• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

METODE MEMBAYAR

DOKTER LAYANAN PRIMER

DALAM ERA JKN

(2)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page ii

KATA PENGANTAR

Awal Januari tahun 2014 Indonesia akan mulai menerapkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Penerapan JKN menyebabkan perubahan fundamental pada berbagai aspek yang terkait dengan industri kesehatan di tanah air. Pelayanan kesehatan akan menjadi hak penduduk, bukan lagi komoditas yang hanya bisa dinikmati oleh mereka yang mampu membayar. Tapi penduduk pun wajib membayar iuran, menggunakan fasilitas kesehatan secara berjenjang, dan mengadopsi perilaku hidup sehat. Iuran penduduk miskin dan tidak mampu akan dibayari Pemerintah. Dengan demikian seluruh penduduk dimanapun ia berdomisili diharapkan akan mendapat pelayanan kesehatan yang sama baiknya.

Profesi dokter sebagai tulang punggung sistem pelayanan kesehatan nasional juga akan memasuki era baru, era pembayaran mengikuti kaidah asuransi kesehatan sosial. Dokter tidak bisa lagi menentukan tarifnya secara sepihak, tarifnya akan ditentukan oleh BPJS setelah bernegosiasi dengan asosiasinya. Metode pembayaran ke fasilitas kesehatan telah pula ditetapkan, yaitu secara INA-CBG dan kapitasi. Kedua metode ini memiliki filosofi yang sama, yaitu mentransfer risiko ke fasilitas kesehatan yang berarti dokter ikut menanggung risiko biaya bila ia memberikan pelayanan tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Hal ini akan mendorong terjadinya perubahan perilaku dan cara dokter menjalankan praktik kedokteran.

Metode membayar dokter seyogianya tidak hanya dipandang sebagai transaksi sederhana memberi imbalan atas kerja dokter mengobati pasien. Metode membayar dapat digunakan untuk mengubah perilaku dokter dalam menjalankan praktik, mendorong persebaran dan pemerataan dokter, memotivasi dokter untuk meningkatkan kompetensinya, dan mengurangi disparitas pendapatan antar dokter. Dengan kata lain, metode membayar dokter dapat digunakan sebagai kekuatan untuk menata ulang sistem pelayanan yang saat ini berberorientasi spesialis menjadi berorientasi pelayanan primer.

Dasar pemikiran ini yang mendorong IDI untuk mencari metode membayar yang lebih tepat guna dan berhasil guna dalam mencapai tujuan utama penerapan JKN. Peluang untuk membayar DLP dengan metode lain dimungkinkan oleh peraturan yang ada.

(3)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page iii Bab kedua menjelaskan Dokter Layanan Primer (DLP) yang akan menjadi tulang punggung program JKN. Pemahaman tentang peranan dan kedudukan, lingkup pelayanan, potensi produktivitas, dan bentuk entitas praktik DLP sangat diperlukan. Dalam setting pelayanan JKN, sebenarnya DLP mengemban fungsi baru yang tidak dikenal dalam sistem pelayanan yang berorientasi spesialis, yaitu sebagai gatekeeper. Banyak kebijakan yang masih simpang-siur tentang DLP, karena kita terperangkap dengan fungsi UKP dan UKM yang melekat di puskesmas. Diharapkan penjelasan ringkas di bab ini dapat membuka wacana untuk memahami DLP. Informasi lebih lengkap dapat dibaca di buku “ Membangun Praktik Dokter Layanan Primer Dalam Era JKN”.

Bab tiga menjelaskan metode membayar dokter yang lazim digunakan di berbagai negara agar pembaca memahami prinsip dasar serta kelebihan dan kekurangan setiap metode. Sebagai “binatang ekonomi” perilaku dokter mengikuti metode pembayaran sehingga kesalahan menerapkan metode membayar dokter dapat memberi dampak negatif bagi pasien dan masyarakat.

Bab terakhir berisi gagasan untuk menggabungkan tiga metode membayar dokter dalam upaya menyingkirkan segi negatif dan menonjolkan segi positif dari setiap metode tersebut. Metode campuran ini disebut sebagai metode Sandwich, sesuai dengan komponennya yang terdiri dari 3 lapis. Metode Sandwich ini dapat diterapkan dalam skala mikro di sebuah fasilitas kesehatan dan dapat pula dijadikan kebijakan nasional untuk membayar profesi dokter di seluruh tanah air.

Informasi yang disajikan dalam buku ini, diharapkan dapat membuka wacana para pemangku kepentingan untuk mengembangkan berbagai alternatif membayar dokter yang dapat diterima semua pihak, baik dokter, pasien maupun pembayar.

Kepada para pengguna buku ini, kami harapkan saran perbaikan untuk menyempurnakan buku ini. Semoga bermanfaat.

Jakarta, 1 Oktober 2013

Penyusun

(4)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI ... iv

I. PENDAHULUAN ... 6

1. Latar Belakang ... 6

2. Sejarah Pembayaran Dokter ... 7

3. Persepsi Tentang Pendapatan dan Kerja Dokter ... 9

4. Isu Strategis dan Kecenderungan... 12

5. Istilah dan Batasan ... 15

II. DOKTER LAYANAN PRIMER ... 17

1. Jaminan Kesehatan Nasional ... 17

2. Peranan Dan Kedudukan DLP Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan ... 19

3. Lingkup Pelayanan DLP ... 19

4. Potensi Produktivitas DLP ... 21

5. Entitas Praktik DLP ... 24

6. Hubungan Praktik DLP dengan UKM ... 26

III. METODE MEMBAYAR DOKTER ... 27

1. Salary ... 28

2. Fee For Service ... 30

3. Kapitasi ... 32

4. Case-Based Reimbursement ... 37

5. Pay For Performance ... 39

6. Metode Campuran ... 40

IV. MEMBAYAR DLP di ERA JKN ... 41

1. Dasar Pemikiran ... 41

2. Metode Sandwich ... 42

3. Komponen Basik ... 43

4. Kompensasi Untuk Menghargai Tanggung-Jawab Dan Beban Kerja ... 46

5. Insentif Untuk Mendukung Pencapaian Target Pembangunan Kesehatan ... 50

6. Penerapan Metode Sandwich ... 52

7. Implikasi Pada Kebijakan Nasional ... 55

KEPUSTAKAAN ... 57

(5)
(6)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 6

I.

PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang

Dalam dua dekade terakhir ilmu dan teknologi kedokteran mengalami kemajuan yang sangat pesat, kemajuan ini memberi konstribusi yang besar pada deteksi dini, penegakan diagnosis, pengobatan dan penyembuhan pasien, juga peningkatan efisiensi dan mutu pelayanan. Namun, seiring dengan kemajuan itu pelayanan kesehatan telah tumbuh menjadi industri yang kompleks, membutuhkan investasi besar dan sumber daya manusia profesional dari berbagai spesialisasi. Di negara yang regulasinya lemah, sistem pelayanan kesehatan akan terdorong menjadi berorientasi spesialis dan menghasilkan komoditi mahal, konsumtif, terfragmentasi, dan tidak sepenuhnya berdasarkan evidence based medicine.

Kemajuan yang besar ini belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya di Indonesia, mengingat keterbatasan infrastruktur, dana, sdm, dan manajemen yang mendukung ilmu dan teknologi tersebut. Fasilitas kesehatan di Indonesia belum memadai dari segi kualitas dan kuantitas, serta penyebarannya pun tidak merata. Rasio fasilitas kesehatan dengan jumlah penduduk masih jauh dari ideal yang menyebabkan terhambatnya akses masyarakat ke pelayanan kesehatan. Akses menjadi semakin terhambat dengan mahalnya biaya kesehatan saat ini. Keluhan masyarakat terhadap akses, mutu, dan biaya kesehatan menjadi berita sehari-hari. Bagi sebagian besar masyarakat, jatuh sakit berarti jatuh miskin.

Dalam sistem pelayanan kesehatan, dokter mempunyai peranan yang sangat strategis bukan saja karena keterampilan dan kompetensinya, tapi juga karena peranannya dalam menyerap dan mengeluarkan biaya kesehatan. Proporsi biaya untuk membayar dokter terhadap total biaya kesehatan relatif besar, misalnya di Canada biaya dokter tercatat 15% dari total biaya kesehatan di negara tersebut (Deber, 1998). Hal yang lebih bermakna adalah kinerja dan perilaku dokter terbukti memberi pengaruh besar terhadap total biaya kesehatan. Setiap tindakan dokter dapat diibaratkan dirigen yang menaikkan atau menurunkan nada (baca biaya). Berbagai penelitian membuktikan bahwa perilaku dokter dalam menjalankan praktik kedokteran sangat dipengaruhi oleh metode membayar dokter. Salah satu metode membayar dokter, yaitu fee for service (FFS), selama ini dianggap sebagai biang keladi peningkatan biaya kesehatan. Di banyak negara FFS mulai ditinggalkan dan digantikan dengan metode baru seperti pay for performance (PFP). Di Indonesia, FFS sangat dominan dan mewarnai mindset para dokter dan pemangku kepentingan lain.

(7)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 7 dapat menjamin akses dan mutu pelayanan, serta penyebaran, kinerja dan kesejahteraan para dokternya. Dengan latar belakang inilah buku ini ditulis.

