PERCOBAAN 3 PERCOBAAN 3 EFEK ANALGESIK EFEK ANALGESIK
A.
A. LATAR BELAKANGLATAR BELAKANG
Obat analgesik merupakan obat yang sudah di kenal luas. Analgesik banyak digunakan Obat analgesik merupakan obat yang sudah di kenal luas. Analgesik banyak digunakan untuk menurunkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien. Obat analgesic ini banyak untuk menurunkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien. Obat analgesic ini banyak dijual sebagai kemasan tunggal maupun kemasan kombinasi dengan bahan obat lain. Obat ini dijual sebagai kemasan tunggal maupun kemasan kombinasi dengan bahan obat lain. Obat ini tergolong sebagai obat bebas sehingga mudah ditemukan di apotik toko obat maupun warung tergolong sebagai obat bebas sehingga mudah ditemukan di apotik toko obat maupun warung pinggir jalan.
pinggir jalan.
Penggunaan Obat Analgesik ini mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit Penggunaan Obat Analgesik ini mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgesik ini tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna. Oleh karena kesadaran. Obat Analgesik ini tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna. Oleh karena itu, pasien berhak mengetahui obat yang mana saja yang memberi potensi analgesic dan berhak itu, pasien berhak mengetahui obat yang mana saja yang memberi potensi analgesic dan berhak mengetahui obat analgesic yang member potensi paling baik dalam menurunkan rasa nyeri.
mengetahui obat analgesic yang member potensi paling baik dalam menurunkan rasa nyeri.
B.
B. PERMASALAHANPERMASALAHAN
Bagaimana efek analgesic obat nyeri bila dilakukan pengujian dengan metode rangsang Bagaimana efek analgesic obat nyeri bila dilakukan pengujian dengan metode rangsang kimia?
kimia?
C.
C. MANFAATMANFAAT
Dengan melakukan uji analgesic ini, dapat mengetahui obat mana yang dapat Dengan melakukan uji analgesic ini, dapat mengetahui obat mana yang dapat menurunkan nyeri dan yang mana yang tidak. Dan dapat mengetahui potensi obat paling besar menurunkan nyeri dan yang mana yang tidak. Dan dapat mengetahui potensi obat paling besar untuk menurunkan rasa nyeri tanpa harus menghilangkan kesadaran pasien.
D.
D. TUJUANTUJUAN
Memahami efek analgesic beberapa obat pereda nyeri dengan metode rangsang kimia. Memahami efek analgesic beberapa obat pereda nyeri dengan metode rangsang kimia.
E.
E. PENELAAHAN PUSTAKAPENELAAHAN PUSTAKA
Analgesik adalah istilah kimia untuk zat-zat yang dapat menurunkan rasa sakit. Efek Analgesik adalah istilah kimia untuk zat-zat yang dapat menurunkan rasa sakit. Efek penghilang
penghilang rasa rasa sakit sakit dimunculkan dimunculkan dengan dengan mereduksi mereduksi kepekaan kepekaan fisik fisik dan dan emosional emosional individuindividu serta memberikan penggunanya rasa nyaman (Amriel, 2007).
serta memberikan penggunanya rasa nyaman (Amriel, 2007).
Analgesik nonopiat (analgesic non narkotik) termasuk obat AINS. Nonopiat mengurangi Analgesik nonopiat (analgesic non narkotik) termasuk obat AINS. Nonopiat mengurangi nyeri dengan cara bekerja di ujung saraf perifer pada derah luka dan menurunkan tingkat nyeri dengan cara bekerja di ujung saraf perifer pada derah luka dan menurunkan tingkat mediator inflamasi yang dihasilkan di daerah luka. Nonopiat digunakan untuk nyeri ringan mediator inflamasi yang dihasilkan di daerah luka. Nonopiat digunakan untuk nyeri ringan hingga sedang, kecuali ada kontraindikasi khusus (Berman, Snyder, Kezier, Glenora, 2009). hingga sedang, kecuali ada kontraindikasi khusus (Berman, Snyder, Kezier, Glenora, 2009).
