanian Arif membuat Leni semakin yakin bahwa caranya jodoh datang memang sesuai dengan harapannya. Siapa sangka, selain teman waktu SD dahulu yang sudah lama menghilang kabarnya, tiba-tiba dipertemukan kembali dan menjadi calon suami. Dengan mengikuti skenario Allah, akhirnya Leni menemukan jodoh terbaiknya.

PELAJARAN:

Dari kisah Leni dan Arif ini, kita bisa mengambil pelajaran bahwa sesuatu yang direncanakan oleh kita, belum tentu menjadi kenyataan dan baik bagi kita. Leni berencana menikah dengan tunangan pertanya, namun ternyata gagal, lalu Allah hadirkan jodoh yang lebih baik dengan cara yang baik. Allah Sang Pemilik Semesta berfirman, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216)

Buah Kesungguhan Umak Sarah

Harga semangkuk bakso yang dijual di kampung tidaklah seperti harga di kota besar. Di kampung, dengan mengeluarkan uang lima ribu rupiah saja, kita sudah bisa menyantapnya. Inilah yang terjadi pada Umak Sarah.

Rabat bersih yang diterimanya sering tidak sebanding dengan modal bahan baku yang sering mengalami kenaikan harga. Setiap hari berdagang dari pagi hingga menjelang sore hasil yang didapat tentu fluktiatif, tidak pasti, naik turun. Ibu empat orang anak ini sangat bahagia bila dapat berjualan di pasar tradisional Batu Raja karena ramai pembeli, selain dagangannya cepat habis, juga ada uang yang bisa diputar lagi untuk berjualan.

Usianya yang tidak muda lagi membuatnya harus lebih bersabar dalam menghadapi kehidupan. Rasa syukur yang kuat dan iman yang dipegang teguh membuat dirinya kuat. Siapa sangka dari lelah dan letihnya, ibu yang tak kenal rasa capek dan selalu ceria ini, mampu menjadikan anak-anaknya berhasil dalam segi pendidikan.

Anak pertama bernama Husna selesai menjadi seorang sarjana, saat ini sudah berkeluarga dan mempunyai putri kecil yang cantik. Berkat didikan orang tuanya Husna menjadi ibu rumah tangga yang tangguh dan mandiri. Berbekal dari kepiawaiannya dalam menjahit dapat membantu perekonomian keluarga kecilnya dan sudah tidak merepotkan kedua orang tuanya lagi.

Anak kedua ibu Umak Sarah adalah kembar identik berjenis kelamin perempuan. Si kembar ini bernama Oktariyani dan Oktariyana, dua-duanya anak hebat, tidak pernah mau kalah dengan nasib. Karena kegigihan dan kesungguhan, mereka dapat mengenyam pendidikan di bangku kuliah paling tinggi. Oktariyani sampai lulus magister bahasa, sudah mempunyai keluarga dan putri cantik, ia menjadi dosen muda dan tinggal di Jakarta. Tinggal di perantauan telah membuatnya menjadi ibu yang tangguh, modal S2-nya ia gunakan

sebagai dosen, sesekali menjadi guru TK dan tentor di lembaga kursus swasta di Jakarta, kota dimana tidak ada sanak saudara.

Sementara itu, Oktariyana, Yana sapaanya, mendapat beasiswa full dari Kemeristek Dikti selama 4 Semester. Karena percaya akan kekuasaan Allah Swt tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini kecuali untuk orang-orang yang percaya akan kekuasaan-Nya. Alhamdulillah, si kembar selesai magister dengan cara gotong royong tanpa bantuan dana dari kedua orang tuanya. Mereka memang dari awal hanya meminta doa dari kedua orang tua saja supaya dapat menyelesaikan pendidikannya. Tidak pernah neko-neko dalam hidup mereka, mereka jalani mengalir begitu saja sambil berusaha sungguh-sungguh, dengan adanya kesempatan dan ikhtiar yang ikhlas, Yana mendapat beasiswa kembali untuk melanjutkan S3-nya dalam bidang pendidikan olah raga.

