IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengamatan Kapang dengan Metode Slide Culture
Kapang yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, Mucor hiemalis dan Actinomucor elegans. Adapun morfologi kapang diamati di bawah mikroskop dengan menggunakan metode pengamatan slide culture seperti yang terlihat pada Gambar 9, 10, 11 dan 12. Metode slide culture merupakan metode yang lebih baik daripada metode pengamatan langsung di bawah mikroskop, karena dengan metode ini kapang dibiarkan tumbuh sampai optimal sehingga morfologinya nampak terlihat jelas dan utuh. Bila menggunakan metode pengamatan langsung, kapang diambil dari kultur stok tanpa menumbuhkannya terlebih dahulu sehingga kemungkinan besar yang terambil hanya bagian tertentu dari kapang saja, tidak secara keseluruhan morfologi kapang tersebut. a. Rhizopus oligosporus rhizoid stolon sporangia pecah mengeluarkan spora sporangiofor spora
Gambar 9 Hasil Pengamatan Slide Culture Rhizopus oligosporus pada
Perbesaran 100x dan 400x
Ciri-ciri R. oligosporus nampak seperti pada Gambar 9 yaitu miseliumnya tidak bersekat, stolon yang tumbuh memanjang pada substrat (medium PDA), sporangioforanya selalu tumbuh berkelompok pada satu noda yang sama dan juga terbentuk rhizoid pada noda tersebut. Sporangiofor R. oligosporus tidak bercabang dan di ujungnya terdapat apofisis yang mempunyai sporangia dengan spora berwarna hitam gelap (Pelczar et al, 1977; Frazier dan Westhoff, 1978).
b. Rhizopus oryzae
Pada Gambar 10 terlihat R. oryzae mempunyai morfologi yang hampir sama dengan R. oligosporus akan tetapi berbeda warna spora yang dihasilkan. Kapang ini mempunyai spora yang berwarna gelap abu-abu jika sudah tua.
sporangiofora sporagia
rhizoid stolon
Gambar 10 Hasil Pengamatan Slide Culture Rhizopus oryzae pada Perbesaran
100x dan 200x
c. Mucor hiemalis
Mucor hiemalis seperti yang terlihat pada Gambar 11. Kapang ini terlihat mempunyai morfologi yang hampir sama dengan Rhizopus yaitu hifa tidak bersepta akan tetapi tidak mempunyai rhizoid, tidak membentuk stolon dan sporangia Mucor lebih kecil daripada sporagia Rhizopus. Hifa-hifa nampak seperti bulu yang lembut dengan warna kuning muda dan spora terlihat teratur serta halus dengan warna putih (Frazier dan Westhoff, 1978).
sporangia hifa tanpa sekat
sporangiofor tanpa rhizoid
Gambar 11 Hasil Pengamatan Slide Culture Mucor hiemalis pada Perbesaran
100x dan 200x
d. Actinomucor elegans
Actinomucor elegans mempunyai morfologi yang hampir sama dengan Rhizopus yaitu hifa tidak bersepta (tidak bersekat), mempunyai rhizoid dan
berwarna putih sehingga tidak mempengaruhi warna pizi jika dipanen terlalu tua atau inkubasi terlalu lama.
stolon rhizoid
terminal hifa membentuk percabangan sporangia
Gambar 12 Hasil Pengamatan Slide Culture Actinomucor elegans pada
Perbesaran 100x dan 200x
4.2 Pembuatan Pizi
Proses pembuatan sufu meliputi tiga tahap utama yaitu pembuatan tahu, fermentasi tahu oleh kapang menjadi pizi, dan pemeraman pizi.
a. Pengaruh Jenis Kapang terhadap Lama Fermentasi Tahu
Selama fermentasi, tahu ditumbuhi miselium kapang yang selanjutnya disebut pizi. Pada tahap pendahuluan telah diketahui bahwa lama fermentasi pizi untuk masing-masing kapang berbeda-beda. Rhizopus dengan inkubasi 24 jam sudah menghasilkan miselium yang kompak (tumbuh optimal) dan belum menghasilkan spora tua sehingga pizi tidak berwarna gelap. Pada inkubasi lebih dari 24 jam menghasilkan miselium yang kompak akan tetapi sporanya sudah tua sehingga pizi yang diinokulasi oleh R. oligosporus berwarna gelap hitam, sedangkan pizi yang diinokulasi oleh R. oryzae berwarna gelap abu-abu (Gambar 13).
Gambar 13 Penampakan Pizi R. oligosporus dan R. oryzae Selama Fermentasi
12 jam 24 jam 36 jam
Inkubasi
Ke-R. oligosporus
58 60 62 64 66 68 70 72 74 76 78 Tahu igosp orus R. or yza e .hiem alis eleg ans Derajat Keputihan /Kecerahan
Tahu yang difermentasi oleh M. hiemalis dan A. elegans belum menghasilkan miselium yang kompak setelah diinkubasi 24 jam, sehingga inkubasi diperpanjang sampai menghasilkan miselium kompak yaitu sekitar 36 jam. Sebenarnya pada inkubasi lebih dari 36 jam tidak menghasilkan pizi berwarna gelap karena kedua kapang tersebut mempunyai spora dan miselium berwarna cerah yaitu kuning muda pada M. hiemalis dan putih kapas pada A. elegans. Akan tetapi jika terlalu lama dapat menghasilkan pizi dengan rasa asam dan bau yang menyimpang (off flavor) sebagai hasil degradasi lanjut. Oleh karena itu pada penelitian ini ditetapkan lama inkubasi terbaik untuk R. oligosporus dan R. oryzae adalah 24 jam sedangkan M. hiemalis dan A. elegans adalah 36 jam
pada suhu kamar (27 - 320C) dan RH 55-68% (Gambar 14).
Gambar 14 Penampakan Pizi Terbaik yang Telah Difermentasi
oleh Empat Jenis Kapang
b. Pengaruh Jenis Kapang terhadap Derajat Keputihan dan Kecerahan Pizi
Hasil pengukuran tingkat keputihan dan kecerahan dengan Chromameters Minolta seperti yang disajikan dalam Gambar 15.
