• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi. Oleh: Alifatul Chafidoh NIM PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Skripsi. Oleh: Alifatul Chafidoh NIM PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

DENGAN HUKUM DI BALAI REHABILITASI SOSIAL ANAK YANG MEMERLUKAN PERLINDUNGAN KHUSUS

(BRSAMPK) HANDAYANI

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh: Alifatul Chafidoh NIM 11160541000088

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/2020

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRACT

Alifatul Chafidoh (11160541000088), Influence of Group Dynamics on Legal Social Functioning in the BRSAMPK Handayani, Under the Guidance of Drs. Jumroni, M.S.

Group dynamics is one form of intervention conducted by BRSAMPK Handayani to improve the social functioning of children conflict with law. Social functioning is an indicator of a person's success in performing their social function and thus the individual being able to perform their life tasks and fulfill their needs.

The purpose of this study is to determine whether group dynamics influence the social functioning of law-abiding children. This study uses a quantitative approach with a sample size of 54 people. The program used for data processing is the application of SPSS for windows version 25.0 and the data analysis techniques used are simple linear regression analysis.

The results of this research shows that the effect of group dynamics on social functioning is 0.411 or 41.1%. This indicates that the influence of group dynamics on social functioning is 41.1% and 58.9% is influenced by other variables not included in this discussion. Keywords: group dynamics, social functioning

(6)

i ABSTRAK

Alifatul Chafidoh (11160541000088), Pengaruh Dinamika Kelompok Terhadap Keberfungsian Sosial Anak yang Berhadapan dengan Hukum di BRSAMPK Handayani, Di Bawah Bimbingan Drs. Jumroni, M.Si

Dinamika kelompok merupakan salah satu bentuk intervensi yang dilakukan oleh BRSAMPK Handayani untuk meningkatkan keberfungsian sosial anak yang berhadapan dengan hukum. Keberfungsian sosial menjadi indikator berhasil tidaknya individu dalam menjalani fungsi sosialnya dan dengan begitu individu mampu melaksanakan tugas-tugas kehidupannya dan memenuhi kebutuhannya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh dinamika kelompok terhadap keberfungsian sosial anak yang berhadapan dengan hukum. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jumlah sampel sebanyak 54 orang. Program yang digunakan untuk pengolahan data yaitu aplikasi SPSS for windows

version 25.0 dan teknik analisis data yang digunakan adalah analisis

regresi linier sederhana.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara dinamika kelompok terhadap keberfungsian sosial yaitu sebesar 0,411 atau 41,1 %. Ini menunjukkan bahwa pengaruh dinamika kelompok terhadap keberfungsian sosial berpengaruh sebesar 41,1% dan 58,9% dipengaruh oleh variabel lain yang tidak termasuk pada pembahasan ini.

(7)

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta‟ala yang menjadikan segala kenikmatan menjadi sempurna, atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Dinamika Kelompok Terhadap Keberfungsian Sosial Anak yang Berhadapan dengan Hukum di Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu „Alaihi Wassalam beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang telah memberikan penerangan bagi umat islam agar tetap berada di jalan Allah.

Peneliti menyadari bahwa sepenuhnya skripsi ini masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun dari segi penulisan, sekalipun peneliti telah melakukan yang terbaik. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sungguh menjadi masukan bagi peneliti agar dapat memperbaiki kembali sehingga menjadi karya ilmiah yang lebih baik lagi serta bermanfaat.

Atas izin Allah Subhanahu Wa Ta‟ala akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Serta tak lupa peneliti mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan berupa materi, dukungan, motivasi dan arahan-arahan kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati peneliti menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Suparto, M.Ed., Ph.D, sebagai dekan fakultas ilmu dakwah dan ilmu komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dr. Siti Napsiyah Ariefuzzaman, MSW sebagai wakil dekan bidang akademik. Dr. Sihabuddin Noor, MA sebagai wakil dekan bidang

(8)

iii

administrasi umum. Drs. Cecep Sastrawijaya, MA sebagai wakil dekan bidang kemahasiswaan.

2. Ahmad Zaky, M.Si, sebagai ketua program studi kesejahteraan sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Hj. Nunung Khoiriyah, MA selaku sekretaris.

3. Drs. Jumroni, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan memberikan motivasi hingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dan Burhanuddin, MA selaku dosen pembimbing akademik

4. Seluruh dosen program studi kesejahteraan sosial dan dosen fakultas ilmu dakwah dan ilmu komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan wawasan dan keilmuwan serta membimbing peneliti selama menjalani perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Perpustakaan umum dan perpustakaan fakultas ilmu dakwah dan ilmu komunikasi, peneliti mengucapkan terimakasih karena telah membantu dalam memberikan dan menyediakan referensi buku, jurnal dan skripsi dari penelitian-penelitian terdahulu.

6. Kedua orang tuaku yang sangat aku cintai karena Allah, yang selalu memberikan dukungan berupa do‟a, materi, dan kasih sayang yang tak pernah ada habisnya. Rasa terimakasih kepada kedua orangtuaku tidak akan bisa cukup dituangkan dalam kata-kata. Hanya do‟a yang layak untuk diberikan, semoga Allah membalas segala kebaikan orang tuaku dengan Surga. Aamiin. 7. Kepada sahabat-sahabatku yang selalu bersama di kala suka

maupun duka sepanjang perkuliahan dan semoga persahabatan kita bisa saling membawa manfaat hingga kita menjadi sahabat di

(9)

iv

Surga kelak. Terima kasih kepada Intan Trie Kusuma Dewi, Okky Kurniawati Siregar, Sita Aisah Anggita, Fatimah Khairidani, Amalia Annufus dan Tiya Putri Annisa telah bersedia menjadi

support system bagi peneliti semasa kuliah.

8. Kepada Syarifatul Adibah dan Desy Rahmalia yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membantu peneliti dalam proses penelitian. Juga kepada Arifiah teman seperjuangan dalam proses pengerjaan tugas akhir dan Ajeng Wahyuni selalu mengingatkan peneliti akan hal-hal yang baik. Semoga Allah membalas kebaikan kalian semua.

9. Kepada Ibu Neneng Heryani selaku kepala BRSAMPK Handayani, Bapak Bambang Wibowo selaku Seksi Layanan dan Rehabilitasi Sosial di BRSAMPK Handayani juga kepada Ibu Fatimatuzzahro yang telah mengizinkan dan memberikan bimbingan kepada peneliti saat melakukan penelitian di BRSAMPK Handayani. 10. Kepada teman-teman ABH di BRSAMPK Handayani yang telah

bersedia membantu peneiliti dalam proses penelitian.

11. Kepada teman seperjuangan Kesejahteraan Sosial 2016 yang selalu menemani dan memberikan motivasi kepada peneliti selama perkuliahan

Demikian skripsi ini peneliti persembahkan, besar harapan peneliti agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan khususnya bagi peneliti sendiri

Tangerang Selatan, 2020

(10)

v DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 9

F. Sistematika Penulisan. ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A. Landasan Teori ... 13

1. Pekerjaan Sosial Kelompok (Social Group Work) ... 13

a. Pengertian Pekerjaan Sosial Kelompok (Social Group Work) ... 13

b. Peran Pekerja Sosial dalam Metode Social Group Work ... 14

c. Karakteristik Pekerja Sosial dalam Metode Social Group Work ... 16

2. Dinamika Kelompok ... 17

a. Pengertian Dinamika Kelompok ... 17

b. Fungsi Dinamika Kelompok ... 19

c. Tujuan Dinamika Kelompok ... 19

d. Kategori Kegiatan Dinamika Kelompok ... 20

3. Keberfungsian Sosial ... 22

a. Pengertian Keberfungsian Sosial ... 22

b. Konsep Keberfungsian Sosial ... 22

c. Klasifikasi Keberfungsian Sosial ... 24

4. Anak Berhadapan dengan Hukum ... 25

(11)

vi

b. Sebab-Sebab Kenakalan Anak ... 28

c. Perlindungan Hukum Bagi Anak ... 36

B. Kerangka Pemikiran ... 38

C. Hipotesis ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

A. Pendekatan Penelitian ... 40

B. Paradigma Penelitian ... 40

D. Populasi dan Sampel ... 40

E. Sumber Data ... 41

F. Teknik Pengumpulan Data ... 42

G. Definisi Operasional ... 43

H. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 43

1. Uji Validitas ... 43

2. Uji Reliabilitas ... 45

I. Teknik Analisis Data ... 48

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA ... 50

A. Deskripsi Responden ... 50

B. Deskripsi Variabel Dinamika Kelompok ... 54

C. Deskripsi Variabel Keberfungsian Sosial ... 56

D. Pengaruh Dinamika Kelompok Terhadap Keberfungsian Sosial Anak yang Berhadapan dengan Hukum di BRSAMPK Handayani ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(12)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Skala Likert Dinamika Kelompok ... 42

