• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan Gizi, Pola Konsumsi Pangan, Aktivitas Fisik dan Hubungannya dengan Status Gizi Mahasiswa Asal Papua di Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengetahuan Gizi, Pola Konsumsi Pangan, Aktivitas Fisik dan Hubungannya dengan Status Gizi Mahasiswa Asal Papua di Bogor"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

WA NURMI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

PENGETAHUAN GIZI, POLA KONSUMSI PANGAN,

AKTIVITAS FISIK DAN HUBUNGANNYA DENGAN

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengetahuan Gizi, Pola Konsumsi Pangan, Akivitas fisik dan Hubungannya dengan Status Gizi Mahasiswa Asal Papua di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Wa Nurmi

(3)

ABSTRAK

WA NURMI. Pengetahuan Gizi, Pola Konsumsi Pangan, Aktivitas Fisik, dan Hubungannya dengan Status Gizi Mahasiswa asal Papua di Bogor. Dibimbing oleh CLARA MELIYANTI KUSHARTO dan IKEU TANZIHA.

Mahasiswa asal Papua disebut juga sebagai mahasiswa perantau, yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi yang berada diluar wilayah asalnya.Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengamati pengetahuan gizi, pola konsumsi pangan, aktivitas fisik dan hubungannya dengan status gizi mahasiswa asal Papua di Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan mei hingga juni 2013 dengan menggunakan desain studi cross-sectional study. Sampel diambil secara

purposive dengan total responden berjumlah 60 orang mahasiswa. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa secara umum pengetahuan gizi mahasiswa dalam kategori kurang (65%) sedang (30%) dan baik hanya 5%. Rata-rata tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL berada diantara 1.40-1.69 yaitu tergolong aktivitas ringan. Sebagian besar tingkat kecukupan energi (41.7%) dan protein (35%) adalah defisit tingkat berat dan sebagian besar (35%) tingkat kecukupan protein adalah defisit tingkat berat. Status gizi mahasiswa berdasarkan IMT, ditemukan sebesar 15% mahasiswa status gizinya kurus, 58.3% normal dan 26.7 % gemuk. Uji korelasi Spearman Rank secara terdapat hubungan yang nyata (p<0.05) antara uang saku dengan konsumsi vitamin C pada contoh di Baranangsiang. Konsumsi energi berhubungan nyata (p<0.05) dengan status gizi contoh di Dramaga. Mengingat tingkat kecukupan zat gizi yang masih terdapat defisit, perlu disosialisasikan kepada mahasiswa tentang Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) sehingga kebutuhan gizi harian mahasiswa dapat terpenuhi. Kata kunci : Aktivitas fisik, Mahasiswa Asal Papua di Bogor, Pengetahuan gizi,

Pola konsumsi pangan, Status gzi ABSTRACT

WA NURMI. Nutrition knowledge, Food consumption patterns, Physical activity, and their Relationship to the Nutritional status of Students Papua in Bogor. Supervised by CLARA MELIYANTI KUSHARTO and IKEU TANZIHA.

(4)

15 % students are thin, 58.3% normal and 26.7 % student are categorized as obese. Statistical analysis by Rank Spearman correlation test showed that vitamin C consumption of the student in Baranangsiang significantly achieved recommended dietary allowance (p<0.05). Energy consumption significantly associated (p<0.05) with the nutritional status of the student in Dramaga. Sufficiency level of nutrients are still deficits, and need to be socialized to the students by using General Balanced Nutrition Guidelines (PUGS) in order to meet the daily nutritional needs of students.

(5)

PENGETAHUAN GIZI, POLA KONSUMSI PANGAN,

AKTIVITAS FISIK DAN HUBUNGANNYA DENGAN

STATUS GIZI MAHASISWA ASAL PAPUA DI BOGOR

Oleh: Wa Nurmi I14090124

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Pengetahuan Gizi, Pola Konsumsi Pangan, Aktivitas Fisik dan Hubungannya dengan Status Gizi Mahasiswa Asal Papua di Bogor Nama : Wa Nurmi

NIM : I14090124

Disetujui oleh

Prof. Dr. Clara M Kusharto, M.Sc Pembimbing I

Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Rimbawan Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga usulan penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang akan dilaksanakan sejak bulan Mei sampai Juni 2013 di daerah Bogor ini adalah Analisis status gizi, dengan judul Pengetahuan Gizi, Pola Konsumsi Pangan, Aktivitas fisik dan Hubungannya dengan Status Gizi Mahasiswa Asal Papua di Bogor. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Clara Meliyanti Kusharto, MSc pembimbing akademik dan skripsi yang telah membimbing dan memberikan arahan.

2. Ibu Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan memberikan arahan.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah banyak membantu dan memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Teman-teman mahasiswa asal Papua di Dramaga dan Baranangsiang yang telah bersedia ikut berpartisipasi dalam penelitian ini.

5. Para pembahas seminar yaitu Saida Batty, Tifanny Nissa, Ega Suryadiana dan Tengku Ilham Akbar.

6. Saudara Sutarjo Risman Rumagesan dan teman-teman Kosan (Eka Febriantika, Syella Aurel Sumampouw, Rini Juliyani, Seni Ode, Herawaty Pare) yang selalu memotivasi dan mendoakan.

7. Rekan-rekan Gizi Masyarakat 46 (Nurayu Annisa, Mei Rini Safitri, Evi AWS, Saida Batty, Wiwi Febriani, Diego Armando Umuru dan Ali Mahdi Bukhoiri) dan teman-teman satu perjuangan Gizi Masyarakat 46 lainnya. 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak

memberikan bantuan hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Demikian yang penulis sampaikan, mohon maaf atas segala kekurangan ataupun kekhilafan yang penulis lakukan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Februari 2014

(10)

DAFTAR ISI

PRAKATA i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Tujuan Umum 2

Tujuan Khusus 2

Hipotesis 2

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE 4

Desain, Tempat, dan Waktu 4

Cara Pemilihan Contoh 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5

Pengolahan dan Analisis Data 6

Definisi Operasional 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Karakteristik Contoh 10

Pengetahuan Gizi 17

Aktivitas fisik 19

Pola konsumsi Pangan 22

Konsumsi Energi dan Zat Gizi 34

Status Gizi 38

Hubungan Antar Variabel 39

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi 40

Simpulan 41

Saran 42

DAFTAR PUSTAKA 43

(11)

DAFTAR TABEL

1 Variabel, Jenis dan cara pengumpulan data 6

2 Nilai Physical Activity Ratio (PAR) setiap kegiatan 7

3 Faktor koreksi terhadap BMR 8

4 Batas ambang IMT 9

5 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin 10

6 Sebaran contoh berdasarkan umur 11

7 Sebaran contoh berdasarkan tinggi dan berat badan 11

8 Sebaran contoh berdasarkan uang saku 12

9 Sebaran contoh berdasarkan alokasi uang saku 13 10 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ayah dan ibu 14 11 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ayah dan ibu 15 12 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga 16

13 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga 17

14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi 18 15 Sebaran contoh yang menjawab benar berdasarkan tingkat

pengetahuan gizi 19

16 Sebaran contoh berdasarkan nilai PAL dan PAR 19 17 Sebaran contoh laki-laki dan perempuan berdasarkan jenis aktivitas

dan alokasi waktu 20

18 Sebaran contoh laki-laki dan perempuan berdasarkan jenis aktivitas

dan rata-rata pengeluaran energi 21

19 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi makan dalam sehari 22 20 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan berlebihan ketika stress 22 21 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan pinang 23 22 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan sarapan 23 23 Sebaran contoh berdasarkan jenis menu sarapan 24 24 Sebaran contoh berdasarkan cara pengolahan makanan yang disukai 25 25 Sebaran contoh berdasarkan jenis makanan kesukaan 25 26 Sebaran jenis makanan yang tidak disukai contoh 26 27 Sebaran contoh berdasarkan jenis makanan pantangan 27 28 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata frekuensi konsumsi kelompok

pangan sumber karbohidrat 28

29 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata frekuensi konsumsi kelompok

pangan sumber protein nabati 29

30 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata frekuensi konsumsi kelompok

pangan sumber protein hewani 30

31 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata frekuensi kelompok pangan

sayuran dan buah 32

32 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata frekuensi kelompok pangan

lainnya 33

33 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata konsumsi energi dan zat gizi 35 34 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein 35 35 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein 36 36 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A, vitamin C,

(12)

37 Sebaran contoh berdasarkan status gizi 38 38 Sebaran contoh berdasarkan status gizi, tingkat kecukupan, dan

rata-rata konsumsi energi 39

39 Hasil uji regresi antara konsumsi energi dan zat gizi, aktivitas fisik, jenis kelamin, pengetahuan gizi, uang saku contoh dengan status gizi 41

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan kerangka pemikiran penelitian 4