Pizi M. hiemalis
Pizi R. oligosporus Pizi RPizi R. oryzae
Nilai Tekstur, Kekerasan dan Kekuatan 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 Tahu Piz i R.o ligosp oru s Pizi R.or yza e Piz i M. hi em alis Pizi A. e lega ns Nilai (g/cm 2) Tekstur Kekerasan Kekuatan
Masing-masing kapang memberikan nilai derajat keputihan dan derajat kecerahan yang berbeda dengan tahu. Dengan uji lanjut DMRT pada taraf uji 5% menunjukkan berbeda nyata antar perlakuan jenis kapang. Perbedaan ini disebabkan oleh pengaruh miselium dari masing-masing jenis kapang yang berbeda. Kapang M. hiemalis mempunyai miselia dan spora yang berwarna kuning muda dan terlihat pada pizi yang dihasilkan mempunyai derajat keputihan dan kecerahan yang sangat berbeda dengan pizi lainnya.
c. Pengaruh Jenis Kapang terhadap Nilai Tekstur, Kekerasan dan Kekuatan Pizi
Gambar 16 Pengaruh Jenis Kapang terhadap Nilai Tekstur, Kekerasan
dan Kekuatan Pizi Dibanding Tahu
Selain tingkat keputihan dan kecerahan yang berbeda juga terjadi perbedaan tekstur antara pizi dengan tahu. Pizi yang dihasilkan mempunyai tekstur yang lebih keras daripada tahu aslinya. Adanya pertumbuhan kapang menyebabkan lapisan luar tahu menjadi lebih keras akibat adanya struktur rigid/kokoh miselium kapang. Di samping itu sebagian air yang terkandung dalam tahu digunakan kapang selama proses pertumbuhannya. Dengan adanya pembentukan miselium pada permukaan tahu juga merupakan alasan untuk tidak terjadi pembusukan tahu akibat pertumbuhan bakteri pembusuk. Seperti yang dijelaskan Wang et al dalam Sumiati (1994) bahwa selama fermentasi R. oligosporus dapat menghasilkan senyawa antibakteri yaitu kelompok glikopeptida. Senyawa ini tidak mempunyai spektrum yang luas, akan tetapi mampu menghambat pertumbuhan bakteri gram positif yaitu Clostridium botulinum, C. sporogenes, Bacillus subtilis, dan Staphylococcus aureus.
d. Pengaruh Jenis Kapang terhadap Tingkat Kesukaan Flavor Pizi
Pizi diuji oleh panelis untuk mengetahui peranan masing-masing kapang terhadap flavor pizi yang dihasilkan. Uji yang dilakukan adalah uji pembedaan dengan metode pemeringkatan/ranking berpasangan. Hasil uji (Tabel 4) menunjukkan bahwa keempat kapang menghasilkan pizi dengan flavor yang berbeda (T hitung = 8,76 lebih besar daripada T kritik = 7,81). Untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap flavor pizi dilakukan uji ranking sederhana dengan menggunakan 30 panelis tidak terlatih dan 10 panelis terlatih. Berdasarkan uji rangking sederhana baik dengan 30 panelis tidak terlatih maupun 10 panelis terlatih menunjukkan kecenderungan hasil yang sama yaitu flavor pizi dari flavor yang disukai sampai flavor yang tidak disukai berturut-turut adalah A. elegans kemudian diikuti oleh R.oligosporus, R. oryzae dan M. hiemalis. Akan tetapi Tabel 5 menunjukkan adanya kedekatan flavor yang dihasilkan antar kapang yaitu flavor pizi dari A. elegans tidak berbeda nyata dengan R. oligosporus sedangkan R. oryzae tidak berbeda nyata dengan M. hiemalis.
Tabel 4 Pengaruh Jenis Kapang terhadap Kesukaan Flavor Pizi
Sampel Panelis Tidak Terlatih Peringkat dengan Peringkat dengan Panelis Terlatih Peringkat Kesukaan
Rhizopus oligosporus 88 30 2
Rhizopus oryzae 68 23 3
Mucor hiemalis 60 16 4
Actinomucor elegans 84 31 1
Statistik uji (Friedman’s T) dengan 10 panelis terlatih: T =8.76
Statistik uji (Friedman’s T) dengan 30 panelis tidak terlatih: T =10.48
Nilai kritik χ2 dengan db = t-1 (3) pada taraf 5% adalah 7.81 Tabel 5 Hasil Uji Lanjut Sensoris terhadap Flavor Pizi
Sampel Panelis Tidak Terlatih Pembedaan HSD30= 14,95 Panelis Terlatih HSD8= 13,64 Pembedaan Mucor hiemalis 60 a 16 a Rhizopus oryzae 68 a 23 a Rhizopus oligosporus 84 b 30 b Actinomucor elegans 88 b 31 b
4.3 Pemeraman Pizi menjadi Sufu
4.3.1 Pengaruh Jenis Kapang dan Larutan Garam terhadap Mutu Sufu
Tahap selanjutnya adalah proses pemeraman yaitu perendaman pizi dalam larutan perendam (dressing mixture). Larutan ini terbuat dari air matang (layak minum), garam dapur dengan berbagai konsentrasi sesuai perlakuan dan ditambah gula 1% b/v. Selanjutnya ke dalam larutan tersebut dilakukan penambahan bakteri asam laktat (Lb. plantarum kik) dalam media MRS broth sebanyak 3% v/v. Selain sebagai pemberi cita rasa asin, garam juga dapat bersifat sebagai bahan pengawet sehingga mencegah pertumbuhan mikroba perusak. Menurut Ingram dan Kitchell (1967), ion Na dapat bereaksi dengan protoplasma dan mempengaruhi transportasi ion sel. Selain itu adanya garam dapat menurunkan daya larut oksigen sehingga aktivitas mikroba aerobik akan menurun. Hal ini yang memungkinkan terjadinya kerusakan sel dan kematian kapang selama pemeraman.
Keberadaan gula juga berperan sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL) dan juga memberikan konstribusi terhadap cita rasa pizi. Pertumbuhan Lb. plantarum kik akan menghasilkan asam laktat yang merupakan suatu senyawa antimikroba. Keberadaan asam laktat dalam media
MRSA+ CaCO3 1% b/v ditandai dengan areal bening seperti pada Gambar 17.