2.

Sejarah Pembayaran Dokter

Konsep tentang kompensasi dokter sudah menjadi perdebatan beberapa filsuf seperti Hipokrates, Aristoteles, Plato, Aristopan, Sopoles dan Galen. Hal ini berasal dari perbedaan dalam mengartikan pekerjaan dokter sebagai seni ataukah teknik (keterampilan). Menurut Aristoteles, jika praktik kedokteran merupakan keterampilan seperti tukang, maka dia memiliki hak yang sama untuk mendapatkan kompensasi, sebagai sumber nafkah atas pelayanan yang telah diberikan. Namun jika praktik kedokteran adalah seni, maka pembayaran kompensasi dokter dianggap merendahkan profesinya. Bagi Hipokrates dan Galen, praktik kedokteran adalah seni dan kerja sosial, maka sebaiknya tidak menuntut pembayaran. Namun tidak semua dokter berasal dari keluarga kaya dan mulia seperti Hipokrates dan Galen, sehingga pada akhirnya banyak dokter yang menuntut pembayaran atas pelayanan yang diberikannya.

Pembayaran kompensasi terhadap dokter mulai diatur sejak berabad-abad yang lalu. Salah satu bukti pengaturan ini dituliskan pada kode Hammurabi, yaitu seperangkat hukum yang ditetapkan oleh Raja Hammurabi dari Babilonia (± 2000 SM). Pada buku tersebut terdapat beberapa pembahasan tentang dokter termasuk bagaimana dokter harus dibayar untuk pelayanan yang mereka berikan. Misalnya, pada kode 215-217 disebutkan bahwa seorang dokter yang telah menyembuhkan pasien yang luka parah atau melakukan bedah tumor maka dia akan menerima 10 uang perak, namun jika pasien tersebut orang miskin maka dia hanya menerima 5 uang perak, dan jika pasiennya adalah buruh maka dia akan menerima 2 uang perak dari majikannya.

(8)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 8 sebaliknya, misalnya biaya amputasi tangan di Boston pada tahun 1806 sebesar $40.00 sedangkan di South Carolina tahun 1844 hanya $5.00.

Di Kanada, kompensasi dokter pun mengalami peningkatan yang signifikan. Metode pembayaran kompensasi dilakukan dengan sistem gaji. Pada tahun 1653 seorang dokter bedah militer akan menerima total kompensasi sebesar 500 livre setahun untuk gajinya sebagai tentara, melayani 42 keluarga dan sebagai pengajar. Besarnya kompensasi ini adalah 17 kali lebih besar dibandingkan dengan upah minimal seorang pekerja saat itu. Kemudian pada pertengahan abad kedelapan belas, kompensasi dokter meningkat menjadi 2400 livre atau 60 kali lebih besar dibandingkan upah minimal pekerja.

Pengaturan kompensasi dokter juga dilakukan di Australia dimulai pada pertengahan abad kesembilan belas oleh The Port Philip Medical Association. Besarnya kompensasi diatur berdasarkan tiga kelas yang berbeda. Kelas pertama ditujukan bagi orang kaya yang membayar dua hingga lima kali lebih besar dibandingkan kelas 3 untuk orang miskin pada jenis layanan yang sama.

Sejak zaman Hipocrates sampai saat ini pelayanan kesehatan telah tumbuh dari pelayanan oleh individual dokter (healer) menjadi pelayanan oleh entitas yang melibatkan banyak orang, banyak disiplin, salah satunya dokter, dan kompleks. Metode membayar dokter pun turut berkembang dari metode tradisional seperti fee for service, salary dan kapitasi menjadi metode yang lebih modern seperti case mix, rbrvs dan pay for performance. Perkembangan metode pembiayaan dokter ini mengindikasikan bahwa perkembangan ilmu dan pelayanan kedokteran perlu diiringi dengan metode membayar dokter yang tepat agar peran strategis profesi dokter dapat diberdayakan untuk sebesar-besarnya kepentingan seluruh masyarakat.

Sejarah pembayaran dokter di Indonesia seumur dengan sejarah dokter Indonesia yang diawali oleh Dokter Jawa, yang awalnya dididik sebagai mantri cacar oleh Pemerintah Hindia Belanda. Selanjutnya pendidikan Dokter Jawa ditingkatkan dan dokter lulusan STOVIA digaji 150 gulden per bulan, suatu jumlah yang sangat besar pada zaman itu. Karena kebutuhan masyarakat, dokter diberi wewenang untuk praktik partikelir di luar jam kerja dengan cara pembayaran fee for service (FFS). Dengan dua sumber pendapatan ini profesi dokter memiliki tingkat sosial-ekonomi yang jauh di atas rata-rata penduduk, sehingga tidak mengherankan bila banyak orang tua memimpikan anaknya menjadi dokter.

(9)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 9

3.

Persepsi Tentang Pendapatan dan Kerja Dokter

Kita sering mendengar ungkapan ”Medicine is a science and an art”. Ungkapan ini menunjukkan bahwa seorang dokter dalam menjalankan profesinya dituntut tidak saja menguasai pengetahuan dan keterampilan tinggi, tapi juga dapat memadukan nalar, rasa dan pemahaman yang mendalam tentang kondisi pasiennya. Sehingga cara ia menangani masalah kesehatan yang sama pada dua individu bisa berbeda, meskipun sebenarnya ia melayani kedua pasien tersebut dengan kompetensi/kewenangan yang sama, bahkan dengan peralatan medis dan obat-obatan yang sama. Hal ini karena ia memahami bahwa ia sedang mengobati seorang manusia yang sedang menderita penyakit, bukan mengobati penyakit yang ada di manusia. Ungkapan “medicine is an art” perlu dipahami dalam konteks di atas. Pekerjaan dokter sangat terukur, langkah demi langkah mengikuti prosedur yang disusun berdasarkan bukti ilmiah. Dengan demikian seorang dokter tidak bisa mengaku dirinya sebagai seorang artis, dan kemudian menghargai layanannya sebagai suatu karya seni layaknya produk seorang artis yang seakan nilainya sangat subjektif dan tidak bisa diukur. Sebaliknya, kerja dan imbalan jasa untuk kerja dokter dapat dinilai secara objektif.

Dokter dalam menjalankan profesinya dipayungi Undang-Undang Praktik Kedokteran. Ia diwajibkan mengikuti standar profesinya dan standar prosedur operasional yang berlaku. Standar prosedur operasional ini serba terukur dan karenanya setiap tindakan/prosedur medik dapat diperkirakan waktunya. Waktu untuk menjalankan profesinya mengikuti kaidah yang umum berlaku, 40 jam per minggu, dan mempertimbangkan keterbatasan seorang manusia. Tidak mungkin seorang dokter dapat bekerja nonstop 24 jam terus menerus tanpa istirahat, karena ini berdampak pada keselamatan pasien. Kerja profesi medik merupakan kerja profesional yang membutuhkan kerja fisik dan mental, harus membuat keputusan (judgement) dalam waktu cepat yang kadang kala menyangkut mati/hidup/kecacatan yang sering menimbulkan beban stres. (W. Shiao, 1988). Ia pun harus memiliki pengetahuan dan keterampilan tinggi sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya. Dengan gambaran ini produktivitas dokter per satuan waktu (hari, bulan, tahun) dapat dihitung. Bila produktivitas dapat dihitung berarti potensi kompensasi (pendapatan) seorang dokter pun dapat pula dihitung.

(10)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 10 Dasar pemikiran ini yang dijadikan landasan untuk menjelaskan pasal 50 dan 53 Undang-undang Praktik Kedokteran tentang hak/kewajiban dokter dan pasien melalui gambar berikut ini.

Gambar 1-1. Produktivitas dokter integral dengan kompensasi dokter

Dengan melihat hubungan antara kerja dokter, waktu, produktivitas, kompensasi dan jasa medik, dapat dipahami bila produktivitas dokter merupakan bagian yang tak terpisahkan (integral) dari kompensasi, dan kompensasi dokter dirumuskan menjadi formula generik (Griffith, 2001) sebagai berikut.

Perspektif Dokter

Menarik untuk mengetahui perspektif dokter tentang bagaimana seharusnya dokter dibayar dan apa alasannya. Berikut ini berbagai pandangan para dokter tentang kompensasi yang dihimpun dari berbagai sumber:

(11)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 11 2. Dokter seyogianya dibayar lebih tinggi karena jam kerja dokter umumnya lebih tinggi

dari jam kerja profesi lain.

3. Dokter yang menghasilkan pelayanan bermutu tinggi seyogianya dibayar lebih banyak dibandingkan dokter yang menghasilkan layanan yang berkualitas rendah.

4. Dokter yang menghasilkan kuantitas layanan banyak seyogianya dibayar lebih banyak dibandingkan dokter yang menghasilkan pelayanan yang lebih sedikit.

5. Pelayanan berupa prosedur atau tindakan medis seyogianya bukan satu-satunya faktor penentu bahwa dokter dibayar lebih dari dokter lainnya.

6. Cara pembayaran profesi dokter seyogianya tidak mengurangi otonomi profesi dokter dan tidak membatasi kebebasan profesi dokter dalam memilih dan memberi layanan medik yang dibutuhkan pasiennya.

