• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 KONSEP. 4.1 Landasan Teori Teori Desain Komunikasi Visual. Desain Komunikasi Visual adalah ilmu yang mempelajari konsep komunikasi dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 4 KONSEP. 4.1 Landasan Teori Teori Desain Komunikasi Visual. Desain Komunikasi Visual adalah ilmu yang mempelajari konsep komunikasi dan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 4 KONSEP

4.1 Landasan Teori

4.1.1. Teori Desain Komunikasi Visual

Desain Komunikasi Visual adalah ilmu yang mempelajari konsep komunikasi dan ungkapan kreatif, teknik dan media untuk menyampaikan pesan dan gagasan secara visual, termasuk audio dengan mengolah elemen desain grafis berupa bentuk dan

gambar, huruf dan warna, serta tata letaknya, sehingga pesan dan gagasan dapat diterima oleh sasarannya.

Elemen Desain

Dalam teori Desain Komunikasi Visual terdapat 5 elemen desain yaitu garis, bentuk, huruf, warna dan tekstur.

Prinsip Desain

Desain Komunikasi Visual harus mengikuti prinsip desain yaitu : • Keseimbangan

• Kesatuan • Harmoni • Aksen

(2)

• Kedalaman • Irama

• Alur pergerakan • Kontras

4.1.2. Teori Komunikasi

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya. Pada umumnya, komunikasi dilakukan dengan menggunakan kata-kata (lisan) yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa nonverbal atau bahasa isyarat. Manusia berkomunikasi untuk membagi pengetahuan dan pengalaman. Bentuk umum komunikasi manusia termasuk bahasa sinyal, bicara, tulisan, gesture, dan broadcasting. Komunikasi dapat berupa interaktif, transaktif, bertujuan, atau tak bertujuan.

Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi, komunikasi hanya akan efektif apabila pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan tersebut.

(3)

Komponen komunikasi

Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa berlangsung dengan baik. Komponen-komponen tersebut antara lain sebagai berikut.

Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengurumkan pesan kepada pihak lain.

Penerima atau komunikan (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain

Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain.

Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan yang disampaikannya.

Proses komunikasi

Secara ringkas, proses berlangsungnya komunikasi bisa digambarkan seperti berikut. 1. Komunikator (sender) yang mempunyai maksud berkomunikasi dengan orang

lain mengirimkan suatu pesan kepada orang yang dimaksud. Pesan yang disampaikan itu bisa berupa informasi dalam bentuk bahasa ataupun lewat simbol-simbol yang bisa dimengerti kedua pihak.

2. Pesan (message) itu disampaikan atau dibawa melalui suatu media atau saluran baik secara langsung maupun tidak langsung. Contohnya berbicara langsung melalui telepon, surat, e-mail, atau media lainnya.

3. Komunikan (receiver) menerima pesan yang disampaikan dan menerjemahkan isi pesan yang diterimanya ke dalam bahasa yang dimengerti kedua pihak.

(4)

4. Komunikan (receiver) memberikan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas pesan yang dikirimkan kepadanya, apakah dia mengerti atau memahami pesan yang dimaksud oleh si pengirim.

4.1.3. Teori Pendekatan Psikologi

Tingkah laku dapat dijelaskan dengan cara yang berbeda-beda, dalam psikologi sedikitnya ada 5 cara pendekatan, yaitu :

Pendekatan Neurobiological

Tingkah laku manusia pada dasarnya dikendalikan oleh aktivitas otak dan sistem syaraf. Pendekatan neurobiological berupaya mengaitkan prilaku yang terlihat dengan implus listrik dan kimia yang terjadi didalam tubuh serta menentukan proses neurobiologi yang mendasari perilaku dan proses mental.

Pendekatan Perilaku

Menurut pendekatan ini tingkah laku pada dasarnya adalah respon atas stimulus yang datang. Secara sederhana dapat digambarkan dalam model S – R atau suatu kaitan Stimulus – Respon. Ini berarti tingkah laku itu seperti reflek tanpa kerja mental sama sekali. Pendekatan ini dipelopori oleh J.B. Watson kemudian dikembangkan oleh banyak ahli, seperti Skinner, dan melahirkan banyak sub-aliran.

(5)

Pendekatan Kognitif

Pendekatan ini menekankan bahwa tingkah laku adalah proses mental, dimana individu (organisme) aktif dalam menangkap, menilai, membandingkan, dan menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi. Jika dibuatkan model adalah sebagai berikut S – O – R. Individu menerima stimulus lalu melakukan proses mental sebelum memberikan reaksi atas stimulus yang datang.

