• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsumsi Pangan, Aktivitas Fisik, Status Gizi dan Status Kesehatan Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsumsi Pangan, Aktivitas Fisik, Status Gizi dan Status Kesehatan Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera Bogor"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

SYIFA FAUZIAH. Food Consumption, Physical Activity, Nutritional Status and Health Status of the Elderly in Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera Bogor. Under direction of SITI MADANIJAH.

The objective of this study was to learn and to analyze food consumption, physical activity, nutritional status and health status of the elderly in Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera Bogor. The design of this study used cross sectional study. The number of samples obtained as many as 32 elderly. The results showed that the sufficiency level of energy was normal category, protein was in high category, vitamin A and C were in sufficient category and then Ca and Fe classified as defficient category. The nutritional status of most male sampels was obese-I while female was normal. Most of the sampels physical activities classified as mild. Most diseases for the past 6-12 months on male samples were diabetes melitus and hypertension on female samples. Most of either male or female samples had a lower morbidity score with high health status. The result of Pearson correlation test showed that the energy and nutrients intake had no significant relationship with nutritional status and health status (p >0.05) either nor between physical activity with nutritional status and health status, and nutritional status with health status (p >0.05).

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun (Depsos 2007). Peningkatan ini menurut para ahli terjadi di hampir semua negara termasuk kawasan Asia seperti Jepang, Hongkong, Singapura, Korea, Cina, Thailand dan Indonesia. Hal ini dapat terjadi dengan semakin meningkatnya pelayanan kesehatan, peningkatan taraf hidup, serta berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (Ruslianti dan Kusharto 2006)

Perkembangan penduduk lanjut usia (Lansia) di Indonesia menarik diamati. Kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan hidup (UHH) 52,2 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,5%) maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta orang (8,9%) dan UHH juga meningkat 66,2 tahun. Pada tahun 2010 perkiraan penduduk lansia di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,8% dan UHH sekitar 67,4 tahun. Sepuluh tahun kemudian atau pada tahun 2020 perkiraan penduduk lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34% dengan UHH sekitar 71,1 tahun. Dari jumlah tersebut, pada tahun 2010 jumlah penduduk lansia yang tinggal diperkotaan sebesar 12.380.321 (9,6%) dan yang tinggal diperdesaan sebesar 15.612.232 (9,9%) (Depsos 2007).

Semakin meningkatnya jumlah lansia di Indonesia, maka perhatian yang harus diberikan kepada kelompok ini juga akan semakin besar. Masalah gizi lansia adalah salah satunya yang harus segera diperhatikan. Menurut Sharkey et al. (2002) kekurangan zat gizi menunjukkan sebuah ancaman potensial bagi kesehatan pada seluruh populasi lansia. Penambahan usia menimbulkan beberapa perubahan baik secara fisik maupun mental. Perubahan ini mempengaruhi kondisi seseorang baik aspek psikologis, fisiologis, dan sosio-ekonomi. Dengan keadaan gizi yang baik diharapkan para lansia akan tetap sehat, segar dan bersemangat dalam berkarya. Melalui gizi yang baik, usia produktif mereka dapat ditingkatkan sehingga tetap dapat ikut serta berperan dalam pembangunan (Fatmah 2010).

(3)

tubuh untuk melakukan kegiatan metabolismenya. Bagi lansia pemenuhan kebutuhan gizi yang diberikan dengan baik dapat membantu dalam proses beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang dialaminya. Selain itu dapat menjaga kelangsungan pergantian sel-sel tubuh sehingga dapat memperpanjang usia (Muchtaromah 2010).

Masalah gizi akibat perilaku makan yang salah lebih peka terjadi pada lansia dibandingkan usia dewasa. Nafsu makan lansia umumnya mulai menurun karena semakin berkurangnya fungsi pengecap pada lidah. Hilangnya selera makan menjadi salah satu fenomena yang dapat memperburuk kondisi lansia seperti kurang gizi, defisiensi beberapa unsur zat gizi atau obesitas yang dapat memicu timbulnya penyakit degeneratif (Wirakusumah 2001).

Tilarso (1985) diacu dalam Mala (2000) mengatakan bahwa lansia perlu diberi latihan fisik untuk memperbaiki kondisi faali, psikologi serta pengontrolan berat badan dan pola makannya. Berdasarkan penelitian Pratiwi (1993) dalam Mala (2000) yang dilakukan terhadap 30 orang lansia di Kodya Yogyakarta diperoleh hasil bahwa keadaan gizi lansia dipengaruhi oleh aktivitas, terutama aktivitas fisik. Aktivitas fisik dapat meningkatkan metabolisme tubuh sehingga kekebalan tubuh dan konsumsi pangannya meningkat.

Status gizi dan status kesehatan sangat ditentukan oleh kondisi yang dialami oleh lanjut usia. Status gizi dan status kesehatan yang baik akan membawa seseorang kepada umur panjang yang sehat dan produktif. Selain itu, status kesehatan pada lansia akan berpengaruh dalam penilaian kebutuhan akan zat gizi (Arisman 2009). Beberapa data menunjukkan bahwa lebih dari 28% usia lanjut yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) di Jakarta mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) di bawah normal. Di Yogyakarta 75% usia lanjut mempunyai kadar Hemoglobin (Hb) kurang dari 12 g/dl (Depkes 2003).

(4)

Panti Werda merupakan salah satu bentuk bantuan layanan kesejahteraan sosial bagi lansia. Pelayanan yang diberikan di Panti Werda berupa tempat tinggal, makanan, pakaian dan pemeliharaan kesehatan. Tujuannya yaitu agar lansia dapat menikmati masa tuanya dalam suasana aman, tentram dan sejahtera. Penyelenggaraan makan di Panti Werda harus memenuhi kebutuhan gizi lansia sehingga diperlukan penyusunan menu makanan yang dapat meningkatkan selera makan bagi lansia untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya. Konsumsi pangan merupakan faktor utama dalam memenuhi kebutuhan zat gizi untuk menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur metabolisme dalam tubuh, memperbaiki jaringan tubuh serta menunjang masa pertumbuhan. Hal inilah yang mendasari pentingnya penelitian untuk mempelajari konsumsi pangan, aktivitas fisik, status gizi dan status kesehatan pada lansia di Panti Sosial Tresna Werda Salam Sejahtera Bogor.

Tujuan Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk mengetahui konsumsi pangan, aktivitas fisik, status gizi dan status kesehatan pada lansia di Panti Sosial Tresna Werda Salam Sejahtera Bogor.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik contoh (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, sumber pendapatan dan status pernikahan).

2. Mengidentifikasi konsumsi pangan serta asupan energi dan zat gizi contoh 3. Mengidentifikasi aktivitas fisik contoh

4. Mengidentifikasi status gizi dan status kesehatan contoh

5. Menganalisis hubungan konsumsi pangan serta asupan energi dan zat gizi dengan status gizi

6. Menganalisis hubungan konsumsi pangan serta asupan energi dan zat gizi dengan status kesehatan

7. Menganalisis hubungan aktivitas fisik dengan status gizi 8. Menganalisis hubungan aktivitas fisik dengan status kesehatan 9. Menganalisis hubungan status gizi dan status kesehatan

Kegunaan Penelitian

(5)
(6)

TINJAUAN PUSTAKA

Panti Werdha

Menurut Departemen Sosial RI (1994) diacu dalam Nurlaela (2006) bahwa panti werda merupakan bentuk pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia yang pada awalnya merupakan inisiatif organisasi sosial yang pada waktu itu merasakan pentingnya penanganan permasalahan lanjut usia melalui panti. Lahirnya panti-panti tersebut berdasarkan atas adanya kebutuhan-kebutuhan akan perawatan kesehatan, kegiatan-kegiatan keagamaan dan komunikasi sosial yang bersifat efektif yang tidak didapat lansia diluar panti. Menurut Depsos (1997), tujuan pelayanan Panti Sosial Tresna Werda (PSTW) ini adalah tercapainya tingkat kualitas hidup dan kesejahteraan para lansia yang layak dalam tata kehidupan masyarakat, bangsa dan negara berdasarkan nilai-nilai luhur budaya bangsa sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi ketentraman lahir dan batin.

Di negara-negara berkembang memasukkan lansia di panti merupakan tindakan yang dianggap kurang pantas atau kurang etis. Tetapi, karena adanya kecenderungan pergeseran nilai-nilai masyarakat akibat globalisasi, maka hal ini sudah dianggap sesuatu yang wajar bahkan suatu keharusan. Saat ini banyak panti werda yang didirikan dengan tujuan untuk memberikan santunan dan pelayanan kepada golongan lansia. Panti werdha merupakan upaya terakhir setelah keluarga dan masyarakat yang tidak dapat memberikan pelayanan kepada lansia (Nurlaela 2006).

Lansia yang masuk ke panti werdha umumnya adalah lansia yang terlantar dan tidak mempunyai keluarga yang merawatnya. Selain itu, ada pula lansia karena keinginan sendiri atau dititipkan oleh keluarganya. Lansia yang dititipkan harus mempunyai sponsor. Pihak sponsor ini biasanya harus membayarkan biaya hidup di panti tiap bulan. Tujuan pembayaran ini selain untuk biaya pengelolaan dan perawatan juga agar para anggota keluarga tetap mempunyai perhatian pada lansia yang menjadi klien di panti (Wongkaren 1994 diacu dalam Nurlaela 2006).

Lanjut Usia

(7)

manusia terdiri dari beberapa tahap, yaitu meliputi kehidupan sebelum lahir, sewaktu bayi, masa kanak-kanak, remaja, masa dewasa dan masa usia lanjut (Fatmah 2010).

