• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI GELATIN DALAM BEBERAPA OBAT BENTUK SEDIAAN TABLET MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI WILLY PRAIRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI GELATIN DALAM BEBERAPA OBAT BENTUK SEDIAAN TABLET MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI WILLY PRAIRA"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI GELATIN DALAM BEBERAPA OBAT

BENTUK SEDIAAN TABLET MENGGUNAKAN METODE

SPEKTROFOTOMETRI

WILLY PRAIRA

PROGRAM STUDI BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(2)

ABSTRAK

WILLY PRAIRA. Identifikasi Gelatin dalam Beberapa Obat Bentuk Sediaan

Tablet Menggunakan Metode Spektrofotometri. Dibimbing oleh ANNA P.

ROSWIEM dan MEGA SAFITHRI.

Gelatin adalah bahan tambahan yang dibutuhkan dalam pembuatan obat,

bentuk sediaan tablet dan kapsul. Sebagian besar gelatin yang beredar di Indonsia

diragukan kehalalannya. Gelatin dalam obat dapat diidentifikasi menggunakan

teknik spektrofotometri, seperti metode Biuret, Lowry, dan Bradford. Penelitian

ini bertujuan untuk membandingkan antara ketiga metode tersebut dalam

mengidentifikasi gelatin pada obat berbentuk tablet; dan untuk mengetahui

keberadaan gelatin dalam sampel yang digunakan. Penelitian ini menggunakan 24

sampel obat berbentuk tablet dengan dua kali pengulangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir semua sampel obat

menunjukkan adanya protein. Pembuatan tablet obat tidak menggunakan bahan

yang tergolong protein kecuali gelatin. Berdasarkan hal ini, disimpulkan bahwa

protein yang teridentifikasi dalam sampel obat ini adalah gelatin. Hasil analisis

antar metode menunjukkan ketidaksesuaian. Hasil analisis dengan metode Biuret

menunjukkan bahwa semua sampel mengandung gelatin dengan konsentrasi yang

bervariasi antara 0.71% (b/b) (obat O) – 9.82% (b/b) (obat J), kecuali sampel A

dan F yang tidak dapat dianalisis dengan metode ini, sedangkan hasil analisis

dengan metode Lowry menunjukkan bahwa semua sampel juga mengandung

gelatin dengan konsentrasi rata-rata yang cukup besar, yakni antara 0.02% (b/b)

(obat E) – 12.65% (b/b) (obat L). Hasil analisis dengan metode Bradford juga

menunjukkan bahwa semua sampel mengandung gelatin dengan konsentrasi

bervariasi antara 0.24% (b/b) (obat O) – 14.48% (b/b) (obat J).

(3)

ABSTRACT

WILLY PRAIRA. Identification of Gelatin in Tablet Medicines Using

Spectrophotometry Methods. Under the direction of ANNA P. ROSWIEM and

MEGA SAFITHRI

Gelatin is needed in tablet medicine formulation. Gelatin is one of the

pharmaceutical compound that suspected not permitted. Like protein, Gelatin can

identified using spectrophotometry methods, such as Biuret, Lowry, and Bradford

method. This research aim to compare between Biuret, Lowry, Bradford method

in gelatin identifying; and to know the existence of gelatin in some tablet

medicines. This research used as many as 24 tablets.

The results showed that almost all of the samples contained some protein in

their tablets. Except gelatin, tablet do not use any protein compound in the

formulation. Based on this finding, it is concluded that protein which identified in

these samples is gelatin. The analyze result between Biuret, Lowry, and Bradford

methods did not support each other. The Biuret result showed that almost of all

samples contained gelatin with various concentration, 0.71% (w/w) (sample O) –

9.82% (w/w) (sample J). Sample A and F can’t be identified by this method. The

Lowry result Showed that all sample contain gelatin with various concentration

too, 0.02% (w/w) (sample E) – 12.65% (w/w) (sample L). The Bradford result

also showed that all sample contained gelatin with various concentration from

0.24% (w/w) (sample O) to 14.48% (b/b) (sample J).

(4)

IDENTIFIKASI GELATIN DALAM BEBERAPA OBAT

BENTUK SEDIAAN TABLET MENGGUNAKAN METODE

SPEKTROFOTOMETRI

WILLY PRAIRA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Program Studi Biokimia

PROGRAM STUDI BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(5)

PRAKATA

Penulis bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmatnya sehingga karya

ilmiah yang dilaksanakan dari September 2007 hingga Januari 2008 ini berhasil

diselesaikan. Judul penelitian yang dipilih adalah Identifikasi Gelatin dalam

Beberapa Obat Bentuk Sediaan Tablet menggunakan Metode Spektrofotometri.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Anna P. Roswiem, MS

dan Ibu Mega Safithri, S.Si, M.Si yang telah membimbing penulis selama

melakukan penelitian ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala

Laboratorium Biologi Molekuler dan Rekayasa Genetika, Balai Penelitian

Bioteknologi Perkebunan Indonesia yang telah mengijinkan penulis melakukan

penelitian di laboratorium tersebut. kami ucapkan terima kasih kepada Direktur

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika – Majelis Ulama

Indonesia (LPPOM-MUI) Pusat, yang telah mendanai penelitian ini

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kak Topani, Mbak Riana,

dan teknisi laboratorium, atas segala bimbingan dan bantuannya, serta kepada

Gilang atas bantuan dan kerja samanya di laboratorium, Henry, Adi, dan

teman-teman Asrama Felicia IPB atas dukungan semangatnya. Terima kasih yang tak

terhingga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, dan seluruh keluarga tercinta atas

dukungan, do’a, dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2008

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 28 Agustus 1985 di Labuhan Batu,

Sumatera Utara dari ayah bernama Rusdi dan Ibu bernama Wartik. Penulis adalah

anak keempat dari delapan bersaudara.

Penulis lulus SMU Negeri 1 Kualuh Hulu pada tahun 2003. Penulis diterima

di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB, pada tahun 2003. Penulis

mamilih jurusan Biokima, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama kuliah, penulis pernah menjadi asisten praktikum Biokimia Umum,

Metabolisme, dan Biokimia Medis. Penulis juga pernah mengikuti organisasi

himpunan program studi biokimia sebagai anggota bidang kewirausahaan. Selain

itu, penulis juga pernah menjadi wakil ketua organisasi mahasiswa daerah

Labuhan Batu pada tahun 2004.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Gelatin ... 2

Obat Bentuk Sediaan Tablet ... 4

Analisis Protein Metode Spektrofotometri... 6

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat... 7

Metode... 7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Analisis Biuret ... 9

Hasil Analisis Lowry... 9

Hasil Analisis Bradford ... 10

Perbandingan Hasil Analisis Biuret, Lowry, dan Bradford... 11

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan... 11

Saran... 11

DAFTAR PUSTAKA ... 12

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi asam amino pada gelatin... 2

2 Perbedaan antara gelatin A dan B... 3

3 Penggunaan gelatin dalam industri di dunia tahun 1999... 4

4 Impor gelatin Indonesia tahun 1995 - 2003... 4

5 Pemasaran gelatin di dunia dan eropa ... 4

6 Hasil analisis gelatin dengan metode Biuret, Lowry, dan Bradford ... 10

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Tahapan penelitian ... 14

2 Preparasi sampel ... 15

3 Hasil preparasi sampel ... 16

4 Pembuatan pereaksi-pereaksi... 17

5 Standar gelatin dengan pereaksi Biuret ... 18

6 Standar gelatin dengan pereaksi Lowry ... 18

7 Standar gelatin dengan pereaksi Bradford... 19

8 Hasil analisis Biuret ... 19

9 Hasil analisis Lowry... 20

10 Hasil analisis Bradford ... 21

(9)

Judul Skripsi : Identifikasi Gelatin dalam Beberapa Obat Bentuk Sediaan Tablet

Menggunakan Metode Spektrofotometri

Nama

: Willy Praira

NIM

: G44103001

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Anna P. Roswiem, MS

Ketua

Mega Safithri, S.Si, M.Si

Anggota

Diketahui

Dr. drh. Hasim, DEA

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

(10)

PENDAHULUAN

Ilmu pengetahuan dalam bidang bioanalisis telah banyak berkembang. Hal ini didukung oleh adanya teknik yang mempermudah analisis senyawa dalam bidang biologi, kimia, maupun biokimia. Salah satu teknik bioanalisis yang banyak digunakan adalah teknik spektrofotometri. Teknik spektrofotometri telah umum dan banyak digunakan dalam berbagai analisis, seperti untuk analisis glukosa darah, aktivitas enzim, dan penghitungan jumlah bakteri. Metode spektrofotometri ini banyak digunakan karena tergolong mudah, bersifat kualitatif, cepat, dan relatif murah.

Teknik spektrofotometri juga telah banyak digunakan dalam analisis biomolekul, di antaranya adalah analisis protein. Metode-metode analisis protein dengan spektrofotometri di antaranya adalah metode Biuret, Lowry, dan Bradford. Metode-metode ini dapat digunakan untuk melihat keberadaan protein, dan mengukur jumlahnya, salah satu protein yang dapat dianalisis dengan metode ini adalah gelatin. Gelatin merupakan senyawa turunan protein yang bersumber dari kolagen hewan, baik itu kulit maupun tulang (Davis 2000). Umumnya gelatin dibuat dari serat kolagen hewan seperti babi, sapi, domba, dan ikan.

Gelatin banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang, salah satunya adalah bidang farmasi. Peran gelatin dalam bidang farmasi di antaranya adalah sebagai bahan baku pembuatan kapsul (kapsul keras ataupun kapsul lunak) dan bahan pengikat pada pembuatan tablet (Poppe 1992). Pembuatan tablet menggunakan gelatin menjadikan tablet cukup keras dan melarut secara perlahan tanpa mengalami disintegrasi. Hal ini disebabkan oleh sifat gelatin yang dapat mengikat partikel-partikel dalam tablet tersebut sehingga membentuk granula yang mempunyai kohesifitas dan kompresibilitas yang cukup tinggi.

