• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

a. Definisi Usaha Kecil Menengah

Di Indonesia, UKM tidak memiliki satu definisi yang standar. Beberapa lembaga atau intansi bahkan UU memberikan definisi Usaha Kecil Menengah (UKM), diantaranya adalah Badan Pusat Statistik (BPS), Keputusan Menteri Keuangan Np 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, dan UU No.20 Tahun 2008. Definisi UKM yang disampaikan berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.

1) Badan Pusat Statistik (BPS)

BPS mendefinisikan jumlah tenaga kerja. Usaha Kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang, sedangkan Usaha Menengah merupakan entitas usaha menengah merupakan entitas usaha yang memiliki tenaga kerja 20 s.d 99 orang.

2) Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM).

Definisi UKM menurut Menengkop dan UKM bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK) adalah entitas usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara

(2)

itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan, merupakan entitas usaha.

3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dam Menengah. Usaha Kecil adalah entitas yang memiliki kriteria sebagai berikut : (a) Kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan (b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). Sementara itu, yang disebut dengan Usaha Menengah adalah entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut : (a) Kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan (b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

4) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994.

Usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun

(3)

setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau aset setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari : (a) Badan usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan (b) Perorangan (pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa).

b. Kriteria UKM

Terdapat beberapa ciri-ciri UKM diantaranya : (Raselawati, 2011)

1) Ketrampilan dasar yang dimiliki umumnya sudah ada secara turun-temurun. 2) Menggunakan teknologi sederhana sehingga mudah dilakukan alih

teknologi.

3) Melibatkan masyarakat setempat yang termasuk dalam ekonomi lemah, sehingga secara ekonomis menguntungkan.

4) Bersifat padat karya atau menyerap banyak tenaga kerja.

5) Memiliki peluang pasar cukup luas, sehingga sebagian besar produknya terserap di pasar lokal/domestik dan tidak tertutup sebagian lainnya berpotensi untuk diekspor.

c. Klasifikasi kelompok UKM

Menurut Rahmana (2009) klasifikasi Usaha Kecil dan Menengah menjadi 4 kelompok, yaitu :

(4)

1) Livelihood Activities, merupakan UKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal.

2) Micro Entreprise, merupakan UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan.

3) Small Dynamic Entreprise, merupakan UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor. 4) Fast Moving Entreprise, merupakan UKM yang telah memiliki jiwa

kewirausahaan dan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB).

d. Pengukuran Kinerja Usaha Kecil dan Menengah

Pengukuran Kinerja UKM menurut Badan Pusat Statistik dapat dilihat dari beberapa indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk, diantaranya :

1) Nilai Tambah. UKM mampu menciptakan nilai tambah yang digambarkan dalam angka Produk Domestik Bruto (PDB) sektor UKM.

2) Jumlah unit usaha, Penyerapan tenaga kerja dan Produktivitas. Terdapat pengaruh yang diberikan UKM pada kesempatan kerja karena banyaknya jumlah unit usaha UKM.

3) Ekspor. UKM mampu menembus pasar global atau meningkatkan ekspor melalui hasil produksinya yang lebih banyak memanfaatkan sumber daya alam.

4) Investasi. Investasi merupakan penanaman modal pada UKM dalam menjalankan usahanya.

(5)

Sementara Tambunan (2002) juga memberikan pandangan mengenai pengukuran Kinerja UKM dengan beberapa indikator, diantaranya :

1) Kesempatan Kerja

UKM di Indonesia sangat penting terutama dalam hal penciptaan kesempatan kerja. Argumentasi ini didasarkan pada kenyataan bahwa, di satu pihak, jumlah angkatan kerja di Indonesia sangat berlimpah mengikuti jumlah penduduk yang besar, di pihak lain, Usaha Besar tidak mampu menyerap semua pencari kerja. Dikarenakan Usaha Besar membutuhkan pekerja dengan pendidikan formal yang tingi dan pengalaman kerja yang cukup, sementara UKM sebagian penididikannya berpendidikan rendah.

2) Produk Domestik Bruto (PDB)

Secara makro pengukuran kinerja perekonomian diukur dari peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) melalui beberapa sektor. Sementara itu, UKM mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan PDB Nasional.

3) Ekspor

Adanya kemampuan UKM di Indonesia dalam memanfaatkan sumber daya alam untuk menembus pasar global atau meningkatkan ekspornya atau menghadapi produk-produk impor di pasar domestik.

e. Permasalahan yang Dihadapi UKM

Dalam Kristiyanti (2012), pada dasarnya terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil Menengah (UKM). Diantaranya, meliputi :

(6)

1) Faktor Internal

a) Kurangnya Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan

Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk

mengembangkan suatu unit usaha. Karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup dan mengandalkan modal pemilik yang berjumlah terbatas sementara modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh oleh persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Selain itu, UKM juga menjumpai kesulitan dalam hal akses terhadap pembiayaan.

b) Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)

Keterbatasan kualitas SDM dalam Usaha Kecil Menengah baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan ketrampilannya sehingga sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya. Dikarenakan UKM pada dasarnya masih merupakan usaha yang turun menurun. Sehingga mengakibatkan usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Hal ini disebabkan oleh; (1) Lemahnya jaringan usaha dan kemampuan penetrasi pasar usaha kecil. (2)Mentalitas pengusaha UKM yang seringkali pula terlupakan dalam setiap pembahasan mengenai UKM, yaitu semangat entrepreneurship para pengusaha UKM itu sendiri. (3) Kurangnya transparasi informasi antara generasi awal pembangun UKM terhadap generasi selanjutnya.