Analgesik opiate (analgesic narkotik) adalah obat obat yang daya kerjanya meniru opioid Analgesik opiate (analgesic narkotik) adalah obat obat yang daya kerjanya meniru opioid endogen dengan memperpanjang aktivitas dari reseptor reseptor opioid. Tubuh dapat mensintesis endogen dengan memperpanjang aktivitas dari reseptor reseptor opioid. Tubuh dapat mensintesis zat zat opioidnya sendiri, yakni zat-zat endorphin, yang juga bekerja melalui reseptor opioid. zat zat opioidnya sendiri, yakni zat-zat endorphin, yang juga bekerja melalui reseptor opioid. Endofrin bekerja dengan menduduki reseptor nyeri di system saraf pusat, hingga perasaan nyeri Endofrin bekerja dengan menduduki reseptor nyeri di system saraf pusat, hingga perasaan nyeri dapat diblokir. Tetapi bila analgetika tersebut digunakan terus-meneus, pembentukan dapat diblokir. Tetapi bila analgetika tersebut digunakan terus-meneus, pembentukan reseptor-reseptor baru distimulasi dan produksi endorphin di ujung saraf otak dirintangi. Akibatnya reseptor baru distimulasi dan produksi endorphin di ujung saraf otak dirintangi. Akibatnya terjadilah kebiasaan dan ketagihan (Tjay, Rahardja, 2007).
terjadilah kebiasaan dan ketagihan (Tjay, Rahardja, 2007).
Metode rangsangan zat kimia (siegmunci) menggunakan senyawa kimia yang dapat Metode rangsangan zat kimia (siegmunci) menggunakan senyawa kimia yang dapat menimbulkan rasa nyeri sepertiasam asetat, HCL 2%, 5-hidroksi triptamin, fenibenzokuinon, menimbulkan rasa nyeri sepertiasam asetat, HCL 2%, 5-hidroksi triptamin, fenibenzokuinon, bradikinin
bradikinin dan dan lain-lain. lain-lain. Senyawa Senyawa tesebut tesebut diberikan diberikan secara secara intraperitonial intraperitonial 30 30 menit menit sebelumsebelum diberikan obat. Reaksi nyeri diperlihatkan oleh hewan antara lain menggeliat, mengeser-geserkan diberikan obat. Reaksi nyeri diperlihatkan oleh hewan antara lain menggeliat, mengeser-geserkan perut pada alas kandan
perut pada alas kandang. Jumlah geliat langsung diamati g. Jumlah geliat langsung diamati selama 30 menit dengan selanselama 30 menit dengan selang waktu 5g waktu 5 menit (Darmono, S., 2011).
menit (Darmono, S., 2011).
Parasetamol merupakan analgesic non narkotik dan juga zat antipiretik. Pada umumnya Parasetamol merupakan analgesic non narkotik dan juga zat antipiretik. Pada umumnya dianggap sebagai anti nyeri yang aman. Reabsorpsinya dari usus cepat dan praktis tuntas, secara dianggap sebagai anti nyeri yang aman. Reabsorpsinya dari usus cepat dan praktis tuntas, secara rectal lebih lambat. Dalam hati diuraikan menjadi metabolit-metabolit toksik yang diekskresikan rectal lebih lambat. Dalam hati diuraikan menjadi metabolit-metabolit toksik yang diekskresikan dengan kemih sebagai konjugat-glukuronida dan sulfat (Tjay, Rahardja, 2007).
Parasetamol (Marzuki, Amirullah, Fitriana, 2010)
Asetosal (asam asehilsalisilat, aspirin, aspro) adalah obat antinyeri dan antidemam tertua (1880). Sebagai obat rema (NSAID’S) asetosal juga memiliki daya antiradang tetapi dalam dosis tinggi (3-4 kali sehari 1 gram). Hanya harus waspada untuk rangsangan terhadap selaput lendir lambung yang dapat timbul pada dosis ini (Tan H.T., Kirana R., 2010)
struktur asetosal (Yodhian, 2008)
Analgesic bekerja pada sintesis prostaglandin. Sintesis prostaglandin dihalangi oleh penghambatan pada siklooksigenase, satu enzim kunci pada reaksi berantai asam arakidonat.
Siklooksigenase ada 2 bentuk iso (COX-1 dan COX-2), yang berbeda dalam distribusinya di jaringan dan regulasinya. Prinsip kerjanya sama untuk senyawa dalam golongan ini. Perbedaan ya
terletak pada afinitas enzim dan tipe inhibitor untuk masing masing obat: - Irreversible (asam asetil salisilat)
- Cepat, reversible dan kompetitif (diklofenak dan fenilbutazon)
- Cepat, reversible dan tidak kompetitif (parasetamol) (Schmitz, 2009).
F. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
Analgesic merupakan zat kimia yang memiliki kemampuan untuk menurunkan rasa sakit dengn cara mereduksi kepekaan fisik dan emosional individu. Analgesic digolongkan menjadi dua golongan, yaitu golongan nonopiat (analgesic non narkotik) dan opiate (analgesic narkotik). Analgesic nonopiat mengurangi rasa nyeri dengan cara bekerja di ujung saraf perifer pada daerah luka dan digunakan hanya untuk nyeri ringan hingga sedang. Analgesic opiate memiliki daya
kerja seperti opioid endogen dengan memperpanjang aktivitas dari reseptor opioid yang bekerja menduduki reseptor nyeri di system saraf. Namun bila analgesic opiate digunakan terus dapat menyebabkan stimulasi reseptor baru terhambat dan akibatnya mengalami kecanduan.