Pendekatan Psikoanalisa

Pendekatan ini dikembangkan oleh Sigmund Freud. Ia meyakini bahwa kehidupan individu sebagian besar dikuasai oleh alam bawah sadar. Sehingga tingkah laku banyak didasari oleh hal-hal yang tidak disadari, seperti keinginan, impuls, atau dorongan. Keinginan atau dorongan yang ditekan akan tetap hidup dalam alam bawah sadar dan sewaktu-waktu akan menuntut untuk dipuaskan.

Pendekatan Fenomenologi

Pendekatan ini lebih memperhatikan pada pengalaman subyektif individu karena itu tingkah laku sangat dipengaruhi oleh pandangan individu terhadap diri dan dunianya, konsep tentang dirinya, harga dirinya dan segala hal yang menyangkut kesadaran atau aktualisasi dirinya. Ini berarti melihat tingkah laku seseorang selalu dikaitkan dengan fenomena tentang dirinya.

Pendekatan yang diterapkan pada perancangan desain buku ”Kenali Emosimu” adalah pendekatan kognitif.

(6)

4.1.4. Teori Perkembangan Moral Kohlberg

Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh

Lawrence Kohlberg. Tahapan tersebut dibuat saat ia belajar psikologi di University of Chicago berdasarkan teori yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadap dilema moral. Ia menulis disertasi doktornya pada tahun 1958 yang menjadi awal dari apa yang sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan moral dari Kohlberg.

Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis, mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti

perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget, yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif. Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan, walaupun ada dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.

Kohlberg menggunakan cerita-cerita tentang dilema moral dalam penelitiannya, dan ia tertarik pada bagaimana orang-orang akan menjustifikasi tindakan-tindakan mereka bila mereka berada dalam persoalan moral yang sama. Kohlberg kemudian mengkategorisasi dan mengklasifikasi respon yang dimunculkan ke dalam enam tahap yang berbeda. Keenam tahapan tersebut dibagi ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional,

(7)

perkembangan konstruktif; setiap tahapan dan tingkatan memberi tanggapan yang lebih adekuat terhadap dilema-dilema moral dibanding tahap/tingkat sebelumnya.

Tahapan-tahapan

Keenam tahapan perkembangan moral dari Kolhlberg dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional. Mengikuti

persyaratan yang dikemukakan Piaget untuk suatu Teori perkembangan kognitif, adalah sangat jarang terjadi kemunduran dalam tahapan-tahapan ini. Walaupun demikian, tidak ada suatu fungsi yang berada dalam tahapan tertinggi sepanjang waktu. Juga tidak dimungkinkan untuk melompati suatu tahapan; setiap tahap memiliki perspektif yang baru dan diperlukan, dan lebih komprehensif, beragam, dan terintegrasi dibanding tahap sebelumnya.

Tingkat 1 (Pra-Konvensional) 1. Orientasi kepatuhan dan hukuman 2. Orientasi minat pribadi

( Apa untungnya buat saya?) Tingkat 2 (Konvensional)

3. Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas ( Sikap anak baik)

4. Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial ( Moralitas hukum dan aturan)

(8)

5. Orientasi kontrak sosial 6. Prinsip etika universal ( Principled conscience)

Pra-Konvensional

Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak, walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang berada dalam tingkat pra-konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung. Tingkat pra-konvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam perkembangan moral, dan murni melihat diri dalam bentuk egosentris.

Dalam tahap pertama, individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri. Sebagai contoh, suatu tindakan dianggap salah secara moral bila orang yang melakukannya dihukum. Semakin keras hukuman diberikan dianggap semakin salah tindakan itu. Sebagai tambahan, ia tidak tahu bahwa sudut pandang orang lain berbeda dari sudut pandang dirinya. Tahapan ini bisa dilihat sebagai sejenis otoriterisme.

Tahap dua menempati posisi apa untungnya buat saya, perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang paling diminatinya. Penalaran tahap dua kurang

menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri, seperti “kamu garuk punggungku, dan akan kugaruk juga punggungmu.” Dalam tahap dua perhatian kepada orang lain tidak didasari oleh loyalitas atau faktor yang berifat intrinsik. Kekurangan perspektif

(9)

tentang masyarakat dalam tingkat pra-konvensional, berbeda dengan kontrak sosial (tahap lima), sebab semua tindakan dilakukan untuk melayani kebutuhan diri sendiri saja. Bagi mereka dari tahap dua, perpektif dunia dilihat sebagai sesuatu yang bersifat relatif secara moral.

