• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Yayasan Kakak dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak T1 312009011 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Yayasan Kakak dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak T1 312009011 BAB I"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul

Meluasnya industri sex yang ada di beberapa negara termasuk

Indonesia telah mengakibatkan banyak anak yang dipaksa untuk

menjadi pekerja seks komersial. Pelacuran anak merupakan salah satu

dari bentuk-bentuk pekerjaan yang terburuk bagi anak dan merupakan

pelanggaran mendasar atas hak-hak anak. Tekanan fisik dan emosi yang

dialami oleh korban pelacuran anak memiliki akibat serius pada hak

anak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar. Selain itu, anak yang

merupakan korban pelacuran rentan terhadap berbagai jenis penyakit,

khususnya yang ditularkan melalui hubungan seks dengan segala

akibatnya. Akibat lain yang cukup meresahkan korban adalah mereka

sering disalahkan dan mendapat stigma (label) buruk. Padahal kejadian

yang mereka alami bukan karena kehendaknya.1

Permasalahan tentang minimnya perlindungan terhadap anak

belum dapat teratasi dengan baik, artinya masih sering disaksikan atau

ditemui berbagai bentuk kekerasan seksual terhadap anak. Tentunya

diharapkan permasalahan tersebut tidak semakin meluas. Keluarga juga

menjadi faktor penting dalam pencegahan kekerasan seksual terhadap

anak yang berkelanjutan, anak-anak yang sudah pernah menjadi korban

1

(2)

2 kekerasan seksual, orang tua harus bisa memberikan pengertian yang

benar agar anak tidak semakin masuk dalam dunia pornografi, sex

bebas,dan sejenisnya. Menurut Alfie Kohn, mencintai anak tanpa syarat,

akan lebih menghasilkan pengaruh positif dan bukan hanya sesuatu

yang benar untuk dilakukan secara moral, tetapi juga merupakan sesuatu

yang cerdas dan mendidik.2 Jadi orang tua juga memiliki peran

memberikan cinta yang tulus dan motivasi bagi anak yang sudah pernah

menjadi korban kekerasan seksual agar menghilangkan rasa trauma dan

kembali memiliki semangat dalam menjalani hidup. Bagaimana anak

berkembang, ke arah yang positif atau negatif tidak terlepas dari bekal

apa yang dimiliki anak, situasi apa yang dihadapi dan bagaimana

kemampuan dan aktivitas anak sendiri dalam rangka mengembangkan

dirinya.3 Selain itu perlindungan tentunya harus ditegakkan, baik

berbentuk hukum atau undang-undang untuk kepentingan anak. Tetapi

jika kita melihat praktik yang ada di negara kita saat ini, bantuan

perlindungan terhadap anak terkait kekerasan seksual terhadap anak jika

hanya melalui hukum atau undang-undang nampaknya tidaklah cukup.

Butuh dukungan dari system atau struktur yang memadai dan

memperjuangkan setiap perlindungan anak.

Untuk mengatasi masalah tersebut maka saat ini terdapat

berbagai macam LSM yang bertugas memberikan perlindungan

terhadap hak-hak anak. Salah satunya adalah Yayasan KAKAK yang

2

Kohn, Jangan Pukul Aku, MLC, Bandung, 2006 3

(3)

3 berada di kota Solo. Karena itu penulis tertarik mengambil topik ini

dimana penulis ingin lebih dalam mengerti cara kerja dan peran

Yayasan KAKAK dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap

anak, serta mengerti juga hambatan-hambatan yang dihadapi yayasan

KAKAK baik hambatan yang mungkin bersumber dari yayasan

KAKAK itu sendiri, masyarakat, pemerintah, ataupun penegak hukum.

Alasan penulis mengambil topik tersebut karena penulis tertarik untuk

mengkaji bagaimana Yayasan KAKAK berusaha mewujudkan

perlindungan terhadap anak korban kekerasan seksual.

