BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Berbicara mengenai kemiskinan berarti berbicara mengenai harkat dan
martabat manusia. Ditinjau dari pihak yang mempersoalkan dan mencoba mencari
solusi atas masalah kemiskinan, dapat dikemukakan bahwa kemiskinan
merupakan masalah pribadi, keluarga, masyarakat, negara bahkan dunia. Dapat
dipahami bahwa masalah kemiskinan memerlukan perhatian khusus dari semua
pihak yang mengalami masalah kemiskinan tersebut.
Kemiskinan identik dengan suatu penyakit. Langkah pertama
penanggulangan masalah kemiskinan adalah memahami kemiskinan sebagai suatu
masalah. Kemiskinan hingga kini masih menjadi masalah yang penting di
Indonesia, sehingga menjadi fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah
kemiskinan ini sangatlah kompleks dan bersifat multidimensional sebab berkaitan
dengan aspek sosial, ekonomi, budaya dan aspek lainnya. Kemiskinan terus
menjadi masalah fenomenal di belahan dunia, khususnya Indonesia yang
merupakan negara berkembang (Siagian, 2011).
Perspektif banyak orang mengenai kemiskinan sangat berbeda, ada yang
menganggap kemiskinan sebagai sebuah tradisi yang turun temurun dari nenek moyang
hingga turunannya, ada juga yang menganggap kemiskinan sebagai salah satu dampak
kurang pedulinya pemerintah terhadap masyarakat ekonomi kebawah akibatnya daya beli
keluarga masyarakat ekonomi bawah sangat kurang untuk bersaing dengan
perkembangan zaman yang pesat, sebagian lagi masyarakat tidak menganggap mereka
terhadap internal keluarga, antipati terhadap lingkungan sosial serta antipati terhadap
berbagai kebijakan pemerintah dalam membantu masyarakat miskin. Hal itu sangat
beralasan dikarenakan dengan mereka menjadi peduli dengan sekitar, kehidupan mereka
tetap tidak akan berubah meskipun dioles bagaimanapun, mereka menganggap mereka
akan tetap miskin.
Sebagian besar orang miskin di Indonesia adalah perempuan. Konsep feminisasi
kemiskinan dengan jelas menggambarkan ketidakadilan dalam soal keterwakilan wanita
di antara orang miskin dibandingkan dengan laki-laki. Selain itu, kaum wanita miskin
lebih menderita karena pada sebagian besar masyarakat, wanita juga menjadi subyek dari
nilai-nilai sosial yang membatasi mereka dalam meningkatkan kondisi ekonomi atau
menikmati akses yang sama ke pelayanan umum. Di Indonesia, nilai-nilai yang
diberlakukan dalam masyarakat dapat berupa pernikahan di usia muda, keharusan segera
memiliki anak, kehamilan berkali-kali untuk memperoleh anak laki-laki dan jam kerja
yang panjang di rumah. Beberapa nilai sosial dapat langsung mempengaruhi asupan
nutrisi bagi wanita, misalnya pembagian makanan dalam keluarga diutamakan untuk pria
dan anak laki-laki. Ketika sumber daya dalam keluarga itu terbatas, akses ke pendidikan
akan diutamakan kepada anak laki-laki.
Oleh sebab itu, sangat penting untuk memutuskan mata rantai kemiskinan dan
jender karena beberapa hasil riset menunjukkan bahwa kemiskinan di kalangan wanita
mempengaruhi kesehatan dan perkembangan anak lebih daripada pria. Ketika
penghasilan wanita meningkat dan jumlah wanita miskin berkurang, anak-anak juga
memperoleh manfaat dari perkembangan itu karena dibandingkan dengan pria, wanita
lebih banyak membelanjakan uang mereka untuk keluarga dan khususnya untuk
anak-anak. Dengan kata lain, mengurangi jumlah wanita miskin justru meningkatkan
kesejahteraan anak, yang menjadi generasi masa depan.
muda melalui penurunan angka kematian bayi dan anak-anak, tingkat kesuburan yang
lebih rendah, dan peningkatan gizi anak-anak. Pada tingkat ekonomi makro, salah satu
hasil studi menunjukkan bahwa setiap peningkatan satu persen kepesertaan wanita dalam
pendidikan sekolah menengah menghasilkan 0,3 persen peningkatan dalam pendapatan
per kapita (Dollar dan Gatti, 1999: dalam Michael Bamberger dkk., hal. 341).
