• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISKUSI PARALEL II : Kemiskinan dan Ketimpangan. 6 Oktober 2015 dimulai pukul WIB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DISKUSI PARALEL II : Kemiskinan dan Ketimpangan. 6 Oktober 2015 dimulai pukul WIB"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

DISKUSI PARALEL II : Kemiskinan dan Ketimpangan 6 Oktober 2015 dimulai pukul 11.34 – 13.10 WIB

Kerangka Acuan :

Ada dua tantangan. Pertama ketidakstabilan ekonomi global. Terkait dengan bagaimana pemerintah mengatasi kebijakan fiscal. Implementasi dengan 17 tujuan, utamanya tujuan ke 10. Tantangan kedua, bagaimana kita bisa meningkatkan daya saing di level global. Menghadapi MEA, dan juga kebijakan ekonomi pemerintah terutama paska paket 1 September teruji. Bagaimana tenaga kerja terserap, bagaimana daya beli masyarakat meningkat?

Ada dua hal yang perlu didiskusikan :

• Apa yang seharusnya menjadi skala prioritas pemerintah dalam mengatasi ketimpangan?

• Langkah-langkah efektif seperti apa yang harus diambil oleh pemerintah? Presentasi Narasumber

Narasumber I : Ah Maftuchan – Pengamat Kebijakan Publik dan Program Manager di PRAKARSA

a. Pentingnya menjadikan kemiskinan sebagai wilayah advokasi

• Mana yang konvergen (punya titik temu) antra SDGs dengan RPJMN, khusus pada aspek penanggulangan kemiskinan

• Kondisi MDGs terakhir seperti yang dirilis UN. Ada kemajuan yang signifikan dalam pengembangan pengentasan kemiskinan. Di 2015 ada sekitar 860 juta orang miskin di dunia, berkurang dari yang sebelumnya ada 2 milyar orang.

• Jika MDGs punya capaian yang luar biasa itu, kenapa kemiskinan tetap menjadi tema dalam SGDs?

• Jawabannya karena masih cukup besar kemiskinan absolute di dunia. Kedua karena masih tingginya orang yang nyaris miskin. Artinya ketika ada sesuatu yang bisa mempengaruhi orang menjadi miskin, maka akan menjadi miskin orang itu.

• Dalam SDGs kemiskinan ditempatkan dalam kerangka multidimensi, tidak hanya dlaam kerangka pendapatan. Hal ini yang berbeda dari MDGs. Artinya uang di suatu Negara bisa mendapatkan apa di Negara lain kemudian dibuatlah perbandingan. Artinya wajah kemiskinan ke depan dalam kerangka SDGs mau didekati secara lebih komprehensif, tidak hanya income tapi akses hak dan pelayanan dasar.

(2)

• Dalam outcome dokumen, SDGs dan indikatornya, kemiskinan yang dimaksud adalah kemiskinan berbagai macam. Di Indonesia, kemiskinan disebabkan oleh pengeluaran. Untuk hal-hal yang non komoditi, missal listrik air perumahan dan infrastruktur dasar bisa didukung oleh keluarga. Jadi, jika kita mengindung di rumah orang tua, meskipun tidak berpenghasilan, lalu pengeluaran hanya sekitar 300ribu per bulan, kita dianggap tidak miskin. Padahal tidak bekerja dan penghasilan memadai. Sehingga jumlah mereka yang dekat dengan kemiskinan di Indonesia bisa seperempat lebih dari total penduduk.

b. Kondisi terakhir di Indonesia

• Sebanyak 27 juta atau 10,96 % penduduk di Indonesia adalah orang miskin menurut data BPS. Sehingga ada peningkatan cukup signifikan dan akan meningkat karena faktor eksternal seperti krisis. Untuk sebaran, pulau Jawa tetap yang terbesar.

• Selain faktor kemiskinan, ketimpangan kita luar biasa. Sebanyak 40% orang termiskin di Indonesia kondisinya sangat parah dan hanya sekitar 10-15% yang menguasai sebagian besar sumbu ekonomi Indonesia

• SDGs sekaligus menjadi push dan pull faktor bagi kita untuk penyelesaian dan pengentasan kemiskinan di Indonesia.

• RPJMN dan Nawa Cita itu konvergen. Target nya turun angka kemiskinan 7-8% di 2019. Tren yang berkembang dua tahun terakhir, kemampuan pemerintah dalam menurunkan angka kemiskinan kecenderungannya melandai. Di 2014 hanya 0,7% dengan budget yang hampir 100 trilyun tiap tahun. Di uraian target tahunan, di 2015 ditargetkan 9,5 – 10,5%, situasinya sekarang angkanya masih di 11%.

