• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsumsi pangan dan aktivitas fisik pada siswa/i SMAN 3 Bogor dengan status gizi normal dan lebih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsumsi pangan dan aktivitas fisik pada siswa/i SMAN 3 Bogor dengan status gizi normal dan lebih"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

KONSUMSI PANGAN DAN AKTIVITAS FISIK PADA SISWA/I

SMAN 3 BOGOR DENGAN STATUS GIZI NORMAL DAN LEBIH

ADE AYU RAHMAWATI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

ABSTRACT

ADE AYU RAHMAWATI. Food consumption and physical activity among students of SMAN 3 Bogor with normal nutritional status and overweight/obese.

Supervised by LILIK KUSTIYAH.

The objective of this study was to analyze food consumption and physical activity among student of SMAN 3 Bogor with normal nutritional status and overweight/obese. The study using cross-sectional design. Samples of this study were eighty six students of tenth and eleventh grade were chosen purposively. There were two groups of samples, i.e. normal nutritional status and overweight/obese, each group consist of 43 students. Data were collected using questionnaire and direct measurement. The results showed that physical activities of normal nutritional status were higher significantly than overweight/obese. There were negative correlation between the amount of vegetables consumption (p<0.05; 0.213) and physical activities(p<0.05; r=-0.213), and nutritional status. These indicated that the higher amount of vegetables consumption and the more of physical activities tend to have normal nutritional status. That was positive correlation between genetic factor and nutritional status (IMT/U) (p<0.05; r=0.220). Based on linear regression analysis showed that factors affected nutritional status were physical activity and genetic (R2 = 0.069).

(3)

RINGKASAN

ADE AYU RAHMAWATI. Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik pada Siswa/i SMAN 3 Bogor dengan Status Gizi Normal dan Lebih. Dibimbing oleh LILIK KUSTIYAH.

Era globalisasi telah merubah kebiasaan konsumsi pangan remaja. Kebiasaan konsumsi pangan yang baru cenderung mengonsumsi makanan dan minuman yang tinggi kalori dan rendah serat seperti fast food dan minuman ringan. Hal tersebut yang dapat menyebabkan kejadian gizi lebih pada remaja. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan dan aktivitas fisik pada siswa/i SMAN 3 Bogor dengan status gizi normal dan lebih. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah untuk (1) mengkaji karakteristik contoh dan sosial ekonomi keluarga contoh; (2) mengkaji konsumsi dan aktivitas fisik contoh; (3) menganalisis hubungan antara karakteristik contoh dan sosial ekonomi keluarga dengan konsumsi contoh; konsumsi dengan status gizi contoh; aktivitas fisik dengan status gizi contoh; dan faktor gen dengan status gizi contoh; (4) menganalisis perbedaan konsumsi dan aktivitas fisik antara contoh dengan status gizi normal dan lebih; (5) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi contoh.

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di SMAN 3 Bogor pada bulan Agustus-November 2012. Contoh dalam penelitian ini berjumlah 86 orang yang merupakan siswa/i kelas X dan XI RSBI SMAN 3 Bogor. Contoh dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok contoh dengan status gizi normal dan kelompok contoh dengan status gizi lebih dengan masing-masing berjumlah 43 orang pada setiap kelompok. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik contoh, karakteristik orang tua, konsumsi fast food dan minuman ringan, konsumsi, kegiatan ekstrakulikuler dan olahraga, dan aktivitas fisik. Adapun data sekunder meliputi keadaan umum dan jumlah siswa/i SMAN 3 Bogor berasal dari administrasi sekolah.

Rata-rata usia contoh secara keseluruhan adalah (15,6±0,65) tahun. Sebanyak 48,8% contoh dengan status gizi normal dan 46,5% contoh dengan status gizi lebih berusia 16 tahun. Sebagian besar kelompok contoh dengan status gizi normal (62,8%) maupun status gizi lebih (55,8%) berjenis kelamin perempuan. Sebagian besar contoh dengan status gizi normal (86,0%) dan status gizi lebih (74,4%) memiliki uang saku antara Rp 15.001-30.000. Kisaran berat badan contoh dengan status gizi normal adalah 42,2-68,2 kg dengan rata-rata 53,7±5,97 kg. Contoh dengan status gizi lebih memiliki kisaran berat badan antara 49,8-99 kg dengan rata-rata 74,8±12,92 kg. Tinggi badan contoh dengan status gizi normal berkisar antara 147,4-177,6 cm dengan rata-rata 161,4±7,74 cm. Contoh dengan status gizi lebih memiliki tinggi badan yang berkisar antara 144-180,5 cm dengan rata-rata 161,9±8,05 cm.

Sebanyak 75,6% ayah dan 68,6% ibu contoh menempuh pendidikan hingga perguran tinggi. Secara umum pekerjaan ayah contoh adalah sebagai pegawai swasta (46,5%). Sebagian besar (46,5%) pekerjaan ibu contoh secara umum adalah sebagai ibu rumah tangga. Sebagian besar keluarga contoh (55,8%) secara keseluruhan termasuk keluarga kecil dengan rata-rata jumlah anggota keluarga 4,6±1,16 orang. Secara keseluruhan pendapatan keluraga contoh sebagian besar (46,5%) sebanyak ≥ Rp 6.000.000.

(4)

banyak mengonsumsi nasi, ayam, tahu, dan tempe goreng daripada contoh dengan status gizi normal. Sebanyak 32,6% contoh dengan status gizi normal dan 55,8% contoh dengan status gizi lebih tergolong defisit energi tingkat berat. Rata-rata asupan energi pada contoh dengan status gizi normal lebih besar (1750±397 kkal) daripada contoh dengan status gizi lebih (1680±467 kkal). Tingkat kecukupan protein sebagian besar contoh dengan status gizi normal (41,9%) dan contoh dengan status gizi lebih (48,8%) tergolong defisit tingkat berat. Rata-rata asupan protein contoh dengan status gizi normal lebih besar (46,1±13,94 g) daripada contoh dengan status gizi lebih (43,2±15,72 g). Sebanyak 46,5% dan 55,8% contoh dengan status gizi normal dan lebih memiliki tingkat kecukupan lemak yang tergolong defisit tingkat berat. Asupan lemak rata-rata contoh dengan status gizi normal lebih besar (43,8±13,60) daripada contoh dengan status gizi lebih (40,9±13,29 g). Seluruh contoh (100%) dari kedua kelompok status gizi tergolong kurang mengonsumsi serat. Adapun rata-rata asupan serat contoh dengan status gizi normal lebih besar (6,9±2,89 g) dibandingkan contoh berstatus gizi lebih (6,18±2,87 g). Secara umum jenis sayuran yang sering dikonsumsi oleh contoh adalah kangkung. Kelompok contoh berstatus gizi normal (86,0%) dan gizi lebih (97,7%) sebagian besar kurang mengonsumsi sayur (<300 g/hari). Jenis buah yang banyak dikonsumsi contoh secara keseluruhan adalah jeruk. Lebih dari separuh contoh dengan status gizi normal (62,8%) dan status gizi lebih (74,4%) kurang mengonsumsi buah dalam jumlah (<200 g/hari). Jenis fast food dan minuman ringan yang disukai contoh adalah fried chicken dan minuman teh manis dalam kemasan. Frekuensi konsumsi fast food dan minuman ringan pada sebagian besar contoh masing-masing 1−2 kali/minggu dan 1 kali/hari.

Sebagian besar aktivitas fisik contoh kelompok status gizi normal (62,8%) dan status gizi lebih (53,5%) termasuk dalam kategori rendah. Secara umum, sebagian besar contoh (62,8%) baik dengan status gizi normal maupun gizi lebih tidak memiliki kebiasaan olahraga setiap minggu. Mayoritas contoh (77,9%) memiliki kebiasaan olahraga <90 menit/minggu. Kegiatan ekstrakulikuler yang diikuti contoh berstatus gizi normal sebagian besar termasuk kegiatan non olahraga sedangkan pada contoh berstatus gizi lebih adalah kegiatan olahraga.

