• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Pkl Alfi Nurfauziah 240210130006

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Pkl Alfi Nurfauziah 240210130006"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANG

ANALISIS ZAT PEWARNA PADA MAKANAN DI

BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROV. JAWA BARAT

Disusun oleh: ALFI NURFAUZIAH

240210130006

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN

JATINANGOR 2016

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : ANALISIS ZAT PEWARNA PADA MAKANAN DI BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT

NAMA : ALFI NURFAUZIAH

NPM : 240210130006

JURUSAN : TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN

DISETUJUI dan DISAHKAN

Untuk diajukan sebagai laporan mata kuliah Praktik Kerja Lapang (PKL) pada Jurusan Teknologi Industri Pangan

Koordinator Mata Kuliah Pembimbing Akademis Praktek Kerja Lapang

Robi Andoyo, S.TP., M.Sc., Ph.D Robi Andoyo, S.TP., M.Sc., Ph.D NIP. 197802032003121002 NIP. 197802032003121002

KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat, karunia dan, berkah-Nya penulis dapat menyelesaikan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) beserta laporan.

Adapun judul dari laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah Analisis Zat Pewarna pada Makanan di Balai Laboratorium Kesehatan Prov. Jawa Barat. Laporan ini merupakan salah satu syarat kurikulum pada

(3)

Departemen Teknologi Industri Pangan Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor.

Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan membimbing penulis dalam pelaksanaan Praktik kerja lapang ini, terutama kepada :

1 Ibu dr. Anggriani Andryani, SpPk. sebagai Kepala Balai Laboratorium Kesehatan Prov. Jawa Barat

2 Bapak Robi Andoyo, S.TP., M.Sc., Ph.D, sebagai pembimbing akademis akademik sekaligus dosen koordinator mata kuliah Praktik Kerja Lapangan di Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan laporan ini serta telah memberikan evaluasi dan saran yang sangat berguna untuk penulis.

3 Ibu Purwaningsih dan Ibu Elvinasari sebagai pembimbing lapangan di Lab. Pengujian Makanan Minuman Kimia Lingkungan yang telah memberikan arahan dan bimbingan langsung kepada penulis selama kegiatan Praktik Kerja Lapangan

4 Bapak Diat Ruhiyat sebagai pemegang Lab. Pengujian Limbah Kimia Lingkungan yang telah memberikan arahan dan bimbingan langsung kepada penulis selama kegiatan Praktik Kerja Lapangan

5 Rekan seperjuangan PKL dari SMK Chemica Bandung, SMK Nusa Bakti Bandung, SMKN 1 Cibadak, Akademi Analisis Kesehatan Borneo Lestari yang telah membantu penulis dan memberikan informasi selama melakukan pengamatan di lapangan.

6 Orang tua yang selalu memberi doa dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan PKL dengan baik.

7 Ade Ismail yang selalu memberikan dukungan, semangat dan motivasi kepada penulis.

8 Teman-teman Teknologi Pangan 2013 yang senantiasa memberikan do’a dan dukungan kepada penulis.

Penulis sangat berharap laporan ini dapat memberikan informasi yang lebih luas dan bermanfaat, umumnya bagi pembaca dan khususnya bagi penulis. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran guna menyempurnakan penulisan laporan ini.

Jatinangor, September 2016 Penulis

(4)

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN...ii KATA PENGANTAR...iii DAFTAR ISI...v DAFTAR GAMBAR...vii DAFTAR TABEL...viii DAFTAR LAMPIRAN...ix I. PENDAHULUAN...1 1.1. Latar Belakang...1

1.2 Tujuan Praktik Kerja Lapangan...2

1.2.1 Tujuan Umum...2

1.2.2. Tujuan Khusus...2

1.3. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan...2

1.4. Metode Kerja...3

(5)

2.1 Sejarah Balai Laboratorium Kesehatan Prov. Jabar...4

2.2 Dasar Hukum...5

2.3 Visi Misi Balai Laboratorium Kesehatan Prov. Jabar...5

2.4 Gambaran Umum Laboratorium Kesehatan...6

2.5 Tugas Pokok dan Fungsi Balai Laboratorium Kesehatan...7

2.6 Struktur Organisasi Balai Laboratorium Kesehatan...7

2.6.1 Kepala Balai Laboratorium Kesehatan...7

2.6.2 Kepala Sub Bagian Tata Usaha...8

2.6.3 Kelompok Jabatan Fungsional...9

2.7 Kondisi Fisik Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Barat...10

2.8 Pelayanan Laboratorium...11

III. ALUR PELAYANAN ADMINISTRASI DAN PENGUJIAN DI BALAI LABORATORIUM KESEHATAN JAWA BARAT...12

3.1 Alur Administrasi...12

3.2 Alur Pengujian Sampel...13

IV. ANALISIS ZAT PEWARNA PADA MAKANAN DI BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT...15

4.1 Tinjauan Pustaka...15

4.1.1 Pewarna Makanan...15

4.1.2 Minuman Kopi...19

4.1.3 Kromatografi Zat Warna...20

4.2 Metodologi...21

4.2.1 Alat...21

4.2.2 Bahan/sampel...211

4.2.3 Reagen...212

4.3 Prosedur...222

4.4 Hasil Pengamatan dan Pembahasan...23

V. PENUTUP...30

5.1 Kesimpulan...30

5.2 Saran...30

DAFTAR PUSTAKA...311

(6)
(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Organisasi Balai Laboratorium Kesehatan Jawa Barat...7

Gambar 2. Alur Administrasi Pengujian Sampel...12

Gambar 3. Alur Pengujian Sampel...13

Gambar 4. Kode Sampel Kopi Red Velvet...14

Gambar 5. Kode Sampel Kopi Bubble Gum...14

Gambar 6. Pemanasan setelah Ekstraksi dan Penambahan Asam...233

Gambar 7. Hasil Pencucian Benang Wol...24

Gambar 8. Hasil Pemekatan Zat warna dari Benang Wol...24

Gambar 9. Proses Penotolan...25

Gambar 10. Hasil Penotolan...25

Gambar 11. Proses Pengelusian (Pencelupan)...266

Gambar 12. Identifikasi Zat Warna pada sampel Kopi Bubble Gum...27

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kode Laboratorium Kimia Lingkungan...14

Tabel 2. Bahan Pewarna Alami dan Sintetik...166

Tabel 3. Perbedaan Zat Warna Sintetik dan Zat Warna Alami...166

Tabel 4. Daftar Zat Pewarna yang dilarang Penggunaannya...188

Tabel 5. Jenis Pewarna Sintetis yang diizinkan...19

Tabel 6. Hasil Pengamatan Nilai Rf Sampel dengan Standar...288

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Penerimaan PKL ...33

Lampiran 2. Agenda Harian PKL...34

Lampiran 3. Sertifikat telah Melakukan PKL...39

(10)

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Pewarna memegang peranan penting dalam meningkatkan daya tarik suatu produk pangan. Pewarna merupakan ingredient penting dalam beberapa jenis makanan seperi confectionary, dessert, snack, dan minuman ringan. Zat warna makanan dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu zat warna alami, zat warna identik, dan zat pewarna sintetik (Henry, 1996).

Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan. Akan tetapi seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut. timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat menegnai zat pewarna untuk pangan, disamping itu harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan dengan zat pewarna untuk pangan. Hal ini disebabkan bea masuk zat pewarna untuk bahan pangan jauh lebih tinggi daripada zat pewarna bahan nonpangan. Lagi pula warna dari zat pewarna tekstil atau kulit biasanya lebih menarik.

Dengan adanya masalah tersebut, maka perlu diadakan pengujian kesehatan lingkungan khususnya mengenai makanan yang diajukan oleh konsumen. Oleh karena itu, Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai Laboratorium Kesehatan sebagai salah satu lembaga pemerintahan sangat diperlukan bagi mahasiswa Teknologi Pangan untuk memberikan gambaran yang lebih luas mengenai pengujian di bidang pangan.

Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah suatu kewajiban wajib dalam kurikulum pendidikan prodi Teknologi Pangan dimana mahasiswa melakukan kerja praktek untuk mendapatkan pengalaman kerja sesuai dengan kompentensi yang diharapkan dari seorang ahli Teknologi Pangan.

(11)

1.2 Tujuan Praktik Kerja Lapangan 1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Lapangan secara umum adalah sebagai berikut:

1. Membekali mahasiswa agar memiliki pengalaman bekerja pada perusahaan atau lembaga yang ada kaitannya dengan kajian di bidang Teknologi Pangan secara menyeluruh atau sebagian.

2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami rangkaian kegiatan pada perusahaan/institusi tersebut.

3. Mahasiswa dapat membandingkan kajian teoritis dengan kenyataan di lapangan serta belajar mengambil sikap (menempatkan diri) di dalam bekerja sehubungan dengan keterkaitan berbagai aspek/bidang dalam suatu perusahaan/institusi.

4. Sebagai hasil praktik lapangan diharapkan memberi kemampuan pada mahasiswa untuk mengidentifikasi masalah dan belajar menganalisanya.

1.2.2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus pelaksanaan Praktek Kerja Lapang di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut:

1. Mempelajari alur administrasi dan pengujian sampel dari konsumen

2. Meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan dalam mengidentifikasi masalah, serta menerapkan ilmu perkuliahan dalam pengaplikasian pengendalian mutu, sistem jaminan mutu, keamanan pangan dalam proses produksi melalui praktik kerja lapang secara langsung.

1.3. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan

Kegiatan Praktik Kerja Lapang dilakukan selama 25 hari kerja efektif mulai dari tanggal 1 Agustus 2016 sampai dengan 31 Agustus 2016. Kegiatan Praktik Kerja Lapang dilaksanakan di Laboratorium Kimia Makanan dan Minuman, Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Jalan Sederhana No. 5 Bandung

1.4. Metode Kerja

(12)

1. Wawancara

Wawancara dilakukan sebagai upaya pengumpulan informasi dan data yang berhubungan dengan aspek yang dipelajari. Wawancara dilakukan terhadap pihat-pihak terkait dengan kegiatan yang ada.

2. Praktik Langsung

Kegiatan praktik langsung dilakukan dengan ikut terlibat atau membantu dalam kegiatan analisis. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh pengalaman kerja dan melatih kemampuan mahasiswa dalam menerapkan ilmu yang telah dipelajari.

3. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan mencari referensi yang berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan, baik berasal dari studi pustaka maupun data dan informasi yang diolah dari institusi.

4. Pembahasan dan Penulisan Laporan

Laporan dibuat dengan menganalisis data dan informasi yang diperoleh dan dituangkan secara sistematis serta jelas dalam bentuk laporan praktik kerja lapang.

II. KEADAAN UMUM INSTITUSI

2.1 Sejarah Balai Laboratorium Kesehatan Prov. Jabar

Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa barat didirikan pada tahun 1970 sebagai Laboratorium Seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit

(13)

Menural (P3M) Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dengan fungsi melaksanakan kegiatan pemeriksaan kesehatan lingkungan (Kimia Air, Makanan, dan Minuman) dan Survelians (Kolera, Difteri, TBC, Telur Cacing, Sifitas dan Mikrobiologi Air) dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menural. Tahun 1978 menjadi Balai Laboratorium Kesehatan berdasarkan SK Menkes No. 142/Menkes/SK/IV/1978 berada dibawah Direktur Laboratorium Kesehatan Dirjen Yankes dengan fungsi melaksanakan pemeriksaan yang meliputi mikrobiologi, kimia air, patologi klinik, dan imunologi dan melaksanakan sistem rujukan (referal) laboratorium kesehatan.

Periode 1986 dengan SK Menkes No. 783/Menkes/SK/XI/1986 BLK menjadi UPT pusat berada dibawah Kepala Pusat Laboratorium Kesehatan Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan RI dan menjadi institusi penghasil PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak)

Periode 1998 BLK berada dibawah Dirjen Yan.Med Depkes RI sampai 2001. Tahun 2001-2009 dengan SK Menkes RI No. 909/Menkes/SKNIII/2001 BLK diserahkan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat. Melalui SK Gubernur Provinsi Jawa Barat No. 50 Tahun 2002 menjadi Balai Pengembangan Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Barat dengan Tugas Pokok dan Fungsi melaksanakan sebagian Fungsi Dinas Kesehatan dibidang laboratorium kesehatan.

Periode Tahun 2009 sampai sekarang terbit SK Gubernur No 113 Tahun 2009 tentang Balai Laboratorium Lesehatan dengan tugas pokok melaksanakan sebagian fungsi Dinas Kesehatan bidang pengembangan laboratorium kesehatan. Rincian tugas BLK diatur selanjutnya dalam Pergub 38 Tahun 2010.

2.2 Dasar Hukum

Dasar Hukum penyelengaraan Balai Laboratorium Kesehatan, diatur dalam:

(14)

1. Tahun 1970 didirikan sebagai Laboratorium seksi pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (P3M) Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.