7. Kompensasi yang diberikan pada profesi dokter seyogianya bukan bersadarkan status kepegawaian, kepangkatan atau institusi tempat dokter bekerja.

Perspektif Kebijakan Publik

1. Pembayaran dokter hendaknya tidak menjadi hambatan bagi individu pasien untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya.

2. Jasa profesi dokter seyogianya mempertimbangkan kemampuan masyarakat (ability to pay) dan kemauan masyarakat (willingness to pay) membayar pelayanan kesehatan, dan nilainya seyogianya wajar, masuk akal, dan berkeadilan.

3. Keseimbangan pendapatan antar-dokter dan antar-spesialisasi seyogianya dapat mendorong terwujudnya piramida pelayanan kesehatan (primary, secondary & tertiary care).

4. Keseimbangan pendapatan dokter antar-wilayah seyogianya dijaga agar pemerataan distribusi dokter di Indonesia dapat terwujud.

5. Kompensasi dokter integral dengan produktivitas dokter dan seyogianya dihitung berdasarkan kerja dokter dalam menjalankan praktik kedokteran dengan mempertimbangkan karakteristik profesi dokter, waktu dan intensitas kerja dokter, dan kontribusi dokter dalam pembangunan kesehatan.

6. Metode pembayaran dokter seyogianya dapat mendorong peningkatan efisiensi dan efektivitas pelayanan kedokteran bagi sebesar-besarnya kepentingan individu pasien, dokter dan pembayar.

7. Metode untuk menentukan kompensasi dokter seyogianya mempertimbangkan produktivitas dan mutu layanan, mudah diterapkan, transparan dan akuntabel.

8. Kompensasi dokter dipengaruhi hukum ekonomi (supply and demand), sehingga harus dikawal dengan regulasi untuk menjamin ketersediaan dan distribusi dokter di seluruh wilayah Indonesia.

(12)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 12

4.

Isu Strategis dan Kecenderungan

Proporsi Pembiayaan Didominasi UKP

Pembiayaan kesehatan di Indonesia masih rendah, rata-rata 2,2% dari produk domestik bruto (PDB), masih jauh di bawah angka yang dianjurkan WHO maupun yang ditetapkan UU Kesehatan, yaitu paling sedikit 5% dari PDB setahun. Sebagian besar digunakan untuk belanja upaya kesehatan perorangan (UKP) yang didominasi upaya kuratif dan belanja obat, dan hanya sebagian kecil untuk upaya kesehatan masyarakat (UKM). Pembiayaan UKM yang rendah pada gilirannya menjadi bumerang dan membebani UKP, karena masalah kesehatan yang harusnya bisa dicegah kemudian menjadi penyakit yang harus diselesaikan di UKP.

Rendahnya alokasi dana UKM ini, salah satunya karena UKM hasilnya baru tampak dalam jangka panjang, sangat berbeda dengan UKP yang hasilnya bisa segera dirasakan. Bila kedua upaya ini dikelola oleh satu institusi, biasanya alokasi dana UKM selalu kalah bersaing dengan UKP. Dalam era JKN perencanaan kebutuhan dana UKP menjadi lebih mudah dan pasti, karena berdasarkan jumlah populasi dan besaran iuran, dan selanjutnya dana ini akan dikelola oleh BPJS. Di sini tampak ada kecenderungan peran Pemerintah sebagai pelaksana UKP menurun dan seyogianya penurunan kapasitas ini dikompensasi untuk meningkatkan kapasitas UKM. Dengan demikian pembangunan kesehatan nasional ditopang oleh UKP dan UKM yang sama kuatnya.

Pelayanan Kesehatan Jadi Komoditas

Pelayanan kesehatan telah menjadi komoditas, dalam arti hanya mereka yang memiliki uang yang bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Komoditas pun bukan komoditas biasa, tapi komoditas yang mahal dan harganya meningkat dari tahun ke tahun, sehingga membebani masyarakat, terutama masyarakat miskin dan masyarakat yang tidak mempunyai asuransi kesehatan. Biaya berobat telah menjadi penghalang (financial barrier) akses ke layanan kesehatan. WHO melaporkan 152 juta orang setahun yang bangkrut dan ekonomi keluarganya morat-marit karena mahalnya biaya kesehatan (financial catastrophy) dan 100 juta orang setahun yang jatuh miskin karena sakit (WHO, 2002). Munculnya gurauan SADIKIN (sakit sedikit jadi miskin) di masyarakat sebenarnya merepresentasikan kondisi yang dilaporkan WHO.

Penerapan JKN menunjukkan keberadaan Negara yang ingin mengembalikan pelayanan kesehatan menjadi hak penduduk, dan untuk itu dibutuhkan banyak rambu-rambu regulasi yang harus dibuat untuk mendukung penerapan JKN.

Moral Hazards

(13)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 13 Asimetry information, OOP, dan FFS secara bersamaan berpotensi memicu moral hazards. Indikasi moral hazards ini sebenarnya kasat mata kalau dilihat dari tingginya angka secio caesaria dan meningkatnya penggunaan obat-obat mahal.

Dengan pembayaran secara praupaya dan kapitasi dalam JKN, kecenderungan moral hazards akan tetap ada, baik dari peserta JKN maupun dari pemberi layanan kesehatan. Oleh sebab itu penerapan JKN harus diiringi dengan kebijakan untuk menekan serendah mungkin terjadinya moral hazards ini.

Paradoks Pendapatan Dokter

Survei IDI tahun 2007 menunjukkan keadaan yang bertentangan dengan kelaziman (paradoks), yaitu kerja utama (40 jam per minggu) hanya menghasilkan 15-20% dari total pendapatan dokter. Lazimnya kerja utama menjadi sumber pendapatan utama untuk memenuhi “kebutuhan hidup layak” (KHL), dan kerja tambahan hanya dilakukan bila seseorang ingin lebih dari cukup. Paradoks ini yang menyebabkan dokter terpaksa harus bekerja tambahan (praktik) diluar jam kerja utamanya, yang awalnya hanya untuk menutupi kebutuhan hidup kemudian diterima seolah-olah sebagai kelaziman. Implikasi dari kondisi ini adalah profesi dokter harus bekerja lebih lama dari profesi lainnya (58-65 jam per minggu), dokter lebih loyal pada kerja yang memberikan pendapatan terbesar (bias loyalitas), dokter lebih memilih berpraktik di lokasi yang dapat menjamin pendapatannya (maldistribusi), dan institusi tempat dokter bekerja paruh waktu tidak bertanggung jawab untuk membina dokter sehingga pembinaan dokter terabaikan.

Dalam era JKN, fasilitas kesehatan (faskes) dilibatkan untuk menanggung risiko biaya kesehatan dan karena tidak mau merugi otomatis faskes akan mentransfer pula risiko ini ke dokter. Kondisi ini menumbuhkan kecenderungan dokter akan bekerja di satu institusi saja (monoloyalitas) yang berarti pula di masa depan pendapatan dokter berasal dari 1 sumber pendapatan saja.

Produktivitas Dokter Terabaikan

Saat ini, produktivitas dan pola pelayanan dokter Indonesia terabaikan karena sebagian besar dokter bekerja di beberapa institusi. Misalnya: berapa rerata pasien yang dilayani setahun? Berapa rerata waktu tatap mukanya? Data sederhana ini saja sulit diperoleh atau tidak ada data nasional. Padahal data produktivitas dokter sangat diperlukan untuk merencanakan kebutuhan dokter dan menyusun sistem remunerasi dokter. Kondisi ini menunjukkan kalau kebutuhan dokter belum direncanakan dengan baik, dan belum ada sistem kompensasi/pendapat dokter yang memperhitungkan produktivitas dokter, misalnya per 1 FTE (Full Time Equivalent).

(14)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 14

Fragmentasi Pelayanan Kesehatan

Perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran telah mendorong tumbuhnya percabangan ilmu kedokteran dan berlanjut menjadi fragmentasi pelayanan kesehatan. Pelayanan tradisional diwarnai dengan model hubungan one to one, yang terjadi karena pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan pasien melekat pada diri seorang dokter. Kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran telah mengubah model hubungan ini menjadi hubungan many to one, dalam arti beberapa spesialis yang memiliki kompetensi berbeda bersama-sama menangani masalah kesehatan seorang pasien.

Dalam pembayaran FFS fragmentasi pelayanan ini menguntungkan dokter namun membebani pasien, misalnya seorang pasien yang dirawat 4 spesialis biaya dokternya menjadi 4 kali lipat. Dalam era JKN karena faskes dilibatkan dalam menanggung risiko finansial, maka ada kecenderungan faskes akan menata ulang tata cara pelayanan pasiennya dan cara membayar dokternya. Kondisi ini akan mendorong faskes untuk membuat suatu sistem remunerasi untuk seluruh personilnya, termasuk sistem remunerasi dokter.

Status, Pendapatan, Dan Karir Dokter Tidak Jelas

Pada tahun 60an, masuk ke fakultas kedokteran gratis (malah sebagian mendapat uang saku/beasiswa). Setelah lulus semuanya ditampung menjadi dokter PNS/ABRI dan mendapat gaji plus fasilitas lain yang cukup untuk hidup layak. Karena punya ”privilege” menjalankan praktik pribadi untuk mendapat tambahan penghasilan secara resmi, maka tingkat ekonomi profesi dokter lebih tinggi dari PNS lainya.