Kesejahteraan wanita menjadi penentu utama dalam mewujudkan korelasi positif antara
pertumbuhan dan pengentasan kemiskinan. Kita tidak bisa berbicara tentang kemiskinan
pada umumnya dan khususnya strategi pengentasan kemiskinan, tanpa mengatasi
hubungan jender Mayling Oei Gardiner, dalam Kathryn Robinson & Sharon Bessell (eds)
Women in Indonesia, Gender, Equity and Development, 2000
Perihal keterwakilan perempuan dalam penyerapan tenaga kerja, UMKM ternyata
berperan sangat dominan. Pada tahun 2010 dari keseluruhan tenaga kerja yang terserap
oleh dunia kerja sebanyak 65,4 juta atau 66,2%. Angka ini ternyata terbagi menjadi
sekitar 81 juta diantaranya diserap oleh jenis Usaha Mikro dan Kecil dan sekitar 4,4 juta
tenaga kerja lainnya diserap oleh Usaha Menengah. Dengan demikian, hanya sekitar 3,4
juta pekerja yang diserap oleh usaha besar. Ini menunjukkan betapa kecilnya peran Usaha
Besar dalam menciptakan kesempatan kerja. Padahal seperti disampaikan sebelumnya
nilai produk yang dihasilkan usaha besar tidak jauh berbeda dari nilai produk yang
dihasilkan UMKM.
Salah satu sektor yang sangat strategis untuk Indonesia adalah usaha kecil
kerajinan tangan tradisional. Selain kehadiran UMKM yang besar di sektor ini terutama
daerah-daerah yang menghasilkan produktivitas kerajinan tangan saat ini sudah
mendapatkan pasar yang cukup luas dan memiliki pasar tersendiri. Apalagi, tidak sedikit
pula produk kerajinan tangan tradisional Indonesia yang sudah sukses menembus pasar
mancanegara dimana dikerjakan oleh kaum perempuan. Berkaitan dengan pengerahan
perempuan sebagai istri untuk dapat menopang ketahanan ekonomi keluarga. Kondisi
demikian merupakan dorongan yang kuat bagi perempuan untuk bekerja di luar rumah.
Dalam beberapa tahun terakhir ini keterlibatan perempuan pada sektor publik
menunjukkan angka yang terus meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa motivasi
perempuan untuk bekerja di sektor publik semakin tinggi. Perempuan pada rumah
tangga miskin, rata-rata mempunyai tingkat pendidikan yang relatif rendah karena kondisi
ekonomi yang melatarbelakanginya. Perempuan ini masuk ke pasar kerja dengan tingkat
pendidikan rendah dan ketrampilan rendah. Perempuan dengan tingkat pendidikan dan
ketrampilan yang rendah inilah yang justru banyak masuk ke lapangan kerja, terutama
pada sektor informal dengan motivasi menambah pendapatan keluarga.
Yuniarti dan Haryanto (2005) pendapatan para pekerja wanita pada industri
sandang mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan
keluarga. Kontribusi perempuan dapat dikatakan sebagai katup pengaman (savety valve)
atau penopang bagi rumah tangga miskin untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari.
Perempuan Indonesia terutama di pedesaan sebagai sumber daya manusia cukup
nyata partisipasinya khususnya dalam memenuhi fungsi keluarga dan rumah tangga
bersama pria. Beberapa hasil penelitian menunjukkan peran serta wanita dalam berbagai
industri di beberapa daerah cukup besar dan menentukan, dengan pengelolaan usaha yang
bersifat mandiri, dan salah satu keterlibatan perempuan dalam dunia kerja yaitu
banyaknya perempuan daerah yang menjadi pengrajin.
Sumatera Utara misalnya geliat para pelaku para pengrajin perempuan yang
berada di Sumatera Utara terus meningkat pesat. Pelaku pengrajin perempuan batik dan
ulos Medan misalnya. Dari awalnya hanya satu perajin saja, kini setelah tiga tahun batik
ini banyak diminati, maka puluhan perajin batik Medan juga telah menyebar di Sumatera
Utara. Tidak heran, jika produk batik dan ulos yang mereka hasilkan ini akan menembus
merupakan hasil seleksi sejumlah UMKM. PT PNM sudah melakukan penandatangan
kesepakatan (MOU) dengan Japan External Trade Organization (Jetro). Lewat kerja sama
itulah, maka akan adanya pengembangan kapasitas dan penetrasi pasar bagi pelaku
UMKM Indonesia ke Jepang
(http://www.ayogitabisa.com/berita-gita/sumut-akan-ekspor-gede-gedean-ulos-dan-batik-ke-jepang.html).