Perbedaan signifikan (p<0,05) terlihat pada aktivitas fisik dan kegiatan ekstrakulikuler antara contoh berstatus gizi normal dan gizi lebih. Terdapat hubungan positif signifikan (p<0,05; r=0,224) antara jenis kelamin dengan jumlah konsumsi sayur. Selain itu, terdapat pula hubungan yang negatif signifikan (p<0,05, r=-0,260) antara pendidikan ayah dengan jumlah konsumsi sayur. Hasil uji korelasi juga menunjukkan terdapat hubungan yang negatif signifikan (p<0,05; r=-0,213) antara konsumsi sayur dengan status gizi dan aktivitas fisik dengan status gizi. Berdasarkan hasil uji korelasi juga dapat diketahui bahwa terdapat hubungan positif signifikan (p <0,05; r=0,220) antara faktor gen dengan status gizi. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi contoh adalah aktivitas fisik dan faktor gen.

(5)

KONSUMSI PANGAN DAN AKTIVITAS FISIK PADA SISWA/I

SMAN 3 BOGOR DENGAN STATUS GIZI NORMAL DAN LEBIH

ADE AYU RAHMAWATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)

Judul : Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik pada Siswa/i SMAN 3 Bogor dengan Status Gizi Normal dan Lebih

Nama : Ade Ayu Rahmawati

NIM : I14080115

Menyetujui:

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si NIP. 19620507 198703 2 001

Mengetahui: Ketua

Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. NIP. 19621218 198703 1 001

(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Konsumsi pangan dan aktivitas fisik pada siswa/i SMAN 3 Bogor dengan status gizi normal dan lebih” Dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang senantiasa membimbing, memberikan saran, serta motivasi dalam penyusunan skripsi ini serta selama kegiatan perkuliahan berlangsung. 2. Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc sebagai dosen pemandu seminar dan

penguji yang telah memberikan masukan dan saran untuk perbaikan skripsi. 3. Seluruh civitas SMAN 3 Bogor atas kerjasama, bimbingan, dan bantuannya. 4. Kedua orang tua Bapak Maswar Dradjat dan Ibu Tati Februati, kakak M. Arief

RH, serta saudara-saudara Ranti, Yayah, dan Ryan atas kasih sayang, doa, dukungan baik moril maupun materi, serta bantuannya kepada penulis.

5. Sahabat-sahabat dan orang tersayang Didik Toro Basan, Nilam Betarina, Diana Mardhiah, Junaida Astina, Ratna, Lina, Aprilia, Febynia, Gita Arifiyanti, Nazhif, Dewanti Putri, Rohadi, Fauziah Ajeng, Febynia, Nevita, Tanty Kasih atas pengalaman, kebersamaan, keceriaan, dan dukungan selama ini.

6. Teman-teman GM 45 Agus, Angga, Debby, Desi, Desti, Dyan F, Dheanni, Gian, Ika, Ksatriadi, Melly, Leli, Leman, Puspita, Tagor, Umbara, dan Wulan, terima kasih atas bantuan dan dukungannya.

7. Teman-teman satu bimbingan Fani, Tika, Saumi, dan Ka Ifna.

8. Seluruh pihak yang turut membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun diharapakan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Penulis juga berharap skripsi ini dapat berguna bagi pembaca.

Bogor, Maret 2013

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 13 Maret 1991. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Maswar Dradjat dan Ibu Tati Februati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 14 Cawang pada tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 150 Jakarta dan lulus pada tahun 2005. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 14 Jakarta dan lulus pada tahun 2008.

Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) untuk Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ekologi Manusia. Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor penulis aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) periode 2009-2011 sebagai anggota divisi keprofesian. Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Gizi dalam Daur Kehidupan (GDDK) pada tahun 2012.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ...xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Kegunaan ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA... 4

Konsumsi Pangan ... 4

Aktivitas Fisik ... 5

Status Gizi ... 7

Remaja... 10

Karakteristik Keluarga ... 15

KERANGKA PEMIKIRAN ... 17

METODE ... 19

Desain, Tempat, dan Waktu ... 19

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ... 19

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 20

Pengolahan dan Analisis Data ... 22

Definisi Operasional ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

Status Gizi ... 28

Karakteristik Contoh ... 28

Karakteristik Keluarga ... 30

Konsumsi Pangan ... 34

Aktivitas Fisik ... 42

Hubungan antar Variabel ... 44

Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Status Gizi ... 48

KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

Kesimpulan ... 50

(10)

DAFTAR PUSTAKA ... 52

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Ambang batas IMT/U untuk remaja ... 7

2 Ambang batas maksimum lingkar pinggang (cm) berdasarkan usia dan jenis kelamin ... 8

3 Angka kebutuhan energi untuk remaja ... 14

4 Angka kecukupan protein untuk remaja ... 15

5 Variabel dan indikator penelitian ... 21

6 Pengkategorian variabel penelitian ... 22

7 Kategori berdasarkan nilai PAR ... 24

8 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL ... 24

9 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi ... 26

10 Sebaran contoh berdasarkan status gizi dan lingkar pinggang... 28

11 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik dan status gizi ... 29

12 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dan status gizi ... 31

13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi, zat gizi, dan serat serta status gizi ... 35

14 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi sayur dan status gizi ... 37

15 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi buah dan status gizi ... 39

16 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi fast food dan status gizi ... 40

17 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi minuman ringan dan status gizi ... 41

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Hubungan antara karakterisitik contoh dan keluarga dengan konsumsi

sayur dan buah ... 57

2 Hubungan antara karakterisitik contoh dan keluarga dengan konsumsi minuman ringan dan fast food ... 57

3 Hubungan antara konsumsi dengan status gizi ... 57

4 Hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi ... 57

5 Hubungan antara faktor gen dengan status gizi ... 57

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Permasalahan pangan dan gizi mengalami perkembangan yang sangat cepat dan komplek. Era globalisasi mendorong perubahan pola konsumsi pangan masyarakat yang memerlukan perhatian akan dampaknya terhadap kesehatan. Disamping itu, terdapat permasalahan kekurangan gizi dalam bentuk gizi kurang dan gizi buruk serta masalah gizi lebih (WNPG 2008). Selain masalah gizi kurang, Indonesia juga menghadapi permasalahan gizi lebih yang perlu menjadi perhatian.

Gizi lebih antara lain dapat disebabkan oleh kelebihan konsumsi, aktivitas fisik yang rendah, dan faktor gen. Kelebihan energi yang dikonsumsi disimpan di jaringan dalam bentuk lemak. Jika hal ini berlangsung dalam waktu yang lama akan menyebabkan seseorang mengalami gizi lebih. Gizi lebih merupakan salah satu faktor resiko dalam terjadinya penyakit degeneratif, seperti hipertensi atau tekanan darah tinggi, diabetes, dan jantung koroner (Almatsier 2002).

Kelebihan konsumsi bukanlah penyebab tunggal masalah gizi lebih. Menurut Almatsier (2002) kurangnya aktivitas fisik dapat menjadi salah satu penyebab seseorang mengalami gizi lebih. Hasil penelitian Nicklas dan Johnson (2004) menyatakan bahwa aktivitas fisik yang kurang dan konsumsi pangan yang padat kalori dapat menjadi salah satu penyebab seseorang mengalami gizi lebih. Selain itu, faktor gen juga dapat menjadi salah satu penyebab gizi lebih pada seseorang. Beberapa penelitian terbaru telah menyatakan bahwa faktor gen dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan seseorang mengalami gizi lebih. Menurut penelitian Pramudita (2011) terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat kegemukan pada ayah terhadap status gizi anak.

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa. Era globalisasi ternyata turut mempengaruhi kebiasaan konsumsi pada remaja. Remaja cenderung mudah terpengaruh oleh media dan teman sebaya, tidak terkecuali dalam hal mengonsumsi makanan. Kebiasaan mengonsumsi fast food yang rendah serat dan minuman ringan lebih disukai karena dianggap lebih bergengsi dan mudah didapat. Kebiasaan makan yang diperoleh semasa remaja akan berdampak pada kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya, yaitu setelah dewasa dan berusia lanjut (Arisman 2004).

(14)

keluaran energi yang mengakibatkan pertambahan berat badan. Hal ini dapat terlihat dari kebiasaan remaja yang tidak setiap hari mengonsumsi buah dan sayur sebagai salah satu sumber serat. Penelitian Haerens et al. (2004) menyatakan konsumsi serat yang rendah dapat menyebabkan kejadian gizi lebih. Gizi lebih yang muncul pada usia remaja cenderung berlanjut hingga dewasa (Arisman 2004).

Selain kurangnya konsumsi serat, tingginya konsumsi fast food dan minuman di kalangan remaja juga dapat menjadi penyebab gizi lebih pada remaja. Bowman dan Vinyard (2004) menyatakan orang yang mengonsumsi fast food yang biasanya disertai dengan minuman ringan lebih sering memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) yang lebih tinggi. Ditambahkan dalam Malik et al. (2006) yang menyebutkan konsumsi minuman dengan pemanis, seperti minuman ringan memberikan sedikit zat gizi dan dapat meningkatkan berat badan.