Anak terakhir dari Umak Sarah satu-satunya laki-laki, bernama Saiful, sudah memasuki perguruan tinggi negeri di kotanya dan akan menyandang gelar Sarjana Teknik. Berkaca dari kakak-kakaknya yang semua perempuan, adik bungsu ini juga tidak tinggal diam. Dia berusaha membayar semesteran dari jerih payahnya sendiri.

PELAJARAN:

Teruslah berusaha sungguh-sungguh hingga batas maksimal, dengan ikhtiar sampai menembus langit itu, semoga bisa mengantarkan kita pada kesuksesan, sebagaimana pepatah

man jadda wajada yang bermakna, "barang siapa yang berungguh-sungguh (Insya Allah)

akan mendapat apa yang diusahakannya".

Aku Tak Rela Melihatmu Susah

Suatu pagi, di depan gedung perkantoran ibu kota, saat karyawan mulai berdatangan, untuk bekerja menghidupi diri dan kelurganya, mencari nafkah agar periuk nasi tetap penuh. Samsul Bahri, seorang karyawan berjalan agak pelan, ia melangkahkan kakinya menuju kantor itu.

Tiba-tiba, seorang ibu-ibu menghampirinya, mengajaknya bicara, seorang ibu yang terlihat sudah lama menyimpan kesedihan, wajahnya begitu melankolis, sebuah kisah sepertinya akan meluncur dari mulutnya. Dan benar saja, dari mulutnya yang pecah-pecah keluar sepenggal kisah.

“Den, tolong ibu den, ibu ini korban banjir, rumah gubuk yang ibu buat di pinggir kali hanyut dibawa air, suami ibu hanya seorang kuli kini terbaring lemah karena tua, sudah beberapa hari ibu pergi kesana-kemari mencari bantuan, tapi hasilnya nihil. Karena tidak

punya uang, ibu terpaksa berutang, ternyata orang yang memberi pinjaman itu rentenir, ia membebankan bunga yang sangat besar, tanpa diduga utang kami sudah tiga juta. Tolong kami den, dari semalam ibu belum makan dan tidur di emperan toko orang lain. Pagi ini ibu pergi melangkahkan kaki kemana kaki ini pergi, tanpa tujuan yang jelas, hingga sampai disini. Tolong kami den…”

Samsul Bahri yang mendengarkan dengan seksama ikut terenyuh, ia ingat ibu kandungnya yang berada di rumah, ia membayangkan seandainya ibu yang ada di hadapannya kini adalah ibu kandungnya, betapa malang dan kasihan nasib ibuku, kata Samsul Bahri dalam hatinya.

Tanpa aba-aba, tangan Samsul Bahri bergerak ke belakang, ia mengambil dompet dan mengeluarkan seluruh isinya. “Terimalah ini bu, sekadarnya. Semoga bisa membantu kesulitan ibu walaupun saya tahu ini tidak akan cukup untuk membayar utang ibu. Saya doakan semoga suami ibu cepat sembuh.”

“Terima kasih den, budi baik aden semoga dibalas oleh Allah Swt dengan limpahan yang berlipat.”

“Amiin.” kata Samsul Bahri menutup doa. *** PELAJARAN

Ada orang yang merasa kasihan dengan gepeng (gelandangan dan pengemis) hingga ia membantu semampunya, atau hanya dengan doa, ada juga yang merasa risih dengan kehadiran mereka dan mengusirnya.

Berilah kelapangan kepada mereka yang sedang kesusahan, semoga Allah Swt menghadirkan kelapangan bagi kita dari arah yang tidak kita sangka, “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu…” (QS. Al-Mujâdilah [58]: 11)

Tersiram Minyak Panas

Ira Yuniati, gadis yang biasa disapa Ira ini sangat giat dan rajin, setiap kuliah selalu datang lebih awal dari pada teman-temannya. Sedari kecil, dia memang mempunyai sikap disiplin paling tinggi dibanding saudara-saudaranya. Perempuan asal Bengkulu ini merantau ke kota untuk melanjutkan studi terakhirnya tanpa sanak saudara. Dia mencoba untuk mengembangkan ilmu dan kariernya di tanah rantau. Selain giat, perempuan kelahiran 1993

ini memiliki sifat tekun, sehingga dia mahasiswi paling cepat ujian dan lulusnya dibandingkan teman-teman seangkatannya.

