• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V Menggunakan Model Pembelajaran Van Hiele dan Model Pembelajaran Mekanistik. T1 292008181 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V Menggunakan Model Pembelajaran Van Hiele dan Model Pembelajaran Mekanistik. T1 292008181 BAB II"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pengertian Belajar

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki arti “berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu” definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Sehingga dengan belajar itu manusia menjadi tahu, memahami, mengerti dapat melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu Fudyartato (Baharuddin, 2010:13).

Menurut teori kognitif dalam Budiningsih (2005) pengertian belajar adalah perubahan perpepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang diamati dan dapat diukur. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, aspek-aspek kejiwaan lainya. Sehingga belajar merupakan aktivitas yang libatkan proses berfikir yang sangat kompleks. Menurut Piaget kegiatan belajar terjadi sesuai dengan pola tahap-tahap perkembangan kognitif dan umur seseorang. Dalam pembelajaran matematika perlu disesuaikan dengan perkembangan kognitif siswa yang dimulai dari kongkret ke abstrak.

Menurut Baharuddin (2010:116) dalam proses belajar dikelas siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri. Esensi dari dalam teori konstruktivisme ini adalah ide. Siswa harus menemukan dan mentransfomasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain. Sehingga kegiatan pembelajaran harus dikemas menjadi proses pengkonstroksian bukan menerima pengetahuan.

(2)

yang terjadi pada diri seseorang sepanjang hidupnya. Seorang dikatakan belajar bila pikiran dan perasaan aktif. Salah satu pertanda bahwa seseorang belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan atau sikapnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Contoh lingkungan fisik ialah: buku, alat peraga dan alam sekitar. Sedangkan lingkungan sosial, antara lain guru, siswa, pustakawan, dan kepala sekolah . Oleh karena itu belajar bisa terjadi kapan saja dan di mana saja.

2.1.1.1Pengertian Hasil Belajar Matematika

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:895) menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil yang telah dicapai dari hal yang telah dilakukan, dikerjakan dan lainnya, yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru. Menurut Sudjana, (2010:22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan menurut Anitah (2003:5) hasil belajar berupa perubahan perilaku atau tingkah lakunya. Gambaran keberhasilan perubahan tingkah laku yang dialami oleh individu dari hasil pengalaman/pembelajaran yang membuat siswa dari tidak tahu menjadi tahu, belum bisa menjadi bisa dan hasil tersebut dapat berupa kemajuan untuk diri siswa maupun sesuatu hal yang buruk yang dimilikinya.

Berdasarkan pandangan-pandangan dari para ahli tersebut diatas maka yang dimaksud dengan hasil belajar matematika dalam penelitian ini adalah hasil dari seorang siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar matematika yang diukur dari kemampuan siswa tersebut dalam menyelesaikan soal tes.

(3)

kriteri a. Sehingga penilaian adalah proses pemberian atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.

2.1.1.2Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Keberhasilan Belajar sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Anitah (2009:2.7) faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu faktor dalam diri siswa (intern) dan faktor dari luar diri siswa (ekstern)

1. Faktor dari dalam (intern)

Faktor dari dalam diri siswa yang berpengaruh terhadap hasil belajar diantaranya adalah kecakapan, minat, bakat, usaha, motivasi, perhatian, kelemahan dan kesehatan serta kebiasaan siswa. Salah satu hal terpenting dalam kegiatan belajar yang harus ditanamkan dalam diri siswa bahwa belajar yang dilakukannya merupakan kebutuhan sendiri. Minat belajar berkaitan dengan seberapa besar individu merasa suka atau tidak suka terhadap suatu materi yang dipelajari siswa. Minat, motivasi dan perhatian siswa dapat dikondisikan oleh guru.