Konvensional

Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau orang dewasa. Orang di tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya dengan pandangan dan harapan masyarakat. Tingkat konvensional terdiri dari tahap ketiga dan keempat dalam perkembangan moral.

Dalam tahap tiga, seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial. Individu mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena hal

tersebut merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya. Mereka mencoba menjadi seorang anak baik untuk memenuhi harapan tersebut, karena telah mengetahui ada gunanya melakukan hal tersebut. Penalaran tahap tiga menilai moralitas dari suatu tindakan dengan mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk hubungan interpersonal, yang mulai menyertakan hal seperti rasa hormat, rasa terimakasih, dan golden rule. Keinginan untuk mematuhi aturan dan otoritas ada hanya untuk membantu peran sosial yang stereotip ini. Maksud dari suatu tindakan memainkan peran yang lebih signifikan dalam penalaran di tahap ini; 'mereka bermaksud baik…'.

Dalam tahap empat, adalah penting untuk mematuhi hukum, keputusan, dan konvensi sosial karena berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat. Penalaran moral dalam tahap empat lebih dari sekedar kebutuhan akan penerimaan individual seperti dalam

(10)

tahap tiga; kebutuhan masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi. Idealisme utama sering menentukan apa yang benar dan apa yang salah, seperti dalam kasus

fundamentalisme. Bila seseorang bisa melanggar hukum, mungkin orang lain juga akan begitu - sehingga ada kewajiban atau tugas untuk mematuhi hukum dan aturan. Bila seseorang melanggar hukum, maka secara ia salah secara moral, sehingga celaan menjadi faktor yang signifikan dalam tahap ini karena memisahkan yang buruk dari yang baik.

Pasca-Konvensional

Tingkatan pasca konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip, terdiri dari tahap lima dan enam dari perkembangan moral. Kenyataan bahwa individu-individu adalah entitas yang terpisah dari masyarakat kini menjadi semakin jelas. Perspektif seseorang harus dilihat sebelum perspektif masyarakat. Akibat ‘hakekat diri mendahului orang lain’ ini membuat tingkatan pasca-konvensional sering tertukar dengan perilaku pra-konvensional.

Dalam tahap lima, individu-individu dipandang sebagai memiliki pendapat-pendapat dan nilai-nilai yang berbeda, dan adalah penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa memihak. Permasalahan yang tidak dianggap sebagai relatif seperti kehidupan dan pilihan jangan sampai ditahan atau dihambat. Kenyataannya, tidak ada pilihan yang pasti benar atau absolut - 'memang anda siapa membuat keputusan kalau yang lain tidak'? Sejalan dengan itu, hukum dilihat sebagai kontrak sosial dan bukannya keputusan kaku. Aturan-aturan yang tidak mengakibatkan kesejahteraan sosial harus diubah bila perlu demi terpenuhinya kebaikan terbanyak untuk sebanyak-banyaknya orang. Hal tersebut

(11)

diperoleh melalui keputusan mayoritas, dan kompromi. Dalam hal ini, pemerintahan yang demokratis tampak berlandaskan pada penalaran tahap lima.

Dalam tahap enam, penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak menggunakan prinsip etika universal. Hukum hanya valid bila berdasar pada keadilan, dan komitmen terhadap keadilan juga menyertakan keharusan untuk tidak mematuhi hukum yang tidak adil. Hak tidak perlu sebagai kontrak sosial dan tidak penting untuk tindakan moral deontis. Keputusan dihasilkan secara kategoris dalam cara yang absolut dan bukannya secara hipotetis secara kondisional (imperatif kategoris dari Immanuel Kant). Hal ini bisa dilakukan dengan membayangkan apa yang akan dilakukan seseorang saat menjadi orang lain, yang juga memikirkan apa yang dilakukan bila berpikiran sama (veil of ignorance dari John Rawls). Tindakan yang diambil adalah hasil konsensus. Dengan cara ini, tindakan tidak pernah menjadi cara tapi selalu menjadi hasil; seseorang bertindak karena hal itu benar, dan bukan karena ada maksud pribadi, sesuai harapan, legal, atau sudah disetujui sebelumnya. Walau Kohlberg yakin bahwa tahapan ini ada, ia merasa kesulitan untuk menemukan seseorang yang menggunakannya secara konsisten. Tampaknya orang sukar, kalaupun ada, yang bisa mencapai tahap enam dari model Kohlberg ini.