Pengertian usia lanjut dapat dibedakan atas dua macam, yaitu usia lanjut kronoligis atau usia kalender dan usia lanjut biologis. Usia kronoligis mudah diketahui dan dihitung, yaitu saat seseorang merayakan ulang tahunnya. Sebaliknya usia biologis adalah usia yang sesungguhnya dimiliki seseorang. Usia biologis menunjukkan kondisi jaringan yang sebenarnya. Terlepas dari beberapa usia kronoligis seseorang, banyaknya kemunduran jaringan yang terjadi akan menyebabkan meningkatnya usia biologis orang yang bersangkutan. Usia biologis inilah yang sesungguhnya dapat diupayakan agar tidak terlalu cepat bertambah (Almatsier, Soetardjo dan Soekatri 2011).

Usia lanjut dapat memberi persepsi yang berbeda, tergantung dari siapa yang menyebutnya dan untuk apa. Pada umumnya usia lanjut diartikan sebagai usia saat memasuki masa pensiun yang di Indonesia dapat berkisar antara usia di atas 55 tahun (Muis, Nurkinasih dan Darmojo 1992). Namun, batasan lansia menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia, adalah 60 tahun ke atas. Sedangkan menurut WHO dalam Notoatmojo (2007), di antaranya: usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45-59 tahun, lanjut usia (elderly), antara 60-74 tahun, lanjut usia tua (old), antara 75-90 tahundan usia sangat tua (very old), di atas 90 tahun.

Proses menua merupakan proses yang kompleks karena melibatkan perubahan-perubahan fisik, psikologik, fungsi dan sosial-ekonomi sekelompok penduduk. Dari segi fisik penuaan sel-sel dapat berakibat pada penurunan cadangan faali berbagai fungsi, seperti ginjal, jantung dan sebagainya; kegagalan mempertahankan mekanisme homeostatik, misalnya gangguan pengontrolan tekanan darah; dan kegagalan sistem imunitas dengan akibat pada peningkatan penyakit keganasan dan autoimun. Perubahan fisik yang berkelanjutan dengan gangguan fungsi akan berhubungan dengan gangguan masukan zat gizi dan energi yang terjadi mulai dari alat penguyah, pengecap, pencernaan dan penyerapan. Intoleransi terhadap beberapa makanan dan obstipasi sering menjadi bagian dari keluhan para lanjut usia (Muis et al. 1992).

Konsumsi Pangan

(8)

kelamin dan faktor yang bersifat relatif, di antaranya yakni gangguan pencernaan (ingestion), perbedaan daya serap (absorption), tingkat penggunaan (utilization) dan perbedaan pengeluaran (excretion) dan pengahancuran (destruction) zat tersebut di dalam tubuh (Supariasa, Bakri dan Hajar2001).

Menurut Arisman (2009), lansia memerlukan pangan yang relatif kecil jumlahnya tetapi tinggi mutunya. Mutu yang tinggi dimaksudkan untuk mengimbangi penyusutan faali yang cepat serta untuk mempertahankan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Sedang jumlah yang kecil yang tercermin dari nilai energinya, terutama untuk menghindari masalah kegemukan yang membahayakan lansia.

Adanya perubahan-perubahan pada tubuh lansia, menghendaki pola konsumsi pangan yang berbeda dibandingkan pada usia-usia yang lebih muda. Pada prinsipnya kebutuhan akan macam zat gizi bagi lansia tetap sama seperti yang dibutuhkan oleh orang-orang dengan usia yang lebih muda, yang berubah hanyalah jumlah dan komposisinya. Konsumsi energi sebaiknya dikurangi, disesuaikan dengan menurunnya aktivitas tubuh. Sebaliknya konsumsi makanan sumber protein, vitamin dan mineral perlu ditingkatkan baik dari segi jumlah maupun mutunya. Sayuran dan buah-buahan sebaiknya dikonsumsi dalam jumlah yang cukup secara teratur dan bervariasi. Selain sebagai sumber vitamin dan mineral, sayuran dan buah-buahan juga merupakan sumber serat yang baik. Hal ini sangat perlu mengingat kelompok lansia sering mendapatkan kesulitan dalam buang air besar. Dengan adanya serat yang cukup, kesulitan tersebut dapat di atasi dengan mudah (Astawan dan Wahyuni 1988).

Penilaian konsumsi pangan dapat menggambarkan kualitas dan kuantitas asupan dan pola makan lansia melalui pengumpulan data dalam survei konsumsi makanan. Metode yang umum digunakan dalam survei konsumsi makanan terdiri dari jangka pendek (24 hours food recall, dietary record) dan jangka panjang (Food Frequency Quesioner) (Fatmah 2010). Dalam mengkaji asupan makanan ada tiga tingkat kegiatan, yaitu 1) perhitungan asupan makanan; 2) perhitungan kebutuhan zat gizi, dan 3) membandingkan asupan zat gizi dengan kebutuhan gizi. Kegiatan tersebut memerlukan informasi penunjang antara lain, status ekonomi, pekerjaan, dan aktivitas fisik (Depkes 2006).

Kebutuhan Energi dan Zat Gizi pada Lansia

(9)

menyeimbangkan kebutuhan energi. Karyadi dan Muhilal (1996) menyatakan bahwa kebutuhan pangan hanya diperlukan secukupnya. Adanya interaksi antara berbagai zat gizi memberikan gambaran perlunya suatu keseimbangan zat gizi yang dikonsumsi. Semakin beranekaragam bahan pangan yang dikonsumsi maka semakin tercapainya keseimbangan dalam interaksi zat gizi.

Kebutuhan energi dan zat gizi sangat bervariasi meskipun faktor-faktor seperti ukuran badan, jenis kelamin, macam kegiatan dan faktor lainnya sudah diperhitungkan. Jumlah zat gizi yang dibutuhkan dapat tergantung pada kualitas makanan karena efisiensi penyerapan dan pendayagunaan zat gizi oleh tubuh dipengaruhi oleh kompisisi dan keadaan makanan secara keseluruhan (Soehardjo dan Koesharto 1992). Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004) mengelompokkan angka kecukupan yang dianjurkan untuk usia 50-64 tahun dan di atas 65 tahun dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Angka kecukupan zat gizi untuk lansia per orang per hari

Zat Gizi

Angka Kecukupan Gizi

Pria Wanita

50-64 tahun >65 tahun 50-64 tahun >65 tahun

Energi (kkal) 2350 2050 1750 1600

Protein (g) 60 60 50 45

Kalsium (mg) 800 800 800 800

Fe (mg) 13 13 12 12

Vitamin A (RE) 600 600 500 500 Vitamin C (mg) 90 90 75 75 Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004)

Menurut Ruslianti dan Kusharto (2006), asupan energi lansia laki-laki khususnya yang berada di Kota Bogor hanya 70% dari angka kecukupan gizi (AKG) dan 30% dari mereka mempunyai indeks massa tubuh (IMT) <18,5. Berdasarkan ambang batas yang ditetapkan Ditjen Gizi Masyarakat, prevalensi gizi kurang ≥20% merupakan kriteria masalah gizi berat.

Energi

(10)

fungsi dasar tubuh yang disebut metabolisme basal sebesar 60-70% dari kebutuhan energi total (Frary and Johnson 2000).

Energi metabolisme basal adalah energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan aktivitas metabolisme sel dan jaringan, selain itu untuk mengatur proses sirkulasi darah, pernafasan, pencernaan dan sistem urinari. Kebutuhan energi setiap individu merupakan tingkat asupan energi yang didapat dari makanan yang akan menyeimbangkan pengeluaran energi yang sesuai dengan ukuran dan komposisi tubuh serta tingkat aktivitas fisik. Berat badan merupakan indikator kecukupan energi karena tubuh secara unik memiliki kemampuan mengubah karbohidrat, protein, dan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi. Oleh karena itu mengonsumsi makanan terlalu banyak atau sedikit secara terus menerus akan berdampak pada perubahan berat badan (Frary and Johnson 2000).

Energi yang dibutuhkan lansia berbeda dengan energi yang dibutuhkan oleh dewasa karena perbedaan aktivitas fisik yang dilakukan. Selain itu, energi juga dibutuhkan oleh lansia untuk menjaga sel-sel maupun organ-organ dalam tubuh agar bisa tetap berfungsi dengan baik walaupun fungsinya tidak sebaik seperti saat masih muda (Fatmah 2010).

Protein

Protein adalah substansi kimia dalam makanan yang terbentuk dari serangkaian atau rantai-rantai asam amino. Protein dalam makanan di dalam tubuh akan berubah menjadi asam amino yang sangat berguna bagi tubuh yaitu untuk membangun dan memelihara sel, seperti sel otot, tulang, enzim dan sel darah merah. Bagi lansia asupan protein total yang dibutuhkan manusia akan menurun sesuai dengan perubahan usia seseorang. Hal ini terkait dengan penurunan fungsi sel-sel tubuh manusia. Akan tetapi ada beberapa sumber yang menyatakan bahwa kebutuhan asupan protein cenderung tetap karena proses regenarasi tubuh akan terus berlajan sesuai laju regenerasi sel yang terjadi (Fatmah 2010).

(11)

Kacang kedelai merupakan sumber protein nabati yang mempunyai mutu tertinggi (Almatsier 2004).