Fungsi gelatin ini sesungguhnya dapat digantikan oleh etil selulosa, gum arab, atau metil selulosa. Namun mutu tablet yang dihasilkan tidak sebaik tablet yang menggunakan gelatin sebagai bahan pengikatnya. Penelitian yang dilakukan oleh Sugiartono et al (2003) menyimpulkan bahwa gelatin memiliki kualitas yang lebih baik daripada etil selulosa dalam hal sebagai pengikat dalam obat sediaan tablet. Widjaja

dan Setyawan (2004) juga melaporkan bahwa formula tablet yang dibuat dengan bahan pengikat gelatin menghasilkan tablet hisap rimpang kencur yang lebih baik dari pada formula yang dibuat dengan bahan pengikat gum arab. Gelatin dengan konsentrasi 1-5% (b/b) biasanya digunakan sebagai bahan pengikat pada pembuatan tablet.

Gelatine Market of Europe (2006) menyebutkan bahwa pemasaran gelatin di dunia didominasi oleh gelatin yang bersumber dari kulit babi, yaitu sebesar 45,8%. Pemasaran di Eropa juga didominasi oleh gelatin jenis ini yaitu sebesar 68,8%. Sampai sejauh ini belum ada penelitian mengenai keberadaan gelatin dalam obat ataupun mengenai kehalalan obat.

Obat merupakan suatu zat yang dimaksudkan untuk digunakan dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, dan mengobati atau mencegah penyakit baik pada manusia maupun pada hewan (Ansel 1989). Keberadaan obat sangat penting dalam kehidupan manusia. Sebagian besar obat yang sering digunakan adalah obat yang digunakan dengan cara oral, salah satunya adalah tablet. Kehalalan obat harus dipertimbangkan berkaitan dengan bahan utama dan bahan farmaseutik yang ada dalam obat tersebut. Kehalalan obat ini harus diperhatikan, terlebih lagi Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Selain itu, sampai saat ini baru tiga merk obat yang mencantumkan label halal dari lebih 1000 merk obat yang ada di Indonesia.

Penelitian ini dilakukan berdasarkan beberapa permasalahan, di antaranya adalah masih banyak obat-obatan bentuk sediaan tablet di Indonesia yang belum mencantumkan label halal atau mendapatkan sertifikat halal dari lembaga yang berwenang. Pemasaran gelatin di dunia didominasi oleh gelatin yang bersumber dari babi sehingga kemungkinan besar gelatin yang digunakan dalam pembuatan obat bentuk sediaan tablet adalah gelatin yang tidak halal. Selain itu, penelitian tentang analisis gelatin dalam obat bentuk sediaan tablet belum pernah dilakukan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode analisis gelatin terbaik dalam obat-obatan bentuk sediaan tablet dan tablet salut dengan menggunakan spektrofotometer. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui keberadaan protein yang diduga gelatin dalam beberapa

(11)

obat bentuk sediaan tablet produksi pabrik farmasi di Indonesia. Hipotesis penelitian ini adalah metode analisis yang berbeda memberikan hasil yang berbeda dan saling mendukung. Beberapa obat bentuk sediaan tablet/tablet salut buatan pabrik farmasi Indonesia mengandung gelatin.

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang cara sederhana analisis gelatin dalam obat bentuk sediaan tablet. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi awal penelitian tentang gelatin dalam obat-obatan.

TINJAUAN PUSTAKA

Gelatin

Definisi Gelatin

Gelatin berasal dari bahasa latin, yaitu gelatus yang berarti kuat atau beku. Nama gelatin mulai digunakan secara umum sekitar tahun 1700-an. Menurut Leiner Davis Gelatin Co (2000), gelatin diperoleh dari hidrolisis terkontrol serat protein kolagen yang banyak ditemukan di alam sebagai unsur pokok dari kulit, tulang, dan jaringan ikat.

Menurut de Man (1997), gelatin adalah protein yang diperoleh dari jaringan kolagen hewan yang dapat didispersi dalam air dan menunjukkan perubahan sol menjadi gel, yang bersifat bolak-balik seiring perubahan suhu. Charley (1982) menambahkan bahwa, gelatin merupakan senyawa turunan yang dihasilkan dari serabut kolagen jaringan penghubung yang dihidrolisis dengan asam atau basa. Gelatin juga dapat diperoleh dengan cara denaturasi panas kolagen (Gelatine Food Science 2004). Pemanasan kolagen secara bertahap akan menyebabkan struktur rusak dan rantai-rantainya akan terpisah.

Struktur Gelatin

Gelatin merupakan senyawa turunan protein yang tersusun atas asam-asam amino. Menurut Fardiaz (1989), molekul-molekul gelatin mengandung tiga kelompok asam amino yang tinggi, yaitu sekitar sepertiganya terdiri dari residu asam amino glisin atau alanin, hampir seperempatnya terdiri atas asam amino basa atau asam, seperempatnya lagi merupakan asam amino prolin dan hidroksiprolin, dan sisanya aam amino lain. Proporsi yang tinggi dari residu polar ini membuat molekul gelatin mempunyai afinitas yang sangat tinggi terhadap air. Oleh karena proporsi yang tinggi dari residu prolin dan

hidroksiprolin, molekul-molekul gelatin tidak mampu melilit membentuk coil helix seperti halnya pada kebanyakan molekul protein. Sebaliknya molekul-molekul gelatin ini membentuk molekul yang panjang dan tipis, suatu sifat yang sangat menguntungkan dalam proses pembentukan gel.

Parker (1982) juga menambahkan bahwa gelatin merupakan suatu polimer linear dari asam amino yang umumnya terjadi dari pengulangan asam amino glisin-prolin-prolin atau glisin-prolin-hidroksiprolin. Komposisi asam amino gelatin bervariasi tergantung pada spesies hewan penghasil, sumber kolagen, dan jenis kolagen (Wards dan Courts 1977) (Tabel 1). Gelatin bukan termasuk protein yang lengkap karena gelatin tidak mengandung asam amino triptofan (Cole 2000), namun gelatin mengandung sedikit asam amino yang jarang ditemui yaitu hidroksilisin (Glicksman 1969). Gelatin mengandung asam glutamat dengan jumlah yang cukup tinggi. Asam glutamat ini sangat berperan dalam pengolahan makanan karena dapat menimbulkan citarasa yang lezat (Winarno 1997). Gelatin memiliki bobot molekul antara 20.000 hingga 90.000 Dalton (Courts 1977).

Tabel 1 Komposisi asam amino pada gelatin Cole (2000)

Asam amino Persentase (%)

Glisin 26-27 Alanin 8.7-9.6 Serin 3.2-3.6 Prolin 14.8-17.6 Tirosin 0.49-1.1 Asam aspartat 5.5-6.8 Asam Glutamat 10.2-11.7 Hidroksiprolin 12.6-14.4 Hidroksilisin 0.76-1.5 Valin 2.5-2.7 Isoleusin 1.4-1.7 Leusin 3.2-2.7 Treonin 1.9-2.2 Fenilalanin 2.2-2.26 Metionin 0.6-1.0 Histidin 0.6-1.0 Arginin 8.6-9.3 Lisin 4.1-5.9 Sifat Gelatin

Sifat fisik dan kimia gelatin tergantung dari kualitas bahan baku, pH, keberadaan zat-zat organik, metode ekstraksi, suhu, dan konsentrasinya (Parker 1982). Sifat-sifat gelatin juga tergantung dari asam-asam amino

(12)

yang menyusunnya. Komposisi asam amino gelatin bervariasi tergantung dari sumber kolagen yang dijadikan gelatin (Ward dan Courts 1977). Gelatin umumnya dihasilkan dari kolagen hewan seperti babi, sapi, domba, dan ikan. Gelatin yang beredar di pasaran terdiri dari dua bentuk yaitu yang tidak memiliki rasa apapun (plain atau unflafoured) dan gelatin yang memiliki rasa tertentu (flavoured). Gelatin flavoured biasanya mengandung gula, asam sitrat, perasa, dan pewarna (Gates 1981).

Secara fisik gelatin dapat berbentuk bubuk, pasta, maupun lembaran gelatin. Gelatin yang berbentuk lembaran atau butiran, harus direndam terlebih dahulu sebelum digunakan, sedangkan gelatin yang berbentuk bubuk dapat langsung digunakan. Gelatin murni biasanya tidak berasa, tidak berbau, dan berwarna sedikit kuning (Mark dan Stewart 1957). Gelatin dapat berubah dari bentuk sol menjadi gel dan sebaliknya dapat berubah dari bentuk gel menjadi sol kembali. Gelatin juga dapat membengkak atau mengembang dalam air dingin, membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid (Parker 1982). Menurut Jones (1977) sifat gelatin yang dapat berubah dari sol menjadi gel secara reversible itulah yang membuat gelatin lebih istimewa daripada gel hidrokoloid lain yang tidak dapat berubah secara reversible seperti pati, alginat, protein susu, dan albumin telur.

Salah satu sifat fisik gelatin yang penting adalah kekuatan untuk membentuk gel yang disebut kekuatan gel. Gel gelatin terbentuk akibat adanya pembentukan jala atau jaring tiga dimensi oleh molekul polimer yang membentuk ikatan silang diantara sesamanya. Ikatan atau interaksi yang berperan dalam pembentukan ikatan silang ini diperkirakan adalah ikatan hidrogen, ikatan ion, dan ikatan hidrofobik antar rantai (Fardiaz 1989). Perubahan sol ke gel atau sebaliknya dipengaruhi oleh perubahan suhu, komposisi pelarut, dan tingkat keasaman (pH). Pembentukan atau perubahan menjadi gel ini akan terganggu jika kondisi terlalu asam atau terlalu basa.

Menurut Ward dan Courts (1977) gelatin larut dalam air minimal pada suhu 49 ˚C, cenderung membentuk gel pada suhu sekitar 48 ˚C dan larut baik pada suhu 60 ˚C sampai 70 ˚C. Gelatin juga mudah larut dalam gliserol, manitol, sorbitol, dan propilen. Kelarutan gelatin akan berkurang dalam

alkohol, aseton, dan pelarut nonpolar seperti karbon tetraklorida (CCl4), proteleum eter,

dan karbon disulfida (Glicksman 1969). Winarno (1997) menambahkan bahwa saat pemanasan daya tarik menarik antara molekul air berkurang sehingga memberikan energi bagi gelatin untuk mengatasi daya tarik menarik molekul yang larut pada air. Dengan demikian, daya larut molekul yang dilarutkan dalam air akan meningkat dengan meningkatnya suhu air.