Berdasarkan alasan tersebut maka penulis memilih judul:

“PERAN YAYASAN KAKAK DALAM PENANGANAN

KASUS KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK”

Untuk memahami terkait pengertian atau makna dan maksud

penulis dengan judul diatas, maka penulis memberikan definisi agar

tidak terjadi kesalah pemahaman antara penulis dan pembaca, sebagai

berikut:

1. Peran adalah suatu fungsi, tugas pokok dan kewajiban yang

harus dilakukan

2. Tindak Kekerasan anak adalah perilaku dengan sengaja

maupun tidak sengaja (verbal dan non verbal) yang

ditujukan untuk mencederai atau merusak anak, baik berupa

(4)

4 yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan

nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat, berdampak

trauma pskologis bagi korban.

3. Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun,

(5)

5 Tabel 1. Perbandingan Skripsi

Nama Judul Skripsi Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Metode Pendekatan

kekerasan seksual anak dan

memahami faktor-faktor

Meneliti dan mengerti

(6)

LRC-6

kendala apa saja yang

dihadapi dalam

kekerasan anak dan dapat

mengidentifikasi pola

Hanya UU saja dalam

perlindungan anak

tidak cukup maka dari

(7)

7

dan apa saja bentuk

perlindungan yang

diberikan oleh

SPEK-HAM terkait masalah

kekerasan terhadap

(8)

8

B. Latar Belakang Masalah

Anak-anak merupakan masa depan, bukan hanya untuk dirinya

sendiri dan keluarganya, tetapi juga untuk masyarakat, bangsa dan

negaranya. Mereka adalah masa depan kemanusiaan. Dalam dirinya

melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus

selalu dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi

manusia yang termuat di dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 dan Konvensi Perserikatan

Bangsa-Bangsa tentang Hak Anak tahun 1989.

Anak-anak sebagai harapan dan penerus generasi bangsa, maka

kesejahteraan anak harus ditingkatkan dan merupakan tanggung jawab

dari pemerintah, masyarakat, juga keluarga dan orang tua agar mereka

dapat menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas. Terkait

tanggung jawab pemerintah, masyarakat juga keluarga dan orang tua

tersebut, kesemuanya itu di atur di dalam UU No. 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak, untuk tanggung jawab pemerintah di atur

dalam pasal 21 hingga pasal 24, yang berbunyi:

Pasal 21

Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab

menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa

(9)

9 budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak,

dan kondisi fisik dan/atau mental.

Pasal 22

Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab

memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam

penyelenggaraan perlindungan anak.

Pasal 23

(1) Negara dan pemerintah menjamin perlindungan,

pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan

hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara

hukum bertanggung jawab terhadap anak.

(2) Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan

perlindungan anak.

Pasal 24

Negara dan pemerintah menjamin anak untuk mempergunakan

haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan

tingkat kecerdasan anak.

Untuk tanggung jawab masyarakat di atur dalam pasal 25, yang

berbunyi:

Pasal 25

Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap

perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran

(10)

10 Untuk tanggung jawab keluarga dan orang tua di atur dalam

pasal 26, yang berbunyi:

Pasal 26

(1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

a.mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak

b.menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan,

bakat, dan minatnya

c.mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

(2) Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui

keberadaannya, atau karena suatu sebab, tidak dapat

melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka

kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kekerasan seksual terhadap anak adalah persoalan yang serius,

kompleks, dan universal. Dikatakan serius karena kasus kekerasan

seksual terhadap anak merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak

asasi. Kompleks karena persoalan kekerasan seksual terhadap anak

memiliki dimensi yang luas. Dikatakan universal karena persoalan

kekerasan seksual terhadap anak terjadi di semua wilayah baik kota-kota

kecil ataupun juga di kota-kota besar, di ranah domestik juga privat

(11)

11 Kekerasan seksual terhadap anak pada dasarnya merujuk kepada

kekerasan yang bersifat fisik maupun psikologis. Disamping itu

permasalahan yang lebih penting adalah menyangkut persoalan teknis

atau mekanisme yang terbaik bagi korban.