2. SK Menkes No. 142/Menkes/SK/IV/1978 tanggal 28 April 1978 menjadi Balai Laboratorium Kesehatan yang berada dan bertanggung jawab pada direktur Laboratorium Kesehatan Direktorat Jendral Pelayanan Kesehatan. 3. SK Menkes No. 783/Memkes/SK/XI/1986 tanggal 8 november 1986 Balai

Laboratorium Kesehatanmenjadi UPT Pusat ditingkat provinsi yang bertanggung jawab kepada kepala pusat Laboratorium Kesehatan Sekretariat Jenderal Departemen kesehatan RI.

4. Periode tahun 1998 BLK berada dibawah Dirjen Yan.Med Depkes RI.

5. Tahun 2001 dengan SK Menkes RI No. 909/Menkes/SK/VIII/2001 BLK diserahkan kepada Pemda Provinsi jawa Barat melalui SK Gubernur Provinsi Jawa Barat No. 50 tahun 2002 BLK dikukuhkan menjadi UPTD dibawah dinas kesehatan dan namanya menjadi Balai Pengembangan Laboratorium Kesehatan (BPLK) Provinsi Jawa Barat.

6. Tahun 2009 dengan SK Gubernur No. 113 tahun 2009 menjadi Balai Laboratorium Kesehatan dengan tugas pokok melaksanakan sebagian fungsi dinas kesehatan bidang pengembangan laboratorium kesehatan.

2.3 Visi Misi Balai Laboratorium Kesehatan Prov. Jabar

Sebagai arah dalam melaksanakan kegiatannya, Balai Laboratorium Kesehatan Prov. Jawa Barat mempunyai Visi dan Misi sebagai berikut:

a. Visi

Laboratorium Kesehatan yang Mandiri, Dinamis dan Terpercaya b. Misi

1. Meningkatkan pelayanan prima yang berstandar internasional

2. Meningkatkan profesionalisme yang inovatif, produktif dan kompetitif 3. Meningkatkan kinerja demi kepuasan pelanggan dan karyawan

4. Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia dalam keahlian, pengetahuan dan perilaku

5. Mengembangkan jenis pelayanan sesuai dengan program kesehatan, ilmu pengetahuan dan teknologi

(15)

2.4 Gambaran Umum Laboratorium Kesehatan

Balai Laboratorium Kesehatan sebagai fasilitas pelayanan kesehatan publik, orientasi di arahkan kepada kepuasan pelanggan, berusaha memberikan pelayanan semaksimal mungkin bagi masyarakat. Balai Laboratorium Kesehatan diharapkan mampu menjadi Laboratorium kesehatan terdepan yang mampu bersaing dalam pasar global dengan melakukan perbaikan secara terus menerus dalam peningkatan kualitas pelayanannya.

Dalam rangka mewujudkan kepuasan yang optimal di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Barat perlu disikapi dan ditindaklanjuti masalah-masalah yang dijumpai berkaitan dengan kepuasan pelanggan berdasarkan beberapa pokok pemikiran, bahwa:

1 Laboratorium Kesehatan sebagai Social Aspect yaitu merupakan suatu institusi pelayanan kesehatan umum yang berate bagi nilai-nilai kemanusiaan dan pusat rujukan yang berskala regional dan local sehingga harus mampu mengakomodir beban yang tinggi namun tetap berorientasi kemasyarakatan. 2 Laboratorium Kesehatan sebagai pusat rujukan dan diagnose bagi ilmu

kedokteran dan pelayanan medis sehingga teknologi kecanggihan peralatan maupun disiplin ilmu, profesionalisme dituntut sebagai salah satu kemajuan IPTEK yang senantiasa berkembang’

3 Laboratorium Kesehatan sebagai Economic Aspect merupakan lembaga yang harus mampu serta layak secara ekonomi dan di arahkan pada kemampuan untuk di kelola secara swadaya.

2.5 Tugas Pokok dan Fungsi Balai Laboratorium Kesehatan

Tugas Pokok Balai Laboratorium Kesehatan yakni melaksanakan sebagian fungsi Dinas kesehatan di bidang Pengembangan Laboratorium Kesehatan, sedangkan fungsinya yakni Pengelolaan Laboratorium Kesehatan.

2.6 Struktur Organisasi Balai Laboratorium Kesehatan

Balai Laboratorium Kesehatan dibentuk berdasarkan peraturan daerah No. 5 Tahun 2002 yang mengatur tentang unit pelaksanaan teknis dinas. Susunan organisasi BLK menurut Perda tersebut adalah:

(16)

Kepala Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Barat

dr. Anggriani Andryani, Sp. PK

Kelompok Jabatan Fungsional Sub Bagian Tata Usaha

Drs. Isak Solihin

Gambar 1. Struktur Organisasi Balai Laboratorium Kesehatan Jawa Barat 2.6.1 Kepala Balai Laboratorium Kesehatan

Kepala Balai Laboratorium Kesehatan mempunyai tugas pokok memimpin, mengkoordinasikan, membina dan mengendalikan pelaksanaan kegiatan tugas pokok Balai Laboratorium Kesehatan. Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagai mana dimaksud pada poin 2.5, Kepala Balai Laboratorium Kesehatan memiliki fungsi:

1. Penyelenggaraan penyajian bahan petunjuk teknis pelayanan laboratorium kesehatan; dan

2. Penyelengaraan Balai Pelayanan Laboratorium Kesehatan Dimana rincian tugas Kepala Balai Laboratorium Kesehatan, yaitu:

1. Menyelenggarakan perumusan program kerja Balai Laboratorium Kesehatan; 2. Menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengendalian pelaksanaan

tugas pokok dan fungsi Balai Laboratorium Kesehatan;

3. Menyelenggarakan pengkajian bahan petunjuk teknis laboratorium kesehatan; 4. Menyelenggarakan pelayanan laboratorium kesehatan;

5. Menyelenggarakan telaah staf sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan;

6. Menyelenggarakan evaluasi dan pelaporan;

7. Menyelenggarakan koordinasi dengan instansi terkait; dan 8. Menyelenggarakan tugas lain selain tugas pokok dan fungsinya 2.6.2 Kepala Sub Bagian Tata Usaha

Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas pokok melaksanakan pengelolaan data dan informasi, penyusunan rencana, program pengelolaan administrasi

(17)

keuangan, kepegawaian dan umum. Dalam penyelenggaraan tugas pokok sebagaimana yang dimaksud pada poin 2.5, sub Bagian Tata Usaha mempunyai fungsi:

1. Pelaksanaan koordinasi dan penyususunan rencana program pengendalian dan pelaporan;

2. Pengelolaan data dan informasi, kepegawaian dan umum; dan 3. Pengelolaan urusan keuangan

Rincian tugas sub Bagian Tata Usaha, yaitu:

