Laporan Kasus
STROKE HEMORAGIK
Oleh:
Tia Okidita, S.Ked. 04084821618156
Pembimbing:
dr. Alwi Shahab, Sp.S (K)
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF RUMAH SAKIT MOH. HOESIN
PALEMBANG
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
STROKE HEMORAGIK
Oleh: Tia Okidita, S.Ked.
04084821618156
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Dr.Mohammad Hoesin Palembang periode 6 Maret – 9 April 2017.
Palembang, Maret 2017 Pembimbing
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul ”Stroke Hemoragik”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Alwi Shahab, Sp.S (K), selaku pembimbing yang telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan telaah ilmiah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Palembang, Maret 2017
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PENGESAHAN... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR ISI... iv
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit serebrovaskuler/cerebrovascular disease (CVD) merupakan penyakit sistem persarafan yang paling sering dijumpai. Stroke merupakan bagian dari CVD. Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebri fokal atau global yang berkembang dengan cepat atau tiba-tiba, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian, dengan tidak tampaknya penyebab lain selain penyebab vaskular. Berdasarkan American Heart Association (AHA) stroke ditandai sebagai defisit neurologi yang dikaitkan dengan cedera fokal akut dari sistem saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh pembuluh darah, termasuk infark serebral, pendarahan intraserebral (ICH) dan pendarahan subaraknoid (SAH).1
Stroke terjadi ketika jaringan otak terganggu karena berkurangnya aliran darah atau oksigen ke sel-sel otak. Terdapat dua jenis stroke yaitu iskemik stroke dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi karena berkurangnya aliran daah sedangkan stroke yang terjadi karena perdarahan ke dalam atau sekitar otak disebut stroke hemoragik. Perdarahan yang terjadi pada stroke hemoragik dapat dengan cepat menimbulkan gejala neurologik karena tekanan pada struktur saraf di dalam tengkorak. Stroke hemoragik lebih jarang terjadi dibanding stroke iskemik akan tetapi stroke hemoragik menyebabkan lebih banyak kematian.
Penyakit stroke merupakan penyebab kematian utama di hampir seluruh RS di Indonesia, sekitar 15,4%. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes RI tahun 2013 menunjukkan telah terjadi peningkatan prevalensi stroke di Indonesia dari 8,3 per mil (tahun 2007) menjadi 12,1 per mil (tahun 2013). Prevalensi penyakit Stroke tertinggi di Sulawesi Utara (10,8per mil), Yogyakarta (10,3 per mil), Bangka Belitung (9,7 per mil) dan DKI Jakarta (9,7 per mil).2
BAB II
STATUS PENDERITA NEUROLOGI
IDENTIFIKASI
Nama : Tn. AR
Umur : 66 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Jl. Pedang YPP, No 502, Kemuning, Palembang
Agama : Islam
MRS Tanggal : 16 Maret 2017
ANAMNESA
Penderita dirawat di bagian saraf RSMH karena tidak bisa berjalan yang disebabkan kelemahan pada sesisi tubuh sebelah kanan yang terjadi secara tiba-tiba.
Kurang lebih 3 jam SMRS, saat penderita sedang beraktivitas, tiba-tiba penderita mengalami kelemahan pada lengan dan tungkai sesisi tubuh sebelah kanan, tanpa disertai penurunan kesadaran. Saat serangan, penderita mengalami sakit kepala, mual muntah tidak ada, tidak disertai kejang. Tidak terdapat gangguan rasa pada sesisi tubuh yang mengalami kelemahan. Penderita sehari-hari menggunakan lengan kanan untuk beraktivitas. Penderita tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan dan isyarat. Saat penderita berbicara, mulutnya mengot ke arah kanan dan bicaranya pelo. Saat serangan penderita tidak mengalami jantung yang berdebar-debar disertai sesak nafas.
Penderita memiliki riwayat darah tinggi sejak ± 4 tahun yang lalu, penderita tidak rutin minum obat & kontrol secara teratur. Riwayat penyakit diabetes mellitus tidak ada. Riwayat trauma tidak ada, riwayat penyakit jantung sebelumnya tidak ada.