Saat ini tindak kekerasan seksual terhadap anak seakan terus

menjadi hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Disadari

atau tidak kemajuan teknologi dan khususnya kemajuan teknologi

media massa meskipun bukan merupakan faktor tunggal dan faktor

langsung penyebab munculnya tindak kekerasan seksual pada anak,

akan tetapi media massa melalui berbagai produknya mampu memicu

masyarakat untuk melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap anak

seperti pencabulan dan juga perkosaan. Media massa begitu berkuasa

dalam mengubah hidup publik apalagi di dalam hal merubah sikap,

karakter, dan tingkah laku. Begitu kuatnya pengaruh media massa,

menyebabkan banyak orang beranggapan bahwa variabel ini cukup

signifikan dalam memicu penyakit-penyakit sosial, seperti pornografi,

kriminalitas, dan tentunya kekerasan. Oleh sebab itu munculnya

pornografi di media massa merupakan salah satu faktor pemicu

munculnya tindak kekerasan seksual terhadap anak.

Terlepas dari dampak media massa khususnya pornografi yang

masih merupakan isu kontroversial, telah diakui bahwa kemajuan

teknologi dengan media massanya baik media cetak maupun elektronik

(12)

12 informasi dari luar, termasuk segala jenis hiburan yang dengan mudah

dapat dinikmati melalui siaran televisi, radio, vcd, internet, dan yang

terakhir kecanggihan perangkat telepon selulerpun menambah deretan

kemudahan khalayak dalam menikmati segala informasi. Belum lagi

informasi dari berbagai jenis media cetak. Oleh sebab itu tidak dapat

disangkal bahwa kemajuan teknologi dan media massa tidak hanya

membawa dampak yang positif saja akan tetapi juga membawa dampak

negatif bagi masyarakat. Dan mungkin saja tindak kejahatan kekerasan

seksual terhadap anak adalah salah satu dampak negatif yang dibawa

oleh media. Oleh sebab itu terlepas dari pornografi sebagai isu yang

masih sangat kontroversial bukankah dengan melihat semakin

meningkatnya kasus kriminal kekerasan seksual terhadap anak, sudah

saatnya permasalahan tersebut harus segera diangkat menjadi agenda

penting dalam pemerintahan.

Pemerkosaan, pelecehan seksual, perlakuan tidak adil dan

semena-mena masih menjadi ‘agenda’ kekerasan yang belum diungkap,

karena keterbatasan anak akan informasi atas hak-hak mereka,

ketakutan dan ketidakberdayaan anak-anak yang seringkali dianggap

sebagai minoritas. Ketidakberdayaan anak sebagai korban tindak

kekerasan seksual banyak kita jumpai dalam berbagai kasus. Bahkan

jikalau suatu kasus tindak kekerasan seksual terhadap anak telah

berhasil dibawa kepada jalur hukum, ketidakberdayaan anak-anak

(13)

13 posisi anak-anak berada di posisi yang lemah. Banyak sekali kasus

kekerasan seksual terhadap anak misalnya pelecehan seksual,

perkosaan, dan eksploitasi komersial terhadap anak yang lepas begitu

saja dari hukum dengan dalil tidak adanya saksi dan kurangnya bukti,

padahal ada banyak pasal yang dapat digunakan untuk menjerat para

pelaku tindak kekerasan seksual dengan tujuan agar para pelaku ini

tidak mengulang tindakan serupa dan pelaku mempertanggungjawabkan

tindakan yang telah dilakukan. Ada beberapa pasal yang berhubungan

dengan kekerasan seksual antara lain:

 Pasal 81 dan pasal 82 UUPA (Undang-Undang

Perlindungan Anak) nomor 23 Tahun 2003, tentang

perkosaan dan pencabulan, dengan ancaman pidana penjara

paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda

paling banyak Rp. 30.000.000,- dan paling sedikit Rp.