Senyawa tersebut bersifat antimikroba yang oleh Lavermicocca et al 2000 telah diidentifikasi sebagai fenillaktat dan asam 4-hidroksi fenillaktat.
areal bening
Gambar 17 (A) Lb. plantarum kik Perbesaran 1000x.
(B) Areal Bening sebagai Indikator BAL pada Media MRSA + CaCO3 1%
Sufu dipanen setelah diperam selama 4 hari dan dilakukan pasteurisasi sebelum dikemas/dikonsumsi. Gambar 18 menunjukkan proses pemeraman dan hasilnya dari masing-masing perlakuan. Terlihat adanya perbedaan warna larutan pemeram dan sufu yang dihasilkan oleh masing-masing kapang.
Gambar 18 Proses Pemeraman Pizi Menjadi Sufu
a. Total Kapang, Bakteri Asam Laktat dan Khamir
Jumlah mikroba selama proses perendaman pizi dihitung dengan menggunakan metode Standart Plate Count (AOAC, 1999: Fardiaz, 1982). Pada Gambar 19 menunjukkan jumlah kapang sedangkan Gambar 20 menunjukkan jumlah khamir dan Gambar 21 menunjukkan jumlah bakteri asam laktat pada masing-masing perlakuan. Rhizopus oryzae 12% 9% 6 % 12% 9% 6 % Rhizopus oligosporus 12% 9% 6 % 12% 9% 6 % 12% 9% 6 % Actinomucoe elegans 12% 9% 6 % 12% 9% 6 % Mucor hiemalis 12% 9% 6 % 12% 9% 6 %
Gambar 19 Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Jumlah Kapang Selama Pemeraman Pizi
Jumlah kapang berkurang dengan semakin lama waktu inkubasi yaitu dari
107 CFU/ml pada hari ke-0 menjadi 101 CFU/ml pada hari ke-4. Penurunan
jumlah kapang menunjukkan adanya sifat penghambatan terhadap pertumbuhan kapang antara lain akibat adanya garam, asam laktat maupun kondisi fermentasi yang cenderung anaerob karena berada dalam keadaan terendam, sedangkan kapang merupakan mikroba yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya (aerob). Garam dapat menghambat pertumbuhan kapang karena menyebabkan perbedaan tekanan osmosis antara lingkungan dengan isi sel dan juga menyebabkan lisis (plasmolisis) pada kondisi hipertonik. Sedangkan asam laktat merupakan asam lemah yang dapat mengganggu sistem membran dan sitoplasma sel kapang (Jay et al, 2005).
Pada penambahan garam lebih tinggi cenderung menghasilkan kapang dalam jumlah lebih kecil. Hal ini dimungkinkan telah terjadi kerusakan sel kapang pada penambahan garam tinggi (12%) seperti R. oligosporus yang tidak resisten terhadap kadar garam tinggi di atas 9% (Situngkir, 2005). Kerusakan ini bisa disebabkan oleh sifat kapang yang tidak osmotoleran sehingga kemungkinan
Pizi dari R. oryzae
0 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5
Inkubasi Hari Ke-Log Jumlah Kapang (CFU/ml) Garam 6% Garam 9% Garam 12%
Pizi dari A. elegans
0 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5
Inkubasi Hari Ke-Log Jumlah Kapang (CFU/ml) Garam 6% Garam 9% Garam 12%
Pizi dari M. hiemalis
0 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5
Inkubasi Hari Ke-Log Jumlah Kapang (CFU/ml) Garam 6% Garam 9% Garam 12 %
Pizi dari R. oligosporus
0 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5
Inkubasi Hari Ke-Log Jumlah Kapang (CFU/ml) Garam 6% Garam 9% Garam 12 %
Lama Fermentasi (Hari) Lama Fermentasi (Hari)
dapat mengakibatkan kerusakan membran sel yang diikuti oleh pengeluaran/lisis cairan sel. Selain itu Jay, et al (2005) menjelaskan bahwa garam dapat menghambat germinasi spora kapang.
Gambar 20 Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Jumlah Bakteri Asam Laktat Selama Pemeraman Pizi
Gambar 20 menunjukkan perlakuan dengan R. oligosporus terjadi
pertumbuhan bakteri asam laktat pada awal inkubasi sampai hari ke-2 kemudian terjadi penurunan tidak nyata (seperti fase stasioner). Pada perlakuan dengan R. oryzae pertumbuhan bakteri asam laktat terjadi sampai pada hari ke-3 kemudian hari ke-4 terjadi penurunan jumlah bakteri. Sedangkan pada perlakuan M. hiemalis dan A. elegans mempunyai pola pertumbuhan yang mirip dengan perlakuan kapang R. oligosporus akan tetapi pada inkubasi hari-3 terjadi
penurunan hingga jumlah bakteri asam laktat mencapai kisaran 107 CFU/ml
dibandingkan perlakuan kapang R. oligosporus yang masih berada pada kisaran
108 CFU/ml.
Pada konsentrasi garam yang rendah (6%) menghasilkan pertumbuhan Pizi dari A. elegans
5,00 5,50 6,00 6,50 7,00 7,50 8,00 8,50 9,00 1 2 3 4 5 Inkubasi Hari Ke-Log Jumlah BAL (CFU/ml) Garam 6% Garam 9% Garam 12%
Pizi dari M. hiemalis
5,00 5,50 6,00 6,50 7,00 7,50 8,00 8,50 9,00 1 2 3 4 5
Inkubasi Hari Ke-Log Jumlah BAL (CFU/ml) Garam 6% Garam 9% Garam 12 %
Pizi dari R. oryzae
5,00 5,50 6,00 6,50 7,00 7,50 8,00 8,50 9,00 1 2 3 4 5 Inkubasi Hari Ke Log Jumlah BAL (CFU/ml) Garam 6% Garam 9% Garam 12% Pizi dari R. oligosporus
5,00 5,50 6,00 6,50 7,00 7,50 8,00 8,50 9,00 1 2 3 4 5
Inkubasi Hari Ke-Log Jumlah
BAL (CFU/ml)
Garam 6% Garam 9%
Garam 12 % Lama Fermentasi (Hari) Lama Fermentasi (Hari)
Lama Fermentasi (Hari) Lama Fermentasi (Hari)
mendekati 109 CFU/ml. Hal ini diperkirakan karena beberapa spesies BAL merupakan bakteri halofilik yaitu bersifat tahan terhadap konsentrasi garam tinggi. Lb. plantarum kik merupakan bakteri gram positif yang bersifat dapat tahan terhadap garam karena mempunyai sifat osmotoleran yaitu dengan meningkatkan jumlah prolin dalam sel sehingga meningkatkan padatan dalam sel untuk mencegah osmosis cairan sel ke lingkungan (Jay et al, 2005). Selain itu BAL juga mampu menghasilkan sifat antimikroba (seperti asam fenil laktat) yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba tertentu seperti kapang dan khamir Lavermicocca et al 2000.