2. Faktor dari luar (Ekstern)

Faktor dari luar diri siswa yang berpengaruh hasil belajar di antaranya adalah lingkungan fisik dan nonfisik (termasuk suasana kelas dalam belajar, seperti riang gembira, menyenangkan), lingkungan sosial budaya, lingkungan keluarga, program sekolah (termasuk dukungan komite sekolah), guru, pelaksanaan pembelajaran dan teman sekolah. Guru merupakan faktor utama yang paling berpengaruh terhadap proses maupun hasil belajar, sebab guru merupakan menajer atau sutradara dalam kelas.

(4)

ini sejalan dengan teori belajar sekolah (Teory Of School Learning) dari Bloom yang mengatakan ada tiga variabel utama dalam teori belajar di sekolah, yakni Karakteristik individu, kualitas pengajaran dan hasil belajar siswa.

Sedangkan Caroll (Sabri, 2007:46) berpendapat bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh lima faktor yaitu (1) Bakat mengajar, (2) Waktu yang tersedia untuk belajar, (3) waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan pelajaran, (4) Kualitas mengajar dan (5) Kemampuan individu.

Menurut Hudoyo (1990) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar matematika siswa adalah

1. Faktor siswa (siswa) yang meliputi : kemampuan, kesiapan, sikap, minat dan intelegensi

2. Faktor sarana prasarana yang meliputi : ruang, alat bantu belajar, buku teks dan sumber belajar

3. Faktor pengajar (guru) yang meliputi pengalaman, kepribadian, kemampuan matematika dan penyampaian pembelajaran

4. Faktor penilaian (evaluasi)

2.1.2 Model Pembelajaran Van Hiele 2.1.2.1Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran dimaksudkan sebagai interaksi siswa dengan guru dikelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanan kegiatan belajar mengajar di kelas (Suherman, 2003:7). Sehingga model pembelajaran merupakan bungkusan atau bingkai dari penerapan suatu strategi, pendekatan, metode dan teknik pembelajaran.

Jorome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa dalam kegiatan belajar matematika lebih berhasil jika proses pengajaranya diarahkan kepada konsep-konsep struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur (Suherman, 2003:43)

(5)

sampai yang paling kompleks. Matematika terdapat konsep persyaratan sebagai dasar untuk memahami topik atau konsep selanjutnya. Dengan demikian mempelajari matematika konsep sebelumnya harus benar-benar dikuasai agar dapat memahami konsep-konsep selanjutnya. Maka mempelajari matematika tidak dapat melakukan secara melompat-lompat tetapi harus tahap demi tahap, dimulai dengan pemahaman ide dan konsep yang sedehana sampai kejenjang yang lebih kompleks.

2.1.2.2 Tahap – Tahap Pemahaman Geometri Teori Van Hiele

Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP 2006), Standar Kompetensi Sekolah Dasar (SD) yang membahas geometri dan pengukuran, salah satunya adalah membahas tentang pokok bahasan bangun datar. Bangun datar meliputi segitiga, persegi panjang, persegi, trapesium, belah ketupat, layang-layang, jajar genjang dan lingkaran.

Menurut Van Hiele ada tiga unsur utama pembelajaran geometri yaitu waktu, materi pemebelajaran dan metode pengajaran yang diterapkan. Bila ketiganya ditata secara terpadu dapat berakibat pada meningkatanya kemampuan berpikir siswa kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap yang sebelumnya.

Untuk mendapatkan hasil belajar yang diinginkan, yaitu siswa dapat memahami geometri dengan penuh pemahaman, pembelajaran harus sesuai dengan tingkat perkembangan siswa atau sesuai taraf berpikirnya. Sesuai dengan teori perkembangan kognitif Peaget yaitu anak usia SD masih menempati taraf berfikir operasional konkrit.

Penelitian yang dilakukan Van Hiele menyatakan perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri. Van Hiele (Karso, 2004:1.20-1.22) menyatakan bahwa terdapat 5 tahap pemahaman geometri yaitu: Tahap pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi, dan akurasi.

1. Tahap Pengenalan

(6)

berpikir ini belum bisa memahami atau menentukan sifat-sifat geometri dan karakteristik bangun yang ditunjukkan.