Tabel 2 Skala Likert Keberfungsian Sosial ... 42

Tabel 3 Hasil Uji Reliabilitas Variabel X ... 46

Tabel 4 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Y ... 47

Tabel 5 Presentase Jenis Kelamin Responden ... 50

Tabel 6 Presentase Usia Responden ... 51

Tabel 7 Presentase Pendidikan Terakhir Responden ... 52

Tabel 8 Perhitungan Nilai Variabel X ... 54

Tabel 9 Hasil Nilai Kategori Variabel X ... 55

Tabel 10 Hasil Kategori Responden Untuk Variabel X ... 56

Tabel 11 Perhitungan Nilai Variabel Y ... 57

Tabel 12 Hasil Nilai Kategori Variabel Y ... 57

(13)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1: Pernyataan Lulus Ujian Seminar Proposal Skripsi LAMPIRAN 2: Surat Pembimbing Skripsi

LAMPIRAN 3: Surat Izin Penelitian

LAMPIRAN 4: Definisi Operasional Variabel X LAMPIRAN 5: Definisi Operasional Variabel Y LAMPIRAN 6: Kuesioner Penelitian

LAMPIRAN 7: Skor Variabel Dinamika Kelompok (X) LAMPIRAN 8: Skor Variabel Keberfungsian Sosial (Y) LAMPIRAN 9: Hasil Uji Validitas Variabel X

LAMPIRAN 10: Hasil Uji Validitas Variabel Y LAMPIRAN 11: Hasil Instrumen Valid Variabel X LAMPIRAN 12: Hasil Instrumen Valid Variabel Y

LAMPIRAN 13: Hasil Uji Reliabilitas Variabel X (Dinamika Kelompok)

LAMPIRAN 14: Hasil Uji Reliabilitas Variabel Y (Keberfungsian Sosial)

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Anak adalah karunia sekaligus amanah dari Allah Subhanahu Wa Ta‟ala yang senantiasa harus dijaga, karena didalam diri anak melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi demi keberlangsungan hidupnya sebagai generasi penerus bangsa. Sebagai masa depan bangsa yang menjadi generasi penuh cita-cita setiap anak berhak atas pemenuhan hak-haknya yang meliputi hidup, hak tumbuh berkembang, hak terlindungi dari perilaku diskriminatif dan hak partisipasi. Untuk mencapai hak-hak tersebut perlu diwujudkan dengan memberikan kesempatan pada anak untuk dapat merasakan pendidikan yang layak, pembinaan serta dukungan dalam rangka mewujudkan dan mengembangkan diri.

Namun, di Indonesia sudah banyak kita temukan kasus-kasus kriminal yang dialami maupun dilakukan oleh anak-anak. Tak sedikit anak-anak yang awalnya korban kemudian menjadi pelaku. Anak-anak sejatinya lahir berupa kertas putih bersih, kemudian kertas tersebut akan berwarna seiring dengan berjalan usianya. Keluarga, lingkungan dan teman menjadi pensil warna bagi kehidupannya.

Anak adalah harta yang tidak bernilai harganya baik dilihat dari perspektif sosial, ekonomi, budaya maupun politik. Apabila dilihat dari perspektif sosial, harkat martabat keluarga terletak pada bagaimana anak mencapai prestasi. Dari perspektif budaya, anak merupakan harta dan kekayaaan keluarga serta merupakan lambang kesuburan keluarga. Dari perspektif politik, anak merupakan penerus suku dan bangsa. Dari perspektif ekonomi, banyak yang mengatakan bahwa memiliki anak banyak maka rezeki pun akan banyak.

(15)

Adanya tahapan perkembangan dalam diri anak, menimbulkan berbagai cara pandang bagaimana menyikapi anak dan ini terus berkembang seiring dengan semakin dihargainya hak-hak yang ada pada seorang anak. Oleh karena itu, anak memerlukan perlindungan dan bimbingan orang tua dan keluarga. Namun justru sering terjadi pelalaian kewajiban orang tua dalam pengasuhan anak sehingga muncullah kenakalan pada anak. (Hadiwijoyo 2015, 5)

Banyak sekali faktor yang menyebabkan seorang anak memiliki sebutan nakal bahkan memiliki status Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), faktor tersebut bisa timbul dari keluarga, lingkungan, struktur sosial dan dalam proses pembelajaran. Keluarga dianggap sebagai lingkungan sosial paling utama yang mempengaruhi perilaku siapapun termasuk anak. Hubungan dengan anggota keluarga dan sifat kepribadian mereka sangat berkontribusi pada penyebab kenakalan anak atau remaja. (Rathinabalan, 2017)

Maka dari itu dalam proses tumbuh kembang anak diperlukan pengorbanan orang tua dalam memberikan pengajaran agar anak dapat membedakan yang salah dan yang benar. Sebagaimana Allah Ta‟ala memberikan penegasan bahwa seorang anak harus mendapatkan tarbiyah (pembinaan dan pendidikan) dalam Q.S Luqman:13 yang berbunyi:

َك ْرِّشلا َّنِإ ۖ ِ َّللَّاِب ْكِرْشُت َلِ َّيَنُب اَي ُهُظِعَي َوُهَو ِهِنْب ِلِ ُناَمْقُل َلاَق ْذِإَو

ٌميِظَع ٌمْلُظَل

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku,

(16)

3

janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar” (QS. Luqman: 13).

Dalam surat Luqman, Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya. Luqman menyampaikan kepada anaknya nasihat-nasihat yang mengajak kepada ketauhidan, adab-adab baik dan melarangnya dari kesyirikan. Ini adalah bukti betapa butuhnya seorang anak akan ilmu dan pelajaran dari orang tua berupa kebaikan-kebaikan sebagai bekal mengarungi terpaan ombak dalam kehidupannya.

Anak merupakan titik perubahan bangsa, bahkan anak juga merupakan sumber kesejahteraan bangsa di masa depan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 menjelaskan bahwa Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Segala yang berkaitan dengan anak perlu adanya pengawasan karena menurut Suharto dalam Abu Huraerah (2012:39) untuk menjamin pertumbuhan fisiknya, anak membutuhkan pakaian, makanan yang bergizi , perawatan kesehatan, dan sanitasi. Semasa kecil, anak memerlukan perlindungan dan bimbingan dari orang tua sebagai perantaranya dengan dunia nyata. Untuk menjamin perkembangan psikis dan sosialnya, anak memerlukan aktualisasi diri, kasih sayang, suasana rekreatif, pemahaman, pengembangan intelektual, serta stimulasi kreatif. Sejak dini, mereka membutuhkan pendidikan dan sosialisasi, pengajaran tentang tanggung jawab sosial, peran-peran dalam lingkungan sosial, dan keterampilan dasar agar

(17)

mereka mampu menjadi warga masyarakat yang bermanfaat di lingkungannya.

Oleh karena itu, Soetarso dalam Abu Huraerah (2012, 39-40) mengatakan bahwa pertumbuhan dalam diri anak yang berupa kesejahteraan sosial, emosional, intelektual, dan fisik anak akan mengalami hambatan apabila:

1. Anak kekurangan gizi dan tinggal dengan situasi yang tidak layak 2. Anak hidup tanpa bimbingan dan asuhan dari keluarga

3. Anak sakit dan tidak ada perawatan medis yang tepat untuk menanganinya

4. Anak diperlakukan tidak baik secara fisik

5. Anak mendapat perlakuan yang tidak manusiawi yaitu ia dieksploitasi secara seksual

6. Anak tidak mendapatakan pengalaman hidup yang dapat menumbuhkan perasaan aman, bermanfaat dan dicintai.

7. Anak terganggu secara psikis karena adanya pertengkaran dalam keluarga yang terus-menerus, bahkan apabila perceraian terjadi. 8. Anak dieksploitasi untuk bekerja secara berlebihan.

Dalam proses perkembangan anak, anak akan melewati fase kehidupan yang sulit yaitu saat menghadapi proses menuju kedewasaanya dimana ia akan mengalami perubahan fisik dan emosinya yang belum stabil dan cara berpikir yang belum cukup matang. Supramono (2007, 2) mengatakan bahwa jiwa anak remaja belum stabil, terkadang mereka merasa tidak ingin terikat dengan aturan, mudah menerima pengaruh dari luar dan ingin hidup dengan apa yang mereka mau. Maka tidak heran banyak anak remaja yang melakukan perbuatan kriminal di tempat umum.

(18)

5

Kenakalan inilah yang dapat menjerumuskan seorang anak ke ranah hukum karenanya Supramono (2007, 4) membagi kenakalan menjadi 2 yaitu kenakalan biasa dan kenakalan yang merupakan tindak pidana. Kenakalan biasa merupakan tindakan nakal anak yang terjadi pada umumnya seperti berbohong, membolos sekolah, dan mencoret-coret tembok tempat umum. Sedangkan kenakalan yang merupakan tindak pidana adalah tindakan yang merugikan dan perbuatannya diancam oleh hukum pidana seperti , tawuran antar sekolah, membawa senjata tajam, mengkonsumsi narkoba, memperkosa teman dll yang semuanya telah diatur dalam Undang-Undang maupun KUHP.