Pemilihan protein yang baik bagi lansia sangat penting menginggat sintesis protein di dalam tubuh tidak sebaik saat muda, dan banyak terjadi kerusakan sel yang harus segera diganti. Pakar gizi menganjurkan kebutuhan protein lansia dipenuhi dari yang bernilai biologis tinggi seperti telur, ikan dan protein hewani lainnya karena kebutuhan asam amino essensial meningkat pada usia lanjut. Akan tetapi harus diingat bahwa konsumsi protein berlebih akan memberatkan kerja ginjal dan hati (Fatmah 2010).

Vitamin

Vitamin merupakan senyawa kimia yang sangat esensial bagi tubuh walau ketersediaanya di dalam tubuh dalam jumlah sedemikian kecil dan diperlukan bagi kesehatan dan pertumbuhan tubuh yang normal. Terdapat beberapa jenis vitamin yang bermanfaat bagi sistem imunitas tubuh dan mencegah timbulnya radikal bebas pada lansia, misalnya vitamin A dan vitamin C (Fatmah 2010).

Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Vitamin A esensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup (Almatsier 2004). Vitamin A pada lansia memiliki fungsi untuk melawan radikal bebas yang menyebabkan penuaan. Selain itu juga, vitamin A berfungsi untuk memelihara kesehatan kulit mencegah timbulnya penyakit kanker dan jantung koroner. Manfaat lainnya menghambat pertumbuhan sel kanker, mencegah penyumbatan arteri yang menyebabkan serangan jantung dan menurunkan risiko stroke (Fatmah 2010).

Sumber vitamin A yang sudah terbentuk (performed) hanya terdapat pada pangan hewani seperti hati, minyak hati ikan, kuning telur sebagai sumber utama. Sayuran terutama berdaun hijau dan buah berwarna kuning-jingga mengandung karetenoid provitamin A (Gibson 2005).

(12)

Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, sebagai koenzim atau kofaktor. Pada lansia, vitamin C bermanfaat menghambat berbagai penyakit. Fungsinya antara lain meningkatkan kekebalan tubuh, melindungi dari serangan kanker, melindungi arteri, meremajakan dan memproduksi sel darah putih, memperbaiki kualitas sperma dan mencegah penyakit gusi (Fatmah 2010). Kandungan vitamin C serum pada lansia lebih rendah jika dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Dukungan melalui konsumsi pangan tinggi vitamin C lebih efektif dalam meningkatkan status vitamin C pada lansia (Harris 2000). Vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah terutama yang asam seperti nenas, rambutan, jeruk, pepaya, gandaria dan tomat. Vitamin C juga terdapat di dalam sayuran daun-daunan dan jenis kol (Almatsier 2004).

Kekurangan vitamin C yang berat akan mengakibatkan fungsinya pada sintesis kolagen menjadi terganggu dan akan tampak sebagai perdarahan terutama pada jaringan lunak seperti gusi. Gejala ini disebut sariawan (scurvy). Pada derajat yang lebih ringan, diduga kekurangan vitamin C akan berpengaruh pada sistem pertahanan tubuh dan kecepatan penyembuhan luka (Fatmah 2010).

Mineral

Meskipun tampak sehat, kekurangan sebagian vitamin dan mineral tetap saja berlangsung pada lansia. Kebutuhan energi yang menurun tidak seiring dengan penurunan kebutuhan vitamin dan mineral, bahkan kebutuhan vitamin dan mineral cenderung sama atau meningkat. Rendahnya status mineral pada lansia dapat terjadi karena asupan mineral yang tidak cukup, perubahan fisiologis dan pengobatan (Harris 2000).

(13)

Sumber utama kalsium adalah susu dan produk olahan susu, seperti keju. Ikan dimakan dengan tulang termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium yang baik. Serealia, kacang-kacangan dan produk olahan kacang-kacangan seperti tahu dan tempe, serta sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini mengandung zat yang menghambat penyerapan kalsium seperti serat fitat dan oksalat (Almatsier 2004).

Zat besi atau Fe merupakan mineral makro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 g di dalam tubuh dewasa. Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Walaupun banyak terdapat di dalam makanan, banyak penduduk dunia mengalami kekurangan besi, termasuk Indonesia. Kekurangan besi sejak tiga puluh tahun terakhir diakui berpengaruh terhadap produktivitas kerja, penampilan kognitif dan sistem kekebalan (Almatsier 2004).

Zat besi dapat diperoleh dari daging, jeroan, ikan dan unggas yang mengandung kadar tinggi besi heme. Sumber besi non-heme berasal dari nabati seperti kedelai, kacang-kacangan, sayuran daun hijau, dan rumput laut. Kekurangan zat besi pada lansia bisa menyebabkan anemia, karena bentuk sel yang kecil serta inti sel menjadi pucat karena kekurangan kromatin. Sedangkan kelebihan zat besi dapat berakibat fatal pada lansia yang menderita parkinson, hemosiderosis dan talasemia yang dapat menyebabkan kulit menjadi keputihan, penyimpanan besi pada hati, jantung, pankreas dan paru-paru (Fatmah 2010). Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi

Untuk menilai tingkat kecukupan makanan (untuk energi dan zat gizi), diperlukan suatu standar kecukupan yang dianjurkan atau Recomended Dietary Allowance (RDA) untuk populasi yang diteliti. Untuk Indonesia, Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang digunakan saat ini secara nasional adalah hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII tahun 1998. Dasar pengajian Angka Kecukupan Gizi (AKG) didasarkan pada kelompok umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, aktivitas, kondisi khusus (hamil dan menyusui) (Supariasa et al. 2001).

(14)

Menurut Hardinsyah et al (2002) rumus perhitungan tingkat kecukupan secara umum adalah sebagai berikut :

TKG i =

x

100

%

AKGi

Ki

Depkes (1996) mengkategorikan tingkat kecukupan ke dalam kategori defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%) dan lebih (≥120%). Sedangkan untuk tingkat kecukupan vitamin dan mineral dikategorikan menjadi dua yaitu kurang (<77%) dan cukup (≥77%) (Gibson 2005).

Aktivitas Fisik

Lansia akan mengalami penurunan aktivitas fisik. Salah satu faktor penyebabnya adalah pertambahan usia yang dapat menyebabkan terjadinya kemunduran biologis. Kondisi ini setidaknya akan membatasi aktivitas yang menuntut ketangkasan fisik. Penurunan aktivitas fisik pada lansia harus diimbangi dengan penurunan asupan energi, hal ini untuk mencegah terjadinya obesitas. Jika asupan energi tidak diimbangi dengan penurunan kalori maka akan mengakibatkan keseimbangan kalori positif (kelebihan kalori) sehingga akan meningkatkan risiko terjadinya serangan beberapa penyakit degeneratif (Wirakusumah 2001).

Aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari. Aktivitas fisik sangat penting bagi lansia. Dengan melakukan aktivitas fisik, maka lansia tersebut dapat mempertahankan bahkan meningkatkan derajat kesehatannya. Ada beberapa jenis aktivitas fisik yang sesuai bagi lansia di Indonesia, di antaranya ketahanan (endurance), kelenturan (flexibility) dan kekuatan (strength) (Fatmah 2010).

(15)

otot tubuh dalam menahan suatu beban yang diterima, menjaga tulang tetap kuat dan mempertahankan bentuk tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti osteoporosis, contoh: push up, naik turun tangga, membawa belanjaan dan senam terstruktur dan terukur (fitness) (Fatmah 2010).

Aktivitas fisik utama yang penting dalam meningkatkan kesehatan lansia adalah olahraga (Almatsier et al. 2011). Sebaiknya olahraga dilakukan dengan seimbang, baik dari lamanya berolahraga, intensitas (seberapa keras dilakukan), maupun seringnya (frekuensi) berolahraga. Intensitas akan semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya kekuatan tubuh, sedangkan lama dan seringnya berolahraga sebaiknya dijaga selalu konstan ketika tingkat yang baik sudah tercapai (Fatmah 2010).

Peningkatan aktivitas fisik dapat menurunkan risiko kegemukan, diabetes melitus tipe II, tekanan darah tinggi dan penyakit jantung, osteoporosis, beberapa jenis kanker dan depresi. Aktivitas juga dapat memperpaiki kualitas hidup seseorang melalui peningkatan kebugaran dan perbaikan rasa sehat. Elemen/ unsur program gerak badan yang baik seperti aerobik 3-5 kali dalam seminggu selama 30-60 menit, latihan angkat beban ringan, kelenturan latihan keseimbangan dan pelemasan otot untuk mempertahankan kelenturan tubuh (Komnas Lansia 2010).

Namun, menurut Polloc et al. dalam Harris (2000) 60% orang dewasa di Amerika tidak melakukan olahraga secara rutin, 25% melakukan aktivitas fisik rendah. Tingkat aktivitas fisik setelah usia 75 tahun menurun seiring dengan peningkatan usia. hasil penelitian Sari (2010) menunjukkan bahwa aktivitas fisik lansia di Kota Bogor tergolong pada tingkat aktivitas fisik sangat ringan dan ringan, hanya 6,2% yang tergolong tingkat aktivitas sedang.

Status Gizi

Keadaan gizi seseorang mempengaruhi penampilan, pertumbuhan dan perkembangannya, kondisi kesehatan serta ketahanan tubuh terhadap penyakit. Pengkajian status gizi adalah proses yang digunakan untuk menentukan status gizi, mengidentifikasi malnutrisi (kurang gizi atau gizi lebih) dan menentukan jenis diet atau menu makanan yang harus diberikan pada seseorang (Depkes 2003). Penilaian Status Gizi

(16)

yang telah tersedia. Data objektif dapat diperoleh dari data pemeriksaan laboratorium perorangan serta sumber lain (Arisman 2009). Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Penilaian secara langsung dapat dibagi menjadi empat, yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik sedangkan secara tidak langsung dibagi menjadi tiga, yaitu survei konsumsi pangan, statistika vital dan faktor ekologi (Supariasa et al. 2001).