PEMERIKSAAN (16 Maret 2017)
Status Internus
Kesadaran : GCS : 13 (E:4, M:5, V:4)
Gizi : Baik
Suhu Badan : 36,5 ºC
Nadi : 83 x/m Pernapasan : 20 x/m Tekanan Darah : 140/100 mmHg Berat Badan : 58 kg Tinggi Badan : 168 cm
Jantung : HR: 84 x/m, murmur (-), gallop (-)
Paru-Paru : Vesikuler(+), ronkhi(-),wheezing (-) Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Anggota Gerak : Lihat status neurologikus Genitalia : Tidak diperiksa
Status Psikiatrikus
Sikap : kooperattif Ekspresi Muka : wajar
Perhatian : ada Kontak Psikik : ada
Status Neurologikus KEPALA
Bentuk : normocephali Deformitas : (-)
Ukuran : normal Fraktur : (-)
Simetris : simetris Nyeri fraktur : (-)
Pulsasi : (-)
Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
LEHER
Sikap : lurus Deformitas : (-)
Torticolis : (-) Tumor : (-)
Kaku kuduk : (-)
Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Anosmia (-) (-)
Hyposmia (-) (-)
Parosmia (-) (-)
N.Opticus Kanan Kiri
Visus 6/6 6/6
Campus visi V.O.D V.O.S
Kanan Kiri
- Anopsia (-) (-)
Fundus Oculi Tidak Diperiksa - Papil edema
- Papil atrofi - Perdarahan retina
N. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens
Kanan Kiri
Diplopia (-) (-)
Celah mata (-) (-)
Ptosis (-) (-)
Sikap bola mata
- Strabismus (-) (-)
- Exophtalmus (-) (-)
- Enophtalmus (-) (-)
- Deviation conjugae (-) (-)
- Gerakan bola mata baik ke segala arah baik ke segala arah Pupil
- Bentuknya bulat bulat
- Besarnya Ø 3 mm Ø 3 mm
- Isokori/anisokor isokor
- Midriasis/miosis (-) (-)
Refleks cahaya
- Langsung (+) (+)
- Konsensuil (+) (+)
N.Trigeminus
Kanan Kiri
Motorik
- Menggigit tidak ada kelainan
- Trismus tidak ada kelainan
- Refleks kornea tidak ada kelainan Sensorik
- Dahi tidak ada kelainan
- Pipi tidak ada kelainan
- Dagu tidak ada kelainan
N.Facialis
Kanan Kiri
Motorik
- Mengerutkan dahi tidak ada kelainan tidak ada kelainan - Menutup mata tidak ada kelainan tidak ada kelainan - Menunjukkan gigi sudut mulut tertinggal tidak ada kelainan - Lipatan nasolabialis sedikit datar tidak ada kelainan - Bentuk Muka
- Istirahat tidak ada kelainan
- Berbicara/bersiul bicara pelo Sensorik
2/3 depan lidah tidak diperiksa Otonom
- Salivasi tidak ada kelainan
- Lakrimasi tidak ada kelainan
N. Cochlearis Kanan Kiri
Suara bisikan tidak diperiksa
Detik arloji tidak diperiksa
Tes Weber tidak diperiksa
Tes Rinne tidak diperiksa
N. Vestibularis
Nistagmus (-) (-)
Vertigo (-) (-)
N. Glossopharingeus dan N. Vagus
Kanan Kiri
Arcus pharingeus tidak ada kelainan
Uvula tidak ada kelainan
Gangguan menelan tidak ada kelainan
Suara serak/sengau tidak ada kelainan
Denyut jantung tidak ada kelainan
Refleks
- Muntah tidak ada kelainan
- Batuk tidak ada kelainan
- Okulokardiak tidak ada kelainan
- Sinus karotikus tidak ada kelainan
Sensorik
N. Accessorius
Kanan Kiri
Mengangkat bahu tidak ada kelainan Memutar kepala tidak ada kelainan
N. Hypoglossus
Kanan Kiri
Mengulur lidah deviasi lidah ke kanan
Fasikulasi (-)
Atrofi papil (-)
Disartria (+)
MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Kurang
Cukup
Kekuatan 3 5
Tonus Meningkat Normal
Refleks fisiologis
- Biceps Meningkat Normal
- Triceps Meningkat Normal
- Radius Meningkat Normal
- Ulna Meningkat Normal
Refleks patologis
- Leri (-) (-).
- K P R Meningkat Normal
- A P R Meningkat Normal
Refleks patologis
- Mendel Bechterew (-) (-)
Refleks kulit perut
- Atas tidak ada kelainan
- Tengah tidak ada kelainan
- Bawah tidak ada kelainan
Trofik tidak ada kelainan
SENSORIK Tidak ada kelainan
GAMBAR
FUNGSI VEGETATIF
Miksi : tidak ada kelainan
Defekasi : bdd
Ereksi : tidak dinilai
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : (-)
Gibbus : (-)
GERAKAN ABNORMAL Tremor
: (-)
Chorea :
(-)
Athetosis :
(-)
Ballismus :
(-)
Dystoni :
(-)
Myocloni :
(-)
FUNGSI LUHUR Afasia motorik : (-)
Afasia sensorik : (-)
Apraksia :
(-)
Agrafia :
(-)
Alexia :
Pemeriksaan Penunjang
Warna : tidak diperiksa Sedimen :
Reaksi : tidak diperiksa - Eritrosit : tidak diperiksa Protein : tidak diperiksa - Leukosit : tidak diperiksa Reduksi : tidak diperiksa - Thorak : tidak diperiksa Urobilin : tIdak diperiksa - Sel Epitel : tidak diperiksa Bilirubin : tidak diperiksa - Bakteri : tidak diperiksa FE
S ES
Konsistensi : tidak diperiksa Eritrosit : tidak diperiksa Lendir : tidak diperiksa Leukosit : tidak diperiksa Darah : tidak diperiksa Telur cacing : tidak diperiksa Amuba coli/ : tidak diperiksa
Histolitika : tidak diperiksa LIQUOR CEREBROSPINALIS
Tekanan : tidak diperiksa NaCl : tidak diperiksa Sel : tidak diperiksa Queckensted : tidak diperiksa Nonne : tidak diperiksa Celloidal : tidak diperiksa Pandy : tidak diperiksa Culture : tidak diperiksa
PEMERIKSAAN EKG
Irama sinus, reguler, HR: 95 x/menit, axis normal, Gelombang P normal, PR interval < 0,2 detik, QRS kompleks < 0,12 s, ST-T change (-), R di V5/6 + S di V1 < 35, R/S di V1 < 1.
