• Tidak ada hasil yang ditemukan

Portofolio Internsip - Tifoid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Portofolio Internsip - Tifoid"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Borang Portofolio

No. ID dan Nama Peserta : dr. Asti Meidianti

No. ID dan Nama Wahana : RS Muhammadiyah Babat Topik : Demam Tifoid

Tanggal (kasus) : 31 Maret 2015

Nama Pasien : An. AI No. RM : 04.38.59

Tanggal Presentasi : 7 April 2015 Pendamping : dr. Erniek Saptowati Tempat Presentasi : RS Muhammadiyah Babat

Objektif Presentasi :

□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka

□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa

□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil □ Deskripsi : Perempuan usia 14 tahun, demam tinggi bersifat naik turun, sakit kepala, mual

disertai nyeri perut dan belum BAB sejak 3 hari SMRS. □ Tujuan : Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan demam tifoid Bahan

Bahasan : □ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit Cara

Membahas : □ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos Data

Pasien : An. AI No. Registrasi : 04.38.59

Nama Klinik : RS Muhammadiyah Babat Telp : Terdaftar sejak : 31 Maret 2015 Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Diagnosis / Gambaran Klinis :

Perempuan 14 tahun dengan keluhan panas tinggi sejak 5 hari SMRS. Panas bersifat naik turun dan panas mulai meninggi biasanya pada sore hari. Tidak terdapat penurunan kesadaran. Pasien mengeluh sakit kepala dan nyeri perut disertai mual namun tidak sampai muntah. Pada pasien dikeluhkan tidak BAB ± 3 hari SMRS.

2. Riwayat Pengobatan : Parasetamol

3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

4. Riwayat Keluarga/ Lingkungan : anak ketiga dari 3 bersaudara, tinggal di pondok pesantren. Teman sepondok pesantren ada yang dirawat karena demam tifoid.

5. Riwayat Pekerjaan :

-6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien tinggal di pondok pesantren. Riwayat kebiasaan pasien senang membeli jajanan di luar lingkungan sekolah.

7. Lain-lain : Pemeriksaan fisik

(2)

 KU : CM  Tekanan darah : 100/80 mmHg  Nadi : 114 kali/menit  Nafas : 26 kali/menit  Suhu : 38,8 0 C  Berat badan : 30 kg  Kepala : Simetris

 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter 2mm/2mm, refleks cahaya +/+ normal

 Bibir : Kering

 Tenggorokan : Coated tongue (+), Tonsil T1-T1, tid ak hiperemis, eksudat (-), plak (-)

 Leher : KGB tidak membesar, meningeal sign (-)  Thorak :

 Inspeksi : simetris (+), retraksi subkostae (-)

 Paru : Suara nafas vesikuler, ronkhi , wheezing -/- Jantung : Bunyi jantung I-II regular, bising (-) Gallop (-)  Abdomen

 Inspeksi : distensi (-)

 Palpasi : supel, nyeri tekan(+) regio epigastrium dan hipokondria kanan, hepar dan lien tidak teraba membesar

 Perkusi : timpani

 Auskultasi : bising usus (+) normal  Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 det., oedem (-)

Pemeriksaan Laboratorium : Darah : Widal : Hb : 10,8 gr/dl Widal A 1/100 Hematokrit : 33,2 % Widal B 1/200 Leukosit : 5.300 /mm3 Widal H 1/400 Trombosit : 234.000 /mm3 Widal O 1/200 Daftar Pustaka :

• Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis., ed 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.

• Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. Jakarta : Keputusan Menteri Kesehatan RI no.364 • Prasety RV, Ismoedijanto. Metode Diagnostik Demam Tifoid Pada Anak. Divisi Penyakit

Tropik dan Infeksi SMF Ilmu Kesehatan Anak : FK UNAIR Hasil Pembelajaran :

(3)

1. Gejala klinis demam tifoid 2. Diagnosis demam tifoid 3. Tatalaksana demam tifoid 4. Komplikasi demam tifoid

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio 1. Subjektif :

Pasien perempuan 14 tahun datang diantar temannya dengan keluhan panas tinggi sejak 5 hari SMRS. Panas bersifat naik turun dan panas mulai meninggi biasanya pada sore hari, panas tidak disertai dengan kejang. Saat panas pasien menggigil serta tidak mengalami penurunan kesadaran. Pasien mengeluh sakit kepala dan nyeri perut disertai mual namun tidak sampai muntah. Nafsu makan pasien menurun. Tidak dikeluhkan mimisan ataupun gusi berdarah dan tidak ditemukan bintik merah pada badan. Pasien sering membeli jajan di luar lingkungan madrasah. Pada pasien dikeluhkan tidak BAB ± 3 hari SMRS.

