• Tidak ada hasil yang ditemukan

Index of /ProdukHukum/kehutanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Index of /ProdukHukum/kehutanan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

CITES 13

th

MEETING OF THE CONFERENCE OF THE PARTIES

BANGKOK 2-14 OKTOBER 2004

Oleh : Dr. Samedi

Kasubdit Konvensi, Ditjen PHKA

I. HASIL PERTEMUAN

COP 13 CITES yang diselenggarakan pada tanggal 2-14 Oktober 2004 di Bangkok- Thailand dihadiri oleh 1200 peserta yang mewakili pemerintah negara para pihak, organisasi intergovernmental dan ORNOP. Pertemuan membahas 64 mata agenda yang terdiri atas berbagai topik termasuk diantaranya laporan dan rekomendasi dari Animals dan Plants Committee; budget untuk tahun 2006-2008 dan administrasi lainnya; penerapan konvensi; issue konservasi dan perdagangan species; management quota tahunan; hubungan antara konservasi

in-situ dan captive breeding ex-situ ; control perdagangan dan penandaan; penegakan hokum; kerjasama antara CITES dengan CBD dan FAO; serta 50 proposal perubahan appendiks species.

Dalam pidato pembukaannya, Suwit Kunkhiti, Menteri Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Thailand menekankan pentingnya kerjasama regional dalam mengimplementasikan dan menegakkan konvensi serta mempromosikan pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang CITES. Pertemuan dibuka oleh Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra yang diawali dengan pidato yang juga menekankan perlunya kerjasama global dan regional untuk memerangi kejahatan terorganisir terhadap perdagangan illegal tumbuhan dan satwa liar internasional, serta menawarkan menjadi tuan rumah pembentukan network penegakan hukum di tingkat ASEAN untuk memberantas perdagangan illegal tumbuhan dan satwa liar.

Pertemuan membahas mata agenda (mata agenda yang tertuang dalam COP 13 doc.4 rev. terlampir) sebagai berikut :

1. Masalah Organisasi

2. Strategi dan Administrasi

3. Interpretasi dan Implementasi Konvensi

4. Laporan Regular dan Khusus

5. Compliance Issue

6. Konservasi dan perdagangan species

7. Penandaan dan kontrol perdagangan

8. Ketentuan pengecualian dan perdagangan khusus

9. Pembahasan Proposal perubahan Appendiks I dan II

10. Pemilihan anggota Committee

11. Penutupan

12. ORGANISASI

(2)

Chair Credential Committee bersama sama dengan Saint Lucia, Cameroon, Mexico dan UEA sebagai anggota Credential Committee.

Dalam plenary juga disampaikan laporan dari Standing Committee, Animals dan Plants Committee serta Nomenclature Committee. (Ringkasan laporan terlampir).

13. STRATEGI DAN ADMINISTRASI

a. Review Permanent Committee : Review Scientific Committee

Dokumen disampaikan oleh Australia yang mengusulkan untuk dibentuknya working group (WG) dalam COP 13 untuk mereview keberadaan Scientific Committee (Animals dan Plants) yang telah menyedot banyak biaya untuk operasionalnya sehingga perlu ada review oleh WG apakah plants dan animals committees yang ada sekarang perlu dirubah agar operasionalnya bisa lebih efisien. Menanggapi usulan Australia ini, Chair Animals Committee (AC) dan Plants Committee (PC) menginformasikan bahwa para ilmuwan dan organisasi yang bekerja dalam Committee telah meluangkan waktu dan saran-sarannya secara sukarela tanpa imbalan. Semua delegasi menyadari besarnya sumbangan yang telah diberikan oleh Committee terhadap kinerja CITES dan mengusulkan untuk membentuk working group untuk menyiapkan ToR bagi Standing Committee (SC) untuk melaksanakan evaluasi Scientific Committee dan melaporkannya pada CoP ke 14 yang akan datang. Sehingga disampaikan draft Decision (Com II.20 terlampir) yang mengintruksikan kepada AC, PC dan Nomenclature Committee (NC) mendraft ToR untuk mengkaji committee dalam memfasilitasi performance nya dan mengintruksikan kepada SC untuk

melaksanakan pengkajian dan menyampaikan hasilnya pada CoP 14 mendatang.

b. Peningkatan komunikasi di tingkat regional

Chair PC menyampaikan proposal untuk mengamandemen Resolusi Conf. 11.1 tentang Komunikasi Regional dan Perwakilan AC dan PC. Delegasi menyetujui pembentukan working group untuk membahas issue-issue diantaranya

pengeluaran bagi Chair SC, AC dan PC terutama bagi wakil dari negara yang sedang berkembang. Peserta COP menyetujui untuk dibentuk working group untuk membahas issue-issue mengenai anggaran bagi SC, AC dan PC, perlunya komitmen formal dari pemerintah dan institusi untuk menjamin agar wakil yang duduk dalam Committee dapat menjalankan tugasnya, perlunya komitmen formal dari wakil regional untuk memenuhi tugasnya, serta memberikan kewenangan kepada Committee dalam mengelola budgetnya. Dari hasil pertemuan working group maka dihasilkan draft decision seperti pada point a di atas (Com.II.20 terlampir) yang meminta agar Secretariat untuk menyediakan bantuan

keuangan sebagai jaminan agar anggota dan Chair SC,PC dan NC dari negara yang sedang berkembang dan negara yang ekonominya dalam masa transisi, dan meminta komitmen formal dari negara dan institusi yang menominasikan anggota Committee. Decision juga memerintahkan inter alia kepada Secretariat agar AC dan PC mengembangkan manual tentang peran dan tugas bagi perwakilan yang baru terpilih, serta para pihak agar menyediakan focal point untuk AC, PC dan NC.

