• Tidak ada hasil yang ditemukan

KISAH INSPIRATIF RASULULLAH SAW

Dalam dokumen BAGIAN KESATU OASE HIKMAH (Halaman 158-175)

Cahaya Yang Tak Pernah Padam

Pada saat Nabi Muhammad Saw berdakwah, beliau selalu mendapat perlakuan tidak baik dari Abu Jahal, Abu Lahab, Abu Sufyan, dan kaum kafir Quraisy lainnya. Ejekan, hinaan dan penganiayaan diterima Nabi Saw dan pengikutnya. Namun, tidak sedikitpun melemahkan iman umat Islam kala itu. Tidak pula menyurutkan tekad dan semangat Nabi Saw dalam menjalankan dakwahnya.

Abu Lahab dan kawan-kawannya, Abu Jahal, Utbah bin Abi Rabi’ah, Hindun dan Abu Sufyan semakin geram melihat pengikut Nabi Saw. semakin hari justru bertambah banyak. Memang, tokoh-tokoh Qurasy itu sering hadir jika Nabi Saw sedang berdakwah, menyampaikan siraman rohani kepada umat Islam, tetapi di kepala mereka tersimpan beribu rencana jahat untuk mengacaukannya.

“Wahai Muhammad!” terik Abu Lahab ketika Nabi Saw sedang berdakwah. “Kamu mengaku sebagai nabi, tetapi kami tak pernah melihat buktinya! Bagaimana kami percaya?” Ejek Abu Lahab.

“Sekarang perlihatkan mukjizatmu!” Seru Abu Jahal pula.

“Ya! Sebagaimana mukjizat Nabi Isa. Coba hidupkan orang yang sudah mati!” kata Abu Sufyan.

“Bisakah kamu mengubah bukit Safa dan Marwah menjadi bukit emas?” Kata yang lainnya mengolok-olok Nabi Saw.

Nabi Muhammad Saw tidak menanggapi ulah orang-orang jahil itu. Begitu pula pengikutnya, tidak terpengaruh sedikit pun. Allah Yang Maha Kuasa menurunkan wahyu-Nya kepada Nabi Saw untuk menyanggah perkataan orang-orang kafir itu.

Lalu Nabi Saw menyampaikan wahyu yang diterimanya kepada kaum yang sesat itu. “Hai, kaum Quraisy! Sesungguhnya Allah telah berfirman; “katakanlah bahwa aku tidak kuasa memberi kemanfaatan dan kemudharatan bagi diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah. Jika aku tahu barang yang ghaib, tentu aku perbanyak berbuat amal kebajikan, dan tentu aku tidak akan mendapat kesusahan. Tidaklah aku, melainkan Basyir dan Nazir, menyampaikan janji bahagia dan berita pernyataan sengsara.”

“Sudahlah, Muhammad! Jika kamu mau menghentikan pekerjaanmu, kami akan mengangkatmu menjadi raja. Atau kami memberimu harta, kekayaan, dan kemewahan…” Kata Abu Jahal.

Abu Jahal dan kawan-kawannya tetap mendustakan nabi. Mereka hanya ingin mempengaruhi pengikutnya agar kembali menyembah berhala. “Kenapa kalian menuntutku untuk memperlihatkan mukjizat? Sedangkan wahyu yang kusampaikan ini lebih dari segala macam mukjizat. Cahaya yang tak pernah padam,” kata Nabi Saw.

Pengikut Nabi Saw semakin teguh imannya mendengar wahyu yang disampaikan beliau. Keadaan itu membuat kaum kafir quraisy kian marah dan menentang usaha-usaha Nabi Muhammad. Mereka amat membencinya. Mereka beranggapan, Muhammad sudah menghina tuhan-tuhan mereka. Maka suatu hari, orang-orang kafir itu datang kepada Abu Thalib, paman Nabi Saw sendiri, mengadukan semua perbuatan Nabi Muhammad Saw. Abu Thalib, seorang pelindung dan pembela Nabi Saw., dengan penuh bijaksana ia memenuhinya, akan tetapi, kali ini orang kafir tidak merasa puas dengan Abu Thalib.

“Hai Abu Thalib, selama ini kamu selalu membela Muhammad dan melindunginya dari kami. Coba suruh Muhammad menghentikan perbuatannya itu! Kalau tidak, maka kami akan bertindak sendiri!” Abu Sufyan mengancam dengan keras.