Metode rangsangan zat kimia menggunakan senyawa kimia yang dapat memberikan efek nyeri seperti HCL 2%. Senyawa tersebut diberikan secara intraperitonial 30 menit sebelum diberikan obat. Reaksi yang diperlihatkan seperti tubuh menggeliat geliat.
Parasetamol adalah jenis obat analgesic non narkotik dan dianggap sebagai antinyeri yang aman. Penguraian di hati relative cepat menjadi metabolit toksik yang diekskresikan dengan kemih berupa konjugat.
Struktur parasetamol :
Asetosal merupakan obat anti nyeri dan memiliki daya antiradang namun dalam dosis tinggi. Namun perlu diperhatikan adalah rangsangan yang terjadi terhadap selaput lendir lambung yang ditimbulkan oleh dosis yang tinggi.
struktur asetosal
Analgesic bekerja pada sintesa prostaglandin yang dihalangi oleh penghambatan yang dilakukan oleh siklooksigenase. Siklooksigenase memiliki dua macam, yaitu iso COX-1 dan iso COX-2, dan perbedaannya ada pada regulasi dan distrusinya di jaringan. Memiliki prinsip kerja yang sama namun berbeda pada afinitas enzimnya serta tipe pada inhibitor untuk masing masing obat.
G. METODE PENELITIAN
a. Jenis Penelitian : Eksperimental b. Alat dan Bahan :
Hewan uji mencit
Larutan CMC Na 1% p.o.
Suspensi asetosal 0.5% dalam CMC 1% dosis 10.1 mg/kg BB (dosis manusia)
Suspensi parasetamol 1% dalam CMC 1% dosis 7.14 mg/kg BB (dosis manusia)
Larutan steril asam astetat 1%
Spuit injeksi (0.1 – 1 ml)
Jarum oral (ujung tumpul)
Beaker glass dan stopwatch
c. Cara Kerja:
Setiap kelompok mendapat 3 mencit
Mencit I (control) diberi larutan CMC 1% p.o. Mencit II diberi suspensi asetosal p.o.
Mencit III diberi suspensi parasetamol p.o.
Setelah 15 menit, seluruh mencit disuntik asam asetat 50 mg/kg BB i.p.
Beberapa menit kemudian, mencit akan menggeliat (perut kejang dan kaki ditarik ke belakang). Dicatat jumlah kumulatif geliat yang timbul setiap selang waktu 5 menit
selama 60 menit
Dibuat kurva mean jumlah kumulatif geliat masing-masing perlakuan terhadap waktu
Dihitung persen daya analgetik dengan rumus: % daya analgetik = 100 – (o/k x 100) dimana:
k : jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi CMC (control) Dibandingkan daya analgetik asetosal dan parasetamol
H. TATA CARA ANALISIS HASIL
CMC 1% C = 1% = 1 g / 100 ml = 10 mg / ml D manusia = 10.1 mg / kg BB D manusia 70 kg = 707 mg / kg BB
Konversi manusia 70 kg ke mencit 20 g = 0.0026 Mencit 20g = 0.0026 x 707 mg / kg BB
= 1.8382 mg / 20 g BB Bobot mencit = 29.4 gram
Dosis = x 1.8382 = 2.702 mg / 29.4 gram BB D x BB = C x V 2.702 mg / 29.4 g BB x 29.4 g = 10 mg/ml x V V = 0.2702 ml = 0.27 ml Asetosal C = 0.5 % = 0.5 g / 100 ml = 5 mg/ml D manusia = 10.1 mg/kg BB D manusia 70 kg = 707 mg/kg BB
Konversi manusia 70 kg ke mencit 20 g = 0.0026 D mencit 20 g = 0.0026 x 707
Bobot mencit II = 27.7 gram Dosis = x 1.8382 = 2.545 mg / 27.7 g BB D x BB = C x V 2.545 mg / 27.7 g BB X 27.7 g = 5 mg/ml x V V = 0.509 ml = 0.51 ml Paracetamol C = 1% = 10 mg/ml D manusia = 7.14 mg/kg BB D manusia 70 kg = 499.8 mg/kg BB Konversi ke mencit 20 g = 0.0026 x 499.8 mg/kg BB = 1.299 mg / 20 g BB Bobot mencit III = 29.8 gram
Dosis = x 1.299 = 1.935 mg / 29.8 g BB D x BB = C x V 1.935 mg / 29.8 g x 29.8 g = 10 mg/ml x V V = 0.1935 ml = 0.19 ml Asam Asetat C = 1 % = 10 mg/ml D = 50 mg/kg BB = 0.05 mg/g BB
Bobot mencit I = 29.4 gram D x BB = C x V
V = 0.147 ml = 0.15 ml Bobot mencit II = 27.7 gram
D x BB = C x V
0.05 mg/g x 27.7 g = 10 mg/ml x V V = 0.1385 ml