c. Standard Nomenclature dan operasional NC

Mexico menyampaikan adanya komplikasi yang cukup serius terhadap

implementasi CITES akibat adanya perubahan nomenklatur dari suatu taxa yang langsung diadopsi di dalam checklist species CITES. Sehingga ada jenis yang semula masuk dalam CITES menjadi tidak masuk atau bahkan ada jenis-jenis yang tiba-tiba berada dalam appendix yang lebih tinggi. Kecuali itu Mexico mengusulkan untuk merevisi Resolusi 12.11 dan 11.1 agar kerja NC menjadi lebih transparan dan komprehensif dalam proses adopsi dan updating standard taxonomy dan checklist spesies. Dalam sidang disetujui untuk mengadopsi revisi Res.Conf 12.11 sesuai dengan proposal yang diajukan termasuk prosedur untuk menjamin adanya komunikasi dan mengevaluasi dampak dari perubahan nomenclature dari listing species tertentu. Selain itu usulan untuk merevisi Res.Conf 11.11 juga diadopsi dengan menambahkan catatan bahwa dalam pembentukan NC harus disertai dengan prosedur terbaru untuk memperbaharui dan mengadopsi referensi standar nomenclature. (Com II.21 dan Com II.25 terlampir)

d. Financing dan Budget

(3)

ƒ Negara Pihak menyetujui laporan Finansial untuk tahun 2002-2003 ƒ Perkiraan pengeluaran untuk tahun 2004-2005 disetujui oleh Negara

pihak.

ƒ Sekretaris Jenderal CITES menyampaikan kesulitan Sekretariat untuk mendapatkan dana dari luar, perlunya dana bagi sponsor delegasi yang disponsori dari negara-negara yang sedang berkembang dan negara yang ekonominya dalam masa transisi dan kurangnya dana bagi program Monitoring the Illegal Killing of Elephants (MIKE).

ƒ Budget untuk tahun 2006-2008 diputuskan untuk diadopsi

ƒ kontribusi dari masing-masing negara para pihak ditingkatkan sebesar 3%,

ƒ Menyetujui bahwa kontribusi bagi Trust Fund berdasarkan skala UN. ƒ Menyetujui bahwa semua COP dan pertemuan rutin SC dilaksanakan di

Geneva kecuali bila negara tuan rumah dapat membayar sebagian dana penyelenggaraan dan tidak ada lagi pertemuan SC lebih dari dua kali diantara CoP.

e. Strategic Vision

Secretariat mengusulkan draft decision yang intinya memperpanjang masa dari CITES Strategic Vision and its Action Plan through 2005 menjadi akhir 2007, dan membentuk working group di bawah Standing Committee untuk membuat proposal Strategic Vision dan Action Plan sampai 2013.

Sidang menyetujui usulan Secretariat untuk memperpanjang masa CITES Strategic Vision sampai akhir tahun 2007; membentuk Working Group Strategic Plan sebagai subcommittee dari SC dalam mengembangkan proposal Strategic Vision dan Action Plan sampai 2013, sebagai salah satu upaya untuk mencapai target WSSD 2010 dengan mengurangi hilangnya keanekaragaman hayati; meminta masukan dari IGO yang relevan untuk membantu dalam Working Group Strategic Plan dan memutuskan bahwa SC harus menyerahkan proposal

Strategic Vision dan Action Plan sampai 2013 pada COP 14 mendatang.(COP 13. Doc 10 terlampir)

f. Kerjasama dengan Organisasi lainnya:

ƒ Synergy antara CITES – CBD

Irlandia atas nama EU member states menyampaikan outcome dari workshop mengenai sinergi antara CITES dan CBD yang diadakan di Jerman 20-24 April 2004. Selanjutnya diusulkan agar COP mengadopsi keputusan bahwa laporan dari workshop Jerman agar ditransmit kepada AC, PC dan SC untuk dipertimbangkan lebih lanjut; Sekjen CITES menyampaikan kepada Sekjen CBD untuk merevisi workplan terlampir pada MOU antara CBD dan CITES dengan dasar temuan dan

rekomendasi workshop; dan CITES Secretariat untuk melaporkan kembali pada pertemuan ke 53 SC ttg kemajuan revisi workplan

tersebut. Sidang mengadopsi draft Decision ( Com.II.7 terlampir) yang memerintahkan kepada Secretariat untuk mereview rekomendasi laporan workshop Vilm dalam mengidentifikasi aspek yang relevan bekerja sama dengan Chair Ac dan PC dan memberian kesimpulan kepada negara para pihak sebelum pertemuan SC yang ke 53; memerintahkan SC untuk :

o mempertimbangkan rekomendasi sesuai dengan hasil laporan

Vilm dan mengidentifikasi aksi-aksi prioritas untuk meningkatkan synergi antara CITES dan CBD dalam upaya mencapai target WSSD 2010 terutama tentang sustainable use, pendekatan ekosistem dan access benefit sharing serta

o menyediakan guidelines bagi SC Working Group Strategic Plan

dan memerintahkan kepada Secretariat untuk merevisi bersama-sama dengan Secretariat CBD dalam mengembangkan

Rencana Kerja untuk mengimplementasikan Kegiatan bersama sebelum COP 14.

(4)

Namibia menyampaikan agar CITES mengadopsi prinsip-prinsip pemanfaatan berkelanjutan yang telah dikembangkan oleh CBD terutama melalui Addis Ababa guidelines, dan menerapkannya dalam menetapkan Non-detriment findings CITES. Sidang mengadopsi usulan ini untuk dijadikan Resolusi yang diantaranya memerintahkan kepada Negara para pihak untuk:

o membuat Prinsip-prinsip dan petunjuk bagi pemanfaatan yang

berkelanjutan keanekaragaman hayati, dan perdagangan

ƒ CITES-FAO

Masa berlaku Decision 12.7 (MoU CITES-FAO) diperpanjang

g. Kebijakan perdagangan dan Incentive Ekonomi

Sidang mengadopsi perubahan draft Decision tentang insentive ekonomi dengan menambahkan beberapa paragraph yang pada intinnya mengajak negara para pihak untuk memberikan informasi tentang insentive ekonomi yang digunakan kepada SC ke 53.