“Kami akan bunuh Muhammad! Jika ia masih terus menghina berhala kami,” sahutnya lagi tidak main-main.

Abu Thalib tertegun. Ia amat bingung harus berbuat apa. Muhammad adalah keponakannya yang sangat ia cintai dan sayangi. Kalau sampai menyerahkan Nabi Saw ke tangan orang-orang itu, Abu Thalib tidak bisa.

Ah! Hati orang tua itu terasa amat gundah. Karena kasih sayang yang terlalu besar pada Sang Nabi, Abu Thalib segera memangil Nabi Saw. Diceritkannya semua ancaman orang kafir itu dengan hati yang cemas.

“Anakku dengarkanlah,” kata Abu Thalib. Nabi Muhammad Saw menatap pamannya dengan perasaan berdebar-debar. Nabi menunggu apa yang akan dikatakan Abu Thalib.

“Aku harap kamu bisa menjaga dirimu dan diriku. Jangan membebani aku dengan sesuatu yang tidak sanggup aku pikul,” kata Abu Thalib.

Sungguh, Nabi Saw sedih mendengarnya. Satu-satunya orang yang selalu membelanya, kini seakan tidak mau lagi membelanya. Tetapi, Nabi Saw tidak mau kaumnya terus menerus berada dalam kegelapan dan kesesatan. Beliau sudah diberi petunjuk dengan cahaya kebenaran.

Dengan semangat menyala, Nabi Saw memandang pamannya.

“Wahai pamanku!” Kata Nabi Saw. “Meskipun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, agar aku meninggalkan seruanku. Sungguh, sampai aku mati pun tidak akan kutinggalkan.”

*** PELAJARAN

Rasulullah Saw sudah mengajari kita dengan teladan, untuk selalu berpegang teguh kepada agama Allah. Allah Swt berfirman:

اوُقَّرَفَ ت َلََّو اًعيَِجْ َِّللَّا ِلْبَِبِ اوُمِصَتْعاَو

ۖ

ُلُ ق َْيَْ ب َفَّلَأَف ًءاَدْعَأ ْمُتنُك ْذِإ ْمُكْيَلَع َِّللَّا َتَمْعِن اوُرُكْذاَو

مُتْحَبْصَأَف ْمُكِبو

َنوُدَتْهَ ت ْمُكَّلَعَل ِهِتَيَآ ْمُكَل َُّللَّا ُِِّيَْبُ ي َكِل َذَك ۖ اَهْ نِِّم مُكَذَقنَأَف ِراَّنلا َنِِّم ٍةَرْفُح اَفَش ىَلَع ْمُتنُكَو ًنَاَوْخِإ ِهِتَمْعِنِب

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran:103)

Akhlak Nabi Muhammad Saw. kepada Yahudi Bayaran

Suatu ketika Abu Jahal, yang sebenarnya masih memiliki ikatan keluarga dengan Nabi Muhammad Saw. menyewa seorang Yahudi untuk menyakiti Nabi Muhammad. Kebencian Abu Jahal lebih karena iri kepada kerasulan Muhammad dari Bani Hasyim, bukan dirinya yang dari Bani Makhzum. Sifat iri lalu membutakan mata hatinya terhadap hidayah, bahkan perlawanan Abu Jahal terhadap Nabi Muhammad Saw dan umat Islam, tergolong yang paling keras.

Yahudi yang disewa Abu Jahal lalu pergi menuju lorong yang biasa dilewati Nabi Muhammad untuk menuju Ka’bah. Di saat Nabi lewat, dia memanggil, Nabi pun menengok karena beliau tidak pernah mengecewakan siapa pun yang memanggilnya. Di saat itulah Yahudi tadi meludahi wajah Rasulullah Saw. Nabi tidak sedikit pun marah atau menghardik Yahudi itu.

Keesokan harinya, Nabi Muhammad Saw. kembali berjalan di tempat yang sama. Tidak sedikit pun beliau merasa dendam atau berusaha untuk menjauhi jalan tersebut. Sesampainya di tempat yang sama, Nabi pun kembali dipanggil dan diludahi seperti sebelumnya.

Demikianlah, kejadian peludahan yang menyesakkan dada bagi kita itu terus berulang, selama beberapa hari, hingga pada suatu hari Nabi Saw tidak mendapati lagi orang yang meludahinya selama itu. Nabi pun bertanya dalam hatinya, “Kemana gerangan orang yang selalu meludahiku?”