Ketekunannya seimbang dengan kecerdasannya karenanya dia selalu lulus dalam setiap ujian. Bayangkan asja, dia merupakan mahasiswi termuda di angkatan kami. Di usianya yang masuk ke-22 tahun sudah terdaftar sebagai mahasiswi S3 dan Ira mampu bersaing ilmu dengan teman-temannya yang jauh lebih berumur darinya.

Walaupun usianya terbilang sangat muda, Ira mampu beradaptasi dengan baik, sehingga semua orang kenal baik dengannya. Dia tidak segan-segan untuk membantu teman walaupun yang ia tolong jauh lebih dewasa. Kebaikannya yang tidak pandang bulu membuatnya banyak dikenal orang. Kepada yang tua dia menghormati sehingga layak kalau dia mahasiswa kesayangan semua dosen.

Semua itu dia dedikasikan untuk kedua orang tuanya, orang tuanya yang telah membesarkannya, orang tuanya yang telah merawat dan mati-matian berbagai cara untuk menyembuhkan Ira ketika masih berumur lima tahun. Waktu itu, seminggu sebelum Idul Fitri, Ira diminta ibunya untuk pergi Salat Tarawih. Namanya masih anak-anak ia tidak hiraukan perkataan ibunya. Ibunya yang saat itu sedang menggoreng kembang goyang untuk disajikan di hari yang fitri. Niat ingin membantu ibunya, tersiramlah Ira dengan minyak sayur panas dari atas kompor. Posisi kompor pada saat itu berada di lantai. Memang saat kejadian tidak banyak orang yang tahu dan luput dari pengawasan ibunya. Ibunya yang seketika melihat Ira sudah belumur minyak panas kaget dibuatnya. Saat itu, Ira tidak langsung menangis kesakitan, namun beberapa menit kemudian ia menangis menjerit kesakitan. Luka bakar hampir mengenai seluruh tubuhnya. Dari rambut pinggir bagian kiri hingga ke kaki. Bersyukur wajahnya yang manis tidak terkena minyak panas tersebut.

Alhasil, Ira mendapat penanganan serius dari puskesmas setempat. Ia dirawat selama tiga hari disana. Berhubung suasana mudik, dokter jaganya sempat tidak ada, makanya Ira diminta untuk dirawat di rumahnya. Dua hari di rumah, perban yang dikenakan Ira belum dibuka. Kembali lagi ke puskesmas, pihak puskesmas menyarankan agar Ira dibawa ke RSCM, rumah sakit yang berada di Jakarta. Jadi, sejak kecil Ira sudah mengetahui Jakarta karena dia mengalami hal tersebut. Hari raya waktu itu tidak Ira rasakan seriang tahun-tahun sebelumnya, yang orang tua Ira rasakan hanya dapat bersyukur karena anaknya masih dapat kesempatan untuk diselamatkan.

Sejak saat itulah, orang tua Ira selalu membimbing dan mengingatkan Ira untuk selalu bersyukur atas semua kejadian yang diterimanya. Rasa syukur Ira dilakukan dengan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Tidak ia sia-siakan kesempatan demi

kesempatan. Ia tidak ingin waktunya terbuang percuma tanpa melakukan hal baik sekecil apapun. Garis lukanya selalu menyadarkan agar ia selalu berbakti kepada kedua orangtuanya. Bekas luka yang ada di tubuh Ira menjadi alat kontrol jiwa baginya untuk selalu bersyukur. PELAJARAN:

Hidup manusia penuh dengan beragam episode yang bermacam-macam, ada yang indah dan ada yang sedih, setiap kejadian memberikan hikmah tersendiri bagi pelakunya. Bagi yang positif merespon episode hidup yang mampir kepadanya, akan memunculkan inspirasi hikmah yang dalam, sebagaimana kejadian yang dialami Ira, yang menumbuhkan wujud syukur tak bertepi. Syukur alhamdulillah. Segala puji bagi Allah.