1. Melaksanakan penyusunan program kerja Balai Laboratorium Kesehatan dan Sub Bagian Tata Usaha;

2. Melaksanakan pengelolaan data dan informasi;

3. Melaksanakan pengelolaan administrasi kepegawaian; 4. Melaksanakan administrasi keuangan;

5. Melaksanakan pengelolaan tata usaha, meliputi naskah dinas dan kearsipan, urusan rumah tangga serta perlengkapan;

6. Melaksanakan penyusunan bahan telaah staf sebagai bahan pengambilan kebijakan;

7. Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait;

8. Melaksanakan evaluasi dan pelaporan program kerja Balai Laboratorium Kesehatan dan kegiatan Sub Bagian Tata Usaha;

9. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya

2.6.3 Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok jabatan fungsional terdiri dari beberapa tenaga fungsional yang mempunyai tugas pokok melaksanakan tugas teknis operasional pelayanan dan pengembangan laboratorium kesehatan. Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana yang dimaksud pada poin 2.5 tenaga fungsional mempunyai fungsi:

1. Penyusunan bahan petunjuk teknis pelayanan laboratorium kesehatan; dan 2. Pelaksanaan pelayanan laboratorium kesehatan

Rincian tugas tenaga fungsional yaitu:

1. Melaksanakan penyusunan program kegiatan tenaga fungsional;

2. Melaksanakan pelayanan dan pengembangan teknis serta administrasi penyelenggaraan laboratorium;

3. Melaksanakan pelayanan dan pengembangan laboratorium kesehatan dan patologi klinik, meliputi hematologi, kimia klinik, mikrobiologi, immunologi, parasitologi, serta toksikologi, radiologi, Ultra Sono Grafi (USG), dan Elektro Kardio Grafi (EKG) serta Kimia Lingkungan;

(18)

4. Melaksanakan koordinasi dan pelayanan laboratorium kesehatan dan patologi klinik, meliputi hematologi, kimia klinik, mikrobiologi, immunologi, parasitologi, serta toksikologi, radiologi, Ultra Sono Grafi (USG), dan Elektro Kardio Grafi (EKG) serta Kimia Lingkungan;

5. Melaksanakan pengelolaan laboratorium kesehatan, meliputi peningkatan kemampuan sumber daya manusia dalam teknik laboratorium kesehatan, pengembangan metode dan teknik pemeriksaan laboratorium kesehatan, penelitian dan surveilen yang berbasis pemeriksaan laboratorium;

6. Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait; 7. Melaksanakan evaluasi dan pelaporan; dan

8. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

2.7 Kondisi Fisik Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Barat

Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Barat terletak di Jalan Sederhana No. 5 Bandung. Batas wilayah Institusi Balai Laboratorium Kesehatan Prov. Jawa Barat:

Utara : Rumah Sakit Pendidikan Universitas Padjadjaran Selatan: Hotel Zest

Timur : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Barat : pemukiman penduduk

Luas tanah institusi Balai Laboratorium Kesehatan ini sekitar 2.816,84 m2 dengan area luas gedung sekitar 1.642,75 m2 yang terdiri dari Gedung A yakni Bangunan Laboratorium dimana terdapat laboratorium kimia lingkungan, kimia klinik, mikrobiologi, hematologi, immunotologi, dan toksikologi. Gedung B yakni Bangunan Penerima dan Administrasi dimana terdapat ruang radiologi, ruang penerima dan administrasi. Gedung C yakni Bangunan Pengembangan terdiri dari ruang serbaguna, ruang pelatihan dan mikroskopis, ruang perpustakaan, kantin dan mushola, Lab. Virologi, dan Lab. PCR Biomolekuler.

Selain itu Balai Laboratorium Kesehatan memiliki sarana dan prasarana seperti sistem IPAL, gerbang masuk dan parkiran yang luas, mobil laboratorium klinik keliling, mobil rontgen keliling, mobil ambulance serta inventaris barang laboratorium dan non laboratorium.

(19)

2.8 Pelayanan Laboratorium

Balai Laboratorium Kesehatan Jawa Barat disamping mempunyai fungsi melaksanakan pelayanan kepada masyarakat juga sebagai laboratorium rujukan untuk Laboratorium Kesehatan di Jawa Barat. Berikut ini jenis pelayanan laboratorium yang ada di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Barat:

a. Pelayanan Pemeriksaan Laboratorium 1. Pemeriksaan Kimia Klinik

Glukosa, kolesterol, Trigliserida, Asam Urat, Kreatinin, SGOT, SGPT, dan lain-lain

2. Pemeriksaan Hematologi

Hemoglobin, Leukosit, Trombosit, Hematokrit, dan lain-lain 3. Pemeriksaan Immunologi

Hepatitis A, B, C, HIV, TORCH, Dengue, dan lain-lain 4. Pemeriksaan Mikrobiologi

Mikroskopis, Biakan dan Resistensi untuk Kuman Aerob, Anaerob, TBC, Gonococcus, Kolera, S. Typhi, dan pemeriksaan mikrobiologi pada air, makanan, minuman, udara, usap alat, dan lain-lain

5. Pemeriksaan Kimia Lingkungan

Kejadian Luar Biasa (KLB), perstisida, narkoba, makanan dan minuman, udara, air limbah, air badan air, air minum, dan air bersih. b. Pelayanan Pemeriksaan Radiologi dan Ultrasonografi (USG)

c. Pelayanan Elektrokardiografi

d. Tempat magang tenaga teknis laboratorium dari:

1. Instansi Pemerintahan di Jawa barat mupun luar Jawa barat 2. Lembaga pendidikan pemerintah maupun swasta

3. Institusi swasta

e. Tempat Penelitian bekerjasama dengan Pihak Instansi Pendidikan Pemerintah maupun Swasta

f. Mengadakan Pemantapan Mutu Eksternal regional di bidang Kimia klinik, hematologi, mikrobiologi, dan kimia lingkungan.

III. ALUR PELAYANAN ADMINISTRASI DAN PENGUJIAN DI BALAI LABORATORIUM KESEHATAN JAWA BARAT

3.1 Alur Administrasi

Berikut ini alur pelayanan pengelolaan dan administrasi setiap sampel yang diberikan oleh konsumen pada setiap analisis.