Jenis-Jenis Gelatin

Berdasarkan cara pembuatannya, gelatin dibedakan atas dua jenis yaitu gelatin tipe A (gelatin A) dan gelatin tipe B (Gelatin B) (Hinterwaldner 1977). Gelatin A dibuat dengan cara ekstraksi menggunakan asam-asam organik seperti asam-asam klorida (HCl), asam sulfat (H2SO4), asam sulfit (H2SO3), dan

asam fosfat (H3PO4). Berdasarkan beberapa

penelitian yang telah dilakukan, asam yang paling baik digunakan adalah HCl dengan konsentrasi 1-5% (v/v) dan masa perendaman selama 10-48 jam. Asam klorida memiliki kelebihan yaitu dapat menguraikan serat kolagen lebih banyak dan lebih cepat tanpa mengurangi kualitas gelatin yang dihasilkan, serta mengubah serat kolagen tripel heliks menjadi rantai tunggal (Ward dan Courts 1977).

Gelatin B dihasilkan dari ekstraksi dengan larutan yang bersifat basa seperti air kapur. Waktu perendaman yang diperlukan untuk ekstraksi menggunakan basa biasanya lebih lama, dapat mencapai 12 minggu dan menghasilkan kolagen rantai ganda (Poppe 1992). Secara umum semua gelatin mempunyai kegunaan yang sama, namun terdapat perbedaan sifat antara gelatin A dan gelatin B, di antaranya adalah dalam hal viskositas, kadar abu, pH, dan titik isoelektrik (Tabel 2)

Tabel 2 Perbedaan antara gelatin A dan B Sifat Gelatin A Gelatin B Kekuatan gel (bloom) 50-300 50-300 Viskositas (cP) 1.5-7.5 2.0-7.5 Kadar abu (%) 0.3-2.0 0.5-2.0

pH 3.8-.6.0 5.0-7.1

Titik isoelektrik 7.0-9.0 4.7-5.4 Manfaat Gelatin

Gelatin banyak dimanfaatkan oleh berbagai industri. Penggunaan gelatin di dunia mengindikasikan bahwa lebih dari 60% total produksi gelatin digunakan oleh industri pangan, seperti dessert, permen, jeli, es krim, produk-produk susu, roti, kue, dan

(13)

sebagainya. Industri lain yang juga menggunakan gelatin dengan jumlah yang cukup besar di antaranya adalah industri farmasi dan industri fotografi ( Tabel 3). Penggunaan gelatin di Indonesia juga tidak jauh berbeda.

Gelatin digunakan dalam industri pangan lebih disebabkan karena sifat fisik dan kimia gelatin daripada nilai gizinya sebagai protein. Gelatin dalam industri pangan umumnya berfungsi sebagai pembentuk gel, pengental makanan, pemantap emulsi, pengemulsi, penjernih, pengikat air, dan pelapis.

Gelatin pada industri pengolahan produk daging seperti sosis umumnya digunakan untuk memperhalus dan menimbulkan struktur gel yang kenyal. Gelatin pada industri pembuatan selai digunakan untuk memperbaiki tampilan menjadi lebih menarik dengan lapisan berwarna bening, sekaligus melindunginya dari sinar dan oksigen sehingga menjadi lebih awet. Gelatin pada industri permen dan coklat digunakan untuk membuatnya menjadi lebih kenyal dan lembut. Gelatin dalam pembuatan es krim digunakan untuk membantu mencegah pembentukan kristal-kristal es yang besar, sehingga menjaga tekstur es krim menjadi lebih lembut. Gelatin juga dapat berfungsi menjernihkan minuman agar lebih menarik. Gelatin dalam minuman juga berperan menyerap zat-zat yang menyebabkan minuman tersebut berembun.

Gelatin dalam industri farmasi digunakan untuk membuat kapsul obat sehingga obat lebih mudah ditelan, selain itu juga digunakan dalam pembuatan tablet obat agar bentuk tablet lebih padat, kompak, dan kandungan zat menjadi lebih awet. Gelatin dalam pembuatan tablet biasanya digunakan sejumlah 1-5% (b/b) (Herbert et al 1989). Gelatin dalam industri fotografi digunakan untuk menstabilkan kristal perak halida yang sensitif terhadap sinar matahari yang kemudian dilapiskan pada lembaran film (Jones 1977).

Seiring dengan makin berkembangnya industri pangan, farmasi dan kosmetik di Indonesia, kebutuhan akan gelatin pun makin meningkat. Namun sayangnya, meningkatnya kebutuhan gelatin di Indonesia ternyata belum banyak direspons positif oleh industri dalam negeri untuk memproduksinya secara komersial. Karena itu, Indonesia banyak mengimpor gelatin dari luar negeri. Data BPS (2004) menyebutkan bahwa tercatat dari tahun 1995 hingga tahun 2003 Indonesia selalu

mengimpor gelatin dari luar negeri dengan jumlah lebih dari 1000 ton setiap tahunnya, bahkan pada tahun 2001 jumlah impor gelatin lebih dari 3000 ton (Tabel 4).

Kondisi seperti ini sangat mengkhawatirkan. Selain biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengimpor gelatin sangat besar, gelatin yang beredar di pasaran dunia juga tidak terjamin kehalalannya. Menurut Gelatine Market of Europe (2006), pemasaran gelatin di dunia didominasi oleh gelatin yang bersumber dari kulit babi, yaitu sebesar 45,8%. Pemasaran di eropa juga didominasi oleh gelatin kulit babi yaitu sebesar 68,8% (Tabel 5).

Tabel 3 Penggunaan gelatin dalam industri di dunia tahun 1999 (BPS 2004) Industri Penggunaan (ton)

Pangan 144.000

Farmasi 54.400

Fotografi 27.000

Teknik 6.000

Tabel 4 Impor gelatin Indonesia tahun 1995 2003 (BPS 2004)

Tahun Gelatin (kg) US$

1995 1 169 197 5 503 803 1996 2 673 500 7 406 426 1997 2 148 415 8 831 742 1998 1 851 328 6 781 571 1999 2 371 738 9 095 440 2000 2 712 345 9 119 997 2001 3 115 382 8 683 771 2002 1 925 732 6 102 019 2003 1 102 019 6 962 237

Tabel 5 Pemasaran gelatin di dunia dan Eropa

Persen (%) Jumlah (ton) Sumber

gelatin Dunia Eropa Dunia Eropa Kulit Babi 45,8 68,8 144.300 82.450 Kulit sapi 28,4 10,1 89.500 12.150 Tulang 24,2 18,9 76.300 22.700 Lain-lain 1,6 2,1 4.900 2.500

Sumber : Gelatine Market of Europe (2006)

Obat Bentuk Sediaan Tablet Tablet berasal dari kata “tabuletta” yang berarti piring pipih atau papan tipis. Tablet adalah salah satu bentuk sediaan obat berbentuk padat, kompak, dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung (Voight 1994). Tablet dapat

(14)

berbentuk silinder, kubus, batang, cakram, seperti telur, atau seperti peluru (Gambar 1). Tablet pada umumnya memiliki garis tengah 5-17 mm dan bobot 0,1-1 gram (Voight 1994). Tablet biasanya mengandung berbagai bahan tambahan. Zat tambahan yang digunakan dalam pembuatan tablet dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah, atau zat lain yang cocok (Lachman et al 1994).

Tablet dicetak dari serbuk kering, kristal, atau granulat, dan dengan penambahan suatu bahan tertentu. Saat ini paling tidak terdapat 40% obat diracik dalam bentuk tablet. Bentuk sediaan tablet merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang paling disukai karena harganya murah, takarannya tepat, mudah dikemas, transportasi dan penyimpanan praktis, serta mudah ditelan (Voight 1995). Selain itu, tablet juga memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik, dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik (Ansel 1985).

Kekurangan sediaan obat bentuk sediaan tablet adalah ada beberapa senyawa obat yang tidak dapat dibentuk menjadi tablet; senyawa obat yang sukar dibasahkan dan lambat melarut sukar diformulasikan dalam bentuk tablet; rasa pahit dan bau obat tidak dapat dihilangkan; peka terhadap oksigen sehingga memerlukan pengkapsulan atau penyalutan; bahan pembantu yang ditambahkan dalam tablet harus inert, tidak berbau, tidak berasa, dan sebaiknya tidak berwarna (Voight 1994).

Lachman et al (1976) menyebutkan bahwa dalam pengembangan suatu formulasi sediaan tablet perlu memperhatikan sifat-sifat yang harus dimiliki, yaitu: produk harus menarik secara fisik; sanggup menahan guncangan mekanik selama produksi dan pengepakan; mempunyai kestabilan kimia dan fisika untuk mempertahankan kelengkapan fisiknya sepanjang waktu; dapat melepas zat berkhasiat obat ke dalam tubuh dengan cara yang tetap.

Gambar 1 Obat bentuk sediaan tablet

Pembuatan tablet dapat dilakukan dengan tiga cara berbeda, yaitu metode granulasi basah, granulasi kering, dan kompresi langsung. Metode yang paling sering digunakan dalam pembuatan tablet adalah metode granulasi basah. Hal ini disebabkan banyak bahan yang terlibat dalam pembuatan tablet sehingga harus dicampur membentuk granula dengan bantuan larutan pengikat (Ansel 1985).

Granulasi kering biasanya dilakukan terhadap bahan-bahan yang tidak dapat diolah dengan metode granulasi basah, misalnya karena bahan yang akan digunakan memilki kepekaan terhadap uap air atau karena untuk mengeringkannya diperlukan temperatur yang sangat tinggi. Metode kompresi langsung dilakukan terhadap beberapa bahan kimia yang granulanya memiliki sifat mudah mengalir serta memiliki sifat kohesif yang memungkinkan untuk langsung dikompresi dalam mesin tablet (Lieberman et al 1990).