(7)

2) Faktor Eksternal

a) Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif

Kebijaksanaan pemerintah untuk mengembangkan UKM dari tahun ke tahun terus dievaluasi dan disempurnakan, namun belum sepenuhnya kondusif. Masih terdapat persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dan menengah dengan pengusaha-pengusaha besar. Selain itu kebijakan perekonomian pemerintah yang dinilai tidak memihak pihak kecil seperti UKM dan lebih mengakomodir kepentingan para pengusaha besar.

b) Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha

Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga sarana dan prasarana yang dimiliki tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya. c) Implikasi Otonomi Daerah

Perubahan sistem akan memberikan dampak terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan baru yang diberikan pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing UKM. Disamping itu, semangat kedaerahan yang berlebihan terkadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usaha di daerah.

d) Implikasi Perdagangan Bebas

Diberlakukannya AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020 berimplikasi luas terhadap Usaha Kecil dan Menengah untuk bersaing

(8)

dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau UKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas.

e) Sifat Produk dengan Ketahanan Pendek

Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karaktarestik sebagai produk-produk dan kerajinan-kerajinan dengan ketahanan yang pendek. Sehingga produk-produk yang dihasilkan UKM Indonesia mudah rusak dan tidak tahan lama.

f) Terbatasnya Akses Pasar

Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapt dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.

f. Peran Penting UKM

UKM berperan dalam ekonomi Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha maupun dari penciptaan lapangan kerja. UKM termasuk kelompok usaha yang penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini disebabkan usaha kecil dan menengah merupakan sektor usaha yang memiliki jumlah terbesar dengan daya serap angkatan kerja yang signifikan. Pentingnya Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia ini telah ditunjukkan oleh bertahannya UKM di tengah krisis ekonomi global yang melanda beberapa tahun lalu (Kristiyanti, 2002).

(9)

Sedangkan menurut Dinas Koperasi (2008), peran UKM dalam perekonomian nasional yatiu; (1) UKM sebagai peran utama dalam kegiatan ekonomi. (2) UKM penyedia lapangan terbesar. (3) UKM berperan dalam mengembangkan perekonomian lokal dan juga pemberdayaan masyarakat. (4) UKM mampu menciptakan pasar baru dan sumber inovasi, serta kelima, UKM mampu membeerikan kontribusinya terhadap neraca pembayaran.

2. Penyerapan Tenaga Kerja UKM

a. Penyerapan Tenaga Kerja

Di Indonesia, pasar penyerapan tenaga kerja dibedakan atas sektor formal dan informal. Sektor formal atau modern mencakup perusahaan-perusahaan yang mempunyai status Hukum, pengakuan dan izin resmi serta umumnya mempunyai status Hukum, pengakuan, dan izin resmi serta umumnya berskala besar. Sedangkan sektor informal merupakan sektor yang memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) Kegiatan usaha umumnya sederahan; (2) Skala usaha relative kecil; (3) Usaha sektor informal umumnya tidak memiliki izin usaha; (4) Untuk bekerja di sektor informal biasanya lebih mudah daripada di sektor formal; (5)Tingkat penghasilan umumnya rendah; (6) Keterkaitan antar sektor informal dengan usaha lain sangat kecil; (7) Usaha sektor informal sangat beraneka ragam (Cahyono dalam Raselawati, 2011).

Penyerapan tenaga kerja adalah banyaknya lapangan kerja yang sudah terisi yang tercermin dari banyaknya jumlah penduduk bekerja. Penduduk yang bekerja

(10)

terserap dan tersebar di berbagai sektor perekonomian. Terserapnya penduduk bekerja disebabkan oleh adanya permintaan akan penyerapan tenaga kerja. Oleh karena itu, penyerapan tenaga kerja dapat dikatakan sebagai permintaan penyerapan tenaga kerja (Kuncoro, 2002).

b. Permintaan dan Penawaran Penyerapan Tenaga Kerja

Permintaan penyerapan tenaga kerja menjelaskan tentang hubungan kuantitas penyerapan tenaga kerja yang dikehendaki dengan tingkat upah. Permintaan pengusaha atas jumlah penyerapan tenaga kerja yang diminta karena orang tersebut dapat meningkatkan jumlah barang atau jasa yang diproduksi dan kemudian dijual kepada konsumen. Adanya pertambahan permintaan perusahaan terhadap penyerapan tenaga kerja bergantung kepada pertambahan permintaan masyarakat akan barang dan jasa yang diproduksi (Simanjuntak, 2011).

Pasar penyerapan tenaga kerja, seperti pasar lainnya dalam perekonomian dikendalikan oleh kekuatan penawaran dan permintaan. Seperti yang telah diketahui, bahwa pasar penyerapan tenaga kerja berbeda dengan sebagian pasar lainnya. Karena permintaan penyerapan tenaga kerja merupakan permintaan turunan. Sebagian besar jasa penyerapan tenaga kerja, bila dibandingkan dengan barang-barang jadi yang siap dinikmati oleh konsumen merupakan input untuk memproduksi barang-barang lainnya.

(11)

N

Jumlah Kesempatan Kerja

N N I I mpp=d p W1 Ting ka t Upa h W0 0 Jumlah Buruh (a) Perusahaan S*L E1 D E2 W Ting ka t W 0 0 (b) Perekonomian SL Grafik 2. 1 Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja

Sumber : Makroekonomi Teori Pengantar, Sadono Sukirno (2013); hal 77-78

Dalam grafik 2.1 diatas menunjukkan permintaan (D1) dan penawaran (SLdan S*L) tenaga kerja dalam perekonomian. Pada mulanya penawaran tenaga kerja adalah SL. Keseimbangan tingkat upah adalah W0 dan jumlah tenaga kerja yang digunakan adah N0. Perubahan pada tingkat upah sebesar jumlah tenaga kerja yang ditawarkan adalah N2 sedangkan seluruh pengusaha dalam perekonomian hanya ingin menggunakan sebanyak N2 tenaga kerja. Dengan demikian terjadi pengangguran tenag akerja sebanyak N0 dan N2. Kelebihan tenaga kerja ini akan menyebabkan kemerosotan upah sehingga tingkat dimana penawaran tenaga kerja yang baru sama dengan permintaan tenaga kerja. Keadaan tersebut dicapai di E1 dan dengan demikian upah adalah W1 dan jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam perekonomian N1 (Sukirno, 2013).

(12)

Permintaan penyerapan tenaga kerja berkaitan dengan jumlah penyerapan tenaga kerja yang dibutuhkan perusahaan atau instansi tertentu. Penyerapan tenaga kerja dipengaruhi oleh perubahan tingkat upah dan faktor-faktor lain yang memperngaruhi permintaan hasil (Sumarsono, 2003). Permintaan harga penyerapan tenaga kerja dipengaruhi oleh :

1) Perubahan tingkat upah

Perubahan tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan. Apabila digunakan asumsi tingkat upah naik maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut :

- Biaya produksi perusahaan akan naik akibat dari naiknya tingkat upah dan akan meningkatkan harga per unit produksi. Konsumen kemudian akan memberikan respon cepat apabila terjadi kenaikan harga barang, dengan mengurangi konsumsi atau tidak membeli sama sekali. Akibatnya banyak hasil produksi yang tidak terjual. Maka, penyerapan tenaga kerja akan berkurang akibat dari turunnya target produksi. Perencanaan jumlah penyerapan tenaga kerja yang dibutuhkan karena pengaruh turunnya skala produksi atau scale effect.

- Produsen akan lebih suka menggunakan teknologi padat modal untuk produksinya dan menggantikan penyerapan tenaga kerja dengan barang-barang modal seperti mesin dan lain-lain. Hal ini terjadi apabila upah naik dengan asumsi harga barang-barang modal lainnya tetap. Penurunan jumlah penyerapan tenaga kerja yang dibutuhkan karena adanya penggantian atau penambahan penggunaan mesin-mesin disebut efek substitusi kerja..

(13)

2) Perubahan akan permintaan hasil akhir produksi oleh konsumen. Apabila permintaan akan hasil produksi perusahaan meningkat, perusahaan cenderung untuk menambah kapasitas produksinya, untuk maksud tersebut perusahaan akan menambah penggunaan penyerapan tenaga kerjanya.

3) Harga barang modal turun. Apabila harga barang modal turun maka biaya produksi turun dan tentunya mengakibatkan harga barang per unit ikut turun. Pada keadaan ini perusahaan cenderung meningkatkan produksinya karena permintaan hasil produksi bertambah, akibatnya permintaan penyerapan tenaga kerja akan meningkat.

c. Ketidakseimbangan Penyerapan Tenaga Kerja

Masalah yang dapat muncul pada angkatan kerja adalah ketidakseimbangan antara permintaan akan tenaga kerja (demand for labor) dan penawaran tenaga kerja (supply of labor), pada suatau tingkat upah (Kusumosuwidho dalam Mulyadi, 2012).Ketidakseimbangan dapat berupa; (1) Lebih besarnya penawaran dibanding Permintaan terhadap tenaga kerja (excess suplly of labor) dan (2) Lebih besarnya Permintaan dibanding penawaran tenaga kerja (excess demand for labor).