Di Indonesia masalah gizi lebih pada remaja belum menjadi perhatian utama. Meskipun angka kejadiannya masih sedikit, namun memungkinkan untuk terjadi peningkatan setiap tahunnya akibat pola hidup yang tidak sehat. Berdasarkan hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2010, prevalensi gizi lebih pada remaja di Jawa Barat sebanyak 2,5% termasuk yang memiliki angka prevalensi gizi lebih terbesar ke-7 di Indonesia (Depkes 2011).

(15)

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsumsi pangan dan aktivitas fisik pada siswa/i SMAN 3 Bogor dengan status gizi normal dan lebih.

Tujuan Khusus

1. Mengkaji karakteristik contoh dan sosial ekonomi keluarga contoh. 2. Mengkaji konsumsi dan aktivitas fisik contoh.

3. Menganalisis hubungan antara karakteristik contoh dan sosial ekonomi keluarga dengan konsumsi contoh; konsumsi dengan status gizi contoh; aktivitas fisik dengan status gizi contoh; dan riwayat kegemukan (gen) dengan status gizi contoh.

4. Menganalisis perbedaan konsumsi pangan dan aktivitas fisik antara contoh dengan status gizi normal dan lebih.

5. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi contoh. Kegunaan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai konsumsi sayur, buah dan minuman ringan siswa/i SMAN 3 Bogor. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi siswa/i SMAN 3 Bogor agar dapat menjadi bahan pertimbangan pihak sekolah dan siswa/i SMAN 3 Bogor dalam menjaga status gizi.

Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara konsumsi pangan dengan status gizi contoh. 2. Terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi contoh.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Konsumsi Pangan

Menurut Hardinsyah et al (2002) konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumi oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Konsumsi pangan erat kaitannya dengan masalah gizi dan kesehatan. Manusia perlu mengonsumsi makanan dan minuman dalam jumlah yang cukup serta teratur setiap harinya untuk dapat hidup sehat, cerdas, dan kemampuan fisik tubuh.

Konsumsi pangan seseorang atau sekelompok orang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Harper et al. (1985) ada empat faktor utama yang mempengaruhi konsumsi pangan sehari-hari, yaitu:

1. Produksi pangan

2. Pengeluaran uang untuk pangan 3. Pengetahuan gizi, dan

4. Tersedianya pangan di suatu daerah.

Konsumsi pangan seseorang harus dalam jumlah yang cukup. Jika seseorang mengonsumsi dalam jumlah berlebih dalam waktu lama akan mengakibatkan gizi lebih yang dapat menjadi pemicu berbagai penyakit degeneratif (Beck 2000).

Penilaian konsumsi pangan

Penilaian konsumsi pangan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok. Penilaian konsumsi pangan secara umum bertujuan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh pada konsumsi makanan tersebut (Supariasa et al. 2001).

Supariasa et al. (2001) menjelaskan bahwa penilaian konsumsi pangan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Salah satu contoh metode kuantitatif adalah metode food recall. Sedangkan salah satu contoh metode kualitatif penilaian konsumsi pangan adalah metode frekuensi makanan (food frequency).

(17)

memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode frekuensi makanan adalah relatif murah dan sederhana, dapat dilakukan sendiri oleh responden, tidak membutuhkan latihan khusus, dapat membantu menjelaskan hubungan antara penyakit dan kebiasaan makan. Sedangkan kekurangan metode frekuensi makanan adalah tidak dapat digunakan untuk menghitung intake zat gizi sehari, sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data, cukup menjemukan bagi pewawancara, perlu membuat percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner, responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi.

Metode food recall. Penilaian konsumsi pangan individu dapat dilakukan dengan berbagai metode salah satunya adalah food recall. Metode food recall

dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada masa yang lalu (Supariasa et al. 2001). Menurut Gibson (2005) metode food recall dapat dilakukan pada anak usia ≥ 8 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa data recall minimal dua kali 24 jam, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi yang optimal dalam memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu. Penentuan jumlah hari recall sangat ditentukan oleh keragaman jenis konsumsi antar waktu atau tipe responden dalam memperoleh pangan (Suhardjo et al 1988).

Metode food recall memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Menurut Supariasa et al. (2001) Kelebihan metode food recall 24 jam adalah mudah melaksanakannya, murah, cepat, dapat digunakan untuk responden yang buta huruf dan dapat memberikan gambaran nyata mengenai apa yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari. Sementara itu, kekurangan metode food recall 24 jam yaitu tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden, dan kemungkinan terjadi flat slope syndrome, yaitu jumlah konsumsi yang dilaporkan tidak sesuai dengan kenyataan.

Aktivitas Fisik

(18)

Kegiatan fisik dan olahraga yang tidak seimbang dengan energi yang dikonsumsi dapat mengakibatkan berat badan tidak ideal. Berat badan ideal menunjukkan status gizi yang normal. Untuk mempertahankan berat badan ideal diperlukan keseimbangan antara makanan dengan aktivitas fisik termasuk olahraga (Soekirman 2000).

Menurut Nicklas dan Johnson (2004) aktivitas fisik yang kurang atau tidak memadai dan konsumsi pangan yang tinggi kalori dapat menjadi salah satu penyebab gizi lebih. Aktivitas fisik dan gizi merupakan tindakan yang dapat dilakukan dalam pencegahan gizi lebih pada remaja.

Kebiasaan olahraga

Kebiasaan olahraga didefinisikan sebagai suatu kegiatan fisik menurut cara dan aturan tertentu dengan tujuan meningkatkan efisiensi fungsi tubuh yang hasilnya adalah meningkatkan kesegaran jasmani (Fatmah 2011).

Selanjutnya, dalam Fatmah (2011) dijelaskan untuk mencapai hasil yang baik disarankan dalam berolahraga memperhatikan hal-hal berikut :

1. Intensitas, semakin besar intensitas olahraga maka semakin besar pula efek yang didapatkan.

2. Frekuensi, olahraga yang baik dilakukan secara teratur setiap hari atau tiga kali seminggu minimal 30 menit setiap berolahraga.

Kegiatan ekstakulikuler

Kegiatan ekstrakulikuler merupakan salah satu fasilitas yang disediakan oleh pihak sekolah untuk mewadahi minat dan bakat para siswa dan siswi. Kegiatan ekstrakulikuler dapat berupa kegiatan olahraga, seni, dan ilmu pengetahuan. Kegiatan ekstrakulikuler merupakan salah satu aktivitas fisik yang dilakukan siswa siswi.

Menurut Fatmah (2011) aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot skelet yang mengakibatkan pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat mengurangi resiko terhadap penyakit seperti penyakit jantung, stroke, diabetes mellitus, dan kanker kolon. Selain itu juga memberikan efek positif terhadap penyakit seperti kanker payudara, hipertensi, osteoporosis, kelebihan berat badan, kondisi muskuloskeletal, gangguan mental dan psikologikal.

Gizi lebih merupakan akibat dari konsumsi energi yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang cukup. Orang yang mengalami

(19)

Status Gizi

Menurut Almatsier (2002) pengetian status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement) untuk berbagai fungsi biologis.

Penilaian status gizi

Penilaian status gizi adalah upaya menginterprestasikan semua informasi yang diperoleh melalui penilaian antropometri, konsumsi makanan, biokimia, dan klinik. Informasi ini digunakan untuk menetapkan status kesehatan per orangan atau kelompok penduduk yang dipengaruhi oleh konsumsi dan utilisasi zat-zat gizi. Salah satu cara yang umum digunakan dalam penilaian antropometri yang sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi (Supariasa et al. 2001).

Menurut Supariasa et al. (2001), penilaian status gizi dengan menggunakan antropometri memiliki beberapa keunggulan yaitu :

1. Alat-alat yang digunakan mudah didapat.

2. Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif. 3. Pengukuran dapat dilakukan oleh siapa saja setelah diberi pelatihan. 4. Biaya relatif murah.

5. Hasil nya mudah disimpulkan karena memiliki cut off points.

6. Secara ilmiah diakui kebenarannya.

Salah satu indeks dalam penilaian status gizi menggunakan metode antropometri adalah dengan Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U). Berdasarkan WHO (2007) indeks yang paling baik untuk menentukan status gizi anak-anak dan remaja adalah IMT/U. Berikut adalah klasifikasi status gizi dengan menggunakan kategori IMT/U menurut WHO (2007).

