• Tidak ada hasil yang ditemukan

Harga Diri dan Perilaku Seks Pranikah pa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Harga Diri dan Perilaku Seks Pranikah pa"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

HARGA DIRI DAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA MAHASISWA PRIA PENGGEMAR FILM PORNO YANG TINGGAL DI TEMPAT KOST

Anggi Maulana1 Wahyu Rahardjo2

1,2

Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya No 100, Depok, 16424, Jawa Barat

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah melihat hubungan harga diri dan perilaku seks pranikah pada mahasiswa pria penggemar film porno yang tinggal di tempat kost. Partisipan penelitian ini adalah 75 mahasiswa pria penggemar film porno yang tinggal di tempat kost yang berusia 18-23 tahun. Hasil penelitian memperlihatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara harga diri dan perilaku seks pranikah pada mahasiswa pria penggemar film porno. Namun demikian beberapa hasil lain memperlihatkan bahwa mayoritas partisipan menonton film porno 1-3 kali seminggu, dan mendapatkan film porno dalam bentuk file dari teman. Kecenderungan perilalu seks pranikah yang permisif dijumpai pada kelompok partisipan yang berpacaran pertama kali pada usia 10-15 tahun, sudah pernah pacaran sebanyak 6-10 kali, mendapatkan file film porno dengan cara mengunduh, membeli dan meminta dari teman, menyimpan di komputer, dan menontonnya bersama pacar.

Kata Kunci: Harga diri, Perilaku seks pranikah, Mahasiswa, Film porno

PENDAHULUAN

Kehidupan seksual di kalangan anak muda sudah lebih permisif dibandingkan dahulu.

Hal ini bisa dirasakan di kota-kota besar di Indonesia. Terbukanya saluran informasi seputar

seks yang bebas beredar di masyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi,

koran, radio dan internet boleh jadi mendorong anak muda melakukan hubungan seks pranikah.

Pada dasarnya, orang menganggap kalau seks adalah sesuatu yang hanya boleh dilakukan

ketika seseorang telah menikah. Sekarang perilaku seks pranikah terkesan sebagai suatu yang

lazim.

Synovate Research melakukan penelitian tentang perilaku seksual remaja di empat

kota, yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan. Penelitian ini memiliki kriteria survei, yaitu

usia 450 responden adalah dari kisaran antara 15 sampai 24 tahun, dan kriteria selanjutnya

yaitu pembagian aktivitas seks individu aktif dan pasif. Dari penelitian yang dilakukan sejak

September 2004 itu, Synovate Research mengungkapkan bahwa sekitar 65% informasi tentang

seks mereka dapatkan dari kawan, dan juga 35% sisanya dari film porno. Ironisnya, hanya 5%

dari responden remaja ini mendapatkan informasi tentang seks dari orang tuanya (Wardhana,

(2)

Berdasarkan penelitian tersebut pula dapat diketahui bahwa, remaja mendapatkan

informasi untuk melakukan hubungan seks secara persentasenya cukup banyak berasal dari

VCD atau film porno yang mereka tonton. Menurut Sarwono (2004), ada beberapa faktor yang

dianggap berperan dalam munculnya permasalahan seksual pada remaja, di antaranya

perubahan-perubahan hormonal yang dapat meningkatkan hasrat seksual remaja, penyebaran

informasi yang salah misalnya dari buku-buku dan VCD porno, rasa ingin tahu (curiousity) yang

sangat besar, serta kurangnya pengetahuan yang didapat dari orang tua dikarenakan orang tua

menganggap hal tersebut tabu untuk dibicarakan, terlebih bagi mereka yang jauh dari orang tua

dan tinggal di tempat kost.