(14)

N4 Excess DL W W2 0 D L SL N3

Grafik 2. 2 Ketidakseimbangan Penyerapan Tenaga Kerja

Sumber : Ekonomi Sumber Daya Manusia, Mulyadi S, (2012); hal 56-58

Keterangan

SL = Penawaran tenaga kerja (supply of labor) W = Upah riil

DL = Permintaan tenaga kerja (demand for labor) N = Jumlah tenaga kerja We N1 N2 Excess SL W W1 0 N (1) (2) Ne DL W 0 N DL SL SL

(15)

Dalam grafik diatas, jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang diminta, yaitu masing-masing sebesar Ne pada tingkat upah keseimbangan We. Titik keseimbangan dengan demikian adalah titik E. Disini tidak ada excess supply of labor maupun excess demand for labor. Pada tingkat upah keseimbangan We maka semua orang yang ingin bekerja telah dapat bekerja. Berarti tidak ada orang yang menganggur. Secara ideal keadaan ini disebut full employment pada tingkat upah We tersebut.

d. Hubungan Penyerapan Tenaga Kerja dengan Pertumbuhan PDRB

Dengan adanya penggunaan tambahan tenaga kerja di tingkat tertentu maka akan menghasilkan tambahan output produksi yang kemudian meningkatkan output nasional. Tanpa adanya peran tenaga kerja maka kegiatan produksi menjadi tidak berjalan. Akan tetapi penggunaan tenaga kerja yang tidak memadai juga akan mengganggu jalannya proses produksi sehingga output produksi akan menurun. Dengan menurunnya output produksi makan akan menurungkan tingkat konsumsi yang berakibat menurunnya tingkat investasi yang akan membuat kegiatan perekonomian lemah (Widhiyana dan Sulastri, 2015).

Sementara menurut Wicaksono dalam Widyantoro (2013), meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka akan meningkatkan jumlah tenaga kerja. Oleh karena itu, hubungan antara jumlah output dengan penyerapan tenaga kerja yaitu jika terjadi kenaikan Permintaan output yang dihasilkan sebuah perusahaan,

(16)

maka perusahaan tersebut akan meningkatkan jumlah tenaga kerjannya untuk meningkatkan produktivitas yang ada.

3. Ekspor UKM

Ekspor adalah penjualan barang ke luar negeri dengan menggunakan system pembayaran, kualitas, kuantitas, dan syarat penjualan lainnya yang telah disepakati oleh pihak eksportir dan juga importer. Permintaan ekspor adalah jumlah barang serta jasa yang diminta untuk diekspor dari suatu Negara ke Negara lain. Proses ekspor pada umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan barang atau komoditas dari dalam negeri untuk memasukannya ke Negara lain (Sukirno, 2013).

Sementara Madura (2001), ekspor adalah penjualan barang dan jasa kepada pembeli yang berdomisisli di Negara lain. Berbeda dengan Madura, pengertian ekspor menurut Setiano (2008) adalah perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam ke luar wilayah pabean suatu Negara ke Negara lain dengan memenuhi ketentuan berlaku.

a. Manfaat dari Kegiatan Ekspor

Manfaat ekspor menurut Sukirno (2010), sebagai berikut :

1) Memperluas Pasar bagi Produk Indonesia

Kegiatan ekspor merupakan salah satu cara untuk memasarkan produk Indonesia ke luar negeri. Sehingga ketika permintaan akan suatu produk ke

(17)

luar negeri, maka kegiatan produksi akan produk tersebut akan semakin berkembang.

2) Menambah Devisa Negara

Adanya perdagangan antar Negara memungkinkan eksportir Indonesia untuk dapat menjual barang kepada masyarakat di luar negeri. Dengan adanya transaksi yang berlangsung, maka akan menambah penerimaan devisa Negara. Dengan begitu kekayaan Negara dapat bertambah karena devisa merupakan salah satu sumber penerimaan Negara.

3) Memperluas Lapangan Kerja

Kegiatan ekspor akan mampu membuka lapangan kerja terutama bagi masyarakat. Karena dengan semakin luasnya pasar bagi produk Indonesaia, maka kegiatan produksi dalam negeri akan meningkat. Sehingga semakin banyak penyerapan tenaga kerja yang dibutuhkan semakin luas lapangan kerja yang disediakan.

b. Strategi Pengembangan Ekspor

Menurut Raselawati (2011) terdapat beberapa strategi dalam mengembangkan ekspor pada Usaha Kecil Menengah, diantaranya :

1) Salah satu langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam mengembangkan bisnis UKM adalah dengan mengembangkan iklim usaha yang kondusif. Dengan cara menciptakan lingkungan kebijakan yang kondusif bagi UKM. Artinya, lingkungan kebijakan yang dimaksud harus transparan dan tidak membebani UKM secara finansial dan juga berlebihan dan

(18)

pemerintah tidak perlu campur tangan secara berlebihan sehingga aturan-aturan yang menghambat kegiatan UKM perlu dihapuskan.

2) Pengembangan UKM yang sebelumnya diarahkan pada supply driver strategy sebaiknya diarahkan pada program UKM yang berorientasi pasar, dan didasarkan atas pertimbangan efisiensi dan kebutuhan rill UKM (market oriented, demand drived programs).

3) Kemudian untuk mendorong kinerja dan peran UKM dalam pasar bebas adalah dengan menumbuhkan usaha menengah dalam membangun struktur industri. Karena strategi pengembangan usaba menengah ini banyak dilupakan sejalan dengan kurang diperhatikannya entinitas dan posisi usaha menengah dalam pertumbuhan ekonomi ataupun dalam kebijakan pengembangan UKM. 4) Pengembangan institusi penunjang dengan melakukan optimalisasi peran

instituisi pendukung ekspor diharapkan mampu menyediakan informasi di pasar internasional bagi para eksportir, dengan memetakan para buyer yang mampu dan memiliki komitmen untuk menampung serta memasarkan produk Indonesia di Negara yang bersangkutan dengan memberi perlindungan dan konsultasi bisnis pada eksportir Indonesia yang akan masuk ke pasar luar negeri.

c. Hubungan Ekspor dengan Pertumbuhan PDRB

Menurut Widhiyana dan Sulastri (2015) Ekspor dan PDRB memiliki keterkaitan dimana ekspor secara langsung menyumbang pertumbuhan pendapatan nasional dan ekspor merupakan salah satu sumber untuk menambah

(19)

sumber devisa Negara serta mampu menciptakan kesempatan kerja. Dengan adanya peningkatan ekspor maka akan meningkatkan PDRB.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Syahza (2003) ekspor sangat berperan pada pertumbuhan PDRB. Peningkatan ekspor akan merangsang pertumbuhan ekonomi daerah karena berlakunya multiplier effect terhadap pendapatan daerah. Dengan berlakunya multiplier effect dapat meningkatkan PDRB seiring dengan meningkatnya investasi daerah tersebut.

4. Investasi UKM

Menurut Sukirno (2013) investasi dapat disebut dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal. Investasi merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat. Investasi juga dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pengeluaran penanaman modal untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian di masa yag akan datang.

Terdapat dua tujuan utama dalam investasi, yakni (1) Mengganti bagian dari penyediaan modal yang rusak (depresiasi) dan tambahan penyediaan modal yang ada. Sedangkan tujuan lainnya menyebutkan bahwa pengeluaran investasi adalah pembelian barang-barang yang memberi harapan menghasilkan keuntungan di masa akan datang. Harapan keuntungan ini digunakan sebagai faktor utama dalam pengambilan keputusan investasi (Kunarjo dalam Wahyudi, 2010).

(20)

Artinya, pertimbangan yang diambil oleh perusahaan dalam memutuskan membeli atau tidak barang dan jasa tersebut adalah harapan dari perusahaan akan kemungkinan keuntungan yang dapat diperoleh (dengan dijual atau digunakan untuk proses produksi). Dalam ekonomi makro sendiri, pengertian investasi lebih dipersempit yakni sebagai pengeluaran masyarakat yang ditujukan untuk menambah stok modal fisik (Dornbush dan Fischer dalam Wahyudi, 2010).

Menurut Sukirmo (2013) faktor-faktor utama yang menentukan tingkat investasi adalah; (1) Tingkat keuntungan yang diramalkan akan diperoleh, (2) Suku bunga, (3) Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan, (4) Kemajuan teknologi, dan (5) Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya.

Besar kecilnya investasi akan mempengaruhi kesempatan kerja dan penyerapan tenaga kerja. Maka, semakin besar investasi akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja, kesempatan kerja akan bertambah dan penyerapan tenaga kerja juga akan bertambah. Dengan begitu, pendapatan masyarakat akan meningkat sehingga akan tercapai kesejahteraan masyarakat (Karlita, 2013).

Menurut Laily dan Pristiyadi (2013) terdapat dua jenis investasi, yakni investasi riil dan investasi finansial. Dimana investasi riil adalah investasi terhadap barang-barang yang tahan lama (barang-barang modal) yang akan digunakan untuk proses produksi. Dimana investasi riil ini dibedakan menjadi tiga komponen, yaitu : 1) Investasi tetap perusahaan (Business Fixed Investment), 2)

(21)

Investasi untuk perumahan (Residential Contruction), 3) Investasi perubahan bersih persediaan perusahaan (Net Change in Business Inventory).

Dalam investasi persediaan terdapat model investasi yang paling sederhana yakni model percepatan. Dengan asumsi bahwa perusahaan menyimpan persediaan yang porposional terhadap tingkat output perusahaan. Maka ketika output naik, perusahaan ingin menyimpan lebih banyak persediaan, sehingga investasi persediaan tinggi. Sementara ketika output mengalami penurunan, perusahaan ingin menyimpan lebih sedikit persediaan, sehingga persediaan turun yang berakibat investasi persediaan menjadi negatif.

Investasi juga dapat diartikan sebagai suatu komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan di masa yang akan datang. Dalam hal ini adalah investasi yang dilakukan investor pada sektor UKM (Usaha Kecil Menengah).

a. Efisiensi Investasi Marjinal

Di dalam suatu waktu tertentu, misalnya dalam tempo setahun, dalam perekonomian akan terdapat banyak individu dan perusahaan yang mempertimbangkan untuk melakukan investasi. Efesiensi investasi marjinal dapat didefenisikan sebagai : suatu kurva yang menunjukkan hubungan di antar tingkat pengembalian modal dan jumlah modal yang diinvestasikan (Sukirno, 2013).