2. Objektif : Pemeriksaan Fisik  KU : CM  Tekanan darah : 100/80 mmHg  Nadi : 114 kali/menit  Nafas : 26 kali/menit  Suhu : 38,8 0 C  Berat badan : 30 kg  Kepala : Simetris

 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter 2mm/2mm, refleks cahaya +/+ normal

 Bibir : Kering

 Tenggorokan : Coated tongue (+), Tonsil T2-T1, tidak hiperemis, eksudat (-), plak (-)

 Leher : KGB tidak teraba membesar, meningeal sign (-)  Thorak :

 Inspeksi : simetris (+)

 Paru : Suara nafas vesikuler, ronkhi , wheezing -/- Jantung : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-) Gallop (-)  Abdomen

(4)

 Auskultasi : bising usus (+) normal

 Palpasi : supel, nyeri tekan(+) regio epigastrium dan hipokondria kanan, hepar dan lien tidak teraba membesar

 Perkusi : timpani

 Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 det., oedem (-) Pemeriksaan Laboratorium : Darah : Widal : Diff. Count : 0 / 0 / 0 / 49 / 47 /4 Hb : 10,8 gr/dl Widal A 1/100 Hematokrit : 33.2 % Widal B 1/200 Leukosit : 5.300 /mm3 Widal H 1/400 Trombosit : 234.000 /mm3 Widal O 1/200 3. Assessment : Epidemiologi

Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus

Etiologi

Merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh masuknya kuman Salmonella typhi dan S.paratyphi ke dalam tubuh manusia melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Penyakit ini sangat erat hubungannya dengan kualitas dari higien pribadi dan sanitasi lingkungan, seperti lingkungan yang kumuh, kebersihan tempat-tempat umum yang kurang, serta perilaku masyarakat akan perilaku hidup bersih dan sehat.

Salmonella typhi dan S.paratyphi dari genus Salmonella termasuk bakteri gram

negatif, berbentuk batang, tidak berspora, berflagela, tumbuh baik pada suhu optimal 370 C, bersifat fakultatif anaerob, dan hidup subur pada media yang mengandung empedu. Kuman ini mati pada pemansan suhu +60o C selama 15-20 menit, pasteurisasi, pendidihan, dan khlorinisasi. Masa inkubasinya 10-14 hari. Kuman ini juga dapat bertahan hidup lama di lingkungan kering dan beku.

(5)

Patogenesis dan Patologi

Kuman Salmonella typhii masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut bersamaan dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Setelah kuman sampai lambung maka mula-mula timbul usaha pertahanan non spesifik yang bersifat kimiawi, yaitu adanya suasana asam oleh asam lambung dan enzim yang dihasilkan. Ada beberapa faktor yang menentukan apakah kuman dapat melewati barrier asam lambung, yaitu jumlah kuman yang masuk dan kondisi asam lambung.

Untuk menimbulkan infeksi, diperlukan Salmonella typhii sebanyak 103-109 yang tertelan melalui makanan dan minuman. Keadaan asam lambung dapat menghambat multiplikasi Salmonella dan pH 2,0 sebagian besar kuman akan terbunuh dengan cepat. Pada penderita yang mengalami gastrektomi, hipoklorhida atau aklorhidria maka akan mempengaruhi kondisi asam lambung. Pada keadaan tersebut Salmonella typhii lebih mudah melewati pertahanan tubuh. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus bakteri melekat pada sel-sel mukosa, dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding ileum dan jejunum. Bakteri yang mencapai folikel limfe usus halus mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang mengalami resirkulasi sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. S.typhii mengalami multiplikasi di dalamsel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe.

Setelah periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respon imun pejamu, maka S. typhii akan keluar dari habitatnya, dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai adalah hati, limpa, sumsum tulang, kantung empedu, dan Peyer’s patch di ileum terminal.

Huckstep membagi patologi dalam Plaque Peyeri dalam empat fase. Keempat fase ini akan terjadi secara berurutan bila tidak segera diberikan antibiotik, yaitu :

Fase 1 : Hiperplasia folikel limfoid

Fase 2 : Nekrosis folikel limfoid pada minggu kedua mencakup lapisan mukosa dan submukosa.

Fase 3 : Ulserasi pada aksis panjang usus, dengan kemungkinan terjadinya perforasi dan perdarahan.

Fase 4 : Proses penyembuhan dimulai dari minggu keempat. Ulkus yang disebabkan oleh tifoid biasanya tidak menyebabkan striktur.