2. Tahap Analisis

Pada tahap analisis anak sudah dapat memahami sifat-sifat dari bangun-bangun geometri. Pada tahap ini anak sudah mengenal sifat-sifat bangun-bangun geometri, siswa menyadari dan dapat mencirikan bentuk bangun geometri berdasarkan sifatnya dan sudah tampak adanya analisis terhadap konsep geometri. Misalnya siswa telah mengenal sifat-sifat persegi panjang bahwa dua sisi yang berhadapan sejajar dan sama panjang. Namun dalam tahap ini siswa belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya.

3. Tahap Pengurutan

Pada tahap ketiga ini, siswa sudah mengenal dan memahami sifat-sifat suatu bangun geometri serta sudah dapat mengurutkan bangun-bangun geometri yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan. Misalnya mengenal bahwa bujursangkar itu adalah jajar genjang, bahwa jajar genjang adalah trapesium, bahwa kubus adalah balok.

4. Tahap Deduksi

Pada tahap ini, siswa telah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan yang bersifat umum dan menuju ke hal-hal yang lebih khusus.Siswa sudah mulai memahami perlunya mengambil kesimpulan secara deduktif. Pada tahap ini siswa sudah memahami pentingnya unsur-unsur yang tidak didefinisikan, aksioma atau postulat, dalil atau teorema, tetapi ia belum bisa mengerti mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dijadikan dalil.

5. Tahap akurasi

(7)

Tahap V

Menurut Van Hiele, semua anak mempelajari gometri melalui tahap-tahap tersebut, dengan urutan yang sama dan tidak dimungkinkan adanya tahap diloncati. Akan tetapi, kapan seseorang siswa mulai memasuki sesuatu tahap baru tidak selalu sama antara siswa yang satu dengan siswa yang lain.

[image:7.595.101.507.219.606.2]

Hubungan antara kelima tahap kemampuan berpikir siswa dalam geometri menurut Van Hiele dapat penulis gambarkan dengan diagram Venn sebagai berikut :

Gambar 2.1 Hubungan antara Tahap-tahap berfikir Van Hiele

Penjelasan dari gambar 2.1 adalah jika kemampuan berpikir siswa berada pada Tahap V (Tahap Akurasi), tahap tertinggi kemampuan berpikir Van Hiele, maka termasuk di dalamnya penguasai Tahap IV (Tahap Deduksi), III (Tahap Pengurutan), II (Tahap Analisis) dan I (tahap Pengenalan), jika kemampuan berpikir siswa berada pada Tahap IV (Tahap Deduksi), maka termasuk di dalamnya menguasai Tahap III (Tahap Analisis) dan I (Tahap Pengenalan). Jika kemampuan berfikir siswa berada Tahap II (Tahap Analisis), maka termasuk di dalamnya menguasai Tahap I (Tahap Pengenalan)

2.1.2.3 Fase-Fase Model Pembelajaran Van Hiele

Model pembelajaran Van Hiele merupakan model yang didasarkan pada teori belajar Van Hiele dalam mata pelajaran matematika, khususnya geometri. Van Hiele adalah seorang pengajar matematika Belanda. Menurut pandangan Van Hiele, pembelajaran geometri hanya akan efektif apabila sesuai dengan struktur kemampuan berpikir siswa. Untuk memperoleh hasil belajar yang diharapkan, Van Hiele menawarkan model pembelajaran yang terdiri dari lima

Tahap IV Tahap III

Tahap II

(8)

fase pembelajaran , yang sekaligus sebagai tujuan pembelajaran (Crowley, 1987) dalam sebagai berikut.