Perihal review kebijakan perdagangan tumbuhan dan satwa liar, COP memerintahkan kepada Sekretariat untuk :

ƒ mengkaji ulang kebijakan negara para pihak perihal pemanfaatan, perdagangan specimen-specimen yang termasuk dalam Appendik CITES

ƒ Membuat laporan tentang social ekonomi dan dampak konservasi dari kebijakan nasional bagi perdagangan tumbuhan dan satwa liar yang masuk dalam Appendik CITES, dan melaporkannya kepada SC dan COP 14 mendatang

ƒ Menyerahkan usulan proyek kepada GEF dan institusi donor lainnya untuk mendapatkan dukungan dana dalam rangka mempersiapkan review di atas.

ƒ Mengajak semua negara anggota , International Organization dan LSM untuk memberikan bantuan teknis dalam pelaksanaan review tersebut

Sehubungan dengan kegiatan insentive ekonomi (Com.II.7 terlampir) COP memerintahkan kepada Sekretariat untuk :

ƒ Mengajak negara pihak dan organisasi yang relevan untuk menyediakan informasi tentang insentive ekonomi dan melaporkannya pada SC ke 53

ƒ Bekerjasama dengan CBD Secretariat, konvensi dibidang keanekaragaman hayati lainnya, pihak swasta dan organisasi

pemerintahan lainnya, IGO dan LSM dalam mencari dukungan dana.

h. Pendanaan Konservasi dan Pemanfaatan yang berkelanjutan Perdagangan Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar.

Sekretaris Jenderal CITES menyarankan agar negara para pihak dalam

mendapatkan dana GEF menggunakan pendekatan tujuan dari Strategic Vision CBD yang menyatakan bahwa diharapkan tidak ada satupun tumbuhan dan satwa liar menjadi punah akibat perdagangannya.

i. Laporan Pertemuan Dialog Gajah Afrika

MIKE melaporkan terjadinya perburuan liar sekitar 4000 gajah afrika per tahun adalah sebagai dampak dari perdagangan dalam negeri yang tidak diatur dalam legislasi nasional. Sementara itu ETIS melaporkan bahwa tingkat perdagangan illegal gading gajah menurun dibanding dengan tahun 1992. Delegasi peserta CoP menekankan perlunya informasi yang disampaikan oleh ETIS dan MIKE perlu dipertimbangkan sebagai acuan dalam mengetahu populasi dan mengelola kapasitas diantara negara-negara range states

14. INTERPRETASI DAN PENERAPAN KONVENSI

a. Review Resolusi

(5)

specimen pre Convention, delegasi menyetujui untuk menggunakan tanggal masuknya specimen ke dalam Appendik , dimana tanggal sebelum masuknya specimen tersebut ke dalam Appendiks dianggap sebagai specimen pre-convention. Sedangkan untuk Res.Conf 10.6 tentang kontrol perdagangan specimen bagi souvenir tourist dan Res. Conf.12.9 tentang personal household effects, sidang plenary menyetujui perubahan yang diajukan.

b. Review Decision

Komite II menyetujui hampir semua usulan revisi beberapa Decision yang diajukan oleh Sekretariat yaitu:

ƒ menggabungkan Dec. 9.7 tentang penerbitan ijin dengan Res.Conf 12.3 (Ijin dan Sertifikat), sidang menyetujui bahwa negara para pihak

melakukan konfirmasi asal-usul species Appendiks I untuk menghindari penerbitan ijin yang diperuntukan bagi tujuan komersial bukan berasal dari captive breeding yang terdaftar pada CITES.

ƒ menyetujui penggabungan Decision 9.31 (Laporan Infraction) menjadi Res.Conf.11.3 (Compliance dan Penegakan) dimana laporan yang berhubungan dengan penegakan diserahkan setiap pertemuan Standing Committee dan CoP.

ƒ penggabungan Decision 10.54, 10.76 dan 10.86 (perdagangan alien species) menjadi Resolusi CoP (Com II.9 terlampir), sidang mengadopsi draft Resolusi tersebut dengan beberapa perubahan diantaranya memasukan kata “alien species yang mempunyai potensial menjadi invasive” untuk menggantikan kata “alien invasive species”. Resolusi ini memerintahkan kepada negara pihak untuk

mempertimbangkan problem invasive species dapat diakomodir dalam legislasi nasionalnya dan peraturan tentang perdagangan tumbuhan dan satwa liar, berkonsultasi dengan Management Authority pengimport. Sekretariat diminta juga untuk membangun kerjasama dengan Sekretariat CBD dan IUCN/SSC Invasive Species Specialist Group.

ƒ Menyetujui review Decision 9.38 (Perdagangan Tumbuhan); 12.79 (Specimen Museum dan Herbarium); 12.7 (CITES-FAO MoU) dan 12.90 sampai 12.93 (peningkatan kapasitas bagi quota export nasional untuk Appendiks II)

15. LAPORAN REGULER DAN LAPORAN KHUSUS

a. Persyaratan Pelaporan

Komite II menyetujui proposal yang diajukan oleh Sekretriat tentang persyaratan pelaporan (Doc.18) termasuk format untuk laporan dua tahunan dengan merevisi Res. Conf 11.17 (laporan tahunan dan monitoring perdagangan) termasuk persyaratan untuk laporan dua tahunan dan Res. Conf.4.6

(penyampaian draft resolusi dan dokumen lainnya untuk pertemuan CoP) yang meminta negara para pihak agar persyaratan pelaporan dimasukan ke dalam laporan tahunan dan laporan dua tahunan untuk mengurangi beban pihak negara.