Selain bahan-bahan aktif, tablet juga mengandung bahan-bahan tambahan (farmaseutik) dalam proses pembuatannya. Bahan-bahan tambahan yang biasa digunakan dalam pembuatan obat di antaranya adalah bahan pengisi, bahan pengikat, penambah rasa, pewarna, pelicin, pelumas, dan pelincir. Bahan pengisi merupakan bahan yang digunakan untuk mencukupkan bahan pembuat tablet. Ukuran diameter tablet biasanya antara 3/16 inci sampai 1/2 inci, dengan berat antara 120-700 mg untuk kerapatan zat organik. Syarat-syarat bahan pengisi adalah nontoksik, tersedia dalam jumlah yang cukup, mudah didapat, stabil secara fisik maupun kimia, netral, bebas dari mikroba, dan tidak mengganggu warna tablet (Lachman et al 1976). Bahan-bahan yang umum digunakan sebagai pengisi adalah pati, sukrosa, sakarin, manitol, sorbitol, laktosa, selulosa mikrokristal, kalsium fosfat dihidrat, dan kalsium sulfat dihidrat (Wade dan Weller 1994).

Bahan pengikat biasanya digunakan dalam pembuatan tablet granulasi basah. Bahan pengikat berfungsi menyatukan berbagai granula-granula bahan tertentu yang terbentuk dari granulasi. Bahan pengikat juga berperan penting dalam kekerasan akhir tablet (Lieberman et al 1990). Bahan pengikat ditambahkan dalam bentuk kering atau cairan selama pembuatan granula. Bahan yang dapat digunakan sebagai bahan pengikat di antaranya adalah gelatin, gum arab, glukosa,

(15)

polivinilpirolidon, amilum (pasta), campuran amilum-gelatin, natrium alginat, sorbitol, serta etil dan metil selulosa (Lieberman et al 1990). Bahan penambah rasa umumnya ditambahkan pada pembuatan tablet kunyah atau hisap. Bahan yang dapat digunakan sebagai perasa salah satunya adalah peppermint oil yaitu minyak tanaman Mentha piperita. Bahan pewarna kebanyakan digunakan untuk tablet-tablet yang dikhususkan bagi anak-anak.

Bahan pelicin, pelumas, dan pelincir menurut Lachman et al (1976) biasanya memiliki fungsi yang tumpang tindih. Suatu bahan pelicin terkadang juga memiliki sifat sebagai pelincir atau pelumas. Bahan pelincir berfungsi mengurangi gesekan antara dinding tablet dengan dinding ruang pencetak saat tablet ditekan keluar. Pelicin berfungsi mengurangi gesekan antar partikel-partikel. Bahan pelumas berfungsi mengurangi kelengketan granula pada permukaan stempel pencetak. Lachman et al (1976) juga menuliskan dalam bukunya semua bahan-bahan tambahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan tablet, dan dari semua bahan-bahan yang tercantum, hanya gelatin yang merupakan bahan tambahan dari golongan protein.

Analisis Protein Metode Spektrofotometri Konsentrasi protein dapat diketahui dengan metode spektrofotometri, baik menggunakan sinar ultraviolet (UV) maupun sinar tampak. Metode spektrofotometri biasanya menggunakan suatu pereaksi atau reagen pewarna yang intensitas warna yang dibentuknya sebanding dengan konsentrasi protein dalam sampel. Metode yang umum digunakan untuk mengukur konsentrasi protein dengan teknik spektrofotometri di antaranya adalah metode Biuret, Lowry,dan Bradford.

Prinsip dasar metode spektrofotometri ini adalah pelewatan cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu melalui suatu sampel. Cahaya tersebut kemudian sebagian diserap oleh sampel berwarna dan sebagian lagi diteruskan lalu ditangkap oleh alat pendeteksi/pengukur cahaya yang disebut fotometer. Intensitas cahaya yang diukur oleh fotometer dikonversi menjadi satuan serapan (absorbansi) dan kemudian digunakan untuk menghitung konsentrasi sampel dengan persamaan Lambert-Beer.

T

A

I

I

T

l

C

I

I

A

log

log

0 0

=

=

=

=

ε

Keterangan:

A = Serapan cahaya (absorbans) I0 = Intensitas cahaya tanpa absorpsi

I = Intensitas cahaya yang diteruskan oleh sampel

ε = Koefisien absorpsi molekul l = Ketebalan lapisan larutan sampel C = Konsentrasi

T = Transmitan

Analisis Protein Metode Biuret

Metode Biuret merupakan metode analisis protein yang paling sederhana dibandingkan dengan metode Lowry dan Bradford. Metode ini telah ditemukan pada tahun 1915, kemudian dimodifikasi oleh Gornall et al pada tahun 1949. Metode biuret yang dimodifikasi inilah yang sampai saat ini sering digunakan dalam penentuan protein (Zaia et al 1998).

Pereaksi Biuret terdiri atas campuran tembaga dengan kompleks natrium yang dapat menstabilkan tembaga dalam larutan. Dalam hal ini Gornal et al (1949) menyarankan penggunaan kompleks natrium kalium tartrat. Prinsip metode Biuret ini adalah pembentukan kompleks berwarna antara garam tembaga yang ada pada pereaksi dengan ikatan peptida yang ada pada sampel. Reaksi ini menghasilkan dua spektrum cahaya maksimum, yaitu pada panjang gelombang 270 nm dan 540 nm. Penggunaan panjang gelombang 540 nm lebih disarankan walaupun hasil pada panjang gelombang 270 nm memiliki sensitivitas 6 kali lebih besar dari pada panjang gelombang 540 nm. Hal ini disebabkan banyaknya senyawa pengganggu yang juga menyerap cahaya pada panjang gelombang 270 nm ini (Zaia et al 1998).

Metode biuret ini telah banyak digunakan untuk penentuan protein dalam berbagai bidang, di antaranya adalah penentuan protein total dalam serum atau plasma (Flack et al 1984), cairan otak dan tulang belakang (Hische et al 1982), dan urin. Selain hanya membutuhkan beberapa jenis pereaksi saja, metode ini juga tergolong mudah dan cepat. Kelemahan metode ini adalah kurang sensitif jika dibandingkan dengan dua metode

(16)

lainnya, yakni metode Lowry dan Bradford. Metode Biuret ini membutuhkan sampel dengan konsentrasi yang cukup besar. Metode ini lebih banyak membutuhkan bahan dan sedikit terganggu dengan adanya senyawa garam seperti garam-garam amonium. Menurut Alexander dan Griffith (1993) metode ini baik digunakan untuk identifikasi protein dengan konsentrasi 0.2-2.0 mg/ml. Analisis Protein Metode Lowry

Metode Lowry merupakan metode yang telah umum digunakan dalam analisis protein. Metode ini cukup sensitif dan telah banyak digunakan dalam analisis protein total di antaranya dalam fraksi sel, fraksi kromatografi, dan preparasi enzim (Alexander dan Griffith 1993). Metode Lowry yang saat ini banyak digunakan adalah metode yang dikemukakan oleh Lowry et al (1951). Metode yang digunakan oleh Lowry et al merupakan modifikasi dari metode yang telah digunakan sebelumnya oleh Wu et al pada tahun 1922.

Prinsip dasar metode Lowry adalah pembentukan kompleks antara ikatan peptida pada protein dengan ion Cu2+ dalam kondisi

basa. Ion Cu2+ kemudian direduksi menjadi ion Cu+. Ion Cu+ ini dan grup-grup radikal dari beberapa asam amino seperti tirosin, triptofan, asparagin, histidin, dan sistein akan bereaksi dengan pereaksi Folin Ciocalteu menghasilkan senyawa molibdat/tungstat biru. Metode ini memiliki sensitivitas yang cukup tinggi. Menurut Alexander dan Griffith (1993), metode ini mampu mengidentifikasi protein hingga konsentrasi 0.02 mg/ml. Namun, kelemahan metode ini adalah senyawa pengganggu yang banyak, dan memerlukan waktu yang lebih lama (Zaia et al 1998). Metode Lowry ini merupakan metode identifikasi protein yang cukup banyak memiliki senyawa pengganggu dibandingkan metode Biuret dan Bradford. Senyawa-senyawa yang dapat mengganggu dalam metode ini di antaranya adalah gugus fenolik, lipid, deterjen, amonium sulfat, guanin, melanin, bilirubin, 4-metilumbeliferona, merkaptosistein, tris-HCl, dan RNA (Lowry et al 1951).

Analisis Protein Metode Bradford

Metode bradford merupakan metode analisis protein yang menggunakan coomassie brilliant blue G-250. Metode ini lebih sensitif daripada metode Biuret dan Lowry. Metode

ini baik digunakan untuk protein yang konsentrasinya 0.0-0.02 mg/ml. Selain itu, metode ini juga cukup cepat, mudah, dan sedikit senyawa penggangu. Walaupun demikian, selain membutuhkan pereaksi yang cukup mahal, metode ini tidak baik digunakan untuk protein dengan bobot molekul rendah (Zaia et al 1998).

Analisis protein dengan metode Bradford didasarkan atas pembentukan ikatan antara pewarna coomassie dengan beberapa asam amino seperti arginin dan residu asam amino hidrofobik yang ada pada protein. Pembentukan ikatan menghasilkan warna biru dan memiliki spektrum absorbansi maksimum sebesar 595 nm. Bentuk yang tidak berikatan (anionik) ditunjukkan oleh warna hijau atau merah. Nilai absorbansi yang diperoleh pada panjang gelombang 595 nm sebanding dengan jumlah senyawa yang berikatan, dan sebanding dengan konsentrasi protein pada sampel. Metode Bradford sedikit lebih praktis dan lebih sensitif dibandingkan dengan metode Biuret dan lowry (Bradford 1976).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya adalah obat-obat batuk dan antiinfluenza dalam bentuk sediaan tablet atau tablet salut buatan pabrik farmasi di Indonesia (24 merek), coomassie brilliant blue G-250, metanol 95%, asam fosfat 85%, gelatin, Na-K tartrat, natrium karbonat, natrium hidroksida, tembaga sulfat, pereaksi Folin-Ciocalteu, gelatin babi, gelatin sapi, dan akuades. Alat-alat yang digunakan adalah mortar, corong, kertas saring, penangas air, spektrofotometer UV/Vis Beckman DU Series 500, kuvet, autopipet, tips, dan peralatan gelas.