Fase-fase model pembelajaran Van Hiele tersebut adalah: fase informasi, fase orientasi, fase penjelasan, fase orientasi bebas dan fase integrasi.

a. Fase 1. Informasi: Pada awal tingkat ini, guru dan siswa menggunakan tanya-jawab dan kegiatan tentang objek-objek yang dipelajari pada tahap berpikir siswa.

b. Fase 2. Orientasi: Siswa menggali topik yang dipelajari melalui alat-alat yang dengan cermat telah disiapkan guru. Siswa mengeksplorasi objek istruksi sebagai tugas terstruktur seperti melipat, mengukur atau membangun.

c. Fase 3. Penjelasan: Berdasarkan pengalaman sebelumnya, siswa menyatakan pandangan yang muncul mengenai struktur yang diobservasi. d. Fase 4. Orientasi Bebas: Siswa menghadapi tugas-tugas yang lebih

kompleks berupa tugas yang memerlukan banyak langkah, tugas yang dilengkapi dengan banyak cara.

e. Fase 5. Integrasi: Siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari. Guru dapat membantu siswa dalam membuat sintesis.

Didalam fase-fase model Van Hiele terkandung proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Proses eksplorasi terjadi pada fase informasi dan fase orientasi. Proses elabolasi terjadi pada fase integrasi. Ini berarti fase-fase dalam model pembelajaran Van Hiele tidak bertentangan dengan pedoman pelaksanaan pembelajaran berdasarkan Peraturan Mentari Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa dalam kegiatan inti pembelajaran harus terjadi proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.

2.1.2.4 Implikasi Model Van Hiele Dalam Pembelajaran Geometri

Pembelajaran yang dilaksanakan dalam setiap model Van Hiele dalam pembelajaran geometri yaitu:

1. Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 1 (Informasi)

(9)

b. Dengan metode tanya jawab, guru menggali kemampuan awal siswa. c. Guru mengenalkan kosa kata khusus, seperti: simetri lipat, simetri putar,

sisi berhadapan, sudut berhadapan, dan sisi sejajar.

d. Tujuan aktivitas ini adalah guru mempelajari pengetahuan awal apa yang dimiliki siswa tentang topik yang dipelajari dan siswa mempelajari studi selanjutnya yang diambil.

2. Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 2 (Orientasi)

a. Guru mengarahkan siswa untuk meneliti karakteristik khusus dari objek-objek yang dipelajari.

b. Siswa disuruh membuat suatu model bangun datar misalnya segiempat dari kertas. Dengan menggunakan model bangun tersebut serta kertas berpetak siku-siku, siswa diinstruksikan untuk menyelidiki: banyaknya sisi berhadapan yang sejajar dan sudut suatu bangun siku-siku atau tidak. c. Dengan menggunakan suatu model bangun datar, siswa diminta untuk

melipat model bangun tersebut. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menemukan sumbu simetri. Selanjutnya siswa diinstruksikan untuk menyelidiki banyaknya sumbu simetri yang dimiliki oleh suatu bangun. Siswa diminta untuk menyelidiki banyaknya pasangan sudut berhadapan yang besarnya sama.

d. Siswa diinstruksikan untuk mengukur panjang sisi-sisi bangun datar apakah ada sisi yang sama panjang?

e. Siswa diinstruksikan untuk mengukur diagonal suatu segi empat, apakah diagonalnya sama panjang?

f. Tujuan pembelajaran selama tahap ini adalah siswa secara aktif dirangsang mengeksplorasi objek-objek (misalnya memutar, melipat, mengukur) untuk mendapatkan hubungan prinsip dari hubungan yang sudah terbentuk.

(10)

3. Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 3 (Penjelasan)

a. Siswa diberi mengelompokkan segiempat berdasarkan sifat-sifat tertentu, seperti: segiempat yang mempunyai sisi sejajar, segiempat yang mempunyai sudut-sudut siku-siku dan segiempat yang mempunyai sisi-sisi sama panjang.

b. Guru mendorong siswa untuk berbagi persepsi (pengalaman) tentang struktur bangun yang diamati dengan menggunakan bahasanya sendiri melalui kegiatan diskusi antar siswa.

c. Pada saat siswa mendemonstrasikan tentang objek yang dipelajari dan mendiskusikan dalam bahasanya sendiri guru mengenalkan terminologi matematika yang relevan.

d. Pada fase ini siswa berpeluang untuk menguraikan pengalaman, mengekspresikan, dan mengubah/melepas pengetahuan intuitif mereka yang tidak sesuai struktur bangun yang diamati.

4. Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 4 (Orientasi Bebas)

a. Siswa diberi situasi masalah/pertanyaan yang kompleks supaya memecahkan masalah sesuai caranya sendiri. Hal ini bertujuan agar siswa memperoleh pengalaman menyelesaikan permasalahan dalam belajar dan menggunakan strateginya sendiri.

b. Peran guru adalah memilih materi dan soal geometri yang sesuai untuk pembelajaran.

5. Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 5 (Integrasi)

a. Siswa membuat tinjauan dan ringkasan atau kesimpulan tentang seluruh materi yang telah dipelajari (pengamatan, membuat sintesis dari konsep dan hubungan baru). Misalnya meringkas sifat-sifat suatu bangun.

b. Tujuan kegiatan ini adalah mengintegrasikan pengetahuan yang telah diamati dan didiskusikan.

(11)

2.1.2.5 Manfaat Model Pembelajaran Van Hiele

Manfaat model pembelajaran Van Hiele dalam pembelajaran geometri adalah:

1. Dengan memahami tahap pemahaman perkembangan kognitif anak yang dikemukakan Van Hiele, guru dapat memahami mengapa seorang anak tidak memahami hubungan antar bangun bahwah kubus itu merupakan balok yang dikarenakan tahap berpikir anak berada pada tahap analisis bawah dan anak belum masuk pada tahap pengurutan.

2. Anak dapat belajar geometri dengan mengerti, tahap pembelajaran diharap disesuaikan dengan tahap berpikir siswa, tidak sebaliknya siswa yang menyesuaikan diri dengan tahap pembelajaran guru.

3. Guru dapat mengambil manfaat dari tahap-tahap perkembangan kognitif anak.

4. Agar topik-topik geometri dapat dipahami dengan baik dan anak dapat mempelajari topik-topik tersebut berdasarkan urutan kesukarannya yang dimulai dari tingkat yang paling mudah sampai dengan tingkat yang paling rumit dan kompleks.

Sesuai penjabaran mengenai manfaat model pembelajaran Van Hiele di atas, dapat dilihat bahwa model pembelajaran Van Hiele mempunyai dampak yang baik. Sehingga topik-topik pada materi kompetensi dasar mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar tersebut dapat dipahami siswa dengan baik. Kemudian siswa dapat mempelajari topik-topik tersebut berdasarkan urutan tingkat kesukarannya dimulai dari tingkat yang paling mudah sampai dengan tingkat yang paling rumit dan kompleks yang pada akhirnya siswa dapat mencapai hasil belajar sesuai tujuan yang diinginkan.

2.1.2.6 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Van Hiele

Kelebihan dalam model pembelajaran Van Hiele adalah sebagai berikut: 1. Kemampuan pemahaman belajar siswa lebih baik.

2. Kemampuan komunikasi matematika siswa lebih baik.

(12)

Sehingga model pembelajaran Van Hiele mempunyai kelebihan yang dapat memberikan pemahaman dan komunikasi siswa dalam mencapai hasil belajar yang baik dan tujuan yang diinginkan dalam pembelajaran.

Model pembelajaran Van Hiele mempunyai kelebihan namun mempunyai kelemahan yaitu sebagai berikut :

1. Seorang siswa tidak dapat berjalan lancar pada suatu tingkat dalam pembelajaran yang diberikan tanpa penguasaan konsep pada tingkat sebelumnya yang memungkinkan siswa untuk berpikir secara intuitif di setiap tingkat terdahulu.

2. Apabila tingkat pemikiran siswa lebih rendah dari bahasa pengajarannya, maka ia tidak akan memahami pengajaran tersebut.

3. Teori-teori yang dikemukakan oleh Van Hiele memang lebih sempit dibandingkan teori-teori yang dikemukakan Piaget dan Dienes, karena ia hanya mengkhususkan pada pembelajaran geometri saja.