b. Export Quota Species Appendik I

ƒ Leopard : Sidang menyetujui usulan Namibia untuk meningkatkan export quota tahunan dari 100 menjadi 250 specimen untuk hunting trophies leopard dan kulit. Sidang juga menyetujui usulan Afrika Selatan untuk menambah export quota leopard dari 75 menjadi 150 specimen

ƒ Badak Hitam : Sidang menyetujui usulan Namibia dan Afrika Selatan untuk mendapatkan export quota 5 ekor Badak Hitam jantan dewasa untuk hunting trophies dan mengadopsi Resolusi ini (Com.I.2 terlampir).

c. Perdagangan Vicuna Cloth

Sekretariat melaporkan perdagangan Vicuna cloth dan sidang mengadopsi revisi Res. Conf 11.6 untuk menghapus persyaratan pelaporan.

d. Transport Specimen Hidup

(6)

16. ISSUE TENTANG COMPLIANCE

a. Perundang-undangan nasional

Proposal diajukan oleh Sekretariat tentang penerapan perundangan nasional tentang CITES dan penghentian menyetujui dengan consensus bahwa Standing Committee dapat mempertimbangkan suspensi perdagangan komersial dan mengadopsi decision tentang perundang-undangan nasional untuk menerapkan CITES dengan memerintahkan, inter alia :

ƒ Sekretariat meneruskan Proyek Legislasi Nasional;

ƒ Negara pihak yang peraturan nasionalnya belum masuk kategori 1 diwajiban untuk tetap berupaya agar bisa masuk kategori 1;

ƒ Nigeria dan Paraguay untuk mengesahkan peraturannya sesuai dengan Action Plan yang disetujui oleh SC 53;

ƒ Negara pihak yang peraturan nasionalnya belum masuk kategori 1 diwajiban untuk mengesahkan peraturan nasionalnya sampai dengan 30 September 2006; dan

ƒ SC mempertimbangkan untuk merekomendasikan penghentian

perdagangan komersial yang termasuk dalam daftar CITES bagi negara yang tidak memenuhi ketentuan Decision di atas;

ƒ Indonesia telah masuk kategori I, dengan adanya SK Menteri Kehutanan No 447/Kpts-II/2003.

b. Penegakan Hukum

Sidang mengadopsi proposal EU untuk meningkatan peningkatan kapasitas dan training CITES bagi penegak hukum dan usulan Fiji yang mengajukan draft Decision dengan memerintahkan kepada Sekretariat untuk mencari dana bagi workshop peningkatan kapasitas dan pertemuan regional sebelum SC ke 54.

Draft Decision (Com.II.10 dan Com.II.22 terlampir) meminta inter alia :

ƒ Negara para pihak untuk menyampaikan institusi nasional yang bertugas dalam enforcement dan instansi yang terkait;

ƒ Sekretariat menyebarkan informasi tersebut diatas;

ƒ Sekretariat untuk peningkatan kapasitas melaksanakan training dan bagi para penegak hukum yang mengontrol pelaksanaan CITES dan mengadakan workshop peningkatan kapasitas di regional Oceania dan pertemuan regional sebelum SC ke 54.

c. Revisi Res.Conf.11.3 (Compliance dan Enforcement)

Usulan yang diajukan oleh Kenya ini disetujui oleh plenary (Com.II.12 terlampir) dengan merekomendasikan inter alia :

ƒ Negara para pihak memprioritaskan pemberantasan perdagangan tumbuhan dan satwa liar illegal dalam penegakan hukum nya dan merumuskan rencana aksi nasional untuk meningkatkan penegakan di bidang CITES serta memberikan pelatihan bagi para penegak hukum

17. ISSUE-ISSUE KONSERVASI DAN PERDAGANGAN SPECIES

a. Great Apes

Draft Resolusi (Com II.16 terlampir) yang usulan EU tentang konservasi dan perdagangan Great apes dengan diadopsi dalam sidang setelah diperbaiki dan yang pada prinsipnya meminta agar Negara pihak:

ƒ Mengadopsi dan menerapkan legislasi yang komprehensif, termasuk diantaranya pelarangan perdagangan internasional untuk tujuan komersial dan memberlakukan sanksi yang bertujuan untuk memberantas perdagangan illegal;

ƒ Memperkuat kontrol penegakan hukum, termasuk diantaranya anti-perburuan di habitat great apes dan anti-penyelundupan di perbatasan internasional;

ƒ Membatasi pemanfaatan great apes secara internasional dan

(7)

rescue center dan pusat penangkaran sesuai dengan ketentuan CITES; dan

ƒ Mempromosikan perlindungan habitat Great Apes termasuk kerjasama perbatasan dengan negara tetangga dalam mengelola habitat.

Meminta Sekretariat untuk inter alia:

ƒ Mengembangkan upaya-upaya termasuk pengembangan legislasi dan penegakan di tingkat regional dan subregional, memberantas

perdagangan illegal great apes dan membantu negara habitat great apes

menerapkannya.