(20)

R. sortir contoh uji R. Kimia

klinik LingkunganR. Kimia BakteriologiR. R. Serologi Asal Uji

Pendaftaran

Kasir

R pengambilan/Penerimaan contoh uji

R. sortir contoh uji

Sampel datang Kodefikasi

A/B/C/D-XXKL Jurnal

Buku Besar Laporan

Gambar 2. Alur Administrasi Pengujian Sampel

Sampel pada hari senin tanggal 8 agustus 2016 ialah 2 jenis kopi dengan rasa yang berbeda yaitu rasa red velvet dan buble gum. Kedua jenis kopi ini akan dianalisis zat pewarnanya di laboratorium kimia kesehatan lingkungan

3.2 Alur Pengujian Sampel

Berikut ini alur pengujian setiap sampel yang akan diuji di laboratorium yang ada di Balai Laboratorium Kesehatan Prov. Jawa Barat, khususnya di Laboratorium Kimia Kesehatan Lingkungan.

11

(21)

Gambar 3. Alur Pengujian Sampel Keterangan Kodefikasi:

A: No. kode sampel asal B: No. sampel per bulan

C: No. kode pendaftaran sampel D: No. sampel per tahun

XXKL: Kode Laboratorium Kimia Lingkungan

Berikut ini kode laboratorium kimia lingkungan: Tabel 1. Kode Laboratorium Kimia Lingkungan

No. Jenis Sampel Kode Lab Warna Label

1. Air Minum AMKL Orange

2. Air Bersih ABKL Putih

3. Air Limbah ALKL Merah Muda

4. Air Badan Air ABAKL Cokelat

5. Udara UDKL Biru

6. Makanan Minuman MMKL Hijau

7. Toksikologi KLB KPKL Ungu

8. Toksikologi Narkoba NKL Ungu

2 Sampel kopi yang diuji zat pewarnanya memiliki kode masing-masing 1/4/B.037/264-MMKL dan 2/5/B.037/265-MMKL. Kode 1 dan 2 memiliki arti terdapat 2 sampel yang dibawa oleh pendaftar untuk diuji, kode 4 dan 5 memiliki arti sampel yang diuji memiliki no urut 4 dan 5 di bulan tersebut, kode B.037 merupakan kode pendaftaran pendaftar, kode 264 dan 265 merupakan no urut sampel yang diuji pada tahun tersebut, kode MMKL merupakan kode sampel yang diuji merupakan kode jenis sampel Makanan Minuman yang akan diuji di Laboratorium Kimia Kesehatan Lingkungan.

(22)

Gambar 4. Kode Sampel Kopi Red Velvet

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016

Gambar 5. Kode Sampel Kopi Bubble Gum

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016

IV. ANALISIS ZAT PEWARNA PADA MAKANAN DI BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT

4.1 Tinjauan Pustaka 4.1.1 Pewarna Makanan

Warna merupakan salah satu aspek penting dalam hal penerimaan konsumen terhadap suatu produk pangan. Warna dalam bahan pangan dapat menjadi ukuran terhadap mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan (Winarno, 1992). Winarno (1992), juga menambahkan bahwa apabila suatu produk pangan memiliki nilai gizi yang baik, enak dan tekstur yang sangat baik akan tetapi jika memiliki warna yang tidak sedap dipandang akan memberi kesan bahwa produk pangan tersebut telah menyimpang.

Menurut International food information council foundation (IFIC) 1994, pewarna pangan adalah zat yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan warna suatu produk pangan, sehingga menciptakan image tertentu dan membuat produk lebih menarik. Definisi yang diberikan oleh Depkes 1999 lebih sederhana yaitu Bahan Tambahan Pangan (BTP) dapat memperbaiki atau memberi warna pada pangan (Wijaya dan Mulyono, 2009).

Menurut Elbe dkk., (1996), zat pewarna merupakan suatu bahan kimia baik alami maupun sintetik yang memberikan warna. Berdasarkan sumbernya, zat pewarna untuk makanan dapat diklasifikasikan menjadi pewarna alami dan sintetik (Winarno, 1992). Pewarna alami yaitu zat warna yang diperoleh dari hewan seperti : warna merah muda pada

(23)

flamingo dan ikan salem sedangkan dari tumbuh-tumbuhan seperti: karamel, coklat dan daun suji. Pewarna buatan sering juga disebut dengan zat warna sintetik. Proses pembuatan zat warna sintetik ini biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun (Winarno, 1994). Jenis bahan pewarna alami dan sintetik dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2. Bahan Pewarna Alami dan Sintetik

Jenis Zat Warna Warna Nama Kimia No. Indeks

Alami Merah Alkanat 75520 Merah Karmin 75470 Merah Safron 75100 Merah Kurmunin 75180 Kuning Annato 75120 Kuning Karoten 75130 Hijau Klorofil 75007 Biru Ultramarin 75300 Coklat Karamel

-Hitam Karbon Black 77499

Hitam Besi Oksida 77266

Putih Titanium Dioksida 77891

Sintetik

Merah Carmoisine 14720

Merah Erythrosine 16185

Orange Sunset Yellow 15985

Kuning Tartrazine 19140

Kuning Quineline Yellow 47005

Biru Briliant Blue 42090

Biru Indigocarmine 42090

Hijau Fast Green FCF 42053

Ungu Violet GB 42640

Sumber: Kisman, 1984

Untuk mengetahui perbedaan antara zat pewarna sintetik dan alami dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Perbedaan Zat Warna Sintetik dan Zat Warna Alami

Pembeda Sintetis Alami

Warna yang dihasilkan Lebih cerah dan homogen

Lebih pudar dan tidak homogen

Variasi warna Banyak Sedikit

(24)

Ketersediaan Tidak terbatas Terbatas

Kestabilan Stabil Kurang stabil

Sumber: Lee (2005) dalam Asmara (2010)

Menurut Winarno (1992), zat pewarna sintetik harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakan sebagai pewarna makanan. Zat pewarna yang diijinkan penggunaannya dalam makanan dikenal dengan certified color atau permitted color. Untuk penggunaannya, zat warna tersebut harus menjalani tes prosedur penggunaan yang disebut proses sertifikasi.

Di Indonesia undang-undang penggunaan zat pewarna belum memasyarakat sehingga terdapat kecendrungan penyimpangan pemakaian zat pewarna untuk berbagai bahan pangan oleh produsen, misalnya pemakaian zat pewarna tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai makanan. Hal tersebut jelas berbahaya bagi kesehatan, karena residu logam berat pada zat pewarna tersebut bersifat karsinogenik (Winarno, 1994). Timbulnya penyimpangan penggunaan zat pewarna disebabkan karena tidak adanya penjelasan dalam label yang melarang penggunaan senyawa tersebut untuk bahan pangan. Hal tersebut disebabkan bea masuk zat pewarna untuk makanan jauh lebih mahal dari zat pewarna non-pangan. Hingga saat ini aturan penggunaan zat pewarna di lndonesia diatur dalam SK Menteri Kesehatan RI tanggal 22 Oktober 1973, tetapi dalam peraturan ini belum tercantum dosis penggunaannya dan juga tidak adanya sanksi bagi pelanggaran terhadap ketentuan tersebut. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2351 Men.Kes.Per/V/1985 menyatakan zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya yang dilarang penggunaannya di Indonesia dapat diihat pada tabel berikut ini (Kisman, 1984)

(25)

Tabel 4. Daftar Zat Pewarna yang dilarang Penggunaannya di Indonesia tahun 1985

No .