Interpretasi : normal sinus rhythm.
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
1. Rontgen Thorax
Tulang-tulang/jaringan lunak tak tampak
kelainan
CTR>50%,apex tertanam,
aorta elongasi
•Pulmo: corakan bronkovaskuler meningkat
Trachea: posisi, batas-batas, dan diameter
penebalan garis paratracheal
Mediastinum di tengah dan tak melebar
Diafragma normal, sudut costophrenicus
lancip
Kesan: Kardiomegali dengan elongasio aorta
2.CT Scan Kepala:
Tampak area hiperdens di parietal kiri
ukuran 4,62x3,81 cm.
Differensiasi grey, white matter jelas.
Tak tampak deviasi midline structure. Sistem ventrikel normal, sulci/gyri
normal.
Pons/cerebellum/CPA normal.
Sinus paranasal/cavum nasi dan orbita
normal.
Kesimpulan: ICH di parietal kiri vol ± 90 cc.
DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Hemiparese dextra tipe spastic Parese N. VII dextra tipe sentral Parese N. XII dextra tipe sentral Diagnosis topik : Parietal sinistra
PENATALAKSANAAN
Nonfarmakologi:
Follow Up: GCS+TTV Head up 30°
O2 adekuat
Diet cair 1700 kkal Konsul Bedah Saraf
Farmakologi
IVFD NaCl 0,9% gtt xx/menit Inj. Citicoline 2x500 IV Inj. Omeprazole 1x40 mg IV
Inj. Asam tranexamat 3 x 500 mg IV B kompleks 1x500 mcg PO
PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi Stroke
Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik atau menit) dapat menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal di otak yang mengalami kerusakan.4,5 Menurut WHO, stroke didefinisikan sebagai
manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal maupun global (menyeluruh), yang berlangsung cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau sampai menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler.4,5
Pada umumnya gangguan fungsional otak fokal dapat berupa hemiparesis yang disertai dengan defisit sensorik, parese nervus kraniales dan gangguan fungsi luhur. Manifestasi klinis yang muncul sangat bergantung kepada area otak yang diperdarahi oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi ataupun ruptur. 5,6
3.2. Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah Otak
Anatomi
Otak merupakan organ yang palik aktif secara metabolik. Otak hanya memiliki sekitar 2% massa tubuh akan tetapi otak membutuhkan 15-20% kardiak output untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan glukosanya. Secara anatomis, pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem karotis dan sistem vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan melalui lintasan vaskuler vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna.
Tabel 1.Pembagian daerah otak yang diperdarahi pembuluh darah serebral
Sirkulasi Anterior (Sistem Karotis)
Anterior Koroid Hippokampus, globus pallidus, kapsula interna bawah
Anterior Serebri Korteks serebri frontomedial dan parietal serta substansia alba di sekitarnya dan korpus kalosum anterior
serta substantia alba di sekitarnya
Cabang Lentikulostriata
Nukleus kaudatus, putamen, dan kapsula interna atas
Sirkulasi Posterior (Sistem Vertebrobasiler)
Pons inferior dan media serta serebelum media
Arteri serebelar
Superior
Pons superior, otak tengah inferior, dan serebelum superior
Arteri serebelar posterior
Korteks oksipital dan temporal media serta substansia alba disekitarnya. Korpus kalosum posterior dan otak tengah superior
Cabang thalamoperforata
Thalamus
Anterior circulation (sistem karotis)
Stroke yang disebabkan karena gangguan pada sistem sirkulasi ini memberikan tanda dan gejala disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau agnosia. Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang.
Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)
3.2 Epidemiologi Stroke
Stroke merupakan penyakit yang menyebabkan kecacatan tertinggi di dunia, serta merupakan penyakit terbanyak ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Menurut American Heart Association (AHA), angka kematian penderita stroke di Amerika setiap tahunnya adalah 50-100 dari 100.000 orang penderita (Ahmad dan Amir, 2003). Stroke diklasifikasikan menjadi stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Stroke non hemoragik memiliki angka kejadian 85% dari seluruh stroke yang terdiri dari 80% stroke aterotrombotik dan 20% stroke kardioemboli.19
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan utama hampir di seluruh RS di Indonesia. Angka kejadian stroke meningkat dari tahun ke tahun. Setiap tujuh orang yang meninggal di Indonesia, satu diantaranya disebabkan stroke. 4
3.3 Klasifikasi Stroke
Terdapat beberapa pengelompokkan stroke. Klasifikasi stroke telah banyak dikemukakan oleh beberapa institusi, seperti yang dibuat oleh Stroke Data Bank, World Health Organization (WHO,1989) dan National Institute of Neurological Disease and Stroke (NINDS,1990). Pada dasarnya klasifikasi tersebut dikelompokan atas dasar manifestasi klinik, proses patologi yang terjadi di otak dan area lesinya. Hal ini berkaitan dengan pendekatan diagnosis neurologis untuk menetapkan diagnosis klinis, diagnosis topik dan diagnosis etiologi.4,5 Lebih jauh, stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinik, patologi anatomi, sistem darah dan stadiumnya. Pengelompokkan yang berbeda-beda ini menjadi landasan untuk menentukan terapi dan usaha pencegahan stroke.5,6,7
1. Berdasarkan Patalogi Anatomi dan penyebabnya a. Stroke iskemik
i. Transient Ischemic Attack (TIA) ii. Trombosis serebri
iii. Embolia serebri b. Stroke hemoragik
2. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu a. TIA
b. Stroke-in-evolution c. Completed stroke
d. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND) 3. Berdasarkan sistem pembuluh darah
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebra-basiler
Stroke memiliki tanda klinik yang spesifik, tergantung dengan daerah otak yang mengalami inskemik atau infark. Walaupun telah terdapat pngelompokkan stroke berdasarkan patologi anatominya, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik, namun penegakkan klinis stroke (hemoragik maupun non-hemoragik) tidak dapat semata-mata ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis saja, karena semua gejala pada kedua kelompok stroke ini hampir sama. Untuk itu diperlukan pemeriksaan tambahan yang lebih komprehensif untuk menegakkan diagnosis stroke, seperti CT-scan.8
3.4. Faktor Risiko
3.5 Diagnosis Stroke
diperlukan dalam menentukan diagnosis stroke. Selain itu, anamnesis, pemeriksaan fisik neurologis, dan pemeriksaan psikoneurologis perlu dicari dan disimpulkan dalam sindrom-sindroma klinik yang dapat memberikan arah diagnosis topis dalam pengelolaan pasien. Diagnosis etiologis menempati tempat utama yang harus segera disimpulkan untuk dapat memberikan terapi yang cepat dan tepat.
1. Diagnosis Klinis
Diagnosis klinis stroke ditetapkan dari pemeriksaan fisik neurologis dimana didapatkan gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda yang sesuai dengan daerah pendarahan pemnbuluh darah otak tertentu.4,10,11
Gangguan pada sistem karotis menyebabkan: gangguan penglihatan, gangguan bicara, disafasia atau afasia bila mengenai hemisfer serebri dominan, gangguan motorik, hemiplegi/ hemiparesis kontra lateral, dan gangguan sensorik. Gangguan pada sistim vertebrobasilar menyebabkan: gangguan penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital, gangguan nervi kranalis bila mengenai batang otak, gangguan motorik, gangguan koordinasi, drop attack, gangguan sensorik, gangguan kesadaran, dan kombinasi. Pada beberapa keadaan didapat gangguan neurobehaviour, hemineglect, afasia, aleksia, anomia maupun amnesia. 1,2
2. Diagnosis Topik
Menurut klasifikasi Bamford, diagnosis topik stroke dapat dibagi menjadi :3,4
a. Total Anterior Circulation Infarct (TACI) bila memenuhi 3 gejala di bawah: - Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kontralateral sisi lesi) - Hemianopia kontralateral
- Gangguan fungsi luhur: disfasia, visuospasial, hemineglect, agnosia, apraksia
b. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI) bila memenuhi 2 gejala di bawah ini atau cukup 1 saja tetapi harus merupakan gangguan fungsi luhur:
-Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kontralateral sisi lesi) -Hemianopia kontralateral
-Gangguan fungsi luhur: disfasia, visuospasial, hemineglect, agnosia, apraksia c. Lacunar Circulation Infarct (LACI) bila:
- Gangguan sensorik murni - Hemiparesis dengan ataksia
d. Posterior Circulation Infarct (POCI) bila memberikan gejala: - Diplopia
- Disfagia - Vertigo - Disartria
- Hemiparesis alternans
- Gangguan motorik/sensorik bilateral
- Disfungsi serebelar tanpa gangguan long-tract sign
3. Diagnosis Etiologis
Diagnosis etiologis stroke dibedakan menjadi 2 yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Baku emas yang digunakan untuk menentukan etiologi adalah CT-scan kepala. 1,2
3.4 Stroke Hemoragik
3.4.1 Klasifikasi Stroke Hemoragik
Pembagian stroke hemorgaik dapat dibedakan berdasarkan penyebab perdarahannya1,2, yaitu:
1. Perdarahan Intraserberal
Perdarahan intaserebral dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan intaserebral primer dan perdarahan intraserebral sekunder. Perdarahan intraserbral primer disebabkan oleh hipertensi kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibta pecahnya pembuluh darah otak. Sedangkan perdarahan sekunder terjadi aakibat adanya anomaly vaskular congenital, koagulopati, tumor otak, vaskulitis, maupun akibat obat-obat antikoagulan. Diperkirakan sekitar 50% dari penyebab perdarahan intraserebral adalah hipertensi kronik. 4
2. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid terjadi bila keluarnya darah ke ruang subarachnoid sehingga menyebakan reaksi yang cukup hebat berupa sakit keapala yang hebat dan bahkan penurunan kesadaran. Perdarahan subarachnoid dapat terjadi akibat pecahnya aneurisma sakuler.