Kain ulos merupakan salah satu kerajinan tradisional khas batak. Kain yang
diproduksi secara home industry ini cara pembuatan dan alatnya sama seperti pembuatan
kain songket khas Palembang. Para pengrajin melakukan penenunan sambil duduk
dengan penuh kesabaran, menenun untaian benang berwarna emas dan perak untuk
menghasilkan sebuah kain ulos yang indah dan artistik. Bagi orang Batak, kain ulos tidak
saja digunakan untuk pakaian sehari-hari tetapi juga untuk upacara adat. Pemakaian kain
ini secara garis besar ada tiga cara yaitu dengan cara dipakai, dililit di kepala atau di
letakkan di bahu, dililit di pinggang. Namun demikian, tidak semua jenis. Kain yang
didominasi warna merah, hitam, dan putih ini biasanya ditenun dengan benang berwarna
emas dan perak. Dahulu, kain ini hanya digunakan sebagai selendang dan sarung untuk
pasangan kebaya bagi wanita suku Batak namun pada saat ini telah mengalami modifikasi
sehingga lebih menarik dan bernilai ekonomis, misalnya dijadikan sebagai produk
souvenir, sarung bantal, ikat pinggang, tas, pakaian, alas meja, dasi, dompet dan kain
gorden.
Para pengrajin melakukan penenunan sambil duduk dengan penuh kesabaran,
menenun untaian benang berwarna emas dan perak untuk menghasilkan sebuah kain ulos
yang indah dan artistik. Bagi orang Batak, Kain Ulos tidak saja digunakan untuk pakaian
sehari-hari, tetapi juga untuk upacara adat. Pemakaian kain ini secara garis besar ada tiga
cara, yaitu dengan cara dipakai, dililit di kepala atau di letakkan di bahu, dililit di
pinggang. Namun demikian, tidak semua jenis Kain Ulos dapat dipakai dalam aktivitas
Dalam keseharian, laki-laki Batak menggunakan sarung tenun bermotif
kotak-kotak, tali-tali dan baju berbentuk kemeja kurung berwarna hitam, tanpa alas kaki. Bagi
orang Batak, Kain Ulos tidak sekedar kain yang berfungsi melindungi tubuh dari hawa
dingin, tetapi juga berfungsi simbolik, khususnya yang berkaitan dengan adat istiadat
orang Batak. Kain Ulos dari jenis tertentu dipercaya mengandung kekuatan mistis dan
dianggap keramat serta memiliki daya magis untuk memberikan perlindungan kepada
pemakainya. Kain Ulos juga menjadi bagian penting dalam upacara adat masyarakat
Batak. Bilamana dalam suatu upacara adat Kain Ulos tidak digunakan atau diganti dengan
kain yang lain, seperti dalam upacara kelahiran, kematian, pernikahan, memasuki rumah
yang baru, atau upacara-upacara adat lainnya, maka pelaksanaan upacara adat menjadi
tidak sah. Masing-masing suku batak memiliki kain ulos. Makna ulos pada setiap suku
batak yang da di Sumatera Utara hampir semua sama. Hal yang membedakan dari kain
ulos terserbut hanyalah ketebalan kain dan kecerahan warna-warna yang terdapat pada
ulos tersebut.
Kain Ulos juga menjadi bagian penting dalam upacara adat masyarakat Batak.
Bilamana dalam suatu upacara adat Kain Ulos tidak digunakan atau diganti dengan kain
yang lain, seperti dalam upacara kelahiran, kematian, pernikahan, memasuki rumah yang
baru, atau upacara-upacara adat lainnya, maka pelaksanaan upacara adat menjadi tidak
sah. Masing-masing suku batak memiliki kain ulos. Makna ulos pada setiap suku batak
yang da di Sumatera Utara hampir semua sama. Hal yang membedakan dari kain ulos
terserbut hanyalah ketebalan kain dan kecerahan warna-warna yang terdapat pada ulos
tersebut. Kain ulos mempunyai beraneka macam jenis, di antaranya: bintang maratur,
ragiidup, sibolang, ragihotang, mangiring, dan sadum. Jenis-jenis Ulos tersebut
mempuyai tingkat kerumitan, nilai, dan fungsi yang berbeda-beda, semakin rumit
pembuatan sebuah Ulos, maka nilainya semakin tinggi dan harganya juga semakin mahal.
Kesehariannya, kelompok pengrajin ulos perempuan menghasilkan satu ulos seharga
kisaran Rp 250.000 sampai dengan Rp 500.000 dengan periode waktu 8 jam dalam sehari
periode 1 minggu. Periode satu bulan kelompok pengrajin perempuan ulos mendapatkan
keuntungan berkisar 1,5 juta per bulan. Kabupaten Tapanuli Utara merupakan suatu
daerah yang mana ekonomi masyarakat masih rendah. Di daerah ini penduduk mayoritas
bekerja sebagai petani, namun kaum perempuan tidak mau hanya berdiam diri menunggu
senja sembari menunggu suami mereka pulang kerumah. Alhasil, perempuan berinisiatif
untuk mencari pengalaman kerja untuk menambah penghasilan rumah tangga sambil
mereka merawat anak, dipilihlah kerajinan rumah tangga yaitu sebagai pengrajin ulos
untuk menambah pendapatan keluarga. Ini di karenakan bahwa keterampilan yang
dipunya oleh kaum perempuan lebih condong dengan keterampilan kerajinan ulos.