Bagi mahasiswa, tinggal di tempat kost merupakan suatu hal yang biasa, khususnya

mahasiswa yang berasal dari daerah atau mahasiswa yang tempat tinggalnya jauh dari kampus

mereka, memilih untuk tinggal di tempat kost merupakan alternatif pilihan bagi mahasiswa, dan

mahasiswa umumnya menyewa kamar kost di dekat kampus mereka untuk memperpendek

jarak dengan kampus (Tempo dalam Andriati, 2009) dan tinggal di tempat kost membuat

mahasiswa tersebut setidaknya dapat bebas melakukan apapun bahkan mungkin melakukan

seks pranikah. Hal ini didukung melalui penelitian Fingerman (dalam Rice, 1990) yang

menyatakan bahwa ketidakhadiran ayah dan ibu akibat kesibukan (bekerja) memperbesar

kemungkinan anak-anak mereka untuk melakukan seks pranikah.

Tinggal di tempat kost pun membuat seseorang untuk mengontrol diri sendiri tanpa

pengawasan otoritas, mereka bebas berbuat apapun seperti bermain game berlebihan, jam

makan dan tidur yang tidak teratur bahkan mengkoleksi hal-hal berbau pornografi seperti film

porno bahkan bisa melakukan perilaku seks pranikah, khususnya terhadap mahasiswa yang

mempunyai harga diri yang rendah. Duval dan Miller (1985) mengemukakan, faktor-faktor yang

diduga penyebab seseorang terlibat dalam aktivitas seks pranikah salah satunya adalah karena

rendahnya harga diri.

Mahasiswa yang memiliki harga diri yang rendah cenderung lebih pasif dan menarik diri

secara sosial, dengan kata lain orang yang mempunyai harga diri yang rendah kurang nyaman

jika melakukan interaksi sosial, mereka lebih banyak menghabiskan waktu sendiri. Hal ini juga

sama dengan apa yang diungkapkan oleh Coopersmith (dalam Dusek, 1996) yang

menyebutkan tentang karakteristik harga diri yang rendah, beberapa ciri-ciri dari individu yang

mempunyai karakteristik harga diri yang rendah adalah merasa terasingkan dan tidak

(3)

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris

hubungan antara harga diri dan perilaku seks pranikah padamahasiswa pria penyuka film porno

yang tinggal di tempat kost.

METODE PENELITIAN

Partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa laki-laki, tinggal di tempat kost, dan

merupakan penggemar film porno. Untuk mengetahui karakteristik sebagai penggemar film

porno maka pada kuesioner yang diberikan terdapat pertanyaan “seberapa sering Anda

menonton film porno?” dengan pilihan jawaban (a) setiap hari, (b) kadang-kadang, dan (c) tidak

pernah. Jika partisipan menjawab setiap hari maka kembali ditanyakan frekuensinya berapa kali

sehari. Kemudian, jika partisipan menjawab kadang-kadang, kembali ditanyakan berapa kali

menonton dalam seminggu atau sebulan. Partisipan yang menjawab “tidak pernah” akan

dikeluarkan dari kelompok partisipan yang datanya akan digunakan dalam penelitian.

Uji coba pada penelitian ini melibatkan sekitar 35 orang mahasiswa pria. Sementara itu

untuk pengambilan data guna melakukan uji hipotesis maka partisipan yang diperoleh adalah

75 orang. Keseluruhan partisipan merupakan mahasiswa pria yang tinggal di daerah Kapuk,

Depok.

Skala harga diri. Harga diri merupakan suatu penilaian terhadap diri sendiri yang

mencerminkan sikap penerimaan atau penolakan dan menunjukkan seberapa jauh individu

percaya bahwa dirinya mampu, penting, berhasil dan berharga. Skala ini disusun melalui teori

dari Falker (dalam Widiasari, 2002) yaitu feeling of belonging, feeling of competence dan feeling

of worth. Skala ini dibuat dengan menggunakan skala Likert. Skala Harga Diri berjumlah total 41

item, dan setelah uji coba tersisa 23 item sahih dengan kisaran validitas antara 0.301-0.716.

Koefisien reliabilitas alat ukur sebesar 0.841.