3.4.2 Patogenesis Stoke Hemoragik
Perdarahan intraserebral terjadi dalam 3 fase, yaitu fase initial hemorrhage, hematoma expansion dan peri-hematoma edema. Fase initial hemmorhage terjadi akibat rupturnya arteri serebral. hipertensi kronis, akan menyebabkan perubahan patologi dari dinding pembuluh darah. Perubahan patologis dari dinding pembuluh darah tersebut dapat berupa hipohialinosis, nekrosis fibrin serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Kenaikan tekanan darah dalam jumlah yang mencolok dan meningkatnya denyut jantung, dapat menginduksi pecahnya aneurisma, sehingga dapat terjadi perdarahan. Perdarahan ini akan menjadi awal dari timbulnya gejala-gejala klinis (fase hematoma expansion). 1,2,12 Pada fase hematoma expansion,
akan terus berkembang. Kerusakan pada parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intracranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya menjadi lebih tertekan dan defisit neurologis pun akan semakin berkembang.
Ukuran perdarahan akan berperan penting dalam menentukan prognosis. Perdarahan yang kecil ukurannya akan menyebabkan massa darah menerobos atau menyela di antara selaput akson massa putih “dissecan splitting” tanpa merusaknya. Dalam keadaan ini, absorpsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan bila perdarahan yang terjadi dalam jumlah besar, maka akan merusak struktur anatomi dari otak, peningkatan tekanan intracranial dan bahkan dapat menyebabkan herniasi otak pada falx serebri atau lewat foramen magnum. Perdarahan intraserebral yang yang tidak diatasi dengan baik akan menyebar hingga ke ventrikel otak sehingga menyebabkan perdarahan intraventrikel. Perdarahan intraventrikel ini diikuti oleh hidrosefalus obstruktif dan akan memperburuk prognosis. Jumlah perdarahan yang lebih dari 60 ml akan meningkatkan resiko kematian hingga 93%.
1,2,14
3.4.3 Gejala Stroke Hemoragik
Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulakan defisist neurologi yang bersifat akut, baik deficit motorik, deficit sensorik, penurnan kesadaran, gangguan fungsi luhur, maupun gangguan pada batang otak. 6
Gejala klinis dari stroke hemoragik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Gejala perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral umumnya terjadi pada usia 50-75 tahun. Perdarahan intraserebral umunya akan menunjukkan gejala klinis berupa: a. Terjadi pada waktu aktif
b. Nyeri kepala , yang diikuti dengan muntah dan penurunan kesadaran c. Adanya riwayat hipertensi kronis
2. Gejala perdarahan subarachnoid
Pada perdarahan subarachnoid akan menimbulakan tanda dan gejala klinis berupa:
a. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak b. Hilangnya kesdaran
c. Fotofobia d. Meningismus e. Mual dan muntah
f. Tanda-tanda perangsangan meningeal, seperti kaku kuduk.
3.4.4 Diagnosis Stroke Hemoragik4,5
1. Anamnesis
Pada anamnesa akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak, mulut mengot atau bicara pelo yang terjadi secara tiba-tiba pada saat sedang beraktivitas. Selain itu, pada anamnesa juga perlu ditanyakan penyakit-penyakit tedahulu seperti diabetes mellitus atau kelainan jantung. Obat-obatan yang dikonsumsi, riwayat penyakit dalam keluarga juga perlu ditanyakan pada anamnesa.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan fisik neurologi seperti tingkat kesadaran, ketangkasan gerakan, kekuatan otot, refleks tendon, refleks patologis dan fungsi saraf kranial.
Pemeriksaan tingkat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu sebagai berikut :
Tabel 3. Glasgow Coma Scale(GCS)
Respon Skor
a. Membuka mata
1) Membuka spontan 4
2) Membuka dengan perintah 3
3) Membuka mata karena rangsang nyeri 2
4) Tidak mampu membuka mata 1
b.Kemampuan bicara
1) Orientasi dan pengertian baik 5
2) Pembicaraan yang kacau 4
4) Dapat bersuara, merintih 2
5) Tidak ada suara 1
c.Tanggapan motorik
1) Menanggapi perintah 6
2) Reaksi gerakan lokal terhadap rangsang 5 3) Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri 4
4) Tanggapan fleksi abnormal 3
5) Tanggapan ekstensi abnormal 2
6) Tidak ada gerakan 1
Derajat kesadaran :
Kompos mentis = GCS 15-14
Somnolen = GCS 13-8
Sopor = GCS 7-4
Koma = GCS 3
Gangguan ringan ketangkasan gerakan jari-jari tangan dan kaki dapat dinilai melalui tes yang dilakukan dengan cara menyuruh penderita membuka dan menutup kancing bajunya. Kemudian melepas dan memakai sandalnya.