Pemeriksaan antropometri adalah pengukuran variasi berbagai dimensi fisik dan komposisi tubuh secara umum pada berbagai tahapan umur dan derajat kesehatan. Pengukuran yang dilakukan meliputi berat badan (BB), tinggi badan (TB), lingkar lengan atas (LILA) dan tebal lemak di bawah kulit dan khusus pada lansia adalah pola distribusi lemak (Muis 2006).

Penilaian status gizi lansia diukur dengan antropometri atau ukuran tubuh, yaitu berat badan dan tinggi badan. Namun, pada usia lanjut terjadi penurunan tinggi badan karena kompresi vertebrata, kifosis dan osteoporosis. Pengukuran tinggi badan pada usia lanjut harus dilakukan dengan teliti dalam posisi berdiri tegak. Bila hal ini tidak dapat dilakukan maka dapat digantikan dengan pengukuran tinggi lutut atau pengukuran rentang lengan (Muis 2006). Tinggi lutut memiliki korelasi yang tinggi dengan tinggi badan dan mungkin digunakan untuk memprediksi tinggi badan seseorang dengan kifosis atau seseorang yang tidak mampu berdiri (Gibson 2005).

Tinggi lutut direkomendasikan oleh WHO (1995) dalam Fatmah (2010) untuk digunakan sebagai predikor tinggi badan pada seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. Tinggi lutut diukur dengan sebuah caliper berupa tongkat pengukur yang dilengkapi dengan papan kayu untuk membentuk sudut 900. Tinggi lutut terlentang diukur pada kaki kiri yang dibengkokkan pada lutut. Salah satu ujung caliper diposisikan di bawah, di bagian tumit, sedangkan yang satu lagi diposisikan di bagian atas bagian lutut.

(17)

(Supariasa et al. 2001). Nilai IMT diperoleh dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT pada populasi Asia Pasific dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT pada populasi Asia Pasific

Klasifikasi IMT (kg/m2) Underweight <18,5

Normal 18,5-22,9

Pre-obese 23-24,9

Obese-I 25-29,9

Obese-II >30

Sumber: WHO (2000) dalam PDGKI (2008)

Menurut Riyadi (2003) status gizi merupakan keadaan kesehatan seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan masa lalu. Status gizi seseorang dipengaruhi oleh asupan zat gizi dari makanan dan penyakit infeksi yang mengganggu proses metabolisme, penyerapan, dan penggunaan zat gizi oleh tubuh. Dengan kata lain status gizi merupakan keadaan kesehatan akibat proses interaksi antara makanan, tubuh dan lingkungan hidup manusia.

Hasil survei Indeks Massa Tubuh (IMT) tahun 1995-1997 di 27 ibukota provinsi menunjukkan bahwa prevalensi gizi lebih mencapai 6,8% pada laki-laki dewasa dan 13,5% pada perempuan dewasa. Walaupun angka di atas tidak menunjukkan secara langsung jumlah usia lanjut yang mengalami kegemukan atau obesitas. Beberapa data juga menunjukkan bahwa lebih daripada 28% usia lanjut yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) di Jakarta mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) di bawah normal (Depkes 2003).

Status Kesehatan

(18)

kesehatan dan merupakan alat bantu dalam mengadakan evaluasi program kesehatan (Depkes 2007). Menurut Sediaoetama (2006) salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menilai keadaan kesehatan gizi masyarakat secara tidak langsung yaitu morbiditas (angka sakit), mortalitas dan berat lahir bayi yang rendah.

Seiring dengan peningkatan usia, timbul masalah-masalah yang tidak dijumpai pada usia muda seperti gangguan kesehatan, gangguan kejiwaan dan gangguan adaptasi sosial. Hal ini disebabkan oleh proses menua sebagai akibat berubahnya kualitas kebutuhan pokok sebagai manusia yang berjalan kurang seimbang. Status kesehatan adalah situasi kesehatan yang dialami oleh seseorang dan penyakit yang diderita. (Astawan dan Wahyuni 1989).

Jenis-jenis penyakit yang umum diderita lansia Indonesia adalah penyakit kardiovaskuler, TBC paru, gangguan pernapasan dan penyakit yang timbul karena infeksi. Pada masa yang akan datang, penyakit lansia akan berubah dari infeksi menjadi penyakit degeneratif yang memerlukan pelayanan kesehatan yang sempurna dan biaya mahal (Patmonodewo, dkk 2001). Namun, menurut Muis et al (1992) penyakit yang umum diderita oleh lansia yaitu penyakit jantung dan pembuluh darah, sendi dan tulang serta endokrin dan metabolik.

Depkes (2003) menambahkan bahwa penyakit atau gangguan kesehatan pada usia lanjut umumnya berupa penyakit-penyakit kronik-menahun dan degeneratif, seperti penyakit hipertensi, diabates melitus, osteoporosis, demensia, gangguan jantung, gangguan pencernaan, gangguan pernapasan, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, gangguan pengunyahan dan sebagiannya. Selain itu, pada usia lanjut di Indonesia penyakit-penyakit infeksi akut juga masih sering terjadi, misalnya infeksi saluran pernapasan atas (radang tenggorokan, influenza) atau infeksi saluran pernapasan bawah (pneumonia, TBC), infeksi saluran kemih, infeksi kulit. Penelitian epidemiologik berhasil mengidentifikasi berbagai faktor risiko bagi kejadian penyakit-penyakit tersebut. Sebagian besar faktor risiko tersebut berasal dari pola konsumsi bahan-bahan makanan tertentu oleh segment penduduk, maupun bangsa tertentu pula (Muis et al 1992).

(19)
(20)

KERANGKA PEMIKIRAN

Kebutuhan akan diselenggarakannya makanan banyak didasarkan atas adanya kebutuhan segolongan masyarakat yang membutuhkan makanan akibat kebutuhan biologis tubuhnya yang tidak dapat dipenuhi oleh berbagai hal. Penyelenggaraan makanan pada hakekatnya adalah penyelenggaraan makanan dalam jumlah besar/banyak. Penyelenggaran makan umumnya banyak terdapat di institusi, salah satu contohnya penyelenggaran makan di Panti Werdha.

Karakteristik contoh seperti umur dan jenis kelamin mempengaruhi kebutuhan energi maupun zat gizi lain dan konsumsi pangan. Bagi lansia pemenuhan kebutuhan gizi yang diberikan dengan baik dapat membantu dalam proses beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang dialaminya selain itu dapat menjaga kelangsungan pergantian sel-sel tubuh sehingga dapat memperpanjang usia (Muchtaromah 2010). Dengan adanya penyelenggaraan makan, maka diharapkan dapat memenuhi kebutuhan mereka. Lansia identik dengan menurunnya daya tahan tubuh dan mengalami berbagai macam penyakit sehingga memerlukan asupan gizi yang cukup yang berasal dari konsumsi pangan baik dari dalam maupun luar panti agar kebutuhan gizinya terpenuhi. Aktivitas fisik yang dilakukan lansia dapat mempengaruhi status kesehatan lansia. Aktivitas fisik pada lansia membantu menyeimbangkan fisiologi tubuh, terutama kerja otak sebagai sistem koordinasi tubuh. Dengan asupan gizi yang baik maka aktivitas fisik pun dapat berlangsung dengan baik sehingga keadaan kesehatan dan status gizi yang diharapkan mampu tercapai dan dapat dipertahankan.

(21)

Keterangan :

: Variable yang diteliti : Variable yang tidak diteliti : hubungan yang diteliti : hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1 Bagan kerangka hubungan konsumsi pangan, aktivitas fisik, status gizi dan status kesehatan pada lansia

Sistem penyelenggaraan makan

Konsumsi Pangan - Dalam Panti - Luar panti

Status Kesehatan - Riwayat Penyakit - Lama sakit - Frekuensi Sakit - Tindakan pengobatan

Karakteristik contoh

- Umur

- Jenis Kelamin

Tingkat kecukupan

Status Gizi - Berat Badan (Kg) - Tingi Badan (cm) Aktivitas Fisik

- Jenis aktivitas

- Alokasi waktu untuk aktivitas fisik

Asupan Energi dan Zat Gizi

Kebutuhan Zat Gizi - Jenis Kelamin - Usia

(22)

METODE

Desain, Tempat dan Waktu

Penelitian mengenai konsumsi pangan, aktivitas fisik, status gizi dan status kesehatan lansia menggunakan desain cross sectional. Desain ini merupakan pengamatan yang dilakukan dalam satu waktu yang bersamaan. Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Tresna Werda Salam Sejahtera, Kota Bogor. Lokasi penelitian ditentukan secara purposif dengan pertimbangan bahwa panti memiliki jumlah lansia yang relatif banyak, kemudahan akses dan perizinan serta populasi yang beragam. Penelitian dilaksanakan selama bulan November-Desember 2011.