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji beda berbagai variabel antara kedua kategori contoh 46 2 Hasil uji beda variabel alokasi waktu dan pengeluaran energi antara

kedua kategori contoh 47

3 Hasil uji beda rata-rata frekuensi konsumsi berbagai jenis pangan

antara kedua kategori contoh 47

4 Hasil uji korelasi Rank Spearman berbagai variabel antara kedua

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sejak lebih dari tiga puluh tahun yang lalu di Indoensia, banyak ditemukan pelajar yang setelah lulus dari SMA atau yang sederajat melanjutkan sekolah di luar kota, bahkan ada yang di luar provinsi atau juga luar pulau. Pilihan untuk melanjutkan studi di luar daerah berdasarkan beberapa alasan, antara lain karena fakultas/jurusan yang diinginkan dan sesuai dengan minat dan bakat tidak terdapat di daerah asal, atau pun karena beasiswa yang diterima mengharuskan untuk melanjutkan studi di universitas yang ditentukan oleh penyedia beasiswa. Mahasiswa asal Papua disebut juga sebagai mahasiswa perantau yaitu para remaja yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi yang berada diluar wilayah asalnya (Hutapea 2006) dengan meninggalkan daerah atau kota kelahiran dan menetap di daerah atau kota tempat universitas. Mahasiswa yang menetap biasanya tinggal di kos sendiri atau bersama dengan teman-teman sedaerahnya. Selain beradaptasi dengan lingkungan baru mereka juga harus beradaptasi dengan jenis pangan yang berada di sekitar tempat tinggalnya.

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi. Jika konsumsi makan seorang remaja kurang atau lebih dari angka kecukupan yang dianjurkan dan hal ini berangsur-angsur lama, maka akan berpengaruh terhadap status gizi dan kesehatan mahasiswa tersebut (penurunan konsentrasi belajar, dan penurunan kesegaran jasmani). Hasil penelitian Santika (2004) menunjukkan bahwa terdapat 29.4% mahasiswa putra Institut Pertanian Bogor yang memiliki status gizi kurus dan 2.4% berstatus gizi lebih. Salah satu penyebab ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan gizi adalah pengetahuan gizi yang rendah. Berdasarkan Penelitian Prabandari (2010) dan Afianti (2008) menunjukkan bahwa 61.4% mahasiswa Institut Pertanian Bogor mempunyai tingkat pengetahuan sedang dan 75.8% mempunyai tingkat pengetahuan gizi seimbang yang kurang.

Selain itu kebiasaan makan mahasiswa yang belum baik. Hal ini dapat disebabkan karena meningkatnya aktivitas, kehidupan sosial dan kesibukan para mahasiswa akan mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Pola konsumsi makanan sering tidak teratur, sering jajan, sering tidak makan pagi dan sama sekali tidak makan siang. Di kota besar sering kita lihat kelompok-kelompok mahasiswa bersama-sama makan di rumah makan yang menyajikan makanan siap saji/fastfood yang pada umumnya mengandung kadar lemak maupun kalori tinggi, sehingga apabila dikonsumsi setiap hari dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan kegemukan (Sayogo S 2006).

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, diperlukan penelitian untuk menganalisis dan mengamati pengetahuan gizi, pola konsumsi pangan, aktivitas fisik, dan hubungannya dengan status gizi pada mahasiswa asal Papua di Bogor. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengamati pengetahuan gizi, pola konsumsi pangan, aktivitas fisik, dan hubungannya dengan status gizi pada mahasiswa asal Papua di Bogor.

(14)

2

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan pokok-pokok permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian adalah sebagai berikut: 1. Apakah terdapat hubungan yang siginifikan antara pengetahuan gizi contoh

dengan konsumsi pangan dan status gizi Mahasiswa asal Papua di Bogor, 2. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan

konsumsi pangan dan status gizi Mahasiswa asal Papua di Bogor.

3. Apakah terdapat hubungan yang siginifikan antara konsumsi pangan dengan status gizi Mahasiswa Asal Papua di Bogor.

Tujuan

Tujuan Umum

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengamati pengetahuan gizi, pola konsumsi pangan, aktivitas fisik dan hubungannya terhadap status gizi mahasiswa asal Papua di Bogor.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu :

1. Mempelajari karakteristik contoh dan sosial ekonomi keluarga Mahasiswa asal Papua di Bogor.

2. Mengamati keadaan pengetahuan gizi Mahasiswa asal Papua di Bogor.

3. Mempelajari keadaan konsumsi pangan dan tingkat kecukupan mahasiswa asal Papua di Bogor.

4. Mempelajari status gizi Mahasiswa asal Papua di Bogor

5. Menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi contoh dengan konsusmi pangan dan status gizi.

6. Menganalisis hubungan antara aktivitas fisik dengan konsumsi pangan dan status gizi.

7. Menganalisis hubungan antara konsumsi pangan dengan status gizi.

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dengan konsumsi energi dan zat gizi dan status gizi

2. Terdapat hubungan antara aktivitas fisik (pengeluaran energi) dengan konsumsi energi dan zat gizi dan status gizi.

(15)

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Karakteristik individu yang diteliti meliputi jenis kelamin, umur dan besarnya uang saku. Usia atau umur yang akan diteliti adalah 19–26 tahun yang terdiri dari jenis kelamin perempuan dan laki-laki dan berasal dari berbagai kabupaten yang berada di Provinsi Papua yaitu Papua dan Papua Barat. Karakteristik mahasiswa asal Papua yang akan diteliti di bagi menjadi dua berdasarkan tempat tinggal yaitu kelompok mahasiswa asal Papua yang bertempat tinggal di sekitar Dramaga dan mahasiswa asal Papua yang bertempat tinggal di Bogor di sekitar Baranang siang

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo 2005). Pengetahuan gizi sebaiknya telah ditanamkan sedini mungkin sehingga apabila seseorang telah memasuki usia remaja atau dewasa mampu memenuhi kebutuhan energi tubuhnya dengan perilaku makannya karena pengetahuan gizi sangat bermanfaat dalam menentukan apa yang kita konsumsi setiap harinya.

Pola konsumsi pangan adalah jenis dan frekuensi beragam pangan yang biasa dikonsumsi, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang (Suharjo 1996). Konsumsi pangan adalah informasi mengenai jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang (keluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu. Kebiasaan makan dapat dilihat dari perferensi pangan pantangan pangan.

Preferensi terhadap makanan didefinisikan sebagai derajat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap makanan dan preferensi ini akan berpengaruh terhadap Jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi. Pantangan atau tabu merupakan fungsi dari kebiasaan makan, yaitu suatu larangan untuk mengonsumsi jenis makanan tertentu, karena terdapat ancaman bahaya atau hukuman terhadap barang siapa yang melanggarnya. Pantangan atau tabu makanan yang berdasarkan agama bersifat absolut dan merupakan sesuatu yang diwariskan dari leluhur melalui orang tua dan diteruskan ke generasi berikutnya.

(16)

4

pola konsumsi pangan, aktivitas fisik dan hubungannya dengan status gizi mahasiswa asal Papua di Bogor dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study

dimana peneliti berusaha mengumpulkan berbagai informasi pada suatu waktu dan peneliti tidak melakukan atau memberikan intervensi apapun kepada contoh. Penelitian ini merupakan penelitian lapang yang dilakukan di Kabupaten Bogor pada kelompok mahasiswa yang berasal dari Papua.

Mahasiswa asal Papua yang dipilih adalah mahasiswa yang berada dibawah Lembaga Ikatan Mahasiswa Papua Bogor (IMAPA). Lembaga ini menampung semua mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Papua yang sedang menjalani masa studi di Bogor. Berdasarkan tempat tinggal Mahasiswa asal Papua terbagi menjadi dua bagian yaitu mahasiswa yang berada disekitar

Karakteristik keluarga Pendidikan orang tua Pekerjaan orang tua Pendapatan orang tua Besar Keluarga

Konsumsi Pangan Asupan gizi Tingkat kecukupan Kebiasaan makan

Pantangan makan Preferensi makan

Aktivitas Fisik Jenis

Waktu dan durasi Pengetahuan gizi

Status Gizi

Karakteristik Mahasiswa Jenis kelamin

Usia Uang saku Tinggi badan Berat badan

(17)

5 Dramaga dan Baranangsiang. Pemilihan lokasi penelitian dibedakan berdasarkan tempat tinggal sampel. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara membagikan kuesioner dan wawancara pada mahasiswa. Penelitian ini dilaksanankan pada bulan mei hingga juni 2013.

Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh

Contoh pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa asal Papua yang terdiri dari mahasiswa yang tinggal di sekitar Dramaga dan Baranangsiang. Pemilihan mahasiswa dilakukan secara purposive. Jumlah keseluruhan sampel yang diambil berjumlah 60 mahasiswa yang masing-masing terdiri dari 30 mahasiswa. Pengambilan sampel didasarkan pada pengambilan sampel minimal. Kriteria contoh yang diambil adalah mahasiswa yang berasal dari Papua yang bertempat tinggal di Bogor, mahasiswa masih aktif kuliah, dalam keadaan sehat, tidak sedang mengalami penyakit kronis atau bawaan, tidak sedang menjalankan terapi diet atau konsumsi suplemen terkait dengan kesehatan dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang diambil terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara langsung terhadap responden, yaitu mahasiswa asal Papua. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan terlebih dahulu sedangkan data sekunder terdiri dari data jumlah mahasiswa asal Papua yang diperoleh dari mendata secara langsung dan data mahasiswa yang mengikuti kegiatan makrab Papua. Data primer terdiri dari karakteristik mahasisiwa, karakteristik keluarga, kebiasaan makan, pengetahuan gizi, konsumsi pangan, kebiasaan makan, aktivitas fisik dan status gizi.

(18)

6

Tabel 1 Variabel, jenis dan cara pengumpulan data

Variabel dan Jenis Data Sumber Cara pengumpulan data

Primer

1. Karakteristik individu Mahasiswa Wawancara dengan Kuesioner

- Jenis kelamin

- Usia

- Tinggi badan - Berat badan - Uang saku

Variabel dan Jenis Data Sumber Cara pengumpulan data

2. Karakteristik keluarga Mahasiswa Wawancara dengan Kuesioner

- Pendidikan Orang tua

- Pekerjaan Orang tua - Pendapatan orang tua - Besar keluarga

3. Pengetahuan gizi Mahasiswa Wawancara dengan Kuesioner

4. Konsumsi pangan Mahasiswa Recall 2 hari 24 jam

- Konsumsi Energi dan zat

gizi

- Frekuensi makan

- Tingkat konsumsi

5. kebiasaan makan Mahasiswa Wawancara dengan Kuesioner

6. Pola konsusmi pangan Mahasiswa Wawancara dengan Kuesioner

- preferensi Pangan

- Berat badan (BB) Pengukuran BB dengan Timbangan

- Tinggi badan (TB)

Data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan menggunakan program komputer Microsoft Excell dan SPSS versi 16.0 for windows. Proses pengolahan meliputi entry, coding, editing, cleaning, dan analisis. Hasil pengolahan data selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan stattistik, analisis statistik korelasi

rank spearman yang digunakan untuk menguji hubungan antar variabel yang dari suatu populasi tertentu yang sebarannya tidak normal. Analisis perbandingan juga digunakan untuk membandingkan rata-rata antara dua kelompok sampel data dengan menggunakan indepedent-sample T test. Data kualitatif dianalisis secara deskriptif, sedangkan analisis statistik korelasi menggunakan korelasi Spearman

(19)

7 Data Pengetahuan contoh mengenai gizi diukur dengan pemberian skor terhadap 20 jawaban dari pertanyaan terkait gizi. Setiap jawaban benar diberi skor 1 dan jawaban salah diberi skor 0. Skor kemudian dikelompokkan kedalam tiga kategori yaitu “kurang” jika <60% menjawab benar, “sedang” jika jawaban benar antara 60%–80%, dan “baik” jika jawaban benar >80% (Khomsan 2000).

Data aktivitas fisik ditetapkan dengan skor Physical Activity Rate (PAR) berdasarkan standar WHO/FAO/UNO (2001) dikalikan durasi aktivitas fisik dalam satuan jam. Berikut nilai PAR disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Nilai Physical Activity Ratio (PAR) setiap kegiatan

Kegiatan PAR

Aktivitas Ringan (Sedentary/Light Activity Lifestyle)

Tidur 1.0

Perawatan diri (mandi dan berpakaian) 2.3

Makan 1.5

Memasak 2.1

Kegiatan yang dilakukan dengan duduk 1.5

Pekerjaan rumahtangga 2.8

Mengenderai kendaraan 2.0

Berjalan 3.2

Kegiatan ringan (menonton TV) 1.4

Aktivitas Sedang (Active or Moderately Active Lifestyle)

Tidur 1.0

Perawatan diri (mandi dan berpakaian) 2.3

Makan 1.5

Kegiatan yang dilakukan dengan berdiri 2.2

transportasi kerja dengan bus 1.2

Berjalan 3.2

olahraga ringan 4.2

Kegiatan ringan (menonton TV) 1.4

Aktivitas berat (Vigorous or Vigorously Active Lifestyle)

Tidur 1.0

Perawatan diri (mandi dan berpakaian) 2.3

Makan 1.4

Masak 2.1

Kegiatan pertanian tanpa menggunakan alat 4.1

mengambil air 4.4

pekerjaan rumah tangga berat 2.3

Berjalan 3.2

Kegiatan ringan 1.4

Sumber: FAO/WHO/UNU 2001

(20)

8

jika 1.4–1.69; “sedang” jika 1.7–1.99; dan “berat” jika lebih dari dua (WHO/FAO/UNO 2001). Nilai PAL tersebut kemudian digunakan untuk memprediksi energi yang dikeluarkan dan asupan energi yang dibutuhkan subjek dengan cara mengalikannya dengan angka metabolisme Basal (AMB) berdasarkan kriteria umur subjek. Kebutuhan energi dihitung dengan menggunakan Basal metabolisme rate masing-masing contoh. Basal metabolisme rate dibedakan berdasarkan jenis kelamin dan umur contoh (Hardinsyah & Martianto 1992). Penghitungan BMR contoh menggunakan rumus sebagai berikut: Mahasiswa berumur 10-19 tahun: Laki-laki = 17.5 B + 651 Perempuan = 12.2 B + 746, Mahasiswa berumur 20-29 tahun: Laki-laki = 15.3 B +679 Perempuan = 14.7 B +496. Berikut Tabel faktor koreksi terhadap BMR dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3 Faktor Koreksi terhadap BMR

Jenis Aktivitas Umur 10-19 tahun Umur 20-29 tahun

L P L P

Tidur 1 1 1 1

Belajar 1.6 1.5 1.7 1.7

Kuliah 1.6 1.5 1.7 1.7

Menonton TV 1.6 1.5 1.7 1.7

Makan dan minum 1.6 1.5 1.7 1.7

Memasak 2.5 2.2 1.8 1.8

Data konsumsi pangan (recall 2x24 jam) dikonversi dalam bentuk energi (kkal), protein (g), zat besi (mg), kalsium (mg), vitamin A (RE), dan vitamin C (mg) dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan sehingga diperoleh konsumsinya sehari (Hardinsyah & Briawan 1994). Konversi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Kgij = {(Bj/100) x Gij x (BDDj/100)} Keterangan :

KGij = Kandungan zat gizi-I dalam makanan -J Bj = Berat makanan-j yang dikonsumsi (g)

Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan -J BDDj = Bagian bahan makanan-j yang dapat dimakan

(21)

9 normal (90–119%), dan berlebih (≥ 120% AKG) (Depkes 1996). Tingkat kecukupan vitamin dan mineral dikelompokkan sebagai “kurang” (<77% tingka kecukupan) dan “cukup” (≥77% tingkat kecukupan) (Gibson 2005).

Data status gizi contoh diukur dengan menggunakan rumus IMT= BB/TB² (kg/m²). Batas ambang indeks masa tubuh ditentukan dengan merujuk ketentuan Depkes (2005), yaitu sebagai “kurus” (IMT <17 kg/m2), “normal” (IMT 18.5– 25.0), “gemuk” (IMT >25.0-27.0). Batas ambang IMT untuk Indonesia secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Batas ambang IMT untuk Indonesia (Depkes 2005)

Kategori IMT Keterangan

Kurus < 17.0 kekurangan berat badan tingkat berat

17.0 - 18.5 kekurangan berat badan tingkat ringan

Normal 18.5 - 25.0

Gemuk > 25.0 - 27.0 kelebihan berat badan tingkat ringan

> 27.0 kelebihan berat badan tingkat berat

Definisi Operasional

Mahasiswa etnis Papua adalah mahasiswa yang berasal dari etnis Papua. Mahasiswa asal Papua adalah mahasiswa yang berasal dari daerah di Papua. Mahasiswa asal Papua di Bogor adalah Mahasiswa yang berasal dari Papua

yang tinggal disekitar kampus di Dramaga dan kampus di Baranangsiang. Mahasiswa pendatang adalah mahasiswa yang bukan etnis Papua tetapi lahir dan

besar di Papua.

Mahasiswa campuran adalah mahasiswa yang salah satu orang tuanya adalah etnis Papua.

Uang saku/bulan adalah banyaknya uang yang diterima contoh setiap bulan dari orang tua atau pemasukan keuangan lainnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari maupun ditabung dalam besaran rupiah.

Contoh adalah mahasiswa yang berasal dari Provinsi Papua yang sedang menjalani studi dan bertempat tinggal di Kabupaten Bogor.

Pengeluaran pangan adalah kisaran jumlah rupiah yang dikeluarkan untuk pangan selama satu bulan.

Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh oleh ayah dan ibu, dikelompokkan sebagai tidak sekolah, tidak tamat SD, SD, tidak tamat SLTP, SLTP, tidak tamat SLTA, SLTA, PT. Pekerjaan orang tua adalah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh ayah dan ibu

yang dikelompokkan sebagai tidak bekerja, ibu rumah tangga, PNS/TNI, petani, pegawai swasta, pedagang/wiraswasta, karyawan tokoh

Pendapatan keluarga adalah pengahasilan yang diterima oleh keluarga diperoleh dari total penghasilan dari anggota keluarga yang bekerja.

(22)

10

Pengetahuan gizi adalah kemampuan contoh dalam memahami tentang gizi yang diklasifikasikan menjadi kurang (skor <60), sedang (skor 60-80) dan baik (skor>80).

Status gizi adalah keadaan gizi contoh yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan yang diukur secara antropometri berdasarkan indikator IMT.

Konsumsi makan adalah jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi selama satu hari.

Frekuensi makan adalah jumlah berapa kali contoh makan dalam satu hari. Preferensi pangan adalah tingkat kesukaan contoh terhadap jenis pangan tertentu,

termasuk pangan yang disukai dan makanan pantangan.

Pola konsumsi pangan adalah kebiasaan makan indiviudu yang meliputi jenis dan jumlah pangan, waktu makan, preferensi pangan, dan makanan pantangan.

Aktivitas fisik adalah kegiatan fisik yang dilakukan contoh dalam sehari, yang meliputi alokasi waktu tidur, kegiatan akademik, olahraga maupun kegiatan non akademik lainnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Contoh

Sebagian besar mahasiswa asal Papua di bogor terdiri dari mahasiswa etnis Papua (73.7%), campuran (10%), dan pendatang telah yang lama menetap di Papua (16.7%). Mahasiswa asal Papua di Bogor adalah Mahasiswa yang berasal dari Papua yang menetap di Bogor yang berada di sekitar Dramaga dan Baranangsiang. Sebagian besar contoh merupakan penerima beasiswa utusan daerah (BUD) tersebar di sekitar kampus di Dramaga dan Baranangsiang. Selanjutnya pembahasan mengikuti lokasi tempat tinggal mahasiswa tersebut. Jenis kelamin

Sebagian besar contoh (66.7%) berjenis kelamin laki-laki. Proporsi contoh yang berada disekitar Baranangsiang lebih banyak laki-laki yaitu 80% dibandingkan dengan di sekitar Dramaga yaitu 53.3%. Hasil uji beda (Independent t-test) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi gender yang nyata (p<0.05) antara kedua kategori contoh. (Lampiran 1). Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin

Dramaga Baranangsiang Total

n % n % N %

Laki-laki 16 53.3 24 80 40 66.7

Perempuan 14 46.7 6 20 20 33.3

(23)

11 Umur

Umur contoh berkisar antara 19 sampai 26 tahun. Berdasarkan data pada Tabel 6 dibawah, proporsi umur terbesar contoh adalah 19 tahun yaitu sebanyak 25%. Proporsi umur contoh yang berada disekitar Baranangsiang lebih banyak berumur 21 tahun yaitu 26.7 % dibandingkan dengan contoh di sekitar Dramaga yang sebagian besar berumur 19 tahun yaitu 33.3%. Selain itu masih terdapat contoh di sekitar Baranangsiang yang berusia 24-26 tahun. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu terlambat masuk sekolah/masuk kuliah dan lamanya proses perkuliahan yang disebabkan karena perpindahan kampus dan jurusan. Hasil uji beda (Independent t-test) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan umur yang nyata (p<0.05) kedua kategori contoh (Lampiran 1). Sebaran contoh berdasarkan umur disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan umur

Umur

Dramaga Baranangsiang Total

n % n % n %

18 1 3.3 0 0.0 1 1.7

19 10 33.3 5 16.7 15 25.0

20 7 23.3 3 10.0 10 16.7

21 4 13.3 8 26.7 12 20.0

22 6 20.0 4 13.3 10 16.7

23 2 6.7 2 6.7 4 6.7

24 0 0.0 6 20.0 6 10.0

25 0 0.0 1 3.3 1 1.7

26 0 0.0 1 3.3 1 1.7

Total 30 100 30 100 60 100

Rata-rata ± Sd 20.4±1.99 21.7±1.47 21±2.74 Tinggi Badan dan Berat Badan

Tinggi badan contoh berkisar antara 150 cm – 182 cm dan berat badan contoh berkisar antara 38.9 kg – 90 kg. Sebaran tinggi badan dan berat badan comtoh disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tinggi badan dan berat badan

Dramaga Baranangsiang Total

Tinggi Badan (cm)

Rata-rata ± Sd 162.4±8.13 161±6.40 161.7±7.29

min ± max 150±182 150±174 150±182

Berat badan (kg)

Rata-rata ± Sd 57.1±12.30 61.91±8.88 59.49±10.91

(24)

12

Berdasarkan data diatas, rata-rata tinggi badan contoh di sekitar Dramaga tidak berbeda jauh dengan contoh di sekitar Baranangsiang. Selain itu masih terdapat berat badan contoh baik di sekitar Dramaga dan Baranangsiang, masih yang memiliki berat badan maksimum 90 kg dan 81 kg dengan jenis kelamin laki-laki yaitu masing-masing terdiri dari satu mahasiswa, sedangkan berat badan minimimum 40 kg dan 38.9 kg terdapat pada jenis kelamin perempuan yaitu terdiri dari dua mahasiswi di sekitar Dramaga dan satu mahasiswi di Baranangsiang.

Uang saku

Mardayanti (2008) menyatakan bahwa remaja yang memiliki uang saku, yang telah diberi kepercayaan untuk mengelola uang sakunya sendiri memiliki kebebasan untuk mengatur sendiri keuangannya dan lebih bebas untuk menentukan apa yang akan di belikan. Uang saku contoh berkisar antara maksimal Rp 300 000 sampai minimal Rp 4 500 000. Sebaran contoh berdasarkan uang saku disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan uang saku

Uang saku Dramaga B. Siang Total

Berdasarkan data diatas, rata-rata uang saku contoh lebih besar di sekitar Dramaga yaitu sebesar Rp 1 311.67 dibandingkan dengan di Baranang siang sebesar Rp 735 000. Selain itu masih terdapat uang saku contoh di Dramaga yang lebih tinggi yaitu sebesar Rp 4 500 000 per bulan hal ini disebabkan karena terdapat perbedaan penerimaan uang saku yang di terima dari Pemerintah Daerah. Beberapa contoh di Dramaga yang menerima uang saku per bulan dari Pemerintah Daerah (Beasiswa) dengan nominal sebesar Rp 2 500 000 per bulan. Sedangkan sebagian besar contoh di Baranangsiang memperoleh uang saku dari Pemerintah Daerah dengan nominal sebesar Rp 3 500 000 per enam bulan sekali. Masih terdapat juga beberapa contoh di Dramaga yang tidak memperoleh uang saku dari Pemerintah Daerah yang juga merupakan penerima beasiswa. Hasil uji beda (Independent t-test) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan uang saku yang nyata (p<0.05) pada kedua kategori contoh (Lampiran 1).

Berdasarkan data pada Tabel 9 dibawah, alokasi uang saku contoh lebih banyak digunakan untuk membeli makan dan minum yaitu 58.8% daripada lainnya (42.2%). Contoh disekitar Baranangsiang lebih banyak mengaloksikan uang sakunya untuk membeli makan dan minum yaitu 64.0% daripada contoh di Dramaga yaitu 55.9% . Menurut Suhardjo (1989) Pengeluaran pangan yang lebih banyak tidak menjamin beragamnya konsumsi pangan karena kadang-kadang perubahan yang terjadi pada kebiasaan makan adalah harga pangan yang lebih mahal.

(25)

13 fotokopi, transportasi dan ditabung. Contoh di sekitar Baranangsiang lebih banyak mengalokasikan lainnya untuk pulsa yaitu 42.2% sedangkan contoh di Dramaga lebih banyak di alokasikan untuk di tabung yaitu 60.3%. Hasil uji beda (Independent t-test) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan uang makan dan minum yang nyata (p>0.05) kedua kategori contoh (Lampiran 1). Selain itu alokasi lainnya hanya alokasi untuk fotokopi yang terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara kategori contoh (Lampiran 1). Sebaran contoh berdasarkan alokasi uang saku disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan alokasi uang saku

Alokasi uang

Salah satu faktor sosial ekonomi yang ikut mempengaruhi tumbuh kembang anak adalah pendidikan (Supariasa et al. 2001). Tingkat pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang telah diselesaikan oleh orang tua contoh.Tingkat pendidikan ayah berkisar antara tidak tamat SD sampai lulus perguruan tinggi, sedangkan pendidikan ibu berkisar antara tamat SD sampai lulus perguruan tinggi.