Tahapan yang sesuai dengan target dari buku “Kenali Emosimu” adalah tahapan pra-konvensional.

(12)

4.1.5. Teori Perkembangan Kognitif

Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat

merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata— skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:

• Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun) • Periode praoperasional (usia 2–7 tahun) • Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)

(13)

Periode sensorimotor

Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:

1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.

2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan. 3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai

sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.

4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).

5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.

6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.

(14)

Tahapan praoperasional

Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek

menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda. Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan

keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.

(15)

Tahapan operasional konkrit

Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:

Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.

Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)

Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu

permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.

Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat

diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah

sebelumnya.

Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran

(16)

dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.

Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang

memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.

Tahapan operasional formal

Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai

(17)

perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.

Informasi umum mengenai tahapan-tahapan Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

• Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.

• Universal (tidak terkait budaya)

• Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan

• Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis • Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari

tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi)

• Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif

Tahapan yang sesuai dengan target buku “Kenali Emosimu” adalah tahapan pra-operasional.

(18)

Proses perkembangan

Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam

memahami atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan tersebut. Seiring dengan pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema tentang sejenis binatang, misalnya dengan burung. Bila pengalaman awal anak berkaitan dengan burung kenari, anak kemungkinan beranggapan bahwa semua burung adalah kecil, berwarna kuning, dan mencicit. Suatu saat, mungkin anak melihat seekor burung unta. Anak akan perlu memodifikasi skema yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk

memasukkan jenis burung yang baru ini.

Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi

pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label "burung" adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak.

(19)

Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau

penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya label "burung" adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada skema burung si anak.

Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan

pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.

Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.

4.2 Strategi Kreatif

4.2.1 Strategi Komunikasi

Fakta Kunci

(20)

• Perkembangan kepribadian anak ternyata dimulai sejak usia dini yaitu 3 tahun, anak mulai belajar bagaimana harus bersikap dan mulai mengenal berbagai macam perasaan yang ada

• Saat ini, masalah stres pada anak ataupun remaja (yang tentunya kepribadiannya terbentuk sejak usia kanak-kanak) semakin meningkat. Dapat kita lihat semakin banyaknya kasus kriminalitas baik terhadap orang lain ataupun diri sendiri yang diakibatkan oleh stres dan depresi

Masalah yang Akan Dikomunikasikan

• Pengenalan bermacam-macam emosi yang ada • Bimbingan bagaimana mengatasi emosi tersebut

Tujuan Komunikasi

• Anak memahami bermacam emosi dan perasaan yang ada dalam dirinya dan yang dirasakannya sepanjang hari

• Anak dapat memperlihatkan dan membagi perasaannya dengan baik kepada lingkungan sekitarnya

• Anak dapat mengendalikan emosinya dengan baik

Profil Target Target Primer

Demografi : - Anak usia 4-6 tahun

(21)

- Ses B-A

- Anak telah atau sedang mengikuti pendidikan Pre School

Geografi : - Berdomisili di daerah maju yang berkembang

- Berasal dari daerah perkotaan / sudah lama tinggal di daerah perkotaan

Psikografi : - Anak gemar membaca

- Anak dan orang tua sering menghabiskan waktu bersama

- Anak telah mengenal konsep perpustakaan (baik di sekolah ataupun tempat lain)

Target sekunder

Demografi : - Orang tua dari anak usia 4-6 tahun - Jenis kelamin laki-laki dan perempuan - Usia 25 – 40 tahun

- Ses B-A

- Diutamakan keluarga muda - Pendidikan minimal lulus SMA

Geografi : - Berdomisili di daerah maju yang berkembang

- Berasal dari daerah perkotaan / sudah lama tinggal di daerah perkotaan

(22)

Psikografi : - Orang tua memperhatikan perkembangan fisik dan mental anak - Orang tua meluangkan waktunya untuk bersantai bersama anak - Berpikiran maju dan kritis terhadap masalah anak

- Senang mengajak anak ke toko buku

Positioning / USP

Buku anak-anak pengenalan emosi ini jarang ditemui di toko-toko buku, padahal buku anak-anak mengenai cerita ataupun pelajaran edukatif sangat banyak ditemui. Harus disadari bahwa pendidikan mental tidak kalah penting dari pendidikan formal.