Skala perilaku seks pranikah. Perilaku seks pranikah adalah segala perilaku yang

didorong oleh hasrat seksual seperti bergandengan tangan, berciuman, bercumbu dan

bersenggama yang dilakukan oleh pria dan wanita tanpa melalui proses pernikahan yang resmi

menurut hukum dan agama. Skala ini disusun berdasarkan teori dari Reiss (dalam Duval &

Miller 1985) tentang jenis-jenis perilaku seksual pranikah seperti touching, kissing, petting dan

sexual intercourse. Skala ini dibuat dengan menggunakan skala Likert. Skala Perilaku Seks

Pranikah berjumlah total 43 item dan setelah uji coba tersisa 33 item sahih dengan kisaran

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada atau tidaknya hubungan antara harga

diri dengan perilaku seksual pada mahasiswa pria penggemar film porno yang tinggal ditempat

kost. Analisis menunjukan koefisien korelasi sebesar 0.041 dengan taraf signifikansi sebesar

0.372 (ρ>0,05), yang artinya terdapat hubungan positif yang tidak signifikan antara harga diri

dan perilaku seks pranikah pada mahasiswa penggemar film porno yang tinggal ditempat kost.

Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa hipotesa yang menyatakan bahwa terdapat hubungan

harga diri dengan perilaku seks pranikah pada mahasiswa penggemar film porno yang tinggal di

tempat kost tidak diterima. Hal ini memperlihatkan fakta bahwa harga diri tidak berkolerasi

signifikan dengan perilaku seks pranikah. Hal ini dapat terjadi karena perilaku seks pranikah

orang yang sering menonton film porno di tempat kost mungkin tidak dipengaruhi oleh harga

diri, melainkan oleh variabel lain.

Sarwono (2004) mengatakan bahwa, dorongan seks pada diri manusia jika mendapat

stimulus, maka akan membuat orang tersebut untuk melampiaskan hasratnya. Film porno yang

menjadi konsumsi oleh mahasiswa yang menontonnya akan membangkitkan gairah seks

mahasiswa tersebut dan timbulah gagasan untuk menyalurkan hasratnya, terlepas dari tinggi

atau rendahnya harga diri karena terdapat stimulus atau pengaruh lain.

Harga diri yang baik tidak menjamin dapat mencegah terjadinya perilaku seksual

pranikah, karena pada dasarnya harga diri cenderung merupakan hasil, bukan penyebab

perilaku yang berhasil (Baumster dalam Dewi 2009). Studi yang ditemukan oleh penulis tentang

harga diri dan perilaku seks pranikah yaitu studi Astria (2006) memperlihatkan tidak adanya

perbedaan harga diri pada remaja yang sudah pernah melakukan perilaku seks pranikah dan

yang belum. Hanya saja, remaja yang sudah pernah melakukan perilaku seks pranikah memiliki

harga diri yang cenderung lebih rendah dibandingkan yang belum pernah melakukan perilaku

seks pranikah.

Kozier dkk. (2004) menyatakan bahwa seksualitas dipengaruhi oleh aspek biologi,

psikologi, sosial, kultural, aspek spiritual. Schultze, Price dan Gwin (dalam Evelyn & Suza 2007)

melaporkan seksualitas juga dipengaruhi oleh aspek moral. Sementara itu Mu’tadin (2002),

mengemukakan bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah, antara

lain, faktor internal seperti, dorongan rasa sayang dan cinta kepada pasangan, dan dorongan

rasa ingin tahu yang besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui. Sedangkan faktor

eksternal seperti, pengaruh teman sebaya, serta media dan televisi. Faktor lain yang

mempengaruhi perilaku seksual pranikah antara lain, jenis kelamin dan rendahnya nilai agama

(5)

mempengaruhi perilaku seks pranikah, dan salah satu di antaranya adalah faktor keluarga.

Remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah banyak di antaranya berasal dari

keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan

(Kinnaird, 2003). Hubungan orang tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan

emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadian mahasiswa dan sebaliknya, orang

tua yang sering bertengkar akan menghambat komunikasi dalam keluarga. Keluarga yang tidak

lengkap misalnya karena perceraian, kematian, dan keluarga dengan keadaan ekonomi yang

kurang, dapat mempengaruhi perkembangan jiwa mahasiswa.

Orang tua umumnya memberikan informasi mengenai seks pada dalam porsi yang

sangat minim, kecilnya peranan orang tua untuk memberikan informasi mengenai seksualitas

disebabkan oleh rendahnya pengetahuan orang tua mengenai kesehatan reproduksi serta

masih menganggap tabu membicarakan tentang seksualitas. Apabila orang tua merasa

memiliki pengetahuan yang cukup mendalam tentang kesehatan reproduksi, remaja lebih yakin

dan tidak merasa canggung untuk membicarakan topik yang berhubungan dengan masalah

seks pranikah (Hurlock dalam Darmasih, 2009).

Hasil penelitian yang dilakukan Soetjiningsih (2006) menunjukkan, makin baik hubungan

orang tua dengan anak remajanya, makin rendah perilaku seksual pranikah remaja. Namun,

komunikasi dengan orang tua dan interaksi yang baik dengan lingkungan, tidak semata-mata

dapat membuat mahasiswa terhindar dari pengaruh dalam perilaku seksual. Harvey dan

Spigner (dalam Cynthia, 2003) juga menyatakan bahwa walaupun orang tua memegang

peranan yang penting dalam mengajarkan remaja untuk berinteraksi sosial, dengan baik pada

lingkungannya, namun kelompok teman sebaya juga sangat mendukung untuk dilakukannya

atau tidak dilakukannya perilaku seks pranikah.

Pergaulan mahasiswa dengan teman sebaya, juga sangat berpengaruh dengan perilaku

seksualnya. Interaksi antara teman sebaya pada mahasiswa yang berlainan jenis

mendorongnya untuk melakukan pergaulan yang tidak terkendali dalam hal ini pergaulan bebas

yang didorong oleh hasrat seksual. Dorongan hasrat seksual tersebut menyebabkan terjadinya

perilaku seksual di luar nikah (Dariyo, 2004). Teman sebaya yang menyimpang juga turut

mempengaruhi perilaku seks pranikah pada mahasiswa, seperti yang diungkapkan oleh Hady

(dalam Darmasih, 2009) bahwa teman-teman yang tidak baik berpengaruh terhadap munculnya

perilaku seks menyimpang. Sarwono (dalam Cynthia, 2003) menjelaskan karena kuatnya ikatan

emosi dan konformitas kelompok pada remaja, maka biasanya hal ini sering dianggap juga

sebagai faktor yang menyebabkan munculnya tingkah laku remaja yang buruk. Apabila

(6)

konformitas mahasiswa di tempat kost tersebut juga tinggi pada kelompoknya, maka

mahasiswa tersebut sangat berpeluang untuk melakukan seks pranikah.

Tinggal di tempat kost berarti juga bahwa paparan pornografi seperti film porno akan

sangat mudah diterima oleh mahasiswa, karena tidak adanya kontrol dari orang tua dan

pengaruh teman, juga kemudahan untuk memperoleh film porno. Seperti yang dikatakan oleh

Taufik (2005), bahwa faktor lain yang mempengaruhi perilaku seks pranikah remaja adalah

fakor lingkungan seperti VCD, buku, dan film porno. Senada dengan apa yang dikatakan oleh

Rohmahwati (2004), bahwa paparan media massa, baik cetak (koran, majalah, buku-buku

porno) maupun elektronik (TV, VCD, Internet), mempunyai pengaruh secara langsung maupun

tidak langsung pada remaja untuk melakukan hubungan seksual pranikah. Faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja paling tinggi hubungan antara orang tua

dengan remaja, diikuti karena tekanan teman sebaya, religiusitas, dan eksposur media

pornografi (Soetjiningsih, 2006).

Asertivitas juga berpengaruh terhadap perilaku seks pranikah, di mana asertif

merupakan kemampuan untuk mengatakan “tidak”, kemampuan untuk meminta sesuatu,

kemampuan mengekspresikan perasaan positif dan negatif, kemampuan untuk memulai,

menyambung dan mengakhiri percakapan umum (Lazarus dalam Rakos 1991). Dengan kata

lain jika tidak memiliki sikap asertif, maka ada ketidak mampuan untuk mengatakan tidak pada

orang lain jika memang itu tidak sesuai dengan kenginginannya. Utamadi (dalam Hidayah,

2011) juga menambahkan bahwa ketidakmampuan untuk bersikap asertif sering berperan

terhadap terjadinya hubungan seks yang sebetulnya tidak diinginkan. Bandura (1990)

mengatakan bahwa perilaku seksual tersebut tidak merupakan hasil langsung dari pengetahuan

atau keterampilan, melainkan suatu proses penilaian yang dilakukan seseorang dengan

menyatukan ilmu pengetahuan, harapan, status emosi, pengaruh sosial dan pengalaman yang

didapat sebelumnya untuk menghasilkan suatu penilaian atas kemampuan mereka dalam

menguasai situasi yang sulit.

Berdasarkan hasil lainnya yang diperoleh dalam penelitian ini, terlihat bahwa mahasiswa

pria yang berusia 20 tahun memiliki tingkat harga diri yang lebih tinggi dibandingkan remaja

usia lainnya. Hal ini mungkin dikarenakan mahasiswa yang berusia 20 tahun rata-rata sedang

mengalami perkuliahan tahun ke dua atau ke tiga, sehingga sudah bisa menyesuaikan diri

dengan teman-teman dan lingkungan dengan baik sehingga mempunyai kepercayaan diri yang

baik. Lingkungan memberikan dampak besar kepada remaja melalui hubungan yang baik

antara remaja dengan orang tua, teman sebaya, dan lingkungan sekitar sehingga

(7)

dalam Sriati, 2008). Sedangkan mahasiswa berusia 22 tahun memiliki perilaku seks pranikah

yang paling tinggi dibanding mahasiswa yang lainnya, hal ini mungkin dikarenakan rata-rata

mahasiswa pada usia 22 tahun sudah mulai menyusun skripsi dan SKS atau perkuliahan

mereka pun telah selesai. Secara lebih lanjut, jika tidak ada perkuliahan, dan menyusun skripsi

pun intensitas untuk konsultasi kepada dosen pembimbing hanya 1 kali seminggu, maka akan

banyak waktu luang bagi mahasiswa untuk bertemu dengan pasangan atau pacar

masing-masing dan kesempatan untuk melakukan seks pranikah semakin besar. Faktor kesempatan

ikut mempengaruhi terwujudnya hubungan seks (Schulz dalam Clayton & Bokemeier, 1980).

Mahasiswa yang mulai berpacaran pertama kali pada usia lebih dari 20 tahun memiliki

harga diri yang tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini mungkin dikarenakan

mahasiswa yang baru berpacaran diatas usia 20 tahun memiliki suatu pandangan yang positif

terhadap dirinya dan pengendalian diri yang tinggi. Dapat pula berarti orang yang baru

berpacaran di atas usia 20 tahun, memiliki tujuan-tujuan dan prioritas dalam hidupnya, misalnya

dalam pendidikan. Coopersmith (dalam Dusek, 1996) mengatakan bahwa beberapa

karakteristik orang yang mempunyai harga diri tinggi selain aktif dan dapat mengekspresikan

diri dengan baik, yaitu juga berhasil dalam bidang akademik, terlebih dalam mengadakan

hubungan sosial. Karena harga diri yang tinggi serta pengendalian diri yang bagus maka

mereka baru berpacaran diatas usia 20 tahun. Sementara itu, mahasiswa yang mulai

berpacaran pada usia 10-15 tahun memiliki perilaku seks pranikah yang tinggi dibandingkan

yang lainnya, hal ini mungkin dikarenakan mahasiswa yang telah berpacaran sedini mungkin

dan mereka kemungkinan juga telah berganti pasangan atau pacar berkali-kali juga tinggi, telah

melakukan perilaku seks pranikah dengan pacar mereka lebih awal. Staples (1978)

mengatakan bahwa bagi laki-laki, seringnya jatuh cinta atau berganti-ganti pacar juga

mempengaruhi sikap permisif terhadap hubungan seks sebelum menikah. Hal lain juga

mungkin karena mereka telah terbiasa dalam berhubungan dengan lawan jenis atau pasangan,

sehingga mereka tidak canggung lagi untuk melakukan perilaku seks pranikah, mulai dari

berpegangan tangan hingga berhubungan seks. Hyde (1990) mengungkapkan bahwa

seseorang yang pacaran pada usia muda, cenderung lebih permisif terhadap perilaku seksual

pranikah.

Tingkat harga diri mahasiswa yang pernah berpacaran sebanyak 6-10 kali lebih tinggi

dibandingkan yang lainnya. Hal ini mungin dikarenakan jumlah tersebut merupakan jumlah yang

ideal, karena mereka mampu mengaktualisasikan diri mereka dengan baik, dan terbentuklah

harga diri yang baik. Di sisi lain, harga diri mahasiswa dengan frekuensi menonton film porno

(8)

waktu luang dan kesempatan untuk menonton film porno sedikit, dan mahasiswa tersebut tidak

mencari-cari film porno untuk ditonton, maka pandangan positif terhadap dirinya sendiri akan

terbentuk. Perilaku seks pranikah orang yang menonton kurang dari satu kali seminggu ternyata

juga memiliki perilaku seks pranikah yang tinggi, hal ini mungkin karena memang lebih sering

melakukan perilaku seks pranikah ketimbang menonton, mungkin mereka beranggapan untuk

apa menonton film porno sementara sudah bisa melampiaskan atau melakukan perilaku

seksnya kepada pacar atau pasangan masing-masing, terlebih karena sama-sama adanya

dorongan seks. Apabila ada pasangan dalam pacaran itu sama-sama memiliki dorongan ke

arah perilaku seks, maka kemungkinan terjadinya hubungan seks sebelum menikah akan

mudah terjadi (Faturrochman, 1992).

Mahasiswa yang mendapatkan film porno dengan satu cara yaitu mengunduh saja,

ternyata memiliki perilaku seks pranikah yang lebih rendah dibanding mendapatkan film porno

dengan berbagai cara, yaitu berbagi dengan teman, dan membeli keping DVD film porno. Hal

ini tercermin dengan mendapatkan film porno saja dengan berbagai cara, apalagi untuk

melakukan perilaku seks pranikah, ditambah karena adanya kesempatan. Partisipan yang

mendapatkan film porno dengan cara mengunduh, mendapatkannya dari teman dan juga

membelinya ternyata memiliki perilaku seks pranikah yang tinggi, hal ini mungkin dikarenakan

memiliki sikap yang positif terhadap seksualitas, hal ini mungkin tercermin dari usaha untuk

mendapatkan film porno yang tinggi, mungkin dibandingkan dengan usaha untuk mendapatkan

atau melakukan perilaku seks pranikah juga bisa pula tinggi. Bandura (dalam Puspa 2010)

menyatakan bahwa perilaku seseorang dapat terbentuk melalui observational learning. Adanya

contoh perilaku seksual yang di dapat dari media yang mengandung pornografi dapat membuat

seseorang belajar dan mencontoh perilaku tersebut. Kelompok mahasiswa yang menyimpan

film porno dalam bentuk file di komputer, memiliki perilaku seks pranikah yang tinggi pula

dibandingkan mereka yang menyimpannya dalam bentuk DVD. Hal ini mungkin karena

kemudahan akses untuk menonton lebih mudah. Dikarenakan semakin mudah dan sering

menonton film porno, gagasan dan untuk melakukan perilaku seks pranikah semakin besar

pula.

Mahasiswa yang menonton film porno bersama teman, memiliki harga diri yang lebih

tinggi dibandingkan mahasiswa yang menonton film porno sendiri atau yang menonton film

porno bersama pacar. Hal ini mungkin dikarenakan dia merasa dirinya diterima oleh

lingkungannya. Karena teman atau lingkungannya (dalam hal ini tempat kost) ikut menonton

film porno, maka individu merasa dirinya diterima di lingkungan yang sama, karena melakukan

(9)

lingkungan sosialnya seperti orang tua, sahabatnya, maka akan meningkat harga dirinya

(Wirawan dalam Puspa 2010). Mahasiswa yang menonton film porno dengan pacar, memiliki

perilaku seks pranikah yang paling tinggi. Hal ini mungkin dikarenakan ketika menonton film

porno dengan pacar, maka gagasan dan inspirasi yang diterima dapat langsung dilakukan atau

perilaku seks pranikah dapat langsung terjadi karena suasana dan kondisi yang lebih

memungkinkan, ditambah karena kehadiran pasangan. Prawiratirta (dalam Puspa 2010)

menyatakan bahwa sejumlah pengalaman pada masa berpacaran dapat memberi rangsangan

untuk melakukan perilaku seksual pranikah. Pengalaman tersebut bisa berasal dari media,

salah satunya film porno dan juga kesempatan yang tersedia. Maltz dan Maltz (dalam Puspa

2010) juga mengatakan bahwa orang yang merujuk pada jenis pornografi ekstrem, mereka

menjadi tertarik untuk melakukan hal yang sama dalam model pornografi tersebut, dan saat

mereka berbicara minat seksual, mereka mempraktekkan dalam kehidupan nyata.

SIMPULAN DAN SARAN

Perilaku seks pranikah pada mahasiswa penggemar film porno yang tinggal di tempat

kost tidak berkaitan dengan harga diri yang dimiliki. Keunikan keadaan tempat kost

memungkinkan variabel lain seperti konformitas, keberadaan teman sebaya banyak hal lain

dalam memengaruhi perilaku seks pranikah dari partisipan. Namun demikian, beberapa hal

menarik yang bisa dikedepankan adalah bahwa usia dini pertama kali pacaran, banyaknya

jumlah pacaran seumur hidup, tingginya frekuensi menonton film porno, cara mendapatkan film

porno, cara menyimpan film porno, dan dengan siapa menonton film porno merupakan

faktor-faktor yang harus menjadi pertimbangan lebih dalam di dalam penelitian mengenai perilaku

seks pranikah di kalangan mahasiswa.

Penting bagi mahasiswa pria yang tinggal di tempat kost untuk memiliki pusat kendali

internal dalam menghadapi berbagai stimulus eksternal yang berkaitan dengan dorongan seks

dari dalam diri. Mahasiswa sebagai individu yang mandiri dan dewasa harus lebih menyadari

bahwa setiap perilaku yang ditampilkan adalah tanggung jawab pribadi. Dengan demikian

mahasiswa diharapkan dapat mengendalikan perilakunya, termasuk perilaku seks pranikah,

karena segala konsekuensi negatif yang akan dihadapi adalah tanggung jawab pribadi.

DAFTAR PUSTAKA

Andriati, N. (2009). Gambaran perilaku remaja yang diawasi ibu kost dan yang tidak diawasi ibu kost tentang hubungan seksual pranikah di Padang Bulan Medan 2009. Skripsi

(10)

Astria, S. (2006). Perbedaan self-esteem antara remaja pelaku dan bukan pelaku hubungan seks pranikah (sebuah studi pada remaja pengunjung Die-J (Drop In Centre Cijantung) Yayasan Pelita Ilmu). Skripsi (tidak diterbitkan). Jakarta: Universitas Indonesia.

Clayton, R.R & Bokemeier, J.L. (1980). Premarital sex in the seventies. Journal of Marriage and the Family. 42. 34-50.

Cynthia, T. (2003). Hubungan antara konformitas kelompok dengan perilaku seks bebas pada remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Jakarta: Universitas Gunadarma.

Dariyo, A. (2004). Psikologi perkembangan remaja. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Darmasih, R. (2009). Faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah pada remaja di Surakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dewi, I. (2009). Pengaruh faktor personal dan lingkungan terhadap perilaku seksual

pranikah pada remaja di SMA Negeri 1 Baturraden dan SMA Negeri 1 Purwokerto.

Tesis (tidak diterbitkan). Semarang: Universitas Diponegoro.

Dusek, J.B. (1996). Adolescent development and behaviour (3 Edition). New York: William Marrow and Company Inc.

Duval, E.M., & Miller, P.C. (1985). Marriage and family development (6thEdition). New York:

Harper and Row.

Evelyn, M., & Suza, D.F. (2007). Hubungan antara persepsi tentang seks dan perilaku seksual remaja di SMA negri 3 medan. Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, 2, 48-55.

Faturrochman .(1992). Sikap dan perilaku seksual remaja di Bali. Jurnal Psikologi, 1, 12-17. Hidayah, I.P. (2011). Pengaruh asertivitas terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja

perempuan. Skripsi (tidak diterbitkan). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Hyde, J. S. (1990). Understanding human sexuality (4th ed). New York: McGraw-Hill, Inc.

Kinnaird. (2003). Keluarga makin baik hubungan orangtua-remaja makin rendah perilaku seksual pranikah. http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=186024&actmenu=45. Diakses pada tanggal 3/3/2012.

Kozier, B., & Oliver, R. (2004). Fundamental of nursing: Concept, process and practice (seventh edition). New Jersey: Pearson Education Inc.

Puspa, S.V. (2010). Hubungan antara intensitas cinta dan sikap terhadap pornografi dengan perilaku seksual pada dewasa awal berpacaran. Skripsi (tidak diterbitkan). Semarang: Universitas Diponegoro.

Rakos, R.F. (1991). Assertive behavior. theory, research and training. New York: Routledge, Chapman & Hall Inc.

Rice, F.P. (1990). The adolescent: development, relationship and culture 6thedition. Boston:

Allyn and Bacon.

Sarwono, S.W. (2004). Psikologi remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Soetjiningsih. (2006). Remaja usia 15 - 18 tahun banyak lakukan perilaku seksual pranikah.

http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=1659. Diakses pada tanggal 3/3/2012.

Sriati, A. (2008). Harga diri remaja. /publikasi_dosen/HARGA%20DIRI.pdf Diakses pada tanggal 25/04/2012.

Staples, R. (1978). Race, liberalism-conservatism, and premarital sexual permissiveness: A bi-racial comparison. Journal of Marriage and the Family, 40, 733-742.

(11)

Wardhana, C. (2004). Remaja Indonesia melakukan seks sejak umur 16 tahun.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis data menunjukkan variabel kebudayaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian helm merk INK, pengaruh variabel faktor sosial mempunyai pengaruh

Tahap evaluasi dilakukan beberapa tahap yaitu evaluasi yang dilakukan ahli media dan ahli materi melalui proses validasi produk, kemudian merevisi produk

Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein yang mengandung sistein dapat memberikan

[r]

Bila sayap atas dan bawah balok dilas langsung ke sayap kolom dengan las tumpul penetrasi penuh, dengan kapasitas tarik sebesar 0.9FyA, maka dapat terjadi gaya tarik pada

Untuk pertama kalinya, kepercayaan terhadap Mahkamah Konstitusi berada pada titik nadir. Pasca penangkapan ketuanya, kepercayaan publik terhadap MK merosot dibawah 30 %. Publik

Pilihan akat atau diksi bukan hanya memilih kata-katayang cocok dan tepat untuk digunakan dalam mengungkapkan gagasan atau ide, tetapi juga menyangkut persoalan fraseologi (cara

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan ibu dalam menghadapi menopause di Dusun Karangploso Sitimulyo Piyungan Bantul,