Berdasarkan data pada Tabel 10 dibawah, menunjukkan bahwa secara keseluruhan pendidikan ayah contoh baik di Dramaga dan Barangsiang lulus perguruan tinggi dengan presentase terbesar di Dramaga, masing-masing sebanyak 50.0% dan 43.3%. Hal ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Susilowati (2010) yaitu sebagian besar orang tua mahasiswa Institut Partanian Bogor lulus SLTA dan Perguruan Tinggi. Selain itu juga dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan ayah terendah pada kedua kategori contoh adalah tidak tamat SD. Hal yang sama dengan pendidikan ibu contoh yang secara keseluruhan lebih besar tamat SLTA dengan presentase terbesar di Dramaga yaitu 40.0% dan Baranangsiang yaitu 26.7% dan sebanyak 26.7 % ibu contoh di baranangsiang tidak sekolah. Masih terdapat ibu contoh di Dramaga dan Baranangsiang yang tidak sekolah dengan persentase lebih besar di Baranangsiang yaitu 26.7% dan Dramaga yaitu 3.3%

(26)

14

sampai kepada perubahan tingkah laku yang baik. Pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan individu. Pengetahuan tentang gizi dan kesehatan akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan. Pengetahuan tentang gizi dan kesehatan yang semakin baik dapat mempengaruhi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Suhardjo 1989).

Hasil uji beda (Independent t-test) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pendidikan ayah yang nyata (p<0.05) antara kedua kategori contoh tetapi terdapat perbedaan pendidikan ibu yang nyata (p>0.05) antara kedua kategori contoh. Sebaran tingkat pendidikan ayah dan ibu secara rinci disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ayah dan ibu

Tingkat Pendidikan

Dramaga Baranangsiang Total

n % n % n %

Ayah

Tidak sekolah 0 0 5 16.7 5 8.3

Tidak tamat SD 1 3.3 0 0.0 1 1.7

Tamat SD 1 3.3 2 6.7 3 5.0

Tidak tamat SLTP 2 6.7 0 0.0 2 3.3

Tamat SLTP 3 10.0 2 6.7 5 8.3

Tidak tamat SLTA 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Tamat SLTA 8 26.7 8 26.7 16 26.7

Perguruan tinggih 15 50.0 13 43.3 28 46.7

Total Ayah 30 100 30 100 60 100

Ibu

Tidak sekolah 1 3.3 8 26.7 9 15.0

Tidak tamat SD 4 13.3 2 6.7 6 10.0

Tamat SD 2 6.7 7 23.3 9 15.0

Tidak tamat SLTP 0 0.0 1 3.3 1 1.7

Tamat SLTP 2 6.7 3 10.0 5 8.3

Tidak tamat SLTA 0 0.0 1 3.3 1 1.7

Tamat SLTA 12 40.0 8 26.7 20 33.3

Perguruan tinggih 9 30.0 0 0.0 9 15.0

Total Ibu 30 100 30 100 60 100

Pekerjaan orang tua

(27)

15 Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ayah dan ibu

Pekerjaan

Dramaga Baranangsiang Total

n % n % n %

Ayah

Tidak Bekerja 0 0.0 4 13.3 4 6.7

Petani 2 10.0 7 23.3 9 16.7

PNS/TNI 24 76.7 15 50.0 39 63.3

Pegawai Swasta 1 3.3 2 6.7 3 5.0

Dagang/wiraswasta 2 6.7 1 3.3 3 5.0

Karyawan tokoh 1 3.3 1 3.3 2 3.3

Total Ayah 30 30 30 100 60 100

Ibu

Ibu rumah tangga 16 53.3 21 70.0 37 61.7

Petani 1 3.3 5 16.7 6 10.0

PNS/TNI 11 36.7 3 10.0 14 23.3

Pegawai Swasta 1 3.3 0 0.0 1 1.7

Dagang/wiraswasta 1 3.3 1 3.3 2 3.3

Total Ibu 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan data diatas, secara keseluruhan pekerjaan ayah contoh di Dramaga lebih besar bekerja sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) yaitu sebanyak 76.7% dan Baranang siang yaitu 50%. Selain itu masih terdapat ayah contoh di Baranangsiang sebanyak 13.3% yang tidak bekerja tetapi pada contoh di Dramaga tidak terdapat ayah yang tidak bekerja. Ayah contoh yang sudah pensiun termasuk ke dalam kategori tidak bekerja. Sebagian besar ibu contoh di Baranangsiang bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan presentase terbesar yaitu sebanyak 70 % dan Dramaga yaitu 53.3%. Selain itu masih terdapat ibu contoh di Dramaga yang sebagian besar bekerja sebagai PNS yaitu 36.7% dan di Baranangsiang yaitu 10%. Sebagian besar ayah dan ibu contoh yang bekerja sebagai PNS adalah tamatan SLTA dan Lulus perguruan tinggi. Di dalam keluarga seringkali ditemukan kedua orang tua memiliki pekerjaan sehingga dapat meningkatkan tingkat pendapatan keluarga.

Hasil uji beda (Independent t-test) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pekerjaan ayah dan ibu yang nyata (p<0.05) antara kedua kategori contoh (Lampiran 1). Walaupun berdasarkan uji beda pendidikan ayah diatas tidak terdapat perbedaan yang nyata namun dalam pekerjaan terdapat pekerjaan ayah yang nyata. Hal ini menunjukan bahwa pendidikan kedua ayah contoh yang sebagian besar sama tetapi memiliki pekerjaan yang berbeda-beda.

Pendapatan keluarga

(28)

16

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga

Pendapatan(Rp/bulan)

Dramaga Baranangsiang Total

n % n % n %

< 1000.000 1 3.3 6 20.0 7 11.7

1 000.000-1 999 999 6 20.0 0 0.0 6 10.0

2 000 000-2 999 999 4 13.3 7 23.3 11 18.3

3 000 000-3 999 999 8 26.7 10 33.3 18 30.0

4 000 000-4 999 999 2 6.7 5 16.7 7 11.7

≥ 5 000 000 9 30.0 2 6.7 11 18.3

Total 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan data diatas, sebanyak 30% pendapatan keluarga contoh di Dramaga lebih besar daripada di Baranangsiang yaitu dengan pendapatan lebih besar dari 5 juta rupiah per bulan sedangkan besar pendapatan keluarga contoh di baranangsiang berkisar antara minimal Rp 3 000 000 sampai maksimal Rp 3 999 999 per bulan yaitu 33.3%. Martianto dan Ariani (2004) menjelaskan bahwa tingkat pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsinya.

Sesuai dengan Hukum Bennet, semakin tinggi pendapatan maka kualitas bahan pangan yang dikonsumsi pun semakin baik yang tercermin dari perubahan pembelian bahan pangan yang harganya murah menjadi bahan pangan yang harganya lebih mahal dengan kualitas yang lebih baik. Sebaliknya, rendahnya pendapatan yang dimiliki oleh seseorang akan mengakibatkan terjadinya perubahan kebiasaan makan yang tercermin dari pengurangan frekuensi makan dari tiga kali menjadi dua kali dalam sehari. Hasil uji beda (Independent t-test) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pendapatan keluarga yang nyata (p>0.05) antara kedua kategori contoh (Lampiran 1).

Besar keluarga

Besar keluarga contoh berkisar antara 3 sampai 9 orang. Sebagian besar contoh termasuk dalam kategori keluarga sedang. Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Besar keluarga Dramaga Baranangsiang Total

n % n % n %

Besar (≥ 8 0rang) 4 13.3 13 43.3 17 28.3

Sedang (5-7 orang) 18 60.0 13 43.3 31 51.7

Kecil (≤ 4 orang) 8 26.7 4 13.3 12 20.0

Total 30 100 30 100 60 100

(29)

17 Berdasarkan data diatas, sebanyak 60.0% keluarga contoh yang tinggal di sekitar Dramaga termasuk ke dalam kategori sedang Sedangkan keluarga contoh yang tinggal di sekitar Baranangsiang termasuk kedalam kategori keluarga sedang dan besar yaitu 43.3%. Hasil uji beda (Independent t-test) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan besar keluarga yang nyata (p<0.05) antara kedua kategori contoh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur 1982). Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar akan cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang jumlah anggotanya lebih sedikit dari keluarga besar tersebut (Suhardjo 1989).

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo 2005). Pengkategorian pengetahuan gizi didasarkan pada Khomsan (2000) yang membagi pengetahuan gizi menjadi 3, yakni baik dengan skor >80 persen, sedang dengan skor 60 hingga 80 persen, dan kurang dengan skor < 60 persen. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi

Pengetahuan Gizi

Dramaga Baranangsiang Total

n % n % n %

Baik 3 10.0 0 0.0 3 5

Sedang 14 46.7 4 13.3 18 30

Kurang 13 43.3 26 86.7 39 65

Total 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan data diatas, sebagian besar pengetahuan gizi di Dramaga berada pada kategori sedang yaitu 46.7% dan sebanyak 86.7% di Baranang siang memiliki pengetahuan gizi kurang dan hanya 13.3 % memiliki pengetahuan gizi sedang. Hal ini di duga bahwa contoh di Baranang siang masih kurang menerima informasi tentang gizi dan aspek-aspeknya. Hasil uji beda (Independent t-test) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan gizi yang nyata (p<0.05) antara kedua kategori contoh (Lampiran 1).

(30)

18

yang banyak terdapat pada minyak goreng (83.3%), makanan yang mengandung serat, zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, dan zat gizi yang berfungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh.

Tabel 15 Sebaran contoh yang menjawab benar pada tingkat pengetahuan gizi

1 Protein yang berfungsi untuk pertumbuhan

dan pemeliharaan jaringan tubuh 21 70.0 23 76.7 44 73.3

2 Pada usia 25 tahun pertumbuhan fisik akan

mulai berhenti 15 50.0 12 40.0 27 45.0

3 Kelompok bahan makanan kacang-kacangan

banyak mengandung zat gizi protein nabati 16 53.3 14 46.7 30 50.0

4 Sinar matahari pagi bermanfaat untuk

menghasilkan vitamin D 19 63.3 9 30.0 28 46.7

5 Vitamin D dan Ca dapat memperkuat struktur

jaringan tubuh baik pada masa pertumbuhan maupun perkembangan. Jaringan tubuh yang dimaksud tulang dan gigi

18 60.0 4 13.3 22 36.7

6 Konsumsi energi yang berlebih akan

disimpan dalam bentuk adalah lemak 20 66.7 15 50.0 35 58.3

7 Zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh terdiri

dari karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan protein

27 90.0 20 66.7 47 78.3

8 Pangan yang termasuk sumber karbohidrat

adalah nasi 28 93.3 19 63.3 47 78.3

9 Fungsi utama protein di dalam tubuh adalah

mengganti bagian tubuh yang rusak 13 43.3 7 23.3 20 33.3

10 Sumber zat besi pada makanan adalah daging

dan telur 7 23.3 7 23.3 14 23.3

11 Vitamin-vitamin mempunyai sifat larut dalam

lemak adalah vitamin A, D, E, K 14 46.7 12 40.0 26 43.3

12 Bila tubuh kekurangan zat besi, maka akan

timbul penyakit anemia 13 43.3 15 50.0 28 46.7

13 Setiap satu gram lemak mengandung kalori

sebesar 9 kalori 6 20.0 6 20.0 12 20

14 Buah-buahan yang paling banyak

mengandung vitamin C adalah jambu biji 4 13.3 2 6.7 6 10

15 Kandungan gizi yang banyak terdapat pada

minyak goreng adalah lemak 25 83.3 25 83.3 50 83.3

16 Makanan yang banyak mengandung kalsium

(Ca) adalah susu 27 90.0 18 60.0 45 75.0

17 Makanan yang banyak mengandung serat

adalah buah dan sayur 22 73.3 20 66.7 42 70.0

18 Kacang hijau banyak mengandung vitamin B 10 33.3 12 40.0 22 36.7

19 Berapa banyak air sebaiknya diminum setiap

hari 8 gelas 22 73.3 10 33.3 32 53.3

20 Tahu, tempe, ikan dan telur adalah sumber zat

(31)

19

Selain itu pertanyaan yang paling sedikit dijawab benar oleh contoh di Dramaga adalah pertanyaan mengenai buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C (13.3%), setiap satu gram lemak mengandung kalori sebesar (20%) dan sumber zat besi pada makanan (23.3%) sedangkan di Baranangsiang adalah pertanyaan yang paling sedikit dijawab benar adalah mengenai buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C (6.7%), Vitamin D dan Ca (13.3%), setiap satu gram lemak mengandung kalori sebesar (20%), fungsi utama protein (23.3%) dan sumber zat besi pada makanan (23.3%). Ketidakmampuan contoh dalam menjawab pertanyaan diduga karena pilihan jawaban yang tidak umum dan tidak diketahui contoh.

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah kegiatan yang menggunakan tenaga atau energi untuk melakukan berbagai kegiatan fisik seperti berjalan, berlari, berolahraga dan lain-lain. Setiap kegiatan fisik membutuhkan energi yang berbeda menurut lamanya intensitas dan kerja otot (FKM-UI 2007). Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh (Almatsier 2004). Aktivitas fisik ringan memiliki nilai PAL antara 1.40-1.69, aktivitas fisik sedang memiliki nilai PAL 1.70-1.99, sedangkan aktivitas fisik berat memiliki nilai PAL 2.00-2.39 (FAO/WHO/UNU 2001). Sebaran contoh berdasarkan nilai PAL dan PAR disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan nilai PAL dan PAR

PAL PAR

Dramaga Baranangsiang Dramaga Baranangsiang Rata-rata±Sd 1.10±0.24 1.03±0.12 1.47±0.11 1.48±0.08

Berdasarkan data diatas rata-rata nilai PAL baik di Dramaga dan Baranangsiang sama-sama memiliki nilai PAL antara 1.40-1.69 atau aktivitas tergolong ringan. Sedangkan rata-rata nilai PAR juga termasuk aktivitas ringan. Hasil uji beda (Independent t-test) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai PAL dan PAR yang nyata (p<0.05) antara kedua kategori contoh (Lampiran 1).

(32)

20

selama 5.0 ± 1.9 jam dan belajar selama 3.6±1.8 jam. Kegiatan olahraga jarang dilakukan oleh contoh perempuan di Dramaga, sedangkan di Baranangsiang olahraga seperti lari pagi dan olahraga voli biasa dilakukan dua kali dalam. Sedangkan kegiatan rumah tangga yang biasa dilakukan adalah memasak.

Hasil uji beda (Independent t-test) menunjukkan terdapat perbedaan alokasi waktu untuk tidur dan kuliah yang nyata (p>0.05) antara kedua kategori contoh laki-laki. Sedangkan untuk contoh perempuan terdapat perbedaan alokasi waktu tidur dan belajar yang nyata (p>0.05) antara kedua kategori contoh (Lampiran 2). Sebaran contoh laki-laki dan perempuan berdasarkan jenis aktivitas dan alokasi waktu.

Tabel 17 Sebaran contoh laki-laki dan perempuan berdasarkan jenis aktivitas dan alokasi waktu

Jenis kelamin Jenis aktivitas Rata-rata alokasi waktu (jam)

(33)

21 24 jam sebesar 1897 kkal. Contoh perempuan di Baranangsiang lebih banyak menghabiskan energi untuk tidur lebih besar dari pada di Dramaga yaitu rata-rata untuk tidur sebesar 367 Kkal dan kegiatan belajar yang lebih banyak dilakukan oleh contoh perempuan di Dramaga sebesar 320 Kkal. Selain itu Contoh perempuan baik di Dramaga maupun di Barangsiang lebih banyak menghabiskan energi untuk kegiatan seperti menonton, kegiatan rumah tangga dan santai.

Meningkatnya aktivitas, kehidupan sosial dan kesibukan para mahasiswa akan mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Pola konsumsi makanan sering tidak teratur, sering jajan, sering tidak makan pagi dan sama sekali tidak makan siang. Mahasiswa dengan aktivitas sosial tinggi, memperlihatkan peran teman sebaya menjadi tampak jelas. Di kota besar sering kita lihat kelompok-kelompok mahasiswa bersama-sama makan di rumah makan yang menyajikan makanan siap saji/fastfood yang beraasal dari negara-negara barat. Fastfood tersebut, pada umumnya mengandung kadar lemak maupun kalori tinggi, sehingga apabila dikonsumsi setiap hari dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan kegemukan dengan segala dampaknya (Sayogyo S 2006). Hasil uji beda (Independent t-test) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengeluaran energi yang nyata untuk aktivitas tidur (p>0.05) antara kedua kategori contoh laki-laki, sedangkan untuk contoh perempuan terdapat perbedaan pengeluaran energi yang nyata untuk kegiatan belajar dan santai (p>0.05) antara kedua kategori contoh (Lampiran 2). Tabel 18 Sebaran contoh laki-laki dan perempuan berdasarkaan jenis aktivitas,

dan rata-rata pengeluaran energi

Jenis kelamin Jenis aktivitas Rata-rata (Kkal) (Rata-rata ± Sd)

(34)

22

Pola Konsumsi Pangan

Frekuensi makan

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi, jika terjadi kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat terhadap kesehatan dan gizi seseorang. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, gender, berat badan, iklim dan aktifitas fisik (Almatsier 2002). Kebiasaan makan dapat berubah karena pendidikan dan pengetahuan tentang gizi dan kesehatan, serta aktivitas perdagangan makanan. Selain itu, tingkat pendapatan juga merupakan salah satu faktor utama dalam mempengaruhi kebiasaan makan, dimana secara signifikan, dengan meningkatnya pendidikan, konsumsi makan mahal akan dibeli dan dikonsumsi lebih banyak (Den Hartog Van Steveren & Brouwer 1995). Sebaran contoh berdasarkan frekuensi makan dalam sehari disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi makan dalam sehari

Frekuensi makan

Dramaga Baranangsiang Total

n % n % n %

1-2 kali 29 96.7 29 96.7 58 96.7

3-4 kali 1 3.3 1 3.3 2 3.3

> 4 kali 0 0 0 0 0

Total 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan data di atas, baik contoh di Dramaga dan baranangsiang memiliki frekuensi makan yang sama yaitu 1-2 kali dalam sehari yaitu 96.7 %. Hasil uji beda (independent T test) tidak terdapat perbedaan frekuensi makan yang nyata ( p>0.05) kedua kategori contoh (Lampiran 1).