= 0.14 ml Bobot mencit III = 29.8 gram
D x BB = C x V
0.05 mg/g x 29.8 g = 10 mg/ml x V V = 0.149 ml
I. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Senyawa CMC Rata Rata Rata Rata Jml Kum Asetosal Rata Rata Rata Rata Jml Kum Rata Rata Rata Rata Jml Kum Menit Geliat Geliat
I II III IV I II III IV I II III IV
0-5 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 1 1 0 0 5 2 1.75 1.75 5-10 12 26 7 0 11.25 11.25 37 0 1 14 13 14 5 12 35 9 15.25 17 10-15 20 21 12 0 13.25 24.5 20 0 2 19 10.25 24.25 9 12 33 25 19.75 36.75 15-20 19 13 11 0 10.75 35.25 16 0 0 15 7.75 32 8 9 23 15 13.75 50.5 20-25 16 10 9 0 8.75 44 15 0 0 15 7.5 39.5 7 5 22 12 11.5 62 25-30 10 6 4 0 5 49 15 0 0 5 5 44.5 7 5 17 5 8.5 70.5 30-35 6 7 3 0 4 53 10 0 0 6 4 48.5 5 3 13 0 5.25 75.75 35-40 2 8 5 0 3.75 56.75 9 0 0 1 2.5 51 9 3 11 5 7 82.75 40-45 6 3 2 0 2.75 59.5 12 0 0 3 3.75 54.75 6 2 9 0 4.25 87 45-50 4 3 3 0 2.5 62 9 0 0 2 2.75 57.5 5 0 7 1 3.25 90.25 50-55 3 5 4 0 3 65 8 0 0 1 2.25 59.75 3 1 7 2 3.25 93.5 55-60 2 1 1 0 1 66 6 0 0 0 1.5 61.25 1 2 6 0 2.25 95.75
% daya analgetik asetosal = 100 – (o/k x 100) = 100 – (
x 100)
= 7.2 %
% daya analgetik parasetamol = 100 – (o/k x 100) = 100 – (
x 100) = - 45.07 %
Pembahasan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengenal efek analgesic dengan metode rangsang kimia. Analgesic adalah obat yang dapat menghilangkan rasa nyeri dengan cara meningkatkan nilai ambang nyeri tanpa menekan kesadaran. Analgesic dibagi menjadi dua golongan besar yaitu analgesic narkotik dan analgesic non narkotik. Analgesic narkotik mempunyai daya penghilang rasa nyeri yang sangat besar dengan efek ketagihan sedangkan analgesic non narkotik berefek melalui mekanisme kerja yang menghambat biosintesis prostaglandin dan tidak menimbulkan efek ketagihan.
Analgesic narkotik merupakan turunan opium dari tumbuhan papaver samniferum atau dari senyawa sintetik. Analgesic narkotik digunakan untuk merasakan nyeri sedang hebat dan nyeri yang berasal dari organ visceral. Bekerja pada reseptor opiod pada susunan sara pusat, memiliki efek analgesic yang kuat dan dapat menyebabkan ketergantungan.
Analgesic non narkotik adalah analgesic yang berasal dari golongan antiinflamasi non steroid (AINS) yang menghilangkan nyeri ringan sedang. Mekanismenya dengan menghambat sintesis prostaglandin yang menstimulasi SSP, efek analgesiknya lebih rendah dari analgesic narkotik bekerja pada saraf perifer dan tidak menyebabkan ketergantungan.
Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Rangsang yang cukup untuk menimbulkan rasa nyeri adalah kerusakan jaringan atau gangguan metabolisme jaringan. Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan jaringan pengalaman
sensoris. Pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksius yang diperantarai oleh system sensorik nosiseptif. System ini berjalan mulai dari perifer melalui medulla spinalis, batang otak, thalamus dan korteks serebri. Apabila telah terjadi kerusakan jaringan, maka system nosisepti akan bergeser fungsinya dari fungsi protektif menjadi fungsi yang membantu jaringan rusak.
Menurut tempat kejadiannya nyeri dibagi menjadi 2, yaitu nyeri somatic dan nyeri visceral. Nyeri somatic dibagi menjadi dua, yaitu nyeri permukaan dan nyeri dalam. Nyeri permukaan apabila rangsang bertempat dalam kulit dan nyeri dalam bila nyeri berasal dari otot, persendian, tulang dan jaringan ikat.
Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala, fungsinya member tanda tentang adanya ganguan ditubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan rangsang mekanis atau kimiawi yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan melepaskan zat yang disebut mediator nyeri.
Mekanisme dari rangsang nyeri diterima oleh reseptor khusus, yang merupakan ujung saraf bebas, secara fungsional dibedakan 2:
a. Mekanoreseptor : suatu reseptor yang meneruskan rangsang nyeri permukaan melalui serabut A-delta bermielin
b. Termoreseptor : suatu reseptor yang meneruskan nyeri kedua melalui serabut-serabut C yang tak bermielin.
Mekanisme nyeri adalah mediator nyeri seperti prostaglandin, serotonin dari jaringan yang rusak lepas kemudian mediator- mediator tersebut akan merangsang reseptor nyeri diujung saraf perifer atau tempat lain selanjutnya rangsang nyeri diteruskan ke ousat nyeri di korteks serebri oleh sara sensoris melalui sumsum tulang belakang dan thalamus kemudian terjadi nyeri.
Pada percobaan dengan menggunakan rangsang kimia bahan yang digunakan yaitu CMC, asetosal, parasetamol, dan asam asetat.
Asam asetat digunakan untuk memberikan rasa nyeri pada mencit. Pemberian sediaan asam asetat akan merangsang prostaglandin untuk menimbulkan rasa nyeri akibat adanya kerusakan jaringan atau inlamass. Prostaglandin menyebabkan sensititisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi sehingga prostaglandin dapat menimbulkan keadaan hiperalgesia(peningkatan sensitivitas terhadap nyeri yang bersifat abnormal), kemudian mediator kimiawi seperti bradikidin dan histamine merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata.
Asetosal adalah golongan analgetika non narkotik dan asetosal merupakan turunan asam salisilat. Asetosal merupakan hasil esterifikasi gugus hidroksil fenolik asam salisilat dengan asam asetat, sehingga dicapai penerimaan tubuh local yang lebih kuat bagi kerja analgesic, antipiretik dan antiflagistik. Asetosal merupakan golongan obat NSAIDs (obat anti inflamasi non steroid) yang bekerja dengan menghamnbat enzim siklo-oksigenasi, sehingga dapat menggangu perubahan asam arakidonat menjadi endoperoksida (PGG2/ PGH). PGH akan memproduksi
prostaglandin, sehingga secara tidak langsung obat analgesic menghambat pembekuan prostaglandin. Asetosal mengasetilasi gugus aktif serin dari enzim siklo-oksigenase untuk menghambat dibentuknya prostaglandin dimana prostaglandin merupakan senyawa yang berperan saat nyeri muncul akibat terjadi kerusakan jaringan.
Mekanisme reaksi asetosal sebagai analgesic dengan sebagian hidrolisa menjadi asam salisilat selama absorbs dan didistribusikan ke seluruh jaringan dan cairan tubuh dengan kadar tertinggi pada plasma, hati, korteks ginjal, jantung, dan paru-paru. Untuk proses ekskresi, asetosal di eliminasi oleh ginjal dalam asam salisilat dan oksidasi serta konjugasi metabolitnya.
Asetosal mempunyai bentuk serbuk, kristal, dan mudah menguap, berwarna putih dan berbau seperti cuka. Asetosal memiliki kelarutan yang agak sukar larut dalam air, tetapi mudah larut dalam etanol 95%, larut kloroform, dan dalam eter. Asetosal mempunyai pemerian hablur, tidak berwarna atau serbuk putih, tidak berbau atau hamper tidak berbau, dan rasanya asam.
Paracetamol adalah derivate p-aminofenol yang memunyai sefat antipiretik / analgesic. Paracetamol dapat digunakan sebagai penurun panas badan yang disebabkan oleh virus atau yang lainnya, meringankan gejala nyeri dengan intensitas sedang hingga ringan. Paracetamol memiliki sifat antipiretik, analgesic, dan antiinflamasi. Paracetamol mempunyai pemerian serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. Paracetamol larut dalam air mendidih dan dalam NaOH,
mudah larut dalam etanol.
Paracetamol dapat menghambat sintesis PG dan bradikinin yang menstimulasi ujung syaraf perifer dengan membawa impuls nyeri ke system saraf pusat (SSP, sehingga menghambat terjadinya perangsangan reseptor nyeri karena mempunyai mekanisme kerja menghambat berbagai reaksi in-vitro. Paracetamol dapat menghambat biosintesis prostaglandin apabila lingkungan paracetamol mempunyai efek anti-inflamasi yang rendah karena lokasi peradangan biasanya mengandung banyak peroksida yang dihasilkan oleh leukosit.