Penilaian kekuatan otot dalam derajat tenaga 0 sampai 5 secara praktis mempunyai kepentingan dalam penilaian kemajuan atau kemunduran orang sakit dalam perawatan dan bukan suatu tindakan pemeriksaan yang semata-mata menentukan suatu kelumpuhan.
Pemeriksaan kekuatan otot adalah sebagai berikut : 0 : Tidak ada kontraksi otot
1 : Terjadi kontraksi otot tanpa gerakan nyata
2 : Pasien hanya mampu menggeserkan tangan atau kaki
3 : Mampu mengangkat tangan, tetapi tidak mampu menahan gravitasi 4 : Tidak mampu menahan tangan pemeriksa
5 : Kekuatan penuh
Refleks patologis dapat dijumpai pada sisi yang hemiparetik. Refleks patologis yang dapat dilakukan pada tangan ialah refleks Hoffmann–Tromner. Sedangkan refleks patologis yang dapat dibangkitkan di kaki ialah refleks Babinsky, Chaddock, Oppenheim, Gordon, Schaefer dan Gonda.4
merupakan bagian dari sistem saraf sadar. Dari 12 pasang saraf, 3 pasang memiliki jenis sensori (saraf I, II, VIII), 5 pasang jenis motorik (saraf III, IV, VI, XI, XII) dan 4 pasang jenis gabungan (saraf V, VII, IX, X).
Tabel 4. Gangguan nervus kranialis. 20
Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis dengan
lesi
I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya daya penghidu)
II: Optikus Penglihatan Amaurosis
III: Okulomotorius Gerak mata, kontriksi pupil, akomodasi
Diplopia (penglihatan kembar), ptosis; midriasis; hilangnya akomodasi
IV: Troklearis Gerak mata Diplopia
V: Trigeminus Sensasi umum wajah, kulit kepala, dan gigi; gerak mengunyah
”mati rasa” pada wajah; kelemahan otot rahang
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi umum pada platum dan telinga luar; sekresi kelenjar lakrimalis, submandibula dan sublingual; ekspresi wajah
Hilangnya kemampuan mengecap pada duapertiga anterior lidah; mulut kering; hilangnya lakrimasi; paralisis otot wajah
IX: Glosofaringeus Pengecapan; sensasi umum pada faring dan telinga; mengangkat palatum; sekresi kelenjar parotis
Hilangnya daya pengecapan pada sepertiga posterior lidah; anestesi pada faring; mulut kering sebagian
X: Vagus Pengecapan; sensasi umum pada faring, laring dan telinga; menelan; fonasi;
parasimpatis untuk jantung dan visera abdomen
XI: Asesorius Spinal Fonasi; gerakan kepala; leher dan bahu
Suara parau; kelemahan otot kepala, leher dan bahu XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan
lidah
3. Pemeriksaan Penunjang
CT scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan
stroke infark dengan stroke perdarahan.
Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah
didapatkan gambaran hipodens sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens.
Intracranial Hemorrhage
isodense, sedangkan pada fase kronik (> 5hari) akan terlihat gambaran hypodense. Perdarahan terjadi di intracerebral sehingga gambaran CSF akan terlihat jernih.
Subarachnoid Hemorrhage
Pada subarachonid hemorrhage, gambaran radiologi akan memperlihatkan ruangan yang diisi dengan CSF menjadi isodens.
Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat sensitif). Secara umum juga lebih sensitif dibandingkan CT scan, terutama untuk mendeteksi pendarahan posterior.
Pemeriksaan Angiografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada pembuluh darah.
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial, menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.
Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak ada CT scan atau MRI. Pada stroke perdarahan intraserebral didapatkan gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna kekuningan. Pada perdarahan subaraknoid didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).
Pemeriksaan Penunjang Lain.
Pemeriksaan untuk menetukan faktor risiko seperti darah rutin, komponen kimia darah (ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar), elektrolit darah, foto toraks, EKG, echocardiograf.
3.4.5 Tatalaksana Stroke Hemoragik 1. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
2. Stadium Akut
segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intracranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 30º, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg). 4,5,16
Terapi umum:
a. Letakkan kepala pasien pada posisi 30º, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
b. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik.
c. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
e. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
f. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM). 1,2,15
3. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
c. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,
d. Prevensi sekunder
e. Edukasi keluarga dan Discharge Planning
3.4.6 Prognosis4,5
1. Perdarahan Intraserebral
Prediktor terpenting untuk menilai outcome perdarahan intra serebri (PIS) adalah volume PIS, tingkat kesadaran penderita (menggunakan skor Glasgow Coma Scale (GCS), dan adanya darah intraventrikel. Volume PIS dan skor GCS dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kematian dalam 30 hari dengan sensitivitas sebesar 96% dan spesifitas 98%. Prognosis buruk biasanya terjadi pada pasien dengan volume perdarahan (>30mL), lokasi perdarahan di fossa posterior, usia lanjut dan MAP >130 mmHg pada saat serangan. GCS <4 saat serangan juga bisa memberi prognosis buruk.