Meminta SC untuk mereview implementasi resolusi dan mempertimbangkan tindakan lainnya seperti misalnya misi teknis, bekerjasama dengan Great Ape Survivial Project (GrASP) dan mitra lainnya yang jika diperlukan diikuti dengan misi politik , Selanjutnya Resolusi :

ƒ Meminta agar Secretariat , Sc dan AC bekerjasama dengan GrASP dan mengembangkan upaya konservasi dan mempromosikan pendidikan kesadaran masyarakat;

ƒ Mengundang multilateral agreements lainnya seperti CBD dan CMS untuk bekerjasama dengan GrASP dan mitra lainnya dalam

mengembangkan strategi konservasi;

ƒ Mengundang pemerintah, IGO’s, donor internasional dan LSM untuk menghentikan perdagangan illegal specimen great ape dan membantu negara penyebarannya untuk melestarikan great apes termasuk diantaranya melalui peyediaan dana, membantu melalui penegakan, peningkatan kapasitas, monitoring,pengelolaan habitat dan restorasi, penyelesaian konflik antara manusia-kera dan mengembangkan proyek keuntungan bagi masyarakat lokal;

ƒ Mengajak Sekretariat untuk bekerjasama dengan CBD terutama dalam konservasi in-situ.

b. Beruang

Plenary menerima laporan tentang konservasi dan perdagangan beruang

c. Kucing Besar Asia

Menanggapi laporan tentang konservasi dan perdagangan Kucing Besar Asia, sidang memutuskan agar Sekretariat menyediakan dana untuk

menyelenggarakan pertemuan CITES Tiger Enforcement Task Force. Terutama membahas perdagangan illegal Kucing Besar Asia dan memfasilitasi pertukaran informasi penegakan hukum serta melakukan koordinasi dalam melaksanakan investigasi.

d. Badak

Plenary mengadopsi 3 Decision mengenai informasi tentang Badak (Com.I.3 terlampir) dan meminta agar Sekretariat untuk :

ƒ Mengajak IUCN/SSC African and Asian Rhinoceros Specialist Group untuk berbagi informasi tentang konservasi dan status species, perdagangan legal dan illegal, pembantaian illegal, konservasi dan pengelolaan strategi dan aksi; dan

ƒ Menyerahkan ringkasan informasi untuk disampaikan pada CoP 14 mendatang.

Meminta agar negara pihak:

ƒ Mendukung IUCN/SSC African and Asian Rhinoceros Specialist Group dalam mengumpulkan informasi dan mendesak agar negara range states serta donor lainnya menyediakan dana bagi Specialist Group dalam melaksanakan kegiatan tersebut di atas.

e. Labi-labi dan Kura-kura air tawar

(8)

ƒ Mengajak LSM mengembangkan, memproduksi dan menyebarkan poster dan bahan pendidikan lainnya, dan memfasilitasi pengumpulan, penyebaran dan penterjemahannya kedalam bahasa lokal ;

ƒ Menjamin bahwa pengangkutan sesuai dengan ketentuan IATA ; ƒ Memfasilitasi pengembangan mitra antara LSM dan instansi terkait

lainnya dalam mengembangkan dan menjalankan rescue center untuk species yang disita bekerjasama dengan negara penyebarannya dan instansi pemerintah lainnya.

Memerintahkan kepada Secretariat untuk :

ƒ Menyampaikan ringkasan laporan dan informasi dalam penerapan res Conf 11.9 dalam laporan dua tahunan , bekerjasama dengan WCO mempromosikan klasifikasi tarif sistem harmonisasi untuk kura-kura dan labi-labi dan menginformasikan proceeding technical workshop kura-kura dan labi-labi yang dilaksanakan pada tahun 2002 kepada public malaui CITES Website.

f. Shark

Draft Decision tentang Shark (Com I.7 terlampir) memerintahkan inter alia: ƒ AC untuk mereview implementasi issue shark dalam CITES dan

mengidentifikasi kasus-kasus perdagangan yang berdampak pada hiu.

ƒ Negara pihak untuk menyelenggarakan Workshop konservasi hiu dan pengelolaannya melalui delegasi FAO pada FAO’s Committee on Fisheries yang ke 26, meningkatkan koleksi data dan laporan tentang penangkapan, pendaratan dan perdagangan hiu, dan meminta bantuan FAO dan organisasi lainnya untuk membangun pengelolaan kapasitas.

g. Sea Cucumbers

AC tidak dapat menyelesaikan tugasnya untuk menyusun dokumen tentang biologi dan status perdagangan sea cucumber untuk COP 13. Chair AC mengusulkan untuk meneruskan tugasnya sesuai dengan petunjuk dari COP. Ecuador menyampaikan proposal draft Decision dalam penerapan Decision 12.60 yang meminta untuk memperpanjang tenggat waktu dalam

mempersiapkan discussion paper sampai dengan COP 14 dan meminta Sekretariat untuk mendukung dana. Dalam kesempatan ini Indonesia

menyatakan bahwa sea cucumber merupakan komoditi perikanan sehingga yang paling tepat adalah dikelola oleh FAO. Delegasi menyetujui usulan Ecuador untuk memperpanjang deadline sampai dengan COP 14 dan plenary mengadopsi Decision tentang pengimplementasian Decision 12.60 yang memerintahkan kepada :

ƒ AC untuk kembali mereview proceeding workshop tentang konservasi sea cucumber dan menyiapkan untuk COP 14 paper diskusi tentang status biologi dan perdagangan sea cucumber famili Holothuridae dan

Stichopodidae.

ƒ Secretariat untuk membantu mendapatkan dana dalam mendukung persiapan AC dalam membuat discussion paper.

h. Issue-issue lainnya seperti misalnya Gajah Afrika, Tibetan Antelope, Saiga Antelope, Hawksbill turtle di wilayah Caribea, Dissotichus species, Sturgeons, Bigleaf Mahagony disetujui oleh Committee I.

i. Evaluasi Review of Significant Trade (RST)

Tujuan ToR untuk evaluasi RST termasuk evaluasi kontribusi RST; perumusan rekomendasi dari hasil evaluasi dan penilaian dampak, penyiapan dokumen untuk mereview RST untuk CoP mendatang. ToR juga menggambarkan proses evaluasi. Evaluasi harus termasuk di dalamnya inter alia: penilaian aktivitas, studi kasus range keterwakilan dari species dan negera sesuai dengan rekomendasi untuk menilai perubahan jangka pendek dan jangka panjang, analisa informasi untuk menilai keefektifan dan keuntungannya bagi RST.