Bila ditilik dari karakteristik usia, umumnya para pengrajin ulos adalah
perempuan yang berusia paruh baya. Terkadang mereka sendiri merupakan gabungan dari
kelompok ibu-ibu yang memiliki kemampuan menenun. Umumnya mereka adalah
perempuan yang dikenal memiliki ketekunan dan ketelatenan dalam menenun kain ulos.
Meski begitu, banyak dijumpai dilapangan pengrajin perempuan rata-rata hanya diberikan
jatah untuk menenun saja dengan pola yang seringkali sudah ditentukan. Bila memiliki
akses yang lebih, rata-rata perempuan pengrajin bisa mendirikan sendiri sentral usaha
ulos dengan pen gelolaan secara mandiri. Selain itu dari sekian banyaknya pengrajin
jarang sekali diantara mereka yang memiliki pendidikan riwayat yang tinggi. Umum nya
mereka lulusan SD hingga SMP atau bahkan tidak bersekolah sama sekali. Terkadang
yang menjadi fakta banyak diantaranya yang juga menjadi penopang keluarga, mereka
harus berbagi peran antara keluarga dan pekerjaan. Industry kecil rumah tangga ini dapat
menyerap banyak tenaga kerja tanpa memerlukan pendidikan tinggi, dapat dilakukan
dirumah tanpa meninggalkan pekerjaan utama sebagai petani. Hal yang demikian
berusaha dan bekerja tanpa meninggalkan peran utama sebagai ibu rumah tangga,
sehingga dapat membantu ekonomi keluarga.
Pengrajin ulos di Kabupaten Tapanuli Utara mayoritas merupakan masyarakat
yang memiliki ekonomi yang rendah. Pengrajin ulos pada umumnya merupakan sosok
perempuan yang sudah menikah. Kebutuhan ekonomi yang besar, mendorong kaum ibu
atau perempuan membantu perekonomian keluarga. Ini di karenakan penghasilan petani
di desa ini kurang memadai dan kurang memenuhi kebutuhan ekonomi dengan adanya
musim panceklik, atau musim hama pemakan tanaman, membuat petani menjerit
sehingga dibutuhkan pekerjaan sampingan untuk menambah pendapatan keluarga, dan
menambah tabungan.
Adanya home industry di kabupaten Tapanuli Utara dipercaya dapat membantu
pendapatan ekonomi keluarga, baik dalam pengeluaran kebutuhan pendidikan, kesehatan,
konsumsi, dan tabungan. Pendapatan yang dihasilkan dari penjualan ulos yang diterima
oleh pengrajin ulos dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga baik
pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan, sandang, pakaian, kesehatan, kebutuhan
akan pendidikan anak-anak, atau tabungan.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, penulis tertarik untuk
meneliti bagaimana kontribusi perempuan pengrajin ulos terhadap ekonomi keluarga
Desa Lumban siagian Julu Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara.
1.2
Perumusan Masalah
Masalah merupakan pokok dari sebuah penellitian. Untuk itu, penelitian ini perlu
ditegaskan dan dirumuskan masalah yang diteliti. Berdasarkan latar belakang masalah
yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah bagaimana
kontribusi perempuan pengrajin ulos terhadap ekonomi keluarga Desa Lumban siagian
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kontribusi perempuan
pengrajin ulos terhadap ekonomi keluarga di desa Lumban siagian Julu Kecamatan Siatas
Barita Kabupaten Tapanuli Utara.
1.3.2
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam
rangka:
a.
Pengembangan teori-teori tentang ekonomi keluarga melalui aktivitas
pengrajin ulos di desa Lumban siagian Julu Kecamatan Siatas Barita
Kabupaten Tapanuli Utara
b.
Referensi bagi keilmuan kesejahteraan sosial untuk meningkatkan pendapatan
ekonomi keluarga melalui aktivitas perempuan pengrajin ulos
c.
Bahan pertimbangan atau reeferensi dalam rangka pengembangan
1.4
Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan memahami dan mengetahui isi yang terkandung
dalam skripsi ini, maka diperlukan sistematika. Sistematika penulisan secara garis
besarnya dikelompokan dalam enam bab, dengan urutan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek
yang diteliti, kerangka penelitian, definisi konsep dan definisi
operasional
BAB III : METODE PENELITIAN
Berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi penelitian,
teknik pengumpulan data serta teknik analisis data
BAB IV : GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
Berisikan tentang sejarah singkat serta gambaran umum lokasi
penelitian dan data-data lain yang berhubungan dengan objek yang akan
diteliti
BAB V : ANALISIS DATA
Berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta
dengan analisisnya
BAB VI : PENUTUP
Berisikan tentang pokok-pokok kesimpulan dan saran-saran yang perlu
disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil