PHYLUM PLATYHELMINTHES LAPORAN PRAKTIKUM
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Zoologi Invertebrata yang diampu oleh Dra. Ammi Syulasmi, M.S. , dan Rini Solihat, S.Pd., M.Si.
oleh:
Kelompok 1
Pendidikan Biologi A 2017
Amalia Karim (1702574)
Dimas Caesaria Novianto (1701869)
Mauli Novilda Afifa (1702363)
Vanni Destianti Kurnia (1705682)
Vira Berliani (1701410)
DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
A. Judul Laporan
Phylum Platyhelminthes.
B. Waktu Pelaksanaan Hari : Selasa
Tanggal : 20 Maret 2018 Waktu : 07.00 – 09.30 WIB
Tempat : Laboratorium Struktur Hewan
Departemen Pendidikan Biologi UPI.
C. Tujuan
1. Mengenal keanekaragaman hewan Phylum Platyhelminthes
2. Observasi morfologi dan struktur tubuh hewan Phylum Platyhelminthes 3. Mengelompokan hewan-hewan Phylum Platyhelminthes ke dalam classis
yang berbeda berdasarkan persamaan dan perbedaan ciri. 4. Observasi dan identifikasi ciri-ciri khas setiap classis
D. Landasan Teori
1. Pengertian Phylum Platyhelminthes
darah. Sistem pencernaannya tidak sempurna, karena mereka belum mempunyai anus.
Ukuran tubuh Platyhelminthes beranekaragam, mulai dari ukuran yang hamoir mikroskopis hingga yang panjangnya dapat mencapai 20 m. Tubuh Platyhelmintes simetri bilateral, artinya bagian tubuh yang sama didestribusikan secara merata dari pusat tubuh.
2. Struktur dan Fungsi Tubuh Phylum Platyhelminthes
Platyhelminthes merupakan hewan yang tidak memiliki rongga tubuh sehingga disebut hewan aselomata. Tubuhnya tersusun oleh tiga lapisan (triploblastik), yaitu lapisan luar (ektoderm), lapisan tengah (mesoderm) dan lapisan dalam (endoderm). Dinding tubuh bagian luar disebut epidermis dan ditutupi oleh sel halus yang bersilia. Lapisan dalam tersusun oleh otot yang berkembang dengan baik. Pada ujung tubuhnya terdapat kepala yang tumpul atau membulat, sedangkan pada ujung lainnya terdapat bagian ekor yang meruncing.
Gambar 1. Struktur Tubuh Platyhelminthes (Sumber: Addison Wesley Longman, Inc. 1999)
pusat dari saluran eksresi merupakan sel api yang memiliki silia dan ketika silia tersebut bergerak sel ini akan terlihat seperti kobaran api, sehingga disebut sel api. Fungsi silia pada sel api adalah untuk mengatur pergerakan cairan. Pada cacing hati terdapat dua bintik mata pada bagian kepalanya. Bintik mata tersebut mengandung pigmen yang disebut oseli. Indra peraba pada Planaria disebut aurikula (telinga), ada juga yang memiliki organ keseimbangan dan organ untuk mengetahui arah aliran air (reoreseptor). 3. Sistem Organ pada Phylum Platyhelminthes
a. Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan dari Platyhelminthes terdiri atas mulut, faring dan usus. Faring dapat keluar dari mulut untuk menangkap makanan, kemudian masuk ke mulut dan dicerna di dalam usus yang bentuknya bercabang-cabang kemudian didistribusikan ke seluruh tubuh, sisa makanan dari Platyhelminthes akan dibuang dan dikeluarkan melalui mulut karena cacing pipih tidak memiliki anus.
b. Sistem Saraf
Sistem saraf pada Platyhelminthes diatur oleh otak yang terdapat pada bagian depan tubuh, otak ini akan bercabang menjadi dua ganglion. Kemudian ganglion tersebut akan bercabang lagi hingga mempersarafi tubuh, dan sel-sel saraf tersebut terkonsentrasi pada bagian tepi tubuh. Sehingga sistem saraf pada Platyhelmintes membentuk sistem tangga tali dengan otak pada bagian depan tubuh yang menjadi pusatnya.
c. Sistem Ekskresi
Sistem ekskresi pada Platyhelminthes berupa dua saluran memanjang yang akan bermuara pada pori-pori tubuh. Kedua saluran tersebut akan bercabang-cabang pada bagian punggung dan berakhir pada sel api yang memiliki silia sebagai pusatnya.