Tabel 1 Ambang batas IMT/U untuk remaja

Kategori IMT/U IMT/U (z-score)

(20)

untuk menentukan lemak pada tubuh yaitu dengan mengukur lingkar pinggang. Ukuran lingkar pinggang sangat berhubungan dengan total lemak dalam tubuh. (Gibson 2005).

Ditambahkan dalam Gibson (2005) pengukuran lingkar pinggang merupakan metode terbaik dalam menentukan total lemak dalam tubuh dibandingkan dengan metode lain. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa total lemak dalam tubuh dapat menjadi prediktor yang lebih baik daripada IMT untuk mengetahui faktor resiko penyakit degeneratif dan morbiditas. Remaja dapat dikatakan beresiko terkena penyakit degeneratif jika memiliki ukuran lingkar pinggang diatas persentil ke-85. Ambang batas maksimum lingkar pinggang remaja usia 14-17 tahun dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Ambang batas maksimum lingkar pinggang (cm) berdasarkan usia dan jenis kelamin

Status gizi lebih dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu obese

dan gemuk (overweight). Menurut WHO (2007), remaja dikatakan memiliki status gizi obese jika memiliki nilai z score IMT/U >+2SD. Sedangkan remaja dikatakan gemuk jika memiliki nilai z score IMT/U >+1SD sampai dengan +2SD.

Status gizi lebih pada seseorang dapat menyebabkan kegemukan. Gizi lebih dapat didefinisikan sebagai kelebihan bobot badan diatas standar. Gizi lebih merupakan refleksi ketidakimbangan antara konsumsi energi dan pengeluaran energi. Penyebab gizi lebih ada yang bersifat exogenous, yaitu konsumsi energi yang berlebihan, dan penyebab endogenous yang berarti adanya gangguan metabolik di dalam tubuh (Khomsan 2002).

(21)

Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi

Menurut Supariasa et al. (2001) status gizi merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk ke dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat gizi tersebut. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status gizi seseorang dapat dibedakan menjadi faktor langsung dan tidak langsung.

Faktor langsung. Faktor-faktor yang berhubungan langsung dengan status gizi antara lain konsumsi, aktivitas fisik, dan keturunan. Kelebihan atau kekurangan konsumsi dapat memberikan dampak yang buruk bagi kesehatan. Menurut Almatsier (2002) kekurangan konsumsi energi dapat mengakibatkan keseimbangan energi negatif yang berakibat pada berat badan kurang dari seharusnya. Sedangkan kelebihan konsumsi dapat mengakibatkan berat badan lebih.

Aktivitas fisik secara teratur bermanfaat untuk mengatur berat badan. Gizi lebih dapat terjadi karena tidak adanya keseimbangan energi, dimana energi intake lebih besar daripada energi yang dikeluarkan yang terpakai dalam aktivitas fisik (WHO 2000).

Keturunan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status gizi. Menurut penelitian Pramudita (2011) terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat kegemukan pada ayah terhadap status gizi anak. Kelebihan konsumsi energi bukan satu-satunya penyebab gizi lebih. Faktor gen juga berperan penting terhadap munculnya gizi lebih pada seseorang. Jika kedua orang tua tergolong gizi lebih, resiko gizi lebih pada anak-anaknya mencapai 80%. Namun, jika hanya salah satu orang tua yang tergolong gizi lebih, peluang anak-anaknya menjadi 40% (Anwar & Khomsan 2009).

(22)

Hingga saat ini belum diketahui secara pasti apakah gizi lebih selalu diturunkan sebagai bawaan dari orang tuanya atau karena kebiasaan makan yang berlebihan yaitu ditiru oleh anaknya dan faktor lingkungan yang sama. Meskipun demikian, penyelidikan kearah molekuler telah mendorong pada kesimpulan bahwa gen dalam tubuh manusia memainkan peranan besar dalam membentuk kecenderungan seseorang untuk menjadi gemuk (Freitag 2010).

Faktor tidak langsung. Salah satu faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi status gizi anak adalah keadaan sosial ekonomi keluarga (Arisman 2004). Tingkat pendidikan orang tua sangat berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi anaknya. Makin tinggi tingkat pendidikan maka pendapatan pun akan semakin tinggi (Fikawati&Syafiq 2009). Peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu menyebabkan perubahan dalam gaya hidup, terutama dalam hal kebiasaan mengonsumsi makanan. Kebiasaan makan baru yang dikonsumsi adalah makanan yang rendah serat dan tinggi lemak (Almatsier 2002).

Disamping itu, perbaikan ekonomi keluarga dapat menyebabkan berkurangnya aktivitas fisik kelompok masyarakat tertentu. Perubahan pola makan dan aktivitas fisik ini berakibat semakin banyaknya penduduk golongan tertentu mengalamai masalah gizi lebih (Almatsier 2002).

Remaja

Usia remaja (10-18 tahun) merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab. Salah satunya adalah perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan remaja yang mempengaruhi baik asupan maupun kebutuhan gizinya. Masa remaja merupakan masa perubahan yang dramatis dalam diri seseorang. Selain perubahan fisik, remaja mengalami beberapa perubahan seperti hormonal, kognitif, dan emosional. Semua perubahan ini membutuhkan zat gizi secara khusus (Almatsier et al. 2011).

Selanjutnya Almatsier et al. (2011) menjelaskan pada masa remaja terjadi pula penambahan berat badan yang sejajar dengan kecepatan kenaikan berat badan. Penambahan berat badan selama periode ini kurang lebih 50% dari berat badan ideal orang dewasa. Pada masa remaja juga terjadi peningkatan hormon yang berpengaruh terhadap perkembangan pertumbuhan.

Kebiasaan makan remaja

(23)

diluar rumah. Remaja mempunyai kebiasaan makan diantara waktu makan, berupa jajanan baik di sekolah maupun luar sekolah. Makanan mereka umumnya kaya energi yang berasal dari karbohidrat dan lemak (Almatsier et al.2011). Selain itu, kebiasaan makan pada remaja juga dipengaruhi oleh konflik keluarga dan pola asuh keluarga. Adanya konflik keluarga dan pola asuh keluarga yang salah dapat menyebabkan kebiasaan makan yang buruk pada remaja.

Era globalisasi juga turut berkontribusi dalam perubahan kebiasaan makan terutama remaja. Menurut Francis et al (2008) konsumsi makanan yang bergaya barat semakin meningkat pada remaja di negara berkembang. Hal tersebut dapat mengakibatkan resiko gizi lebih semakin tinggi. Jenis-jenis makanan bergaya barat yang biasa dikonsumsi oleh remaja antara lain fast food

dan minuman ringan. Dengan semakin meningkatnya konsumsi minuman ringan dapat meningkatkan prevalensi gizi lebih (Francis et al 2008). Ditambahkan dalam Bowman et al.(2004) bahwa konsumsi fast food memiliki hubungan yang signifikan positif dengan kejadian overweight.

Selanjutnya Almatsier et al. (2011) menjelaskan salah satu kebiasaan makan remaja yang buruk adalah kebiasaan makan tidak teratur. Remaja lebih sering mengabaikan makan dan melewatkan makan pagi, dibandingkan kelompok usia lain. Pada umumnya remaja perempuan lebih banyak tidak makan pagi dibandingkan remaja laki-laki karena ingin langsing dan sering berusaha untuk berdiet. Banyak remaja perempuan beranggapan bahwa mereka dapat mengontrol berat badan dengan cara mengabaikan makan pagi atau makan siang. Padahal hal ini dapat berakibat sebaliknya, bila tidak makan pagi maka pada pertengahan siang atau siang mereka akan merasa sangat lapar, sehingga makan lebih banyak dibandingkan mereka makan pagi.

(24)

Salah satu sumber serat yang baik adalah buah dan sayur. Selain itu, buah dan sayur merupakan sumber serat yang mudah ditemukan terutama di negara tropis seperti Indonesia (Selvendran&Dupont 1984). Menurut Carr dan Descheemaeker (2002) konsumsi lima porsi buah dan sayur per hari merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi overweight dan obese.