Mekanisme reaksi paracetamol yaitu mengurangi produksi prostaglandin dan mengganggu enzim cyclooksigenase (COX). Paracetamol menghambat COX pada system syaraf pusat yang tidak efektif dan sel endothelial dan bukan pada sel kekebalan dengan peroksida
paracetamol dapt mengurangi rasa sakit kepala dan dapat menurunkan demam tanpa efek samping.
Pada percobaan kali ini, digunakan tiga kelompok mencit, yaitu mencit control yang diberi larutan CMC Na 1% secara peroral, mencit perlakuan yang diberi suspensi asetosal dalam CMC 1% secara peroral, dan mencit perlakuan yang diberi paracetamol secara peroral. Yang berperan sebagai control negatif adalah CMC Na 1%, sebagai control positif adalah asetosal dan paracetamol sebagai zat uji yang akan diuji efek analgesiknya, sedangkan asam asetat berfungsi
sebagai penginduksi rasa nyeri pada mencit.
Larutan CMC Na 1% berperan sebagai control negatif dan suspending agent. Control negatif seharusnya tidak memiliki efek analgesic. CMC dijadikan sebagai suspending agent karena asetosal sukar larut dalam air, sehingga dengan penambahan CMC tegangan antarmuka asetosal dengan air dapat diturunkan dan dapat bercampur. Dilakukan uji terhadap control negatif, untuk memastikan apakah CMC sebagai pelarut tidak mempunyai efek analgesic. Penggunaan CMC yang dimasukkan dalam tubuh mencit, dosisnya setara dengan dosis paracetamol dan asetosal yang ditujukan agar volume cairan dalam tubuh mencit bertambah
setara dengan mencit perlakuan.
Suspending asetosal 0,5% dalam CMC 1% berperan sebagai control positif yang diberikan pada mencit perlakuan secara peroral. Asetosal merupakan analgesic non-narkotik dedngan mekanisme penghambatan nyeri melalui inhibisi biosintesis prostaglandin disebabkan terjadinya asetilasi pada gugus aktif serin COX2, dengan demikian jumlah produksi prostaglandin dapat ditekan. Asetosal dapat meredakan nyeri dengan intensitas rendah yang berasal dari struktur integument dan bukan dari viscera. Senyawa salisilat meredakan nyeri
melalui kerja perifer, efek langsung terhadap SSP juga mungkin terlibat.
Paracetamol berperan sebagai zat uji yang diberikan kepada mencit perlakuan secara peroral. Paracetamol merupakan obat yang berkhasiat analgesic antipiretik. Merupakan zat anti
nyeri yang lebih aman untuk medikasi dibanding asetosal, termasuk ke dalam analgesic non narkotik karena tidak menghilangkan kesadaran ketika kerjanya. Paracetamol merupakan obat pengganti asetosal, akan tetapi aktivitas anti radan gnya lemah sehingga bukan obat yang berguna untuk menangani kondisi radang. Mekanisme aksi paracetamol adalah inhibisi biosintesis
prostaglandin pada system syaraf pusat dengan inhibisi COX (siklooksigenase) yang berperan dalam pembentukan asam arachidonat dan prostaglandin H2.
Setelah administrasi CMC, asetosal maupun paracetamol pada mencit secara per oral, mencit didiamkan selama 15 menit dengan tujuan agar obat dapat di absorbsi dan didistribusikan secara merata ke seluruh tubuh sehingga menimbulkan efek yang diinginkan. Pendiaman dilakukan selama 15 menit karena pemberian obat secara per oral membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencapai onset.
Selanjutnya ketiga mencit diberi larutan steril asam asetat 1% yang diberikan secara intraperitonial. Pemberian secara intraperitonial dimaksudkan agar asam asetat dapat memberikan efek yang lebih cepat. Apabila asam asetat diinjeksikan sebelum obat, maka ditakutkan terjadi kemungkinan efek asam asetat sudah habis ketika obat mulai berefek. Asam asetat merupakan penginduksi rasa nyeri karena asam asetat memberikan suasana asam dengan meningkatkan jumlah ion H+ yang ada di lambung. pH cairan tubuh adalah 7,4 dengan adanya pelepasan ion H+ akan menyebabkan penurunan pH sampai dibawah 6. Hal ini menyebabkan rasa nyeri meningkat pada kenaikan konsentrasi ion H+ yang dapat menyebabkan asidosis dan menyebabkan rasa nyeri pada lambung. Hal ini dapat terlihat pada mencit yang menggeliat, artinya mencit merasakan nyeri pada lambungnya dan untuk mengurangi rasa nyeri, mencit mengejangkan perutnya (respon terhadap nyeri).