Disini penulis meneliti kasus di Balai Rehabilitasi Sosial Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani yang merupakan lembaga milik kementrian sosial yang melindungi anak-anak yang berhadapan dengan hukum. Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial atau yang disingkat PPKS adalah anak yang menjadi pelaku maupun korban tindak pidana. Mereka mendapat perlindungan dan direhabilitasi agar fungsi sosial mereka dapat berjalan kembali.

Seperti yang dikutip oleh Adi Fahrudin dalam bukunya yang berjudul pengantar kesejahteraan sosial, pekerja sosial berusaha untuk meningkatkan keberfungsian sosial individu secara individu atau dalam kelompok dengan kegiatan-kegiatan yang dipusatkan pada hubungan-hubungan sosial mereka yaitu interaksi antara individu dengan lingkungannya. Kegiatan-kegiatan ini dapat dikelompokkan menjadi tiga fungsi, yaitu: pemulihan terhadap kemampuan individu yang terganggu, penyediaan berbagai sumber individu dan sosial, dan

(19)

pencegahan terhadap ketidakberfungsian secara sosial. (Fahrudin 2012, 60)

Oleh karena itu, BRSAMPK Handayani memberikan intervensi pekerjaan sosial untuk pemenuhan hak anak dan mengembalikan fungsi sosial Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) agar ketika mereka telah menyelesaikan masa hukuman, mereka dapat menjalankan fungsi sosialnya dengan baik kembali.

Keberfungsian sosial bukan hanya bagaimana mengembalikan fungsi sosial anak berhadapan dengan hukum (ABH) sebagaimana diketahui, anak yang berhadapan dengan hukum akan mendapatkan tekanan maupun goncangan. Goncangan dan tekanan inilah yang seharusnya dihindari oleh anak, atau paling tidak ia memiliki kemampuan untuk menghadapi goncangan dan tekanan saat hal itu menimpanya. Ini menjadi tugas Pekerja Sosial dalam hal memberikan perlindungan anak dengan demikian seorang anak dalam kondisi apapun tetap dapat menjalankan keberfungsian sosialnya. (Suharto 2015, 12)

Berkaitan dengan hal tersebut, BRSAMPK Handayani menjadi salah satu bagian penting dalam penyelenggaraan perlindungan anak dalam proses diversi seperti yang tertuang dalam pasal 1 ayat 7 Undang-Undang SPPA disebutkan bahwa “Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana”. BRSAMPK Handayani merupakan lembaga yang melakukan diversi dengan pendekatan Restoratif Justice dimana

Restoratif Justice adalah suatu upaya penyelesaian perkara pidana pada

anak dengan melibatkan pelaku, korban dan keluarga keduanya serta pihak-pihak lain yang berkaitan dalam upaya penyelesaian perkara.

(20)

7

Restoratif Justice berfokus pada pemulihan keadaan semula bukan

pada pembalasan. Hal ini telah dijelaskan pada pasal 1 ayat 6 UU SPPA. Oleh karena itu, BRSAMPK Handayani bersama dengan stake

holder lainnya, bapas, penyidik, Psikolog, jaksa, hakim selalu turut

serta dalam pelaksanaan diversi yang terfokus pada pendampingan dan advokasi sosial PPKS (Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial). (BRSAMPK Handayani, 2019)

Dewees (2006, 194) menanggapi bahwa keadilan restoratif dalam memerangi fenomena kejahatan kontemporer dalam hal ini pekerja sosial berada di antara mereka untuk mengadvokasi strategi yang berbeda yaitu dengan mengembangkan rehabilitasi bagi para pelaku. Keadilan restoratif memfokuskan pada konflik interpersonal yang berdampak pada korban, masyarakat dan pelaku kejahatan pada umumnya.

B. Batasan Masalah

Pembatasan masalah digunakan untuk memberikan batasan dalam penelitian yang akan dilakukan untuk menghindari ketidaksesuaian ataupun pelebaran pokok masalah agar penelitian yang akan dilakukan dapat lebih terarah dan mudah dalam pencapaian pokok masalah: 1. Penelitian ini akan membahas mengenai pengaruh dinamika

kelompok terhadap keberfungsian sosial Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) di Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani. 2. Penelitian ini ditujukan kepada anak yang menjadi pelaku tindak

pidana di BRSAMPK Handayani tahun 2019

3. Penelitian ini ditujukan kepada Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) di BRSAMPK Handayani sebanyak 54 orang.

(21)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang sudah dijabarkan, maka peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana dinamika kelompok hukum di BRSAMPK Handayani? 2. Bagaimana keberfungsian sosial Anak yang Berhadapan dengan

Hukum di BRSAMPK Handayani?

3. Bagaimana pengaruh dinamika kelompok terhadap keberfungsian sosial anak yang berhadapan dengan hukum di BRSAMPK

Handayani? D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. Mengetahui dinamika kelompok di BRSAMPK Handayani

b. Mengetahui keberfungsian sosial anak yang berhadapan dengan hukum di BRSAMPK Handayani.

c. Mengetahui pengaruh dinamika kelompok terhadap keberfungsian sosial anak yang berhadapan dengan hukum di BRSAMPK Handayani

2. Manfaat Penelitian. a. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam disiplin ilmu kesejahteraan sosial yang erat kaitannya dengan keberfungsian sosial . khusunya pengetahuan tentang problematika yang dihadapi Anak Berhadapan dengan Hukum.

(22)

9

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dan sebagai bahan dalam memperkaya disiplin ilmu kesejahteraan sosial bagi instansi atau lembaga yang fokus terhadap pengembalian fungsi sosial Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH).

E. Tinjauan Pustaka

Penelitian terdahulu digunakan sebagai acuan dalam penentuan dan penyusunan teori. Penelitian terdahulu digunakan untuk menambah referensi dalam penelitian. Dalam penelitian terdahulu tidak ditemukan kesamaan judul. Berikkut adalah beberapa peneltian terdahulu yang ditemukan dan dijadikan referensi dalam penelitian:

1. Penelitian skripsi yang ditulis oleh Sigit Setyawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan dengan judul “Pengaruh Pelaksanaan Program Pelayanan Sosial Terhadap

Keberfungsian Sosial Anak di Rumah Perlindungan Sosial Asuhan Anak (RPSAA) Ciumbuleuit Kota Bandung”. Hasil penelitian ini

menunjukkan H0 ditolah dan Ha diterima artinya terdapat pengaruh yang signifikan dalam keikutsertaan anak dalam program pelayanan sosial terhadap keberfungsian sosial anak di RPSAA Ciumbuleuit Kota Bandung. Perbedaannya dengan penelitian yang akan penulis lakukam yaitu penulis hanya akan meneliti kepada program lembaga yang lebih mengerucut yaitu dinamika kelompok meskipun dinamika kelompok juga merupakan program pelayanan sosial. Terdapat juga perbedaan subjek penelitian. Subjek dalam penelitian yang dilakukan oleh oleh Sigit Setyawan adalah anak-anak yang tinggal di RPSAA Ciumbuleuit Kota Bandung sedangkan subjek penelitian yang akan penulis lakukan adalah

(23)

anak yang berhadapan dengan hukum di BRSAMPK Handayani Jakarta.

2. Penelitian skripsi oleh Rizkiyah Adiatni Ilyas Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta dengan judul “Bimbingan Sosial dan Konseling Dalam Mengembalikan

Keberfungsian Anak Berhadapan dengan Hukum di Panti Sosial Rehabilitasi Anak Berhadapan dengan Hukum”. Hasil dari

penelitian ini adalah Anak yang Berhadapan dengan Hukum yang mengikuti kegiatan bimbingan dan konseling menjadi pribadi yang lebih disiplin, selalu menjaga kebersihan dan dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan. Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut dapat dinyatakan bahwa bimbingan dan koseling yang dilakukan oleh lembaga untuk mengembalikan keberfungsian ABH cukup baik. Perbedaannya dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis, peneliti meneliti program pelayanan lembaga yang lebih terinci yaitu dinamika kelompok meskipun dinamika kelompok juga sama dengan kegiatan bimbingan. Selain itu, penulis juga terfokus pada keberfungsian anak secara sosial sedangkan penelitian yang dilakukan Rizkiyah hanya keberfungsian secara umum. Perbedaan lainnya juga terdapat pada metode penelitian.

3. Penelitian jurnal yang ditulis oleh Saliman, Peneliti dari Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul “Kenakalan Remaja

Sebagai Perilaku Menyimpang Hubungannya Dengan Keberfungsian Sosial Keluarga”. Hasil dari penelitian ini adalah

bahwa remaja yang memiliki waktu luang, yang bekerja maupun remaja yang bersekolah lebih besar kemungkinannya untuk melakukan kenakalan yang bisa menjerumuskannya ke dalam

(24)

11

ranah hukum. Ada pengaruh negatif terhadap keberfungsian sosial keluarga yang rendah terhadap perilaku anak. Perbedaannya dengan penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu penulis akan melakukan penelitian terkait bagaimana pengaruh dinamika kelompok terhadap keberfungsian sosial Anak yang Berhadapan dengan Hukum. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Saliman berfokus pada keberfungsian sosial keluarga anak remaja yang berperilaku nakal. Namun, penelitian tersebut memiliki kesamaan subjek yaitu kenakalan remaja yang mana kenakalan remaja dapat menjadikan seorang anak menyandang status Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH)

F. Sistematika Penulisan.

Dalam penyusunan skripsi, penulis menyusun dengan sistematika sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN, di dalam bab I ini terdiri dari 6 sub bab yaitu latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penelitian.

BAB II LANDASAN TEORI, di dalam bab II ini terdiri dari Pengertian Pekerjaan Sosial Kelompok (Social Group Work), Peran Pekerja Sosial dalam Metode Social Group Work, Karakteristik Pekerja Sosial dalam Metode Social Group Work, Pengertian Dinamika Kelompok, Fungsi Dinamika Kelompok, Tujuan Dinamika Kelompok, Kategori Kegiatan Dinamika Kelompok, Pengertian Keberfungsian Sosial, Konsep Keberfungsian Sosial, Klasifikasi Keberfungsian Sosial, Pengertian

(25)

Anak Berhadapan dengan Hukum, Sebab-Sebab Kenakalan Anak, Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN, pada bab III ini terdiri atas 7 subbab yang terdiri dari metode penelitian, populasi dan teknik pengambilan sampel, sumber data, teknik pengumpulan data, definisi operasional variabel, uji validitas dan reliabilitas Instrumen, dan teknik analisis data.

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA, pada bab IV ini terdiri atas 4 subbab yaitu deskripsi responde, deskripsi variabel dinamika kelompok, deskripsi variabel keberfungsian sosial, dan pengaruh dinamika kelompok terhadap keberfungsian sosial anak yang berhadapan dengan hukum di BRSAMPK Handayani.

BAB V PENUTUP, pada bab V terdiri dari 2 subbab yaitu kesimpulan penelitian dan saran.

(26)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Pekerjaan Sosial Kelompok (Social Group Work)

a. Pengertian Pekerjaan Sosial Kelompok (Social Group Work) Permasalahan sosial tidak hanya dirasakan oleh sebagian individu saja, masalah sosial dirasakan oleh seluruh individu yang pada hakikatnya sedang bertahan hidup. Individu dalam sebuah kelompok tentunya memiliki tujuan dan prinsip yang sama dengan individu lainnya. Sebuah kelompok yang memiliki permasalah sosial memerlukan bimbingan dan penanganan dari pekerja sosial yang dapat meningkatkan keberfungsian sosial individu dalam kelompok.

Menurut Suharto (2005, 25) secara garis besar pendekatan metode penyembuhan sosial pekerjaan sosial terdiri atas pendeketan metode intervensi mikro dan makro. Pendeketan intervensi mikro merujuk pada berbagai keahlian yang dimiliki pekerja sosial dalam menangani masalah yang dihadapi oleh individu, keluarga dan kelompok. Masalah yang ditangani umumnya terpusat pada masalah psikologis seperti stress ataupun depresi, hambatan diri, penyesuaian diri dalam lingkungan, kurang percaya diri, apatisme bahkan hingga gangguan kesehatan mental.

Untuk pengembalian fungsi sosial individu dalam kelompok, pekerja sosial menggunakan metode group work. Skidmore, Thackeray dan Farley (dalam Fahrudin 2012, 182) menyatakan

(27)

seseorang atau kelompok untuk meningkatkan keberfungsian sosial yang ada dalam diri individu dalam kelompok tersebut dan untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat. Metode

group work didasari pengetahuan terkait kebutuhan individu dan

keterkaitan di antara individu dalam kelompok. Group work adalah suatu metode untuk mengurangi atau pun menghilangkan hambatan untuk berinteraksi sosial dan mencapai tujuan yang sesuai dengan norma masyarakat.

Sedangkan pengertian menurut Konopka yang dikutip oleh Skidmore dan kawan-kawan (dalam Fahrudin 2012, 182) menyatakan group work sebagai sebuah pendekatan yang secara sadar diarahkan untuk meningkatkan kemampuan dari individu dengan mengaitkan orang tersebut pada kelompok agar mereka dapat belajar kapan mereka dapat memberikan kontribusi dan kapan mereka harus dapat menarik diri dari kelompok.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa metode social group work adalah salah satu metode intervensi pekerjaan sosial dalam menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh individu dan meningkatkan keberfungsian sosialnya melalui kegiatan yang telah dirancang dalam sebuah kelompok. Sehingga individu dalam kelompok tersebut mampu memahami hakikat kelompok dan menyadari bahwa individu tidak dapat hidup sendiri di dalam masyarakat.

b. Peran Pekerja Sosial dalam Metode Social Group Work Dalam proses intervensi dengan kelompok, pekerja sosial memegang andil besar terhadap kegiatan dalam sebuah

(28)

15

kelompok. Beberapa peran pekerja sosial dalam metode social group work adalah sebagai berikut:

1. Advokasi

Dalam proses intervensi dengan kelompok, pasti akan timbul beberapa konflik yang diakibatkan dari masing-masing anggota kelompok. Maka, pekerja sosial dalam hal ini berperan menjadi partisipan dalam konflik yang terjadi dalam kelompok yaitu dengan cara mengajukan pendapat.

2. Mediator

Pekerja sosial menjadi penengah dan pendengar yang baik ketika terjadi perselisihan antar anggota kelompok. Pekerja sosial memberikan penyelesaian yang terbaik bagi kepentingan kelompok

3. Broker

Dalam metode social group work, pekerja sosial menghubungkan anggota kelompok dengan sumber-sumber yang ada di dalam sebuah lembaga. Sehingga anggota kelompok dapat menggunakan sumber-sumber yang ada untuk penyelesaian masalah di dalam kelompok.

4. Konferensi

Dalam proses intervensi kelompok akan terjadi pemenuhan konsultasi baik dua atau lebih orang yang secara bersama-sama merencanakan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk kegiatan kelompok. Maka pekerja sosial berperan dalam konferensi untuk memenuhi konsultasi individu. (PSBR Rumbai, 2009)

(29)

c. Karakteristik Pekerja Sosial dalam Metode Social Group Work

Dalam proses intervensi dengan kelompok, pekerja sosial memegang andil besar terhadap kegiatan dalam sebuah kelompok. Fungsi pekerja sosial adalah memberikan kepemimpinan yang memungkinkan bagi anggota untuk memenuhi kebutuhan mereka dan bagi kelompok untuk mencapai maksud dan tujuannya yang disepakati. Berikut ini adalah karakteristik pribadi para pekerja sosial dengan kelompok:

1. Semangat

Pekerja sosial memiliki kemauan untuk mengambil risiko serta bertindak berdasarkan keyakinannya. Semangat yang dibangun oleh pekerja sosial akan menimbulkan semangat pula kepada kelompok.

2. Kejujuran

Pekerja sosial kelompok harus memiliki sifat jujur sehingga ia dapat dipercaya oleh individu dalam kelompok.

3. Kreativitas

Pekerja sosial kelompok haruslah memiliki kreativitas sehingga kelompok tidak merasa jenuh ketika menjalani proses intervensi.

4. Pengetahuan Diri

Pekerja sosial harus bisa mengakui secara terbuka kekuatan dan kelemahan dirinya. Hal ini akan memudahkan pekerja sosial dalam menjalani tugas dan perannya.

(30)

17

Pekerja sosial memberikan motivasi kepada setiap individu dalam kelompok untuk menerapkan ke dalam kehidupan mereka apa yang telah dipelajari dalam kelompok,

6. Entusiastik

Pekerja sosial harus menunjukkan entusiasme terhadap anggota, kelompok dan kegiatan-kegiatan dalam kelompok

7. Rendah Hati (sederhana)

Menyadari bahwa pekerja sosial dan anggota kelompok adalah sesama makhluk manusia yang berjuang. (Roberts & Greene 2002, 148)

2. Dinamika Kelompok

a. Pengertian Dinamika Kelompok

Dalam prosesnya, pekerja sosial di dalam kelompok membantu individu dalam kelompok untuk dapat mengambil risiko, menerima tanggung jawab, dan mempelajari isu-isu dalam kelompok. Hal ini dapat dicapai dengan kegiatan dinamika kelompok yang melibatkan beberapa individu untuk saling belajar dalam menerapkan fungsi sosial.

Dinamika adalah sesuatu yang mengandung arti tenaga kekuatan dan selalu bergerak kemudian berkembang sehingga dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap keadaan. Dinamika dapat diartikan dengan adanya interaksi dan interdependensi antara anggota kelompok dengan kelompok secara keseluruhan. Keadaan ini timbul karena selama ada kelompok, maka semangat dalam kelompok (group spirit) akan selalu ada dalam kelompok itu. Oleh

(31)

karena itu kelompok tersebut bersifat dinamis, artinya setiap saat kelompok yang bersangkutan dapat berubah-ubah. Sedangkan pengertian kelompok tidak jauh dari elemen keberadaan dua orang atau lebih yang melakukan interaksi demi mencapai tujuan bersama. (Zulkarnain 2013, 25)

Johnson dalam Zulkarnain (2013, 25) mendefiniskan dinamika kelompok merupakan suatu lingkup pengetahuan sosial yang terkonsentrasi pada pengetahuan terkait hakikat kehidupan kelompok. Dinamika kelompok adalah studi ilmiah tentang perilaku dalam kelompok untuk mengembangkan pengetahuan tentang hakikat kelompok, pengembangan kelompok, hubungan kelompok dengan anggotanya, dan hubungan dengan kelompok lain atau kelompok yang lebih besar.

Suardi (dalam Rusmana 2018, 2) menjelaskan bahwa dinamika kelompok adalah suatu studi yang dipergunakan untuk menguatkan aspek dalam kelompok dan mengacu pada kekuatan kelompok sehingga tercapainya tujuan setiap anggota.

Menurut Santosa (2006, 5) dinamika kelompok merupakan sebuah kelompok yang teratur yang terdiri dari dua individu atau lebih dan memiliki hubungan psikologis yang sama dalam situasi yang dialami bersama-sama.

Berdasarkan pengertian yang sudah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa dinamika kelompok merupakan kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, individu tersebut mempelajari hakikat kehidupan dalam kelompok sehingga masing-masing

(32)

19

individu dapat memahami sejauh mana hubungan timbal balik yang terjadi dalam kelompok.

b. Fungsi Dinamika Kelompok

Fungsi dinamika kelompok menurut Sunarto dalam Zulkarnain (2013, 28) ialah:

1. Dinamika kelompok akan menjadikan individu satu dengan yang lainnya untuk saling bekerja sama dan saling membutuhkan. Maka individu akan semakin menyadari bahwa mereka tidak akan dapat hidup sendiri di dalam masyarakat 2. Dalam dinamika kelompok, individu akan dapat belajar

memecahkan masalah dengan waktu yang efisien dan tepat, karena permasalahan dan pekerjaan yang akan dihadapi dapat diselesaikan dengan bersama-sama.

3. Dinamika kelompok akan menjadikan individu dengan individu lainnya untuk saling berinteraksi dan memahami peran masing-masing sehingga terciptalah masyarakat yang demokratis. c. Tujuan Dinamika Kelompok

Dinamika kelompok dilakukan untuk membuat individu mampu menjalani perannya dalam kehidupan di masyarakat. Maka dari itu dinamika kelomok memiliki tujuan yang dijabarkan oleh Sunarto dalam Zulkarnain (2013, 28) antara lain sebagai berikut:

1. Akan timbulnya kepekaan diri dari masing-masing individu terhadap individu lain sehingga mereka akan saling menghargai. 2. Dinamika kelompok akan membangun rasa solidaritas antar

anggota kelompok sehingga mereka akan saling menghormati juga saling menghargai pendapat satu sama lain.

(33)

3. Tujuan dinamika kelompok adalah untuk menciptakan komunikasi yang terbuka, sehingga individu dalam kelompok dapat belajar untuk memahami satu sama lain.

4. Menimbulkan adanya itikad yang baik di antara sesama anggota kelompok.

d. Kategori Kegiatan Dinamika Kelompok

Kegiatan dinamika kelompok disusun semenarik mungkin agar peserta tidak bosan. Kegiatan yang telah disusun juga mengandung unsur pembelajaran bagi setiap anggota kelompok sehingga kegiatan tersebut dapat mengarahkan individu menjadi lebih baik lagi.

Chayatie (dalam Zulkarnain 2013, 183) mengklasifikasikan kategori kegiatan dalam dinamika kelompok, diantaranya:

1. Games (permainan)

Games atau permainan adalah suatu kegiatan dimana individu dengan individu lain terlibat dalam sebuah kegiatan yang di dalamnya terdapat sejumlah aturan. Kegiatan ini menghindari situasi menang dan kalah namun permainan dalam dinamika kelompok bertujuan untuk melatih keterampilan intelektual, keterampilan psikomotorik, dan adu keberuntungan. Beberapa bentuk permainannya meliputi bermain sepak bola, tebak kata, adu konsentrasi, dan lain sebagainya.

2. Simulasi

Simulasi adalah contoh situasi aktual atau imajiner. Simulasi biasanya dirancang serealitas mungkin agar individu dapat belajar dari tindakan mereka tanpa ada rasa khawatir harus memperbaiki atau mengganti peralatan yang rusak. Contoh

(34)

21

simulasi dalam dinamika kelompok adalah simulator mengemudi dan simulator penerbangan.

3. Asah otak

Asah otak bukanlah games ataupun simulasi seperti yang telah dijelaskan, asah otak merupakan teka-teki yang dapat membuat otak individu sibuk berpikir untuk menemukan titik kuncinya. Asah otak umumnya tidak memiliki aturan tetapi petugas dapat merancang peraturan sendiri sesuai dengan pelatihan individual. Contoh dari kegiatan asah otak seperti menyelesaikan kuis, menggabungkan titik dan latihan persepsi.

4. Bermain Peran

Bermain peran digunakan untuk mengetahui dan melihat bagaimana peserta bereaksi dalam keadaan tertentu. Bermain peran sangat bermanfaat untuk individu dalam kelompok karena individu dapat mengetahui bagaimana caranya berhubungan dengan orang lain sesuai dengan skenario yang telah diberikan. Meskipun dalam prosesnya peserta melakukan kesalahan dalam melakukannya, mereka tetap dapat mengambil suatu pelajaran dari permainan ini.

5. Studi Kasus

Ini adalah permainan yang digunakan untuk melatih memecahkan masalah dalam sebuah kasus yang diberikan. Apabila kelompok atau individu memiliki jawaban terhadap masalah atau situasi tertentu, maka jawaban tersebut dapat dibandingkan dengan hal-hal yang sesungguhnya terjadi.

(35)

3. Keberfungsian Sosial

a. Pengertian Keberfungsian Sosial

Kementerian Sosial mendefinisikan keberfungsian sosial sebagai kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas dalam kehidupannya, memenuhi kebutuhan, dan mengatasi masalah.

Baker, Dubois dan Miley dalam Suharto (2005, 146) menyatakan bahwa keberfungsian sosial berkaitan dengan kemampuan sesorang dalam memenuhi kebutuhan dasar diri dan keluarganya, serta memberikan kontribusi positif bagi masyarakat..

Keberfungsian sosial pada intinya menunjuk pada kemampuan individu, keluarga, atau masyarakat dalam menjalankan peran-peran sosial di lingkungannya. (Suharto 2005, 46). Keberfungsian sosial menjadi indikator berhasil tidaknya individu dalam menjalani fungsi sosialnya dan dengan begitu individu mampu melaksanakan tugas-tugas kehidupannya dan memenuhi kebutuhannya.

Berdasarkan pengertian di atas, peniliti akan menggunakan teori keberfungsian sosial bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) di BRSAMPK Handayani.

b. Konsep Keberfungsian Sosial

Fokus utama pekerjaan sosial adalah meningkatkan keberfungsian sosial (social functioning) melalui intervensi yang bermakna. Keberfungsian sosial merupakan hasil dari interaksi

(36)

23

individu dengan berbagai sistem sosial di masyarakat seperti sistem pendidikan, sistem keagamaan, sistem politik, sistem keluarga, sistem pelayanan sosial, dst. (Suharto 2005, 28)

Selain itu Suharto dalam bukunya juga mendefinisikan keberfungsian sosial sebagai kemampuan orang (individu, keluarga, kelompok ataupun masyarakat) dan sistem sosial (lembaga dan jaringan sosial) dalam memenuhi ataupun merespon kebutuhan dasar, menjalankan peranan sosial, serta mengahadapi goncangan dan tekanan (shocks and stresses

Bagan 1 Konsep keberfungsian sosial (Suharto 2005, 28) Keberfungsian

Sosial

Orang

Sistem Sosial

Memiliki kemampuan atau kapasitas dalam:

1. Memenuhi atau merespon kebutuhan dasarnya

2. Melaksanakan peran sosial sesuai dengan status dan tugas-tugasnya

(37)

c. Klasifikasi Keberfungsian Sosial

Setiap individu akan berusaha untuk memaksimalkan keberfungsian sosial yang ada pada dirinya. Keberfungsian sosial dapat terwujud apabila individu mampu menjalani tugas-tugas kehidupannya. Fahrudin (2018, 13) mengungkapkan hal tersebut melalui tiga cara berikut ini:

1. Individu memiliki kemampuan untuk menjalani peran sosialnya dengan maksimal. Peranan meruppakan sesuatu yang diharapkan atas individu tersebut.

2. Individu mampu mengemban tanggung jawab dari orang lain. Seperti, mampu menolong orang lain, dapat dipercaya orang lain dan berusaha untuk kesejahteraan orang lain. 3. Individu memiliki kepuasan terhadap diri dari upayanya

dalam menjalankan tugas-tugasnya dan pelaksanaan tanggung jawabnya.

Berdasarkan syarat-syarat individu dalam mewujudkan keberfungsian sosialnya, maka Dubois & Miley (dalam Raharjo 2016, 120) mengklasifikasikan keberfungsian sosial menjadi 3 bentuk, yaitu:

1. Adaptive Social Functioning (Keberfungsian sosial adaptif) Yaitu adanya kemampuan dalam memanfaatkan sumber-sumber personal, interpersonal dan kelembagaan saat menghadapi permasalah dan kebutuhan. Apalagi jika sumber-sumber tersebut mudah diakses. Suatu sistem dikatakan adaptif apabila cukup fungsional untuk memahami permasalahan dan

(38)

25

kebutuhan serta dapat mengatasi permasalahan dengan langkah-langkah yang sesuai.

2. At-Risk Population of Social Functioning (Masyarakat yang keberfungsian sosialnya rawan)

Yaitu adanya sebuah sistem yang dengan keberadaannya tidak mampu untuk mengembangkan keberfungsian sosial. Dengan mengidentifikasis kondisi mereka, maka dapat diketahui bahwa mereka mengalami situasi ataupun kondisi yang tidak baik terhadap keberfungsian sosial mereka. Contohnya, pengangguran, penyalahgunaan NAPZA.

3. Maladaptive Social Functioning (Keberfungsian sosial

maladaptif)

Yaitu sebuah sistem yang tidak mampu untuk melakukan perubahan apapun dan gagal untuk menyelesaikan permasalahan. Sistem tersebut menyadari bahwa dirinya memiliki masalah yang serius dan menghambat mereka untuk berfungsi secara sosial. Ini menjadi masalah karena dapat mengarahkan individu ataupun kelompok menjadi tidak berfungsi secara sosial.

4. Anak Berhadapan dengan Hukum

a. Pengertian Anak Berhadapan dengan Hukum

Sebelum lahirnya Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, anak-anak yang bermasalah dengan hukum disebut sebagai anak nakal, yang mengacu pada Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak. Setelah diundangkannya UU Perlindungan Anak, maka istilah tersebut berubah menjadi anak

(39)

yang berhadapan dengan hukum (ABH) begitu pula dalam UU No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. (Djamil 2013, 32).

Menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 1 Ayat 2, anak berhadapan dengan atau ABH adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.

Selanjutnya, dalam Pasal 1 Ayat 3-5 dijelaskan bahwa:

1. Anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana

2. Anak yang menjadi korban tindak pidana adalah anak yang belum berusia 18 tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.

3. Anak yang menjadi saksi tindak pidana adalah anak yang belum berusia 18 tahun yang dapat memberikan keterangan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan tentang suatu perkara pidana yang didengar, diliahat, atau dialami sendiri.

Dalam praktiknya, seringkali yang menjadi sorotan adalah anak yang melakukan tindak pidana. Tidak lain memang anak yang menjadi pelaku tindak pidana lebih membutuhkan pendampingan khusus. Tetapi hal ini juga tidak mengabaikan hak-hak anak yang menjadi saksi dan menjadi korban. Sebagaimana Suharto (2015: 15) mengatakan bahwa proes-proses pendampingan anak yang

(40)

27

berhadapan dengan hukum, sebagian besar dilakukan dalam konteks pelaku tindak pidana. Pendampingan khusus pada pelaku juga tidak serta merta dapat disalahkan, karena yang paling banyak menuai masalah ada pada sisi pelaku tindak pidana. Namun demikian hal ini tidak mengabaikan pada kebutuhan saksi dan korban, sebab keduanya juga sama-sama berhadapan dengan hukum.

Penyebutan anak pelaku tindak pidana seringkali disebut sebagai anak nakal. Sebagaimana dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Pasal 1 butir 2, yang dimaksud dengan anak nakal adalah:

1. Anak yang melakukan tindak pidana

2. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain di masyarakat dimana ia hidup.

Kenakalan anak disebut juga dengan Juvenille Delliquency.

Juvenille dalam bahasa indonesia artinya anak-anak sedangkan Delliquency artinya terabaikan atau mengabaikan yang kemudian

diperluas artinya menjadi jahat, kriminal, pelanggar aturan dan lain-lain. Suatu perbuatan dikatakan Delliquency yaitu saat perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada di masyarakat dimana ia hidup atau sebuah tindakan anti sosial yang di dalamnya terkandung unsur-unsur anti normatif. (Sudarsono dalam Djamil 2013, 35)

Rasanya lebih pantas ucapan kenakalan anak dibanding dengan istilah kejahatan anak, karena terlalu ekstrim apabila anak yang melakukan tindak pidana disebut sebagai penjahat. Sementara hal

(41)

ini merupakan proses alami kehidupan manusia yang semuanya tidak mungkin tidak mengalami ujian dalam melewati proses kedewasaannya.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Soetodjo dalam bukunya (2006, 16) menyatakan bahwa fase-fase remaja atau yang disebut

adolscent adalah proses transisi dimana perilaku anti sosial yang

potensial disertai dengan pergolakan hati membuat anak sering kehilangan kontrol, sehingga emosi yang ditimbulkan akan menjadi bumerang bagi dirinya. Apabila dibiarkan tanpa adanya bimbingan dan pengawasan, maka gejala kenakalan anak ini akan menjadi tindakan yang mengarah kepada kriminalitas.

b. Sebab-Sebab Kenakalan Anak

Berkata pepatah ada asap tidak mungkin tidak ada api, yang artinya tidak mungkin segala sesuatu terjadi tanpa sebab begitu saja. Begitu pula dengan kenakalan anak pasti memiliki sebabnya, karena kenakalan anak ini dapat membuat anak menjadi berhadapan dengan hukum.

Segala sesuatu yang dikerjakan oleh manusia pasti ada dasarnya, ada sesuatu yang mempengaruhi mengapa hal itu dilakukan. Hal ini bisa disebut sebagai motivasi atau dorongan. Kenakalan pada anak terjadi karena adanya motivasi. Motivasi sering diartikan sebagai dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan

Motivasi yang menyebabkan kenakalan pada anak terdiri dari motivasi intrinsik (dari dalam diri anak) dan motivasi ekstrinsik (dari

(42)

29

luar diri anak). Romli (dalam Soetodjo 2006, 17) menjelaskan mengenai motivasi dari kenakalan anak:

1. Motivasi intrinsik kenakalan anak

Adalah dorongan yang ada pada diri seseorang yang tidak perlu disertai perangsang dari luar. Yang termasuk motivasi intrinsik kenakalan anak yaitu:

a. Fakor Intelegentia

Intelegentia atau yang disebut dengan kecerdasan. Anak-anak yang melakukan perbuatan nakal pada umumnya mempunyai tingkat kccerdasan yang lebih rendah dan ketinggalan dalam pencapaian hasil. Dengan kurangnya wawasan dan kecerdasan yang rendah, anak-anak akan mudah terbawa oleh ajakan buruk untuk melakukan perilaku jahat. Anak-anak yang tidak begitu memiliki wawasan dan kurang dalam pencapaian hasil, ia cenderung tidak memikirkan sebab dan akibat atas apa yang akan ia lakukan karena ia kesulitan dalam menganalisa sesuatu yang akan terjadi. Sehingga banyak anak yang terjerumus dalam kenakalan tidak menyadari bahwa apa yang ia lakukan adalah salah.

b. Faktor Usia

Stephen Hurwitz (dalam Romli yang dikutip dalam Soetodjo, 2006, 18) mengatakan bahwa age is importance

factor in the causation of crime (usia adalah faktor penting

dalam sebab timbulnya kejahatan). Pendapat tersebut juga berlaku pada kenakalan yang terjadi pada anak. Anak yang dikategorikan berhadapan dengan hukum adalah anak yang usianya di bawah 18 tahun. Dimana pada anak usia di

(43)

bawah 18 tahun adalah usia menuju dewasa yang sedang mengalami proses menemukan jati diri.

Fase remaja sering dikaitkan dengan fase yang penuh masalah. Yaitu fase yang dialami oleh remaja dimana timbul kegelisahan akibat perubahan serta pertumbuhan dari fungsi-fungsi hormonalnya.

Terkadang remaja dalam lingkungan masyarakat berada pada 2 posisi yang membuatnya sulit menjadi diri sendiri yaitu saat remaja dituntut bertingkah laku seperti orang dewasa dengan segala kewajiban dan tuntutannya. Namun di sisi lain remaja masih diperlakukan sebagai anak-anak yang tidak dipercaya dan kurang bebas dalam menentukan pilihannya. Keadaan seperti yang membuat remaja menjadi egois, sangat kritis dan cenderung selalu ingin melawan. Secara umum, perlawanan yang dilakukan oleh remaja seringkali tidak bisa diawasi langsung oleh orang tua maupun guru seperti penyalahgunaan obat-obatan terlarang, merokok, menghina orang lain dan lain sebagainya. Dalam pandangan remaja, perhatian orang tua atau guru yang negatif seperti memarahinya dan menghukumnya justru membuatnya semakin mengembangkan perilaku negatif yang tidak kita kehendaki. (Mulyadi & Erlinda, 2017)

c. Faktor Jenis Kelamin

Kenakalan pada anak bisa terjadi pada anak laki-laki maupun anak perempuan. Adanya perbedaan jenis kelammin, mengakibatkan pula timbulnnya perbedaan, tidak hanya dari segi kuantitas kenakalan tetapi juga dari segi

(44)

31

kualitas kenakalan. Seringkali berita yang muncul di media massa menunjukkan banyaknya anak laki-laki yang melakukan perilaku kejahatan seperti: pencurian, pengeroyokkan, pembunuhan, perkosaan, dan lain-lain. Sedangkan pelanggaran yang banyak dilakukan oleh anak perempuan seperti perbuatan pelanggaran ketertiban umum, pelanggaran kesusilaan misalnya melakukan persetubuhan di luar pernikahan .

d. Faktor Kedudukan Anak dalam Keluarga.

Mengenai kedudukan anak, De Creef (dalam Romli yang dikutip dalam Soetodjo 2006: 20) menyelidiki 200 orang anak narapidana kemudian didapat kesimpulan kebanyakan mereka berasal dari extreme position in the family, yakni:

first born, last born, dan only child.

Last born atau yang sering disebut anak bungsu seringkali

mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya tanpa harus berkompetisi. Anak bungsu akan tetap menjadi subjek kasih sayang yang lebih dari kedua orang tuanya, sedangkan saudara lainnya justru seringkali mendapat nasihat dan banyak perintah. Hal inilah yang menjadikan anak bungsu tidak siap untuk menghadapi tantangan kehidupan sehingga ia mudah terjerumus ke dalam tindakan yang mengakibatkan psikisnya terganggu. Para pakar mengatakan bahwa penyakit psikis seperti pada pengguna narkoba dan alkohol sering dialami oleh anak bungsu (Syarqawi 2005, 60)

(45)

Sering kita jumpai betapa banyak anak yang terlalu dimanjakan oleh orang tuanya. Orang tua memberikan segala sesuatu yang anak inginkan dan orang tua memberikan pengawasan yang sangat luar biasa. Hal ini lah yang membuat seorang anak sulit untuk bergaul dengan lingkungan sosialnya, apalagi jika anak tidak dipenuhi keinginannya oleh orang tuanya, maka ia akan berusaha mendapatkan apa yang diinginkannya bahkan dengan cara kejahatan sekalipun.

2. Motivasi Ekstrinsik Kenakalan Anak

Motivasi ekstrinsik yang menjadi penyebab kenakalan anak, meliputi:

a. Faktor Keluarga

Keluarga menjadi tempat pembelajaran bagi anak yang pertama. Di dalamnya, anak bertumbuh dan berkembang dengan pengasuhan keluarga. Oleh karena itu, keluarga dapat mempengaruhi perkembangan anak. Apabila keluarga menanamkan dan mencontohkan hal yang positif maka akan timbul pula hal-hal yang positif dalam diri anak. Begitu pula sebaliknya, jika di dalam keluarga banyak dicontohkan hal-hal yang negatif dan anak tidak diberitahu bagaimana membedakan sesuatu hal yang baik dan buruk, maka anak akan cenderung mencontoh perilaku negatif.

Ada beberapa sebab yang menimbulkan anak melakukan tindak kenakalan atau kejahatan yaitu keluarga yang tidak normal (broken home) dan keadaan jumlah anggota keluarga yang kurang menguntungkan.

(46)

33

Menurut Ny. Moelyatno (dalam Soetodjo 2006, 21) mengatakan bahwa kemungkinan besar penyebab kenakalan anak adalah broken home, di mana terutama perceraian atau perpisahan orang tua mempengaruhi perkembangan anak. Dalam broken home, prinsipnya struktur keluarga tersebut sudah tidak lengkap lagi disebabkan adanya hal-hal:

a) Salah satu dari keduanya atau kedua-duanya meninggal dunia sehingga salah satu orang tua menjadi single

parent.

b) Adanya perceraian orang tua yang juga menyebabkan salah satu orang tua menjadi single parent.

c) Apabila kedua orang tua sudah berpisah dan salah satu dari kedua orang tua atau keduanya tidak hadir secara kontinu dalam waktu yang cukup lama.

Penyebab keadaan keluarga tidak normal bukan hanya terjadi pada broken home saja, tetapi juga terjadi pada lingkungan masyarakat modern dan kemudian timbul gejala broken home semu (quasi broken home) yaitu kedua orang tua yang masih utuh tetapi karena masing-masing memiliki kesibukan sehingga orang tua tersebut tidak sempat memperhatikan perkembangan anak-anaknya.

b. Faktor Pendidikan dan Sekolah

Sekolah menjadi pembimbing bagi pembinaan jiwa anak-anak, artinya sekolah ikut bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak bukan hanya pendidikan keilmuan tetapi juga pendidikan karakter. Semakin banyaknya

(47)

kenakalan anak secara tidak langsung menunjukkan kurang berhasilnya sistem pendidikan di sekolah-sekolah.

Sekolah menjadi tempat pendidikan bagi anak setelah keluarga. Beberapa kegiatan yang dilakukan di sekolah dapat mempengaruhi sikap anak dalam bertindak. Pergaulan dengan teman-teman di sekolah dan interaksinya dengan warga sekolah lainnya dapat menimbulkan efek yang negatif bagi anak. Misalnya, ia berteman dengan teman-teman yang suka membolos sekolah kemudian menongkrong dan berkumpul dengan siswa-siswa lainnya dan biasanya mereka sering terbawa dalam kegiatan tawurran antar sekolah. Maka hal ini akan berdampak negatif bagi anak, sehingga ia terbawa ke dalam pengaruh lingkungan yang buruk.

Zakiah Darajat (dalam Soetodjo 2006, 23) mengatakan bahwa ada pengaruh negatif yang mempengaruhi proses pendidikan di sekolah antara lain, kesulitan ekonomi yang dialami guru dapat mengurangi perhatiannya kepada anak yang dididik. Guru yang sering tidak masuk, akibatnya anak didik akan terlantar. Bahkan sering terjadi guru marah kepada muridnya, biasanya guru melakukan demikian bila terjadi sesuatu hal yang menghalangi keinginannya. Guru akan marah apabila kehormatannya direndahkan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dengan demikian, proses pendidikan yang kurang begitu menguntungkan bagi anak akan berpengaruh kepada perkembangan jiwa anak sehingga akan menimbulkan kenakalan anak.

(48)

35

c. Faktor Pergaulan Anak

Tingkah laku anak banyak dipengaruhi oleh pergaulan lingkungannya. Pergaulannya seringkali menekan diri anak untuk melalukan perilaku buruk hingga anak merasa bahwa apa yang ia lakukan tidak salah. Akhirnya, anak menjadi mudah melanggar norma, peraturan dan hukum-hukum lainnya.

Sehubung dengan itu Sutherland (dalam Soetodjo 2006, 24) mengembangkan teori Assosiation Differential yang menyatakan bahwa anak yang terlibat dalam kenakalan disebabkan oleh partsipasinya di tengah-tengah suatu lingkungan sosial yang mana ide dan teknik delinkuen tertentu dijadikan sebagai sarana untuk pemecahan masalah. Karenanya, semakin luas anak bergaul maka semakin intensif relasinya dengan anak nakal dan akan menjadi semakin lama pula proses berlangsungnya asosiasi diferensial tersebut.

d. Pengaruh Media Massa

Media massa juga memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap timbulnya kenakalan pada anak. Media massa menyajikan tayangan atau tontonan yang justru membuat anak berkeinginan atau bahkan melakukan perilaku yang ia lihat di tayangan media. Seperti adegan berbuat jahat misalnya, tayangan tersebut akan terekam dalam memori anak kemudian anak akan cenderung mengikuti perilaku buruk tersebut. Begitu pula dengan tayangan pornografi yang saat ini mudah ditemukan di

(49)

beberapa tayangan film yang tidak disensor. Tayangan film porno yang ditonton oleh anak akan berpengaruh negatif terhadap perkembangan jiwa anak.