60.000.000,-

 Pasal 285 KUHP tentang perkosaan dengan ancaman

hukuman penjara paling lama 12 tahun

 Pasal 286 KUHP tentang persetubuhan diluar pernikahan,

padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan

atau tidak berdaya, diancam hukuman penjara paling lama 9

(14)

14  Pasal 287 KUHP tentang persetubuhan dengan anak

dibawah umur 15 tahun, dengan ancaman hukuman paling

lama 9 tahun

 Pasal 289 KUHP tentang perbuatan cabul diancaman dengan

ancaman hukuman paling lama 9 tahun

 Pasal 290 KUHP tentang pencabulan dengan ancaman

pidana penjara paling lama 7 tahun

 Pasal 294 KUHP, tentang pencabulan pada anak dengan

ancaman hukuman paling lama 7 tahun

Kekerasan seksual anak memiliki arti yaitu sebagai hubungan

atau interaksi antara seorang anak dengan seseorang yang lebih tua atau

orang dewasa seperti orang asing, saudara kandung, atau orang tua

dimana anak tersebut dipergunakan sebagai objek pemuas bagi

kebutuhan seksual si pelaku. Ada 4 bentuk yang termasuk dalam

kategori kekerasan seksual adalah pelecehan seksual, perkosaan,

pencabulan, sodomi.4

Dari data yang ada, kekerasan seksual di kota Solo tahun 2011

terjadi sebanyak 18 kasus. Untuk kategori pelecehan seksual terjadi

sebanyak 7 kasus, untuk kasus perkosaan sebanyak 5 kasus, sedangkan

untuk pencabulan sebanyak 1 kasus, yang terakhir yaitu sodomi

sebanyak 5 kasus. Jadi, dari 4 kategori kekerasan seksual, kategori

pelecehan seksual merupakan yang tertinggi atau sering terjadi,

4

(15)

15 sedangkan kategori pencabulan merupakan yang paling sedikit atau

jarang terjadi untuk tahun 2011. Untuk 18 kasus kekerasan seksual yang

terjadi sepanjang tahun 2011, sebanyak 13 kasus dilanjutkan ke proses

hukum, untuk 7 kasus korban bersedia didampingi oleh Yayasan

KAKAK sedangkan 6 kasus korban tidak bersedia didampingi,

sedangkan untuk 5 kasus tidak dilanjutkan ke proses hukum. 5

Cara kerja yayasan KAKAK dalam melakukan penjangkauan

kepada korban kekerasan seksual adalah dengan cara memperoleh

informasi kasus di media massa (koran atau TV), rujukan dari lembaga

lain, pengaduan keluarga atau masyarakat, rujukan dari kepolisian dan

lain-lain. Selanjutnya pendamping Yayasan KAKAK melakukan

pendekatan kepada anak dan keluarga korban dengan cara melihat

kebutuhan korban. Setelah dapat dilihat apa kebutuhan korban tersebut

pendamping melakukan pendampingan sesuai kebutuhan korban. Untuk

pendampingan hukum: pendampingan mulai dari proses di kepolisian,

kejaksaan dan sidang di pengadilan. Bila membutuhkan pelayanan

medis, pendamping merujuk ke puskesmas atau ke rumah sakit, bila

membutuhkan penanganan psikologis, merujuk ke Rumah Sakit Jiwa

Daerah atau LK3 (lembaga Konsultasi Ketahanan Keluarga dari Dinas

Sosial).

Sejak Indonesia ikut meratifikasi KHA (Konvensi Hak Anak)

maka sejak itulah Indonesia mengakui bahwa anak memiliki beberapa

5

(16)

16 hak yang terdapat didalamnya. Khususnya masalah kekerasan seksual

pada anak terdapat poin yang menjelaskan, yakni mengenai pelanggaran

bagi siapapun melakukan aktivitas yang mengarah pada aktivitas

kekerasan seksual pada anak. Kemudian dengan ikut sertanya Indonesia

meratifikasi KHA melalui Keppres No.36 Tahun 1990 berarti Indonesia

memiliki kewajiban untuk melakukan pelarangan bagi siapapun yang

memiliki aktivitas kekerasan seksual terhadap Anak. Selanjutnya pada

tahun 2002 Indonesia mengesahkan Undang-Undang nomor 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak.