Metode Preparasi Sampel

Obat bentuk sediaan tablet digerus sampai menjadi serbuk halus menggunakan mortar. Obat bentuk sediaan tablet salut, bahan salutnya dipisahkan dan sisa bahan obat digerus sampai halus. Serbuk obat sebanyak 1 gram kemudian dilarutkan dalam 20 ml akuades 60 ˚C. Suspensi ini diaduk lalu disaring menggunakan kertas saring dan diambil filtratnya. Filtrat kemudian ditambah dengan arang aktif sebanyak 2 gram dan disaring dengan kertas saring biasa. Hasil

(17)

filtrat inilah yang akan digunakan sebagai larutan sampel.

Identifikasi Protein Sampel dengan Metode Biuret (Gornall et al 1948)

Pembuatan Kurva Standar dan Penentuan Panjang Gelombang Maksimum. Larutan standar gelatin dibuat dalam berbagai konsentrasi dari 0, 1, 2, 4, 5, 6, 8, dan 10 mg/ml. Sebanyak 0.5 ml setiap standar dimasukkan dalam tabung reaksi berbeda. Setiap tabung ditambah dengan 4.5 ml pereaksi biuret, kemudian segera diaduk dengan vorteks. Campuran kemudian didiamkan selama 10-15 menit lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum, yaitu 555 nm. Panjang gelombang maksimum diperoleh dengan mengukur campuran standar dan pereaksi pada panjang gelombang 450-650 nm dengan selang 10 nm. Panjang gelomang yang memiliki absorbansi maksimum merupakan panjang gelombang maksimum.

Pengukuran Sampel. Sebanyak 0.5 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang bersih dan kering. Sebanyak 4.5 ml pereaksi biuret kemudian ditambahkan ke dalam sampel. Campuran ini segera diaduk dengan vorteks dan didiamkan selama 10-15 menit. Campuran ini kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum standar yang diperoleh (555) nm. Pengukuran sampel dilakukan dengan dua kali ulangan (duplo).

Identifikasi Protein Sampel dengan Metode Lowry (Lowry et al 1951)

Pembuatan Kurva Standar dan Penentuan Panjang Gelombang Maksimum. Larutan standar gelatin dibuat dalam berbagai konsentrasi dari 0.125, 0.25, 0.5, 0.75, 1.0 mg/ml. Sebanyak 1.6 ml standar dimasukkan ke dalam tabung reaksi berbeda. Setiap larutan standar ditambah dengan 0,6 ml pereaksi C, diaduk dan didiamkan pada suhu kamar selama 10 menit. Setelah itu, setiap campuran tersebut ditambah dengan pereaksi D sebanyak 0,2 ml, kemudian diaduk dan didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit. Setelah itu, campuran diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum (750 nm). Panjang gelombang maksimum dicari dengan mengukur larutan standar BSA dengan konsentrasi 0,5 mg/ml pada panjang gelombang 450-800 nm dengan selang 10 nm. Panjang gelombang yang menghasilkan absorbansi maksimum digunakan sebagai panjang gelombang maksimum.

Pengukuran Sampel. Tabung reaksi yang bersih dan kering diisi dengan 1.6 ml larutan sampel dan 0,6 ml pereaksi C. Campuran kemudian diaduk dan didiamkan pada suhu kamar selama 10 menit. Setelah itu, campuran tersebut ditambah dengan 0,2 ml pereaksi D, lalu diaduk dan didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit. Setelah itu, campuran tersebut diukur absorbansinya pada panjang gelombang 750 nm. Pengukuran sampel dilakukan dengan dua kali ulangan (duplo).

Identifikasi Protein Sampel dengan Metode Bradford (Bradford 1976)

Pembuatan Kurva Standar dan Penentuan Panjang Gelombang Maksimum. Larutan standar gelatin dibuat dalam berbagai konsentrasi dari 0.125, 0.25, 0.50, 0.75, dan 1 mg/ml. Larutan standar ini masing-masing sebanyak sebanyak 100 µl dicampur dengan NaOH 1 M sebanyak 100 µl . Kemudian Campuran ditambah pereaksi Bradford sebanyak 3 ml. Campuran ini kemudian diaduk dengan vorteks hingga merata, lalu didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit. Salah satu larutan digunakan untuk mencari panjang gelombang maksimum pada panjang gelombang antara 550-700 nm dengan selang panjang gelombang 10 nm. Campuran kemudian diukur pada panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh, yaitu 595 nm.

Pengukuran Sampel. Larutan sampel sebanyak 100 µl dicampur dengan 100 µl NaOH 1M lalu direaksikan dengan pereaksi Bradford sebanyak 6 ml. Campuran ini kemudian diaduk menggunakan vorteks sampai homogen. Campuran ini kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 595 nm. Setiap sampel dilakukan pengulangan sebanyak 2 kali (duplo).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Obat bentuk sediaan tablet, selain berisi bahan aktif, juga dibuat dengan bantuan bahan-bahan tambahan (farmaseutik). Bahan-bahan tamBahan-bahan yang digunakan di antaranya digunakan sebagai bahan pengisi, pengikat, pewarna, dan pemanis. Salah satu bahan pengisi atau pengikat yang sering digunakan adalah gelatin. Gelatin juga dapat terlibat dalam aktivitas obat seperti dalam vitamin, terutama vitamin yang tidak stabil.

Tahap analisis gelatin dalam sampel obat bentuk sediaan tablet diawali dengan

(18)

ekstraksi. Ekstraksi sampel obat bentuk sediaan tablet dilakukan dengan menggunakan akuades bersuhu 60-70 °C. Warna sampel obat yang ada kemudian dihilangkan dengan arang aktif, karena warna ini dapat mengganggu analisis. Selain arang aktif, bahan yang bisa digunakan untuk menghilangkan warna adalah zeolit, namun dalam hal ini penggunaan arang aktif memberikan hasil yang lebih baik daripada zeolit. Penggunaan arang aktif halus lebih efisien daripada arang aktif kasar, karena arang aktif halus memiliki luas permukaan yang lebih besar untuk menjerap kotoran atau warna yang ada pada larutan sampel daripada arang aktif kasar.

Analisis protein diduga gelatin dalam obat-obatan bentuk sediaan tablet ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan gelatin sebagai bahan tambahan dalam obat-obatan bentuk sediaan tablet atau bahan tambahan dari bahan aktif. Analisis ini dilakukan dengan metode identifikasi protein dengan spektrofotometri, seperti Biuret, Lowry, dan Bradford.

Hasil Analisis Biuret

Metode Biuret didasarkan atas pembentukan kompleks berwarna antara ikatan peptida dengan garam tembaga yang ada pada pereaksi. Garam tembaga yang terdapat pada pereaksi hanya akan membentuk kompleks dengan senyawa yang memiliki ikatan peptida. Pembentukan kompleks warna antara garam tembaga dengan asam amino tidak dapat terjadi.

Hasil analisis Biuret menunjukkan bahwa bahwa seluruh sampel obat kecuali obat A dan obat F mengandung protein dengan konsentrasi bervariasi. Sebanyak 21 sampel obat memiliki konsentrasi protein antara 1-5% (b/b), satu sampel obat dengan konsentrasi protein diatas 5% (b/b) (obat J), dan satu sampel obat dengan konsentrasi protein dibawah 1% (b/b) (Obat P) (Tabel 6).

Sampel obat A dan obat F menghasilkan warna yang berbeda dengan warna positif dari reaksi Biuret. Warna positif reaksi Biuret seharusnya adalah biru atau ungu, namun warna yang dihasilkan dari kedua sampel ini setelah penambahan pereaksi adalah warna kuning keruh. Hal ini mungkin terjadi karena senyawa aktif dalam sampel obat tersebut ikut bereaksi dengan pereaksi Biuret dan menghasilkan warna kuning. Berdasarkan metode analisis ini, kedua sampel obat A dan

F ini tidak dapat dipastikan keberadaan gelatinnya. Secara teori, kedua sampel obat ini mungkin mengandung gelatin karena kedua jenis sampel ini merupakan tablet yang mengandung vitamin. Tablet yang mengandung vitamin selain membutuhkan bahan pengikat yang kemungkinan besar adalah gelatin, juga membutuhkan penstabil vitamin yang umumnya juga menggunakan gelatin.

Senyawa golongan protein yang mungkin ada dalam tablet hanyalah gelatin. Selain itu, baik diantara bahan aktif maupun bahan-bahan tambahan-bahan, tidak ada senyawa yang memiliki ikatan peptida kecuali gelatin. Berdasarkan hal ini, hasil analisis biuret yang telah dilakukan ini menyimpulkan bahwa semua sampel obat yang dianalisis mengandung gelatin dengan konsentrasi antara 0.71% (b/b) (obat O) hingga 9.82% (b/b) (obat J), kecuali sampel obat A dan F yang tidak dapat dianalisis dengan metode ini.

Hasil Analisis Lowry

Metode Lowry didasarkan atas pembentukan kompleks antara ikatan peptida pada protein dengan ion Cu2+ dalam kondisi basa. Ion Cu2+ kemudian direduksi menjadi ion Cu+. Kemudian Ion Cu+ ini dan grup-grup radikal dari tirosin, triptofan, dan sistein bereaksi dengan pereaksi Folin Ciocalteu menghasilkan senyawa molibdat/tungstat berwarna biru.