Tagline

Judul seri buku ”Kenali emosimu” Dibuat dalam 4 seri yaitu :

1. Gembira 2. Sedih 3. Marah 4. Takut

Pendekatan Emosional / Rasional

Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan emosional. Memberikan pengetahuan kepada anak melalui visualisasi yang menggambarkan keadaan emosi yang bermacam-macam. Visual digambarkan sedemikian rupa agar dapat menyentuh perasaan anak-anak

(23)

tersebut sehingga mereka dapat ikut merasakan dan memahami arti dari cerita yang disampaikan. Keyword • Informatif • Emosi • Ceria • Anak-anak • Simple 4.2.2 Strategi Desain

Tone and Manner

Desain buku anak-anak ini akan menampilkan nuansa warna yang cerah dan simple. Warna yang digunakan adalah warna-warna terang dan tidak banyak menggunakan tekstur, motif dan dull color. Pada tiap seri buku akan digunakan warna yang

mendukung secara kuat mood yang harus dirasakan oleh sang anak. Pewarnaan dibuat secara manual menggunakan pensil warna. Tone dibuat agak klasik untuk menampilkan kesan elegan yang sesuai dengan ses B-A.

Strategi Verbal

Bahasa yang digunakan adalah bahasa formal, sesuai dengan tata bahasa Indonesia yang baik dan benar namun digunakan sesederhana mungkin. Bahasa formal digunakan agar

(24)

anak belajar menggunakan bahasa yang baik sedari dini. Kalimat dibuat sesederhana mungkin karena anak usia 4-6 tahun belum dapat berkonsentrasi membaca tulisan yang panjang, mereka lebih fokus pada gambar yang ada.

Strategi Visual

Buku ”Kenali Emosimu” akan menggunakan ilustrasi sebagai sumber daya tarik utama karena anak usia 4-6 tahun tidak memperhatikan teks yang ada (teks akan dibacakan oleh orang lain). Namun mereka telah mempunyai kepekaan terhadap gambar dan visual. Mereka dapat mengerti ilustrasi yang ada. Ilustrasi (tidak menggunakan fotografi) yang digunakan bergaya hand drawing dan menggunakan teknik pewarnaan manual

menggunakan pensil warna dan diselesaikan dengan brush untuk mendapatkan kesan natural, asli, simple namun tetap artistik dan elegan. Tipografi yang digunakan

menggunakan huruf dekoratif yang menampilkan nuansa anak-anak (dapat berupa sans serif dan hand writing juga). Font yang digunakan sebagai namestyle dan headline adalah font Cookies yang telah dimodifikasi di beberapa bagian huruf. Sementara untuk bodytext digunakan font SF Cartoonist Hand.

4.2.3 Pemilihan Item

1. Buku : - 2 seri buku, Gembira dan Marah (isi lengkap sebanyak 11 lembar spread) - 2 set buku dummy (Sedih, Takut)

- 4 set cover (Gembira, Sedih, Marah, Takut)

(25)

- Namestyle

- Logo serial Sam & Lisa

- Color Palette mood warna dalam tiap seri buku

- Tipografi buku

2. Item promosi : - Poster A2

- Mini X-Banner

- Iklan majalah (wanita dan anak-anak)

- Brosur

3. Merchandise : - Pin (4 seri)

- Pembatas Buku (4 seri)

Referensi

Dokumen terkait

Teknik montase dalam perfilman mengacu pada kelompok unsur yang digunakan untuk memperlihatkan anatar hubungan atau asosiasi gagasan, misalnya pengaihan imaji yang

Pembelajaran individu merupakan proses atau cara yang dilakukan seseorang untuk memperoleh pengetahuan kontekstual secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan teori-teori

Karena apa yang ingin disampaikan berupa kebenaran yang begitu nyata, maka warna yang akan digunakan dalam buku komik ini adalah warna-warna yang begitu dekat dengan kehidupan

Mengangkat kisah perjalanan Kebaya di Indonesia dari tahun ke tahun secara garis besar ke dalam sebuah buku dari sisi yang berbeda dari buku-buku kebaya yang sudah ada

Tujuan komunikasi dari serial ini adalah membuat animasi dengan tema perlombaan balap yang dapat dilihat oleh masyarakat Indonesia yang menarik, menghibur dan

Layout yang digunakan dalam buku ini akan menggunakan layout Golden Section (teori arsitektur pada masa Hellenistik) yang membuat kesan teratur karena Yunani

Menurut Danton Sihombing , dalam bukunya "Tipografi dalam Desain Grafis" mengungkapkan bahwa proses perancangan dengan menggunakan huruf merupakan tahapan yang

Saya akan mengajak target untuk mencoba gaya berbusana Jepang yang sekarang sedang di gemari melalui perancangan sebuah media buku illustrasi yang membahas