Setelah menanyakannya ke orang-orang di sekitar tempat itu, Nabi Saw diberitahu bahwa orang tersebut jatuh sakit. Nabi pun pulang ke rumah untuk mengambil makanan yang ada dan tak lupa pula mampir ke pasar membeli buah-buahan untuk menjenguk Yahudi yang tengah sakit itu. Sesampainya di rumah si Yahudi, Nabi Saw mengetuk pintu.

Dari dalam rumah, terdengar suara lirih, Yahudi yang tengah sakit mendekati pintu sembari bertanya, “Siapa yang datang?”

“Saya, Muhammad,” jawab Nabi.

“Muhammad siapa?” terdengar suara Yahudi itu kembali bertanya. “Muhammad Rasulullah,” jawab Nabi lagi.

Setelah pintu dibuka, alangkah terkejutnya si Yahudi menyaksikan sosok yang datang adalah orang yang selama ini disakitinya dan diludahi wajahnya. Tergambar ketakutan dalam dirinya, menyangka Nabi Muhammad akan membalas dendam kepadanya.

“Untuk apa engkau datang kemari?” tanya Yahudi itu lagi.

“Aku datang untuk menjengukmu, wahai saudaraku, karena aku mendengar engkau jatuh sakit,” jawab Nabi dengan suara yang lembut.

“Wahai Muhammad, ketahuilah bahwa sejak aku jatuh sakit, belum ada seorang pun datang menjengukku, bahkan Abu Jahal sekali pun yang telah menyewaku untuk menyakitimu. Padahal, aku telah beberapa kali mengutus orang kepadanya agar ia segera datang memberikan sesuatu kepadaku. Namun, engkau yang telah aku sakiti dan ludahi berkali-kali selama ini, justru yang pertama kali datang menjengukku,” kata Yahudi itu dengan nada terharu.

Keagungan akhlak Nabi telah meluluhkan hatinya. Ia pun memeluk Nabi dan menyatakan dirinya masuk Islam.

*** PELAJARAN

Sungguh mulia akhlak Nabi Muhammad Saw, yang seharusnya, sebagai manusia juga, beliau berhak marah, berhak membalas. Namun, derajat mulia pada dirinya, yang melewati sifat kemanusiaan biasa, justru membalas dengan dengan akhlak penuh sanjungan. Beliau jenguk orang yang zalim kepadanya, beliau belikan hadiah untuknya, hingga berbuah syahadat dari mulut Yahudi bayaran itu. Subhanallah.

Semoga akhlak mulia ini, bisa kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Untuk menjadi pribadi sabar, pemaaf, dan tidak mudah tersulut, sehingga kita bisa menjadi kuat sebagaimana Rasulullah, karena beliau Saw pernah bersabda, bahwa pribadi yang kuat adalah pribadi yang mampu menahan amarahnya.

Rasulullah Saw Berwasiat kepada Abu Dzar al-Ghifari

Di suatu waktu Rasulullah Saw. berbincang hangat dengan salah satu sahabat dekatnya, Abu Dzar al-Ghifari. Hingga pada suatu saat, Abu Dzar al-Ghifari berkata kepada Nabi Muhammad Saw, “Ya Rasulullah, berwasiatlah kepadaku.” Beliau kemudian bersabda, “Aku wasiatkan kepadamu untuk bertakwa kepada Allah, karena ia adalah pokok segala urusan.”

Lalu Abu Dzar pun kembali berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, tambahkanlah wasiat apalagi yang penting setelah takwa”.

Rasulullah Saw menjawab, “Hendaklah engkau senantiasa membaca Al-Qur`an dan berzikir kepada Allah, karena hal itu merupakan cahaya bagimu di bumi dan simpananmu di langit.”

Abu Dzar merasa masih ada hal lain yang hendak disampaikan Nabi Muhammad Saw. Maka iapun kembali meminta, “Ya Rasulullah, tambahkanlah.” Rasulullah menjawab, “Janganlah engkau banyak tertawa, karena banyak tawa itu akan mematikan hati dan menghilangkan cahaya wajah.”

Sebagai muslim yang penuh kehati-hatian dan memiliki rasa ingin tahu yang besar, Abu Dzar pun melanjutkan pertanyaannya kembali, “lalu apa lagi ya Rasulullah?”