Dari penjabaran kelemahan model pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa disamping memiliki kelebihan, model pembelajaran Van Hiele juga mempunyai kelemahan. Jadi guru harus mampu menekan atau mempersempit munculnya peluang dari kelemahan tersebut. Sehingga siswa dapat mencapai hasil belajar yang maksimal sesuai tujuan pembelajaran yang diinginkan.

2.1.3 Model Pembelajaran Mekanistik

Model pembelajaran mekanistik lebih dikenal dengan model pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang bersifat reguler artinya pemilihan strategi, metode kurang bervariasi. Proses belajar mengajar cenderung dimulai dengan orientasi dan penyajian informasi yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari siswa, pemberian contoh soal dilanjutkan dengan tes.

(13)

menggunakan sesuatu untuk memberi pelajaran melalui pelajaran tertentu. Peranan guru terutama adalah penyebar informasi. Proses belajar diaktualisasikan dengan guru berceramah kepada siswa, disiplin kelas dan menilai siswa dengan tanya jawab. Disamping menyampaikan informasi, tugas guru di kelas adalah mendiagnosis kesulitan belajar siswa, mensimulasi interaksi belajar siswa, memberikan bimbingan belajar, menggunakan multi media dan metode.

Menurut Treffers (Evrieta, 2010:22) Mengatakan, Karakteristik Metode Matematika Mekanistik Adalah Sebagai Berikut (1) Belajar Bukan Sebagai Proses Konstruksi Melainkan Proses Reproduksi. Pelajaran tidak didasarkan pada orientasi konkret, tetapi setiap kali dimulai dengan tahap aritmetika formal. (2) proses belajar tidak mengenal tahap-tahap formalisasi, sehingga tidak ada jembatan antara kegiatan berkonteks yang informal dan pelajaran formal. (3) refleksi siswa kurang diperhatikan. Masalah disajikan secara khas, yaitu berupa soal simbolik dan cerita murni, tidak ada kesempatan untuk produksi bebas, tidak ada soal yang mengandung konflik, dan tidak ada soal yang informasinya dicari sendiri oleh siswa. (4) Pelajaran bersifat individual, tidak mengandung konteks sosial dan interaksi. (5) Keterkaitan antara materi matematika dan keterkaitan dengan realitas kurang ditekankan.

(14)
[image:14.595.99.501.194.687.2]

2.1.4 Perbedaan Model Pembelajaran Van Hiele dengan Model Mekanistik Sehingga dari uraian model pembelajaran Van Hiele dan model pembelajaran mekanistik dapat dibedakan sebagai berikut dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1

Perbedaan Model Pembelajaran Van Hiele Dengan Model Pembelajaran Mekanistik

No Model pembelajaran Van Hiele Model Pembelajaran Mekanistik

1 Penggunaan konteks: proses

pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual yang dikenal

siswa dalam dunia nyata

(kongkret).

Pelajaran tidak didasarkan pada orientasi konkret, tetapi setiap kali dimulai dengan tahap aritmetika formal.

2 Orientasi pembelajaran berpusat pada siswa.

Orienentasi pembelajaran berpusat pada guru.

3 Pembelajaran sesuai tahap-tahap

berpikir siswa yang mana

pengetahuan dibangun oleh siswa.

Sesuai pada tahap-tahap

pemahaman geometri menurut Van Hiele.

Pembelajaran tidak memperhatikan tahap berpikir siswa dan proses belajar tidak mengenal tahap-tahap formalisasi, sehingga tidak ada jembatan antara kegiatan berkonteks yang informal dan pelajaran formal. 4 Kegiatan interaktif: proses belajar

bersifat interaktif antara guru dan siswa dalam hal bimbingan

Pelajaran bersifat individual; tidak mengandung konteks sosial dan interaksi.

5 Kedudukan siswa dalam proses pembelajaran sebagai subjek belajar.

Kedudukan siswa dalam proses pembelajaran sebagai objek belajar.