Gejala Klinis

- Demam : Pada awal sakit demam kebanyakan samar-samar, selanjutnya suhu tubuh seringkali turun-naik, biasanya pagi lebih rendah dibanding sore dan malam yang lebih tinggi. Dari hari ke hari intensitas demam makin tinggi disertai gejala lain seperti nyeri kepala (terutama di area frontal), nyeri otot, pegal-pegal, insomnia, muntah-muntah, dan anoreksia. Pada minggu kedua intensitas demam semakin tinggi, kadang demam terus-menerus (kontinyu).

(6)

- Gangguan saluran pencernaan : Bau mulut karena demam lama, bibir kering, lidah kelihatan kotor dan ditutupi selaput putih, serta ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor (coated tongue). Pada umumnya pasien mengeluh nyeri ulu hati disertai mual dan muntah. Pada awal sakit sering ditemukan meteorismus dan konstipasi, namun pada minggu selanjutnya ditemukan diare.

- Gangguan kesadaran : Umumnya terdapat gangguan kesadaran yang berupa penurunan kesadaran ringan. Sering didapatkan kesadaran apatis dengan kesadaran seperti berkabut. Pada keadaan berat sering ditemukan penderita somnolen hingga koma dengan gejala psikosis (Organic Brain Syndrome). Pada penderita toksik gejala deliriumnya lebih menonjol.

- Hepatosplenomegali - Bradikardia relatif

- Rose spot : Ruam makulopapular berukuran + 1-5 mm di regio abdomen atas namun jarang ditemukan.

Diagnosis

1) Klinis : Diagnosis klinis tifoid diklasifikasikan atas dua :

a. Suspek demam tifoid (suspect case) dengan anamnesis didapatkan PF gejala demam, gangguan saluran cerna, dan atau petanda gangguan kesadaran.

b. Demam tifoid klinis (probable case) dengan didapatkannya gejala klinis yang lengkap atau hampir lengkap, serta didukung oleh gambaran laboratorium yang menunjukkan tifoid.

2) Etiologik : Dx. Etiologik adalah untuk mendeteksi basil Salmonella dari dalam darah atau sumsum tulang. Bila ditemukan maka pasien sudah pasti menderita demam tifoid (confirmed case)

a. Biakan S.typhii

b. Pemeriksaan pelacak DNA S.typhii dengan PCR : dengan mengidentifikasi DNA basil dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA. Kelemahannya tes ini tidak bisa mendeteksi fase akut dan mahal sehingga tidak dianjurkan untuk pelayanan rutin.

c. Bila hasil biakan tidak tumbuh maka dapat dibantu dengan hasil widal dengan kenaikan titer 4 kali lipat pada pemeriksaan widal kedua, 5-7 hari kemudian.

(7)

Komplikasi

1. Tifoid toksik : Penderita dengan sindrom demam tinggi disertai kekacauan mental, penurunan kesadaran, mulai dari delirium hingga koma.

2. Syok septik : Penderita dengan sindrom tifoid, demam tinggi disertai gejala toksemia berat. Didapatkan gangguan hemodinamik seperti penurunan tekanan darah, nadi lemah dan cepat, serta akral dingin.

3. Perdarahan dan perforasi : Komplikasi perdarahan ditandai dengan hematoschezia tapi dapat diketahui dengan pemeriksaan laboratorium feses (occult blood test). Komplikasi perforasi ini ditandai dengan gejala-gejala akut abdomen dan peritonitis. Didapatkan gas bebas dalam rongga perut yang dibantu dengan pemeriksaan klinis bedah dan foto polos abdomen 3 posisi.

4. Hepatitis tifosa : Adalah diagnosis klinis dimana didapatkan kelainan yaitu ikterus, hepatomegali, dan kelainan fungsi liver.

5. Pankreatitis tifosa : Diagnosis klinis dimana didapatkan petanda pankreatitis akut dengan peningkatan enzim lipase dan amilase. Dapat juga dibantu dengan USG atau CT scan.

4. Plan :

Diagnosis : Demam tifoid

Tujuan perawatan adalah mengoptimalisasikan pengobatan dan mempercepat proses penyembuhan, observasi penyakit, meminimalisir komplikasi, serta isolasi untuk mencegah pencemaran dan atau kontaminasi.

Perawatan Umum dan Nutrisi 1. Tirah baring

2. Nutrisi

a. Cairan : Dosis cairan parenteral adalah sesuai kebutuhan harian (tetesan rumatan). Bila ada komplikasi dosis cairan disesuaikan dengan kebutuhan. b. Diet : Mengandung kalori dan protein yang cukup, sebaiknya rendah selulosa

untuk mencegah perdarahan atau perforasi. Diet untuk penderita tifoid biasanya diklasifikasikan atas diet cair, diet bubur lunak, tim, dan nasi biasa. Bila keadaan penderita baik dapat dimulai dengan diet padat atau tim.