Warna Nama Kimia No. Indeks

1 Orange Auramine 41000

2 Orange Butter Yellow 11020

3 Orange Chrycidine 11270

4 Orange Oil Yellow SS 12110

5 Orange Oil Yellow XO 11380

6 Orange Croceine Orange 11726

7 Merah Citrus Red 12055

8 Merah Ponceau 3R 14700

9 Merah Ponceau SX 12140

10 Merah Sudan I 12055

11 Merah Rhodamin B 45170

12 Merah Methanil Yellow 13065

13 Merah Amaranth 12740

14 Merah Crystal Ponceau 12760

15 Merah Ponceau 6RB 13420

16 Hijau Guinea Green B 42085

17 Hijau Night Green 2B 36285

18 Violet Magenta 42510

19 Kuning Oil Yellow SAB 11390

20 Kuning Oil Yellow SX 16155

21 Kuning Butter Yellow 76352

22 Kuning Anilin Yellow 76352

23 Kuning Light Green SF Yellowish 29647

24 Biru Patent Blue A 41753

25 Biru Soluble Blue 76491

26 Biru Nigrosine Soluble 41074

Sumber: Kisman, 1984

Kementerian Kesehatan juga mengeluarkan Permenkes No. 33 Tahun 2012 mengenai jenis pewarna sintetis yang diizinkan. Berikut ini berbagai zat warna yang diijinkan sebagai bahan tambahan pangan.

(26)

Sumber: Permenkes No. 33 Tahun 2012 4.1.2 Minuman Kopi

Kopi merupakan bahan minuman tidak saja terkenal di Indonesia tapi juga terkenal di seluruh dunia. Hal ini disebabkan karena kopi baik yang bentuk bubuk maupun seduhannya memiliki aroma yang khas yang tidak dimiliki oleh bahan minuman lainnya.

Sebelum kopi dipergunakan sebagai bahan minuman, maka terlebih dahulu dilakukan proses roasting. "flavor" kopi yang dihasilkan selama proses roasting tergantung dari jenis kopi yang dipergunakan, cara pengolahan biji kopi, penyangraian, penggilingan, penyimpanan dan metoda penyeduhannya. Cita rasa kopi akan ditentukan akhirnya oleh cara pengolahan di pabrikpabrik. Penyangraian biji kopi akan mengubah secara kimiawi kandungan-kandungan dalam biji kopi, disertai susut bobotnya, bertambah besarnya ukuranbiji kopi dan perubahan warna bijinya. Kopi biji setelah disangrai akan mengalami perubahan kimia yang merupakan unsur cita rasa yang lezat. Pembahasan lebih lanjut dalam paper ini meliputi pengolahan kopi dilakukan dua cara yaitu pengolahan secara kering dan basah. Diversifikasi produksi kopi seperti kopi dekafein, kopi instan dan kopi bubuk.

Kopi rasa red velvet merupakan kopi yang memiliki cita rasa manis dan creamy dan berwarna merah. Kopi ini dibuat dari susu evaporasi, susu kondensasi, vanila, bubuk kakao, dan juga pewarna makanan berwarna merah. Kopi rasa bubble gum merupakan kopi yang memiliki cita rasa manis dan creamy dan berwarna biru. Kopi ini dibuat dari susu evaporasi, susu kondensasi, vanila, bubuk kakao, dan juga pewarna makanan berwarna biru.

(27)

Berbagai jenis rasa dan warna kopi ini tentu saja mengundang penikmat kopi untuk mencicipinya dan memilih rasa yang sesuai dengan selera mereka. Tak hanya menyegarkan, kopi ini memiliki sensasi rasa yang berbeda dari kopi lainnya.

4.1.3 Kromatografi Zat Warna

Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen – komponen campuran diantara dua fase, yaitu fase diam / tetap ( padat atau cair ). Fase diam bersifat menahan komponen, sedangkan fase gerak akan melarutkan komponen. Pada kromatografi kertas, fase diam berupa selulosa yang terdapat dalam kertas sedangkan fase gerak berupa pelarut yang sesuai dan fase gerak ( cair atau gas ). Dalam hal ini kromatografi juga merupakan cara untuk memisahkan dan mengidentifikasi campuran.

Ada beberapa cara kromatografi, salah satu diantaranya adalah kromatografi kertas. Salah satu penggunaan kromatografi kertas adalah pemisahan zat warna dalam tinta. Metode ini sesuai dengan kromatografi serapan dan sekarang kromatografi kertas dipandang sebagai sistem partisi. Salah satu zat padat dapat digunakan untuk menyokong fase tetap yaitu bubuk selulosa ( kertas saring ) dan sebagai pelarut dan fase gerak adalah zat cair yang sesuai, misalkan air, etanol, asam asetat.

Pada kromatografi kertas jika setetes cuplikan diteteskan pada sepotong kerrtas saring maka akan meluas dengan membentuk noda bulat. Kertas saring dimasukkan dalam bejana tertutup yang berisi pelarut, maka pelarut akan bergerak melalui serat – serat kertas saring. Bila daerah dari noda yang terpisah telah dideteksi, maka perlu mengidentifikasi tiap individu dari senyawa.

Metode identifikasi yang paling mudah adalah berdasarkan kedudukan dari noda relatif terhadap permukaan relatif , menggunakan harga Rf. Harga Rf merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa pada kromatogram dan pada kondisi konstan merupakan besaran karakteristik dan reprodusibel. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa dari titik awal dan jarak pelarut dari titik awal.