Cara Penarikan Contoh

Populasi pada penelitian ini adalah semua penghuni Panti Sosial Tresna Werda Salam Sejahtera yang berjumlah 65 orang. Contoh yang diambil harus memenuhi kriteria yaitu lansia laki-laki dan perempuan berusia ≥60 tahun, tidak mengalami gangguan pendengaran, dapat berkomunikasi dengan baik dan bersedia diwawancara sebagai contoh. Berdasarkan kriteria yang ditentukan jumlah contoh yang memenuhi kriteria sebanyak 32 orang.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

(23)

Pengolahan dan Analisis Data

Tahapan pengolahan data dimulai dari proses editing, coding, entry, cleaning dan selanjutnya dianalisis. Untuk pengolahan dan analisis data, digunakan program Microsoft Excell dan Statistical Package for Sosial Science (SPSS) Versi 16.0 for Windows. Data karakteristik contoh dan keluarga (nama, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah anak, status perkawinan, sumber pendapatan) ditabulasi kemudian dianalisis secara deskriptif.

Tabel 3 Jenis dan cara pengumpulan data

Variabel Jenis Data Cara Pengumpulan Data Karakteristik

contoh dan keluarga

nama, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, sumber pendapatan

Wawancara menggunakan kuesioner

Konsumsi pangan Recall 2x24 jam Wawancara menggunakan kuesioner dan recall 2x24 jam

Aktivitas Fisik Jenis dan alokasi waktu untuk aktivitas fisik dan olah raga

Wawancara menggunakan kuesioner dan recall 2x24 jam

Status Gizi  Berat Badan (kg)  Tinggi Badan (cm)  IMT (kg/m2

)

 Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan CAMRY dengan derajat ketelitian 0,1 kg.  Tinggi badan diukur dengan

mengkonversi dari perhitungan tinggi lutut menggunakan meteran BUTTERFLY dengan derajat ketelitian 0,1 cm

 IMT dihitung dengan perbandingan BB dan TB. Status Kesehatan Jenis Penyakit

Lama Sakit Frekuensi Sakit Tindakan Pengobatan Skor Morbiditas

Wawancara dengan menggunakan kuesioner dan data sekunder riwayat penyakit

(24)

g/kg BB (Depkes 2003). Rumus FAO/WHO/UNU untuk menentukan Angka Metabolisme Basal (AMB) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Rumus FAO/WHO/UNU untuk menentukan Angka Metabolisme Basal

Kelompok Umur (tahun)

AMB (kkal/hari)

Laki-laki Perempuan 0-3 60,9 B*) - 54 61 B*) – 51 3-10 22,7 B + 495 22,5 B + 499 10-18 17,5 B + 651 12,2 B + 746 18-30 15,3 B + 679 14,7 B + 496 30-60 11,6 B + 879 8,7 B + 829 ≥60 13,5 B + 487 10,5 B + 596

Keterangan: *) Berat Badan

Kebutuhan zat gizi dihitung dengan menggunakan hasil kebutuhan energi yang dikalikan dengan aktivitas fisik. Menurut FAO/WHO/UNU (2001) besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang dalam 24 jam dinyatakan dalam Physical Activity Level (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. PAL dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan: PAL = Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik)

PAR= Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)

Aktivitas fisik kemudian dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu ringan (1,40≤PAL≤1,69), sedang (1,70≤PAL≤1,99), dan berat (2,00≤PAL≤2,39) (FAO/WHO/UNU 2001). Jenis aktivitas fisik yang dilakukan contoh dikelompokkan menjadi 18 jenis aktivitas berdasarkan PAR seperti yang terlihat pada Tabel 5.

Tingkat kecukupan zat gizi dapat dihitung dengan rumus (Hardinsyah, dkk 2002):

TKG i =

x

100

%

AKGi

Ki

TKGi = tingkat kecukupan energi dan zat gizi i Ki = konsumsi sumber energi dan zat gizi i AKGi = Angka kebutuhan zat gizi i yang dianjurkan

Penggolongan tingkat kecukupan yaitu sebagai berikut (Depkes 1996): Defisit tingkat berat : <70%

(25)

Defisit tingkat ringan : 80-89%

Normal : 90-119%

Lebih : ≥120%

Sedangkan untuk tingkat kecukupan vitamin dan mineral dikategorikan menjadi dua yaitu kurang (<77%) dan cukup (≥77%) (Gibson 2005).

Tabel 5 Jenis aktivitas yang dilakukan contoh

Kategori Jenis aktivitas PAR (kkal/mnt) Pria Wanita

Ringan

Tidur 1 1

Berbaring 1,2 1,2 Duduk diam 1,2 1,2 Berpakaian 2,4 3,3 Membaca 1,2 1,3 Nonton Tv 1,6 1,7 Mendengarkan radio 1,6 1,4

Sedang

Berdiri 1,4 1,5 Kebersihan diri 2,3 2,3 Makan dan minum 1,4 1,6 Berjalan 2,1 2,5 Ibadah 1,5 1,5

Berat

Mencuci Baju - 2,8 Menyapu - 2,3 Mengepel - 4,4 Senam 3,5 4,2 olahraga (joging) 6,6 6,3

Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)

Pengolahan data status gizi menggunakan data hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan. Tinggi lutut digunakan sebagai prediksi tinggi badan. Gibson (2005) merekomendasikan model prediksi tinggi badan lansia, dengan rumus:

Laki-laki : (2,08 x TL) + 59,01

Perempuan : (1,91 x TL) – (0,17 x U) + 75

status gizi lansia ditentukan berdasarkan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus :

(26)

(25<IMT< 29,9 kg/m2) dan obese-II (IMT > 30,0 kg/m2) (WHO 2000 dalam PDGKI 2008).

Status kesehatan contoh meliputi jenis penyakit, lama sakit, frekuensi sakit dan tindakan pengobatan. Riwayat penyakit dilihat dari jenis penyakit yang dialami oleh contoh selama 6-12 bulan terakhir. Lama dan frekuensi penyakit dianalisis berdasarkan sebaran data. Skor mobiditas diperoleh dengan mengalikan lama hari sakit dengan frekuensi sakit untuk setiap jenis penyakit, seperti rumus berikut (Dijaissyah 2011):

Skor Morbiditas = Lama hari sakit x Frekuensi sakit

Skor morbiditas dapat dikategorikan berdasarkan perhitungan interval kelas (Sugiono 2009). Sedangkan status kesehatan berbanding terbalik dengan skor morbiditas. Status kesehatan yang tinggi menunjukkan skor morbiditas yang rendah.

(27)

Tabel 6 Variabel dan indikator data yang dianalisis

No Variabel Indikator

1 Karakteristik contoh dan keluarga

Umur 1. Usia pertengahan (Middle age), 45-59 tahun 2. Lanjut usia (elderly), 60-74 tahun

3. Lanjut usia tua (old), 75-90 tahun 4. Usia sangat tua (very old), > 90 tahun Jenis Kelamin 1. Laki-laki

2. Perempuan

Tingkat Pendidikan 1.Tidak sekolah 3. SMP 5. PT 2.SD 4. SMA

Pekerjaan 1. Tidak bekerja 4. Wiraswasta 2. PNS 5. Lainnya : ... 3. Karayawan swasta

Status Perkawinan 1. Menikah 3. Duda/Janda 2. Tidak menikah

Sumber pendapatan 1.Sosial 3. Sendiri 5. Lainnya:... 2.Keluarga 4. Pensiunan

2 Konsumsi Pangan Tingkat kecukupan Energi dan Protein 1. Defisit tingkat berat <70%

2. Defisit tingkat sedang 70-79% 3. Defisit tingkat ringan 80-89% 4. Normal 90-119% 5. Lebih ≥120%

Tingkat kecukupan Vitamin dan Mineral 1. Kurang <77%

2. Cukup ≥77%

3 Aktivitas fisik 1. Ringan (1,40≤ PAL≤1,69) 2. Sedang (1,70≤PAL≤1,99) 3. Berat (2,00≤PAL≤2,39) 4 Status Gizi 1. Kurang (IMT <18,5 kg/m2)

2. Normal (18,5 kg/m2 < IMT 22,9 kg/m2) 3. Pre-obese (23 < IMT > 24,9 kg/m2) 4. Obese I (25 < IMT > 29,9 kg/m2) 5. Obese II (IMT > 30,0 kg/m2) 5 Status Kesehatan

Jenis Penyakit Dianalisis berdasarkan sebaran data Lama Sakit Dianalisis berdasarkan sebaran data Frekuensi Sakit Dianalisis berdasarkan sebaran data Tindakan Pengobatan 1. Puskesmas

2. Dokter 3. Obat warung 4. Obat tradisonal Skor Morbiditas 1. Rendah (0-20)

2. Sedang (21-40) 3. Tinggi (41-60) Status Kesehatan 1. Rendah (41-60)

(28)

Definisi Operasional

Contoh adalah lansia laki-laki dan perempuan yang berusia ≥60 tahun yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera.

Panti Werdha adalah pelayanan kesejahteraan bagi lanjut usia dengan memberikan tempat tinggal, pelayanan makanan dan pelayanan kesehatan.

Tingkat Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang pernah dijalani oleh contoh diukur dengan lamanya tahun pendidikan dan jenjang pendidikan.

Pekerjaan adalah jenis kegiatan yang menghasilkan uang/pendapatan yang pernah dilakukan oleh contoh sebelum masuk panti werdha.

Sumber Pendapatan adalah sumber biaya yang diperoleh contoh untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya baik sandang, pangan dan papan. Status Perkawinan adalah status pernikahan contoh saat ini yang dikategorikan

menjadi tidak menikah, menikah dan duda/janda.

Konsumsi Pangan adalah jenis makanan yang dikonsumsi oleh lansia yang berasal dari makanan yang disediakan oleh panti maupun makanan dari luar panti yang diperoleh dengan cara me-recall selama 2x24 jam.