6 Kegiatan pembelajaran melalui tahap fase-fase pembelajaran geometri sehingga siswa mampu mamahami konsep materi dan dengan bimbingan guru serta menggunakan alat peraga dalam penyampaian materi.

Guru lebih sering menggunakan strategi metode ceramah dan drill dengan mengikuti urutan materi

dalam kurikulum dan tidak

menggunakan alat peraga tetapi teks

buku teks dan kemampuan

mengungkapkan kembali isi buku teks.

7 Siswa aktif mengkonstruksi sendiri bahan matematika dengan strategi dengan bimbingan guru

Contoh: siswa mencari sendiri sifat-sifat bangun datar

Siswa secara pasif menerima masalah disajikan secara khas, yaitu berupa soal simbolik dan cerita murni.

8 Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman

(15)

2.2Kajian Hasil Penelitian yang Relavan

Dalam penelitian yang dilakukan Yunus, Deden. 2011. dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Van Hiele Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Geometri di kelas V SDN Ranggeh Pasuruan” menyimpulkan bahwa model pembelajaran Van Hiele dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar geometri siswa dibandingkan menggunakan model pembelajaran mekanistik. Penelitian dilakukan oleh Husnaeni yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Van Hiele Dalam Membantu Siswa Kelas IV SD Membangun Konsep Segitiga” menyimpulkan bahwa Pengalaman geometri yang diberikan kepada siswa sesuai dengan model pembelajaran Van Hiele dapat meningkatkan kualitas berpikir siswa dari tahap visualisasi ke tahap analisis.

Dalam penelitian eksperimen yang dilakukan Pangestuti, Putri Narita. 2011 dengan judul “Efektifitas Model Pembelajaran Van Hiele Berbantu Alat Peraga terhadap kemampuan Penalaran Materi Segi Empat pada Siswa kelas VII SMP Negeri 2 Pegadong”. Menyimpulkan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) siswa kelas eksperimen mencapai ketuntasan belajar individu dengan nilai ketuntasan 65 dan berdasarkan uji proporsi didapat nilai z= 0,666>-1,64 sehingga ketuntasan belajar klasikal dapat mencapai 85% (2) berdasarkan uji t didapat nilai t = 2,10>1,99; sehingga rata-rata kemampuan penalaran siswa pada eksperimen 77,99 lebih besar dari pada kelas kontrol 69,93 dan (3) aktivitas (X) berpengaruh positif terhadap kemampuan penalaran (Y) sebesar 34% dengan R3 0,34 dan persamaan regresi linier sederhana Ῡ= 1,84 + 0,94 X. Berdasarkan ketiga hasil penelitian tersebut menunjukan keefektifan model pembelajaran Van Hiele telah tercapai.

(16)

1.99 sehingga Ho: ditolak dan sebaliknya Ha: diterima. Menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika pokok bahasan geometri bangun datar antara pembelajaran menurut teori Van Hiele dengan pembelajaran secara biasa.

2.3Kerangka Berfikir

Pelajaran matematika bersifat abstrak sehingga siswa sulit memahami materi pelajaran. Proses pembelajaran selama ini terpusat pada guru dan bersifat mekanistik, yaitu guru aktif menerangkan, siswa pasif mengikuti apa yang disampaikan oleh guru. Pemahaman yang diperoleh siswa hanya bersifat instrumental, yaitu siswa dapat menggunakan rumus-rumus untuk menyelesaikan soal tetapi tidak mengerti dari mana rumus itu diperoleh dan mengapa rumus itu digunakan. Dengan strategi seperti ini siswa menerima pelajaran matematika secara pasif dan bahkan hanya menghafal rumus-rumus tanpa memahami makna dan manfaat dari apa yang dipelajari. Model pembelajaran dengan mekanistik seperti itu membuat siswa kurang tertarik dan kesulitan dalam memahami materi geometri yang dipelajari sehingga mengakibatkan hasil belajar matematika siswa rendah.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan penalaran siswa terhadap geometri adalah melalui penerapan model Van Hiele. Model pembelajaran Van Hiele menuntut siswa melakukan penalaran secara bertahap. Dari konsep sederhana menuju konsep yang lebih kompleks secara terstuktur. Tahapan penalaran Van Hiele dalam kegiatan diawali diri mengingat topik yang telah dipelajari untuk kemudian menentukan topik selanjutnya yang lebih komplek terkait topik sebelumnya. Proses pembelajaran menggunakan benda kongkrit, dan menerapkan tahap fase dalam pembelajaran model pembelajaran Van Hiele. Fase-fase pembelajaran yaitu fase informasi, fase orientasi, fase penjelasan, fase orientasi bebas dan fase integrasi.