Kadar garam yang bervariasi memungkinkan terjadi kontaminasi oleh mikroba lain selama pemeraman, sehingga dihitung pula total khamir. Hasil perhitungan total khamir dimulai pada fermentasi hari ke-3 dan 4 (Gambar 21).
Gambar 21 Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Jumlah Khamir Selama Pemeraman Pizi
Gambar 21 menunjukkan jumlah khamir lebih tinggi pada fermentasi hari ke 4 dibandingkan dengan hari ke-3. Jumlah khamir menurun dengan semakin meningkatnya jumlah garam yang digunakan pada larutan pemeram. Jay, et al (2005) menjelaskan sistem pertahanan khamir terhadap konsentrasi garam tinggi
Pizi dari A. elegans
0 1 2 3 4 5 6
Garam 6% Garam 9% Garam 12% Penambahan Garam pada Larutan Pemeram Log Jumlah
Khamir (CFU/ml)
Fermentasi Hari Ke-3 Fermentasi Hari Ke-4 ,
Pizi dari M. hiemalis
0 1 2 3 4 5 6
Garam 6% Garam 9% Garam 12 % Penambahan Garam pada Larutan Pemeram Log Jumlah
Khamir (CFU/ml)
Fermentasi Hari Ke-3 Fermentasi Hari Ke-4
Pizi dari R. oryzae
0 1 2 3 4 5 6
Garam 6% Garam 9% Garam 12% Penambahan Garam pada Larutan Pemeram Log Jumlah
Khamir
Fermentasi Hari Ke-3 Fermentasi Hari Ke-4
Pizi dari R. oligosporus
0 1 2 3 4 5
Garam 6% Garam 9% Garam 12 % Penambahan Garam pada Larutan Pemeram Log Jumlah
Khamir
Fermentasi Hari Ke-3 Fermentasi Hari Ke-4
yaitu dengan meningkatkan konsentrasi alkohol polihidrat dalam sel sehingga jumlah padatan sel dapat menyeimbangkan terhadap tekanan osmosis ekstraseluler dan mencegah osmosis cairan sel ke luar dari sel.
b. Nilai pH Larutan Pemeram Selama Pemeraman Pizi
Nilai pH larutan perendam pizi dipengaruhi oleh pertumbuhan mikroba dalam larutan tersebut selama pemeraman. Pertumbuhan bakteri asam laktat menghasilkan senyawa organik asam laktat yang berperan dalam penambahan jumlah ion hidrogen sehingga menyebabkan penurunan nilai pH. Pada inkubasi hari ke-2 pH larutan meningkat kemudian mengalami penurunan pada hari ke-3 yang kemudian meningkat pada fermentasi hari ke-4. Fenomena ini terkait dengan pertumbuhan bakteri asam laktat. Pada hari ke-2 merupakan pertumbuhan optimal bakteri asam laktat sehingga pada hari ke-3 cenderung terjadi peningkatan jumlah ion H (penurunan nilai pH). Akan tetapi pada hari ke-3 sudah terjadi penurunan pertumbuhan bakteri asam laktat (Gambar 20) sehingga pada hari ke-4 terukur nilai pH meningkat yang berarti telah terjadi penurunan jumlah ion H (Gambar 22).
Di samping itu, mulai hari ke-3 terjadi peningkatan pertumbuhan khamir yang menghasilkan alkohol (Gambar 21). Peningkatan pH disebabkan oleh hasil metabolit khamir yaitu hasil degradasi komponen gula menjadi alkohol yang bereaksi dengan asam laktat membentuk senyawa ester (etil laktat) dan air. Oleh karena itu pH larutan perendam tidak turun melainkan mengalami kenaikan. Sementara itu kadar asam laktat yang meningkat mungkin disebabkan karena pada saat analisis dititrasi dengan NaOH, eti laktat dapat terurai kembali menjadi asam laktat sehingga tetap terukur.
Gambar 22 Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap pH larutan Pemeram
Selama Pemeraman Pizi
c. Kadar Asam Laktat larutan Pemeram Selama Pemeraman Pizi
Asam laktat merupakan suatu asam organik yang dapat berfungsi sebagai senyawa pengawet. Hal ini karena asam laktat berada dalam bentuk terdisosiasi sebagian, sehingga bentuk asam laktat tidak terdisosiasi dapat dengan mudah masuk ke dalam membran sel. Di dalam sel bentuk asam yang tidak terdisosiasi
akan terurai melepaskan ion hidrogen sehingga akan meningkatkan jumlah H+ dan
pH menjadi rendah (asam). Jumlah proton yang berlebihan dapat meningkatkan integritas membran sitoplasma dan adanya peningkatan ion H akan menyebabkan denaturasi protein (Alakomi et al, 2000). Menurut Ray (2001) terjadinya kerusakan membran sitoplasma dapat menyebabkan gangguan sistem metabolisme seperti penghambatan transport substrat, penghambatan proses produksi energi dan sintesis makromolekul. Kadar asam laktat larutan pemeram pizi disajikan pada Gambar 23.