Menurut Kiess et al. (2004) remaja yang mengalami overweight dan

obese jarang mengonsumsi sayur dan buah karena pengaruh lingkungan dan rasanya yang tidak mereka sukai. Konsumsi serat pada remaja cenderung kurang, hal ini disebabkan karena remaja lebih senang mengonsumsi fast food

yang tinggi kalori dan rendah serat. Angka kecukupan serat yang dianjurkan untuk masyarakat Indonesia adalah 19-30 g/kap/hari (WNPG 2004). Menurut Mahan dan Escott-Stump (2008) angka kecukupan serat untuk remaja laki-laki (usia 14-18 tahun) adalah 38 g/hari dan untuk remaja perempuan (9-18 tahun) adalah 26 g/hari.

Namun angka kecukupan tersebut belum dapat dipenuhi oleh remaja. Menurut hasil Riskesdas 2007 sebanyak 93,8% remaja usia 15-24 tahun kurang mengonsumsi sayur dan buah yang termasuk sumber serat. Menyantap sayur dan buah kurang dari lima kali sehari termasuk kedalam kategori kurang (Depkes 2008). Dalam penelitian Krebs-Smith dan Kantor (2001) digunakan standar porsi untuk sayur minimal 3 porsi per hari (300 g/hari) dan buah 2 porsi per hari (200 g/hari).

Remaja yang kurang mengonsumsi serat cenderung mengonsumsi makanan yang tinggi lemak (Dwyer&Ripe 2001). Menurut Haerens et al. (2006) kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman yang tinggi kalori dan lemak, rendah buah dan sayur berhubungan dengan semakin meningkatnya resiko

overweight dan obese.

Konsumsi fast food pada remaja. Fast food adalah makanan cepat saji dan praktis (ayam goreng, kentang goreng, burger, spaghetti) yang berasal dari restoran-restoran cepat saji. Pada beberapa dekade terkahir konsumsi fast food

(25)

media komunikasi. Iklan-iklan restoran cepat saji dapat dengan mudah ditemukan di berbagai media seperti televisi, internet, maupun di jalan. Selain itu, di kalangan remaja fast food dianggap lebih bergengsi. Hal tersebut yang menyebabkan remaja semakin sering mengonsumsi makanan cepat saji (fast food). Namun, kandungan zat gizi fast food cenderung rendah vitamin, mineral, dan serat tetapi tinggi akan kandungan lemak dan sodium (Mahan&Escott-Stump 2008). Ditambahkan pada penelitian Bowman dan Vinyard (2004) bahwa orang yang mengonsumsi fast food yang biasanya ditemani dengan minuman ringan lebih sering memiliki IMT yang lebih tinggi.

Konsumsi minuman ringan pada remaja. Minuman ringan atau soft drink adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan makanan atau bahan tambahan lainnya baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan siap dikonsumsi (Cahyadi 2005).

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa konsumsi minuman ringan berlebih dapat mengakibatkan gizi lebih. Hal ini dikarenakan pada minuman ringan terdapat kandungan gula yang cukup tinggi. Hasil penelitian Malik et al

(2006) menyebutkan konsumsi minuman dengan pemanis, seperti minuman ringan memberikan sedikit zat gizi dan dapat meningkatkan berat badan.

Beberapa tahun terakhir banyak remaja lebih menyukai minuman ringan. Remaja yang rutin mengonsumsi minuman ringan mengonsumsi lebih banyak energi daripada remaja yang tidak atau jarang mengonsumsi minuman ringan.

Hal tersebut dapat berakibat buruk pada remaja yaitu resiko gizi lebih (Whitney&Rolfes 2007).

Di Indonesia, minuman ringan merupakan salah satu pilihan minuman remaja. Menurut Hardinsyah et al. (2009) sebanyak 39,4% remaja di daerah dataran tinggi yang memilih untuk mengonsumsi minuman selain air putih. Hal ini dikarenakan remaja menyukai rasa pada minuman tersebut dibandingkan dengan air putih. Selanjutnya menurut Briawan et al. (2011) konsumsi minuman ringanpada anak usia sekolah sebanyak 8,2% pada siswa dan 7,0% pada siswi. Persentase tersebut sebagian besar pada anak usia sekolah yang berada di wilayah perkotaan.

(26)

besar mengalami gizi lebih. Hal ini dikarenakan pemanis pada minuman ringan memiliki nilai indeks glikemik yang tinggi.

Kecukupan zat gizi

Angka kecukupan gizi (AKG) adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin dan kondisi fisiologis tertentu seperti kehamilan dan menyusui. Kekurangan asupan suatu zat gizi akan menyebabkan terjadinya defisiensi atau penyakit kurang gizi dan kelebihan akan menyebabkan terjadinya efek samping. Pada keadaan ekstrim kekurangan atau kelebihan zat gizi dapat menyebabkan penyakit bahkan kematian (WNPG 2004).

Energi. Menurut Almatsier (2002) energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan tubuh sebagai cadangan energi dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang. Kebutuhan energi terbesar pada umumnya diperlukan untuk metabolisme basal. Kebutuhan energi basal atau AMB per kg pada dasarnya ditentukan oleh ukuran dan komposisi tubuh serta umur (Almatsier 2002).

Perhitungan angka kebutuhan energi (AKE) lebih tepat menggunakan pendekatan pengeluaran energi karena dalam perhitungannya menggunakan angka metabolisme basal berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, berat badan dan aktivitas fisik (FAO 2001). Tabel 3 menunjukkan estimasi AKE pada remaja.

Tabel 3 Angka kebutuhan energi untuk remaja Jenis

(27)

Akibat dari kekurangan energi orang dewasa akan menyebabkan penurunan berat badan dan kerusakan jaringan tubuh. Sedangkan akibat dari kelebihan energi adalah gizi lebih. Gizi lebih dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi tubuh, berisiko penyakit kronis, seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan jantung koroner (Alamtsier 2002).

Protein. Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier 2002). Adapun Angka Kecukupan Protein (AKP) pada remaja dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Angka kecukupan protein untuk remaja Jenis

Baik kekurangan maupun kelebihan konsumsi protein dapat memberikan dampak buruk terhadap kesehatan. Kekurangan protein pada stadium berat akan mengakibatkan kwarshiorkor. Sedangkan kelebihan protein akan menyebabkan kelebihan asam amino yang dapat memberatkan kerja ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen (Almatsier 2002).

Lemak. Lemak berfungsi sebagai sumber energi, sumber asam lemak esensial, alat angkut vitamin larut lemak, memelihara suhu tubuh, serta pelindung organ tubuh. Namun, konsumsi lemak harus dalam jumlah yang cukup, karena jika berlebihan akan menyebabkan gizi lebih (Almatsier 2002). Perhitungan kebutuhan lemak didasarkan pada perbandingan komposisi energi dari lemak adalah 20-30% (WNPG 2004).

Karakteristik Keluarga Pendidikan

(28)

pendidikan yang tinggi diharapkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki tentang gizi menjadi lebih baik. Selain itu, meningkatnya pendidikan kemungkinan akan meningkatkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan daya beli terhadap makanan (Fikawati & Syafiq 2009).

Pekerjaan

Besarnya pendapatan yang diterima oleh seseorang akan dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Pekerjaan seseorang akan berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas makanan. Hal ini karena pekerjaan akan menentukan pendapatan yang dihasilkan. Pendapatan ini akan digunakan untuk membeli makanan. Selain itu, tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap jenis pekerjaan. Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki seseorang maka peluang untuk memperoleh pekerjaan akan semakin besar (Suhardjo 1989). Besar keluarga

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama. Besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga. Besar keluarga juga mempengaruhi jumlah dan ragam pangan yang dikonsumsi dalam keluarga (Kartasapoetra&Marsetyo 2008).

Pendapatan

Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Meningkatnya pendapatan perorangan maka terjadi perubahan dalam susunan makanan (Suhardjo 1989).

(29)

KERANGKA PEMIKIRAN

Remaja merupakan peralihan antara masa anak-anak dan dewasa. Pada masa remaja banyak terjadi perubahan baik perubahan fisik maupun perubahan sikap. Oleh karena itu perlu diperhatikan asupan zat gizi pada masa remaja. Namun disayangkan, remaja sering tidak memperhatikan makanan dan minuman yang dikonsumsinya sehingga mempengaruhi status gizi.