Kini keadaan telah berubah! Untuk menjadi dokter dibutuhkan modal 200-300 juta. Begitu lulus para dokter baru menanggung beban finansial akibat proses pendidikannya dan ia dihadapkan pada pasar tenaga kerja yang tidak informatif, tidak jelas karir dan pendapatannya sebagai seorang dokter. Sekitar 10% dokter dari sekitar 5000 lulusan dokter yang direkrut sebagai PNS, gajinya tidak mencukupi untuk hidup layak sehingga praktik pribadi menjadi keharusan dan sumber pendapatan utama. Dalam ketidakpastian karir dan pendapatan ini, para dokter memilih menjadi spesialis sebagai pilihan untuk mengamankan pendapatan dan masa depannya.

Penerapan JKN membutuhkan sistem pelayanan kesehatan berorientasi pelayanan primer. Dalam sistem ini dapat dipastikan mayoritas dokter Indonesia adalah dokter layanan primer (DLP). Data dari tahun 60an sampai saat ini menunjukkan kecenderungan proporsi dokter PNS terus menurun dan saat ini mayoritas dokter adalah non-PNS. Kecenderungan menurunnya dokter yang menjadi PNS dapat dimengerti, karena sebenarnya dokter termasuk kategori self-employed profesion. Kecenderungan ini harus menjadi pertimbangan utama dalam mengembangkan model entitas praktik dokter di wilayah pekotaan, pedesaan dan daerah terpencil dalam era JKN.

Kesenjangan Pendapatan Antar-dokter

(15)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 15 60-70an kesenjangan dokter tidak begitu besar, kini kesenjangan pendapatan antar-dokter dan antar-spesialisasi menjadi sangat besar, apalagi kesenjangan antara antar-dokter spesialis (DSP) dengan dokter praktik umum. Survei IDI pada tahun 2007 menunjukkan pendapatan dokter spesialis 8-244 kali pendapatan dokter praktik umum. Di negara OECD kisarannya hanya 1.0 – 1.8 kali dan di USA kisarannya 1,5-3,8 kali.

Isu kesenjangan dokter ini merupakan isu krusial yang dapat menghambat keberhasilan penerapan JKN. Mengingat dalam era JKN dokter layanan primer (DLP) ditempatkan sebagai fondasi sistem pelayanan kesehatan dan harus tersedia merata di seluruh tanah air, maka harus ada kebijakan yang menjadikan DLP sebagai profesi yang atraktif dari segi karir, pendapatan, dan perannya di masyarakat. Salah satu kebijakan untuk menjamin eksistensi DLP adalah jaminan pendapatan yang relatif tidak jauh berbeda dengan dokter spesialis.

5.Istilah dan Batasan

Kompensasi:

Adalah penghargaan berbentuk finansial (uang) dan non-finansial (bukan uang) yang langsung dan tidak langsung diberikan kepada seseorang sebagai imbalan untuk suatu pekerjaan, dengan mempertimbangkan nilai pekerjaaan tersebut serta kontribusi dan kinerja seorang dalam melaksanakan pekerjaan tersebut.

Kompensasi langsung biasanya berbentuk pendapatan per periodik (pendapatan dasar plus insentif yang terkait dengan produktivitas), sedangkan kompensasi tidak langsung berbentuk manfaat/imbalan tambahan yang punya nilai ekonomi (fringe benefits), misalnya: tunjangan kesehatan, jamsostek, THR, bonus tahunan, mobil perusahaan, program kepemilikan rumah, tunjangan telepon seluler, dan lain-lain.

Manfaat tambahan (fringe benefits)

Adalah fasilitas tambahan yang diberikan kepada dokter, yang mempunyai nilai finansial, tetapi tidak dibayarkan secara langsung kepada dokter, seperti asuransi kesehatan, asuransi jiwa, asuransi malpraktik, biaya CPD, perumahan, kendaraan, dan lain lain. Fringe benefits biasanya diberikan untuk menjadi daya tarik dan untuk menahan dokter agar betah dan tidak pindah ke institusi lain.

Gaji

Adalah kompensasi bersifat pasti dan dibayarkan pada waktu yang tetap (mingguan, dua mingguan atau bulanan). Banyak gaji yang mencakup juga manfaat/imbalan tambahan seperti tunjangan transport, perumahan, kemahalan, dan kesehatan, dan tunjangan lainnyanya.

Honorarium

(16)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 16 Jasa medik (medical fee):

Adalah imbalan yang diterima dokter untuk setiap layanan medis yang diberikan kepada pasiennya (pada cara pembayaran fee for service).

Insentif

Adalah sejumlah rupiah (fee) di luar gaji yang diberikan atas pencapaian seseorang dengan memakai indikator tertentu.

Sistem remunerasi/sistem kompensasi/sistem penggajian

Adalah tata cara suatu organisasi untuk membayar seseorang yang terikat ikatan kerja dengan organisasi tersebut. Tata cara ini umumnya menggabungkan beberapa metode pembayaran dengan tujuan meningkatkan kinerja dan produktivitas.

(17)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 17

II.

DOKTER LAYANAN PRIMER

1.Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan Kesehatan adalah perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan, yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayarkan oleh pemerintah berdasarkan prinsip asuransi kesehatan sosial. Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) harus ditopang oleh dua sistem, yaitu sistem pembiayaan kesehatan dan sistem pelayanan kesehatan. Kedua sistem ini harus dapat diintegrasikan untuk menjamin hak masyarakat memperoleh akses ke pelayanan kesehatan bermutu.

Sistem pembiayaan kesehatan

Sistem pembiayaan kesehatan memiliki 3 fungsi utama, yaitu: mengumpulkan dana dari peserta (collecting), menghimpun dana dan meminimalkan risiko (risk polling), dan membeli dan menyediakan layanan kesehatan untuk melayani peserta (purchasing). Ketiga fungsi ini dilaksanakan berlandaskan pada kaidah dan prinsip asuransi kesehatan sosial.

Gambar 2-1. Sistem pembiayaan kesehatan

Ketiga fungsi ini akan dilaksanakan oleh sebuah badan hukum publik, yaitu badan penyelenggara jaminan sosial bidang kesehatan (BPJS) yang merupakan transformasi PT Askes menurut amanat UU BPJS. BPJS berfungsi mengumpulkan dana dari pembayar (payor) dengan mekanisme tertentu, mengelola dana tersebut, serta menyeleksi dan mengontrak pemberi layanan kesehatan (provider) untuk melayani peserta JKN. Dengan mekanisme ini tidak ada hambatan akses finansial untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Lihat gambar).

(18)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 18 biaya tidak langsung ini, BPJS harus mengupayakan ketersediaan provider sedekat mungkin atau di tengah masyarakat.

Sistem pelayanan kesehatan berbasis pelayanan primer

Sistem pelayanan kesehatan berbasis pelayanan primer adalah sistem pelayanan kedokteran yang bertumpu pada konsep primary health care (PHC). Sistem ini ditata menjadi 3 strata sesuai dengan pola pencarian pelayanan kesehatan di masyarakat. Strata pertama berfungsi sebagai mitra masyarakat dalam menerapkan perilaku hidup sehat, memelihara kesehatan dan mengatasi sebagian besar masalah kesehatan sehari-hari. Karena fungsinya ini entitas strata pertama harus berada di tengah atau sedekat mungkin dengan masyarakat yang dilayani. Strata kedua berfungsi mendukung (back-up) strata pertama, untuk mengatasi masalah kesehatan yang tidak dapat diselesaikan di strata pertama. Strata ketiga merupakan pusat rujukan untuk mengatasi kasus-kasus langka yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan peralatan medik yang sangat spesifik. Fungsi ini menjadikan strata ketiga sebagai pusat rujukan dan juga pusat penelitian dan pengembangan ilmu kedokteran (center of excellence).

Dalam fasilitas kesehatan yang tertata seperti ini masyarakat wajib mendaftarkan diri ke satu point of care strata pertama yang berada di wilayahnya dan selanjutnya memanfaatkan point of care tersebut bila ia membutuhkan pelayanan kesehatan. Sistem pelayanan kedokteran dengan ciri-ciri seperti di atas disebut sistem pelayanan kedokteran berorientasi pada pelayanan primer. Gambar berikut ini adalah visualisasinya.

(19)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 19 2.Peranan Dan Kedudukan DLP Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan

Dokter Layanan Primer (DLP) adalah dokter yang memiliki kompetensi luas tentang beragam disiplin ilmu kedokteran, tetapi tidak sedalam spesialis bidang tersebut, yang diperoleh melalui pendidikan setara spesialis dan ranah kerjanya di strata primer.

DLP berperan sebagai ujung tombak atau pintu masuk masyarakat ke sistem pelayanan kesehatan dan berfungsi menyelesaikan sebagian besar masalah kesehatan individu dan keluarga. Ia berperan sebagai mitra, pembina, pemberi layanan, dan koordinator segala kebutuhan pelayanan kesehatan dari komunitas yang dibinanya. Peran ini mengharuskan DLP berdomisili dan berpraktik di tengah masyarakat atau sedekat mungkin dengan masyarakat yang dilayaninya. Dengan kata lain, peranan dan kedudukan DLP adalah dokter yang ditempatkan di tengah masyarakat untuk melaksanakan trias peranan dokter, yaitu agent of change, agent of development, dan agent of treatment.