Pizi dari M. hiemalis
0 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4
Lama Fermentasi (Hari) Nilai pH
Garam 6% Garam 9% Garam 12 %
Pizi dari R. oryzae
0 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4
Lama Fermentasi (Hari) Nilai pH
Garam 6% Garam 9% Garam 12% Pizi dari R. oligosporus
0 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4
Lama fermentasi (Hari)-Nilai pH
Garam 6% Garam 9% Garam 12 %
Pizi dari A. elegans
0 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4
Lama Fermentasi (Hari) Nilai pH
Garam 6% Garam 9% Garam 12%
Gambar 23 Pengaruh Konsentrasi Garam tehadap Kadar Asam Laktat Larutan Pemeram Selama Pemeraman Pizi
d. Kadar Air Sufu
Pizi mempunyai kadar air yang lebih rendah daripada sufu perlakuan garam 6%. Hal ini menunjukkan terjadi penambahan air ke dalam sufu selama pemeraman. Penambahan garam 6% masih menyebabkan air lingkungan (larutan pemeram) yang berdifusi ke dalam sufu masih lebih tinggi dibandingkan jumlah air sufu yang tertarik oleh garam, sehingga kadar air sufu lebih tinggi daripada kadar air pizi.
Kadar air sufu menurun dengan semakin tinggi persentase jumlah garam
yang ditambahkan pada larutan pemeram. Garam mampu menurunkan aw suatu
bahan karena garam akan menarik molekul-molekul air keluar dari bahan. Penurunan kadar air ini berkorelasi dengan tekstur sufu serta tingkat kontaminasinya oleh mikroba perusak. Pada perlakuan dengan larutan garam 6% menghasilkan kadar air tertinggi karena penyerapan garam ke pizi lebih rendah daripada perlakuan garam 9% dan 12%, sehingga air dalam bahan tidak banyak
Pizi dari A. elegans
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 1 2 3 4
Lama Fermentasi (Hari) % Asam
Laktat
Garam 6% Garam 9% Garam 12%
Pizi dari M. hiemalis
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 1 2 3 4
Lama Fermentasi (Hari) % Asam
Laktat
Garam 6% Garam 9% Garam 12 %
Pizi dari R. oryzae
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 1 2 3 4
Lama Fermentasi (Hari) % Asam
Laktat
Garam 6% Garam 9% Garam 12%
Pizi dari R. oligosporus
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 1 2 3 4
Lama Fermentasi (Hari) % Asam
Laktat
Garam 6% Garam 9% Garam 12 %
Gambar 24 Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Kadar Air Sufu
Hasil uji lanjut DMRT pada taraf uji 5% menunjukkan kadar air berbeda nyata antar perlakuan konsentrasi garam pada masing-masing jenis kapang. Kadar air sufu dari R. oryzae dan M. hiemalis berada pada kisaran lebih dari 80% yang menunjukkan nilai lebih tinggi daripada sufu R. oligosporus dan A. elegans yaitu pada kisaran kurang dari 80% (76 – 79%). Kadar air menurun dengan semakin tinggi perentase penambahan garam larutan pemeram. Han (2003) menjelaskan bahwa kadar air sufu bervariasi tergantung jenis sufu dan kadar garamnya. White sufu mempunyai kadar air dan kadar garam sebesar 71% dengan kadar garam 8%, 67% dengan kadar garam 11% dan 59% dengan kadar garam 14%.
e. Kadar Abu Sufu
Kadar abu meningkat dengan semakin tinggi persentase jumlah garam yang ditambahkan pada larutan pemeram. Peningkatan kadar abu berkorelasi positif dengan kadar garam sufu yang dihasilkan. Selama perendaman dalam larutan
garam (pemeraman) terjadi difusi ion Na ke dalam sufu sehingga kadar Na+
meningkat. Sudarmadji, et al (1996) menjelaskan bahwa Na merupakan suatu mineral yang berkontribusi terhadap peningkatan kadar abu suatu bahan. Uji
Sufu dari A. elegans
70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 6% 9% 12%
Konsentrasi Garam Larutan Pemeramm % Kadar Air
(wb)
Sufu dari M. hiemalis
70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 6% 9% 2%
Konsentrasi Garam Larutan Pemeram % Kadar Air
(wb)
Sufu dari R. oryzae
70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 6% 9% 12%
Konsentrasi Garam Larutan Pemeram % Kadar Air
(wb)
Sufu dari R. oligosporus
70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 6% 9% 12%
Konsentrasi Garam Larutan Pemeram % Kadar Air
lanjut DMRT pada taraf uji 5% menunjukkan kadar abu berbeda nyata antar perlakuan konsentrasi garam pada masing-masing jenis kapang.
Gambar 25 Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Kadar Abu Sufu
f. Kadar Garam Sufu
Kadar garam meningkat dengan semakin tinggi persentase garam yang ditambahkan pada larutan pemeram (Gambar 25). Hal ini terjadi karena selama perendaman terjadi difusi garam ke dalam pizi dan difusi air keluar dari pizi. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa selama pemeraman terjadi difusi ion Na ke dalam sufu yang berkontribusi terhadap peningkatan kadar garam. Selain itu juga terbentuk senyawa laktat oleh bakteri asam laktat dan dengan ion Na membentuk garam organik (natrium laktat) yang berperan pula terhadap peningkatan kadar garam sufu (Sudarmadji et al, 1996). Hasil uji lanjut DMRT pada taraf uji 5% menunjukkan kadar garam berbeda nyata antar perlakuan konsentrasi garam pada masing-masing jenis kapang.
Sufu dari A. elegans
0 1 2 3 4 5 6 7 6% 9% 12%
Kons entras i Garam Larutan Pemeram % Kadar Abu
(wb) Sufu dari M. hiemalis
0 1 2 3 4 5 6 7 6% 9% 2%
Konsentrasi Garam Larutan Pemeram % Kadar Abu
(wb)
Sufu dari R. oryza e
0 1 2 3 4 5 6 7 6% 9% 12%
Konsentrasi Garam Larutan Pemeram % Kadar Abu
(wb) Sufu dari R. oligosporus
0 1 2 3 4 5 6 7 6% 9% 12%
Kons entrasi Garam Larutan Pemeram % Kadar Abu
Gambar 26 Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Kadar Garam Sufu Kadar garam tertinggi dihasilkan oleh sufu dari R. oligosporus dan A elegans pada larutan pemeram 12% yaitu kisaran mendekati 11%, sedangkan kadar garam sufu dari R. oryzae dan M. hiemalis pada larutan pemeram 12% mendekati 10%.
g. Kadar Protein Sufu
Kadar protein ditentukan dengan dua metode yaitu metode Kjeldhal untuk menentukan kadar protein kasar/total dan metode formol untuk menentukan kadar nitrogen amino bebas sebagai protein terlarut yang merupakan hasil reaksi hidrolisis protein.