Rasulullah Saw pun menjawab, “Hendaklah engkau pergi berjihad karena jihad adalah kependetaan ummatku.”

Rupanya, masih ada lagi selain itu, karenanya Abu Dzar kembali meminta, “Lagi ya Rasulullah?” Rasulpun menjawab, “Cintailah orang-orang miskin dan bergaullah dengan mereka.”

Lalu Abu Dzar meminta lagi kepada Rasulullah Saw dengan berkata, “tambahilah lagi.” Rasulullah Saw menjawab, “Katakanlah yang benar walaupun pahit akibatnya.” Qulil haqqa walau kana murran,

.اًّرُم َناَك ْوَلَو َّقَْلْا ِلُق

Abu Dzar masih saja meminta, “tambahlah lagi untukku!.” Rasulullah pun menjawab, “Hendaklah engkau sampaikan kepada manusia apa yang telah engkau ketahui dan mereka belum mendapatkan apa yang engkau sampaikan. Cukup sebagai kekurangan bagimu jika engkau tidak mengetahui apa yang telah diketahui manusia dan engkau membawa sesuatu yang telah mereka dapati (ketahui).”

Kemudian beliau memukulkan tangannya ke dadaku seraya bersabda, ”Wahai Abu Dzar, Tidaklah ada orang yang berakal sebagaimana orang yang mau bertadabbur (berfikir), tidak ada wara` (bersikap hati-hati) sebagaimana orang yang menahan diri (dari meminta), tidaklah disebut menghitung diri sebagaimana orang yang baik akhlaknya.”

*** PELAJARAN

Allah Swt telah memberi karunia kepada Nabi Muhammad Saw. keindahan dalam ungkapan, kesempurnaan dan keelokan perkataannya, kedalaman dalam wasiatnya. Barang siapa mempunyai hubungan ikatan yang kuat dengan sunnah dan petunjuk Nabi Saw, niscaya akan beruntung di dunia dan akhirat.

Dalam kisah ini, kita mengetahui delapan wasiat Rasulullah Saw yang ringkas dan menyentuh serta berisi semua kebaikan padanya, wasiat ini bukan hanya untuk Abu Dzar al-Ghifari tentunya, karena semua sunnah darinya, patut untuk kita amalkan, semoga dengan mengamalkannya kita termasuk orang-orang yang beruntung. Aamiin.

Tantangan Rasulullah untuk Shalat Khusyuk

Rasulullah bersama para sahabatnya sambil menunggu waktu shalat tiba, duduk-duduk sambil berdiskusi di teras Masjid Nabawi. Di tengah hangatnya diskusi, seorang sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, saya tidak bisa shalat dengan khusuk. Bagaimana caranya supaya shalat saya khusuk?” Rasulullah Saw menjawab, “Sangat sulit untuk melaksanakan shalat dengan khusuk, perlu berlatih dan belajar perenungan”.

Tiba-tiba, Ali bin Abi Thalib datang dan langsung menjawab, “Saya bisa wahai Rasulullah.”

Rasulullah Saw pun langsung menantang sepupunya itu, “Apabila kamu dapat melaksanakan shalat dengan khusuk, akan saya beri hadiah sorban ini,” sambil menunjukkan sorban yang akan diberikan kepada Ali apabila ia bisa shalat dengan khusuk.

Ali memulai shalat dengan serius. Sementara, para sahabat lainnya asyik berdiskusi bersama Rasulullah. Pada rakaat pertama, Ali bisa melaksanakan shalat dengan khusuk, begitu juga sampai rakaat kedua. Namun, sebelum salam, Ali membatalkan shalatnya dan mengatakan bahwa ia tidak bisa khusyuk sampai akhir.

Para sahabat lainnya dibuat keheranan, padahal sebentar lagi Ali bisa menyelesaikan shalatnya. Sahabat Rasul bertanya, “Kenapa engkau membatalkan shalatmu, wahai Ali? Bukankah sebentar lagi engkau salam.”

“Iya, benar. Pada rakaat pertama sampai menjelang akhir saya dapat melaksanakannya dengan khusuk. Akan tetapi menjelang salam, saya ingat hadiah yang akan diberikan Rasulullah Saw, jadilah shalat saya tidak khusuk.”