• Penurunan ketimpangan, dalam kebijakan terlihat mendekatkan targeting bagi mereka yang berkebutuhan khusus dengan universal. Universal coverage akan menguat di paska 2015. Artinya ada optimism jika BPJS kesehatan dikerjakan dengan baik. Itu satu-satunya kebijakan universal. Jika masyarakat memiliki jaminan kesehatan maka pengeluarannya akan berkurang.

c. Langkah-langkah yang dibutuhkan

• Saat ini diperlukan upaya yang cepat dilakukan agar push dan pull faktor yang kita miliki bisa menjadi alat yang bisa untuk mengatasi kemiskinan.

• Pemerintah perlu mengubah pendekatan elaksanaan program penanggulangan kemiskinan yaitu dengan melibatkan partisipasi organisasi masyarakat secara langsung. Dari perencanaan hingga monitoring dan evaluasi.

(3)

• Adanya regulasi khusus yang menjamin pelaksanaan regulasi SDGs. Rencana Kerja Pemerintah dapat menjadi celah untuk mainstreaming SDGs.

• Perlu strategi nasional pengentasan kemiskinan yang multidimensi. Indonesia pernah memiliki itu. Untuk memperkuat apa yang sudah dulu kita punya perlu strategi nasional yang disinkronkan dengan penyempurnaan perubahan metode penanggulangan yang bisa memotret kondisi real di masyarakat.

• Perlu konsolidasi sumber-sumber pembiayaan dan dana wali amanah (trust fund) untuk penanggulangan kemiskinan.

Narasumber II : Alfin – Peneliti

• Terdapat kebutuhan untuk mendapat gambaran yang komprehensif atas ketimpangan yang ada di Indonesia. Tidak hanya berbasis dari ekonomi.

• Hasil dari studi di 34 provinsi, bahwa nomer 1 memang masih terkait ekonomi. Penghasilan harta benda, dll. Setelahnya ada tentang pendidikan, kesempatan mendapat pekerjaan, hukum, kesehatan dan keterlibatan dalam politik.

• Setengah dari penduduk Indonesia menyatakan penghasilannya tidak layak. Di lihat pada 5 wilayah di Indonesia, paling puas di sekitar Kalimantan dan Sulawesi.

• Masyarakat juga menilai ketidakadilan terhadap ketimpangan pendapatan yang sangat besar yang ada di Indonesia.

• Dari survey, indeks ketimpangan sosial di Indonesia ada pada angka 5, 06% artinya masyarakat Indonesia menyatakan ketimpangan di 5 ranah.

• Masyarakat menyatakan yang bertanggung jawab terhadap tingkat ketimpangan ini adalah pemerintah. Selanjutnya adalah setiap orang Indonesia. Artinya terdapat kesempatan besar untuk mengajak kerjasama antara peemerintah dan masyarakat.

• Upaya untuk mengatasi ketimpangan : pemberantasan korupsi, penegakan hukum, dll • Ketimpangan berdampak pada kesehatan warga. Harapan hidup antara kelompok terkaya

dan miskin bisa sampai 15 tahun.

• Penyakit kejiwaan meningkat seiring dengan ketimpangan.

• Meningkatnya kekerasan, orang yang dipenjarakan. Masalah sosial yang kita hadapi sebenarnya terkait dengan masalah ketimpangan.

• Hilangnya kepercayaan antar masyarakat. Ini sangat mudah memicu konflik.

• Target-target pembangunan sudah melakukan langkah-langkah untuk mengatasi ketimpangan. (terlampir dalam power point)

(4)

• Target yang sejalan misalnya terkait dengan ketimpangan di dalam negeri. Misalnya menginklusikan program-program ekonomi, sosial dan politik. Mengatasi ketimpangan di ranah hukum. Mengadopsi kebijakan fiscal, upah dan perlindungan sosial.

• Walaupun program pemerintah sejalan, namun pemerintah masih menitikberatkan di sektor ekonomi dan penghasilan.

Kesimpulan

• Dari sudut pandang psikologi sosial ini suatu isu yang sudah lama mendesak dan kita bisa kehilangan generasi dan potensi konflik semakin besar ketika isu ini tidak dihadapi dengan baik.