Saat ini yang disebut DLP adalah semua dokter non-spesialis yang berpraktik di strata pertama. Para dokter ini, yang jumlahnya + 80.000an bekerja di puskesmas, klinik, dan klinik 24, dan praktik sendiri. Kompetensi para dokter ini sangat heterogen dan belum sepenuhnya dapat menjalankan peranan sebagai gatekeeper program JKN.

3.Lingkup Pelayanan DLP

Pelayanan DLP merupakan pelayanan kontak pertama dalam arti pelayanan yang pertama kali dikunjungi masyarakat bila ia membutuhkan layanan kesehatan, baik untuk keperluan pemeliharaan dan pencegahan penyakit di kala sehat maupun keperluan pengobatan di kala sakit. Idealnya DLP dapat menyediakan 20 jenis pelayanan di bawah ini dengan mutu dan standar yang sama baiknya untuk melayani peserta JKN (Lihat lampiran 1).

1). Penilaian Status Kesehatan Pribadi (Wellnes Checkup)

Penilaian faktor risiko, pemeriksaan fisik dan wellness setiap peserta JKN untuk memperoleh profil kesehatan pribadi guna merancang program proaktif yang spesifik bagi setiap peserta JKN.

2). Program Proaktif Pengendalian Penyakit/Kondisi Khusus

Program promotif-preventif yang dilaksanakan secara proaktif untuk mengendalikan penyakit atau kondisi khusus, seperti hipertensi, diabetes mellitus, hiperlipidemia, kegemukan, merokok, dan lain-lainnya.

3). Pendidikan Kesehatan

(20)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 20 4). Pencegahan

Kegiatan preventif untuk melindungi peserta dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, skrening dan detekni dini sebelum penyakit bergejala.

5). Pemeliharaan Kesehatan Bayi Dan Anak Balita

Pemeriksaan rutin pada bayi dan anak balita, seperti memantau pertumbuhan, status imunisasi dan gizi, perkembangan motorik, dan memberikan nasehat tentang perawatan, nutrisi, dan psikologi agar tercapai pertumbuhan yang optimal.

6). Pemeliharaan Kesehatan AnakUsia Sekolah

Bekerja sama dengan puskesmas dan sekolah yang berada di wilayah praktiknya untuk melaksanakan pemeriksaan rutin dan deteksi dini masalah kesehatan anak usia sekolah.

7) Pemeliharaan Kesehatan Wanita Dan Kesehatan Reproduksi

Melaksanakan pemeriksaan rutin, deteksi dini, dan pengelolaan masalah kesehatan yang khusus ada pada wanita, seperti deteksi dini kanker mulut rahim, kanker payudara, dan sindroma menopause, serta menyediakan pelayanan KB.

8). Pemeliharaan Kesehatan Lansia

Melaksanakan pemeriksaan rutin bagi mereka yang termasuk kelompok lansia untuk deteksi dini dan mengelola masalah kesehatan yang sering ditemui di usia lanjut, seperti pembesaran prostat, penyakit degeneratif, dan lain-lainnya.

9). Pemeriksan Antenatal/ Postnatal dan Persalinan

Melakukan pemeriksaan rutin pada peserta yang hamil agar diperoleh kehamilan yang baik dan persalinan yang aman.

10). Konsultasi, Diagnosis, dan Pengobatan

Memberikan layanan konsultasi dan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, menegakkan diagnosis, pengobatan, dan tindakan medis yang sesuai dengan kompetensi dan kewenangan DLP.

11). Peresepan Obat

Meresepkan obat-obatan secara rasional sesuai dengan kebutuhan medis peserta dan mengutamakan penggunaan obat esensial dan obat generik yang terdapat di dalam Formularium Obat Pelayanan Primer.

12). Tindakan Medis

Melakukan tindak medis yang menjadi kompetensi dan kewenangannya, antara lain tindakan bedah kecil (ekstirpasi, insisi, sirkumsisi), injeksi, resusitasi.

13). Penunjang Diagnostik

(21)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 21 14). Rehabilitasi Medik

Menyediakan perawatan rehabilitasi medik bagi penderita pasca-stroke, pascabedah, dan kondisi lainnya. Perawatan rehabilitasi medik ini sebatas kompetensi DLP dan timnya dan dapat dilakukan di tempat praktik atau di rumah peserta.

15). Kunjungan Rumah

Melakukan kunjungan rumah untuk memberikan layanan bila kondisi mitra, karena alasan medis, tidak memungkinkannya datang ke praktik DLP.

16). Perawatan di Rumah

Peserta dapat minta dirawat di rumah karena pertimbangan ekonomi, kenyamanan, termasuk untuk akhir kehidupan, dan DLP akan menyetujui permintaan tersebut bila secara medis memungkinkan.

17). Kunjungan Ke Rumah Sakit

DLP akan mengunjungi peserta yang dirawat di rumah sakit untuk menjelaskan riwayat penyakit mitra kepada dokter yang merawat dan memantau perawatan mitra.

18). Layanan Mendesak/Gawat Darurat

DLP siap untuk memberikan layanan mendesak atau gawat darurat yang sewaktu-waktu terjadi di tempat praktik, seperti mengatasi syok atau asma akut.

19) Koordinasi dan fasilitasi rujukan

DLP menyiapkan data, surat dan kondisi peserta, dan menghubungi dokter di fasilitas kesehatan rujukan untuk mengkoordinasikan kebutuhan pasiennya.

20) Ambulans

Sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat, praktik DLP dapat dilengkapi dengan layanan ambulans untuk kemudahan dan kenyamanan transportasi peserta yang memiliki kondisi khusus.

4.Potensi Produktivitas DLP

1 Full Time Equivalent DLP

Produktivitas DLP terkait langsung dengan waktu efektif yang tersedia untuk melayani pasien. Sebagaimana profesi lainnya, DLP bekerja 40 jam per minggu, atau 8 jam per hari sepanjang hari kerja setahun. Sebagaimana di banyak negara, karena sifat pekerjaannya, profesi dokter mempunyai jam kerja yang lebih panjang dari profesi lainnya. Dengan memperhitungkan jumlah hari libur nasional, Sabtu/Minggu, cuti tahunan, maka waktu kerja DLP adalah sekitar 2.268 jam/tahun (Lihat tabel).

(22)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 22 Pada tabel berikut ini disajikan kegiatan rutin DLP dalam memanfaatkan 2.268 jam waktu kerjanya dengan proporsi waktu yang ideal, yaitu 80% untuk tatap muka melayani pasien (peserta baru, kasus baru, kasus lama, edukasi, tindakan medik, dan kunjungan rumah), dan 20% untuk kegiatan lain. Dengan proporsi waktu tersebut DLP dapat melayani 7.180 kunjungan atau sekitar 28 kunjungan per hari dengan variasi waktu tatap muka yang berbeda. Produktivitas ini dipengaruhi oleh keterampilan, cara kerja, standar sarana dan perangkat kerja, serta dukungan dari tim kerja DLP. Pada Tabel 2-1 di bawah ini, tampak bahwa potensi produktivitas seorang DLP dalam setahun adalah sekitar 7.180 kunjungan (dibulatkan menjadi 7.200 kunjungan). Angka ini disebut 1 full time equivalent atau 1 FTE.

Tabel 2-1 Potensi produktivitas seorang dokter layanan primer

Pemanfaatan layanan kesehatan peserta JKN

Untuk menggambarkan pemanfaatan (utilization) layanan kesehatan, biasanya digunakan angka kunjungan per orang per tahun (contact rate/person/year), yaitu jumlah kunjungan rata-rata peserta ke entitas pelayanan primer per tahunnya. Seorang DLP yang mengayomi 2000 peserta dan dalam setahun melayani 7400 kunjungan, maka angka kunjungan DLP tersebut adalah 7400/2000 atau 3,7 kunjungan/orang-tahun adalah. Angka ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti ciri demografi, pola penyakit, daya beli masyarakat, ketersediaan dan kemudahan akses ke sarana kesehatan, dan lain-lainnya. Di bawah ini adalah perbandingan utilization beberapa pengelola managed care.

Tabel 2-2. Berbagai tingkat pemanfaatan (utilization) managed care

(23)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 23 Catatan: Angka kunjungan/orang/tahun PT Askes dikonversi dari data kunjungan rawat jalan per bulan sebesar 15% yang tercantum dalam Pedoman Pelaksanaan Askeskin 2005. Rendahnya angka pemanfaatan PT Askes dapat disebabkan antara lain oleh masih adanya hambatan finansial tidak langsung (transport, opportunity cost), pelayanan hanya kuratif saja dan tidak proaktif, sebagian peserta tidak menggunakan fasilitas yang disediakan karena mutunya tidak memenuhi harapan.

Dalam perjanjian kerja sama BPJS dan DLP dengan pembayaran kapitasi, seyogianya tercantum tingkat pemanfaatan yang disepakati yang setidaknya mencakup3 angka berikut ini.