*** PELAJARAN

Sungguh, shalat yang khusuk memang sulit untuk dilaksanakan, tetapi kita harus mencobanya, saat hati dan pikiran melenceng dari ibadah, kita alihkan kembali, fokuskan kembali. Orang yang shalatnya khusuk akan mendapat keberuntungan tersendiri. Allah berfirman: “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, yaitu orang yang khusuk dalam shalatnya.” QS. Al-Mukminun ayat 1-2.

Paling tidak, saat setan menggoda dalam ibadah, saat hati dan pikiran keluar dari konsentrasi ibadah, segera kita palingkan hati dan pikiran kita kepada ibadah yang sedang kita lakukan.

Ada satu setan khusus yang menggoda kita ketika ibadah, khususnya ketika wudhu, namanya Setan Walhan. Setan ini bahkan dinamai juga dengan Setan Wudhu. Ia bertugas menggoda manusia dalam beribadah seperti berwudhu, shalat, dan ibadah-ibadah lain. Setan Walhan, menurut riwayat lain bertugas membisikkan manusia agar boros dalam menggunakan air. Padahal sudah jelas bagi kita, perilaku boros dalam berwudhu ialah salah satu makruh wudhu.

Maka, marilah kita berlindung kepada Allah ketika hendak melakukan sesuatu, khususnya ketika hendak ibadah, dengan mengucapkan ta’awudz, audzubillahi minasy-syaithanir rajim. Aku berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk.

Semoga kita bisa melaksanakan shalat dengan khusuk. Amin.

Tanya Jawab Jibril dan Rasulullah Saw

Ada sebuah hadits panjang dalam Shahih Bukhari no. 48, terdapat sebuah percapakan antara Rasulullah Saw dengan malaikat Jibril yang disaksikan beberapa sahabat rasul, kisah tersebut ada dalam hadits panjang berikut ini:

ُبَأ َنََرَ بْخَأ َميِهاَرْ بِإ ُنْب ُليِعاَْسِْإ اَنَ ثَّدَح َلاَق دَّدَسُم اَنَ ثَّدَح

َلاَق َةَرْ يَرُه ِبَِأ ْنَع َةَعْرُز ِبَِأ ْنَع ُّيِمْيَّ تلا َناَّيَح و

اَق ُناَيَِْلْا اَم َلاَقَ ف ُليِْبِج ُهَتََأَف ِساَّنلِل اًمْوَ ي اًزِرَبِ َمَّلَسَو ِهْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص ُِّبَِّنلا َناَك

َنِمْؤُ ت ْنَأ ُناَيَِْلْا َل

ُكَو ِهِتَكِئ َلََمَو َِّللَِّبِ

َلََّو ََّللَّا َدُبْعَ ت ْنَأ ُم َلَْسِْلْا َلاَق ُم َلَْسِْلْا اَم َلاَق ِثْعَ بْلِبِ َنِمْؤُ تَو ِهِلُسُرَو ِهِئاَقِلِبَو ِهِبُت

َق ُناَسْحِْلْا اَم َلاَق َناَضَمَر َموُصَتَو َةَضوُرْفَمْلا َةاَكَّزلا َيِِّدَؤُ تَو َة َلََّصلا َميِقُتَو اًئْ يَش ِهِب َكِرْشُت

َلا

َدُبْعَ ت ْنَأ

اَهْ نَع ُلوُئْسَمْلا اَم َلاَق ُةَعاَّسلا َتََم َلاَق َكاَرَ ي ُهَّنِإَف ُهاَرَ ت ْنُكَت َْلَ ْنِإَف ُهاَرَ ت َكَّنَأَك ََّللَّا

ِلِئاَّسلا ْنِم َمَلْعَِبِ

اَعُر َلَواَطَت اَذِإَو اَهَّ بَر ُةَمَْلَا ْتَدَلَو اَذِإ اَهِطاَرْشَأ ْنَع َكُِبْخُأَسَو

َلَّ ٍسَْخَ ِفِ ِناَيْ نُ بْلا ِفِ ُمْهُ بْلا ِلِبِْلْا ُة

َعاَّسلا ُمْلِع ُهَدْنِع ََّللَّا َّنِإ { َمَّلَسَو ِهْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص ُِّبَِّنلا َلََت َُّثْ َُّللَّا َّلَِّإ َّنُهُمَلْعَ ي