Imam Ali Menghormati Orang Tua

Suatu ketika, Imam Ali bin Abi Thalib karromallahu wajhah (kw), sepupu dan juga menantu Rasulullah Saw., hendak pergi ke masjid dengan buru-buru karena takut tertinggal shalat subuh berjamaah.

Namun, di tengah perjalanan, beliau bertemu dengan seorang kakek yang sedang berjalan pelan di depannya. Sang kakek berjalan sangat lambat di sebuah gang sempit. Demi memuliakan dan menghormati kakek tua itu, Imam Ali kw. tidak mau mendahuluinya, meskipun terdengar di masjid iqomah sudah dikumandangkan.

Ketika sampai di dekat pintu Masjid Nabawi, kakek tua itu justru berjalan terus saja, ternyata kakek tua itu beragama Nasrani. Imam Ali buru-buru masuk ke masjid, ajaibnya, beliau mendapati Rasulullah Saw. dan para jamaahnya masih melakukan rukuk. Imam Ali pun ikut rukuk sampai selesai sehingga Imam Ali bin Abi Thalib ikut berjamaah dengan sempurna.

Sehabis shalat para sahabat yang menjadi makmum bertanya,”Wahai Rasulullah, mengapa tadi rukuknya lama sekali, padahal Anda belum pernah melakukan hal itu sebelumnya?” Rasulullah Saw. menjawab, “Tadi Jibril datang dan meletakkan sayapnya di atas punggungku dan menahannya lama. Ketika ia melepaskan sayapnya, barulah saya bangun dari rukuk”.

Para sahabat bertanya, “Mengapa Jibril melakukan itu?” “Aku tidak menanyakan kepada Jibril,” jelas Rasulullah. Lalu Jibril datang dan menjelaskan, “Hai Muhammad, tadi Ali tergesa-gesa ingin melaksanakan shalat berjamaah, akan tetapi di tengah perjalanan ada seorang kakek dan ia tidak mau mendahuluinya karena sangat menghormati orang lain, meskipun ia Nasrani.”

*** PELAJARAN

Sebagai muslim, kita harus peduli, kita harus empati, kita harus menghormati orang tua yang ada di sekitar kita, meskipun dia non-muslim. Terkadang, kita melihat orang tua yang masih harus banting tulang mencari nafkah. Usia yang sudah lanjut, seharusnya digunakan untuk istirahat dan banyak ibadah, namun karena tuntutan ekonomi, mereka terpaksa masih berjualan, sebagai muslim, kita bisa berempati kepada mereka dengan membeli barang dagangannya, walaupun barang itu sedang tidak kita butuhkan.

Sikap empati atau peduli terhadap orang lain, menghormati orang tua, serta menghormati guru merupakan perilaku terpuji yang harus dijunjung tinggi agar kita menjadi manusia yang sempurna.

Orang Tua dan Singa

Di sebuah rumah tua di pinggir perkampungan, hidup seorang ibu dengan satu anaknya yang masih kecil. Menjelang sore tiba, ibu dan anaknya hendak berbuka puasa. Akan tetapi, tiba-tiba datang seorang pengemis. Ibu itu merasa kasihan padanya hingga sepotong roti miliknya diberikan kepada pengemis itu. Adapun sisa sepotong roti lainnya untuk makan anaknya, ia rela meski harus kelaparan.

Keesokan harinya seperti biasa, ibu dan anak itu pergi ke hutan mencari kayu bakar untuk dijual. Tanpa sepengetahuan ibunya, anak itu diterkam singa dan dibawa lari masuk hutan. Ibu itu terus berlari mengejar singa, tetapi tidak berhasil menemukannya, karena lari singa itu lebih kencang darinya. Ibu itu hanya bisa pasrah kepada Allah Swt. Selanjutnya, Allah Swt mengutus malaikat untuk menyelamatkan anak itu.