• Saran untuk pemerintah adalah melibatkan seluas-luasnya masyarakat. Pemerintah juga harus menjalankan hal-hal yang sudah ditetapkan.

Diskusi

Diskusi berjalan dengan sangat dinamis., berbagai perwakilan lembaga memberikan tanggapannya dalam diskusi ini. Beberapa diantaranya adalah dari PKBI Aceh, Foker LSM Papua, Aisyiah, Mitra Indonesia – Sumatera Utara, dan Pekka

Ketimpangan multidimensi

• Dalam bicara tentang ketimpangan kita perlu melihat bagaimana sumber daya pemerintah ini di dialokasikan dan digunakan. Kita perlu memang memakai pendekatan multidimensi, bisa berkaitan dengan wilayah, geografi, dll.

• Ketimpangan di setiap daerah itu pasti berbeda, di Jawa sekalipun. Masyarakat kecil berusaha keras untuk mempertahankan hidup, sedangkan di sisi lain gelontoran uang dari kapitalis sangat besar. Di sisi lain, kebijakan pemerintah dalam meningkatkan ekonomi mikro hanya sepotong-potong. Hanya melakukan pelatihan, membuka pasar. Tapi tidak ada peningkatan kualitas produk UKM. Jika kebijakan pemerintah tidak berubah, maka situasinya akan sama.

• Kebijakan pajak untuk usaha mikro dengan mengambil 10% dari omset adalah sesuatu yang sangat memberatkan bagi penghasilan masyarakat kecil.

• Ada berbagai kelompok yang masuk dalam standar kemiskinan dan terjadi secara structural, missal kelompok difable, LBGT terkhusus waria, kelompok masyarakat adat, minoritas agama, dll. Ini harus dilihat oleh pemerintah, jika tidak maka akan semakin banyak.

• Kemudian terkait dengan pelanggaran HAM berat, ada juga kelompok-kelompok yang sulit mendapatkan akses kependudukan yang membuat kelompok tersebut tidak bisa mendapat hak-hak nya yang lain.

(5)

• Terdapat ketimpangan baru yang terstruktur oleh Negara yang disebut pekerja rumahan. Ini adalah gaya perbudakan modern, karena pabrik sudah meminimalkan pekerja di pabrik dan mengalihkan pekerjaan itu ke rumah. Dilakukan oleh perempuan dengan upah yang sangat minim. Mendapat upah hanya 150 ribu per bulan.

• Kemudian ada pula perantara yang mengaburkan jaminan-jaminan sosial yang seharusnya didapat. Isu ini belum dikenal di publik, padahal ini kemiskinan yang sangat tertata dengan rapi. Bagaimana isu ini masuk dalam pembicaraan tentang SDGs. Ini sudah menjadi tren pengusaha sekarang. Alat-alat dan biaya produksi pun dibebankan pada pekera rumahan tersebut.

• Masih terdapat gap terkait informasi dari pemerintah dengan masyarakat. Kemudian, pada faktanya masih banyak fenomena tidak tepat sasaran. Missal berbagai kartu jaminan sosial yang disediakan oleh pemerintah. Hal itu harus diatasi dengan berbagai dialog. Hanya saja ini tidak bisa dilihat sebagai inisiatif saja seharusnya ini dilihat serius oleh pemerintah.

• Hak-hak dasar untuk pemilik sumber kehidupan. Di Papua sebenarnya sangat kaya, tapi pemiskinan sangat besar. Ini satu hal yang harus menjadi masukan agar pemerintah bisa melihat. Memang harus ada data yang akurat, karena ketimpangan data di Papua itu sangat besar.

Pemiskinan bukan kemiskinan

• Saat ini kita harus bicara lebih jauh pada sesuatu yang disebut pemiskinan. Bahkan hal ini bisa dialami oleh satu wilayah yang sudah terbuka akses, missal perbankan. Orang yang miskin masih bisa menyekolahkan anak dengan meminjam uang.

• Ada satu rejim yang menyebabkan manusia di Indonesia ini tetap ada dalam situasi pemiskinan. Mereka tergantung pada modal. Di Gunung Kidul misalnya, mereka yang sudah terlilit hutang mereka akan menjual asset. Ada satu situasi masyarakat yang hidup dari hutang. Proses keadilan ini harus ditempuh dengan bagaimana kita memutus siklus modal yang membuat orang bergantung pada hutang.

• Secara global, pemiskinan memang terjadi dan ada aktor dunia yang bermain. Di Papua untuk mendapat kehidupan dari tanah yang masyarakat hidup di situ, kaitannya sampai internasional.