Kebiasaan makan berlebihan ketika stress

Berdasarkan hasil wawancara, masing-masing individu, terdapat perbedaan dalam menjawab pertanyaan, jika seseorang itu memiliki kebiasaan makan seperti ini, makan jawaban akan langsung terjawab. Sebaliknya terdapat juga seseorang yang tidak mengetahui jika stress dapat menyebabkan seseorang makan dalam jumlah banyak atau berlebihan. Berikut Sebaran kebiasaan makan berlebihan karena stress disajikan pada Tabel 20.

.

Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan berlebihan ketika sress

Kebiasaan makan berlebihan ketika stress

Dramaga Baranangsiang

n % n %

Ya 15 50 13 43.3

Tidak 15 50 17 57

(35)

23 Kebiasaan makan pinang

Kebiasaan makan pinang merupakan suatu tradisi yang turun temurun dan merupakan kebiasaan makan yang dilakukan oleh khususnya mahasiswa etnis Papua dan tambahan dari mahasiswa campuran (76.7%). Berdasarkan hasil wawancara, frekuensi kebiasaan makan pinang mulai berubah semenjak berada di kota Bogor, hal ini disebabkan karena sulit menemukan buah pinang, jika dibandingkan dengan daerah asal yang persediaanya slalu ada di rumah. Hal ini didukung berdasarkan data yang didapat 73.9% jarang mengonsumsi pinang. Meskipun begitu masih terdapat sebagian mahasiswa etnis Papua, baik di Dramaga maupun di Baranangsiang masih terbiasa dengan frekuensi terbesar 1-2 kali perhari dengan peresentase 17.4%. hal ini karena sudah menjadi suatu kebiasaan sejak kecil. Sebaran kebiasaan makan pinang disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan pinang

Frekuensi

Kebiasaan makan pinang

n %

Jarang 34 73.9

1-2 kali 8 17.4

3-4 kali 2 4.3

> 4 kali 2 4.3

Total 46 100

Kebiasaan Sarapan

Sarapan sangat penting dalam hal penyediaan energi untuk melakukan aktivitas yang dimulai dipagi hari sampai tiba saatnya waktu makan selanjutnya. Penyediaan energi sangat penting untuk membantu dalam berkonsentrasi pada saat mengikuti proses belajar. Mahasiswa umumnya mempunyai kegiatan fisik yang sangat aktif setiap hari yang sangat banyak membutuhkan energi. Oleh karena itu, untuk dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari sangat dianjurkan untuk membiasakan makan pagi di rumah sebelum meninggalkan rumah (Nurhayati 2000). Kontribusi gizi sarapan adalah sekitar 25 persen. Sebaran kebiasaan sarapan contoh disajikan pada Tabel 22.

Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan sarapan Kebiasaan

sarapan

Dramaga Baranangsiang Total

n % n % n %

Ya 16 53.3 19 63.3 35 58.3

Tidak 14 47 11 37 25 41.7

Total 30 100 30 100 60 100

(36)

24

perbedaan kebiasaan sarapan yang nyata (p>0.05) kedua kategori contoh (Lampiran 1).

Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan jenis menu sarapan Jenis makanan

Berdasarkan data diatas, menu yang biasa dikonsumsi contoh cukup beragam diantarannya nasi dan lauk pauk, lontong, dan roti. Sebagian besar contoh di Dramaga (66.7%) terbiasa sarapan dengan makan nasi dan lauk pauk, sarapan nasi dan lauk pauk dapat menghasilkan energi yang lebih tinggi. sedangkan contoh di Baranangsiang sebagian besar terbiasa sarapan dengan roti yaitu sebanyak 43.3 % diduga melihat dari segi kepraktisan waktu. Selain itu menu yang kurang diminati adalah bubur dengan presentase lebih kecil yaitu 13.3 %. Hal ini disebabkan karena berdasarkan wawancara makanan yang tidak disukai diantaranya adalah bubur karena teksturnya yang lembek dan berair. Hasil uji beda (independent T test) terdapat perbedaan jenis menu sarapan yang nyata (p<0.05) kedua kategori contoh (Lampiran 1).

Berdasarkan data pada Tabel 24 dibawah, sebagian besar contoh (46.7%) menyukai pengolahan makanan dengan cara digoreng, selain itu untuk contoh yang tinggal di baranang siang yang seluruhnya merupakan mahasiswa asli Papua, menyukai pengolahan makanan dengan di rebus (43.3%) dan tidak sedikit berbeda dengan pengolahan makanan yang digoreng (40.0%). Hal ini diduga karena kebiasaan makan masyarakat Papua yang berasal dari daerah pegunungan yang lebih menyukai makanan yang direbus seperti ubi rebus, singkong rebus dan lainnya. Pengolahan makanan dengan cara dipanggang juga disukai oleh contoh baik di Dramaga mupun di baranang siang (26.7% dan 16.7%). Hasil uji beda (independent T test) tidak terdapat perbedaan pengolahan makanan yang disukai yang nyata (p>0.05) kedua kategori contoh (Lampiran 1).

(37)

25 Preferensi Pangan

Preferensi terhadap makanan didefinisikan sebagai derajat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap makanan dan preferensi ini akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi selain dipengaruhi oleh hasil budaya setempat, juga dipengaruhi oleh preferensi terhadap makanan tersebut. Makanan dianggap memenuhi selera atau tidak tergantung tidak hanya pada pengaruh sosial budaya sebagai sifat fisiknya. Fisiologi, perasaan, dan sikap terintegrasi membentuk preferensi terhadap pangan dan akhirnya membentuk perilaku konsumsi pangan (Suhardjo 1989). Berikut merupakan tabel 27 daftar makanan kesukaan contoh.

Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan jenis makanan kesukaan Makanan

Berdasarkan data di atas proporsi terbesar contoh di Dramaga menyukai bakso adalah sebesar 23.3%. Akan tetapi, hasil penelitian ini umbi-umbian, daging ayam, nasi goreng, telur goreng dan ikan juga digemari oleh contoh. Sedangkan proporsi terbesar contoh di Baranang siang menyukai umbi-umbian, daging ayam (13.3%) selain itu contoh juga menyukai nasi goreng, telur goreng (10%), dan lainnya. Kesukaan akan makanan berbeda dari satu bangsa ke bangsa lain, dan dari daerah/suku ke daerah /suku lain.

(38)

26

dari pengenalan makanan sejak kecil didalam keluarga. Sebaran menurut jenis makanan yang tidak disukai contoh disajikan pada Tabel 26.

Tabel 26 Sebaran menurut jenis makanan yang tidak disukai contoh Jenis Makanan yang tidak disukai Alasan

Serealia dan olahannya

Bubur Lembek dan berair

Mie Gatal di tenggorokan

Nasi goring Berminyak

umbi-umbian

Keladi/talas Tidak enak badan

Kacang-kacangan dan olahannya Tempe

Tidak enak, tidak disukai sejak kecil

Ikan dan lainnya

Tongkol Berbau

Ebi Alergi

Cumi Alergi

Sayuran dan olahannya

Terong Merasakan mual dan muntah

Pare Pahit

Bunga papaya Pahit

Daun katuk Pahait

Sayur asam Tidak enak

Buah

Buah Naga Gatal di tenggorokan

Makanan Pantangan

Pantangan atau tabu merupakan fungsi dari kebiasaan makan, yaitu suatu larangan untuk mengonsumsi jenis makanan tertentu, karena terdapat ancaman bahaya atau hukuman terhadap barang siapa yang melanggarnya. Ada pantangan atau tabu makanan yang berdasarkan agama dan bukan berdasarkan agama atau kepercayaan. Pantangan atau tabu merupakan sesuatu yang diwariskan dari leluhur melalui orang tua, terus ke generasi-generasi yang akan datang (Suhardjo 1989).