َلاَقَ ف َرَ بْدَأ َُّثْ َةَي ْلْا } ِة

َلاَقَ ف اًئْ يَش اْوَرَ ي ْمَلَ ف ُهوُّدُر

ْنِم ُهَّلُك كِلَذ َلَعَج َِّللَّا دْبَع وُبَأ َلاَق ْمُهَ نيِد َساَّنلا ُمِِّلَعُ ي َءاَج ُليِْبِج اَذَه

ِناَيَِْلْا

Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ibrahim, telah mengabarkan kepada kami Abu Hayyan At-Taimi dari Abu Zur'ah dari Abu Hurairah berkata; bahwa Nabi Saw pada suatu hari hadir kepada para sahabat, lalu datang Malaikat Jibril as yang kemudian bertanya:

"Apakah iman itu?"

Nabi Saw menjawab: "Iman adalah kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-malaikat-malaikat-Nya, pertemuan dengan-malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-malaikat-malaikat-Nya, dan kamu beriman kepada hari berbangkit".

Jibril as berkata: "Apakah Islam itu?"

Jawab Nabi Saw: "Islam adalah kamu menyembah Allah dan tidak menyekutukannya dengan suatu apapun, kamu dirikan shalat, kamu tunaikan zakat yang diwajibkan, dan berpuasa di bulan Ramadlan".

Jibril as berkata: "Apakah ihsan itu?"

Nabi Saw menjawab: "Kamu menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya dan bila kamu tidak melihat-Nya sesungguhnya Dia melihatmu".

Jibril as berkata lagi: "Kapan terjadinya hari kiamat?"

Nabi Saw menjawab: "Yang ditanya tentang itu tidak lebih tahu dari yang bertanya. Tapi aku akan terangkan tanda-tandanya; (yaitu); jika seorang budak telah melahirkan tuannya, jika para penggembala unta yang berkulit hitam berlomba-lomba membangun gedung-gedung. Kiamat itu termasuk dalam lima perkara yang tidak seorang pun mengetahuinya kecuali oleh Allah".

Kemudian Nabi Saw membaca ayat: "Sesungguhnya hanya pada Allah pengetahuan tentang hari kiamat." (QS. Luqman: 34).

Setelah itu, Jibril as pergi, kemudian Nabi Saw berkata; "hadapkan dia ke sini." Tetapi para sahabat tidak melihat sesuatupun. Maka Nabi Saw bersabda; "Dia adalah Malaikat Jibril datang kepada manusia untuk mengajarkan agama."

Abu Abdullah berkata: "Semua hal yang diterangkan Beliau Saw dijadikan sebagai iman.

*** PELAJARAN

Demikianlah, bagaimana cara Allah mendidik manusia melalui percakapan antara Rasulullah Saw dan Malaikat Jibril, untuk mengajarkan tentang Iman, Islam, dan Ihsan. Inilah pondasi agama yang diridhai Allah, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Dan melalui Rasul-Nya, diajarkan kepada kita. Maka sudah sepatutnya kita memahami tiga pondasi ini.

Rasulullah Saw, al-Amin

Setelah Rasulullah Saw. tiga tahun berdakwah secara sembunyi-sembunyi, muncullah perintah agar berdakwah secara terbuka dan terang-terangan, langkah pertama yang dilakukan Rasulullah Saw. berdiri di atas bukit, kemudian memanggil-manggil kaum Quraisy untuk berkumpul, “Wahai kaum Quraisy, kemarilah kalian semua. Aku akan memberikan sebuah berita kepada kalian semua!”

Mendengar panggilan lantang dari Rasulullah Saw., berduyun-duyun kaum Quraisy berdatangan, berkumpul untuk mendengarkan berita dari manusia jujur penuh pujian. Setelah masyarakat berkumpul dalam jumlah besar, beliau tersenyum kemudian bersabda, “Saudara-saudaraku, jika aku memberi kabar kepadamu, jika di balik bukit ini ada musuh yang sudah siaga hendak menyerang kalian, apakah kalian semua percaya?” Tanpa ragu semuanya menjawab mantap, “Percaya!”

Kemudian, Rasulullah kembali bertanya, “Mengapa kalian langsung percaya tanpa membuktikannya terlebih dahulu?”

Tanpa ragu-ragu orang yang hadir di sana kembali menjawab mantap, “Engkau sekalipun tidak pernah berbohong, wahai al-Amin. Engkau adalah manusia yang paling jujur yang kami kenal.”