18. PENANDAAN DAN KONTROL PERDAGANGAN

a. Introduksi dari Laut

(9)

dan merevisi Res. Conf 12.3 tentang Permit dan Sertifikat . Hasil sidang mengadopsi darft Decision (Com.II.5 terlampir) dengan menginstruksikan kepada SC untuk menyelenggarakan workshop introduksi dari laut untuk membahas penerapannya dan issue-issue teknis lainnya.

b. Perdagangan komersial Appendik I

Sebuah Decision diadopsi untuk memerintahkan kepada SC untuk melakukan review perdagangan Appendik I species termasuk identifikasi pengecualian yang sudah ada

c. Pengelolaan Export Quota Tahunan

Sidang menyetujui untuk menghapus Decision 12.17 dan 12.18 (Export Quota Working Group) dan merevisi Decision 12.72 tentang Management of annual export quotas dengan meminta SC untuk meningkatkan pengelolaan export quota tahunan dan melaporkannya kepada COP 14. Plenary juga mengadopsi Decision baru yang meminta agar SC menginstruksikan kepada Export Quota Working Group mengembangkan guidelines dalam penentuan, penerapan dan monitoring serta pelaporan export quota nasional untuk taxa yang termasuk dalam daftar CITES (Com II.29 terlampir)

d. Sertifikat CITES

Plenary mengadopsi usulan untuk merevisi Res. Conf.9.7 tentang transit dan transhipment dan Resolusi Conf. 12.3 tentang Permit dan Sertifikat. Draft Res. 9.7 menyatakan bahwa “transit dan transshipment of specimen”juga akan mengacu bagi pengangkutan koleksi sample dari specimen di perbatasan sesuai dengan ketentuan section XV dari Resolusi Conf 12.3 dan disertai dengan ATA carnet, serta tujuan akhir pengangkutan harus ditunjukkan di dalam

dokumen export. Resolusi juga mendesak Otorita Pengelola untuk berkomunikasi dengan Bea dan Cukai dan penegak hukum lainnya untuk menjamin bahwa pengangkutan sesuai dengan ATA dan TIR carnet harus sejalan dengan ketentuan CITES.

e. Sistem perijinan secara electronic

Decision tentang Sistem perijinan secara electronik untuk specimen CITES diadopsi dengan menginstruksikan kepada SC untuk menetapkan working group untuk menggali kembali penggunaan Teknologi Informasi dan sistem elektronik untuk meningkatkan penerapan CITES dan termasuk juga WCO.

f. Penerbitan Retrospective permit

Res. Conf. 12.3 diusulkan untuk direvisi sebagaimana dalam dokumen terlampir (Com.II.28) yang merekomendasikan bahwa retrospective permit hanya dapat diterima untuk Appendiks II dan III saja dan otorita Pengelola exporter dan importer merasa yakin, inter alia, hal ini tidak berlaku bagi (re) exporter atau importer atau dalam kasus apabila specimen yang diimport atau re-export sebagai bawaan personal atau household effect (termasuk dengan satwa peliharaan yang menyertai pemiliknya), Otorita Pengelola, setelah berkonsultasi dengan otoritas penegakan hukum lainnya, merasa puas dan yakin bahwa ada bukti kesalahan dan tidak ada upaya untuk melengkapinya. Perubahan resolusi juga merekomendasikan, apabila retrospective diterima, maka alasan untuk penerimaan tersebut harus dilaporkan dalam laporan dua tahunan kepada Sekretariat.

g. System Produksi

Decision tentang pembentukan intersessional working group antara AC dan PC tentang system produksi untuk species yang masuk dalam daftar CITES diadopsi sidang.

h. Pengecualian Specimen Tumbuhan

Revisi Res. Conf. 11.11 tentang Regulasi perdagangan tumbuhan yang (Com.II.26 terlampir) menetapkan bahwa apabila tumbuhan tidak lagi masuk dalam pengecualian CITES , apabila diyakini berasal dari negara dimana tumbuhan tersebut tumbuh maka specimen tersebut harus diatur dengan menyebut nama negara dimaksud sebagai country of origin.

i. Review Resolusi-resolusi tentang Tumbuhan

(10)

hasil artificial propagation jika tumbuh dari benih atau spora yang berasal dari alam untuk taxon yang meliputi, inter alia:

ƒ penetapan stock induk dianggap sulit;

ƒ benih atau spora dikoleksi dari alam dan tumbuh dibawah kondisi yang dikontrol di negara penyebarannya;

ƒ Otorita ilmiah yang relevan menetukan bahwa pengumpulkan benih atau spora tidak membahayakan keberlangsungan species dan jika hanya mengijinkan perdagangan akan memberikan dampak yang positif terhadap konservasi dan populasi di alam;

ƒ Pengumpulan benih secara terbatas dapat meregenerasi populasi di alam.

j. Disposal specimen

Tentang penyitaan dan akumulasi specimen Appendix I, sidang menyetujui untuk diadopsinya revisi Res. Conf 9.10 yang merekomendasikan kepada negara para pihak untuk mentransfer specimen mati termasuk bagian-bagiannya hanya untuk yang lembaga ilmiah/pendidikan yang bona fide atau bagi penegakan

hukum/tujuan identifikasi dan harus disimpan di tempat yang aman atau memusnahkan specimen dimaksud apabila dianggap tidak praktis apabila digunakan untuk kepentingan tersebut di atas. Tentang disposal specimen dari penyitaan dan akumulasi perdagangan specimen illegal yang masuk dalam Appendik II dan III. Resolusi merekomendasikan bahwa specimen sitaan dalam bentuk mati termasuk bagian-bagiannya, sebaiknya dimusnahkan. Revisi resolusi ini juga memerintahkan negara pihak untuk tidak menjual hasil sitaan. Untuk Appendik I, revisi Resolusi merekomendasikan kepada negara para pihak untuk :

ƒ Mengadopsi dalam legislasinya agar importer atau pembawa yang dinyatakan bersalah menanggung semua biaya penyitaan,

penyimpanan, penghancuran dan pemusnahan, termasuk pengembalian specimen ke negara asalnya atau negara re-export ; dan

ƒ Jika legislasi belum ada dan negara asal barang tersebut atau negera re-export menginginkan specimen hidup dikembalikan, bantuan finansial harus didukung untuk memfasilitasi pengembalian specimen tersebut.