Status gizi dipengaruhi oleh berbagai macam hal, diantaranya yaitu konsumsi, aktivitas fisik dan faktor gen. Remaja mempunyai kebiasaan makan diantara waktu makan, berupa jajanan baik di sekolah maupun luar sekolah. Makanan mereka umumnya kaya energi yang berasal dari karbohidrat dan lemak (Almatsier et al. 2011). Kebiasaan makan contoh dapat dipengaruhi oleh karakteristik contoh diantaranya yaitu jenis kelamin dan uang saku. Selain itu, karakteristik keluarga meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, jumlah anggota keluarga, dan pendapatan keluarga juga dapat mempengaruhi konsumsi. Kebiasaan makan contoh kemudian akan mempengaruhi status gizi. Kebiasaan makan yang baik pada contoh akan memberikan pengaruh yang baik pula terhadap status gizi. Sebaliknya, kebiasaan makan yang buruk akan mengakibatkan status gizi yang buruk pula. Konsumsi makanan yang bergaya barat seperti fast food dan minuman ringan pada remaja dapat mengakibatkan resiko overweight dan obese semakin tinggi (Francis et al. 2008).

Selain konsumsi, hal lain yang dapat mempengaruhi status gizi contoh adalah aktivitas fisik. Aktivitas fisik berupa olahraga yang dapat dilakukan oleh siswa/i SMA diantaranya adalah kegiatan ekstrakulikuler yang merupakan fasilitas yang disediakan oleh pihak sekolah. Selain kegiatan ekstrakulikuler, aktivitas fisik lain yang dapat dilakukan adalah olahraga yang dilakukan selain intra dan ekstrakulikuler sebagai hobi contoh. Aktivitas fisik yang cukup pada remaja akan berpengaruh pada status gizi yang normal, namun jika aktivitas fisik kurang yang disertai dengan makan berlebih akan mengakibatkan overweight

atau obese.

(30)

Keterangan :

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1 Keterkaitan antara konsumsi pangan dan aktivitas fisik dengan status gizi contoh

Karakteristik contoh :

- Jenis kelamin - Uang saku

Aktivitas fisik : - Ekstrakulikuler - Olahraga selain intra

dan ekstrakulikuler

Pengetahuan gizi Karakteristik keluarga :

- Pendidikan orang tua - Pekerjaan orang tua - Jumlah anggota keluarga - Pendapatan keluarga

Konsumsi pangan: - Sayur

- Buah

- Minuman ringan - Fast food

Status Gizi :

- Gizi normal - Gizi lebih

Infeksi/status kesehatan

Penyakit degeneratif

(31)

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu

Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali, pada satu saat dan bersifat deskriptif (Ghazali et al. 2008). Penelitian ini dilakukan di SMAN 3 Bogor pada bulan Agustus-November 2012.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

SMAN 3 Bogor memiliki dua jenis kelas, yaitu kelas Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan kelas akselerasi. Contoh dalam penelitian ini adalah siswa/i kelas X dan XI RSBI SMAN 3 Bogor. Pemilihan contoh yang berasal dari kelas RSBI dikarenakan keterbatasan waktu yang dimiliki kelas akselerasi. Contoh dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok contoh dengan status gizi normal dan kelompok contoh dengan status gizi lebih. Penarikan contoh dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Kriteria untuk kelompok contoh dengan status gizi normal yaitu memiliki nilai z-score IMT/U (-2SD≤ z ≤+1SD), sedangkan untuk kelompok contoh dengan status gizi lebih memiliki nilai z-score IMT/U (z >+1SD).

Jumlah populasi dalam penelitian ini sebesar 544 orang. Penentuan jumlah contoh minimum pada cross sectional study dengan jumlah populasi diketahui (Sastroasmoro & Ismael 1995) dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

=

2 (1 )

�2 (� −1) + 2� (1) Keterangan :

n = jumlah contoh α = tingkat kepercayaan Zα = 1,96

p = prevalensi gizi lebih d = estimasi toleransi

N = jumlah populasi (kelas X dan XI tahun ajaran 2012-2013)

(32)

35 orang untuk setiap kelompok status gizi. Jumlah contoh pada penelitian ini adalah 86 orang dengan masing-masing 43 orang tiap kelompok status gizi. Oleh karena itu, jumlah contoh pada penelitian ini telah melebihi jumlah minimal.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang diambil terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengukurang langsung dengan alat bantu microtoise, pita, timbangan badan digital dan wawancara dengan alat bantu kuesioner yang diisi oleh contoh setelah diberi penjelasan oleh peneliti. Data primer dalam penelitian ini meliputi :

1. Data karakteristik contoh meliputi tanggal lahir, jenis kelamin, riwayat kegemukan dalam keluarga, uang saku, rata-rata alokasi uang saku diperoleh dengan alat bantu kuesioner yang diisi oleh contoh dengan didampingi peneliti. Data berat badan diperoleh dengan pengukuran langsung.

2. Data karakteristik orang tua contoh meliputi tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga, dan pendapatan keluarga. Data diperoleh dengan memberikan kuesioner kepada orang tua melalui contoh.

3. Data konsumsi minuman ringan dan fast food contoh meliputi frekuensi dan jenis minuman ringan dan fast food diperoleh dengan alat bantu kuesioner yang diisi oleh contoh dengan didampingi peneliti.

4. Data frekuensi kosumsi sayur, buah, minuman ringan dan fast food

menggunakan kuesioner food frequency yang diisi oleh contoh dengan didampingi peneliti. Perkiraan jumlah konsumsi dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan Daftar bahan makanan penukar (DBMP).

5. Data konsumsi contoh pada hari sekolah (1x24 jam) dan hari libur (1x24 jam) menggunakan kuesioner food recall yang diisi oleh contoh dengan didampingi peneliti. Perkiraan jumlah konsumsi dilakukan oleh peneliti dengan mempertimbangkan kesesuaian dengan kenyataan yang sebenarnya. Misal : menimbang makanan yang dibeli di kantin sekolah. 6. Data kegiatan ekstrakulikuler dan olaharga meliputi jenis ekstrakulikuler

yang diikuti, frekuensi dan durasi kegiatan ekstrakulikuler, jenis, frekuensi, dan durasi olahraga diperoleh dengan alat bantu kuesioner yang diisi contoh dengan didampingi peneliti.

(33)

Data sekunder diperoleh dari data administrasi sekolah meliputi :

1. Data keadaan umum sekolah yang diperoleh berdasarkan arsip sekolah yang dipublikasikan melalui website resmi milik SMAN 3 Bogor.

2. Data jumlah siswa/i sekolah yang diperoleh berdasarkan absensi siswa SMAN 3 Bogor tahun ajaran 2012-2013.

Berikut merupakan variabel, indikator dan cara pengumpulan data secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5:

Tabel 5 Variabel dan indikator penelitian

No Variabel Indikator Cara pengumpulan data

1 Status gizi

- IMT/U IMT/U ditentukan dengan

software Anthroplus

- Lingkar pinggang Lingkar pinggang diukur

menggunakan pita dengan

3 Karakteristik keluarga

- Pendidikan ayah dan

5 Konsumsi minuman ringan dan fast food

- Frekuensi minum

(34)

Pengolahan dan Analisis Data

Proses pengolahan meliputi coding, entry, editing, dan cleaning. Hasil pengolahan data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan program Microsoft Excell dan SPSS versi 16.0 for windows secara deskriptif dan statistik. Pengkategorian dan analisis pada variabel penelitian disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Pengkategorian variabel penelitian

No Variabel Kategori peubah Analisis

1 Status Gizi (WHO 2007) 1. Gizi normal (-2SD ≤z score≤ +1SD) Deskriptif

5 Uang saku Rp 10.000-50.000 Deskriptif

6 Lingkar pinggang

11 Pendapatan keluarga 1. <Rp 1.000.000 Deskriptif

(35)

Tabel 6 Pengkategorian variabel penelitian (lanjutan)

No Variabel Kategori peubah Analisis

13 Konsumsi buah 1. <200 g /hari Deskriptif

19 Hubungan antar variabel Korelasi

20 Perbedaan aktivitas fisik dan konsumsi antar kelompok

contoh

Uji beda Mann-Whitney

21 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi contoh Regresi linier

Data penilaian status gizi dengan menggunakan indikator IMT/U menggunakan software WHO AnthroPlus. IMT merupakan perbandingan antara berat badan (kg) dengan kuadrat berat badan (m2). Selanjutnya, untuk menentukan status gizi pada contoh menggunakan indeks IMT/U untuk anak-anak dan remaja (Tabel 1).

Tingkat aktivitas fisik. Aktivitas fisik diketahui melalui metode kuesioner aktivitas fisik pada hari yang berbeda, yaitu pada hari sekolah dan hari libur. Pengukuran aktivitas fisik dilakukan terhadap jenis aktivitas yang dilakukan subyek dan lama waktu melakukan aktivitas dalam sehari. Menurut FAO/WHO/UNU (2001) besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang dalam 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL ditentukan dengan rumus berikut:

Keterangan :

PAL = Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)

PAL = (��� )

(36)

PAR = Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)

Jenis aktivitas yang dapat dilakukan dikategorikan menjadi 18 jenis, kategori berdasarkan PAR dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Kategori berdasarkan nilai PAR

Kategori Keterangan PAR

PAL1 Tidur (tidur siang dan malam) 1

PAL2 Tidur-tiduran (tidak tidur), duduk diam, dan membaca 1.2

PAL3 Duduk sambil menonton TV 1.72

PAL4 Berdiri diam, beribadah, menunggu (berdiri), berhias 1.5

PAL5 Makan dan minum 1.6

PAL6 Jalan santai 2.5

PAL7 Berbelanja (membawa beban) 5

PAL8 Mengendarai kendaraan 2.4

PAL9 Menjaga anak 2.5

PAL10 Melakukan pekerjaan rumah (bersih-bersih) 2.75

PAL11 Setrika pakaian (duduk) 1.7

PAL12 Kegiatan berkebun 2.7

PAL13 Office worker (duduk di depan meja, menulis, dan mengetik) 1.3

PAL14 Office worker (berjalan-jalan mondar-mandirmembawa arsip) 1.6

PAL15 Olahraga (badminton) 4.85

PAL16 Olahraga (jogging, lari jarak jauh) 6.5

PAL17 Olahraga (bersepeda) 3.6

PAL18 Olahraga (aerobic, berenang, sepak bola, dan lain-lain) 7.5

Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)

Selanjutnya PAL akan dikategorikan menjadi empat kategori menurut FAO/WHO/UNU (2001), seperti yang disajikan dalam Tabel 8. Selanjutnya nilai FA akan digunakan untuk menghitung angka kebutuhan energi contoh.

Tabel 8 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL

Kategori PA PAL FA anak laki-laki FA anak perempuan

Sangat rendah 1≤PAL <1.4 1 1

Rendah 1.4≤PAL<1.6 1.13 1.16

Aktif 1.6≤ PAL <1.9 1.26 1.31

Sangat aktif 1.9≤ PAL <2.5 1.42 1.56

Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)

Konsumsi pangan. Data konsumsi pangan yang diperoleh kemudian dikonversikan untuk menentukan zat gizi contoh yatu energi, protein, vitamin A, vitamin C, kalsium, zat besi, dan serat. Data konsumsi pangan dihitung dengan menggunakan software nutrisurvey dan dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994).

(37)

Keterangan:

KGij = Kandungan zat gizi ke-i dalam bahan makanan ke-j Bj = Berat makanan ke-j yang dikonsumsi

Gij = Kandungan zat gizi ke-i dalam 100 gram BDD bahan makanan ke-j BDDj = Bagian yang dapat dimakan dalam bahan makanan ke-j

Khusus untuk menentukan angka kebutuhan energi pada contoh dengan status gizi normal menggunakan rumus dari WNPG dengan menggunakan angka metabolisme basal berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, berat badan dan aktivitas fisik. Sedangkan angka kebutuhan energi pada contoh dengan status gizi lebih menggunakan AKG.

Penentuan kebutuhan protein pada contoh dengan status gizi normal ditentukan berdasarkan ketetapan dari WNPG. Sedangkan untuk menentukan kebutuhan protein contoh dengan status gizi lebih menggunakan standar yang telah ditetapkan dalam AKG.

Penentuan kebutuhan lemak contoh adalah 20% dari kebutuhan energi total untuk laki-laki dan 25% dari kebutuhan energi total untuk perempuan. Perbedaan persentase tersebut disebabkan oleh selama masa pertumbuhan, komposisi jaringan lemak pada perempuan lebih banyak dibandingkan pada laki-laki (Bredbenner et al. 2009).

Setelah mengetahui banyaknya energi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan protein dan lemak, maka dapat diperoleh kebutuhan karbohidrat sampel. Perhitungan data kebutuhan karbohidrat diperoleh dari sisa kalori total energi sampel yang dijelaskan sebagai berikut :

Kebutuhan Karbohidrat

=

Keb .Energi (kkal ) – (Keb .Protein ×4) – (Keb .Lemak ×9)

4

Kebutuhan vitamin dan mineral dihitung langsung dengan menggunakan AKG tanpa menggunakan koreksi berat badan seperti pada rumus AKGI. Selanjutnya tingkat kecukupan zat gizi diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan menggunakan rumus:

TKG = (K/AKGI) x 100

Keterangan :

(38)

K = Konsumsi zat gizi

AKGI = Angka kecukupan gizi individu

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh dinyatakan dalam persen. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi

Energi dan zat gizi Klasifikasi tingkat kecukupan

Energi, protein, lemak, dan karbohidrat

1. Defisit tingkat berat (< 70% AKG)

2. Defisit tingkat sedang (70 – 79% AKG)

3. Defisit tingkat ringan (80 – 89% AKG)

4. Normal (90 – 119% AKG)

(39)

Definisi Operasional

Contoh adalah siswa siswi kelas X dan XI RSBI SMAN 3 Bogor tahun ajaran 2012-2013 yang berstatus gizi normal dan gizi lebih (overweight dan

obese).

Konsumsi pangan adalah konsumsi sayur, buah, minuman ringan dan fast food

contoh.

Fast food adalah makanan cepat saji dan praktis (ayam goreng, kentang goreng, burger, pizza, dan/atau spaghetti) yang berasal dari restoran-restoran cepat saji.

Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan makanan atau bahan tambahan lainnya baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan siap dikonsumsi.

Aktivitas fisik adalah seluruh pergerakan tubuh termasuk kegiatan rutin sehari-hari.

Faktor gen adalah riwayat kegemukan pada kedua orang tua contoh.

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi yang dapat diukur secara antropometri.

Status gizi normal adalah keadaan gizi seseorang yang menggambarkan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi dalam waktu lama (-2SD<z-score IMT/U≤+1SD).

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Status Gizi

Menurut Almatsier (2002) pengetian status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement) untuk berbagai fungsi biologis. Salah satu indeks dalam penilaian status gizi menggunakan metode antropometri adalah dengan Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U). Berdasarkan WHO (2007) indeks yang paling baik untuk menentukan status gizi dan remaja adalah IMT/U.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan status gizi dan lingkar pinggang

Lingkar pinggang

Status gizi (IMT/U)

Gizi normal Gizi lebih Total

n % n % n %

Normal 43 100 12 27,9 55 64,0

Lebih 0 0,0 31 72,1 31 36,0

Total 43 100 43 100 86 100

Selain menggunakan indeks IMT/U, pengukuran lingkar pinggang juga dapat dijadikan salah satu metode penilaian status gizi. Pengukuran lingkar pinggang merupakan salah satu metode antropometri yang dilakukan untuk menentukan total lemak tubuh seseorang.

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui secara keseluruhan contoh yang memiliki ukuran lingkar pinggang normal sebanyak 64%. Seluruh contoh dengan status gizi normal (100%) memiliki ukuran lingkar pinggang normal. Sebaliknya, sebagian besar contoh dengan status gizi lebih (72,1%) memiliki ukuran lingkar pinggang lebih.

Menurut Gibson (2005) ukuran lingkar pinggang sangat berhubungan dengan total lemak dalam tubuh. Hal ini berarti ukuran lingkar pinggang yang diatas ambang batas normal dapat lebih beresiko terkena penyakit degeneratif karena banyaknya timbunan lemak dalam tubuh mereka. Namun berdasarkan hasil penelitian ini ukuran lingkar pinggang kurang sensitif dalam menentukan status gizi contoh. Hal ini dapat terlihat pada Tabel 10 beberapa contoh dengan status gizi lebih (27,9%) memiliki ukuran lingkar pinggang yang tergolong normal. Oleh karena itu, jika penentuan status gizi sudah dilakukan berdasarkan IMT/U sebenarnya tidak harus dilakukan pengukuran lingkar pinggang juga.

Karakteristik Contoh

(41)

yaitu kelompok contoh dengan status gizi normal dan kelompok contoh dengan status gizi lebih. Karakteristik contoh merupakan suatu gambaran mengenai contoh meliputi ciri-ciri fisik maupun sosial. Karakteristik contoh meliputi usia, jenis kelamin, uang saku, berat badan, dan tinggi badan. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik dan status gizi secara lengkap disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik dan status gizi

Karakteristik contoh Gizi normal Gizi lebih Total

n % n % n % dengan rata-rata 15,6±0,65 tahun. Seluruh contoh tergolong dalam kelompok remaja, menurut Almatsier et al. (2011) yang tergolong sebagai kelompok remaja antara usia 10−18 tahun. Sebagian besar (48,8%) contoh dengan status gizi normal berusia 16 tahun dengan rata-rata 15,6±0,73 tahun. Tidak jauh berbeda dengan kelompok status gizi normal, usia contoh pada kelompok status gizi lebih sebagian besar (44,2%) 16 tahun dengan rata-rata 15,7±0,70 tahun.

Jenis kelamin

Jenis kelamin dapat berpengaruh terhadap pengeluaran energi contoh. Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992) untuk menghitung pengeluaran energi diperlukan data tentang jenis kelamin, berat badan, angka metabolisme basal (AMB) yang sesuai kelompok usia, tingkat kegiatan, alokasi waktu untuk setiap kegiatan dan faktor energi kegiatan.

(42)

dengan status gizi normal (62,8%) dan status gizi lebih (55,8%) berjenis kelamin perempuan.

Uang saku

Uang saku biasanya diberikan kepada anak sekolah untuk keperluan membeli makanan, minuman, transportasi, dan kepentingan lainnya. Pada penelitian ini secara umum contoh memiliki uang saku yang berkisar antara Rp 10.000−50.000 dengan rata-rata Rp 21.139±6.006. Lebih dari separuh contoh (74,4%) memiliki uang saku berkisar antara Rp 15.001−30.000.

Berdasarkan Tabel 11 juga dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh dengan status gizi normal (86%) dan contoh dengan status gizi lebih (74,4%) memiliki uang saku yang berkisar antara Rp 15.001−30.000. Rata-rata uang saku contoh dengan status gizi normal adalah lebih kecil (Rp 21.114±5.987) daripada contoh dengan status gizi lebih (Rp 21.227 ± 6.013). Hal ini dapat memungkinkan contoh dengan status gizi lebih mengonsumsi lebih banyak daripada contoh dengan status gizi normal. Hal ini sesuai dengan Harper et al.

(1985) yang menyatakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi pangan adalah pengeluaran uang untuk keperluan pangan.

Berat dan tinggi badan

Berat badan contoh secara umum berkisar antara 42,2−99 kg dengan rata-rata 64,3±14,6 kg. Kisaran berat badan contoh dengan status gizi normal dan lebih berturut-turut 42,2−68,2 kg dan 49,8-99 kg. Rata-rata berat badan contoh dengan status gizi normal adalah lebih kecil (53,7±5,97 kg) daripada contoh dengan status gizi lebih (74,8±12,92 kg). Kelebihan berat badan diatas standar dapat mengakibatkan kegemukan yang termasuk kedalam kondisi status gizi lebih.

Tinggi badan contoh secara keseluruhan berkisar antara 144−180,5 cm. Tinggi badan contoh dengan status gizi normal berkisar antara 147,4−177,6 cm dengan rata-rata 161,4±7,74 cm. Sedangkan pada contoh dengan status gizi lebih memiliki tinggi badan yang berkisar antara 144−180,5 cm dengan rata-rata 161,9±8,05 cm.

Karakteristik Keluarga

(43)

contoh berdasarkan karakteristik keluarga dan status gizi contoh disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dan status gizi

Karakteristik keluarga Gizi normal Gizi lebih Total

n % n % n %

(44)

Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui secara umum sebagian besar (75,6%) pendidikan terakhir yang ditempuh ayah contoh adalah hingga perguruan tinggi. Sebagian besar ayah pada contoh dengan status gizi normal dan status gizi lebih menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi. Namun persentase ayah contoh yang menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi lebih besar pada ayah contoh dengan status gizi lebih (83,7%) daripada ayah contoh status gizi normal (67,4%). Meningkatnya pendidikan ayah kemungkinan akan meningkatkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan daya beli terhadap makanan (Fikawati&Syafiq 2009).

Pendidikan ibu

Tingkat pendidikan keluarga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan, dan status gizi (Fikawati&Syafiq 2009). Biasanya pada suatu keluarga makanan disediakan oleh ibu. Oleh karena itu, pendidikan ibu dapat berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas makanan suatu keluarga.

Menurut data pada Tabel 12 dapat diketahui pendidikan terakhir yang ditempuh ibu contoh. Sebagian besar ibu contoh (68,6%) menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi. Sejalan dengan hal tersebut sebagian besar ibu pada kelompok contoh status gizi normal dan status gizi lebih menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi. Namun ibu contoh yang menempuh pendidikan terkahir hingga perguruan tinggi lebih banyak pada kelompok contoh status gizi lebih (72,1%) daripada kelompok status gizi normal (65,1%). Tingkat pendidikan yang tinggi pada orang tua diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai gizi yang lebih baik (Fikawati & Syafiq 2009). Akan tetapi pada penelitian ini hal tersebut tidak terjadi, hal ini dapat dikarenakan pendidikan yang ditempuh ibu contoh bukan mengenai gizi.

Pekerjaan ayah

(45)

Pekerjaan ibu

Selain ayah, pada beberapa keluarga ibu juga memiliki pekerjaan dan memiliki penghasilan tertentu. Menurut data pada Tabel 12 juga dapat diketahui sebagian besar (46,5%) pekerjaan ibu contoh baik pada contoh dengan status gizi normal maupun lebih adalah sebagai ibu rumah tangga.

Besar keluarga

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumber daya yang sama (Kartasapoetra & Marsetyo 2008). Menurut BKKBN (1996) besar keluarga dibedakan menjadi tiga, yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (>7 orang). Menurut Kartasapoetra dan Marsetyo (2008) besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga. Besar keluarga juga akan mempengaruhi jumlah dan ragam pangan yang dikonsumsi dalam keluarga.

Sebagian besar keluarga contoh (55,8%) secara keseluruhan termasuk keluarga kecil dengan rata-rata jumlah anggota keluarga 4,6±1,16 orang. Sebanyak 53,5% contoh berstatus gizi normal dan 58,1% contoh berstatus gizi lebih berasal dari keluarga kecil. Rata-rata jumlah anggota keluarga contoh dengan status gizi normal (4,7±1,30 orang) cenderung sama dengan contoh status gizi lebih (4,5±1,01 orang).

Pendapatan keluarga

Pendapatan keluarga adalah besarnya rata-rata penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan tergantung kepada besar kecilnya pendapatan keluarga. Tingginya tingkat pendapatan cenderung diikuti dengan tingginya jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Konsumsi makanan baik jumlah maupun mutunya dipengaruhi oleh faktor pendapatan keluarga (Soekirman 2000).

Gambar

Tabel 4 Angka kecukupan protein untuk remaja
Gambar 1 Keterkaitan antara konsumsi pangan dan aktivitas fisik dengan status
Tabel 5 Variabel dan indikator penelitian
Tabel 6 Pengkategorian variabel penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

8 Sebaran contoh berdasarkan kasus dan lama pidana 14 9 Sebaran contoh berdasarkan lama dibina dan usia 14 10 Rata-rata konsumsi pangan contoh berdasarkan kelompok pangan 15

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi contoh yang meliputi usia, pendidikan, pendapatan per kapita, besar keluarga,

Adapun tujuan penelitian ini secara khusus adalah: (1) Menganalisis karakteristik sosial-ekonomi (pendidikan, pendapatan, dan besar keluarga) wanita usia lanjut;

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pola konsumsi pangan, status gizi, tingkat kecukupan energi, protein, kalsium, dan fosfor; mengkaji aktivitas fisik; mengkaji

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi contoh yang meliputi usia, pendidikan, pendapatan per kapita, besar keluarga,

Tujuan khususnya yaitu (1) menilai tingkat aktivitas fisik dan mengukur pengeluaran energi contoh, (2) menganalisis jumlah dan jenis konsumsi pangan serta tingkat

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi contoh yang meliputi usia, pendidikan, pendapatan per kapita, besar keluarga,

Kegunaan penelitian “Hubungan Pola Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik Anak Sekolah dengan Status Gizi Lebih di Daerah Perkotaan dan Perdesaan Bogor” yaitu diharapkan