 Angka kunjungan per orang per tahun (contact rate per person per year) yang menggambarkan keseringan (frekuensi) masyarakat memanfaatkan (mengunjungi) entitas pelayanan primer, dan berimplikasi pada beban kerja yang harus dilayani DLP.  Service use rate, yaitu jumlah rata-rata pemanfaatan setiap jenis layanan (resep,

pemeriksaan laboratorium, usg, ekg dan lain-lainnya) yang diberikan kepada peserta yang berkunjung ke DLP dalam satu tahun.

Participation rate, yaitu angka yang menggambarkan seberapa banyak peserta dari total komunitas binaan DLP yang berkunjung ke DLP dalam satu tahun.

Tiga angka ini menjadi acuan bagi kedua belah pihak untuk melihat tingkat pemanfaatan, baik untuk kepentingan monitoring dan evaluasi, menentukan bonus atau penalti, atau mengoreksi angka pemanfaatan dan kapitasi pada periode berikutnya. Patut diingat peran DLP sebagai gatekeeper dan pola kerja DLP yang proaktif ini sangat berbeda dengan peran dan pola praktik dokter umum saat ini, sehingga dapat dipastikan kunjungan dan beban kerja DLP lebih tinggi dari angka yang digunakan PT Askes. Untuk kepentingan perencanaan dan evaluasi beban kerja DLP, seyogianya digunakan angka kontak per orang-tahun sebanyak 3-4 kali dan bukan angka PT Askes sebanyak 1,8 kali. Angka ini berdasarkan pengamatan di klinik dokter keluarga yang bekerja secara proaktif.

Occupancy rateDLP

Occupancy rate atau angka okupansi DLP adalah persentase jumlah kunjungan yang dilayani DLP dalam 1 tahun terhadap potensi produktivitasnya dalam kerja penuh waktu selama 1 tahun (1 FTE). Sebagai contoh, seorang DLP mempunyai 2500 peserta JKN. Dengan asumsi angka kunjungan populasi tersebut adalah 3 kali/peserta-tahun, maka perkiraan kunjungan setahun adalah 2500 x 3 = 7.500 kunjungan. Sementara itu, pada Tabel 2-1, tampak bahwa 1 FTE untuk seorang DLP adalah 7.200 kunjungan, maka angka kesibukan DLP adalah 7.500/7.200 = 104%.

(24)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 24 kegiatan CPD, atau mengefisienkan kerja administrasinya, dan secara bersamaan DLP juga perlu mengendalikan pemanfaatan yang berlebihan dari beberapa pasiennya.

Contoh ini menunjukkan bahwa seorang DLP yang mempunyai 2.500 peserta, seluruh jam kerjanya sudah habis terpakai untuk melayani komunitas binaannya. Tidak tersedia waktu untuk melayani pasien nonpeserta. Hal ini berarti DLP hanya mempunyai 1 sumber pendapatan, yaitu kapitasi dari peserta yang terdaftar di komunitas binaannya. Jadi ada hubungan langsung antara FTE, jam kerja DLP, dan jumlah komunitas binaan DLP seperti tabel berikut ini.

Tabel 2-3. Hubungan antara produktivitas DLP dan jumlah komunitas binaannya

FTE Jam Kerja DLP Per Minggu Jumlah Komunitas Binaan

1 40 2,500

0.8 32 2,000

0.6 24 1,500

0.4 16 1,000

5.Entitas Praktik DLP

Praktik dokter pada hakekatnya memiliki banyak dimensi, yaitu:

 tempat bertemunya ilmu kedokteran dengan masyarakat yang selalu diwarnai ketidakpastian (uncertainty), dominasi pemberi layanan (asymmetry information), dan eksternalitis

 tempat dokter berkarya dan mengabdikan ilmu dan keterampilannya untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pasiennya

 suatu entitas bisnis tempat pengetahuan, keterampilan, dan waktu dokter dimanfaatkan dalam bentuk jasa pelayanan kesehatan.

 sarana pelayanan yang mengandung muatan sosial dan kemanusian, serta sering diberi muatan politik yang menggiring persepsi seolah-olah pelayanan kesehatan adalah suatu kegiatan pengabdian dan dapat diselenggarakan secara gratis.

 merupakan sumber nafkah bagi dokter dan timnya, dan dimensi ini sering dibenturkan dengan dimensi lain sehingga seolah-olah pemberi pelayanan tidak perlu dibayar.

(25)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 25 DLP menjadi business owner dari praktiknya

Bentuk praktik DLP pada hakekatnya ditentukan oleh karakteristik yang melekat pada DLP itu sendiri, yaitu:

1. DLP atau dokter termasuk kategori self-employed profession atau profesi yang dapat mempekerjakan dirinya sendiri karena jasa pelayanan yang dibutuhkan masyarakat pada dasarnya adalah pengejawantahan pengetahuan, ketrampilan, etika dan waktu yang dimiliki oleh DLP.

2. Waktu tatap muka DLP sangat menentukan pendapatan entitas praktik DLP. Oleh sebab lazimnya DLP akan merekrut profesi lain menjadi tim kerjanya agar ia dapat memperluas lingkup pelayanan dan waktu tatap muka dengan pasiennya.

3. Peranan DLP sebagai ujung tombak pelayanan mengharuskan dirinya berdomisili dan berpraktik di tengah masyarakat dan menjadi bagian dari masyarakat yang dilayaninya.

Karakteristik DLP di atas yang menjadi landasan regulasi di banyak negera yang menetapkan praktik DLP, apakah berbentuk medical group atau klinik, harus dimiliki oleh DLP yang menjalankan praktik. Dengan kata lain, DLP adalah business owner dari entitas praktiknya. Di Indonesia pun, harus diupayakan kebijakan yang mengatur bentuk praktik DLP sesuai karakteristik di atas.

DLP dapat memilih 3 bentuk praktik yang sesuai dengan kondisi tempat ia akan berpraktik, yaitu praktik sendiri, praktik bersama, atau praktik bersama dengan jejaring. Mengingat praktik dokter adalah sumber nafkah, tentunya ada ekspektasi pendapatan yang akan diterimanya. Oleh sebab itu bentuk praktik manapun yang dipilih, ada 4 komponen biaya yang selalu harus diperhitungkan, yaitu:

1. Biaya operasional praktik (ruangan, personil, material habis pakai, prasarana gedung (telpon, listrik, air), rumah tangga kantor, marketing, dan lain-lain)

2. Biaya untuk memelihara dan meningkatkan kompetensi profesi dokter dan tim kerjanya (asuransi malpraktek, lisensi, sertifikasi, registrasi, seminar/pelatihan, jurnal, iuran profesi, dan lain-lain)

3. Biaya jaminan sosial (tabungan hari tua/pensiun, asuransi jiwa, asuransi kesehatan, tabungan pendidikan)

4. Biaya hidup untuk dirinya dan keluarga.

Berbagai komponen biaya ini sangat penting karena menjadi dasar untuk menghitung kapitasi dan tarif layanan. Pengetahuan tentang komponen biaya ini serta pengetahuan tentang peranan dan kedudukan DLP, lingkup pelayanan DLP dan potensi produktivitas DLP, sangat diperlukan untuk memahami mengapa entitas praktik DLP seharusnya tidak melibatkan investor.

DLP menjadi pegawai pemerintah

(26)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 26 administrasi dan manajemen. Bagi DLP yang tidak menyukai pekerjaan administrasi dan manajemen, maka mereka lebih memilih menjadi pegawai pemerintah dan ditempatkan di fasilitas kesehatan primer milik pemerintah.

6.Hubungan Praktik DLP dengan UKM

DLP bertanggung jawab memelihara kesehatan komunitas binaannya. Bila ada peserta yang menderita penyakit menular, DLP akan mengobati pasien hingga sembuh dan ia akan melakukan tindakan pencegahan dan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya agar penyakit menular tidak menyebar ke lingkungan keluarga dan masyarakat. DLP pun wajib melaporkan kejadian penyakit menular tersebut ke penanggung jawab UKM setempat (puskesmas). Puskesmas akan mengolah informasi ini dan selanjutnya melaksanakan upaya promotif dan preventif yang diperlukan untuk melindungi masyarakat di wilayahnya dari kemungkinan tertular penyakit tersebut. Untuk memperjelas peran DLP dan puskesmas disajikan ilustrasi kasus penyakit menular dan penyakit tidak menular berikut ini sebagai contoh:

Selagi menjalankan praktik, DLP menemukan seorang pasien yang menderita demam berdarah. Karena kondisi pasien membutuhkan perawatan yang intensif, ia memutuskan untuk mengirim pasien ke rumah sakit untuk mendapat perawatan yang baik. Selanjutnya ia memberi laporan ke puskesmas yang wilayah kerjanya mencakup domisili pasiennya. Segera setelah menerima laporan dari DLP tersebut petugas puskesmas meninjau rumah pasien dan lingkungannya. Dari pengamatan di lapangan kemudian petugas puskesmas memutuskan untuk melakukan fogging terbatas di lingkungan sekitar rumah pasien.

(27)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 27

III.

METODE MEMBAYAR DOKTER

JC Robinson, 2001 mengatakan ”There are many mechanisms for paying physicians, some are good and some are bad. The worst are fee for service, capitation and salary”. Ungkapan in menunjukkan bahwa tidak ada satu metode yang dapat memuaskan semua pihak. Ketiga metode yang saat ini digunakan di banyak negara memiliki prinsip dasar yang berbeda.