(22)

R2 R1 R0 I0 I 1 I2 MEI A B C 0

Investasi yang diperlukan

Ting ka t pen ge mbalian m oda l

Grafik 2. 3 Efisiensi Investasi Marjinal

Sumber : Makroekonomi Teori Pengantar, Sadono Sukirno (2013; hal 124)

Dalam gambar diatas, sumbu tegak menunjukkan tingkat pengembalian modal dan sumbu datar menunjukkan jumlah investasi yang akan dilakukan. Pada kurva MEI ditunjukkan tiga buah titik; A, B, dan C. Dimana titik A menggambarkan bahwa tingkat pengembalian modal adalah R0 dan investasi

adalah I0. Artinya, titik A menggambarkan bahwa dalam perekonpmian dapat

dilakukan kegiatan yang akan menghasilkan tingkat pengembalian modal sebanyak R0 atau lebih tinggi. Untuk mewujudkan investasi tersebut, maka modal

yang diperlukan adalah sebanyak I0. Titik B dan C juga menggambarkan

gambaran yang sama.

Titik B menggambarkan wujud kesempatan untuk menginvestasi dengan tingkat pengembalian modal R1 atau lebih, dan modal yang diperlukan adalah I1.

(23)

tingkat pengembalian modal sebanyak R2 atau lebih, diperlukan modal sebanyak I2 (Sukirno, 2013).

b. Hubungan Investasi UKM dengan Pertumbuhan Ekonomi

Tujuan dari investasi adalah untuk meningkatkan produksi dan produktifitas lebih tinggi yang akan memberikan surplus lebih besar, sehingga dapat berpengaruh terhadap proses investasi pada satu sektor terhadap sektor yang lain (Karib dalam Widyantoro, 2013).

Investasi dalam teori Harold dan Dommar memberi peran penting terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya mengenai watak ganda yang dimiliki investasi. Pertama, investasi memiliki peran ganda dimana dapat menciptakan pendapatan, dan kedua investasi dapat memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal (Jhingan dalam Wiranto, 2010).

Dalam Analasis Makro DIY Tahun 2014, dijelaskan bahwa investasi merupakan salah satu komponen penting dalam pembangunan ekonomi karena investasi memiliki keterkaitan dengan keberlangsungan kegiatan ekonomi masa datang. Dengan melakukan investasi diharapkan kapasitas produksi dapat ditingkatkan, yang artinya ada peningkatan output. Sehingga dengan adanya peningkatan output maka akan meningkatkan pendapatan. Dalam jangka panjang akumulasi investasi mampu mendorong perkembangan pada berbagai aktivitas ekonomi sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah khususnya investasi pada UKM.

(24)

Selain itu, menurut Maharani (2008) investasi mempunyai hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi karena peningkatan PDB tidak dapat dipisahkan dari meningkatnya investasi. Investasi yang ditanamkan pada sektor UKM mampu mendorong kenaikan output dan perminataan input sehingga akan berpengaruh pada kenaikan pendapatan dan perluasan kesempatan kerja yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi

Untuk merangsang pertumbuhan ekonomi, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan. Salah satunya adalah dengan menambah investasi. Dimana dengan investasi baru akan menambah stok modal sehingga akan menambah output nasional. Datrini (dalam Karlita, 2013) menyebutkan bahwa pembentukan modal baru/investasi dapat memperbesar kapasitas produksi yang mampu meningkatkan PDRB, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan nasional.

5. Pertumbuhan Ekonomi

Kinerja perekonomian suatu Negara dalam periode tertentu dapat diukur melalui suatu indikator penting yakni data mengenai pendapatan nasional. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktifitas perekonomian menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada periode tertentu, karena pada dasarnya aktifitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan turut meningkat (Basri, 2002).

(25)

Perekonomian dianggap mengalami pertumbuhan jika seluruh balas jasa riil terhadap penggunaan faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi lebih menunjukkan pada perubahan yang bersifat kuantitatif dan biasanya diukur dengan menggunakan data produk domestik bruto (PDB) atau pendapatan atau output perkapita (Basri, 2002).

Menurut Sadono (2013), kegiatan perekonomian meliputi perkembangan fiskal produksi barang dan jasa yang berlaku di suatu Negara, seperti pertambahan dan jumlah produksi barang industri, perkembangan infrastruktur, pertambahan jumlah sekolah, pertambahan produksi sektor jasa dan pertambahan produksi barang modal.

Terdapat beberapa cara untuk memperhitungkan pertumbuhan ekonomi baik dari sisi permintaan maupun sisi penawaran. Dilihat dari sisi permintaan (demand) yaitu dengan memperhitungkan komponen makro ekonomi seperti konsumsi, investasi, ekspor, dan impor sedangkan dari sisi penawaran (supply) dengan memperhitungkan nilai tambah setiap sektor dalam produksi nasional. Sementara Mankiw (2001) berpendapat untuk mengukur pertumbuhan ekonomi secara konvensional biasanya dengan menghitung peningkatan presentase Produk Domestik Bruto (PDB). PDB mengukur pengeluaran total dari suatu perekonomian terhadap berbagai barang dan jasa yang baru diproduksi pada suatu saat atau tahun serta pendapatan total yang diterima dari adanya seluruh produksi barang dan jasa tersebut atau secara lebih rinci, PDB merupakan nilai pasar dari

(26)

semua barang dan jasa yang diproduksi di suatu Negara dalam kurun waktu tertentu.

Sedangkan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi regional, digunakan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh jumlah unit usaha dalam suatu daerah/wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit kegiatan ekonomi dalam suatu daerah/wilayah pada suatu periode tertentu (Analisis Makro DIY, 2014).

6. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Menurut Arsyad (dalam Ahmad, 2014) PDRB adalah jumlah nilai tambah yang ditimbulkan berbagai sektor atau lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu daerah (regional). PDRB merupakan jumlah nilai output bersih perekonomian yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi suatu wilayah (provinsi dan kabupaten/kota), dalam satu kurun waktu tertentu (satu tahun).

Sementara definisi PDRB menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah jumlah nilai tambhan yang dihasilkan untuk seluruh wilayah usaha dan jasa dalam suatu wilayah dengan menjumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan seluruh unit ekonomi. Terdapat beberapa pendekatan untuk menghitung PDRB, yaitu : (Analisis Makro DIY, 2014).

(27)

a. Pendekatan Produksi

PDRB merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan seluruh unit usaha kegiatan ekonomi di suatu daerah/wilayah tertentu. Unit-unit ekonomi tersebut dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha/sektor, yaitu; (1) Pertanian, (2) Pertambangan dan Penggalian, (3) Industri Pengolahan, (4) Listrik, Gas,dan Air Bersih, (5) Konstruksi, (6) Perdagangan, Hotel, dan Restoran, (7) Pengangkutan dan Komunikasi, (8) Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan, (9) Jasa-jasa.

b. Pendekatan Pengeluaran

PDRB merupakan jumlah seluruh komponen permintaan akhir suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Komponen tersebut, meliputi; pengeluaran rumah tangga, pengeluaran konsumsi lembaga swasta nirlaba, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan infrastruktur, dan ekspor neto.

c. Pendekatan Pendapatan

PDRB merupakan jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta pada proses produksi suatu daerah/wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Misalnya, upah dan gaji, sewa tanah, bunga

(28)

modal, dan keuntungan. PDRB mencakup penyusutan barang modal tetap dan pajak tak langsung.

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Eko Oesman (2006), yang mengkaji tentang kinerja dan daya tahan UKM terhadap perubahan kebijakan makro ekonomi pemerintah di Jawa Timur dengan menggunakan pendekatan Input-Output. Hasil dari penelitian tersebut menghasilkan usaha kecil dan menengah mampu menyediakan kebutuhan barang dan jasa masing-masing sebesar 32,73 persen dan 12,54 persen. Kemudian permintaan akhir konsumsi rumah tangga dan ekspor barang-barang dan jasa UKM mampu meningkatkan sebesar 10% perekonomian Jawa Timur akan tumbuh sebesar 3,28%, penyerapan tenaga kerja sebesar 4,78 persen, dan pendapatan masyarakat sebesar 3,35 persen.

Dengan menaikkan permintaan komponen konsumsi rumah tangga dan ekspor untuk masing-masing skala usaha memperlihatkan bahwa usaha kecil memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dibanding dengan usaha besar. Sementara dengan adanya kenaikan BBM mampu memberikan dampak terhadap semua skala usaha dengan nilai impact yang berbeda. Kenaikan BBM tersebut memberikan efek kenaikan harga secara total pada usaha kecil sebesar 5,08 persen, usaha menengah sebesar 4,36 persen dan usaha besar sebesar 14,20.

(29)

Sementara Wirda Hanum (2010) melakukan penelitian tentang sejauh mana kontribusi UKM secara umum terhadap pertumbuhan Sektor Industri Sumatera Utara. Dengan menggunakan metode yang digunakan adalah metode kuantitatif data sekunder yang berbentuk angka tahun 1994-2008. Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut, terdiri atas variabel dependen yaitu pertumbuhan. Dan variabel independen terdiri atas penyerapan tenaga kerja UKM (X1), total output industri UKM (X2) dan jumlah usaha industri UKM (X3), karena variabel-variabel independen sangat mempengaruhi pertumbuhan industri Sumatera Utara. Hasilnya adalah sektor UKM memiliki kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, khususnya PDRB sektor industri. Terdapat juga faktor-faktor yang menjadi tantangan terhadap perkembangan UKM, serta faktor kewirausahaan berperan penting dalam peningkatan kapabilitas UKM di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara.

Ade Raselawati (2011) mengemukakan bahwa perkembangan UKM mampu memberikan kontribusi terhadap sektor UKM di Indonesia. Indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian seperti penyerapan tenaga kerja UKM, ekspor UKM, jumlah unit UKM, dan investasi UKM. Dalam penelitiannya, investasi merupakan faktor pendukung karena mampu memberikan nilai tambah secara signifikan terhadap PDB UKM. Sementara variabel ekspor memberikan pengaruh cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi pada sektor UKM di Indonesia karena dengan adanya perdagangan luar negeri dapat memberikan sumbangan yang akan mempercepat perkembangan ekonomi suatu Negara. Namun faktor lain

(30)

seperti penyerapan tenaga kerja UKM tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi sektor UKM di Indonesia.

Andre Widdyantoro (2013) dalam penelitian yang menguji tentang pengaruh PDB UKM, investasi UKM dan jumlah unit usaha UKM terhadap penyerapan tenaga kerja UKM di Indonesia menghasilkan bahwa PDB UKM berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja usaha kecil dan menengah. Metode analisis yang digunakan adalah metode regresi datapanel dengan Fixed Effect Model dan menggunakan 9 sektor ekonomi sebagai data cross section.