19. PENGECUALIAN DAN KETENTUAN KHUSUS PERDAGANGAN

a. Personal effects

Revisi terhadap Resolusi Conf 12.9 disetujui diantaranya:

ƒ Ketentuan yang menyatakan bahwa negara pihak memerlukan export permit untuk personal atau household effet jika telah mendapatkan pertimbangan dari Sekretariat bahwa negara tersebut memerlukan export permit.

ƒ Informasi negara yang relevan tentang peraturan household effects harus dimasukan dalam CITES website.

ƒ Giant clam untuk household effect diijinkan menjadi tiga buah

ƒ Membatasi hanya empat specimen per orang untuk hippocampus spp.

b. Evaluasi registrasi Specimen App I hasil penangkaran

Revisi Res. Conf 12.10 (Com I.8 terlampir) mendesak agar:

ƒ Otorita Pengelola bekerja sama dengan para penangkar (captive breeding) dalam menyiapkan infromasi yang diperlukan, dan negara anggota menyediakan incentive kepada penangkar untuk meregister.

ƒ Pengelola menyediakan form kepada penangkar yang berkeinginan untuk meregister.

c. Hubungan antara penangkaran ex-situ dengan konservasi in-situ

(11)

d. Kriteria untuk merubah Appendik I dan II

Revisi tentang criteria untuk memasukkan species ke dalam Appendiks

diantaranya disetujui untuk mengacu species yang menurun untuk perdagangan komersial bagi species aquatic Appendik I dan II, dan menurunnya habitat sebagai criteria untuk listing appendiks I.

e. Annotasi untuk tanaman obat

Sidang mengadopsi Decision anotasi untuk tanaman obat dalam appendik dan memerintahkan kepada :

ƒ PC pada saat mengkonsep annotasi untuk tanaman obat untuk memfokuskan kepada komoditi yang pertama muncul dalam perdagangan internasional dan mendominasi perdagangan dan permintaan sumber dari alam;

ƒ Memerintahkan kepada Sekretariat untuk menyiapkan bahan-bahan pelatihan yang mengilustrasikan dan memvisualisasikan perubahan anotasi.

f. Dan Lain-lain diantaranya Standard nomenclature untuk burung terutama Amazona ochrocephala oleh Mexico, dan Bushmeat working group.

20. Proposal perubahan listing Appendik I dan II (sebagaimana matriks terlampir)

21. Pemilihan Anggota Committee

Untuk Regional Asia dipilih anggota dan alternate sebagai berikut :

a. Standing Committee

Regional representative dari Asia : China, Japan dan Malaysia. Sedangkan untuk Alternate : India, UEA dan Jordan

b. Animals Committee

Indonesia (Dr. Siti Nuramaliati Prijono) terpilih menjadi Regional member Asia untuk Animals Committee bersama-sama dengan M. Pourkazemi dari Iran, sedangkan alternate member untuk Animal Comiitee dari Regional Asia adalah : N. Ishii (Jepang) dan Dr. Giam dari Singapore.

c. Plants Committee

Anggota Plants Committee dari Asia adalah Dr. Irawati dari Indonesia dan W. Thitiprasert (Thailand); sedangkan Alternate adalah Z.Mukshar Md.Shaari (Malaysia) dan M. Sanjapa (India).

22. Plenary Penutupan

Belanda mengajukan untuk menjadi tuan rumah COP 14 mendatang dan disetujui dalam plenary.

II. TINDAK LANJUT

Dengan diadopsinya beberapa ketentuan konvensi dan proposal perubahan appendiks baik yang diajukan oleh Indonesia maupun oleh negara lain maka akan berdampak langsung terhadap penerapan CITES di Indonesia sehingga perlu ditindaklanjuti dan dapat diterapkan seefektif mungkin. Langkah-langkah yang perlu segera dilaksanakan diantaranya adalah sebagai berikut:

A. Sosialisasi hasil-hasil CITES COP 13

1. Sosialisasi kepada para pemangku kepentingan (departemen/instansi terkait, LSM, akademisi/peneliti dan kelompok masyarakat) tentang hasil-hasil utama Sidang ke-13 COP CITES perlu dilaksanakan di tingkat daerah maupun

nasional. Pelaksanaan sosialisasi secara efektif diharapkan akan meningkatkan kepedulain masyarakat pemanfaat tumbuhan dan satwa liar serta instansi terkait dalam penerapan dan pengawasan peredaran tumbuhan dan satwa liar.

Sosialisasi hasil COP 13 yang pertama akan diadakan/dikoordinasikan oleh LIPI (Puslitbang Biologi) dengan disertai Press Conference pada awal Desember 2004.

B. Strategic Vision

b. Dalam rangka menerapkan CITES di Indonesia sangatlah penting untuk

(12)

C. Implementasi CITES dan Law Enforcement

3. Indonesia sebagai negara produsen terbesar tumbuhan dan satwa liar

diharapkan dapat menangkap kesempatan dalam mendapatkan dana GEF bagi pendanaan konservasi dan pemanfaatan temasuk perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar yang berkelanjutan terutama dalam memenuhi ketentuan CITES Article IV yaitu “non-detriment finding”, melalui survey dan monitoring populasi sebagai dasar penentuan kuota. Sehingga perlu MoU antara LIPI dan PHKA sebagai Otoritas dalam rangka menindaklanjuti pelaksanaan Article IV.