Asupan Energi dan Zat Gizi adalah jumlah konsumsi makanan yang berasal dari makanan yang disediakan oleh panti maupun makanan dari luar panti. Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi adalah total asupan energi dan zat gizi

yang berasal dari makanan yang disediakan oleh panti maupun makanan dari luar panti dibagi dengan kebutuhan zat gizi dikali dengan 100%. Aktivitas Fisik adalah aktivitas sehari-hari lansia yang dilakukan selama 2x24

jam dan kebiasaan berolahraga.

Tingkat Aktivitas Fisik adalah nilai aktivitas fisik sebagai penjumlahan Physical Activity Rate (PAR) yang telah dikalikan dengan alokasi waktu tiap aktivitas dan dibagi dengan 24 jam kemudian hasilnya dikategorikan menjadi ringan (1,40≤ PAL≤1,69), sedang (1,70≤PAL≤1,99), dan berat (2,00≤PAL≤2,39). Status Gizi adalah keadaan gizi lansia yang ditentukan dengan pengukuran

(29)

Jenis Penyakit adalah macam-macam jenis penyakit yang diderita oleh contoh selama 6-12 bulan terakhir.

Lama Sakit adalah jumlah hari sakit yang dialami lansia selama 6-12 bulan terakhir setiap penyakit kambuh.

Frekuensi Sakit adalah jumlah pengulangan atau kekambuhan penyakit yang dialami contoh selama 6-12 bulan terakhir.

Skor Morbiditas adalah suatu nilai yang menunjukkan keparahan penyakit yang di hitung dari lamanya sakit dikalikan dengan frekuensi sakit selama 6-12 bulan terakhir.

Status Kesehatan adalah kondisi kesehatan lansia yang dilihat dari jenis penyakit, skor morbidiats dan tindakan pengobatannya selama 6-12 bulan terakhir.

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Panti Werda Salam Sejahtera Bogor

Panti Werda Salam Sejahtera Bogor didirikan pada tahun 1996. Pendirian Panti Werda tersebut berawal dari suatu pertemuan yang diberi nama “Ikatan Kekerabatan/Kekeluargaan Tio Chiu”. Pertemuan ini menghasilkan gagasan-gagasan salah satunya muncul gagasan-gagasan mulia dengan tujuan “Untuk mengadakan bentuk kegiatan yang lebih berarti, bukan untuk kalangan terbatas, tetapi untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas”. Gagasan tersebut yaitu membangun dan membentuk sebuah panti diberi nama “Panti Werda Salam Sejahtera” di bawah naungan “Yayasan Kasih Mulia Sejahtera”.

Lokasi Panti Werdha Salam Sejahtera Kota Bogor cukup strategis baik untuk hubungan dengan masyarakat lingkungan sekitarnya, pusat perbelanjaan dan Pemerintah Kota Bogor sehingga penghuni panti tidak merasa diasingkan dan dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi rasa ketentraman lahir bathin. Panti Werdha Salam Sejahtera Bogor terletak di Jalan Pajajaran Belakang Gedung Olympic, diapit oleh dua gedung pertokoan dan di belakangnya terdapat perumahan penduduk. Pembangunan Panti Salam Sejahtera di atas sebidang tanah seluas ± 3.600 m2, hibah dari Bapak Eddy Mulianto, seorang anggota Yayasan Kasih Mulia Sejahtera. Fasilitas yang disediakan oleh panti dapat dilihat pada Tabel 7.

Tenaga kerja yang ada di panti berjumlah 25 orang yang meliputi tenaga administrasi, pengurus harian, perawat, pengolah makanan dan tenaga keamanan. Jam kerja dimulai pukul 09.00-16.00 WIB, terkecuali bagi pengolah makanan dan keamanan. Adapun struktur organisasi harian di Panti Werda Salam Sejahtera Bogor dapat dilihat pada Gambar 2.

(31)
[image:31.612.106.513.130.543.2]

orang, menyerahkan foto terbaru dan bersedia membayar iuran sewa kamar per bulan.

Tabel 7 Fasilitas yang disediakan di panti

No Jenis Ruangan Jumlah Fungsi 1 Administrasi

a. Ruang Sekretariat 1 sebagai pusat informasi b. Ruang Rapat 1 sebagai tempat pertemuan 2 Ruang Kesehatan

a. Poliklinik 1 sebagai tempat perawatan kesehatan bagi lansia. 3 Ruang Hiburan

a. Ruang karaoke 1 salah satu sarana hiburan bagi lansia

b. Ruang perpustakaan 1 berfungsi sebagai tempat membaca bagi lansia

c. Serbaguna 1 sebagai tempat berkumpul d. Gazebo 1 sebagai tempat untuk berhandai

taulan dengan sesama penghuni panti.

4 Ruang Ibadah 2 sebagai tempat beribadah 5 Ruang Penyelenggaraan Makanan

a. Ruang Penyimpanan Bahan

1 sebagai tempat menyimpan bahan makanan kering.

b. Dapur 1 sebagai tempat pengolahan bahan makanan bagi lansia serta pegawai panti.

c. Ruang Makan 1 sebagai tempat makan bersama. Ruangan ini berkapasitas 150 orang 6 Ruang Beristirahat

a. Wisma A 26 sebagi tempat istirahat b. Wisma B 26

c. Wisma C 26 d. Wisma D 75

7 Ruang Binatu 1 sebagai tempat penyimpanan pakaian

(32)

susu bersama setiap hari Senin dan Kamis pada waktu selingan. Para penghuni panti diwajibkan makan di ruang makan yang telah disediakan.

Selain penyelenggaraan makan, Panti Werdha Salam Sejahtera juga menyediakan poliklinik. Para penghuni panti dapat memantau kesehatannya satu minggu sekali yaitu setiap hari Kamis. Di poliklinik terdapat dua orang dokter dan empat orang perawat yang jaga setiap harinya sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Para penghuni panti pun memiliki jadwal tertentu untuk melakukan fisioterapi.

[image:32.612.103.504.314.676.2]

Para penghuni panti memiliki kegiatan tertentu yang sudah diatur oleh pengelola panti. Kegiatan rutin yang dilakukan oleh penghuni panti yaitu senam pagi setiap hari jum’at yang dilakukan pada pukul 08.00-09.00 WIB. Kegiatan lainnya yaitu kegiatan rohani, latihan karaoke, gunting rambut, perayaan ulang tahun penghuni panti dan sebagainnya.

Gambar 2 Struktur Organisasi Panti Werda Salam Sejahtera Kota Bogor Ketua Pengurus

Wakil Ketua

Sekretaris Bendahara

Wakil Sektetaris Wakil Bendahara

Ketua Harian

Pelaksana Tata Usaha Bendahara

Pengolah Makanan

Bagian Kebersihan

Bagian Kebun

(33)

Karakteristik Contoh

[image:33.612.142.475.301.588.2]

Contoh dalam penelitian ini adalah lansia laki-laki dan perempuan yang berusia >60 tahun. Jumlah keseluruhan contoh adalah 32 orang lansia, terdiri dari 20 lansia berjenis kelamin perempuan dan 12 lansia berjenis kelamin laki-laki. Menurut WHO dalam Notoatmojo (2007), lansia dibedakan menjadi empat kelompok yaitu usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun. Sebagian besar contoh (68,8%) tergolong lanjut usia tua (old) dengan kisaran umur 75-90 tahun baik pada contoh laki-laki (66,7%) maupun perempuan (65%). Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh

Kategori

Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Umur (Tahun)

60-74 4 33,3 6 30,0 10 31,2 75-90 8 66,7 13 65,0 21 65,6 > 90 0 0 1 5,0 1 3,1

Total 12 100 20 100 32 100

Pendidikan

Tidak Sekolah 1 8,3 2 10,0 3 9,4 SD 10 83,3 12 60,0 22 68,8 SMP 1 8,3 6 30,0 7 21,9

Total 12 100 20 100 32 100

Pekerjaan

Tidak Bekerja 0 0 2 10,0 2 6,2 PNS 0 0 2 10,0 2 6,2 Karyawan Swasta 10 83,3 0 0 10 31,2 Wiraswasta 0 0 2 10,0 2 6,2 Lainnya 2 16,7 14 70,0 16 50,0

Total 12 100 20 100 32 100

Status Perkawinan

Tidak Menikah 1 8,3 2 10,0 3 9,4 Duda/Janda 11 91,7 18 90,0 29 90,6

Total 12 100 20 100 32 100

(34)

Berdasarkan jenis pekerjaan terdahulunya, sebagian besar contoh laki-laki (83,3%) memiliki pekerjaan sebagai karyawan swasta yaitu sebagai buruh pabrik, sedangkan sebagian besar contoh perempuan (70%) sebagai biarawati dan pengasuh anak yang dikategorikan sebagai pekerjaan lainnya. Hampir seluruh contoh (90%) status pernikahannya tergolong janda dan duda.

Sumber Pendapatan

Sumber pendapatan merupakan asal biaya yang digunakan oleh lansia untuk memenuhi kebutuhan dasar dan membiayai iuran sewa kamar per bulan. Sebagian besar sumber pendapatan contoh (96,9%) berasal dari keluarga baik dari anak, cucu, sepupu maupun keponakan. Hal ini seiring dengan yang menganjurkan contoh (81,3%) untuk masuk panti yaitu keluarga sehingga keluarga contoh bertanggungjawab dalam hal pembiayaan selama di panti. Hanya satu orang contoh sumber pendapatannya berasal dari perkumpulan keagamaan.