Hasil analisis Lowry menunjukkan bahwa seluruh sampel, kecuali obat C, obat E, dan obat H memberikan warna positif (biru) yang sangat pekat dengan nilai absorbansi lebih besar dari satu. Nilai absorbansi yang dihasilkan oleh sampel ini semuanya masih dapat dideteksi dengan alat spektrofotometer yang digunakan. Absorbansi maksimum yang masih dapat dibaca oleh spektrofotometer adalah 3. Hasil analisis standar gelatin menunjukkan hasil yang cukup baik, dengan persamaan garis Y = 0.1977 X + 0.0065 dan R2 = 98.18 %. Berdasarkan hasil ini, sampel-sampel obat yang dianalisis mengandung protein dengan konsentrasi yang cukup besar. Hasil analisis Lowry pada sampel ini menunjukkan bahwa sebanyak 21 sampel obat mengandung protein dengan konsentrasi antara 7.35 – 12.65% (b/b), dan sebanyak 3 sampel dengan konsentrasi di bawah 1% (b/b).

Hasil analisis lowry ini juga menunjukkan bahwa semua sampel obat

(19)

menunjukkan hasil yang positif. Ini menggambarkan bahwa, dengan metode ini semua sampel juga menunjukkan keberadaan gelatin. Namun, ada senyawa yang terdapat dalam beberapa sampel yang mungkin mengganggu analisis Lowry ini dan menghasilkan galat positif. Senyawa tersebut adalah senyawa yang memiliki gugus fenol, seperti parasetamol, asam salisilat, dan salisil amida. Ketiga senyawa ini ada di hampir semua sampel obat yang dianalisis. Lowry et al (1951) menyebutkan bahwa gugus fenolik yang ada pada suatu senyawa dapat bereaksi dengan pereaksi Folin Ciocalteu yang digunakan pada analisis Lowry dan menghasilkan galat positif.

Nilai absorbansi sampel obat C, obat E, dan obat H cukup rendah, namun hasil ini tetap menunjukkan keberadaan gelatin dalam sampel tersebut. Ketiga sampel obat ini merupakan sampel yang tidak mengandung senyawa bergugus fenol dalam bahan aktifnya. Kandungan protein di dalam ketiga

sampel tersebut adalah 0.32% (b/b) (obat C), 0.02% (b/b) (obat E), 0.34% (b/b) (obat H). Metode Lowry ini mampu mendeteksi protein dengan konsentrasi minimal 0.02 mg/ml.

Hasil Analisis Bradford

Analisis dengan metode Bradford didasarkan atas pembentukan ikatan antara pewarna coomassie dengan arginin dan residu asam amino hidrofobik yang ada pada protein. Hasil reaksi ini menghasilkan senyawa kompleks berwarna biru. Metode Bradford ini merupakan metode analisis protein yang paling sensitif, yaitu dengan kemampuan deteksi hingga 0.02 mg/ml. Hasil analisis Bradford menunjukkan bahwa semua sampel positif mengandung gelatin juga.

Konsentrasi gelatin hasil analisis ini juga bervariasi antara 0.24% (b/b) (obat O) hingga 14.48% (b/b) obat J (tabel 6). Berdasarkan prinsip kerjanya dan bahan-bahan aktif yang ada dalam sampel, hasil analisis Bradford ini minim kontaminasi atau interferensi yang dapat menyebabkan galat positif atau negatif.

Tabel 6 Hasil analisis gelatin dengan metode Biuret, Lowry, dan Bradford

[Protein] (% b/b) Kode nama obat

Biuret Lowry Bradford Komposisi

Obat A - 11,28 2,60 Vit: A, B1, B2, B3, B6, B12, C, D3, E; Nikotinamida; Ca-pantotenat; Biotin; asam folat; Kalium; Fe; Ca; Mg; Mn; F; Zn.

Obat B 2,72 9,21 7,03 Asetosal

Obat C 5,76 0,32 4,22 Al-hidroksida; Mg-hidroksida; Simetikon.

Obat D 1,67 9,99 4,02 Asam asetalsalisilat

Obat E 1,02 0,02 2,01 Hidrotalsit; Mg-hidroksida; Simetikon. Obat F - 10,58 2,21 Vit: B1, B2, B6, B12, C; Niasinamida; Ca-pantotenat. Obat G 1,10 10,40 7,96 Parasetamol; Propifenazon; Kofeina.

Obat H 1,15 0,34 7,00 Atapulgit; Pektin

Obat I 1,83 11,97 9,79 Salisilamida, Parasetamol, Kofeina Obat J 9,82 8,50 14,48 Mg-hidroksida; Al-hidroksida koloidal; Dimetikon aktif.

Obat K 3,29 7,35 5,50 Dimenhidraminat

Obat L 2,20 12,65 2,78 Fenilpropanolamina HCl, Asetaminofen, Klorfeniramina maleat, Salisilamida, Vitamin C

Obat M 1,18 10,70 1,42 Parasetamol

Obat N 2,21 11,40 2,21 Fenilpropanolamina HCl, Klorfeniramina maleat, asetaminofen, Vitamin C

Obat O 0,71 12,14 0,24 Parasetamol; Kofein anhidrat.

Obat P 3,07 9,86 1,41 Asam asetalsalisilat

Obat Q 3,59 11,39 1,98 Asetaminofen, Fenilpropanolamida HCl, Klorfeniramina Maleat Obat R 4,14 11,04 1,43 Dekstrometorfan HBr, Asetaminofen, Gliserilguaiakolat, Klorfeniramina maleat, Fenilefrina HCl, Vitamin C

Obat S 1,96 10,90 5,14 Parasetamol; Aseetosat; Kofeina.

Obat T 3,57 11,51 6,80 Parasetamol, PseudoefedrinHCl, Klorfeniramina maleat, Guaifenesin Obat U 1,08 10,66 8,58 Parasetamol; Fenilpropanolamina maleat. Obat V 2,04 11,39 7,49 Propifenazon, Asetaminofen, Deksklorfeniramina maleat,

Kofeina anhidrat

Obat W 1,89 11,31 6,74 Asetaminofen

Obat X 1,47 11,83 5,86 Parasetamol; Fenilpropanolamin HCl; Klorfeniramin maleat

Keterangan : Obat A dan F menunjukkan warna kuning setelah ditambah pereaksi (warna positif reaksi biuret adalah biru)

(20)

Perbandingan Hasil Analisis Biuret, Lowry, dan Bradford

Hasil analisis ketiga metode spektrofometri memberikan kesimpulan bahwa hampir seluruh sampel mengandung gelatin. Gelatin merupakan satu-satunya bahan tambahan tergolong protein yang digunakan dalam pembuatan obat bentuk sediaan tablet. Namun, konsentrasi gelatin yang dikandung oleh sampel obat yang dianalisis berbeda-beda antara ketiga metode tersebut. Hasil analisis Biuret menyatakan bahwa konsentrasi protein sampel berkisar antara 0.71 – 9.82% (b/b). Hasil anaisis dengan metode Lowry menunjukkan bahwa sebagian besar sampel mengandung gelatin dengan konsentrasi 7.35 – 12.65% (b/b), dan tiga sampel mengandung gelatin dengan konsentrasi 0.02% (b/b) (obat E), 0.32% (b/b) (obat C), dan 0.34% (b/b) (obat H). Hasil analisis Bradford menunjukkan bahwa konsentrasi protein dalam sampel-sampel obat yaitu antara 0.24 – 14.48% (b/b).

Hasil analisis ini menyimpulkan bahwa antara metode analisis yang dilakukan tidak saling mendukung. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, setiap metode memiliki sensitifitas yang berbeda, metode Bradford lebih sensitif daripada metode lowry dan Biuret. Kedua, kemungkinan adanya senyawa pengganggu dalam sampel obat yang dapat bereaksi juga dengan pereaksi yang digunakan dalam analisis, sehingga menimbulkan galat (positif/negatif). Beberapa senyawa dalam sampel obat yang mungkin dapat mengganggu analisis ini adalah senyawa parasetamol, asam salisilat, dan salisilamida yang terdapat di sebagian besar obat-obatan bentuk sediaan tablet. Berdasarkan Zaia et al (1998), senyawa yang mengandung gugus fenol dapat menimbulkan galat positif pada metode Lowry. Senyawa fenol ini juga dapat bereaksi dengan Pereaksi Folin-Ciocalteu pada pereaksi Lowry menghasilkan warna biru. Senyawa-senyawa lain yang dapat mengganggu dalam analisis Lowry di antaranya adalah senyawa lipid, deterjen, asam urat, amonium sulfat, guanin, melanin, bilirubin, metilumbeliferona, dan tris-HCl (Zaia et al 1998).

Senyawa fenolik yang dapat mengganggu analisis dengan metode Lowry tidak mempengaruhi analisis dengan metode

Biuret dan Bradford. Analisis dengan metode Biuret akan terganggu dengan adanya senyawa bilirubin, amonia, lipid, hemoglobin, melanin, tris-HCl, dan laktosa. Senyawa pengganggu dalam analisis dengan metode Bradford adalah urea, Na/K klorat, deterjen (triton, SDS, tween-20), gliserol, lipid, kloropromazina.

Berdasarkan hasil penelitian ini, metode bradford merupakan metode yang paling baik untuk digunakan dalam analisis gelatin dalam sampel tablet, karena semua sampel obat dapat dianalisis dengan metode ini. Metode Biuret juga cukup efisien. Selain lebih murah, metode ini dapat menganalisis gelatin dalam tablet yang jumlahnya cukup besar (1-5% b/b). Kelemahan metode Biuret adalah tidak dapat menganalisis sampel yang sejenis sampel obat A atau F. Kedua sampel ini memberikan warna yang tidak sesuai sengan warna positif biuret.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa sebagian besar sampel obat yang dianalisis dengan metode Biuret, Lowry, dan Bradford menunjukkan adanya gelatin dengan konsentrasi antara 0.02% (b/b) sampai dengan 12.65% (b/b). Antara hasil metode Biuret, Lowry, dan Bradford tidak saling mendukung. Ada dua sampel obat yang tidak dapat dianalisis dengan metode Biuret, yaitu sampel obat A dan obat F. Metode Bradford merupakan metode yang paling baik di antara metode Lowry dan Biuret.