Penelitian yang dilakukan oleh Sekar Ajeng Kinasih (2011) Mengkaji pengaruh perkembangan industri UKM terhadap pertumbuhan sektor industri di Kabupaten Bantul tahun 1994-2009. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode OLS dengan teknik analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Pertumbuhan Jumlah Usaha dan Pertumbuhan Penyerapan tenaga kerja Industri UKM memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan PDRB. Sementara variabel Pertumbuhan Total Output Industri UKM tidak memberikan pengaruh signifikan pada Pertumbuhan PDRB. Sehingga secara bersama-sama, (3) variabel tersebut di atas memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen yaitu PDRB Kabupaten Bantul.

(31)

C. Hipotesis

Hipotesis adalah pendapat sementara dan pedoman serta arah dalam penelitian yang disusun berdasarkan pada teori yang terkait. Suatu hipotesis selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menggabungkan dua variabel atau lebih (Supranto dalam Ryan, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Raselawati (2013) mengatakan bahwa variabel tenaga kerja UKM tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi sektor UKM. Hal ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Hapsari, Hakim, dan Saleh (2014) dimana dalam penelitian yang dilakukan tidak terdapat pengaruh signifikan antara penyerapan tenaga kerja dengan pertumbuhan ekonomi. Namun penelitian yang dilakukan Kinasih (2011) mengatakan variabel tenaga kerja berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan PDRB.

Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Raselawati (2013) menyatakan bahwa variabel ekspor berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi UKM. Hal ini dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Widhiyana dan Sulastri (2015) dimana ekspor berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan PDRB.

Sementara penelitian yang dilakukan oleh Raselawati (2013) menyatakan bahwa investasi UKM berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Disamping itu penelitian tersebut diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Maharani Tejasari (2008) dimana kesimpulan

(32)

yang didapatkan bahwa investasi memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan penjelasan penelitian terdahulu dan rumusan diatas, maka dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis sementara antara variabel-variabel terkait untuk dilakukan pengujian berpengaruh atau tidaknya variabel independen terhadap variabel dependen. Hipotesis sementara dalam penelitian ini adalah :

1. Diduga variabel penyerapan tenaga kerja UKM berpengaruh positif terhadap pertumbuhan PDRB DIY.

2. Diduga variabel ekspor UKM berpengaruh positif terhadap pertumbuhan PDRB DIY.

3. Diduga variabel investasi UKM berpengaruh positif terhadap pertumbuhan PDRB DIY.

4. Diduga variabel penyerapan tenaga kerja UKM, ekspor UKM dan investasi UKM secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap pertumbuhan PDRB DIY.

D. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini menganalisis pengaruh beberapa variabel kinerja UKM seperti penyerapan tenaga kerja UKM, ekspor UKM, dan investasi UKM terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan maksud untuk melihat kontribusi kinerja UKM yang berada di tiga wilayah Provinsi DIYogyakarta yaitu

(33)

Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Kulon Progo terhadap pertumbuhan regional DIY pada tahun 2000-2014.

Gambar 2. 6 Kerangka Pemikiran

E.

Penyerapan Tenaga Kerja UKM (+)

Ekspor UKM (+)

Investasi UKM (+)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Gambar

Grafik 2. 2  Ketidakseimbangan Penyerapan Tenaga Kerja
Grafik 2. 3 Efisiensi Investasi Marjinal
Gambar 2. 6 Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Secara manual penataan biasanya disusun berdasarkan klasifikasi, dan yang telah mengelola dengan SiMARDi sebaiknya disusun berdasarkan nomor urut surat masuk dan keluar,

Cara ini didasarkan kepada kenyataan bahwa penurunan titik beku suatu larutan bergantung pada jumlah bagian-bagian yang terlarut.. Jadi penurunan titik beku larutan bisa juga

 Berfungsi sebagai penghubung antara perangkat analog atau digital yang berada di luar sentral EWSD dengan Switching Network..  Pada LTG dapat terpasang saluran pelanggan, Trunk

Penelitian menemukan: pasar tenaga kerja PNS guru dalam kurun waktu 10 tahun terakhir tidak melaksanakan open recruitment pegawai melalui tes ujian tertulis,

“(1) Perwalian hanya terhadap anak yang belum berumur 21 tahun dan atau belum pernah melangsungkan perkawinan; (2) Perwalian meliputi perwalian terhadap diri dan harta kekayaan;

Setiap tanggal 22-30 setiap bulannya, Komisi Tugas Akhir akan menentukan usulan judul skripsi yang diterima beserta nama dosen pembimbing utama, kedua dan (dosen penguji menjelang

TEKNOLOGI BIJIRIN DAN KEKACANG Pra Syt : FST4821 KIMIA DAN TEKNOLOGI HASILAN TUMBUHAN DAN HAIWAN. Pra Syt : FST4822 AMALI KIMIA DAN TEKNOLOGI HASILAN

Surat izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada hutan tanaman industri dalam hutan tanaman (sagu) kepada PT National Timber and Forest Product atas areal hutan