Begitu pula dengan film-film yang menampilkan aksi kekerasan dan kriminalitas juga akan mempengaruhi perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan penyensoran film-film yang buruk bagi kejiwaan anak dan menyediakan tontonan yang menekankan pada aspek pendidikan. Hal ini juga tidak terlepas dari pengawasan orang tua tentunya. c. Perlindungan Hukum Bagi Anak

Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) merupakan anak yang mendapatkan perlindungan khusus oleh negara. Anak yang Berhadapan dengan Hukum wajib dilindungi agar hak dan kewajibannya tetap melakat pada dirinya. Dalam hal ini, perlindungan anak merupakan segala usaha untuk mewujudkan keadilan bagi anak yang berhadapan dengan hukum untuk menciptakan setiap kondisi bahwa anak tetap dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan diri anak secara mental, fisik maupun sosial (Krisna 2016, 92).

Terkait urgensi perlindungan bagi anak, dalam hal ini Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (dalam Krisna 2016, 99-102) telah mensahkan deklarasi tentang hak anak. Deklarasi tentang hak anak memuat 10 asas, yaitu:

1. Setiap anak tanpa terkecuali harus dijamin hak-haknya tanpa membedakan jenis kelamin, warna kulit, ras, agama, suku bangsa,

(50)

37

tingkatan sosial atau pun status lainnya baik yang ada dalam dirinya ataupun ada pada keluarganya.

2. Anak berhak memperoleh perlindungan khusus yang terjamin oleh hukum agar ia dapat mengembangkan dirinya secara mental, fisik, spiritual dan sosial dalam situasi dan kondisi normal.

3. Anak berhak memiliki nama dan kebangsaan sejak ia dilahirkan. 4. Anak berhak dijamin pertumbuhannya secara sehat baik sebelum

maupun sesudah kelahirannya.

5. Anak yang mengalami cacat mental, fisik maupun lemah kedudukannya berhak mendapat perawatan, pendidikan dan perlakuan khusus.

6. Anak berhak tumbuh dalam suasana kasih sayang dan keharmonisan keluarga. Maka dari itu, anak berhak diasuh langsung oleh kedua orang tuanya dan anak dibawah usia 5 tahun tidak diperkenankan berpisah dengan ibunya. Bagi anak yang tidak memiliki keluarga maka masyarakat dan pemerintah wajib memberikan perawatan khusus untuk anak yang tidak memiliki keluarga.

7. Anak berhak mendapatkan akses pendidikan, minimal memperoleh pendidikan di tingkat sekolah dasar. Kepentingan pendidikan anak haruslah menjadi fokus utama bagi orang tua. Karena anak berhak meningkatkan pengetahuannya, mengembangkan dirinya sehingga ia mampu bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan dan menjadi individu yang berguna dalam masyarakat.

8. Anak berhak diutamakan dalam hal perlindungan dan pertolongan. 9. Anak berhak dilindungi dari segala bentuk eksploitasi. Anak tidak

(51)

diperbolehkan terlibat dalam pekerjaan yang dapat mengganggu perkembangan dirinya secara fisik, mental maupun sosialnya. 10. Anak berhak dilindungi dari segala hal yang merupakan

diskriminasi. Baik diskriminasi agama, diskriminasi sosial maupun bentuk diskriminasi lainnya. Mereka berhak tumbuh dalam kondisi dan situasi penuh perdamaian, toleransi dan kasih sayang.

B. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran menjelaskan bagaimana pengaruh dinamika kelompok terhadap keberfungsian sosial anak yang berhadapan dengan hukum. Dinamika kelompok merupakan salah satu kegiatan dari proses intervensi group work yang dilakukan oleh pekerja sosial. Pada hakikatnya, fokus dari pekerjaan sosial adalah memperbaiki keberfungsian sosial individu, kelompok atau masyarakat.

Keterangan berhubungan secara langsung

Bagan 2. Kerangka Pemikiran

C. Hipotesis

Hipotesis merupakan anggapan awal terhadap penelitian yang akan dilakukan kemudian membuat suatu teori yang masih harus diuji keabsahannya. Berdasarkan pada masalah pokok dan tinjauan pustaka, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Keberfungsian sosial (Y) Dinamika kelompok (X)

(52)

39

H0: “Tidak Terdapat Pengaruh Dinamika Kelompok Terhadap Keberfungsian Sosial Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) di BRSAMPK Handayani”

H1: “Terdapat Pengaruh Dinamika Kelompok Terhadap Keberfungsian Sosial Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) di BRSAMPK Handayani”

(53)

40 BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan pengambilan data menggunakan kuesioner yang ditujukan kepada responden yaitu Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) di BRSAMPK Handayani Jakarta

B. Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian ini adalah positifistik C. Jenis Penelitian

Sesuai dengan judul penelitian yaitu pengaruh dinamika kelompok terhadap keberfungsian sosial, maka jenis penelitian ini adalah regresi.

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Anak yang Berhadapaan dengan Hukum di Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani yang berjumlah 54 anak. Peneliti menjadikan BRSAMPK Handayani sebagai tempat penelitian karena BRSAMPK Handayani adalah salah satu lembaga yang berfokus dalam memberikan perlindungan kepada anak-anak yang berhadapan dengan hukum.

Salah satu bimbingan yang diberikan lembaga kepada anak yang berhadapan dengan hukum adalah bimbingan sosial. Kegiatan dalam bimbingan sosial salah satunya adalah dinamika kelompok. Oleh sebab itu, peneliti akan meneliti dinamika kelompok.

(54)

41

2. Sampel

Penelitian tidak akan dapat berjalan apabila tidak ada sampel. Karena sampel menjadi penyedia data yang dibutuhkan oleh peneliti. Sampel adalah kumpulan beberapa subjek yang memiliki

karakteristik sama dengan populasi. Sampel dalam penelitian haruslah yang bersifat representatif. (Nurgiyantoro dkk 2012, 21)

Namun dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah seluruh anak yang berhadapan dengan hukum di BRSAMPK Handayani. Hal ini sesuai yang dijelaskan oleh Suharsimi (2010, 112) yang mengatakan apabila jumlah subjeknya kurang dari 100 sebaiknya diambil keseluruhannya, sedangkan jika subjeknya lebih dari 100 orang maka dapat diambil 10-15% atau 20-25% atau bahkan lebih.

Jumlah anak yang berhadapan dengan hukum di BRSAMPK Handayani adalah 54 orang, maka sampel yang diambil adalah 54 orang.

E. Sumber Data

Dalam penelitian ini, penulis mengambil sumber data dari 2 jenis sumber, yaitu:

1. Data primer merupakan data yang didapat dari kuesioner yang disebar kepada anak-anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) di BRSAMPK Handayani.

2. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil studi dokumentasi penelitian terdahulu, jurnal, artikel yang sesuai dengan tema penelitian.

Gambar

Tabel 1 Skala Likert Dinamika Kelompok  Pernyataan  Favorable  Unfavorable
Tabel 3 Hasil Uji Reliabilitas Variabel X
Tabel 4 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Y
Tabel 5 Presentase Jenis Kelamin Responden  JENIS KELAMIN  Frequenc y  Percent  Valid  Percent  Cumulative Percent  Valid  L  53  98,1  98,1  98,1  P  1  1,9  1,9  100,0  Total  54  100,0  100,0
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini berjudul “Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Lansia Berbasis Partisipasi Masyarakat (Studi Desa Tlekung, Kecamatan Junrejo, Kota Batu)”, ditulis untuk

Adapun yang menjadi ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian ini adalah karena peran dan fungsi Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) di kelurahan Sudimara Jaya

Pengamatan terhadap interaksi ini masih terkait dengan peran anggota kelompok, dimana peran yang dilakukan oleh anggota kelompok secara langsung juga akan

Adapun maksud tujuan dari skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat guna menyelesaikan program studi strata satu ( SI ) Ilmu komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

kesejahteraan sosial anak untuk anak balita terlantar, anak jalanan, anak dengan kecacatan, anak. berhadapan dengan hukum, dan anak yang membutuhkan

Subjek penelitian ini melibatkan masyarakat di Nagori Totap Majawa Kabupaten Simalungun yang melakukan simpan pinjam melalui BUMDES (Badan Usaha Milik Desa)

Sebagai Media Komunikasi Tradisional Dalam Desa Pakraman Di Bali (Studi Kasus di Banjar Sari Desa Pakraman Sukahet dan Banjar Pande Mas Desa Adat Kuta) dapat diselesaikan

Pada tahun 2000, Presiden Ali Abdullah Saleh pertama kali melakukan kunjungan resminya ke Iran yang merupakan tonggak penting dinamika hubungan bilateral antara kedua negara.4 Setelah