C. Perumusan Masalah

1. Bagaimana peran Yayasan Kakak dalam mengupayakan kasus

kekerasan seksual terhadap anak?

2. Apa hambatan yang dialami Yayasan Kakak dalam menangani

kasus kekerasan seksual terhadap anak?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penyusunan

skripsi ini adalah untuk mengetahui tentang peran Yayasan “KAKAK”

terkait kasus kekerasan seksual terhadap anak dan memahami

faktor-faktor penghambat yang dialami yayasan Kakak dalam melakukan

(17)

17

E. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis sosiologis.

Penelitian ini akan menjelaskan peran Yayasan “KAKAK” yang

memiliki tugas dan fungsi melakukan perlindungan terhadap

anak.

2. Jenis pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

yuridis sosiologis.

3. Teknik pengumpulan data

Penulis menggunakan dua sumber untuk memperoleh

data-data, yaitu:

1) Data Primer

Yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama

yakni perilaku warga masyarakat melalui penelitian.6 Dalam

usaha memperoleh data primer digunakan teknik wawancara

dengan pihak yang berkaitan dengan masalah yang penulis bahas

dalam penelitian, yaitu yayasan “KAKAK”

2) Data Sekunder

1. Studi dokumen atau bahan pustaka berupa (buku,

peraturan, dan perundang-undangan).

6

(18)

18 2. Interview atau wawancara yaitu suatu metode

untuk mendapatkan data dengan cara tanya jawab

secara langsung.7

Fungsi dari data sekunder adalah memberikan petunjuk

kepada peneliti untuk melangkah, baik dalam membuat

latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan

penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, bahkan

menentukan metode pengumpulan dan analisis bahan

hukun yang akan dibuat sebagai hasil penelitian.8

4. Unit amatan dan unit analisa

a. Unit amatan

1) Yayasan “KAKAK”

2) Konvensi Hak Anak

3) Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23

Tahun 2002

b. Unit analisa

Peran yayasan “KAKAK” dalam menangani kasus

kekerasan seksual terhadap anak. Penelitian ini juga

didukung dengan informasi-informasi yang diperoleh

dari Unit Amatan yaitu fakta adanya kekerasan seksual

terhadap anak dan peran yayasan “KAKAK”

7

Soejono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Press, Jakarta, 2003, hal.13

8

Gambar

Tabel 1. Perbandingan Skripsi

Referensi

Dokumen terkait

bahwa perlunya perlindungan hukum terhadap anak yang potensial menjadi korban.. perdagangan manusia ( human trafficking ) karena hak-hak asasi manusia

dengan kasus perdagangan orang yang berpotensi menjadi korban khususnya anak. Dalam hal tersebut, penulis menganalisa mengapa diperlukannya

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN PENYANDANG DISABILITAS SEBAGAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL (STUDI DI YAYASAN CENTER FOR IMPROVING QUALIFIED ACTIVITIES IN LIVE OF

dengan metode sharing sebagai bentuk dari penanganan kepada anak korban kekerasan seksual. Upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah diantaranya yakni dengan upaya preventif

Yang dilakukan Yayasan Kakak adalah sebagai fasilitator yang melatih guru, masyarakat dan relawan yang ada di Grobogan sehingga mereka memiliki pemahaman tentang hak

Peran Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (DP3A) Dalam Melakukan Penanganan Kasus Kekerasan Anak Di Kabupaten Bekasi. Anak kerap kali menjadi korban dari tindakan

Penelitian ini mengambil judul “Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Korban Kekerasan Seksual” dan studi yang dilakukan di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan

terhadap penanganan kasus tindak pidana kekerasan seksual pada anak yaitu melakukan advokasi hukum terhadap anak sebagai korban kekerasan seksual untuk memenuhi hak-haknya, selain itu