Hasil uji lanjut DMRT pada taraf uji 5% menunjukkan kadar protein berbeda nyata antar perlakuan konsentrasi garam pada masing-masing jenis kapang. Selama pemeraman terjadi hidrolisis protein menjadi asam amino-asam amino sehingga kadar protein sufu berkurang. Han (2003) menjelaskan kadar protein pizi adalah 62,8 ± 3,8 % (berat kering) sedangkan kadar protein salted pizi (sufu) adalah 37,5 ± 2,6% (berat kering).
Sufu dari A. elegans
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 6% 9% 12%
Konsentrasi Garam Larutan Pemeram % Kadar
Garam (wb) Sufu dari M . hiemalis
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 6% 9% 2%
Konsentrasi Garam Larutan Pemeram % Kadar
Garam (wb)
Sufu dari R. oryzae
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 6% 9% 12%
Konsentrasi Garam Larutan Pemeram % Kadar
Garam (wb) Sufu dari R.oligosporus
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 6% 9% 12%
Konsentrasi Garam Larutan Pemeram % Kadar
Gambar 27 Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Kadar Protein Sufu Gambar 28 menunjukkan kadar nitrogen amino bebas dari sufu. Terjadinya hidrolisis protein dapat ditandai dengan pelepasan nitrogen amino bebas. Kadar nitrogen ini kemudian dapat diukur dengan titrasi NaOH (metode formol). Adapun reaksi yang terjadi adalah pengikatan gugus amin dengan NaOH menjadi senyawa protein (asam amino) yang reaktif (elektrofil). Penambahan larutan formaldehid membentuk dimetiol. Jumlah dimetiol diukur dengan metode titrasi menggunakan NaOH.
Sufu dari A. elegans
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 6% 9% 12%
Konsentrasi Garam Larutan Pemeram % Kadar
Protein (wb) Sufu dari M. hiemalis
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 6% 9% 12%
Konsentrasi Garam Larutan Pemeram % Kadar
Protein (wb)
Sufu dari R. oryzae
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 6% 9% 12%
Konsentrasi Garam Larutan Pemeram % Kadar
Protein (wb) Sufu dari R. oligosporus
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 6% 9% 12%
Konsentrasi Garam Larutan Pemeram % Kadar
Gambar 28 Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Kadar Nitrogen Amino Bebas Sufu
Jumlah protein terlarut pada sufu tertinggi dihasilkan oleh perlakuan dengan perendaman dalam larutan garam 9%, sedangkan jumlah protein terlarut tertinggi pada larutan pemeram dihasilkan oleh perlakuan dengan perendaman dalam larutan garam 12%. Uji lanjut DMRT pada taraf uji 5% menunjukkan kadar protein terlarut berbeda nyata antar perlakuan konsentrasi garam pada masing-masing jenis kapang.
Protein terlarut dihitung dari nilai nitrogen amino bebas yang mengindikasikan terjadinya proses hidrolisis protein selama fermentasi oleh kapang dan fermentasi oleh bakteri asam laktat selama pemeraman. Gambar 28 menunjukkan total nitrogen amino bebas (jumlah pada larutan pemeram dan sufu) semakin banyak dengan semakin tinggi persentase penambahan garam dalam larutan pemeram. Akan tetapi pada sufu dengan konsentrasi garam 12%, kadar nitrogen amino bebas cenderung lebih sedikit jumlahnya dibandingkan konsentrasi garam 6% dan 9%. Seperti yang dijelaskan Han (2003) bahwa selama pemeraman akan terjadi hidrolisis protein dan keberadaan garam dapat membatasi kerja enzim seperti yang terjadi pada sufu bergaram 8% menghasilkan total nitrogen amino bebas dua kali lebih besar daripada kadar garam 14%.
Sufu dari A. elegans
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 6% 9% 12%
Konsentrasi Garam Larutan Pemeram % N Bebas
(wb)
Sufu Larutan Pemeram Sufu dari M. hiemalis
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 6% 9% 12%
Konsentrasi Garam Larutan Pemeram % N Bebas
(wb)
iSuf u Larutan Pemeram
Sufu dari R. oryzae
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 6% 9% 12%
Konsentrasi Garam Larutan Pemeram % N Bebas
(wb)
Sufu Larutan pemeram Sufu dari R. oligosporus
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 6% 9% 12%
Konsentrasi Garam Larutan Pemeram % N Bebas
(wb)
Sufu Larutan Pemeram
h. Tekstur, Kekerasan dan Kekuatan Sufu
Gambar 29 Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Tekstur, Kekerasan dan Kekuatan Sufu
Keempat perlakuan kapang mempunyai keseragaman pola tekstur, kekerasan dan kekuatan dari pizi dan sufu yang dihasilkan. Pizi masing-masing kapang mempunyai nilai tekstur, kekerasan dan kekuatan lebih tinggi daripada sufu yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena perendaman dalam larutan garam selama pemeraman menyebabkan perubahan-perubahan pada pizi baik yang bersifat fisik maupun kimia.