Saran

Pemurnian sampel obat perlu dilakukan untuk memperoleh ekstrak sampel yang lebih murni, dan terbebas dari senyawa-senyawa aktif obat. Penggunaan gelatin yang lebih murni sebagai standar juga perlu dilakukan. Analisis lebih lanjut untuk sampel yang mengandung gelatin dengan elektroforesis gel poliakrilamida atau teknik lain perlu dilakukan untuk lebih memastikan keberadaan gelatin dalam obat-obatan.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Ansel HC. 1985. Pengantar Bentuk Sediaan

Farmasi. Ibrahim F, penerjemah; Jakarta: UI Pr.

Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive method for the quantitation of microgram quantities of protein utilizing the principle of protein-dye binding. J Anal Biochem 72:248-254. Charley H. 1982. Food Science. New York:

John Wiley and Son.

De Man JM. 1997. Kimia Makanan. Padmawinata K, penerjemah; Bandung: ITB Pr.

Cole B. 2000. Gelatin. New York: John Wiley and Sons.

Courts A, Johns P. 1977. Relationship between collagen and gelatin. New York: Academic Pr.

Fardiaz D. 1989. Buku dan Monograf Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. Bogor: PAU Ilmu Hayati IPB.

Gates JC. 1981. Basic Food. California: Rinehart and Winston.

Glicksman M. 1969. Gum Technology in Food Industry. New York: Academic Pr.

Gornall AG, Bardawill CJ, David MM. 1948. Determination of serum protein by means of the biuret reaction. J Biol Chem 20:751-766.

Hansen MR. 2007. Gel texture and chain structure of amylomaltase-modified starches compared to gelatin. Food Hydrocolloids 22:1551-1566.

Hinterwaldner R. 1977. Raw materials. The Science and Technology of Gelatin 22:295-313.

Jones NR. 1977. The structure and composition of collagen containing tissue. The Science and Technology of Gelatin 11:32-66.

King W. 1969. Gum Technology in Food Industry. New York: Academic Pr. Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL.

1976. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Suyatmi S, penerjemah; Jakarta: UI Pr.

Lowry OH ,Rosbrough NJ, Farr AL, Randall RJ. 1951. Protein measurement with the folin fenol reagent. J Biol Chem 23: 265-275.

Mark EM, Stewart GF. 1957. Advances in Food Resesearch. New York: Academic Pr.

Parker AL. 1982. Principles of Biochemistry. Maryland: Worth Publishers.

Perkins AP. 1999. Esophageal transit of risedronate cellulose-coated tablet and gelatin capsule formulations. J Pharmaceutical 186:169-175.

Pomory CM. 2008. Color development time of the Lowry protein assay. J Anal Biochem 378:216-217.

Poppe J. 1992. Thickening and Gelling Agents for Food. New York: Academic Press.

Sugiyartono, Radjaram A, Isadiartuti D. 2003. Pengembangan formulasi tablet hisap ekstrak jahe (Zingiber officinalis) dengan bahan pengikat etil selulosa dan gelatin B [Laporan Penelitian]. Surabaya: Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga.

Voight R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Noerono S, penerjemah; Yogyakarta: UGM Press.

Wade A, Weller PJ. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients. London: The Pharmaceutical Pr.

Wards AG, Courts A. 1977. The Science and Technology of Gelatin. New York: Academy Pr.

Widjaja B, Setyawan D. 2004. Pengembangan formula tablet hisap rimpang kencur (Kaempferia galanga) [Laporan Penelitian]. Surabaya: Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga.

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Zaia DM, Zaia BV, Lichtig J.1998. Total

protein determination saw spectrofotometri: advantages and disadvantages of the existing methods. J Chem. 21:6-16.

(22)
(23)
(24)

Lampiran 1 Tahapan penelitian

PREPARASI SAMPEL

LARUTAN SAMPEL

LOWRY

BRADFORD

(25)

Lampiran 2 Preparasi sampel

Serbuk Halus

Tablet Biasa

Larutan obat

Serbuk halus

Filtrat berwarna

g e r u

s

Akuades 60 ºC saring

Obat bentuk

sediaan tablet

Tablet Salut

Bahan salut

Serbuk halus

Sisa bahan obat

g e r u

s

Larutan obat

Filtrat berwarna

Akuades 60 ºC saring

Filtrat/Sampel

Arang aktif & disaring Arang aktif & disaring

(26)
(27)

Lampiran 3 Hasil preparasi sampel

Massa obat

(gram) Sebelum ditambah arang aktif

No Nama Obat

1 2 Setelah + Akuades 20 ml Setelah disaring

Setelah ditambah arang aktif dan disaring 1 Obat A 1,02 1,01 Larut, sedikit endapan, berwarna kuning Bening, berwarna kuning Bening, tidak berwarna 2 Obat B 1,03 1,03 Larut, sedikit endapan, berwarna kuning Bening, berwarna kuning Bening, tidak berwarna 3 Obat C 1,01 1,00 Tidak larut semua, kuning pudar Bening, berwarna kuning pudar Bening, tidak berwarna 4 Obat D 1,01 1,00 Larut, sedikit endapan, tidak berwarna Bening, tidak berwarna Bening, tidak berwarna 5 Obat E 1,02 1,01 Larut, banyak endapan, berwarna hijau Bening, berwarna hijau pudar Bening, tidak berwarna 6 Obat F 1,03 1,00 Larut, ksedikit endapan, berwarna jingga Bening, berwarna kuning Bening, tidak berwarna 7 Obat G 1,02 1,00 Larut, sedikit endapan, berwarna putih Bening, tidak berwarna Bening, tidak berwarna 8 Obat H 1,04 1,03 Larut, sedikit endapan, berwarna coklat Bening, berwarna coklat Bening, tidak berwarna 9 Obat I 1,01 1,00 Larut, sedikit endapan, berwarna putih Bening, tidak berwarna Bening, tidak berwarna 10 Obat J 1,02 1,03 Tidak larut semua, sedikit endapan, berwarna merah

muda Bening, berwarna merah muda Bening, tidak berwarna

11 Obat K 1,02 1,03 Larut, sedikit endapan, berwarna merah nila Bening, berwarna merah nila Bening, tidak berwarna 12 Obat L 1,02 1,02 Larut, sedikit endapan, berwarna hijau Bening, berwarna hijau Bening, tidak berwarna 13 Obat M 1,02 1,01 Larut, sedikit endapan, berwarna oranye Bening, berwarna oranye Bening, tidak berwarna 14 Obat N 1,01 1,02 Larut, sedikit endapan, berwarna kuning Bening, berwarna kuning Bening, tidak berwarna 15 Obat O 1,00 1,00 Larut, sedikit endapan, tidak berwarna Bening, tidak berwarna Bening, tidak berwarna 16 Obat P 1,02 1,02 Larut, sedikit endapan, berwarna oranye Bening, berwarna oranye Bening, tidak berwarna 17 Obat Q 1,03 1,03 Larut, sedikit endapan, berwarna merah muda Bening, berwarna merah muda Bening, tidak berwarna 18 Obat R 1,01 1,01 Larut, sedikit endapan, berwarna hijau kekuningan Bening, berwarna hijau kekuningan Bening, tidak berwarna 19 Obat S 1,02 1,02 Larut, sedikit endapan, berwarna putih Bening, tidak berwarna Bening, tidak berwarna 20 Obat T 1,03 1,04 Larut, sedikit endapan, berwarna merah muda Bening, berwarna merah muda Bening, tidak berwarna 21 Obat U 1,03 1,03 Larut, sedikit endapan, lebih kental, berwarna

kuning Bening, berwarna kuning Bening, tidak berwarna

22 Obat V 1,02 1,02 Tidak larut semua, sedikit endapan, berwarna putih Bening, tidak berwarna Bening, tidak berwarna 23 Obat W 1,01 1,02 Larut, sedikit endapan, berwarna oranye Bening, berwarna oranye Bening, tidak berwarna 24 Obat X 1,03 1,03 Larut, sedikit endapan, berwarna oranye pudar Bening, berwarna oranye pudar Bening, tidak berwarna

(28)

Lampiran 4 Pembuatan pereaksi-pereaksi

a.

Pembuatan Pereaksi Biuret (1 Liter)

Na-K Tartrat : 9.08 gram

CuSO4.5H2O : 3.06 gram

KI

: 5.01 gram

NaOH 0.2 M : 400 ml

Akuades

: s/d 1 Liter

b.

Pembuatan Pereaksi Lowry

Pereaksi A (250 ml)

 Na2CO3 : 15 gram

 NaOH

: 2 gram

 Akuades

: s/d 250 ml

Pereaksi B (10 ml)

 Na Sitrat : 0.30 gram

 CuSO4.5H2O : 0.23 gram

 Akuades

: s/d 10 ml

Pereaksi C

 Pereaksi A : Pereaksi B = 50 : 1

Pereaksi D

 Folin Ciocalteu : Akuades = 3 : 1

c.