METODE SALARY FEE FO SERVICE CAPITATION CASE PAYMENT

PRINSIP DASAR Time-based Service-based Population-based Case-based

Case payment memiliki kesamaan konsep dengan kapitasi dalam hal transfer risiko ke pemberi pelayanan, tetapi pembayarannya per kasus atau per episode pelayanan.

Setiap metode membayar dokter ini memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri, dan dokter sebagai pelaku ekonomi bereaksi sejalan dengan ciri setiap metode membayar yang diberlakukan. Dengan demikian, pilihan metode sangat ditentukan oleh kondisi setempat dan apa yang ingin dicapai. Ciri setiap metode tersebut dapat dilihat pada Tabel 3-1.

Tabel 3-1. Dampak berbagai metode membayar dokter terhadap dokter maupun pasien

Ciri Salary FFS Kapitasi Case

payment Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansial

untuk memberikan pelayanan yang sebanyak-banyaknya

S T S S

Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansial untuk memberikan pelayanan berkualitas yang setinggi-tingginya

S T S S

Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansial untuk mengendalikan atau menurunkan biaya kesehatan.

R R T T

Akses pasien untuk mendapat pelayanan tidak

terhambat T S S S

Hak pasien memilih dokter dan memilih layanan

relatif bebas R T S S

Administrasi metode ini mudah dan tidak mahal T S T S

Metode pembayaran ini memerlukan dukungan

sistem informasi dan sistem akuntansi yang canggih R T R T Catatan: T = Tinggi, S = Sedang, R = Rendah

(28)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 28

1. Salary

Metode salary merupakan metode yang paling sederhana. Dalam metode ini, dokter menerima pembayaran yang nilainya tetap untuk jam kerja tertentu secara periodik (umumnya bulanan) setelah ia melaksanakan tugasnya sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Nilai atau besar pendapatan telah ditentukan di muka berdasarkan berbagai faktor, seperti golongan kepangkatan, masa kerja, dan kualifikasi lainnya.

Pada dasarnya metode gaji atau salary adalah membayar waktu kerja (time-based) dan tidak bergantung pada produktivitas dan kualitas kerja yang dihasilkan dokter, dalam arti banyak atau sedikitnya pasien yang dilayani dokter tidak mempengaruhi pendapatannya. Sifat alami yang melekat pada time-based adalah dokter tidak memperoleh insentif finansial bila ia melayani pasien lebih banyak, melakukan tindakan medik lebih banyak atau menghabiskan waktu lebih lama untuk kepentingan pasiennya.

Segi positif metode salary Bagi dokter:

 Memberi kepastian pendapatan bagi dokter, baik jumlah, waktu pembayaran maupun jam kerjanya.

 Memberi autonomi profesi yang luas karena dokter tidak dibatasi dalam menegakkan diagnosis dan melaksanakan pengobatan.

 Dokter tidak terdorong untuk memberikan pengobatan yang berlebihan, karena hal tersebut tidak mengubah pendapatan mereka.

Bagi pasien:

 Pasien cenderung menerima layanan dan intervensi yang diperlukan, serta tidak terjadi pengobatan berlebihan dan intervensi yang tidak perlu.

 Dokter tidak punya alasan untuk menolak melayani pasien yang datang pada jam kerjanya.

Segi negatif metode salary Bagi dokter:

 Dokter tidak memiliki motivasi untuk bekerja secara maksimal atau mengerahkan seluruh kemampuannya, karena jerih payahnya tidak mempengaruhi pendapatannya.

 Dokter tidak memiliki kesadaran biaya karena apakah ia boros atau hemat dalam bekerja, hal tersebut tidak mempengaruhi pendapatannya.

 Dokter tidak memiliki motivasi untuk menjaga dan meningkatkan kualitas pelayanan atau kepuasan pasien, karena hal ini tidak mempengaruhi pendapatan mereka.

(29)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 29 Bagi pasien:

 Pasien mungkin tidak menerima perhatian yang memadai dari dokter, yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien.

 Akses ke pelayanan kesehatan mungkin agak terbatas dan terjadi antrian, kalau dokter ada tugas lain dan tidak mau menambah waktu kerjanya.

 Metode gaji membentuk mentalitas birokrat, tidak memotivasi produktivitas, dan mendorong sikap santai saat bekerja.

 Sifatnya yang terbuka menjadikan metode salary rentan terhadap kritikan publik bila nilainya terlampau tinggi atau terlampau rendah.

Administrasi metode salary

Penerapan sistem remunerasi metoda gaji sangat mudah dan administrasinya sederhana. Biaya personil dapat diketahui dengan pasti dan dapat direncanakan di muka. Tidak ada tagihan pasien yang perlu diproses, tidak ada daftar pasien harus dipersiapkan, dan tidak ada kasus berbasis kelompok yang perlu disiapkan.

Kesimpulan

Keuntungan terbesar metode gaji terletak pada kemudahan dan kesederhanaan administrasinya, sehingga biaya personil dapat direncanakan di muka, Sedangkan kerugian terbesar adalah tidak ada insentif bagi dokter untuk bekerja lebih baik dan lebih efisien (lihat Tabel 3-2).

Tabel 3-2. Karakteristik Metode Salary (Gaji)

Karakteristik Tinggi Sedang Rendah

Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansial untuk

memberikan pelayanan yang sebanyak-banyaknya Ѵ

Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansial untuk

memberikan pelayanan berkualitas yang setinggi-tingginya Ѵ Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansial untuk

mengendalikan atau menurunkan biaya kesehatan. Ѵ

Akses pasien untuk mendapat pelayanan tidak terhambat Ѵ Hak pasien memilih dokter dan memilih layanan relatif

bebas Ѵ

Administrasi metode ini mudah dan tidak mahal Ѵ Metode pembayaran ini memerlukan dukungan sistem

(30)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 30

2. Fee For Service

Dalam metode fee for service (FFS), dokter dibayar berdasarkan jumlah atau jenis pelayanan yang diberikan kepada pasien. Harga tiap layanan dapat ditetapkan di muka (prospektif) yang nilainya sudah pasti (fixed), atau dapat pula nilainya tidak pasti (variable) yang ditentukan setelah pelayanan diberikan (retrospektif). Dalam sistem fixed, ada daftar tarif yang disepakati bersama yang menjadi dasar untuk menagih biaya pelayanan. Dalam sistem variable tidak ada kepastian berapa biaya pelayanan yang harus dibayar, sehingga sistem ini cenderung merugikan pasien yang membayar langsung pada saat pelayanan diberikan (out of pocket).

Pada dasarnya metode FFS adalah berbasis pelayanan (service-based), yaitu metode menghitung pendapatan dokter berdasarkan jumlah pelayanan yang diberikan dokter. Sifat alami yang melekat pada FFS adalah dokter termotivasi memberikan pelayanan terbaik dan cenderung berlebihan kepada pasiennya (supply induced demand).

Segi positif metode FFS Bagi dokter:

 Dokter memiliki autonomi yang besar dalam menentukan layanan klinis untuk pasiennya.  Dokter mendapat insentif finansial untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas

pelayanan kesehatan, sehingga dokter termotivasi untuk memberikan lebih banyak layanan dan berusaha memenuhi keinginan dan memuaskan pasien.

Bagi pasien:

 Pasien kemungkinan besar akan mendapatkan perawatan pada tingkat dan kualitas yang optimal, meskipun ada risiko menerima pelayanan berlebihan (over-treatment) dan tindakan/pencegahan yang tidak perlu.

 Pasien yang membutuhkan perawatan yang lebih banyak dan lebih rumit tidak ditolak/ dipersulit untuk memperoleh perawatan.

 Pasien mempunyai kebebasan yang besar dalam memilih dan berganti dokter.

Segi negatif metode FFS Bagi dokter:

 Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansial untuk meningkatkan volume layanan, dan melakukan tindakan/prosedur yang mahal, cenderung berlebihan (over treatment). Ini akan membebani pasien dan menyebabkan meningkatnya biaya pelayanan kesehatan.  Dokter cenderung bekerja melebihi waktu normal, memberikan layanan yang cepat agar produktivitasnya meningkat, dan hal ini menyebabkan hubungan dokter-pasien tidak harmonis, pasien tidak puas, serta diagnosis dan pengobatan yang kurang tepat.

(31)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 31 Bagi pasien:

 FFS mendorong terjadinya prosedur medik yang tidak perlu, pelayanan berulang, pilihan condong ke tindakan pembedahan ketimbang pengobatan biasa, cenderung ke kuratif ketimbang preventif, dan cenderung menerapkan prosedur yang belum teruji yang dapat merugikan pasien.

 Mengingat pasien cenderung percaya pada dokternya dan membuat keputusan berdasarkan nasihat dokter, dokter cenderung menciptakan layanan untuk pasiennya (provider-induced demand) yang berakibat pada peningkatan volume layanan bahkan oversuply dan overuse. Fenomena ini banyak terjadi di negara yang menerapkan FFS.

Administrasi metode FFS

Administrasi metode FFS cenderung rumit dan mahal, karena pembayaran dikenakan pada setiap layanan yang telah diberikan ke pasien. Jadi dokter perlu mencatat dengan rinci jumlah dan jenis layanan yang diberikan untuk ditagihkan kepada pembayar. Kemudian pihak pembayar perlu melakukan verifikasi tagihan sebelum menyetujui pembayaran. Oleh sebab itu biaya administrasi yang ditanggung dokter maupun pembayar cenderung tinggi.

Kesimpulan

Metode FFS mendorong peningkatan produktivitas sistem pelayanan kesehatan, meskipun sejalan dengan itu menghabiskan biaya yang lebih besar. Di negara yang menerapkan sistem ini, terbukti biaya kesehatan terus meningkat. Oleh sebab itu penerapan metode FFS harus diimbangi dengan regulasi untuk mengurangi segi negatif dan memperkuat segi positifnya (lihat Tabel 3-3).

Tabel 3-3. Karakteristik Metode Fee For Service

Karakteristik Tinggi Sedang Rendah

Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansial untuk

memberikan pelayanan yang sebanyak-banyaknya Ѵ Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansial untuk

memberikan pelayanan berkualitas yang setinggi-tingginya Ѵ Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansial untuk

mengendalikan atau menurunkan biaya kesehatan. Ѵ

Akses pasien untuk mendapat pelayanan tidak terhambat Ѵ Hak pasien memilih dokter dan memilih layanan relatif

bebas Ѵ

Administrasi metode pembayaran ini mudah dan tidak

mahal Ѵ

Metode pembayaran ini memerlukan dukungan sistem

(32)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 32

3. Kapitasi

Metode kapitasi adalah metode pembayaran di muka (prospective) dengan nilai tetap (fixed fee) per peserta per bulan. Dalam metode ini dokter dibayar berdasarkan jumlah peserta yang mendaftar kepadanya, tidak bergantung pada frekuensi kunjungan, intensitas dan kompleksitas pelayanan, serta biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan peserta. Besarnya nilai kapitasi dihitung berdasarkan jenis-jenis pelayanan yang disepakati harus disediakan untuk peserta dengan mempertimbangkan pola pemanfaatan oleh peserta, dan dikoreksi (adjusted) dengan faktor tertentu seperti umur dan jenis kelamin. Berdasarkan perjanjian, dokter sepakat untuk memberikan pelayanan kepada pasien selama satu periode, biasanya satu tahun, dan menanggung seluruh biaya yang terkait dengan jenis pelayanan yang disepakati.

Pada dasarnya metode kapitasi adalah pembayaran berbasis populasi (population-based). Sifat alami metode kapitasi adalah pemberi layanan dilibatkan untuk menanggung risiko finansial pembiayaan kesehatan peserta (risk-transfered). Inheren dengan risk-transfered ini adalah kecenderungan dokter untuk memilih peserta yang sehat (adverse selection) dan mengurangi pelayanan yang menjadi hak peserta (under-serviced), karena ia dihadapkan pada risiko merugi bila di antara pesertanya banyak yang memiliki faktor risiko dan penyakit yang membutuhkan pelayanan yang kompleks, mahal, dan beban kerja tinggi. Makin kecil jumlah peserta makin besar risiko yang dihadapi dokter. Oleh sebab itu idealnya jumlah peserta minimal 1000 orang.

Dalam metode kapitasi, kedua belah pihak (pembayar dan dokter) harus sepakat tentang jenis layanan apa saja yang akan disediakan untuk peserta dan yang biayanya dicakup dalam kapitasi. Jenis layanan ini harus diuraikan dengan jelas, karena lingkup pelayanan ini akan menentukan beban kerja dokter, tim dan perangkat kerja dokter, serta biaya praktik dokter. Lingkup pelayanan ini harus pula diketahui peserta, agar peserta tidak menuntut pelayanan yang bukan haknya. Contoh lingkup pelayanan primer terlampir (Lampiran 1)

Dalam metode kapitasi DLP mempunyai daftar peserta (patient-roster/patient-list/ capitation-list) yang menjadi tanggung jawabnya. Penentuan peserta mana yang masuk dalam daftar peserta seorang DLP dapat diatur dengan 3 cara, yaitu:

 Memberi kebebasan kepada peserta untuk memilih DLP yang ada di direktori asuradur (voluntary). Cara ini lazimnya diterapkan di daerah pekotaan karena jumlah peserta besar, jumlah DLP tersebar merata, dan akses transportasi tidak ada masalah. Adanya kebebasan ini memotivasi DLP untuk bersaing menjaga mutu layanan dan kepuasan peserta.

 Asuradur menetapkan ke DLP mana peserta harus berobat (appointed). Cara ini biasanya digunakan bila jumlah peserta terbatas dan untuk menjaga agar daftar peserta tidak di bawah batas minimum.

(33)

METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013 Page 33 Untuk menghindari adverse selection dan under-services, pendapatan DLP dalam metode kapitasi diatur mengikuti sebuah formula yang dibuat berdasarkan variabel yang sahih, seperti ciri demografi (jumlah penduduk, umur, jenis kelamin), mortalitas dan morbiditas, pengalaman dan kompetensi dokter. Formula ini digunakan untuk mengoreksi kapitasi (adjustment) agar risiko terbagi merata, ada kesetaraan alokasi dana, dan dokter tidak merugi. Dengan begitu, pendapatan DLP akan berbeda, meskipun memiliki jumlah peserta sama dan kapitasi per peserta per tahun juga sama.

Metode kapitasi dapat diterapkan dalam berbagai variasi sesuai dengan kondisi setempat dan tujuan yang ingin dicapai. Variasi ini dapat terjadi karena perbedaan lingkup pelayanan, sehingga ada kapitasi lengkap (full capitation) dan kapitasi parsial (partial capitation). Dari pengelolaan dan pembayaran, dikenal kapitasi dengan wildhold dan kapitasi tanpa wildhold, atau kapitasi dengan risk-pool dan kapitasi tanpa risk-pool. Dua cara terakhir ini lazimnya diterapkan untuk mengurangi risiko dan memotivasi dokter mengendalikan suatu jenis pelayanan, antara lain mengendalikan rujukan.

Metode kapitasi lebih mudah diterapkan di strata primer dan lebih mudah diterima oleh DLP ketimbang dokter spesialis, mengingat konsep kapitasi dan konsep pelayanan primer dapat dikatakan sejalan. Kunjungan ke DLP sebagian besar mengenai masalah kesehatan sehari-hari (daily problems), yang probabilitas kejadiannya tinggi. Cara dan sumber daya untuk mengatasi masalah ini juga tidak terlalu bervariasi, dan biayanya mudah diprediksi. Hal-hal ini yang membedakannya dengan pelayanan di strata sekunder/tersier yang umumnya memiliki probalilitas relatif kecil dan variasi pembiayaannya sangat beragam, meskipun kadangkala diagnosisnya sama.

Segi positif metode kapitasi Bagi dokter:

 Dokter mempunyai kepastian berapa pendapatannya dalam satu periode dan untuk mengamankan pendapatannya dokter akan berupaya agar peserta yang terdaftar dalam komunitas binannya merasa puas dengan layanannya dan tidak pindah ke dokter lain.

 Dokter terdorong untuk bekerja efisien dan rasional, karena setiap layanan yang diberikan kepada pasien menjadi biaya yang harus ditanggung dokter. Oleh sebab itu dokter berusaha meresepkan obat generik, serta menghindari tindakan yang mahal dan kunjungan berulang untuk meminimalkan biaya pelayanan.

 Dokter terdorong untuk melakukan upaya promotif-preventif seperti edukasi pola hidup sehat, diet, kebugaran, berhenti merokok, dan upaya lain yang dapat meningkatkan status kesehatan dan mengedalikan biaya kesehatan di kemudian hari, yang pada gilirannya mengamankan pendapatan dokter.

Gambar

Gambar 1-1. Produktivitas dokter integral dengan kompensasi dokter
Gambar 2-1. Sistem pembiayaan kesehatan
Gambar 2-2. Kerangka konsep sistem pelayanan kesehatan berbasis pelayanan primer
Tabel 2-1 Potensi produktivitas seorang dokter layanan primer
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian-penelitian yang menguji mengenai pengaruh partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran menunjukkan hasil yang tidak konsisten, yaitu penelitian yang dilakukan

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk mengetahui gambaran dokter gigi dalam memberikan upaya promotif preventif pada konsep kapitasi di era JKN di

1.Pelayanan Tingkat Pertama : pelayanan kesehatan dasar yang diberikan dokter dan dokter gigi di puskesmas, puskesmas perawatan, tempat praktik perorangan, klinik pratama, klinik

(3) Bidan dan Perawat dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi PPK 1, kecuali dalam pertolongan persalinan, kondisi gadar, atau pasien dengan

Persepsi hambatan dokter gigi yang dimaksud pada penelitian ini ialah permasalahan-permasalahan yang dialami oleh dokter gigi semenjak era JKN yang dinilai

• Terpenuhinya kebutuhan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di daerah terpencil dan sangat terpencil sesuai manfaat JKN. • Terlaksananya pelayanan kesehatan dasar di

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kedua jenis latihan tersebut sama-sama memberikan pengaruh terhadap kelincahan pada sekolah sepak bola universitas