(17)

diskusikan. Pembelajaran matematika menjadi lebih menyenangkan, Siswa menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa lebih cepat paham terhadap materi yang dipelajari. Sehingga hasil belajar siswa menjadi baik dan memenuhi krikeria ketuntasan belajar yang sudah ditetapkan.

[image:17.595.102.504.212.625.2]

Berdasarkan uraian kerangka berpikir atas diatas dapat dilihat gambar 2.2 skema bagan berikut ini.

Gambar 2.2 Bagan Kerangka berpikir 1. Matematika bersifat Abstrak

2. Siswa sulit memahami materi geometri 3. Pembelajaran berpusat pada guru 4. Pembelajaran matematika monoton dan

membosankan 5. Siswa menjadi pasif

Hasil belajar siswa rendah

Model pembelajaranVan Hiele

1. Pembelajaran Matematika menjadi kongkrit 2. Siswa paham materi geometri

3. Pembelajaran berpusat pada siswa 4. Pembelajaran matematika menjadi

menyenangkan 5. Siswa menjadi aktif

(18)

2.4Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, kajian teori, dan kerangka berfikir, maka dapat mengambil hipotesis awal dapat dirumuskan sebagai berikut :

2.4.1 Hipotesis Deskriptif

ada perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika siswa kelas V yang diajar dengan model pembelajaran Van Hiele dengan model pembelajaran, Mekanistik.

2.4.2 Uji hipotesis Statistik

Secara statistik hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut: a. H0 : μeksperimen= μkontrol

Tidak ada perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika siswa kelas V menggunakan model pembelajaran Van Hiele dengan model mekanistik. b. H1 : μeksperimen≠μkontrol

Gambar

Gambar 2.1  Hubungan antara Tahap-tahap berfikir Van Hiele
Tabel 2.1 Perbedaan  Model Pembelajaran Van Hiele
Gambar 2.2 Bagan Kerangka berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar Matematika melalui pembelajaran Van Hiele pada siswa kelas V SD Negeri II Nungkulan, Girimarto,

Subjek 1 yang memiliki kemampuan matematis tinggi, deskripsi level berpikir geometri Van Hiele untuk level pengenalan (0) yaitu mampu mengenali bentuk dan memberi

Hasil Penelitian ini setelah dilaksanakan analisis data hasil uji t-tes diketahui Thitung 3,63 dengan sig t = 0,001<0,05 maka ada perbedaan yang signifikan

Namun ada beberapa hal yang menyebabkan tidak tercapainya target yang telah ditentukan, yaitu (a) Siswa belum dapat berpikir abstrak, (b) Siswa bergantung pada

materi yang disaji dapat mudah diterima dan dipahami oleh siswa dengan menciptakan kondisi siswa untuk lebih aktif dalam bertanya, mengemukakan pendapat dan melaksanakan

Siswa dapat mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar persegi , persegi panjang, trapesium, jajargenjang, lingkaran, belah ketupat, dan layang- layang. Siswa dapat

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN TEORI VAN HIELE UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN DASAR. GEOMETRI SISWA KELAS VII C SMP AL-IRSYAD SURAKARTA PADA

Proses penelitian mengikuti tahap- tahap: (a) merumuskan indikator level berpikir geometri menurut teori Van Hiele berdasarkan teori dan penelitian yang relevan, (b) merumuskan