d. Sistem Reproduksi
namun demikian perkawinan tetap terjadi antara 2 individu yang berbeda, tapi ada juga sumber yang mengatakan bahwa hewan ini dapat bereproduksi sendiri secara seksual. Setelah bertemunya sperma dan ovum, maka akan dihasilkan sel telur yang miksroskopik, pembuahan terjadi di dalam tubuh. Sedangkan proses reproduksi secara aseksual terjadi melalui fragmentasi.
e. Sistem Pernapasan dan Sistem sirkulasi
Sistem pernapasan, pada Platyhelminthes tidak terdapat kedua sistem ini. Sehingga proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida dilakukan melalui proses difusi, yaitu proses pertukaran zat dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke tempat yang berkonsentrasi rendah. 4. Ciri-ciri Phylum Platyhelminthes
a. Merupakan cacing berbentuk pipih yang tubuhnya simetri bilateral dan tidak berongga (Aselomata).
b. Tubuhnya terdiri atas 3 lapisan (Triploblastik) yaitu lapisan luar (Ektoderm), Lapisan tengah (Mesoderm) dan lapisan dalam (Endoderm).
c. Tidak memiliki sistem respirasi dan sistem peredaran darah (sirkulasi). d. Sistem pencernaannya tidak sempurna karena tidak memiliki anus. e. Memiliki sistem saraf dengan dua saluran ganglion dengan otak sebagai
pusatnya.
5. Klasifikasi Phylum Platyhelminthes a. Classis Turbellaria
Turbellaria merupakan classis pada platyhelminthes yang dapat bergerak dengan menggetarkan bulu getarnya. Cacing pipih jenis ini hidup secara bebas (bukan parasit) dan tidak memiliki alat hisap. Tempat hidupnya di air atau tempat lembab, dan tidak hidup pada tempat yang terkena cahaya matahari langsung. Salah satu hewan jenis ini yang sangat dikenal adalah planaria (Dugesia sp).
didorong masuk ke lambung oleh faring. Umumnya hewan jenis ini melakukan reproduksi secara seksual. Warna tubuhnya gelap dan pada bagian kepala terdapat bintik mata untuk membedakan keadaan gelap dan terang. Mulutnya terdapat di permukaan ventral juga bisa di tengah tubuh. Pada mulut terdapat struktur seperti taring yang disebut probosis, probosis berfungsi untuk menangkap mangsa. Turbellaria mampu beregenerasi dengan cara memotong tubuh, dan daya regenerasi ini sangat baik.
b. Classis Trematoda
Tremotoda merupakan classis pada Platyhelminthes yang memiliki alat hisap dan alat kait untuk menempelkan diri pada inangnya. Trematoda merupakan platyhelminthes yang hidupnya parasit. Tubuh bagian luarnya ditutupi oleh kutikula yang berfungsi agar tubuhnya tidak tercerna oleh sel tubuh inangya. Hewan jenis ini tidak memiliki silia pada permukaan luar tubuh. Makanan dari trematoda merupakan cairan atau jaringan tubuh inangnya. Dinding tubuhnya memiliki otot dan saraf. Contoh hewan ini adalah cacing hati pada sapi (Fasciola hepatica).
c. Classis Cestoda
Echinococcus granulosus (dalam usus anjing); 4) Dipylidium latum (menyerang manusia melalui inang protozoa).
E. Alat Dan Bahan
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam praktikum mengobservasi Phylum Platyhelminthes.
No. Alat Jumlah
1 Mikroskop binokuler 2 unit
2 Kaca objek 1 set
3 Kamera Handphone 1 unit
4 Pipet tetes 1 unit
5 Cawan Petri 1 unit
6 Loupe 1 unit
7 Pinset 1 unit
Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam praktikum mengobservasi Phylum Platyhelminthes.
No. Bahan Jumlah
1 Preparat awetan Fasciola hepatica 1 unit
2 Preparat awetan Taenia sp 1 unit
3 Preparat awetan Eurytrema pancreaticum 1 unit
4 Preparat awetan Dugesia tigrina 1 unit
5 Preparat awetan Echinococcus granulosus 1 unit
6 Awetan basah Taenia saginata 1 unit
7 Awetan basah Bipalium sp 1 unit
8 Awetan basah Taenia sp 1 unit
9 Awetan basah Fasciola hepatica 1 unit
10 Awetan basah Thysanosoma actinoides 1 unit
11 Awetan kering Taenia pisiformis 1 unit
F. Langkah Kerja
Diagram 1. Langkah Lerja Pengamatan Morfologi Planaria, Cacing Hati dan Beberapa Contoh Cacing Pita.
Diagram 2. Langkah Kerja Pengamatan Anatomi Planaria, Cacing Hati dan Cacing Pita.
Disediakan planaria segar dalam kaca arloji berisi air, diamati arah dorsal, warna dorsal dan ventral, bintik mata, mulut, aurikel dan panjang serta lebar tubuh planaria dengan mikroskop binokuler atau loupe.
Diamati daya regenerasi pada Planaria, dengan memotong Planaria secara melintang, amati setiap hari sampai terbentuknya individu baru yang menyerupai induk asal.
Diambil cacing hati dan letakan di atas kaca arloji ,
kemudian diamati bagian anterior, posterior, dorsal, ventral, oral sucker dan
ventral sucker. Diamati awetan cacing pita,
bagian scolex (kepala), nack (leher), dan proglotid (ruas).
Bandingkan besarnya kepala
pada setiap ruas, dan
perbandingan ruas pada setiap species.
Diamati sistem pencernaan
makanan Planaria dari
preparat awetan, tentukan mulut, pharynx, intestine pada bagian depan dan belakang.
Diamati preparat awetan
sayatan melintang dari
Planaria menggunakan
mikroskop binokuler dan ditentukan pharynx, intestine, batang syaraf dan cilia, epidermis, otot longitudinal, dorsal dan ventral.
Diamati preparat awetan cacing hati menggunakan mikroskop binokuler , ditentukan bagian oral sucker dan ventral sucker, pharynx, intestine, kelenjar yolk, testis dan uterus.
Diamati preparat awetan
cacing pita, menggunakan
mikroskop dan ditentukan
Diagram 3. Langkah Kerja Pengamatan Tahapan Siklus Hidup Cacing Hati pada Siput Lymnea sp.
Dipecahkan dengan menggunakan pinset beberapa siput Lymnea sp. dalam kaca arloji atau gelas piala yang berisi air bersih, jika terdapat larva cacing akan tampak serbuk-serbuk halus berwarna keputihan.
Diteteskan cairan yang
mengandung benda keputih-putihann tadi pada kaca objek bersih, kemudian tutup dengan
baik, diamati di bawah
mikroskop.
G. Hasil Pengamatan
Tabel 3. Hasil Pengamatan Phylum Platyhelminthes.
No Nama Species Simetri
3 Fasciola hepatica Bilateral Pipih seperti
daun - √ - √ √
5 Taenia saginata Bilateral Pipih seperti
pita √ - - - √
Testis dan
ovarium Cestoda
6 Taenia sp Bilateral Pipih seperti
pita √ - - - √
Testis dan
ovarium Cestoda
7 Taenia pisiformis Bilateral Pipih seperti
pita √ - - - √
Testis dan
No Nama Species Simetri Tubuh
Bentuk Tubuh
Beruas atau proglotid
Mulut Anus Intestine Sucker Alat
Reproduksi Classis
8 Thysanosoma
actinoides Bilateral
Pipih seperti
pita √ - - - √
Testis dan
ovarium Cestoda
9 Echinococcus
granulosus Bilateral
Pipih seperti
pita √ - - - √
Testis dan
Tabel 4. Klasifikasi Phylum Platyhelminthes.
No. Klasifikasi Gambar Observasi Gambar Referensi
1. Regnum : Animalia Phylum : Platyhelminthes Classis : Turbellaria Ordo : Tricladida Familia : Dugesidae Genus : Dugesia
No. Klasifikasi Gambar Observasi Gambar Referensi 3. Regnum : Animalia
Phylum : Platyhelminthes Classis : Trematoda Ordo : Echinostomida Familia : Fasciolidae Genus : Fasciola
Species : Fasciola hepatica Gambar 4.1.1 Fasciola hepatica
(Dokumentasi Kelompok 1A, 2018)
Gambar 4.1.2 Fasciola hepatica
(Dokumentasi Kelompok 1A, 2018)
Gambar 4.1.3 Fasciola hepatica
(Dokumentasi Kelompok 1A, 2018)
Gambar 4.2 Fasciola hepatica (Sinnclair Stammers,
No. Klasifikasi Gambar Observasi Gambar Referensi
Phylum : Platyhelminthes Classis : Trematoda Ordo : Plagiorchiida Familia : Dicrocoeliidae Genus : Eurytrema Species : Eurytrema
pancreaticum
Phylum : Platyhelminthes Classis : Cestoda
Ordo : Taeninoidea Familia : Taeniidae Genus : Taenia
Species : Taenia saginata
No. Klasifikasi Gambar Observasi Gambar Referensi 6. Regnum : Animalia
Phylum : Platyhelminthes Classis : Cestoda
Ordo : Taeninoidea Familia : Taeniidae Genus : Taenia
Species : Taenia sp Gambar 7.1.1 Preparat Taenia sp
(Dokumentasi Kelompok 1A, 2018)
Gambar 7.1.2 Taenia sp (Dokumentasi Kelompok 1A, 2018)
Gambar 7.2 Taenia sp (R E Pugh, 2001)
7. Regnum : Animalia Phylum : Platyhelminthes Classis : Cestoda
Ordo : Taeninoidea Familia : Taeniidae Genus : Taenia
Species : Taenia pisiformis
Gambar 8.1 Taenia pisiformis
(Dokumentasi Kelompok 1A, 2018)
Gambar 8.2 Taenia pisiformis
No. Klasifikasi Gambar Observasi Gambar Referensi 8 Regnum : Animalia
Phylum : Platyhelminthes Classis : Cestoda
Ordo : Cyclophyllidea Familia : Anoplucephalidae Genus : Thysanosoma Species : Thysanosoma
actinoides Phylum : Platyhelminthes Classis : Cestoda
Ordo : Taeninoidea Familia : Taeniidae Genus : Echinococcus Species : Echinococcus
granulosus
Tabel 5. Perkembangan Reproduksi Vegetatif Dugesia tigrina.
Grafik 1. Perkembangan Reproduksi Vegetatif Dugesia tigrina.
Keterangan : Sumbu Y = Panjang planaria (mm)
A1 = Pembelahan secara vertikal bagian kiri A2 = Pembelahan secara vertikal bagian kanan B1 = Pembelahan secara horizontal bagian atas B2 = Pembelahan secara horizontal bagian bawah C = Pembelahan secara vertikal pada bagian kepala D = Pembelahan secara vertikal pada bagian ekor
E1 = Pembelahan secara horizontal pada tubuh bagian atas E2 = Pembelahan secara horizontal pada tubuh bagian tengah E3 = Pembelahan secara horizontal pada tubuh bagian bawah 0
2 4 6 8 10 12 14 16
Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7
Tabel 6. Tahapan Siklus Hidup Cacing Hati pada Siput Lymnea sp.
No Tahapan
Siklus Hidup Gambar Observasi Gambar Referensi 1 Sporocyst
Gambar 11.1 Sporocyst (Dokumentasi Kelompok 1A,
2018)
Gambar 11.2 Sporocyst (John and Petri, 2006)
2 Redia I
Gambar 12.1 Redia I (Dokumentasi Kelompok 1A,
2018)
Gambar 12.2 Redia I (J. Carl Fox, tanpa tahun)
3 Redia II
Gambar 13.1 Redia II (Dokumentasi Kelompok 1A,
2018)
4 Cercaria
Gambar 14.1 Cercaria (Dokumentasi Kelompok 1A,
2018)
Gambar 14.2 Cercaria (J. Carl Fox, tanpa tahun)
H. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap preparat awetan,awetan basah, awetan kering, dan spesimen. Maka terdapat banyak hewan Platyhelminthes. Hewan-hewan yang ditemukan pada sampel digolongkan ke dalam tiga classis berdasarkan bentuk tubuh pipih, pipih seperti daun dan pipih seperti pita, antara lain :
1. Classis Turbellaria a. Bipalium sp
Bipalium sp adalah salah satu spesies Platyhelminthes yang
memiliki bentuk tubuh pipih dan bersimetri bilateral. Hewan ini tidak memiliki anus, sucker dan proglotid. Tetapi, Bipalium sp memiliki mulut, intestin, dan alat reproduksi. Oleh karena itu, Bipalium sp termasuk ke dalam classis Turbellaria.
b. Dugesia tigrina
classis Turbellaria dengan classis lain dari Phylum Platyhelminthes. Dugesia tigrina ini kami temukan di perairan tawar, karena memang hewan ini biasanya hidup di kolam, danau, atau mata air. Manfaat dari hewan ini yaitu dapat dijadikan pakan ikan dan indikator air bersih. 2. Classis Trematoda
a. Fasciola hepatica
Fasciola hepatica salah satu spesies Platyhelminthes yang memiliki bentuk tubuh pipih daun dan bersimetri bilateral. Hewan ini tidak memiliki anus dan proglotid. Tetapi Fasciola hepatica memiliki alat penghisap (sucker), intestin, dan alat reproduksi. Oleh karena itu, Fasciola hepatica termasuk ke dalam classis Trematoda.
b. Eurytrema pancreaticum
Eurytrema pancreaticum adalah salah satu spesies Platyhelminthes yang memiliki bentuk tubuh pipih daun dan bersimetri bilateral. Eurytrema pancreaticum memiliki sucker (alat penghisap), faring, intestin. Memiliki alat reproduksi dan memiliki lubang ekskresi (anus). Oleh karena itu, Eurytrema pancreaticum termasuk ke dalam classis Trematoda.
3. Classis Cestoda a. Taenia saginata
Taenia saginata umumnya dikenal sebagai cacing pita sapi. Hewan ini termasuk ke dalam kelas cestoda. Hewan ini memiliki simetri tubuh bilateral, bentuk tubuhnya pipih pita, memiliki proglotid dan sucker. Reproduksinya bersifat hermaprodit yaitu memiliki sistem reproduksi jantan dan betina. Taenia saginata ini dapat menyebabkan sistiserkosis pada manusia.
b. Taenia sp
c. Taenia pisiformis
Cacing ini merupakan cacing pipih pita, tidak berpigmen, tidak mempunyai saluran pencernaan, mempunyai kepala (scolex) di bagian anterior dengan dilengkapi sucker dan kait untuk menempel pada inangnya, tubuhnya memiliki ruas-ruas. Tubuh Taenia pisiformis ini terdiri atas tiga bagian proglotid, yakni proglotid muda, proglotid dewasa, dan proglotid gravid, besar dan panjang setiap bagian proglotid semakin ke ujung semakin bertambah.
d. Thysanosoma actinoides
Cacing ini berbentuk pipih pita, memiliki scolex, tidak berpigmen, dan tubuhnya memiliki segmen atau proglotid. Itu sebabnya dikelompokkan ke dalam classis Cestoda. Tergolong cacing pita tebal (familia Anocephalidae). Tubuhnya memiliki proglotid dan scolex. e. Echinococcus granulosus
Echinococcus granulosus memiliki simetri tubuh bilateral, termasuk ke dalam kelas cestoda, tubuhnya memiliki proglotid dan sucker. Reproduksinya bersifat hermaprodit atau memiliki system reproduksi jantan dan betina.
B2 (Pembelahan secara horizontal bagian bawah) mengalami pertumbuhan panjang yang cukup baik, yaitu dari hari ke-1 sampai hari ke-7 bertambah dari 6 mm menjadi 10 mm pada hari ke-7, dengan rata-rata pertumbuhan panjang 7,6 mm. Planaria C (Pembelahan secara vertikal pada bagian kepala) dari hari ke-1 sampai hari ke-4 panjangnya 13 mm, bertambah 2 mm sampai hari ke-7 menjadi 15 mm, dengan rata-rata pertumbuhan panjang 13,6 mm. Planaria D (Pembelahan secara vertikal pada bagian kepala) bertambah 2 mm, dari 8 mm pada hari ke-1 menjadi 10mm pada hari ke-7, degan rata-rata pertumbuhan panjang 8,7 mm. Planaria E1 (Pembelahan secara horizontal pada tubuh bagian atas) hanya bertambah 2 mm, dari 3 mm pada hari ke-1 menjadi 5 mm pada hari ke-7, dengan rata-rata pertumbuhan panjang 4,1 mm. Planaria E2 (Pembelahan secara horizontal pada tubuh bagian tengah) mengalami pertambahan panjang yang cukup signifikan, bertambah 7 mm dari 3 mm pada hari ke-1 menjadi 10 mm pada hari-7, dengan rata-rata pertumbuhan panjang 5,7 mm. Planaria E3 (Pembelahan secara horizontal pada tubuh bagian bawah) bertambah panjang sebanyak 2 mm, dari 3 mm pada hari ke-1 menjadi 6 mm pada hari ke-7, dengan rata-rata pertumbuhan panjang 4 mm. Kesimpulan dari pertumbuhan perkembangan vegetatif Planaria yang dilakukan adalah bahwa Planaria yang mengalami pertumbuhan paling cepat dan paling baik yaitu Planaria E2, karena bertambah sebanyak 7 mm, dari 3 mm menjadi 10 mm. Serta bagian-bagian tubuh yang terpotong sudah tumbuh dengan baik atau bagian yang hilang sudah dapat terbentuk kembali menjadi bagian yang baru, dan grafiknya terus mengalami kenaikan.
1. Telur
Cacing hati dapat menghasilkan telur sekitar >100.000 telur dalam
sekali pembuahan di dalam hati atau empedu inangnya. Telur yang di
hasilkan akan di salurkan ke empedu agar bisa keluar melewati usus besar
dan anus dalam bentuk feses atau kotoran hewan inangnya. Telur akan
siap menetas dan menjadi larva setelah di keluarkan dengan waktu
menetasnya sekitar 8-12 bulan. Syarat agar telur bisa menjadi larva adalah
kondisi lingkungan yang basah dan lembab atau tidak kering.
2. Larva (Mirasidium)
Larva cacing hati (mirasidium) memiliki silia (rambut getar) diseluruh
permukaan tubuh. Larva yang baru menetes akan terbawa hujan sampai ke
aliran air dan mencari inang baru (inang perantara) seperti siput air tawar. .
Di dalam siput, mereka berkembang menjadi tiga bentuk parasit yang
berbeda. Larva bisa melakukan reproduksi aseksual di dalam tubuh siput
dan akan membentuk larva yang banyak. Larva akan berubah menjadi
sporosis saat di dalam tubuh siput. Sporosis akan menjadi redia, begitu
juga dengan redia akan menjadi serkaria. Lama dari fase larva ke serkaria
adalah sekitar 10-12 hari. Cacing tanah tidak akan bersifat parasit saat
berada pada siput air. Hal ini kerena siput air atau Lymnea sp mempunyai
resisten atau ketahan terhadap infeksi cacing hati.
3. Serkaria
Serkaria memiliki sistem gerak pada struktur tubuh yang mirip seperti
ekor kecebong yang berguna untuk bergerak dan berpindah. Pada tahap
serkaria inilah cacing hati akan bergerak ke tumbuhan yang basah atau ke
rumput yang basah untuk tinggal. Lalu serkaria akan membentuk fase
metaserkaria dimana ekor atau sistem gerak yang ada tadi akan
menghilang. Fase serkaria akan memiliki periode selama 5-7 minggu jika
kondisi lingkungan dan tumbuhan atau rumput tempat tinggalnya lembab
dan basah.
4. Metaserkaria
Metaserkaria adalah daur hidup dari cacing hati yang berasal dari
adalah bentuk infeksi sejati cacing hati yang akan membungkus diri
menjadi kista dan akan bertahan lama pada tumbuhan basah tempatnya
hidup. Kista memiliki membrane yang kuat sehingga dapat bertahan lama
hidup di rumput dan tumbuhan basah. Pada fase ini, jika ada mamalia yang
memakan rumput yang di tinggali metaserkaria akan terinfeksi cacing hati
seperti sapi dan kambing. Cacing hati juga dapat menginfeksi manusia jika
kita memakan tumbuhan yang ditinggali metasekaria tanpa mengolahnya
dan membersihkan terlebih dahulu.
5. Cacing hati dewasa
Saat metaserkaria masuk kedalam tubuh inangnya, maka metaserkaria
akan keluar dari kista dan menjadi cacing hati dewasa. Cacing dewasa
tersebut akan menembus dinding usus halus menuju rongga perut dan
mengincar hati sebagai inang baru. dan mencapai kematangan. Ketika
dewasa, siap untuk bereproduksi secara aseksual dan melepaskan telur
baru. Ukuran cacing hati sekitar panjang 2,5-3 cm dan lebar 1-1,5 cm.
Cacing hati (Fasciola hepatica) akan menjadi parasit di hati hewan
mamalia yang menjadi inangnya. Tahapan dari siklus hidup cacing hati
adalah sebagai berikut :
Telur (bersama feces) larva bersilia (mirasidium) siput air
(lymnea sp) sporokista redia serkaria keluar dari tubuh siput
menempel pada rumput atau tanaman air membentuk kista
(metaserkaria) dimakan domba atau sapi usus hati sampai
Gambar 15. Siklus hidup cacing hati (Fasciola hepatica) (Sumber: dianliwenmi.com, 2016)
Berdasarkan gambar di atas siklus hidup cacing hati (Fasciola hepatica) adalah :
1. Telur keluar dari dalam tubuh hewan atau manusia ke alam bebas melalui feses.
2. Telur akan menetas dan manjadi embrio saat berada di tempat basah. 3. Embrio tadi akan berkembang menjadi mirasidium atau larva bersilia di
tempat basah.
4. Mirasidium akan masuk ke dalam tubuh siput air. Saat di dalam siput air, mirasidium akan menghasilkan sporosis (4a), lalu sporosis akan menghasilkan redia (4b) dan redia akan menghasilkan serkaria (4c) dengan proses pembelahan paedogenesis.
5. Serkaria akan keluar dari tubuh siput dan berenang di air pergi ke tumbuhan yang basah.
7. Tanaman yang terdapat kista tersebut dimakan oleh hewan mamalia atau oleh manusia. Manusia dan hewan yang memakannya akan akan terinfeksi cacing hati. Cacing hati tersebut akan pergi ke saluran empedu dan hati untuk menjadi inangnya.
8. Selanjutnya cacing hati akan memulai siklus hidup baru yaitu bertelur dan kembali ke fase 1. Siklus hidup ini akan terjadi secara berulang-ulang.
I. Hasil Diskusi
1. Dapatkah anda menemukan persamaan yang dimiliki setiap Species yang Anda temukan ? tuliskan persamaan-persamaan tersebut !
Jawaban :
Setiap species memiliki simetri tubuh bilateral, dan bentuk tubuh pipih. Alat reproduksi dengan fertilisasi (secara generatif), kecuali pada classis Turbellaria dapat dengan reproduksi vegetatif pembelahan biner transversal. Ekskresi dengan sel api, tidak memiliki coelom, dan mempunyai sistem syaraf. Alat pencernaan belum lengkap, tidak memiliki anus.
2. Dapatkah anda menemukan perbedaan yang dimiliki oleh setiap spesies tersebut sehingga dimasukan pada classis yang berbeda ? tuliskan perbedaan-perbedaannya !
Jawaban :
a. Classis Turbellaria; memiliki mulut, dan intestine.
b. Classis Trematoda; memiliki mulut, intestine, dan memiliki sucker pada oral dan ventral.
c. Classis Cestoda; tubuh beruas, tidak memiliki mulut, dan intestine, karena menerima makanan yang langsung dapat diserap tubuh tanpa dilakukan pengolahan. Serta memiliki sucker.
3. Tuliskan ciri khas dari tiap classis pada kolom berikut
Classis Ciri Khas
Turbellaria
memperoleh makanan secara holozoik dan saprozoik.
Trematoda
Hidup parasit, memiliki intenstine, tidak memiliki silia pada cacing dewasa, memiliki kutikula, oral dan ventral sucker. Memperoleh makanan secara saprozoik
Cestoda
Endoparasit, tidak ada intestine, silia atau kutikula, umumnya memiliki proglotid atau beruas. Memperoleh makanan secara saprofitik. Tidak mempunyai saluran pencernaan.
4. Tuliskan kegunaan dan manfaat dari species-species Platyhelminthes yang anda temukan :
Jawaban :
5. Dari teori perkuliahan atau buku sumber yang anda peroleh mengenai Phylum Platyhelminthes, lengkapilah tabel berikut ini :
Filum Pencernaan
Makanan Ekskresi Pernapasan
6. Apakah Lymnea sp yang terinfeksi berbahaya jika di konsumsi walaupun sudah di rebus atau di masak dengan matang?
Jawaban:
Tahap pertumbuhan Fasciola hepatica dalam Lymnea sp dari Miracidia sampai dengan Cercaria tidak membahayakan bagi tubuh karena bukan merupakan tahap infektif bagi tubuh manusia. Serta cacing hati tidak akan bersifat parasit saat berada pada siput air. Hal ini kerena
siput air atau Lymnea sp mempunyai resisten atau ketahan terhadap
infeksi cacing hati.
J. Kesimpulan
1. Plathyhelminthes merupakan hewan multiseluler yang berbentuk pipih, simetri bilateral, tripoblastik. Phylum ini terbagi menjadi tiga kelas, yaitu Tubellaria, Trematoda, dan Cestoda. Keanekaragaman phylum Platyhelminthes yang sudah diamati yaitu : Dugesia tigrina, Bipalium sp, Fasciola hepatica, Eurytema pancreaticum, Taenia saginata, Taenia sp, Taenia pisiformis, Thysanosoma actinodes, Echinoccocus granulosus.
memiliki rangka, sistem respirasi, dan sistem peredaran darah. Sistem ekskresinya menggunakan sel api yang terdapat pada nefridiofor. Sistem saraf dengan sepasang ganglion anterior yang dihubungkan dengan satu atau tiga pasang tali saraf longitudinal dan transversal.
3. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa phylum Platyhelminthes terbagi ke dalam tiga classis yang didasari oleh perbedaan struktur tubuhnya. Ketiga classis tersebut adalah: Turbellaria, Trematoda, dan Cestoda. Setelah dilakukan pengamatan ada Bipalium sp dan Dugesia sp yang termasuk ke dalam classis Turbellaria karena memiliki beberapa karakteristik, yaitu berbentuk pipih memanjang dan simetri bilateral, pada permukaan tubuhnya terdapat silia (rambut getar) yang digunakan untuk bergerakatauberenang, memiliki sepasang bintik mata yang berfungsi untuk membedakan keadaan gelap dan terang, pada umumnya tubuhnya berpigmen, memiliki mulut di bagian ventral, tidak memiliki alat penghisap dan tidak memiliki ruas pada tubuhnya. Di kelas Trematoda ada Fasciola hepatica dan Eurytema pancreaticum, karena memiliki bentuk tubuh pipih daun dan bersimetri bilateral, pada permukaan tubuhnya memiliki kutikula, memiliki sucker (alat penghisap), faring, intestin. Memiliki alat reproduksi dan memiliki lubang ekskresi berupa anus (tidak ada pada Fasciola hepatica). Dan ada Taenia saginata, Taenia sp, Taenia pisiformis, Thysanosoma actinodes, dan Echinoccocus granulosus yang termasuk pada kelas Cestoda karena berbentuk pipih pita dan simetri bilateral, pada permukaan tubuh dilapisi kutikula, hidup parasite,tidak bersilia, tidak memiliki saluran pencernaan, memiliki scolex (kepala) yang terdiri dari hooks (kait), rostellum (karangan kait), sucker (alat penempel dan penghisap) dan struktur tubuh terdiri dari proglotid atau bersegmen.