4. Sesuai dengan Revisi Res.Conf.11.3 (Compliance dan Enforcement) yang telah disetujui oleh COP maka Indonesia diharapkan dapat lebih memprioritaskan pemberantasan perdagangan tumbuhan dan satwa liar illegal dalam penegakan hukumnya dan merumuskan rencana aksi nasional untuk meningkatkan

penegakan di bidang CITES. Diharapkan juga memberikan pelatihan bagi para penegak hukum tidak saja melalui Asistensi CITES yang telah secara rutin dilaksanakan satu tahun sekali maupun melalui koordinasi dengan instansi penegakan hukum lainnya tetapi juga memperkuatnya dalam bentuk Surat Keputusan Bersama atau MoU dengan instansi penegak hukum seperti Bea dan Cukai, Karantina dan Kepolisian.

5. Draft Resolusi tentang hubungan antara penangkaran ex-situ dengan konservasi in-situ dimana agar setiap negara pihak yang mempunyai

pengembangbiakan/penangkaran atau artificial propagation specimen Appendik I untuk bekerjasama dan berupaya dalam mendukung konservasi in situ dengan mendapatkan kembali sumber generasi yang dihasilkan oleh penangkaran. Dalam rangka memenuhi upaya tersebut di atas, maka perlu dikaji kembali kemungkinan melaksanakan program restocking, namun dengan kontrol yang ketat sehingga keanekaragaman genetik di alam tetap terjaga.

A. Konservasi Jenis yang masuk dalam Appendiks

Untuk beberapa jenis tumbuhan dan satwa liar yang diadopsi masuk dalam Appendiks CITES, perlu langkah-langkah pengaturan lebih lanjut yaitu :

6. Dengan masuknya Kakatua kecil jambul kuning ke dalam daftar Appendiks I, maka perlu disiapkan dan diinformasikan kepada para penangkar Kakatua kecil jambul kuning untuk sesegera mungkin meregister penangkarannya kepada Sekretariat CITES sesuai dengan ketentuan Rev. Conf 12.10 mengenai

registrasi penangkaran bagi species yang masuk ke dalam Appendiks I. Namun demikian perlu pengawasan yang ketat baik dari Otorita Pengelola dan Otorita Ilmiah terhadap penangkar yang akan meregister, mengingat banyak negara pihak lain yang mempertanyakan pengelolaan penangkaran sudah sesuai dengan ketentuan CITES.

7. Masuknya beberapa jenis Kura-Kura Air Tawar, yaitu Kura-Kura Moncong Babi (Carettochelys insculpta), Kura-Kura Rote Leher Ular (Chelodina mccordi, Notochelys platynota dan Malayemys subtrijuga) dan Amyda cartilagenea dan beberapa species ikan yaitu Ikan Napoleon dan Hiu ke dalam Appendiks II, dalam pemanfaatannya perlu dilakukan melalui pelaksanaan non detriment findings (diantaranya melalui penetapan kuota) sehingga dalam penentuan kuota perlu koordinasi dengan instansi terkait dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan yang selama ini mengontol pemanfaatan dan peredaran beberapa jenis-jenis kura-kura dan air tawar serta species laut. Untuk itu perlu diadakan pertemuan koordinasi, bila perlu melalui MoU antara Departemen Kehutanan dan Departemen Kelautan dan Perikanan terutama dalam mengefektifkan sistem perijinan dan kontrol perdagangan.

8. Usulan Thailand untuk mengecualikan dari ketentuan CITES untuk beberapa genera anggrek yaitu Cymbidium, Vanda, Dendrobium dan Phalaenopsis

perlu ditindak lanjuti dengan pembuatan guidelines dalam membedakan anggrek dari alam dengan anggrek hasil propagasi sehingga petugas di lapangan dapat dengan mudah membedakannya. Pengenalan ini perlu diadopsi di dalam suatu Surat Keputusan.

9. Dengan masuknya Gaharu (Aquilaria spp. dan Gyrinops spp.), dalam Appendiks II selain (A. malaccensis, yang telah masuk dalam Appendiks II) dalam

(13)

10. Kayu Ramin (Gonystylus spp.), yang dalam COP 13 ini diadopsi untuk masuk ke dalam Appendiks II dari Appendiks III dengan Anotasi I, dalam kontrol

perdagangannya yang mana telah diatur melalui SK Menhut No. 1613/Kpts-II/2001 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehutanan No.168/Kpts-IV/2001 Tentang Pemanfaatan dan Peredaran Kayu Ramin (Gonystylus spp) perlu dikaji kembali terutama dengan mengubah Ketentuan Pasal I ayat 3c, dimana untuk mendapatkan Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar Ke Luar Negeri yang dalam SK ini harus mendapatkan rekomendasi dari Dinas

Referensi

Dokumen terkait

Pengiriman delegasi Koalisi Masyarakat Sipil ini dalam rangka mendapatkan dukungan masyarakat internasional untuk mendesak pemerintah Indonesia segera meratifikasi Statuta Roma

Pokja Pengadaan Jasa Konsultan 2 Unit Layanan Pengadaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan

Sesuai dengan jadwal pelelangan pekerjaan Jasa Konsultansi Supervisi Sarana dan Prasarana Ekonomi (PKT-15)(Lelang Ulang) pada SPSE, bersama ini kami harapkan kehadirannya pada

Pokja ULP Pemerintah Kota Tegal pada Dinas Perhubungan Kota Tegal Tahun Anggaran 2017 akan melaksanakan Seleksi Sederhana dengan Pascakualifikasi untuk paket pekerjaan sebagai

(PDTU.Konflik-01), dengan ini Pokja Pengadaan Pekerjaan Konstruksi II Unit Layanan Pengadaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi Tahun Anggaran

70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 serta Perka LKPP No.14 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012,

[r]

[r]