Demikianlah, siapa yang meragukan kejujuran Rasulullah Saw.? Ia adalah manusia yang sangat terpercaya, sejak kecil. Hal tersebut diakui oleh orang-orang yang memusuhinya sekalipun, seperti Abu Jahal, Abu Sufyan, dan lainnya. Kejujuran Rasulullah Saw. tidak hanya ketika serius berbicara, ketika bercanda pun ia tidak pernah meninggalkan kejujurannya.

Misalnya sebuah kisah; seorang datang kepada Nabi Muhammad Saw. dan meminta kepada Nabi untuk dinaikkan ke kendaraan. “Aku akan naikkan kamu pada anak unta.” Laki-laki itu heran seraya berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang aku perbuat dengan anak unta?” Rasulullah Saw menjawab, “Tidakkah unta hanya melahirkan anak unta?” (Maksudnya, bukankah anak unta itu juga unta dewasa).

Kisah lainnya; seorang nenek-nenek mendatangi Rasulullah Saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah, doakanlah agar Allah memasukkan aku ke dalam surga.” Rasulullah Saw. menjawab, “Wahai Ummu Fulan, sesungguhnya wanita tua tidak akan masuk ke dalam surga.” Maka, perempuan tua itu berpaling dan menangis. Rasulullah kemudian bersabda,

“Beri tahu ia tidak akan masuk surga dalam keadaan tua. Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan.” (QS. al-Wâqi’ah [56]: 35-36)

Akhirnya si nenek itupun berbahagia. *** PELAJARAN

Jujurlah dimanapun, kapanpun, dan dalam keadaan bagaimanapun. Rasulullah Saw bersabda: “Dari Abdullah ibn Mas’ud ra., Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya jujur itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga...” (HR. Bukhari).

Punya Satu Memberi Dua

Nabi Muhammad Saw. meskipun setelah menjadi Rasul bukan orang yang kaya, namun paling gemar memberikan sesuatu kepada orang lain. Para sahabat Nabi juga merupakan orang-orang yang dermawan, terlebih mereka yang tergolong kaya. Banyak sekali ayat al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad Saw. yang memuji dan mendukung sifat-sifat

murah hati dan gemar bersedekah. Demikian juga banyak seruan yang mencela sifat kikir atau menahan harta untuk disedekahkan.

Bahkan, kedermawanan Rasulullah Saw. mengundang simpati orang untuk memeluk Islam. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah hadis bahwa Rasulullah Saw. sama sekali tidak pernah mengatakan “tidak” jika ada yang meminta sesuatu darinya. Pernah ada orang dari suatu kaum yang masih kafir dan meminta kambing kepada Rasulullah Saw. Rasulullah Saw. memberikan kambing sebanyak kambing yang ada di antara dua bukit. Orang tersebut demikian gembira dan langsung pulang ke kaumnya serta berseru, “Wahai kaumku, masuklah Islam. Karena sesungguhnya Muhammad Saw. memberikan harta dengan pemberian seperti orang yang tidak takut miskin.” Maka, Islamlah satu kaum tersebut dengan sifat pemurahnya Nabi Saw.

Abdurrahman bin ‘Auf, salah seorang sahabat yang tergolong kaya, pernah diberi tahu Nabi Saw. “Hai Abdurrahman bin ‘Auf, sesungguhnya engkau termasuk salah satu kalangan orang kaya dan engkau akan memasuki surga dengan merangkak. Berilah pinjaman kepada Allah (bersedekah) niscaya Allah akan menolongmu, membuat kakimu berguna (sehingga engkau memasuki surga dengan berlari kencang).” (HR. Ahmad)

Lalu, Abdurrahman bin ‘Auf langsung memberikan pinjaman qardul hasan (pinjaman tanpa bunga) kepada kaum muslimin. Ia juga membeli tanah seharga 40 ribu dinar dan membagikannya kepada keluarganya dari Bani Zahra, istri-istri Nabi Saw., dan kaum muslimin yang masih miskin. Suatu ketika ia pun menyediakan 500 kuda untuk jihad fisabilillah. Dalam kesempatan lain, ia bahkan sampai menyerahkan 1.500 ekor kuda.

Dalam dokumen BAGIAN KESATU OASE HIKMAH (Halaman 158-175)