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, Abdul. (2015). Pengertian, Ciri-Ciri dan Klasifikasi Platyhelminthes. [online]. Diakses dari: http://www.softilmu.com/2015/06/Pengertian-ciri-Struktur-Tubuh-Klasifikasi-Platyhelminthes-adalah.html
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Struktur Tubuh Platyhelminthes
Hadi, Abdul. (2015). Pengertian, Ciri-Ciri dan Klasifikasi Platyhelminthes. [online]. Diakses dari: http://www.softilmu.com/2015/06/Pengertian-ciri-Struktur-Tubuh-Klasifikasi-Platyhelminthes-adalah.html
Gambar 2.2 Dugesia tigrina
Munoz, Mauricio. (2003). ADW: Dugesia tigrina: PICTURES. [online]. Diakses dari: https://animaldiversity.org/accounts/Dugesia_tigrina/pictures /collections/contributors/mauricio_munoz/Dugesia_tigrina/
Gambar 3.2 Bipalium sp
Bellmore, Laura. (2015). Beneficial In The Landscape #57 Land Planarian.
[online]. Diakses dari:
https://aggie- horticulture.tamu.edu/galveston/beneficials/beneficial-57(partial)_land_planarian.htm
Gambar 4.2 Fasciola hepatica
Stammers, Sinclair. (2013). Light Micrograph of Liver Fluke. [online]. Diakses dari: https://fineartamerica.com/featured/1-light-micrograph-of-liver-fluke-fasciola-hepatica-sinclair-stammers.html
Gambar 5.2 Eurytrema pancreaticum
The Korean Society for Parasitology. (2003). Adult worm of Eurytrema
pancreaticum. [online]. Diakses dari:
http://atlas.or.kr/atlas/alphabet_view.php?my_codeName=Eurytrema%20p ancreaticum
Gambar 6.2 Taenia saginata
Temanson, Carolyn. (2009). Taenia saginata. [online]. Diakses dari: http://bioweb.uwlax.edu/bio203/s2009/temanson_caro/
Gambar 7.2 Taenia sp.
Pugh, RE. (2001). Taenia sp. [online]. Diakses dari: http://parasite.org.au/pugh-collection/Taenia%20sp.%20%2001.jpg_Index.html
Gambar 8.2 Taenia pisiformis
Pederson, Alan. (2014). Platyhelminthes / Cestoda: Taenia pisiformis scolex.
http://grauhall.com/catalog/product_info.phpmanufacturers_id=42&produ cts_id=1568
Gambar 9.2 Thysanosoma actinioides
Junquera, P.(2007). Thysanosoma actinioides, the fringed tapeworm. [online].
Diakses dari:
http://parasitipedia.net/index.php?option=com_content&view=article&id= 2586&Itemid=2868
Gambar 10.2 Echinococcus granulosus
Medicotips. (2011). Echinococcus granulosus – Life cycle. [online]. Diakses dari:
http://www.medicotips.com/2011/07/echinococcus-granulosus-morphology life.html Gambar 11.2 Sporocyst
John and Petri. (2006). Steps of the typical Echinostoma life cycle. [online].
Diakses dari :
http://web.stanford.edu/class/humbio103/ParaSites2006/Echinostomiasis/L ife%20Cycle.html
Gambar 12.2 Redia I
Fox, J. Carl. (tt.). Life cycle stages. [online]. Diakses dari: https://instruction.cvhs.okstate.edu/jcfox/htdocs/clinpara/lst21_30.htm Gambar 13.2 Redia II
Belanich, Michael. (2009). Fasciola hepatica. [online]. Diakses dari: http://belanich.pbworks.com/w/page/13055428/Trematodes
Gambar 14.2 Cercaria
Fox, J. Carl. (tt.). Life cycle stages. [online]. Diakses dari: https://instruction.cvhs.okstate.edu/jcfox/htdocs/clinpara/lst21_30.htm Gambar 15