Atas izin Allah Swt anak itu dilepaskan dan diantarkan kepada ibunya oleh singa itu sendiri. Ibu yang menangis karena kehilangan anaknya, tiba-tiba terkejut karena anaknya dikembalikan lagi kepadanya. Belum hilang rasa terkejut, bercampur heran dan senang, tiba-tiba singa tadi berkata: “Hai manusia yang berbudi, aku tidak mampu memakan anakmu,

karena Allah telah memberi tahu bahwa kamu pernah memberi makan seorang pengemis dengan hati ikhlas. Oleh karena itu, Allah Swt melarangku memakan anakmu karena keikhlasanmu memberi pertolongan kepada salah seorang hamba Allah Swt”

Mendengar ucapan singa, ibu itu langsung bersujud ke tanah dan mengucap syukur kepada Allah Swt atas limpahan rahmat dan karunia-Nya.

PELAJARAN

Jika kita memberi kelapangan kepada orang lain, maka Allah Swt dengan Kuasa-Nya akan memberikan kelapangan kepada kita, saat kita memberi kelapangan dalam sebuah pertemuan dengan cara meluaskan tempat agar orang lain bisa ikut duduk, maka Allah akan memberi kelapangan baginya, sebagaimana yang Allah Swt firmankan: “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu…” (QS. Al-Mujadilah ayat 11).

Anakku Mampu Mengendalikan Amarah

Di suatu rumah, hiduplah seorang ayah dan anak laki-lakinya yang sejak kecil memiliki sifat pemarah, sedikit saja perasaannya tersinggung ia langsung marah. Ayahnya yang sabar, ingin mengajari anaknya bagaimana mengontrol diri dan mengendalikan sifat marah.

Sang ayah lalu berinisiatif untuk memberikan sekantong paku kepada anaknya, dan memberitahukan bahwa jika kamu marah, maka tancapkanlah satu paku ke pagar di

belakang rumah, kata sang ayah.

Hal ini dituruti oleh sang anak, ketika sang anak marah, dia menancapkan satu buah paku. Hari pertama masih mengejutkan bagi sang ayah, karena anaknya menancapkan 56 paku. Namun, hari kedua mulai menurun, menjadi 48 paku. Hari demi hari, rupanya jumlah paku yang ditancapkan semakin berkurang, hingga akhirnya ia tidak menancapkan paku lagi. Anak itu menyadari bahwa ternyata lebih mudah menahan amarahnya daripada harus memakukan paku ke pagar.

Cara ini ternyata ampuh, sang anak sudah mampu menahan amarahnya karena tidak ada satupun paku yang dia tancapkan lagi. Sang anak sudah bisa mengendalikan diri dan mampu sabar. Anak tersebut memberitahukan hal ini kepada ayahnya. Kemudian ayahnya mengusulkan agar anak tersebut mencabut satu paku untuk setiap kali dimana dia tidak marah.

Hari-hari berlalu dan anak laki-laki itu akhirnya memberitahukan ayahnya bahwa semua paku telah tercabut olehnya. Lalu sang ayah menuntun anaknya ke pagar.

“Hmm… kamu telah berhasil dengan baik anakku. Tetapi… lihatlah lubang-lubang di pagar ini. Pagar ini tidak akan pernah bisa sama seperti sebelumnya. Anakku… ketika kamu mengatakan sesuatu dalam kemarahan. Kata-katamu akan meninggalkan bekas seperti lubang

ini di hati orang lain. Anakku… engkau bisa saja menusukkan pisau pada seseorang, lalu mencabut pisau itu. Tetapi, meski engkau mengucapkan ribuan kali kata maaf, bekas luka

Dalam dokumen BAGIAN KESATU OASE HIKMAH (Halaman 101-116)