Karateristik Keluarga Contoh

Ada beberapa alasan sehingga para lansia ingin tinggal di panti di antaranya yaitu perubahan tipe keluarga, merasa tidak ingin merepotkan anggota keluarga lainnya dan perlunya bersosialisi dengan teman sebayanya (Widyastuti 2006). Sebaran contoh berdasarkan anjuran masuk panti dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan anjuran masuk panti

Yang menganjurkan masuk panti n %

Keluarga 26 81,3 Kemauan Sendiri 11 34,4

Lainnya 5 15,6

(35)

Sebelum tinggal di Panti Werdha Salam Sejahtera, terdapat dua contoh yang pernah tinggal di panti lain yaitu selama tiga bulan dan 10 tahun. Tidak adanya sanak keluarga dan merasa sungkan tinggal bersama anggota keluarga lainnya merupakan alasan utama contoh tinggal di panti lain.

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depsos 1997). Pada lansia yang tinggal di panti, keluarga merupakan keberadaan individu yang mengakui akan keadaan para lansia dan bersedia membiayai kehidupan lansia yang tinggal di panti.

[image:35.612.224.417.438.495.2]

Sebagian besar contoh (96,9%) masih memiliki sanak keluarga, pernah dikunjungi oleh keluarga dan selalu membawa bingkisan ketika berkunjung. Bingkisan yang selalu dibawa yaitu berupa buah-buahan seperti pisang, jeruk, apel, anggur dan mangga. Selain buah, bingkisan yang selalu dibawa pada saat berkunjung berupa snack seperti biskut, wafer dan crakers. Makanan besar berupa lauk pauk seperti ayam goreng, ikan goreng, abon dan sebagainya. Bingkisan lainnya yang dibawa diantara perlengkapan mandi seperti odol, sabun mandi, shampo, handuk dan sebagainya. Sebaran contoh berdasarkan jenis bingkisan yang dibawa dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan jenis bingkisan yang dibawa

Bingkisan yang dibawa n %

Makanan besar 2 6,3

Snack 9 28,1

Buah 23 71,9

Lainnya 3 9,4

Frekuensi Kunjungan

(36)

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi kunjungan

Frekuensi Kunjungan

Yang Berkunjung

Total Keluarga Lainnya

n % n % n %

1 minggu 1 3,7 0 0 1 3,1 2 minggu 5 18,5 2 40,0 7 21,9 1 bulan 21 77,8 1 20,0 22 68,7 > 1 bulan 0 0 2 40 2 6,3

Total 27 100 5 100 32 100

Konsumsi Pangan serta Asupan Energi dan Zat Gizi

Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Mengkonsumsi pangan tidak hanya penting bagi kesehatan, tetapi juga untuk kecerdasan dan kemampuan fisik tubuh. Pangan sebagai sumber zat gizi merupakan kebutuhan pokok yang harus dikonsumsi setiap hari. Namun kebutuhan pangan hanya diperlukan secukupnya, karena kelebihan atau kekurangan pangan akan berdampak terhadap kesehatan (Hardinsyah et al. 2002).

Penilaian konsumsi pangan pada contoh di Panti Sosial Tresna Werda Salam Sejahtera dilakukan dengan recall 2x24 jam. Perhitungan konsumsi dilakukan dengan menghitung konsumsi makanan yang disediakan oleh panti dan konsumsi makanan yang berasal di luar panti. Konsumsi makanan yang berasal dari panti sama bagi setiap penghuni panti. Frekuensi makan yang disediakan oleh panti sebanyak empat kali makan, yang terdiri dari tiga kali makan utama dan satu kali makan selingan.

Konsumsi Makanan di Dalam Panti

Makanan yang disediakan oleh panti merupakan sumber utama dari ketersediaan energi, protein, vitamin serta mineral. Adapun jenis makanan yang disajikan oleh panti meliputi makanan pokok (nasi putih, nasi goreng, nasi uduk), lauk hewani (telur, daging sapi, ayam, ikan), lauk nabati (tahu, tempe), sayur (bayam, wortel, caisin, labu siam), buah (pepaya, semangka) serta selingan (pisang goreng dan bolu kukus).

(37)

nasi putih karena nasi putih disediakan pada makan siang dan malam, sedangkan nasi goreng dan nasi uduk hanya disediakan pada makan pagi.

Jenis hidangan sumber protein hewani sangat bervariasi. Beberapa jenis hidangan sumber protein hewani yang disediakan oleh panti yaitu telur ceplok, semur daging, ayam goreng, telur dadar dan ikan goreng. Secara kuantitas, konsumsi pada contoh laki-laki (292,5 g) lebih tinggi dibandingkan perempuan (291 g). Jenis hidangan yang konsumsinya tinggi yaitu ayam goreng. Hampir separuh contoh (50%) menyukai menu ayam goreng. Hal ini ditunjang dengan daya terima contoh terhadap lauk hewani sangat baik yaitu sebesar 50% contoh menyukai lauk hewani (Andrini 2012).

Jenis hidangan sumber protein nabati yang sediakan di panti yaitu tahu dan tempe. Ada beberapa jenis hidangan yang disediakan di panti di antaranya tahu goreng, tempe bacem, tempe goreng dan semur tahu. Konsumsi hidangan sumber protein nabati pada contoh perempuan (200 g) lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki (187 g). Jenis hidangan yang paling banyak disukai yaitu tahu goreng.

Buah dan sayur merupakan sumber vitamin dan mineral. Buah-buahan yang disediakan oleh panti, di antaranya buah pepaya dan semangka. Buah yang paling disukai oleh contoh yaitu buah semangka. Secara kuantitas, konsumsi buah pada contoh laki-laki (184 g) lebih tinggi dibandikan perempuan (170 g). Jenis hidangan sayuran yang disediakan oleh panti di antaranya yaitu tumis labu siam, sayur caisin, bayur bayam jagung dan sayur sop. Konsumsi hidangan sayuran pada contoh laki-laki (363 g) lebih tinggi dibandingkan perempuan (338 g). Hidangan sayuran paling banyak disukai yaitu sayur bayam jagung. Jumlah dan jenis pangan yang dominan dikonsumsi contoh dapat dilihat pada Tabel 12.

(38)
[image:38.612.169.464.98.476.2]

Tabel 12 Jumlah dan jenis pangan yang dominan dikonsumsi contoh

Jenis Hidangan Jumlah yang dikonsumsi (g/org/hr) Laki-laki Perempuan

Makanan Pokok

Nasi Goreng 130 130

Nasi Putih 279 281

Nasi Uduk 125 135

Total 534 546

Lauk Hewani

Telur Ceplok 55 60

Semur daging 40 40

Telur Dadar 60 57

Ayam 80 80

Ikan goreng 57,5 54

Total 292,5 291

Lauk Nabati

Tahu Goreng 66 66

Tempe Goreng 48 46

Tempe Bacem 30 40

Semur Tahu 43 48

Total 187 200

Sayur

Tumis Labu 96 80

Sayur caisin 79 73

Sayur bayam 92 95

Sup sayuran 96 90

Total 363 338

Buah

Pepaya 86 77

Semangka 98 93

Total 184 170

Lainnya

Pisang Goreng 50 50

Bolu Kukus 50 50

Total 100 100

Rata-rata kandungan energi yang tersedia sebesar 1657 kkal, protein 65,7 g. Ketersediaan vitamin A sebesar 723,3±10,5 RE dan vitamin C 86,0±82,6 mg. Adapun ketersediaan Ca sebesar 233,0±43,3 mg dan Fe 9,1±0,6 mg. Secara keseluruhan, ketersediaan makanan yang disediakan oleh panti masih tergolong kurang jika dibandingkan dengan ketersediaan yang seharusnya (Andrini 2012). Menurut Moehyi (1992) ketersediaan makanan penyelenggaraan makanan institusi biasa dilakukan dengan memperkirakan penambahan sebanyak 10% dari ketersediaan yang sebelumnya sudah direncanakan. Rata-rata ketersediaan energi dan zat gizi makanan dapat dilihat pada Tabel 13.

Konsumsi Makanan di Luar Panti

(39)
[image:39.612.167.467.223.313.2]

makanan yang biasa dikonsumsi berupa snack manis, snack asin, buah dan minuman. Snack manis yang biasa dikonsumsi yaitu biskuit, bubur kacang ijo, bubur sumsum, kue bolu kukus, kue lapis, kue apem, kue nagasari, kue pancong, pisang molen, roti dan ubi goreng. Snack asin yang biasa dikonsumsi yaitu bubur havermuth, lemper, lontong, pastel, risoles dan bihun goreng. Buah-buahan yang biasa dikonsumsi yaitu buah apel, jeruk dan pisang ambon. Sedangkan minuman yang biasa dikonsumsi yaitu susu segar dan teh manis.