Pembuatan Pereaksi Bradford (500 ml)

 Coomassie Blue

: 50 mg

 Etanol 95%

: 25 ml

 Asam Fosfat 85%

: 50 ml

(29)

Lampiran 5 Standar gelatin dengan pereaksi Biuret

Absorbansi pada λ555

[Gelatin] (mg/ml)

1 2 rata-rata Warna biru

0.0 0.0000 0.0000 0.0000 - 1.0 0.0110 0.0070 0.0090 - 2.0 0.0190 0.0200 0.0195 + 4.0 0.0430 0.0430 0.0430 + 5.0 0.0580 0.0590 0.0585 ++ 6.0 0.0690 0.0690 0.0690 +++ 8.0 0.0910 0.0880 0.0895 +++ 10.0 0.1290 0.1250 0.1270 ++++ y = 0.0124x - 0.0039 R2 = 0.9917 -0.02 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 0.14 0 2 4 6 8 10 12 [Gelatin] (mg/ml) Absorbansi

Kurva standar gelatin dengan metode Biuret

Lampiran 6 Standar gelatin dengan pereaksi Lowry

Absorbansi pada λ500

[Gelatin] (mg/ml)

1 2 rata-rata Warna biru

0.000 0.000 0.000 0.000 - 0.125 0.024 0.026 0.025 + 0.250 0.058 0.060 0.059 ++ 0.500 0.124 0.122 0.123 +++ 0.750 0.157 0.159 0.158 ++++ 1.000 0.202 0.184 0.193 +++++ y = 0.1977x + 0.0065 R2 = 0.9818 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 [Gelatin] (mg/ml) Absorbansi

Kurva standar gelatin dengan pereaksi Lowry

(30)

Absorbansi pada λ595

[Gelatin] (mg/ml)

1 2 Rata-rata Warna coklat kebiruan

0.00 0.0000 0.0000 0.0000 - 1.25 0.0090 0.0090 0.0090 - 2.50 0.0120 0.0120 0.0120 + 3.75 0.0160 0.0150 0.0155 + 5.00 0.0280 0.0280 0.0280 ++ y = 0.005x + 0.0004 R2 = 0.9363 0.000 0.005 0.010 0.015 0.020 0.025 0.030 0 1 2 3 4 5 6 [gelatin] (mg/ml) Absorbansi

Kurva Standar gelatin dengan metode Bradford

Lampiran 8 Hasil analisis Biuret

Absorbansi [Protein] No Nama Obat 1 2 1 2 x [Protein] x fp % protein (b/b) 1 Obat A 0,423 0,336 34,4274 27,4113 30,9194 609,2484 60,9248 2 Obat B 0,015 0,012 1,5242 1,2823 1,4032 27,2471 2,7247 3 Obat C 0,036 0,028 3,2177 2,5726 2,8952 57,6152 5,7615 4 Obat D 0,006 0,007 0,7984 0,8790 0,8387 16,6907 1,6691 5 Obat E 0,003 0,002 0,5565 0,4758 0,5161 10,1700 1,0170 6 Obat F 0,423 0,202 34,4274 16,6048 25,5161 502,7809 50,2781 7 Obat G 0,003 0,003 0,5565 0,5565 0,5565 11,0188 1,1019 8 Obat H 0,003 0,004 0,5565 0,6371 0,5968 11,5319 1,1532 9 Obat I 0,007 0,008 0,8790 0,9597 0,9194 18,2956 1,8296 10 Obat J 0,062 0,055 5,3145 4,7500 5,0323 98,1904 9,8190 11 Obat K 0,017 0,017 1,6855 1,6855 1,6855 32,8875 3,2887 12 Obat L 0,009 0,011 1,0403 1,2016 1,1210 21,9798 2,1980 13 Obat M 0,003 0,004 0,5565 0,6371 0,5968 11,7591 1,1759 14 Obat N 0,012 0,008 1,2823 0,9597 1,1210 22,0880 2,2088 15 Obat O 0,001 0,000 0,3952 0,3145 0,3548 7,0968 0,7097 16 Obat P 0,015 0,016 1,5242 1,6048 1,5645 30,6768 3,0677 17 Obat Q 0,018 0,020 1,7661 1,9274 1,8468 35,8597 3,5860 18 Obat R 0,023 0,021 2,1694 2,0081 2,0887 41,3606 4,1361 19 Obat S 0,009 0,008 1,0403 0,9597 1,0000 19,6078 1,9608 20 Obat T 0,019 0,019 1,8468 1,8468 1,8468 35,6865 3,5686 21 Obat U 0,003 0,003 0,5565 0,5565 0,5565 10,8049 1,0805 22 Obat V 0,009 0,009 1,0403 1,0403 1,0403 20,3985 2,0398 23 Obat W 0,005 0,011 0,7177 1,2016 0,9597 18,9099 1,8910 24 Obat X 0,005 0,006 0,7177 0,7984 0,7581 14,7197 1,4720

Lampiran 9 Hasil analisis Lowry

(31)

Absorbansi [Protein] No Nama Obat 1 2 1 2 x [Protein] x fp % protein (b/b) 1 Obat A 1,226 1,051 6,1684 5,2833 5,7258 112,8246 11,2825 2 Obat B 0,931 0,958 4,6763 4,8128 4,7446 92,1274 9,2127 3 Obat C 0,031 0,046 0,1239 0,1998 0,1619 3,2211 0,3221 4 Obat D 0,975 1,022 4,8988 5,1366 5,0177 99,8548 9,9855 5 Obat E 0,009 0,008 0,0126 0,0076 0,0101 0,1993 0,0199 6 Obat F 1,068 1,069 5,3692 5,3743 5,3718 105,8478 10,5848 7 Obat G 0,991 1,099 4,9798 5,5260 5,2529 104,0180 10,4018 8 Obat H 0,035 0,048 0,1442 0,2099 0,1770 3,4210 0,3421 9 Obat I 1,200 1,192 6,0369 5,9965 6,0167 119,7352 11,9735 10 Obat J 0,889 0,847 4,4638 4,2514 4,3576 85,0266 8,5027 11 Obat K 0,785 0,718 3,9378 3,5989 3,7683 73,5285 7,3529 12 Obat L 1,223 1,341 6,1533 6,7501 6,4517 126,5038 12,6504 13 Obat M 1,067 1,093 5,3642 5,4957 5,4299 106,9940 10,6994 14 Obat N 1,068 1,233 5,3692 6,2038 5,7865 114,0206 11,4021 15 Obat O 1,230 1,183 6,1887 5,9509 6,0698 121,3961 12,1396 16 Obat P 1,004 0,997 5,0455 5,0101 5,0278 98,5847 9,8585 17 Obat Q 1,149 1,183 5,7790 5,9509 5,8649 113,8825 11,3882 18 Obat R 1,205 1,013 6,0622 5,0910 5,5766 110,4283 11,0428 19 Obat S 1,185 1,027 5,9611 5,1619 5,5615 109,0482 10,9048 20 Obat T 1,203 1,165 6,0521 5,8599 5,9560 115,0917 11,5092 21 Obat U 1,084 1,100 5,4502 5,5311 5,4906 106,6144 10,6614 22 Obat V 1,194 1,116 6,0066 5,6120 5,8093 113,9080 11,3908 23 Obat W 1,183 1,100 5,9509 5,5311 5,7410 113,1236 11,3124 24 Obat X 1,208 1,213 6,0774 6,1027 6,0900 118,2531 11,8253

(32)

Lampiran 10 Hasil analisis Bradford

Absorbansi [Protein] No Nama Obat 1 2 1 2 x [Protein] x fp % protein (b/b) 1 Obat A 0,008 0,006 1,52 1,12 1,32 26,0099 2,6010 2 Obat B 0,021 0,016 4,12 3,12 3,62 70,2913 7,0291 3 Obat C 0,011 0,011 2,12 2,12 2,12 42,1891 4,2189 4 Obat D 0,010 0,011 1,92 2,12 2,02 40,1990 4,0199 5 Obat E 0,008 0,003 1,52 0,52 1,02 20,0985 2,0099 6 Obat F 0,009 0,003 1,72 0,52 1,12 22,0690 2,2069 7 Obat G 0,020 0,021 3,92 4,12 4,02 79,6040 7,9604 8 Obat H 0,022 0,015 4,32 2,92 3,62 69,9517 6,9952 9 Obat I 0,023 0,027 4,52 5,32 4,92 97,9104 9,7910 10 Obat J 0,037 0,038 7,32 7,52 7,42 144,7805 14,4780 11 Obat K 0,012 0,017 2,32 3,32 2,82 55,0244 5,5024 12 Obat L 0,007 0,008 1,32 1,52 1,42 27,8431 2,7843 13 Obat M 0,005 0,003 0,92 0,52 0,72 14,1872 1,4187 14 Obat N 0,007 0,005 1,32 0,92 1,12 22,0690 2,2069 15 Obat O 0,002 0,000 0,32 -0,08 0,12 2,4000 0,2400 16 Obat P 0,003 0,005 0,52 0,92 0,72 14,1176 1,4118 17 Obat Q 0,007 0,004 1,32 0,72 1,02 19,8058 1,9806 18 Obat R 0,003 0,005 0,52 0,92 0,72 14,2574 1,4257 19 Obat S 0,014 0,013 2,72 2,52 2,62 51,3725 5,1373 20 Obat T 0,018 0,018 3,52 3,52 3,52 68,0193 6,8019 21 Obat U 0,023 0,022 4,52 4,32 4,42 85,8252 8,5825 22 Obat V 0,022 0,017 4,32 3,32 3,82 74,9020 7,4902 23 Obat W 0,018 0,017 3,52 3,32 3,42 67,3892 6,7389 24 Obat X 0,017 0,014 3,32 2,72 3,02 58,6408 5,8641

Gambar

Tabel  1  Komposisi  asam  amino  pada  gelatin  Cole (2000)
Tabel 2 Perbedaan antara gelatin A dan B  Sifat  Gelatin A  Gelatin B  Kekuatan gel (bloom)  50-300  50-300  Viskositas (cP)  1.5-7.5  2.0-7.5  Kadar abu (%)  0.3-2.0  0.5-2.0
Tabel 3  Penggunaan gelatin dalam industri  di dunia tahun 1999 (BPS 2004)  Industri   Penggunaan (ton)
Gambar 1 Obat bentuk sediaan tablet
+2

Referensi

Dokumen terkait

Era baru proses penatausahaan BMN dalam rangka mendukung penyusunan laporan keuangan setiap entitas pelaporan pengelola keuangan negara ditandai dengan

Penulisan ilmiah ini menguraikan penerapan bahasa Visual Basic kedalam transaksi valuta asing disertai dengan diagram alur (flowchart) dan simulasi halaman website Dalam

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang Maha luas ilmu-Nya, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga buku tesis yang berjudul “Penetapan

Web ini sendiri merupakan web yang memberikan informasi tentang Kebudayaan Pulau Jawa agar para siswa mengenal Kebudayaan Pulau Jawa, yaitu mengenai lambang propinsi, peta, rumah

[r]

Pelajaran Kompetensi Dasar Pembelajaran Materi Kegiatan Pembelajaran Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar PPKn 3.1   Memahami nilai  simbol­simbol  Pancasila dalam 

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan 10% ampas tahu yang disuplementasi 0,20% ragi tape ( Saccharomyces spp .) dalam ransum dapat meningkatkan produksi

In free space cell Ci, applications of some constraints C2 of locomotion type create obstruction (nonnavigable space) and the decision to create that obstruction