4.2 Metodologi 4.2.1 Alat

(28)

Alat yang digunakan dalam pengujian zat warna ini adalah: 1. 2 Batang pengaduk 2. 1 Buah pipet 3. 2 Chamber 4. 2 Gelas kimia 100 mL 5. 1 buah Hotplate 6. 1 buah waterbath 7. 12 pipa kapiler 4.2.2 Bahan/sampel

Sampel yang digunakan dalam pengujian zat warna ini adalah: 1. Kopi rasa Red Velvet (Kode: 1/4/B.037/264/MMKL) 2. Kopi rasa Bubble Gum (Kode: 2/5/B.037/265/MMKL) 3. Kapas

4. Kertas saring Whatman No. 1 4.2.3 Reagen

Sampel yang digunakan dalam pengujian zat warna ini adalah: 1. Amonia (NH4OH) 10%

2. Asam cuka (CH3COOH) 10%

3. Eluen 1 (Etil Metil Ketob 70:Aseton 30:Aquades 30) 4. Eluen 2 (NaCl dilarutkan dalam etanol 50%)

5. Etanol 50% 6. Standar warna

4.3 Prosedur

Prosedur pengujian zat warna ini ialah:

1. Memasukkan 10 ml sampel cair atau 10 – 25 g sampel padat kedalam piala gelas 100 ml,

2. Menambahkan etanol 50% jika sampel mengandung lemak

3. Asamkan dengan 5 ml CH3COOH 10%, rendam benang wol dalam sampel tersebut,

4. Panaskan dan biarkan sampai mendidih sampai warna terserap benang woll 5. Ambil benang wol, cuci dengan air dan bilasi dengan aquadest,

6. Tambahkan 25 ml NH4OH 10% kedalam benang wol yang telah dibilas tersebut,

7. Panaskan benang wol sampai warna yang tertarik pada benang wol luntur, buang benang wol, larutan diuapkan di atas water bath sampai kering,

8. Residu ditambah beberapa tetes metanol p.a.

9. Totolkan pada kertas kromatografi siap pakai, dan juga totolkan beberapa standar,

10. Elusi dalam bejana elusi dengan 2 macam eluen sampai mencapai tanda batas,

(29)

11. Angkat dan biarkan mengering,

12. Warna yang terjadi diamati antara Rf standar dengan Rf sampel.

4.4 Hasil Pengamatan dan Pembahasan

Analisis yang dilakukan di laboratorium ini ialah mengidentifikasi (analisis kualitatif) terhadap kandungan pewarna sintetis yang terdapat dalam sampel. Tahap pertama uji kualitatif ini adalah ekstraksi. Sampel minuman kopi dengan terlebih dahulu harus dilakukan ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik berupa etanol 50% agar zat warnanya terekstrak sempurna dari komponen kopi berupa pati dan mengandung banyak lemak Hasil ekstraksi dipekatkan kemudian zat warna ditarik dengan benang wol dalam suasana asam menggunakan 5 mL CH3COOH 10% dengan pemanasan. Penambahan asam ini berfungsi untuk menarik zat warna yang telah diekstrak tadi agar terserap ke dalam media benang wol.

Gambar 6. Pemanasan setelah Ekstraksi dan Penambahan Asam Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016

Setelah seluruh zat warna terserap ke benang wol, dilakukan pencucian benang wol. Jika zat warna yang terkandung dalam sampel merupakan zat warna alami, maka benang wol yang dicuci akan bersih dan zat warna yang terserapnya memucat. Sedangkan jika zat warna yang digunkana merupakan zat warna sintetik, maka warna yang terserap dalam benang wol tidak akan hilang. Hal tersebut dikarenakan zat warna alami memiliki warna yang pudar, tidak homogen, dan kurang stabil. Sedangkan

(30)

zat warna sintetik memiliki warna yang cerah, homogen, dan stabil (Asmara, 2010).

Gambar 7. Hasil Pencucian Benang Wol Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016

Zat warna yang terikat pada benang wol dilarutkan dalam larutan ammonium hidroksida (NH4OH) 10% disertai pemanasan. Hal tersebut berfungsi untuk melunturkan zat warna yang sudah terserap ke dalam benang wol, sehingga zat warna yang luntur akan dipekatkan dibantu dengan proses pemansan menggunakan waterbath agar tidak gosong.

Gambar 8. Hasil Pemekatan Zat warna dari Benang Wol Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016

(31)

Larutan ammonium hidroksida dipekatkan dan pekatan zat warna hasil isolasi pada preparasi contoh minuman kopi makanan ditotolkan (spotting) pada jarak kira-kira 2 cm dari ujung kertas kromatografi. Jumlah sampel yang ditotolkan kurang lebih 1μl, dengan menggunakan mikropipet Tetesan sampel harus diusahakan sekecil mungkin dengan meneteskan berulang kali, dibiarkan mengering sebelum totolan berikutnya dikerjakan (Yazid, 2005). Selain penotolan kertas kromatografi oleh zat warna yang ada pada sampel, penotolan juga dilakukan pada standar warna yang warnanya hampir mirip dengan sampel. Standar zat warna yang digunakan ialah Briliant Blue, Allura Red, Tartrazin, P4R, P124, Erythrosin, dan Carmoisine.

Gambar 9. Proses Penotolan Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016

Gambar 10. Hasil Penotolan Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016

Tahap selanjutnya ialah pencelupan kertas kromatografi yang telah ditotoli sampel dan standar ke dalam 2 jenis eluen yang ada dalam bejana. Eluen yang digunakan ialah Eluen 1merupakan Etil metil keton 70 ml, Aseton 30 ml, Aquades 30 ml) dan Eluen 2 (NaCl 25 gram, Etanol 50 % 100 ml). Kedua eluen

(32)

ini digunakan untuk menarik zat warna yang ada pada kertas sehingga terjadi pemisahan yang berdasarkan pada redistribusi (pembagian kembali) molekul-molekul dari suatu campuran antara dua fasa atau lebih (Charles, J.P.S., 1990 dan Tri Indraswari, 2000). Sehingga nantinya apabila suatu sampel memiliki 2 warna yang berbeda, akan terlihat saling berpisah walupun awalnya bersatu.

Gambar 11. Proses Pengelusian (Pencelupan) Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016

Setelah eluen naik sampai batas yang telah ditentukan, kertas dikeringkan lalu diukur nilai Rf dari bercak zat warna yang naik dengan cara membagi jarak gerak zat terlarut oleh jarak zat pelarut.

Rf = Jarak yang ditempuh komponenJarak yang ditempuheluen

(33)

Gambar 12. Identifikasi Zat Warna pada sampel Kopi Bubble Gum Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016

Gambar 13. Identifikasi Zat Warna pada sampel Kopi Red Velvet Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016

Berdasarkan hasil pengamatan kemiripan warna, sampel kopi bubble gum dengan kode 2/5/B.037/265/MMKL ini memiliki warna yang sama dengan standar warna Briliant Blue sedangkan sampel kopi Red Velvet dengan kode 1/4/B.037/264/MMKL memiliki warna yang sama dengan standar warna Allura Red. Hal tersebut diperkuat dengan membandingkan nilai Rf antara sampel dengan standar warna pada eluen 1 dan 2. Berikut ini tabel hasil perhitungan nilai Rf sampel dengan standar pada eluen 1 dan eluen 2.