Tekstur dan kekerasan semakin meningkat dengan semakin tinggi persentase garam yang ditambahkan pada larutan pemeram. Akan tetapi nilai kekuatan sufu menurun pada persentase garam 12% karena sufu yang dihasilkan lebih bersifat mudah patah meskipun teskturnya lebih kasar dan keras. Sufu dengan kekuatan optimal tercapai pada persentase penambahan garam 9%.
i. Derajat Kecerahan dan Keputihan Sufu
Sufu dari A. elegans
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 6% 9% 12%
Konsentrasi Garam Larutan Pemeram Nilai (g/cm2)
Tekstur Kekerasan Kekuatan Sufu dari M. hiemalis
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 6% 9% 12%
Konsentrasi Garam Larutan Pem eram Nilai (g/cm2)
Tekstur Kekerasan Kekuatan
Sufu dari R. oryzae
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 6% 9% 12%
Konsentrasi Garam Larutan Pemeram Nilai (g/cm 2)
Tekstur Kekerasan Kekuatan Sufu dari R. oligosporus
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 6% 9% 12%
Konsentrasi Garam Larutan Pem eram Nilai (g/cm2)
Tekstur Kekerasan Kekuatan
dihasilkan seperti warna. Oleh karena itu dilakukan pengukuran derajat kecerahan dan keputihan sufu yang hasilnya ditampilkan pada Gambar 30.
Gambar 30 Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Derajat Kecerahan dan Keputihan Sufu
Gambar 30 menunjukkan bahwa derajat kecerahan sufu meningkat dengan semakin meningkatnya persentase penambahan garam larutan pemeram (kecuali pada perlakuan sufu dari M. hiemalis terjadi penurunan pada garam 9%). Sedangkan derajat keputihan mempunyai dua pola grafik menurun dan optimal. Pada sufu dari R. oligosporus dan R. oryzae menunjukkan penurunan derajat keputihan dengan semakin meningkatnya persentase penambahan garam larutan pemeram. Sufu dari M. hiemalis dan A. elegans mempunyai derajat keputihan yang optimal pada larutan pemeram 9%.
4.3.2 Penentuan Sufu Terpilih
Sufu diuji berdasarkan tingkat kesukaan panelis terlatih dengan menggunakan metode Balance Incomplete Block (BIB) Rating untuk mendapatkan sufu yang paling disukai panelis dari atribut keseluruhan (rasa asin, tekstur, warna dan flavor). Hasil uji (Tabel 6) menunjukkan bahwa sufu yang mempunyai nilai paling disukai di antara kelompok sufu yang disukai adalah sufu
Sufu dari A. elegans
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 6% 9% 12%
Konsentrasi Garam Larutan Pemeram Nilai
Kecerahan /Keputihan
Kecerahan Keputihan Sufu dari M. hiemalis
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 6% 9% 12%
Konsentrasi Garam Larutan Pemeram Nilai
Kecerahan /Keputihan
Kecerahan Keputihan
Sufu dari R. oryzae
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 6% 9% 12%
Konsentrasi Garam Larutan Pemeram Nilai
Kecerahan /Keputihan
Kecerahan Keputihan Sufu dari R. oligosporus
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 6% 9% 12%
Konsentrasi Garam Larutan Pemeram Nilai
Kecerahan /Keputihan
Kecerahan Keputihan
yang terbuat dari kapang R. oligosporus 1% v/b yang diperam dalam larutan garam 9%, gula 1% b/v dan Lb. plantarum kik 3%v/v.
Tabel 6 Hasil Uji Sensoris Sufu dengan Metode BIB Rating
Panelis Sampel t=12; k = 6; r = 4; λ= 1: p=1
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 A4B1 A4B2 A4B3
1 3,8 1,4 5,3 6,9 2,7 4,4 2 1,9 5,2 4,3 3,6 5,4 7,9 3 1,9 3,7 1,8 5,2 5,2 3,7 4 3,7 4 5,3 7,3 8,1 7,4 5 4,2 3,2 3,1 9,2 2,7 2,1 6 2 8,1 7,1 4,9 6,6 6,3 7 4,9 3,1 3,5 8,8 1,7 3,7 8 3,5 7 8,1 7,2 6,7 5,1 Jumlah 14,8 11,1 24,3 11,4 13,7 24,8 23 30,1 26,8 12,3 13,9 26,7 Jumlah Terkoreksi -37,0 -92,3 -39,5 -50,6 -41,4 -37,5 -44,7 24,2 -29,5 -47,0 -40,6 -29,9 LSD = 5,55
Keterangan: A1 = R. oligosporus A2 = R. oryzae A3 = M. hiemalis A4 = A. elegans
B1 = garam 6%; B2 = garam 9%; B3 = garam 12%
Tabel 7 Hasil Uji Lanjut Sensoris Sufu
Sampel Keterangan Pembedaan Kelompok Peringkat Kesukaan R. oligosporus garam 9% 11,1 a a1 R. oryzae garam 6% 11,4 a a2 A. elegans garam 6% 12,3 a a3 R. oryzae garam 9% 13,7 a a4 A. elegans garam 9% 13,9 a a5 R. oligosporus garam 6% 14,8 a a6 M. hiemalis garam 6% 23,0 b b1 R. oligosporus garam 12% 24,3 b b2 R. oryzae garam 12% 24,8 b b3 A. elegans garam 12% 26,7 b b4 M. hiemalis garam 12% 26,8 b b5 M. hiemalis garam 9% 30,1 c c HSD = 5,5
Berdasarkan uji sensoris BIB Rating i(Tabel 7) diketahui bahwa di antara kelompok sufu yang paling disukai panelis adalah perlakuan sufu dari R. oligosporus yang direndam pada larutan garam 9% dengan penambahan Lb. plantarum kik 3% v/v. Oleh karena itu sufu tersebut merupakan sufu terpilih yang
4.4 Pengaruh Penambahan Lb. plantarum kik dan Pasteurisasi terhadap Mutu Simpan Sufu
Berdasarkan hasil uji BIB Rating maka di antara kelompok sufu yang paling disukai di antaranya yaitu R. oligosporus yang direndam dalam larutan garam 9% yang digunakan sebagai sufu terpilih. Sufu ini digunakan untuk mempelajari pengaruh penambahan Lb. plantarum kik dan pasteurisasi terhadap mutu simpan sufu. Pasteurisasi bertujuan menghentikan proses fermentasi oleh bakteri asam laktat, sedangkan pada sufu yang tidak dipasteurisasi proses fermentasi masih berlangsung dan dilihat pengaruhnya selama penyimpanan.