Tabel 13 Rata-rata ketersediaan makanan yang disediakan

Energi dan Zat Gizi Ketersediaan Aktual Ideal Energi (kkal) 1657 ± 30 1823 ± 33 Protein (g) 65,7 ± 9,3 72,3 ± 10,2 Vitamin A (RE) 723,3 ± 10,5 795,6 ± 31,6 Vitamin C (mg) 86,0 ± 82,6 94,6 ± 90,9 Kalsium (mg) 233,0 ± 43,3 256,3 ± 47,6 Zat besi (mg) 9,1 ± 0,6 10,0 ± 0,7 Sumber: Andrini (2012)

Asupan energi dan zat gizi

Asupan energi dan zat gizi berasal dari hasil penjumlahan rata-rata konsumsi makanan yang disediakan oleh panti (makanan dalam) serta makanan dari luar panti (makanan luar). Asupan sehari energi, protein, vitamin A, C, Ca dan Fe secara berturut-turut sebesar 1646 kkal, 63,2 g, 685,7 RE, 75,7 mg, 252,7 mg dan 8,2 mg. Asupan energi yang berasal dari makanan di dalam panti (1509±68 kkal/hari) lebih besar dibandingkan dengan makanan yang berasal dari luar panti (137±62 kkal/hari). Secara keseluruhan, >80% asupan energi dan zat gizi contoh berasal dari panti. Namun, persentase tertinggi asupan makanan dari luar panti hanya berasal dari sumber Ca sebesar 19,7%. Asupan energi dan zat gizi lain pada contoh dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Asupan sehari energi dan zat gizi contoh di panti

Kandungan Makanan Dalam Makanan Luar Total Jumlah % Jumlah %

[image:39.612.177.458.554.672.2]
(40)

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi seseorang atau kelompok orang dapat diketahui dengan cara membandingkan kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang dengan kebutuhannya. Kebutuhan zat gizi perorangan selalu didasarkan pada patokan berat badan masing-masing kelompok umur, jenis kelamin dan aktivitas fisik (Hardinsyah dan Briawan 1994). Asupan, kebutuhan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada contoh dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Asupan, kebutuhan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada contoh

Energi dan Zat Gizi

Laki-laki Perempuan Total

Asp Keb Tk

Kec Asp Keb

Tk

Kec Asp Keb

Tk Kec Energi (kkal)

Rata-rata 1620 2227 73,3 1659 1826 91,2 1644 1976 84,5 Stdev 53 195 7,1 87 121 7,2 78 248 11,3 Minimal 1537 1760 65,4 1503 1529 78,3 1503 1529 65,4 Maksimal 1724 2474 89,9 1779 2061 105,2 1779 2474 105,2

Protein (g)

Rata-rata 62,3 49,5 128,0 63,6 37,3 169,6 63,1 42,3 154 Stdev 2,6 6,1 20,6 3,0 4,3 20,1 2,9 7,5 28,6 Minimal 56,2 33,6 104,6 58,4 31,5 129,7 56,2 32,0 104,6 Maksimal 65,3 57,1 185,7 68,1 47,2 204,5 68,1 57,1 204,5

Vitamin A (RE)

Rata-rata 702,8 600 117,1 675,1 500 135 685,5 537,5 128,3 Stdev 47,6 0 7,9 64,7 0 12,9 59,6 49,2 14,2 Minimal 598,8 600 99,8 535,0 500 107,0 535,0 500,0 99,8 Maksimal 759,5 600 126,6 751,4 500 150,3 759,5 600,0 150,3

Vitamin C (mg)

Rata-rata 78,5 90 87,2 74,1 75 98,8 75,8 80,6 94,5 Stdev 14,0 0 15,5 10,9 0 14,5 12,1 7,4 15,7 Minimal 55,0 90 61,1 53,9 75 71,8 53,9 75,0 61,1 Maksimal 104,9 90 116,6 99,9 75 133,2 104,9 90,0 133,2

Ca (mg)

Rata-rata 243,8 800 30,5 256,9 800 32,1 252,0 800,0 31,5 Stdev 28,9 0 3,6 40,6 0 5,1 36,7 0 4,6 Minimal 206,1 800 25,8 193,7 800 24,2 193,7 800,0 24,2 Maksimal 279,5 800 34,9 335,5 800 41,9 335,5 800,0 41,9

Fe(mg)

Rata-rata 8,1 13 62,3 8,3 12 69,1 8,2 12,4 66,5 Stdev 0,5 0 4,2 0,6 0 4,8 0,6 0,5 5,6 Minimal 8,8 13 53,1 7,1 12 59,2 6,9 12,0 53,1 Maksimal 6,9 13 67,3 9,4 12 77,9 9,4 13,0 77,9

[image:40.612.110.510.249.646.2]
(41)

energi contoh yang tinggal di panti masih rendah dibandingkan dengan kebutuhan yang seharusnya dipenuhi oleh contoh. Hal ini disebabkan karena sudah berkurangnya nafsu makan akibat menurunnya indera pencicip. Rata-rata tingkat kecukupan energi pada contoh laki-laki (73,3%) tergolong defisit dan pada perempuan (91,2%) tergolong normal.

Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Pangan sumber energi yang paling banyak dikonsumsi yaitu nasi goreng, kue bolu kukus dan bihun goreng.

Secara keseluruhan asupan protein pada contoh perempuan (63,6±3,0 g/hari) lebih tinggi dibandingkan laki-laki (62,3±2,6 g/hari). Asupan protein contoh berkisar 56,2-68,1 g/hari dengan rata-rata 63,1±2,9 g/hari. Asupan tersebut sudah memenuhi rata-rata kebutuhan yang dianjurkan pada laki-laki sebesar 49,5 g/hari dan perempuan sebesar 37,3 g/hari. Rata-rata tingkat kecukupan protein pada contoh perempuan (169,9%) lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki (128%). Namun tingkat kecukupan protein (154%) kedua contoh tergolong berlebih. Protein adalah suatu zat gizi yang berperan sebagai penghasil energi, pembentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada (Almatsier 2004). Pangan yang dikonsumsi dan kaya akan protein yaitu ayam goreng.

(42)

Rata-rata asupan vitamin C sebesar 75,8±12,1 mg/hari. Rata-rata asupan vitamin C contoh laki-laki (78,5±14,0 mg/hari) lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan (74,1±10,9 mg/hari). Asupan vitamin C pada contoh sudah sesuai dengan yang dianjurkan, laki-laki sebesar 90 mg/hari dan perempuan sebesar 75 mg/hari. Rata-rata tingkat kecukupan vitamin C pada contoh perempuan (98,8%) lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki (87,2%), sehingga tingkat kecukupan vitamin C (94,5%) kedua contoh tergolong cukup. Hal ini diduga karena jumlah konsumsi buah-buahan yang mengandung vitamin C sudah cukup baik. Sumber vitamin C yang banyak dikonsumsi yaitu buah pepaya dan jeruk.

Asupan Ca pada contoh berkisar 193,7-335,5 mg/hari dengan rata-rata 252,0±36,7 mg/hari. Asupan Ca pada contoh masih sangat kurang dari kebutuhan dianjurkan sebesar 800 mg/hari. Asupan Ca pada contoh perempuan (256,9±40,6 mg/hari) lebih tinggi dibandingkan laki-laki (243,8±28,9 mg/hari). Tingkat kecukupan Ca pada contoh perempuan (32,1%) lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki (30,5%), sehingga tingkat kecukupan Ca (31,5%) kedua contoh tergolong kurang. Hal ini diduga karena rendahnya konsumsi pangan sumber Ca yang dikonsumsi oleh contoh. Salah satu sumber Ca terbesar berasal dari susu. Contoh yang tinggal di panti dalam kesehariannya sangat jarang mengkonsumsi susu. Mereka biasa mengkonsumsi susu setiap hari senin dan kamis sore, karena pada hari tersebut merupakan jadwal minum susu bersama. Pada saat pengambilan data recall tidak bertepatan dengan jadwal minum susu bersama sehingga tingkat kecukupan pangan sumber Ca contoh tergolong kurang.

Rata-rata kisaran asupan Fe pada contoh sebesar 6,9-9,4 mg/hari dengan rata-rata 8,2±0,6 mg/hari. Asupan Fe pada kedua contoh tidak jauh berbeda, pada contoh laki-laki sebesar 8,1±0,5 mg/hari dan perempuan sebesar 8,3±0,6 mg/hari. Asupan Fe pada contoh masih rendah dengan kebutuhan yang dianjurkan sebesar 13 mg/hari sehingga tingkat kecukupan Fe pada kedua contoh tergolong kurang. Tingkat kecukupan Fe pada contoh laki-laki sebesar 62,3% dan perempuan sebesar 69,1%. Hal ini diduga karena jumlah konsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi masih rendah sehingga asupan zat besi contoh rendah.

(43)

karena makanan yang disediakan sebagian besar berasal dari panti sehingga jenis dan jumlah makanan yang didapat contoh sama baik pada contoh laki-laki maupun perempuan.

Beberapa penelitian menunjukkan mengenai k

Gambar

Tabel 7 Fasilitas yang disediakan di panti
Gambar 2 Struktur Organisasi Panti Werda Salam Sejahtera Kota Bogor
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan jenis bingkisan yang dibawa
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil dari penelitian Hartanto adalah dengan adanya sistem informasi pengolahan nilai raport berbasis web maka keseluruhan proses manual dalam melakukan input data dan nilai dapat

Carilah pertanyaan lain yang dapat dijawab dengan benar (lebih baik satu jawaban benar dari pada banyak menjawab tapi salah)... Walaupun peserta A mampu menjawab lebih

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmatNyalah maka penulis dapat menyelesaikan dan menyusun Skripsi dengan judul :

Konsep tentang Locus of Control yang digunakan Rotter (1966) memiliki empat konsep dasar, yaitu a) Potensi perilaku yaitu setiap kemungkinan yang secara relatif

Seluruh variabel eksogen yang dimasukkan kedalam persamaan konsumsi minyak biji bunga matahari Mesir mampu menerangkan keragaman konsumsi sebesar 30% dan seluruh

Pengaruh Jarak Tanam Inang Sekunder Kayu Putih (Melaleuca leucadendron Linn.) terhadap Pertumbuhan Semai Cendana (Santalum album Linn.) Sampai Umur 4,5 Bulan di Petak

Software ini sangat mudah digunakan, karena tidak menggunakan bahasa pemrograman, hanya dengan mendrag and drop icon-icon yang tersedia pada pustaka icon program ke dalam lembaran