Tabel 6. Hasil Pengamatan Nilai Rf Sampel dengan Standar

Sampel Rf Standar Rf

Eluen 1 Eluen 2 Eluen 1 Eluen 2

264 0,7 0,6 Allura Red 0,7 0,6

265 0,6 0,7 Briliant Blue 0,6 0,7

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016

(34)

Rf = Jarak yang ditempuh komponenJarak yang ditempuheluen

Rf = 1410 = 0,7

Contoh perhitungan Rf sampel 264 pada eluen 2: Rf = Jarak yang ditempuh komponenJarak yang dite mpuheluen

Rf = 8,514 = 0,6

Contoh perhitungan Rf standar 264 pada eluen 1: Rf = Jarak yang ditempuh komponenJarak yang ditempuheluen

Rf = 9,8514 = 0,7

Contoh perhitungan Rf standar 264 pada eluen 2: Rf = Jarak yang ditempuh komponenJarak yang ditempuheluen

Rf = 8,414 = 0,6

Berdasarkan hasil perhitungan Rf standar dan sampel, sampel kopi bubble gum dengan kode 2/5/B.037/265/MMKL ini memiliki Rf yang sama dengan standar warna Briliant Blue. Terlihat dari gambar 10, ketinggian standar warna dengan sampel hampir sama pada eluen 1 dan eluen 2. Rf standar dan sampel pada eluen 1 memiliki nilai yang sama yaitu 0,7, sedangkan Rf standar dan sampel pada eluen 2 memiliki nilai yang sama yaitu 0,6. Rf Eluen 1 dan eluen 2 memiliki nilai yang hampir sama dikarenakan keduanya memiliki sifat yang sama sebagai pelarut organik.

Kopi bubble gum dengan kode 1/4/B.037/264/MMKL ini memiliki Rf yang sama dengan standar warna Allura Red. Terlihat dari gambar 11, ketinggian standar warna dengan sampel hampir sama pada eluen 1 dan eluen 2. Rf standar dan sampel pada eluen 1 memiliki nilai yang sama yaitu 0,6, sedangkan Rf standar dan sampel pada eluen 2 memiliki nilai yang sama yaitu 0,7. Rf Eluen 1 dan eluen 2 memiliki nilai yang hampir

(35)

sama dikarenakan keduanya memiliki sifat yang sama sebagai pelarut organik.

Kedua zat warna pada sampel ini yakni Brilliant Blue dan Allura Red merupakan zat warna sintetik yang diijinkan penggunaannya di Indonesia. Berikut ini regulasi penggunaan zat pewarna pada makanan.

Tabel 7. Regulasi Penggunaan Pewarna Sintetik

(36)

V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari pengujian ini adalah:

1. Jenis Pewarna yang digunakan pada sampel Kopi rasa Red Velvet dengan kode 1/4/B.037/264/MMKL 8-8-16 ditemukan zat warna Allura Red

2. Jenis Pewarna yang digunakan pada sampel Kopi rasa Bubble Gum dengan kode 2/5/B.037/265/MMKL 8-8-16 ditemukan zat warna Briliant Blue

3. Kedua jenis zat warna ini memenuhi syarat jenis pewarna yang dizinkan 5.2 Saran

Sebaiknya dilakukan uji lanjutan berupa uji kuantitatif, agar mengetahui kadar zat warna dalam sampel.

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Asmara, N.Hanifa, N.H dan Rahma, S. 2010. Potensi Fitoplankton (Chlorella sp. dan Chaetoceros calcitrans) sebagai Pewarna Alami Pada Kue Bagkea. Universitas Haluoloe, Kendari.

Elbe, J. H, Vondan S dan Teven J. C. 1996 di dalam Fennema, O. R. 1995. Food Chemistry. Marcell Dekker. New York.

Hendry, B. S. 1996. Natural Food Colours. In : Hendry,G. A. F. and J. D. Hougton. Natural Food Colorants Second Edition p 53-60. Chapman and Hall, London.

IFIC, 1994, Food Color Fact, dalam Wijaya CH dan Mulyono N. 2009. Bahan Tambahan Pangan Pewarna. IPB Press. Bogor.

Kisman, S. 1984. Analisa Zat Warna Dalam Beberapa Jenis Makanan. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.

Winarno, FG., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.

Winarno, FG., dan Sulistyowati, R. T., 1994. Bahan Tambahan Untuk Makanan dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta

(38)
(39)

Lampiran 1. Surat Penerimaan PKL

(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)

Gambar

Gambar 3. Alur Pengujian Sampel Keterangan Kodefikasi:
Tabel 2. Bahan Pewarna Alami dan Sintetik
Tabel   4.   Daftar Zat   Pewarna   yang   dilarang   Penggunaannya   di   Indonesia tahun 1985
Gambar 6. Pemanasan setelah Ekstraksi dan Penambahan Asam
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian menggunakan 60 ekor ayam pedaging, dua puluh ekor ayam di awal penelitian diambil darahnya untuk pengamatan titer antibodi asal induk terhadap infeksi virus

Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan mengenai fenomena berbusana muslimah pada remaja di SMK Ma’arif N 1 Cilongok Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas, melalui

Subyek penelitian adalah orang – orang yang dapat memberikan sebuah informasi tentang sesuatu yang sedang di teliti. Peneliti akan memfokuskan penelitiannya

Sehingga dapat disimpulkan bahwa H 0 ditolak, yang artinya secara simultan perubahan laba bersih, perubahan arus kas operasi, perubahan arus kas investasi, perubahan

Kurikulum Standard Sekolah Rendah (KSSR) Pendidikan Khas (Masalah Pembelajaran) dibina selaras dengan Falsafah Pendidikan Kebangsaan berlandaskan prinsip-prinsip

Penjelasan Penyakit Rencana Terapi Rencana tindakan Penjelasan perkembangan penyakit berkaitan terapi dan tindakan yg sudah. dilakukan Konseling Gizi Jadual dan cara

Uji penguraian filem plastik campuran polistiren dengan P(3HB) dan P(3HB-ko- 3HV) dalam larutan berair pada berbagai pH dilakukan agar dapat diketahui pH yang cocok untuk

2 Wakil Dekan Bidang I SALINAN TERKENDALI 02 3 Wakil Dekan Bidang II SALINAN TERKENDALI 03 4 Manajer Pendidikan SALINAN TERKENDALI 04 5 Manajer Riset dan Pengabdian