Dalam percobaan ini efek dari obat dapat dilihat dari jumlah geliat mencit yang ditimbulkan akibat pemberian asam asetat. Pergerakan menggeliat ini diartikan peregangan, yaitu menarik kakinya ke belakang dan kejang pada perut. Pengamatan geliat ini dilakukan setiap 5 menit selama 60 menit mulai dilakukan setelah mencit diberi asam asetat. Asam asetat diberikan secara intraperitonial sedangkan senyawa analgesic non narkotik yang digunakan (Asetosal, Paracetamol) diberikan secara peroral. Dengan pemberian secara kombinasi ini, diharapkan ketika rasa yang ditimbulkan oleh asam asetat muncul, maka efek analgesic juga timbul. Seandainya asam asetat diberikan sebelum pemberian obat analgesic, maka waktu obat menimbulkan efek tidak dapat diamati, sedangkan jika asam asetat diberikan bersamaan dengan obat analgesic dikhawatirkan sebelum rasa nyeri timbul. Obat sudah berada di bawah konsentrasi efek minimal (KEM) sehingga tidak dapat menimbulkan efek. Asam asetat dapat berfungsi sebagai inductor nyeri karena asam asetat dapat menimbulkan suasana asam karena adanya ion
H+. Suasana asam ini menyebabkan penurunan pH darah (menjadi + 6) sehingga akan mengiritasi jaringan.
Menurut teori, yang paling efektif dalam menekan rasa nyeri adalah Asetosal > Paracetamol > CMC. Jumlah geliat yang diberi CMC adalah yang paling besar, karena CMC dalam percobaan sebagai control negatif yang tidak memiliki efek analgesic sehingga tidak dapat mengurangi rasa nyeri yang dialami oleh mencit. Paracetamol memiliki daya analgesic yang lebih ringan dari Asetosal karena Asetosal merupakan analgesic yang kuat sehingga pada mencit yang diberi asetosal jumlah geliatnya paling sedikit. Dari data, diperoleh rata-rata jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi CMC, asetosal dan paracetamol berturut-turut adalah 66 ; 61,25 ; 95,75. Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa efek analgesic paracetamol < CMC < asetosal. Dari data jumlah kumulatif ini, kekuatan daya analgesic dengan teori tidak sesuai karena mungkin adanya perbedaan kondisi biologis masing-masing mencit.
Setelah diperoleh data jumlah geliat mencit rata-rata untuk tiap perlakuan, selanjutnya dilakukan perhitungan % daya analgesic = 100 – (0/k x 100%), dimana 0 = jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi obat analgesic, k= jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi CMC (Kontrol).
Didapat % daya analgesic asetosal sebesar 7,2% dan % daya analgesic paracetamol sebesar -45,07%. Menurut % daya analgesic ini telah sesuai dengan teori. Seharusnya berdasarkan teori daya analgsik asetosal lebih besar da ripada daya analgesic paracetamo l. Hal ini
dikarenakan paracetamol merupakan analgesic yang ringan, sedangkan asetosal merupakan analgesic yang lebih kuat. Seharusnya asetosal memberikan daya analgesic yang lebih kuat, ditandai dengan sekamin sedikitnya geliat mencit dibanding CMC dan paracetamol.
Metode rangsang kimia memiliki kelebihan yaitu mudah dilakukan, sederhana, hasilnya reprodusibel dan relative murah. Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah tidak spesifik untuk uji analgesic (misalnya untuk obat-obat steroid dapat juga digunakan untuk uji-uji yang lain misalnya antiinflamasi, sehingga hasil yang didapat belum tentu daya analgesic obat ini juga dapat menunjukkan hasil positif (jika obat memiliki efek antihistamin), sehingga apabila suatu senyawa ditemukan positif terhadap rangsang kimia, perlu dilanjutkan dengan uji analgesic yang
lain sebelum disimpulkan. Dengan kata lain metode rangsang kimia digunakan untuk metode penelitian awal atau sebagai dugaan awal untuk menilai potensi suatu obat.