Suatu PIS dengan volume >60 mL dan skor GCS ≤ 8 memiliki tingkat mortalitas sebesar 91% dalam 30 hari, dibanding dengan tingkat kematian 19% pada PIS dengan volume <30 mL dan GCS skor ≥ 9. Perluasan PIS ke intraventrikel meningkatkan mortalitas secara umum menjadi 45% hingga 75%, tanpa memperhatikan lokasi PIS, sebagai bagian dari adanya hidrosefalus obstruktif akibat gangguan sirkulasi liquor cerebrospinal (LCS). Pengukuran volume hematom dapat dilakukan secara akurat dengan CT scan. Secara klinis, edema berperan dalam efek massa dari hematom, meningkatkan tekanan intrakranial dan pergeseran otak intrakranial. Secara paradoks, volume relatif edema yang tinggi berhubungan dengan outcome fungsional yang lebih baik, yang menimbulkan suatu kerancuan apakah edema harus dijadikan target terapi atau hanya merupakan variabel prognostik.
2. Perdarahan Subarachnoid
BAB IV
ANALISIS KASUS
4.1 Ringkasan
4.1.1 Anamnesa
Penderita dirawat di bagian saraf RSMH karena tidak bisa berjalan yang disebabkan kelemahan pada sesisi tubuh sebelah kanan yang terjadi secara tiba-tiba.
Kurang lebih 3 jam SMRS, saat penderita sedang beraktivitas, tiba-tiba penderita mengalami kelemahan pada lengan dan tungkai sesisi tubuh sebelah kanan, tanpa disertai penurunan kesadaran. Saat serangan, penderita mengalami sakit kepala, mual muntah tidak ada, tidak disertai kejang. Tidak terdapat gangguan rasa pada sesisi tubuh yang mengalami kelemahan. Penderita sehari-hari menggunakan lengan kanan untuk beraktivitas. Penderita tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan dan isyarat. Saat penderita berbicara, mulutnya mengot ke arah kanan dan bicaranya pelo. Saat serangan penderita tidak mengalami jantung yang berdebar-debar disertai sesak nafas.
4.1.2 Pemeriksaan (16 Maret 2017)
Pupil bulat, isokor, RC +/+, diameter pupil 3mm/3mm N. Facialis
Plica Nasolabialis kanan sedikit datar (+) Sudut mulut kanan tertinggal
N. Hypoglossus Deviasi lidah ke kanan
Fungsi Motorik Lka Lki Tka Tki
Gerakan k c k c
Kekuatan 4 5 4 5
Tonus ↑ Normal ↑ Normal
Klonus -
-R. Fisiologis ↑ Normal ↑ Normal
R. Patologis - - (-) (-) Fungsi Sensorik : tidak ada kelainan
Fungsi Luhur : tidak ada kelainan Fungsi Vegetatif : tidak ada kelainan
GRM : tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : tidak ada
4.1.3 Diagnosa
DIAGNOSA KLINIK : Hemiparese dextra spastik + Parese N.VII dan N.XII dextra tipe sentral
DIAGNOSA TOPIK : Capsula interna hemisferium cerebri sinistra DIAGNOSA ETIOLOGI : Intraventrikular hemorrhagik
Intracerebral hemorrhagik
4.1.4 Tatalaksana Non Farmakologis
Elevasi kepala 30o
Bed Rest
Diet bubur biasa rendah garam
Fisioterapi Pasif
Farmakologis
IVFD assering gtt xx/m makro
Injeksi citicholin 2x250 mg (IV)
Injeksi Omeprazol 1x40 mg (IV)
Neurobion 1x5000 mg tab (PO)
Amlodipine 1x10 mg tab (PO)
Inj. Asam Tranexamat 3x500 mg (IV) selama 5 hari
Manitol 4x125cc
Ketorolac 1amp (jika perlu)
Konsul bedah saraf
4.1.5 Prognosis
4.2 Diskusi
4.2.1 Diagnosis Banding Topik
1. Lesi di Korteks Hemisferium Cerebri Sinistra
Lesi di korteks hemisferium cerebri
sinistra, gejalanya: Pada penderita ditemukan gejala:
Defisit motorik Hemiparese dextra spastik
Gejala iritatif (kejang pada sisi kanan) Tidak ada kejang pada sisi yang lemah
Gejala fokal (kelumpuhan tidak sama berat)
Kelemahan lengan dan tungkai kanan lebih berat, parese N VII dan N XII
Dextra sentral
Defisit sensorik pada sisi yang lumpuh Tidak ada
Afasia global Tidak ada
Jadi kemungkinan lesi di cortex cerebri hemisferium sinistra dapat disingkirkan.
2. Lesi di Capsula Interna Hemisferium Sinistra
Lesi di capsula interna hemisferium
sinistra, gejalanya: Pada penderita ditemukan gejala: Hemiparese/hemiplegic typical
Hemiparese dextra spastik
Parese N VII dekstra sentral disertai
parese N XII dekstra sentral Parese N. VII dan N. XII dextra sentral Kelemahan sisi yang lumpuh sama berat Kelemahan sisi yang lumpuh sama berat Jadi kemungkinan lesi di capsula interna hemisferium sinistra belum dapat disingkirkan
3. Lesi di Subkorteks Hemisferium Cerebri Sinistra
cerebri sinistra, gejalanya: Defisit motorik (hemiparese dextra
sentral) Hemiparese dextra spastik
Afasia motorik murni Tidak ada
Jadi kemungkinan lesi di subcortex cerebri hemisferium sinistra dapat disingkirkan.
Kesimpulan:
Kapsula interna hemisferium sinistra
4.2.2 Diagnosis Banding Etiologi Skor Stroke Siriraj
Siriraj Stroke Score :
= (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan diastolik) – (3 x petanda ateroma) – 12
= (2,5 X 1) + (2 X 0) + (2 X 1) + (0.1 X 100) – (3X0) – 12 =1,5
Intepretasi:
0 : Lihat hasil CT Scan ≤ -1 : Non Hemorragik ≥ 1 : Hemorragik
Algoritma Gajah Mada
Pada Tn. AR terdapat nyeri kepala (+)
Kesimpulan:
Diagnosis Banding Etiologi B erdasarkan Anamnesis
1. Hemoragia Cerebri
Hemoragia cerebri, gejalanya: Pada penderita ditemukan gejala: Kehilangan kesadaran > 30 menit Tidak ada kehilangan kesadaran Terjadi saat aktifitas Terjadi saat aktifitas
Didahului sakit kepala, mual dan muntah
Dengan sakit kepala, tidak ada mual dan muntah
Riwayat hipertensi Ada riwayat hipertensi
Jadi kemungkinan etiologi hemoragia cerebri belum dapat disingkirkan.
2. Emboli Cerebri
Emboli cerebri, gejalanya: Pada penderita ditemukan gejala: Kehilangan kesadaran < 30 menit Tidak ada kehilangan kesadaran Ada arterial fibrilasi Tidak ada arterial fibrilasi Terjadi saat aktivitas Terjadi saat aktivitas
Jadi kemungkinan etiologi emboli cerebri dapat disingkirkan.
3. Trombosis cerebri
Trombosis cerebri, gejalanya: Pada penderita ditemukan gejala: Tidak ada kehilangan kesadaran Tidak ada kehilangan kesadaran Terjadi saat istirahat Terjadi saat aktivitas
Jadi kemungkinan etiologi trombosis cerebri dapat disingkirkan.
Kesimpulan:
DAFTAR PUSTAKA
1. Aho K, Harmsen P, Hatano S, Marquardsen J, Smirnov VE, Strasser T. Cerebrovascular disease in the community: results of a WHO collaborative study. Bull World Health Organ. 1980; 58:113–30.
2. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2013. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI. 3. Misbach J, Jannis J, Soertidewi L. 2011. Epidemiologi Stroke, dan Anatomi
Pembuluh Darah Otak dan Patofisiologi Stroke dalam Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
4. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
5. Morgenstern, Lewis B., Hemphill J.C., et al. 2010.Guidelines for the Management of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage: A Guideline for Healthcare Professionals From the American Heart Association / American Stroke Association. Journal of the American Heart Association. (http://stroke.ahajournals.org/content/41/9/2108. Diakses Maret 18, 2017).
6. Misbach, dr.H. Jusuf. 1999. Stroke: Aspek Diagnotik, Patofisiologi, Manajemen. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, Indonesia.
7. Mardjono, Prof. dr. Mahar. Prof. dr. Priguna Sidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar cetakan ke-13. Dian Rakyat, Jakarta, Indonesia.
8. Magistris, Fabio. Stephanie Bazak, Jason Martin. 2013. Intracerebral Hemmorhage: Pathophysiology, Diagnosis and Management (Clinical Review). MUMJ. Vol 10 No.1 halaman 15-22.
10.Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology.Edisi 8. BAB 4. Major Categories of Neurological Disease:Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New York, 2005.
11.Nasissi, Denise. 2010. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape.
12.Price, S. A., L. M. Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, E/6. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
13.Snell, R. S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, Ed. 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
14.Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4. Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New York.2005.
15.MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. ( Http://www.merck.com/
mmhe/sec06/ch086/ch086d.html. Diakses Maret 18, 2017).
16.Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006. ( Http ://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021. pdf/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html. Diakses Maret 18, 20147.
17.Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007. (Http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com Diakses Maret, 2017) .
18.Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan perdarahan
intraserebral supratentorial dari infark.
(Http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/. Diakses Maret 18, 2017).