(8)

a. Antipiretik b. Anti emetik c. Roboransia

Antimikroba

ANTIBIOTIK DOSIS KELEBIHAN

Kloramfenikol (1) Dewasa : 4 x 500 mg (max 2 gr) selama 14 hari

Anak : 50-100 mg/KgBB/hari selama 10-14 hari dibagi dalam 4 dosis

 Sering digunakan dan telah lama dikenal efektif untuk tifoid  Pemberian PO/IV  Jangan diberikan bila leukosit <2000/mm3 Ceftriaxon Dewasa : (2-4) gr/hari selama 3-5

hari

Anak : 80 mg/KgBB/hari dosis tunggal selama 5 hari

 Cepat menurunkan suhu

 Pemberian IV

Ampisilin & Amoksisilin (1)

Dewasa : (3-4) gr/hari selama 14 hari

Anak : 100 mg/KgBB/hari selama 10 hari

 Aman untuk ibu hamil

 Sering dikombinasi dengan kloramfenikol pada pasien kritis  Murah  Pemberian PO/IV TMP-SMX (1) Dewasa : 2x(160-800) selama 2 minggu Anak : TMP 6-10 mg/KgBB/hr atau SMX 30-50 mg/KgBB/hr selama 10 hari  Murah

 Pemberian per oral

Quinolone a. Ciprofloxacine

2 x 500 mg selama 1 minggu

b. Ofloxacine

2 x (200-400) selama 1

 Aman untuk anak  Pefloksasin dan

Fleroksasin lebih cepat menurunkan

(9)

minggu c. Pefloksasin 1 x 400 selama 1 minggu d. Fleroksasin 1 x 400 mg selama 1 minggu suhu  Anak tidak dianjurkan karena efek sampingnya pada pertumbuhan tulang.

Cefixime Anak : 15-20mg/KgBB/hari dibagi 2 dosis selama 10 hari

 Aman untuk anak  Efektif

 Pemberian PO Tiamfenikol Dewasa : 4 x 500 mg/KgBB/hari

Anak : 50 mg/KgBB/hr selama 5-7 hari bebas panas

 Dapat untuk anak dan dewasa

 Dilaporkan cukup sensitif pada beberapa daerah

Medikamentosa :

 IVFD Ringer Asetat 20 tpm  Inj. Na Metamizole 500 mg/8 jam  Inj. Ceftriaxone 1 gr/hari

 Inj. Ranitidin 150 mg/ 12 jam  Inj. Ondansetron 8 mg/ 8 jam  Imunostimulan 1x1 tab. Rencana pemeriksaan selanjutnya :

 Pemeriksaan biakan S.typhii, pemeriksaan fungsi liver.

 Pengawasan tanda – tanda komplikasi tifoid serta ko-infeksi dan komorbid dengan penyakit lain.

 Pemeriksaan widal kedua (5-7) hari kemudian. Non-medikamentosa :

 Tirah baring

 Pengaturan nutrisi (cairan dan diet)  Edukasi

(10)

individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka konsumsi. S.typhii dalam air akan mati apabila dipanaskan setinggi 600c selama 15-20 menit atau dengan proses iodinasi atau klorinasi. Penurunan endemisitas pada suatu daerah atau negara bergantung pada baik buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran individu dalam higienitas pribadi.

Konsultasi :

Indikasi rujuk antara lain demam tifoid dengan tanda-tanda kedaruratan dan demam tifoid dengan tanda-tanda komplikasi dengan fasilitas tidak mencukupi.

Referensi

Dokumen terkait

Maka mereka dijawab, sesungguhnya ini adalah hamba Alloh SWT yang berdoa dengan sholawat muhammad ini sekali selama hidupnya dan Jibril berkata: wahai Muhammad Rasululloh tidak

sehingga peranan relatif sektor industri lebih sehingga peranan relatif sektor industri lebih tinggi dari sektor pertanian dan ditunjang oleh tinggi dari sektor pertanian dan

Tujuan umum: setelah posyandu lansia terbentuk diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan dan mutu peningkatan kesehatan serta pencegahan penyakit lansia

Tingginya risiko VAP pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik berdampak pada lama perawatan, biaya yang harus ditanggung dan angka mortalitas pasien maka

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Penulisan Hukum/ Skripsi ini dan semua pihak yang telah

jiwa yang artinya setiap 1.000 penduduk kota Pagar Alam terdapat 254-255 orang yang masuk ke Kota Pagar Alam untuk melakukan migrasi seumur hidup. Dengan masuknya penduduk

Tabrani (1996:14) “metode pemberian tugas merupakan salah satu cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas agar siswa giat belajar. Metode pemberian tugas

Hasil penelitian menunjukan sebagian besar peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dalam kategori sangat optimal yaitu sebanyak 52,2%.. Peran sebagai care provider