• Antara Psikolog dan Pendataan harus sinkron. Karena saat ini banyak sekali aturan-aturan termasuk pendataan yang berpihak pada yang memiliki modal.

Faktor pengungkit dan penyebab ketimpangan

• Terkait dengan faktor pengungkit dan penyebab. Kemiskinan dan ketimpangan yang terkait dengan aspek ekonomistik, kita akan menuju pada debat klasik mana yang menjadi

(6)

penyebab dan mana yang dampak. Apakah penguasaan asset ini pengungkit atau beban yang justru orang menjadi tidak berdaya secara ekonomi?

• Bagaimana kita memberikan porsi yang sama antara ketidakpunyaan akte atau KTP dengan ketidakpunyaan mereka atas sumber-sumber ekonomi yang ada. Jadi, akses terhadap hak dasar itu terjadi ketika seseorang dapat mendapatkan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendapat hak. Apa yang kita maksudkan sebagai multi dimensi harus kita rumuskan dimensi apa saja yang perlu dan patut kita dapatkan.

• Dimensi untuk melihat kemiskinan selain pendapatan adalah kesehatan, pendidikan dan kualitas hidup.

• Perpajakan menjadi salah satu sumber ketimpangan. Padahal idealnya, pajak menjadi instrument redistribusi sumber daya yang ada. Hal ini karena faktor tariff. Ibu perempuan kepala rumah tangga justru mendapat beban yang lebih tinggi dalam pembayaran pajak. • Kepala RT perempuan harus mendapatkan insentif misalnya tidak dikenakan pajak untuk

mendapatkan pembalut, susu, dll. Ada afirmatif kepada mereka yang mengerjakan beban lebih banyak.

• Negara kita hidup dari pekerja-pekerja yang setiap bulan selalu dipotong gaji untuk pajak. Bukan orang-orang kaya yang justru melakukan berbagai cara untuk terhindar dari pajak. • Pajak dapat menjadi instrument penting untuk mengatasi ketimpangan karena ia mampu

menjadi sarana untuk redistribusi. Bukan seperti fasilitas publik yang dibuat oleh swasta. • Infrastruktur dasar harus tetap mendapatkan prioritas untuk dikembangkan. Ketika hal

tersebut ada produktivitas masyarakat bisa berpotensi untuk dikembangkan secara maksimal. Missal, tempat perawatan anak di rumah-rumah sakit atau tempat kerja, itu belum tentu ada. Bahkan di rumah sakit besar. Bayangkan di rumah sakit rumah sakit kecil. Padahal jika itu ada, para ibu bisa berbuat atau bekerja lebih banyak.

BPS sebagai sasaran advokasi

• BPS adalah lembaga yang sangat tertutup. Penting untuk menjadikan ini sebagai sasaran advokasi agar data kemiskinan menjadi real. Karena jika datanya baik, penentuan target utamanya target affirmative itu akan menjadi lebih mudah dan tepat sasaran.

Referensi

Dokumen terkait

Papan partikel yang dibuat dari TKS dengan menggunakan perekat kulit akasia atau gambir memberikan kecenderungan yang sama yaitu semakin bertamb ahnya komposisi

Untuk semua pihak yang telah membantu penulis baik dari segi moril maupun materil dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih, mohon maaf jika saya

Hasil dari penelitian survey pembuatan kopra dapat diketahui bahwa kadar air kopra dengan metode penjemuran selama 3-5 hari rata-rata memenuhi Standar Kadar Air Kopra

Total bunga yang harus dibayar selama 3 tahun = Rp 2.520.000,- dan total pembayaran selama 3 tahun Rp 7.520.000,-.Jadi walaupun bunga bulanannya rendah tetapi karena

a) Konsep diri. Terbentuknya keperayaan diri pada seseorang diawali dengan perkembangan konsep diri yang diperoleh dalam pergaulan suatu kelompok. Konsep diri merupakan gagasan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kualitas produk, harga, lokasi, dimensi kualitas pelayanan (bukti fisik, kehandalan, daya tanggap,

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan berbagai anugerah kepada peneliti, diantaranya adalah berupa kesempatan dan kemampuan untuk menyelesaikan penulisan

Fasilitas yang dapat digunakan dalam e- CRM ini adalah konsultasi dokter, literatur berkala stroke, jadwal praktek dokter spesialis, pendaftaran checkup dan terapi pasien,