(39)

27

Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan jenis makanan pantangan

Jenis Pangan n % Alasan

Pangan hewani

Udang 6 19 Alergi

Cumi 5 16 Alergi

ikan Tongkol 6 19 Sakit kepala

Daging Babi 3 9 Larangan dari tetua adat

Daging Anjing 4 13 Larangan dari tetua adat

Daging belut 2 6 Larangan dari tetua adat

Sayuran

Terong 5 16 Gatal di tenggorokan

Buah

Buah Naga 1 3 Gatal di tenggorokan

Total 32 100

Berdasarkan data di atas, menunjukkan beberapa jenis pangan yang dipantang, diantaranya pangan hewani yang berasal dari laut yaitu udang, cumi dan ikan tongkol karena jika dikonsumsi tubuh akan mengalami pembengkakan atau alergi, sedangkan jenis daging-dagingan diantaranya adalah daging babi, hal ini menunjukan bahwa tidak semua mahasiswa etnis Papua yang khususnya beragama kristen mengonsumsi daging babi dan daging anjing karena tidak ada alasan yang jelas hanya merupakan larangan dari tetua adat atau sudah merupakan tradisi turun menurun. Begitu halnya dengan mahasiswa etnis Papua yang berasal dari suku tertentu di kabupaten Fakfak yang melarang untuk makan daging belut yang sudah dilarang atau menjadi pantangan sejak lahir. Menurut Suhardjo (1989) tidak semua asal dan penyebab tabu makanan dapat diusut, bahkan alasan kebanyakan tidak logis dan tidak dapat dimengerti.

Frekuensi konsumsi menurut kelompok pangan

Pola konsumsi pangan adalah jenis dan frekuensi beragam pangan yang biasa dikonsumsi, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang (Suharjo 1996). Selain itu, faktor budaya juga dapat mempengaruhi nilai sosial dari setiap jenis pangan yang ada. Frekuensi kelompok pangan menggunakan FFQ (Food Frequensi Qusioner) selama 1 bulan terkahir dan dikonversi ke minggu. Frekuensi konsumsi kelompok pangan terdiri dari kelompok pangan serealia, umbi-umbian, kacang-kacangan, ikan, daging, sayuran, buah, susu dan lainnya.

(40)

28

makan yang rata-rata sama antara di Dramaga dan Baaranangsiang yaitu 1-2 kali makan, jika dilihat dari konsumsi nasi perminggu yang 15.2 kali per minggu di konversi ke hari rata-rata frkeunsi makan bisa lebih dari 1-2 kali makan. Selain nasi, roti (roti bungkusan yang dijual seharga Rp 1000,-) juga merupakan pilihan kedua terbanyak dengan 3.2 kali perminggu dengan persentase 80%. Pangan serealia yang jarang dikonsumsi adalah krakers dan jagung dengan rata-rata frekuensi konsumsi hanya 0.04 dan 1.1 kali per minggu. Persamaan dengan di Dramaga, nasi masih merupakan pangan utama sedangkan perbedaannya pilihan kedua selain beras adalah lebih banyak mengonsumsi biskuit dari pada roti dengan frekuensi 7.7 kali/minggu dengan persentase 87%. Sebaran contoh berdasarkan rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan pokok disajikan pada Tabel 28. Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata frekuensi konsumsi kelompok

pangan pokok

Berdasarkan data diatas, contoh di Baranangsiang lebih mengkonsumsi singkong dengan frekuensi 2 kali dalam seminggu dengan persentase 73.3%. Sedangkan di Dramaga, frekuensi konsumsi ubi rambat yang paling banyak dikonsumsi dengan 3 kali/minggu, sedangkan persentase terbesar adalah konsumsi kentang dengan frekuensi makan 1 kali/minggu. Jenis pangan umbi-umbian seperti singkong, kentang biasanya dikonsumsi sebagai cemilan atau makanan ringan di sore hari. Kentang biasanya dikonsumsi dalam olahan sayur sop dan singkong biasanya dikonsumsi dalam bentuk rebusan dan gorengan.

(41)

29 terdapat perbedaan konsumsi jenis umbi-umbian yang nyata (p>0.05) antara kedua kategori contoh (Lampiran 4).

Tabel 29 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan nabati Berdasarkan data diatas, jenis olahan kacang-kacangan yang paling banyak dikonsumsi contoh di Dramaga dan Baranang siang adalah tahu dengan frekuensi di Dramaga lebih besar dari pada di Baranangsiang yaitu 8 dan 4 kali dalam seminggu dengan persentase 83.3%. Sedangkan yang paling sedikit dikonsumsi adalah oncom dengan frekuensi 0.1 kali/minggu dengan persentase 10%. Hal ini disebabkan karena sebagian besar tidak mengetahui dan belum pernah mengkonsumsi oncom. Sedangkan di Dramaga, frekuensi konsumsi tahu dan tempe yang paling banyak dikonsumsi yaitu 8 dan 7 kali/minggu dengan persentase terbesar adalah 83.3% dan 80 %. Sedangkan yang paling sedikit dikonsumsi adalah oncom dengan frekuensi 0.3 kali/minggu dengan persentase 16.7%. Hasil uji beda (Independent t-test) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan konsumsi jenis kacang-kacangan dan olahannya yang nyata (p<0.05) antara kedua kategori contoh (Lampiran 4).

(42)

30

persentase terbesar adalah 100% sedangkan yang paling sedikit dikonsumsi adalah telur bebek dengan frekuensi 0.5 kali dalam seminggu dengan frekuensi sedikit lebih besar dari frekuensi makan di baranang siang. Sebaran contoh berdasarkan rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan hewani disajikan pada Tabel 30. Tabel 30 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata frekuensi konsumsi kelompok

(43)

31 Jenis pangan susu yang paling sering dikonsumsi contoh di Baranangsiang adalah susu kental manis dengan rata-rata frekuensi 4.1 kali dalam seminggu dengan persentase terbesar 73.3%. Hal ini disebabkan karena susu kental manis ini merupakan campuran minuman seperti sirup, kopi, jus, dan minuman dingin lainnya. Biasanya dikonsumsi dalam bentuk sachet. Sedangkan yang paling sedikit dikonsumsi adalah susu bubuk khusus dengan rata-rata frekuensi 0.2 kali/minggu dengan persentase 13.3%. Hal ini disebabkan karena hanya beberapa orang tertentu yang sering mengonsumsi susu bubuk dan biasanya dikonsumsi dalam bentuk sachet. Jenis susu yang paling banyak dikonsumsi contoh di Dramaga adalah susu segar dengan 3.8 kali/minggu dengan persentase 43.3%. Hal ini disebabkan karena susu ini disukai dan relatif murah dan mudah didapat. Sedangkan jenis susu yang paling sedikit dikonsumsi adalah olahan dari susu yaitu keju dengan rata-rata frekuensi 0.5 kali/minggu dengan persentase 26.7%. Hal ini disebabkan karena keju kurang disukai dan sulit didapat, biasanya hanya terdapat pada makanan dan minuman tertentu seperti roti bakar dan jus buah.

Hasil uji beda (Independent t-test) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan konsumsi telur ayam yang nyata (p>0.05) antara kedua kategori contoh. Tidak terdapat perbedaan konsumsi jenis ikan yang nyata (p>0.05) antara kedua kategori contoh. Terdapat perbedaan konsumsi susu kental manis yang nyata (p < 0.05) antara kedua kategori contoh. tidak terdapat perbedaan konsumsi jenis daging dan olahannya yang nyata (p>0.05) antara kedua kategori contoh (Lampiran 4)

(44)

32

Tabel 31 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan sayuran dan buah

Gambar

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian
Tabel 1 Variabel, jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 2 Nilai Physical Activity Ratio (PAR) setiap kegiatan
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penyebaran kuesioner dilakukan dengan cara wawancara kuesioner langsung yang dilakukan dengan orang tua anak autis yang meliputi (1) karakteristik subjek (usia dan jenis

Hasil uji T menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara konsumsi energi, protein, besi, kalsium, dan fosfor contoh laki-laki dengan tingkat konsumsi energi,

Judul :AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI MANULA WANITA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA SUKMARAHARJA.. DAN DI DESA BABAKAN, BOGOR Narna Mahasiswa : EMA

Adapun tujuan khususnya adalah (1) Mengetahui karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh yang berstatus gizi normal dan gemuk, (2) Mengetahui tingkat pengetahuan dan

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah untuk (1) mengkaji karakteristik contoh dan sosial ekonomi keluarga contoh; (2) mengkaji konsumsi dan aktivitas fisik contoh;

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui keragaan status gizi, aktivitas fisik, konsumsi pangan serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak sekolah dasar di

Kegunaan penelitian “Hubungan Pola Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik Anak Sekolah dengan Status Gizi Lebih di Daerah Perkotaan dan Perdesaan Bogor” yaitu diharapkan

Hasil analisis korelasi Spearman juga menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara freku- ensi olahraga, lama berolahraga, dan jenis ekstrakurikuler yang diikuti