Pada perlakuan tanpa pasteurisasi, sufu yang tidak ditambah BAL menunjukkan tanda-tanda kerusakan/bau busuk pada penyimpanan minggu ke-1 sedangkan sufu yang ditambah BAL menunjukkan kerusakan pada penyimpanan minggu ke-2. Pada perlakuan dengan pasteurisasi, sufu yang tidak ditambah BAL menunjukkan tanda-tanda kerusakan/bau busuk pada penyimpanan minggu ke-3 sedangkan sufu yang ditambah BAL tidak menunjukkan kerusakan pada penyimpanan minggu ke-3. Sedangkan rasa asam yang disukai dapat terdeteksi pada sufu yang ditambahkan Lb. plantarum kik, baik yang tanpa dipasteurisasi maupun yang dipasteurisasi (Tabel 8).
Tabel 8 Pengaruh Pasteurisasi dan Lb. plantarum kik terhadap Nilai Sensori Bau (off flavor) dan Rasa Asam Sufu
Perlakuan Bau (off flavor) Minggu Ke-
0 1 2 3
Kontrol - + + + + +
Pasteurisasi - - + + +
Lb. plantarum kik 3% v/v - - + + +
Lb. plantarum kik 3% v/v + pasteurisasi - - - -
Komersial - - - -
Perlakuan Rasa Asam Minggu Ke-
0 1 2 3
Kontrol - - - +
Pasteurisasi - - - -
Lb. plantarum kik 3% v/v + + + + + + + + + +
Lb. plantarum kik 3% v/v + pasteurisasi + + ++ + + + + + + +
Komersial + + + +
Keterangan: semakin banyak jumlah + maka intensitas semakin tinggi
Parameter lain yaitu total asam dan pH yang menunjukkan terjadi penurunan total asam dan kenaikan pH selama penyimpanan. pH sangat berperan
0 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4
Penyimpanan Minggu ke-Nilai pH
Kontrol Pasteurisasi Lb. plantarum kik 3% v/v Lb. plantarum kik 3% v/v + pasteurisasi Komersial 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 1 2 3 4
Penyimpanan Minggu Ke-Total Asam
Laktat (%)
Kontrol Pasteurisasi Lb. plantarum kik 3% v/v Lb. plantarum kik 3% v/v + pasteurisasi Komersial
(Gambar 31). Kenaikan pH dan penurunan total asam mengindikasikan terjadi
pengurangan jumlah ion hidrogen (H+) selama penyimpanan. Hal ini
dimungkinkan karena pertumbuhan khamir yang menghasilkan senyawa alkohol menyebabkan terjadi reaksi esterifikasi antara alkohol dengan asam laktat membentuk etil laktat dan air.
Gambar 31 Pengaruh Pasteurisasi dan Lb. plantarum kik terhadap pH dan Total Asam Sufu Selama Penyimpanan
Gambar 32 juga menunjukkan terjadinya penurunan sifat fisik selama penyimpanan yaitu tekstur yang semakin lembek dan mudah hancur, akan tetapi pada perlakuan dengan penambahan Lb. plantarum kik dan pasteurisasi masih dapat diterima sampai minggu ke-3. Pada sufu yang dipasteurisasi sebelum disimpan cenderung mempunyai tekstur lebih kasar daripada sufu yang tidak dipasteurisasi. Hal ini dikarenakan pada sufu yang dipasteurisasi pertumbuhan mikroba dapat dikendalikan sehingga tidak mengalami degradasi lanjut yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri, khamir dan kapang jika ada (data terlampir).
Gambar 32 Pengaruh Pasteurisasi dan Lb. plantarum kik terhadap Tekstur Sufu Selama Penyimpanan
Selama penyimpanan terjadi peningkatan kadar protein sufu (Gambar 33). Peningkatan ini disebabkan oleh hidrolisis protein oleh mikroba selama pemeraman. Han (2003) juga menjelaskan bahwa degradasi protein mengakibatkan pelepasan sejumlah asam amino bebas. Asam amino dalam bentuk volatil seperti dekarboksilasi, deaminasi, transaminasi dan bentuk transformasi lainnya sangat berperan dalam pembentukan flavor sufu.
Gambar 33 Pengaruh Pasteurisasi dan Lb. plantarum kik terhadap Kadar Protein Terlarut Sufu Selama Penyimpanan
0 100 200 300 400 500 600 1 2 3 4
Penyimpanan Minggu Ke-NIlai Tekstur
(g/cm2)
Kontrol Pasteurisasi Lb. plantarum kik 3% v/v Lb. plantarum kik 3% v/v + pasteurisasi Komersial 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 1 2 3 4
Penyimpanan Minggu Ke-% Kadar Protein
Terlarut (wb)
Kontrol Pasteurisasi
Lb. plantarum kik 3% v/v Lb. plantarum kik 3% v/v + pasteurisasi Komersial
Jumlah Yeast Selama Proses Pematangan/Aging
Pehtze dari Rhizopus oryzae
0 1 2 3 4 5 6
Garam 6% Garam 9% Garam 12% Penambahan Garam pada Larutan Aging Log Jumlah
Yeast
Inkubasi hari ke-3 Inkubasi Hari Ke-4
Jumlah Yeast Selama Proses Pematangan/Aging
Pehtze dari Mucor hiemalis
0 1 2 3 4 5 6
Garam 6% Garam 9% Garam 12 % Penambahan Garam pada Larutan Aging Log Jumlah
Yeast (CFU/ml)
Inkubasi Hari ke-3 Inkubasi Hari ke-4
Jumlah Yeast Selama Proses Pematangan/Aging
Pehtze dari Actinomucor elegans
0 1 2 3 4 5 6
Garam 6% Garam 9% Garam 12% Penambahan Garam pada Larutan Aging Log Jumlah
Yeast (CFU/ml)
Inkubasi Hari Ke-3 Inkubasi Hari Ke-4
Jumlah Yeast Selama Proses Pematangan/Aging
Pehtze dari Rhizopus oligosporus
0 1 2 3 4 5 6
Garam 6% Garam 9% Garam 12 % Penambahan Garam pada Larutan Aging Log Jumlah
Yeast
Inkubasi Hari Ke-3 Inkubasi Hari Ke-4