Mekanisme terjadinya nyeri:
Fosfolipida (Membran sel)
Kartikosteroid --- Fosfolipase
Asam Arachidonat
Siklooksigenase Lipooksigenase
O2
COX 1 COX 2 Leukotrien LTA
COX 1 COX 2 LTB 4 LTC 4 – LTD 4 – LTE 4
Tromboxan prostaglandin prostaglandin
(TX A2) (PGl 2) (PGE 2/F2)
Pada sel mengalami kerusakan, maka akan dilepaskan beberapa mediator kimia. Diantara mediator inflamasi, prostaglandin adalah mediator dengan peran terpenting. Enzim yang dilepaskan saat ada rangsang mekanik maupun kimia adalah prostaglandin endoperoksida sintase (PGHS) atau siklooksigenase (COX) yang memiliki dua sisi katalitik. Sisi yang pertama adalah sisi aktif siklooksigenase, yang akan mengubah asam arakhidonat menjadi endoperoksid PGG2. Sisi yang lainnya adalah sisi aktif peroksidase, yang akan mengubah PGG2 menjadi endoperoksid lain yaitu PGH2. PGH2 selanjutnya akan diproses membentuk PGs, prostasiklin dan tromboksan A2, yang ketiganya merupakan mediator utama proses inflamasi. COX terdiri dari dua isoform yaitu COX-1 dan COX-2. COX-1 memiliki fungsi fisiologis, mengaktivasi produksi prostasiklin, dimana saat prostasiklin dilepaskan oleh endotel vascular, maka berfungsi
sebagai anti trombogenik dan jika dilepaskan oleh mukosa lambung bersifat sitoprotektif. COX-1 di trombosit, yang dapat menginduksi produksi tromboksan A2, menyebabkan aagresi trombosit yang mencegah terjadinya pendarahan yang semestinya tidak terjadi. Induksi COX-2 menghasilkan PGF2 yang menyebabkan terjadinya kontraksi uterus pada akhir kehamilan sebagai awal terjadinya persalinan. Pada obat, paracetamol hambatan biosintesis prostaglandin hanya terjadi bila lingkungannya rendah kadar peroksida seperti di hipotalamus.
Asetosal memiliki daya analgesic paling kuat karena asetosal terikat lebih kuat pada siklooksigenase jika ddibandingkan dengan paracetamol maka prostaglandin yang tersintesis jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan asetosal karena da ya inhibisi paracetamol yang lebih
J. KESIMPULAN
Prinsip dari metode rangsang kimia adalah pengamatan terhadap perubahan perilaku mencit setelah disuntik dengan zat penimbul rasa nyeri. Dari data percobaan, didapat % daya analgesic asetosal sebesar 7,2%, lebih besar daripada % daya analgesic paracetamol sebesar – 45,07%. Hal ini sesuai dengan teori.
DAFTAR PUSTAKA
Amriel, Reza I., Psikologi Kaum Muda Pengguna Narkoba, Penerbit Salemba Humanika, Jakarta, hal. 53.
Berman, Audrey, Snyder, Shirlee J., Kozier, Lalbaia, 2009, Buku Ajar Praktik Klinis Kozier Erb, Ed. 5, Penerbit Kedokteran EGC, hal. 427.
Darmono, S., 2011, Farmakologi Eksperimental, Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 65-67. Marzuki, Ismail, Amirullah, Fitriana, 2010, Kimia dalam Perawatan, Penerb it Pustaka As Salam,
Sulawesi, hal. 201.
Schmitz, A., 2009, Farmakologi dan Toksikologi, Buku Kedokteran EGC, hal 304. Tan, H., Kirana R., 2010, Obat-Obat Sederhana Untuk Gangguan Sehari-hari, Media
Komputindo, Jakarta, hal. 110.
Tjay, T.H., Rahardja, K., 2007, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, hal. 318,319.
Yodhran, Leilani, F., 2008, Kumpulan Kuliah Farmakologi FK Universitas Sriwijaya, Ed. 2, Penerbit Kedokteran EGC, Jakarta, hal. 499.
TUGAS AKHIR LAPORAN 1. a.
Ya, metode rangsang kimia terbukti tidak spesifik untuk pengujian efek analgesic. Hal ini disebabkan obat yang memiliki positif analgesic pada metode ini belum tentu memiliki sifat analgesic dan perlu dilakukan pengujian lebih bervariasi dan memiliki simpangan yang terlalu besar. Hal ini dikarenakan pengamatan geliat sangat subyektif sehungga terjadi perbedaan yang cukup besar. Ada pula kasus dimana pemberian obat analgesic malah meicu terjadinya geliat. Hal ini berlawanan dengan teori seharusnya dimana obat analgesic akan mengurangi rasa nyeri dan geliat.
b.
Berdasarkan teori, urutan geliat yang paling banyak adalah larutan CMC, parasetamol, dan asetosal. Asetosal dalam percobaan tidak menimbulkan geliat sama sekali karena asetosal bekerja dengan menghambat proses biosintesis prostaglandin melalui adanya proses asetilasi gugus autikserin pada siklooksigenase 2 dimana asetosal ini merupakan obat analgesic derivate asam salisilat yang cenderung antipiretik kuat. Paracetamol juga dapat menghambat biosintesis prostaglandin apabila lingkungannya mempunyai kadar peroksida yang rendah seperti di hipotalamus sehingga paracetamol mempunyai efek anti-inflamasi yang rendah karena lokasi peradangan biasanya mengandung banyak peroksida yang dihasilkan oleh leukosit.
2. Kelebihan:
- Mudah dan sederhana
- Hasil yangreprodusibel Kekurangan: